KOMBINASI BERBAGAI SUMBER BAHAN ORGANIK DAN ARANG TERHADAP EFISIENSI PEMUPUKAN TANAMAN BAWANG MERAH (Allium Cepa L.) DI TANAH PASIR PANTAI SAMAS BANTUL

(1)

SKRIPSI

Oleh :

Vina Khairusy Syifa 20120210075

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

ii SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Sarjana Pertanian

Oleh :

Vina Khairusy Syifa 20120210075

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan :

1. Karya tulis saya, skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing

3. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu, saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah, maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilmiah lain oleh Tim Pembimbing. 4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

5. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran alam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya yang sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Yogyakarta, Agustus 2016 Yang membuat pernyataan

Vina Khairusy Syifa 20120210075


(4)

v

MOTTO

“Harta yang tak pernah habis adalah Ilmu pengetahuan dan ilmu

yang tak ternilai adalah pendidika

n.”

"Orang yang pintar bukanlah orang yang merasa pintar, akan tetapi

ia adalah orang yang merasa bodoh, dengan begitu ia tak akan

pernah berhenti untuk terus belajar"

Tragedi terbesar dalam kehidupan bukanlah sebuah kematian, tapi

hidup tanpa tujuan. Karena itu, teruslah bermimpi untuk menggapai


(5)

vi

HALAMANPERSEMBAHAN

Alhamdulillah karya sederhana ini telah saya selesaikan. Karya ini saya persembahkan untuk orang – orang tersayang, yang tanpanya mungkin saya tidak akan bisa sampai ke titik ini. Halaman pesembahan ini berisi ungkapan terimakasih saya kepada mereka yang telah memberi dukungan, doa, dan kebersamaan selama ini. Skripsi ini special saya persembahkan , untuk :

1. Allah SWT sembah sujud kepada-Nya atas taburan cinta dan kasih sayang yang telah memberikan saya kekuatan dan membekali dengan ilmu. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan serta salam selalu terlimpahkan kepada Rosullah Muhammad SAW.

2. Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terimakasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya mungil ini kepada Mama dan Ayah yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat ku balas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini langkah awal untuk membuat Mama dan ayah bahagia.

3. Abang dan Dede, terimakasih sudah menjadi sumber penyemangat. Besar harapan, kakak dapat menjadi contoh yang baik buat kalian sehingga kalian dapat menjadi sosok yang lebih hebat daripada kakak.

4. Ican , makasih bantuan, semangat, nasehat selama ini dan cepat menyusul. Teman rasa saudara “Adek Putri” terimakasih atas bantuan, semangat, nasehat dan kesediaan mendengar keluh kesah slama ini. Buat Vidya, Eka, Fyka, Martha terimakasih sudah menjadi teman yang baik slama di Jogja, terimakasih omelan, candaan , bantuan dan semangat kalian. Teman – teman seperjuangan, Agroteknologi B 2012 terimakasih untuk solidaritasnya selama ini. Aku bangga menjadi bagian dari kalian.


(6)

vii

5. Makasih Idek, adek sepupu yang slalu ngingetin skripsi, yang kemana – mana berdua, dari rumah sampe ngerantau. Mbak Riefda , Mbak Bayu dan Ka rusty , terimakasih sudah menjadi teman satu rumah yang baik, terimakasih selalu tanya (“kapan wisuda?”), makasih nasehat , omelan, dan kesediaannya untuk mendengar keluhan ku.

6. Laboran “Pak Yuli” dan “Pak Sukir” terimakasih telah banyak membantu dalam

penelitian ini dan memberikan semangat.

Akhir kata, semoga skripsi ini membawa kebermanfaatan. Jika hidup bisa kuceritakan di atas kertas, entah berapa banyak yang dibutuhkan hanya untuk ucapan terima kasih


(7)

x DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv INTISARI ... Error! Bookmark not defined.

ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. I. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. B. Perumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. II. TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. A. Lahan Pasir Pantai Samas Bantul ... Error! Bookmark not defined. B. Sumber Arang dan Bahan Organik ... Error! Bookmark not defined. 1. Kompos Enceng Gondok ... Error! Bookmark not defined. 2. Arang Tempurung Kelapa ... Error! Bookmark not defined. 3. Arang Sekam Padi ... Error! Bookmark not defined. 4. Kompos Daun Lamtoro ... Error! Bookmark not defined. C. Briket Arang ... Error! Bookmark not defined. 1. Karbonasi ... Error! Bookmark not defined.


(8)

xi

2. Bahan Perekat ... Error! Bookmark not defined. 3. Pemadatan dan Pencetakan... Error! Bookmark not defined. 4. Pengeringan ... Error! Bookmark not defined. D. Budidaya Bawang Merah ... Error! Bookmark not defined. E. Hipotesis ... Error! Bookmark not defined. III. TATA CARA PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Tempat dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Bahan dan Alat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Cara Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Parameter yang diamati ... Error! Bookmark not defined. 1. Tinggi tanaman (cm) ... Error! Bookmark not defined. 2. Berat segar tanaman (gram)... Error! Bookmark not defined. 3. Berat kering tanaman (gram) ... Error! Bookmark not defined. 4. Jumlah umbi per rumpun (siung) ... Error! Bookmark not defined. 5. Berat umbi per rumpun (gram) ... Error! Bookmark not defined. 6. Berat segar dan kering tajuk (gram) ... Error! Bookmark not defined. 7. Berat segar dan kering akar (gram) ... Error! Bookmark not defined. F. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. A. Tinggi Tanaman (cm) ... Error! Bookmark not defined. B. Berat Segar Tanaman (gram)... Error! Bookmark not defined. C. Berat Kering Tanaman (gram) ... Error! Bookmark not defined.


(9)

xii

D. Jumlah Umbi Per Rumpun ... Error! Bookmark not defined. E. Berat Umbi Per Rumpun... Error! Bookmark not defined. F. Berat Segar Tajuk ... Error! Bookmark not defined. G. Berat Kering Tajuk ... Error! Bookmark not defined. H. Berat Segar Akar ... Error! Bookmark not defined. I. Berat Kering Akar ... Error! Bookmark not defined. V. KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined. A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined. B. Saran ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

LAMPIRAN………...Erro


(10)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Dosis Pupuk Tanaman bawang Merah .... Error! Bookmark not defined. Tabel 2. Rerata Tinggi Tanaman Bawang Merah Umur 56 Hari Setelah TanamError! Bookmark not defined.

Tabel 3. Rerata Berat Segar Tanaman Bawang MerahError! Bookmark not defined. Tabel 4. Rerata Berat Kering Tanaman Bawang Merah ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 5. Rerata Jumlah Umbi Per Rumpun Tanaman Bawang Merah ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 6. Rerata Berat Umbi Per Rumpun Tanaman Bawang MerahError! Bookmark not defined.

Tabel 7. Rerata Berat Segar Tajuk Tanaman Bawang MerahError! Bookmark not defined.

Tabel 8. Rerata Berat Kering Tajuk Tanaman Bawang MerahError! Bookmark not defined.

Tabel 9. Uji Jarak Ganda Duncan (UJGD) 5% Berat Segar Akar Tanaman Bawang Merah ... Error! Bookmark not defined. Tabel 10. Uji Jarak Ganda Duncan (UJGD) 5% Berat Kering Akar Tanaman Bawang


(11)

xiv

DAFTAR GAMBAR


(12)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Layout Penelitian ... Error! Bookmark not defined. Lampiran 2. Jadual Penelitian ... Error! Bookmark not defined. Lampiran 3. Perhitungan Kebutuhan Pupuk Tanaman Bawang Merah ... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 4. Deskripsi Bawang Merah varietas Tiron (Bantul)Error! Bookmark not defined.

Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam ... Error! Bookmark not defined. Lampiran 6. Hasil Uji Kandungan Kompos Lamtoro dan Enceng Gondok .. Error! Bookmark not defined.


(13)

(14)

xvii

Land Samas Beach Bantul” was conducted from March up to June 2016.

This study was conducted using experimental methods were arranged in a completely randomized design (CRD) with 9 treatments and for each treatment was repeated 5 times. The treatments were (PO) : 20 ton/hectare manure; (P1) : 10 tons/hectare of compost leaves of lamtoro + 10 tons/hectare of rice husk; (P2) : 13,33 tons/hectare of compost leaves of lamtoro + 6,67 tons/hectare of rice husk; (P3) : 10 tons/hectare of compost of leaves lamtoro + 10 tons/hectare of coconut shell charcoal; (P4) : 13,33 tons/hectare of compost leaves lamtoro + 6,67 tons/hectare of coconut shell charcoal; (P5) : 10 tons/hectare of enceng gondok compost + 10 tons/hectare of rice husk; (P6) : 13,33 tons/hectare of enceng gondok compost + 6,67 tons/hectare of rice husk; (P7) : 10 tons/hectare of enceng gondok compost + 10 tons/hectare of cocnut shell charcoal; (P8) : 13,33 tons/hectare of enceng gondok compost + 6,67 tons/hectare coconut shell charcoal.

The result showed that all treatment of combinations source of organic material and charcoal do not have significantly different effects on growth and yield of onion. Treatment P6 tends to produce onion better and can improve fertilizing efficiency onion plants in the sandy soil Beach Samas Bantul.

Keywords : Onion, Combination of Organic Materials and Carbon, and Sandy Soil Beach Samas.


(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman bawang merah merupakan tanaman semusim, yang memiliki umbi berlapis, berakar serabut, dengan daun berbentuk silinder berongga. Tanaman bawang merah (Allium cepa L. var. ascalonicum (L.) Back.), famili Alliaceae adalah spesies dengan nilai ekonomi yang penting, yang dibudidayakan secara luas di seluruh dunia khususnya di benua Asia dan Eropa (Rukmana, 1995 dalam Annisa Adelia N.R., 2014). Bawang merah merupakan jenis sayuran yang banyak digemari, oleh masyarakat Indonesia, terutama sebagai bumbu penyedap masakan, dan juga sering digunakan sebagai bahan obat- obatan untuk penyakit tertentu (Samadi dan Bambang, 2005).

Kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk, dan daya beli masyarakat yang cenderung naik, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi. Data BPS, tahun 2012 menunjukkan bahwa produksi bawang merah nasional selama tahun 2009-2011 mengalami laju yang fluktuatif, hal ini mengakibatkan tidak konsistennya persediaan bawang merah di pasaran. Pada tahun 2009 produksi bawang merah mencapai 965.164 ton, meningkat di tahun 2010 menjadi 1.048.934 ton, dan mengalami penurunan di tahun 2011 menjadi 893.124 ton. Berdasarkan data tersebut maka perlu adanya peningkatan produksi untuk dapat memenuhi


(16)

Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi bawang merah yaitu dengan cara perluasan areal pertanaman, tetapi usaha tersebut mengalami kendala karena tanah-tanah produktif banyak digunakan untuk areal industri dan perumahan. Oleh karena itu, perlu adanya pemanfaatan lahan marjinal untuk kegiatan budidaya bawang merah, salah satunya adalah lahan pasir pantai, Samas, Bantul, Yogyakarta.

Lahan pasir pantai memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian untuk meningkatkan produktivitas bawang merah. Lahan pasir pantai memiliki karakterisitik tanah yang didominasi oleh fraksi pasir, porositas tinggi, kandungan liat dan bahan organiknya rendah, sehingga kemampuan tanah dalam menyimpan air menjadi rendah. Selain itu, sifat tanah berpasir yang mudah meloloskan air ke bawah akan mempengaruhi efisiensi penggunaan pupuk. Menurut Gunawan Budiyanto (2009), ketidakcukupan kandungan mineral liat dan bahan organik menyebabkan tanah pasir tidak mampu mengikat air dan kapasitasnya dalam menyimpan kation menjadi rendah.

Proses porositas yang tinggi pada lahan pasir dapat diminimalisir dengan penambahan kombinasi dari bahan organik dan arang (briket) ke dalam tanah. Arang

merupakan bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pengarangan bahan yang mengandung karbon. Bahan arang dapat berasal dari limbah pertanian. Tempurung kelapa merupakan salah satu limbah pertanian terbaik untuk bahan pembuatan arang yang memiliki daya serap tinggi.Selain penambahan arang sebagai pengikat air, perlu adanya penambahan bahan organik agar dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kemampuan untuk mengikat air dan penyedia unsur hara. Daun


(17)

lamtoro dan enceng gondok merupakan salah satu bahan organik yang melalui proses perombakan/dekomposisi menjadi kompos. Kompos enceng gondok dan lamtoro memiliki kandungan hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Melalui penambahan arang dan bahan organik limbah pertanian diharapkan proses pencucian dan porositas dapat diminimalisir sehingga efektivitas pemupukan akan meningkat.

B. Perumusan Masalah

Tanah pasir pantai selatan Yogyakarta pada umumnya didominasi fraksi pasir dan kandungan bahan organiknya rendah. Hal ini mengakibatkan tanah pasir pantai tidak mampu menyimpan air dan tidak memiliki koloid tanah yang dapat mengikat air dan hara. Kondisi ini mengakibatkan pelindian (leaching) di lahan pasir pantai menjadi tidak efisien karena sebagian unsur hara akan terlindi ke bawah.

Berdasarkan masalah di atas, diperlukan input yang dapat memperbaiki kualitas koloid tanah pasir pantai, dan salah satu input yang perlu diteliti adalah pemberian kompleks koloid buatan yang berbentuk arang (briket) dari kombinasi bahan organik limbah pertanian. Dengan demikian permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh dari kombinasi berbagai sumber bahan organik dan arang terhadap pertumbuhan bawang merah di tanah pasir pantai Samas bantul ? 2. Apa jenis kombinasi berbagai sumber bahan organik dan arang yang dapat

meningkatkan efisiensi pemupukan pada tanaman Bawang Merah di tanah pasir pantai Samas Bantul?


(18)

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menguji pengaruh dari kombinasi berbagai jenis sumber bahan organik dan jenis arang terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah di tanah pasir pantai Samas Bantul.

2. Untuk menentukan perbandingan kombinasi jenis sumber bahan organik dan jenis arang yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan pada tanaman Bawang Merah di tanah pasir pantai Samas Bantul.


(19)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lahan Pasir Pantai Samas Bantul

Secara umum lahan pasir pantai dapat dikategorikan tanah regosol. Menurut Isa Darmawijaya (1992), berdasarkan bahan induknya tanah Regosol dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tanah tanah Regosol Abu Vulkanik, tanah regosol Bukit Pasir, dan tanah Regosol Sedimen. Tanah regosal di sepanjang pantai di beberapa tempat, diantaranya Cilacap, Parangtritis, adalah berupa bukit – bukit pasir terbentuk dari pasir – pasir pantai berasal dari abu vulkanik oleh gaya angin yang bersifat deflasi dan akumulasi (Isa Darmawijaya, 1992). Menurut Sukresno (2000) dalam Partoyo (2005), tanah wilayah pantai berpasir menampilkan kawasan pesisir adalah suatu bentuk input teknologi dalam pemanfaatan lahan marginal pesisir yang mampu memberikan bantuan keberhasilan budidaya usaha tani.

Sifat tanah pasir memiliki kohesi dan konsistensi (ketahanan partikel dalam tanah terhadap pemisahan) sangat kecil. Lahan pasir pantai didominasi oleh pasir dengan kandungan lebih dari 70%, porositas rendah atau kurang dari 40%, sebagian besar ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Dari segi kimia, tanah pasir cukup mengandung unsur fospor dan kalium yang belum siap diserap tanaman, tetapi lahan pasir kekurangan unsur nitrogen (Sunardi dan Sarjono, 2007).


(20)

Lahan pasir pantai yang terdapat di daerah Samas merupakan gumuk-gumuk pasir. Karakteristik lahan di gumuk pasir wilayah ini adalah tanah bertekstur pasir, struktur berbutir tunggal, daya simpan lengasnya rendah, status kesuburannya rendah, evaporasi tinggi dan tiupan angin laut kencang. Menurut Sudihardjo (2000), berdasarkan kriteria CSR/FAO 1983 kesesuaian aktual lahan pasir Pantai Selatan DIY termasuk kelas Tidak Sesuai atau Sesuai Marginal untuk komoditas tanaman pangan dan sayuran.

Menurut Syamsul A. Siradz dan Siti Kabirun, (2007), pasir pantai selatan ini bahan pembentuknya berasal dari deposit pasir hasil kegiatan erupsi gunung Merapi yang berada di bagian utara. Deposit pasir ini diangkut dan diendapkan dengan berbagai kecepatan serta bercampur dengan berbagai bahan baik yang berasal dari daerah aliran sungai maupun yang berasal dari laut.

Kandungan bahan organik yang dimiliki oleh tanah pasiran rendah karena temperatur dan aerasi memungkinkan tingkat dekomposisi bahan organik tinggi. Selain itu, stabilitas agregat dan kandungan liat tanah pasiran rendah sehingga pada saat hujan, air dan hara akan mudah hilang melalui proses pergerakan air ke bawah (Gunawan Budiyanto, 2009).

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Partoyo (2005) menunjukan bahwa potensi kesuburan fisik lahan pasir pantai Samas cukup rendah, kadar air (0,32%), fraksi pasir (93%), fraksi debu (6,10%), fraksi liat (0,54%), Berat isi (2,97 g/cm3), Berat volume (1,93 g/cm3), porositas tanah total (35,07%). Potensi kimianya juga rendah, hal tersebut ditunjukan dari hasil pengukuran kadar C-organik (0,29%) dan


(21)

N-total (0,043%), P-tersedia (4,84 ppm), K-tersedia (2,23 ppm), N-tersedia (0,020%) dan pH H2O (7,01).

B. Sumber Arang dan Bahan Organik 1. Kompos Enceng Gondok

Eceng gondok (Eichhornia crassipes Mart) merupakan salah satu tanaman air yang banyak tumbuh di sungai, pematang sawah atau waduk. Keberadaan tanaman ini lebih sering dianggap sebagai gulma air yang sangat merugikan manusia, karena menyebabkan pendangkalan sungai atau waduk, membentuk area penutupan yang luas pada permukaan perairan serta menyebabkan penguapan air dan penurunan unsur hara yang cukup besar. Penutupan permukaan perairan oleh enceng gondok selain dapat mengganggu aktivitas masyarakat disekitar perairan juga mengurangi keanekaragaman spesies yang tumbuh di perairan. Selain memberikan dampak negatif, enceng gondok juga memberikan dampak positif antara lain sebagai bahan baku pupuk. Kandungan NPK kompos enceng gondok (dalam % berat kering) masing-masing adalah N (1,18%) ; P (1,09%) ; K (1,40%) , sedangkan kadar C organiknya adalah (17,29%) dan rasio C/N sebesar (14,65%) (Ratiqah dkk., 2008 dalam Delta S.N., 2011).

Komposisi kimia eceng gondok tergantung pada kandungan unsur hara tempatnya tumbuh, dan sifat daya serap tanaman tersebut. Eceng gondok mempunyai sifat-sifat yang baik antara lain dapat menyerap logam-logam


(22)

berat, senyawa sulfida, selain itu mengandung protein lebih dari 11,5% dan mengandung selulosa yang lebih tinggi besar dari non selulosanya seperti lignin, abu, lemak, dan zat-zat lain. Enceng gondok juga mempunyai kemampuan untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah (Kriswiyanti, 2009).

2. Arang Tempurung Kelapa

Tempurung kelapa adalah salah satu bagian dari kelapa setelah sabut kelapa yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang dapat dijadikan sebagai basis usaha. Tempurung kelapa ini merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan 3-5 mm. Tempurung kelapa yang memiliki kualitas yang baik yaitu tempurung kelapa yang tua dan kering yang ditunjukkan dengan warna yang gelap kecoklatan. Tempurung kelapa memiliki kandungan senyawa , yaitu Selulosa (26,60%), Pentose (27,70%), Lignin (29,40%), Nitrogen (0,10%), dan Kadar air (8,00%). (Rita P. Mendrofa, dkk. , 2013)

Arang tempurung kelapa memiliki fungsi sebagai manajer pada tanah yang terdapat tanaman. Manfaat penambahan arang tempurung kelapa ke dalam tanah antara lain dapat meningkatkan total organik karbon dan mengurangi biomassa mikrobia, respirasi, dan agregasi serta pengaruh pembekuan cahaya pada tanah, karena arang aktif dapat menyerap dan menyimpan panas (Weil, et al,. 2003). Keuntungan pemberian arang tempurung kelapa pada tanah, antara lain memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah, sehingga dapat merangsang pertumbuhan akar dan


(23)

memberikan habitat untuk pertumbuhan semai tanaman (Gusmailina, dkk., 2002).

Tanah yang diberikan arang tempurung kelapa, akan memiliki produktivitas yang lebih tinggi, dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi arang. Selain itu arang juga tahan dalam jangka waktu lama hingga ratusan tahun, sehingga fungsinya untuk memperbaiki struktur tanah dan fungsi lainnya dapat dipertahankan.

3. Arang Sekam Padi

Sekam adalah bagian luar dari butir padi yang merupakan hasil samping pada saat proses penggilingan padi dan merupakan bahan berlignoselulosa seperti biomassa lainnya namun mengandung silika yang tinggi. Kandungan kimia sekam padi terdiri atas 50 % selulosa, 25 – 30 % lignin, dan 15 – 20 % silika (Ismail dan Waliuddin, 1996).

Dari hasil penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa sekitar 20 % dari berat padi adalah sekam padi, dan bervariasi dari 13 sampai 29 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Hara, 1996 dalam Krishnarao, dkk., 2000). Nilai paling umum kandungan silika (SiO2) dalam abu sekam padi adalah 94 – 96 % dan apabila nilainya mendekati atau dibawah 90 % kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi oleh zat lain yang kandungan silikanya rendah (Houston, 1972 dalam Prasad, et al., 2000).


(24)

Sekam padi saat ini telah dikembangkan sebagai bahan baku untuk menghasilkan abu yang dikenal di dunia sebagai RHA (rice husk ask). Abu sekam padi yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi pada suhu 400o – 500o C akan menjadi silika amorphous dan pada suhu lebih besar dari 1.000o C akan menjadi silika kristalin (Bakri, 2008)

Arang sekam digunakan sebagai bahan pengisi biofilter karena dapat meningkatkan porositas. Penambahan arang sekam dalam suatu bahan dapat menurunkan berat isi bahan, peningkatan ruang pori total, ruang pori drainase cepat, serta penurunan ruang pori drainase lambat (Djatmiko dkk., 1985; dalam Mia, 2011). Di Indonesia, jumlah sekam dapat mencapai 13,2 juta ton per tahun.

Arang sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 125 kg/m3, dengan nilai kalori 3.300-3600 kal/g sekam (Hasril, 2011). Menurut Gusmini (2009), media sekam mengandung unsur silika yang tinggi dan juga peningkatan P. Peningkatan kandungan P-tersedia diduga karena silikat mampu meningkatkan ketersediaan P dengan cara menggantikan ion P yang terikat pada komponen tanah dengan ion Si, sehingga P menjadi lebih tersedia. Selain itu, pemberian silika dapat meningkatkan kadar P di dalam tanah menjadi bentuk yang lebih tersedia bagi tanaman.

4. Kompos Daun Lamtoro

Lamtoro, petai cina, atau petai selong adalah sejenis perdu dari suku Fabaceae (Leguminosae, polong-polongan) yang digunakan dalam


(25)

penghijauan atau pencegahan erosi. Tanaman lamtoro berasal dari Amerika tropis, tanaman ini sudah ratusan tahun dimasukkan ke Jawa untuk kepentingan pertanian dan kehutanan, dan kemudian menyebar ke pulau-pulau yang lain di Indonesia (Soerodjotanoso,1993).

Daun lamtoro banyak sekali digunakan untuk pakan ternak, terutama ternak dari golongan ruminansia. Selain Pakan, tanaman lamtoro dapat di ekstrak sebagai pupuk cair terutama pada daunnya yang mengandung N (3,84%) ; P (0,2%) ; K (2,06%) ; Ca (1,31%) ; dan Mg (0,33%). Daun lamtoro juga dapat digunakan sebagai pestisida nabati (Soerodjotanoso,1993).

Penelitian Nataniel Palimbungan, dkk., (2006) menunjukkan pupuk organik cair lamtoro dapat memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan tinggi tanaman dan berat segar tanaman sawi pada dosis 250 cc/liter air. Adanya respon yang baik dari pemberian pupuk organik cair lamtoro disebabkan oleh jenis dan jumlah hara yang dikandung.

Kompos lamtoro merupakan jenis pupuk kompos yang sama dengan jenis pupuk kompos lainnya, yang difermentasikan dengan EM-4 dan digunakan untuk menyuburkan tanah dan menekan pertumbuhan patogen dalam tanah, sehingga efeknya dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.


(26)

C. Briket Arang

Briket merupakan gumpalan atau padatan yang terbuat dari bahan yang berukuran kecil dan dimampatkan dengan tekanan. Sedangkan arang merupakan bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pengarangan bahan yang mengandung karbon. Sebagian besar pori-pori arang masih tertutup oleh hidrokarbon, tar, dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari karbon tertambat (Fixed Carbon), abu, air, nitrogen dan sulfur (Chairil A.S., 2004).

Arang dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon, baik itu bahan yang berasal dari bahan organik maupun dari bahan non organik seperti tulang, resin, kayu serbuk gergaji, sekam padi, gambut, batu bara, tempurung kelapa dan tempurung biji-bijian lainnya. Arang merupakan alkali lemah yang memiliki kemampuan menyerap air dan menahan udara, sedangkan arang yang mengandung abu tinggi merupakan alkali kuat (pH : 9-10) dan mempunyai luas permukaan yang besar, arang yang dicampurkan kedalam asam atau kedalam tanah dengan akumulasi garam, maka tanah akan ternetralisir dan mendekati netral dan mendekati kapasitas tukar kation tanah (Sri Wahyuni, dkk., 2013).

Arang akan memberikan hara kepada tanaman apabila tanaman mengalami kekurangan hara pada tanah yang kritis atau miskin hara, dan arang akan mengambil hara apabila di dalam tanah memiliki kandungan banyak hara dan akan memberikannya kepada tanaman disaat tanaman membutuhkannya.


(27)

Berdasarkan penelitian Gusmailina dan Gustan Pari (2002), perlakuan penambahan arang dengan dosis 100 % menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi. Penelitian yang telah dilakukan oleh Mody L dan Hermin T (2012) Penambahan arang aktif yang terbaik pada media tumbuh tanaman melina adalah dengan 75% tanah + 60 % arang aktif + 40% pupuk kandang, dimana dengan kadar tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi 8,20%, diameter batang 45,95% dan berat biomassa 58,82%..

Pembuatan briket arang dari limbah pertanian dapat dilakukan dengan menambah bahan perekat, yang bahan bakunya diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak dengan sistem hidrolik maupun manual dan selanjutnya dikeringkan. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan briket merupakan bahan baku yang sudah kering, agar proses pembuatan menjadi lebih cepat. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan briket juga harus dihaluskan sampai berupa serbuk agar daya adhesinya lebih besar. Pembuatan briket arang terdiri dari beberapa proses berikut :

1. Karbonasi

Proses karbonasi merupakan suatu proses bahan – bahan yang dipanaskan dalam ruangan tanpa kontak dengan udara selama proses pembakaran sehingga terbentuk arang. Proses karbonasi merupakan suatu proses pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas, yang akan menghasilkan arang dan menyebabkan penguraian senyawa organik


(28)

yang menyusun struktur bahan yang membentuk uap air, methanol, uap-uap asam asetat dan hidrokarbon (Ahmad Rasyidi, dkk.,2007).

2. Bahan Perekat

Sifat alamiah bubuk arang cenderung saling memisah. Dengan bantuan bahan perekat atau lem, butir-butir arang dapat disatukan dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Namun, permasalahannya terletak pada jenis bahan perekat yang akan dipilih. Faktor harga dan ketersediaannya di pasaran harus dipertimbangkan secara seksama karena setiap bahan perekat memiliki daya lekat yang berbeda-beda karakteristiknya (Sudrajat, 1983). Pembuatan briket dengan penggunaan bahan perekat akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan tanpa menggunakan bahan perekat. Dengan adanya penggunaan bahan perekat maka ikatan antar partikel semakin kuat, butiran-butiran arang akan saling mengikat yang menyebabkan air terikat pada pori-pori arang (Komarayati dan Gusmailian, 2001 dalam Nodali Ndraha, 2009).

Penggunaan bahan perekat dimaksudkan untuk menahan air dan membentuk tekstur yang padat atau mengikat dua substrat yang direkatkan. Dengan adanya bahan perekat maka susunan partikel makin baik, teratur dan lebih padat sehingga dalam proses pengempaan keteguhan tekanan arang briket akan semakin baik. Dalam penggunaan bahan perekat harus memperhatikan faktor ekonomi maupun non-ekonominya (Silalahi, 2000 dalam Nodali Ndraha, 2009). Penggunaan jenis dan kadar perekat pada


(29)

pembuatan briket merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan briket (Riseanggara, 2008)

Perekat yang digunakan pada penelitian ini yaitu Ekstrak Daun Randu (C. pentandra Gaertn.). Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada daun randu adalah saponin, poliuronoid, polifenol, tanin, plobatanin (Asare & Oseni, 2012:44 dalam Rina Hidayati P., 2014), damar yang pahit, hidrat arang (Hardiati, 1986 dalam Rina Hidayati P., 2014), dan flavonoid (Marchaban et al.,1997 dalam Rina Hidayati P., 2014). Daun mudanya mengandung fenol, alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, phytate, oxalate, trypsin inhibitor, dan hemagglutinin (Friday et al., 2011:95, dalam Rina Hidayati P., 2014).

3. Pemadatan dan Pencetakan

Tekanan diberikan untuk menciptakan kontak antara permukaan bahan yang direkat dengan bahan perekat. Setelah bahan perekat dicampurkan dan tekanan mulai diberikan maka perekat yang masih dalam keadaan cair akan mulai mengalir membagi diri ke permukaan bahan. Pada saat yang bersamaan dengan terjadinya aliran maka perekat juga mengalami perpindahan dari permukaan yang diberi perekat kepermukaan yang belum terkena perekat (M.Kirana, 1985 dalam Justin Rexanindita N., 2013). Adonan yang sudah jadi siap untuk dicetak menjadi briket dengan cara memasukan adonan ke dalam cetakan kemudian dipadatkan.

4. Pengeringan

Pengeringan ini bertujuan untuk menguapkan kembali air yang telah ditambahkan pada proses pencampuran. Pengeringan dilakukan terhadap


(30)

briket, agar air yang tersimpan dalam briket dapat diuapkan. (Noviana Widayanti, 1995).

D. Budidaya Bawang Merah

Sistematika dari tanaman bawang merah menurut Rukmana (1995) dalam Annisa Adelia N.R. (2011) adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi : Spermathophyta, Ordo : Liliales, Familia : Liliales , Genus : Allium, Spesies : Allium cepa L. var.ascalonicum (L.) Back. Bawang merah termasuk tanaman semusim dan berbentuk rumpun. Tinggi tanaman berkisar antara 15-25 cm, berbatang semu, berakar serabut pendek yang berkembang disekitar permukaan tanah dan perakarannya dangkal. Daunnya berwarna hijau berbentuk bulat , memanjang seperti pipa dan bagian ujungnya runcing. Pada cakram (discus) di antara lapis kelopak daun terdapat tunas lateral (anakan), sementara di tengah cakram adalah tunas utama (inti tunas). Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang bertangkai ramping, bulat dan berukuran panjang 50 cm, dan diujungnya terdapat 50- 200 kuntum bunga yang tersusun melingkar seolah - olah berbentuk payung (Budi Samadi dan Bambang Cahyono, 2005).

Umbi bawang merah terutama disukai karena aromanya. Aroma utama bawang disebabkan oleh aktivitas enzim allinase yang mengubah senyawa yang mengandung belerang (S-alkyl sistein sulfoksida) jika jaringan tanaman rusak atau tergerus. Menurut Direktorat Gizi DepKes RI pada tahun 1981 (Rahayu dan Nur Berlian 2004) kandungan dalam 100 g bawang merah, yakni kalori 39 kal, protein 1,5


(31)

g, lemak 0,3 g, karbohidrat 10,2 g, kalsium 36 mg, fosfor 40 mg, zat besi 0,8 mg, vitamin B1 0,03 mg, vitamin C 2,0 mg, dan air 88 mg.

Tanaman bawang merah ini dapat ditanam dan tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1000 meter dpl. Walaupun demikian, untuk pertumbuhan optimal adalah pada ketinggian 0-450 meter dpl. Komoditas sayuran ini umumnya peka terhadap keadaan iklim yang buruk seperti curah hujan yang tinggi serta keadaan cuaca yang berkabut. Tanaman bawang merah membutuhkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25º-32ºC serta kelembaban nisbi yang rendah (Sutaya dkk., 1995)

Budidaya bawang merah meliputi beberapa tahapan yaitu persiapan benih, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan (penyiraman, penyulaman, pemupukan dasar dan susulan, pengendalian hama dan penyakit), panen dan pascapanen. Untuk pemupukan dosis yang dianjurkan yaitu : Pemberian pupuk disesuaikan dengan rekomendasi BPTP Biromaru (1999) dalam Annisa Adelia N.R. (2014) yaitu 20 ton per hektar pupuk kandang, 100 kg N/hektar , 150 kg P2O5/hektar dan 100 kg K2O/hektar.

E. Hipotesis

Kombinasi jenis bahan organik dan jenis arang dengan dosis 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6, 67 ton/hektar arang tempurung kelapa dapat meningkatkan efisiensi pemupukan dan memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah di tanah pasir pantai.


(32)

18

III. TATA CARA PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di GreenHouse dan di Laboratoriums Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dilakukan di GreenHouse dan pengamatan berat kering dan berat segar tanaman dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2016.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu tanah pasir pantai Samas, arang sekam padi , arang tempurung kelapa, kompos daun lamtoro, kompos enceng gondok, benih bawang merah varietas Tiron, Urea, SP-36, KCl, ekstrak daun randu, kayu bakar.

Peralatan yang digunakam dalam penelitian ini yaitu, timbangan analitik, sekop, penggaris, ember, drum, pipa paralon diameter ¾ inchi (26 mm), kayu penyodok, seng, mortar dan pistil, saringan ukuran 0,5 mm, nampan, karung, golok, polybag dan alat tulis.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode eksperimen yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap (RAL) faktor tunggal dengan


(33)

perbandingan kombinasi sumber bahan organik dan arang yang terdiri dari 9 perlakuan, yaitu : P0 : 20 ton/hektar Pupuk Kandang ; P1 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar arang sekam padi ; P2 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67 ton/hektar arang sekam padi ; P3 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar arang tempurung kelapa ; P4 : 13,3 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67 ton/hektar arang tempurung kelapa ; P5 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar arang sekam padi ; P6 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67 ton/hektar arang sekam padi ; P7 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar arang tempurung kelapa ; P8 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67 ton/hektar arang tempurung kelapa.

Pada penelitian ini terdapat 9 perlakuan dan setiap perlakuan di ulang sebanyak 5 kali, sehingga diperoleh 45 unit percobaan.

D. Cara Penelitian 1. Persiapan Alat dan Bahan

2. Pembuatan Kompos Enceng Gondok dan Daun lamtoro

Pembuatan kompos daun lamtoro dan enceng gondok dilakukan dengan mempersiapan daun lamtoro dan enceng gondok sebanyak 50 kg kemudian dicincang sampai halus dengan menggunakan pisau atau parang. Daun lamtoro dan enceng gondok yang sudah dicacah diletakkan diatas karung yang dibentangkan , kemudian sedikit demi sedikit dicampur dengan 100 ml activator EM4, 100 ml molase dan dedak secukupnya. Bahan-bahan tersebut kemudian


(34)

diaduk sampai homogen hingga kandungan air 30-40% (kandungan air yang diinginkan diuji dengan tidak menetesnya air bila bahan digenggam dan merekah bila genggaman dilepaskan) kemudian masukan kedalam karung kemudian diikat. Selama proses pengomposan diusahakan suhu diatur pada kisaran 60-65ºC, maka kompos akan memiliki proses yang sempurna (Agromedia Redaksi, 2007). Anang, M.F. (2010) mengatakan bahwa laju pengomposan akan menurun pada suhu diatas 70ºC, dan optimal pada suhu antara 40-50ºC. Dilakukannya pengadukan sekali 24 jam untuk mengeluarkan gas ataupun mengatur suhu pengomposan.

3. Pembuatan Arang

Proses pengarangan/karbonisasi :

a. Bahan dan alat yang diperlukan dipersiapkan terlebih dahulu (sekam padi, tempurung kelapa, korek api, air, ember, dan drum bekas).

b. Sekam padi dan tempurung kelapa dimasukkan ke dalam drum kemudian dibakar. Pembakaran bahan dilakukan satu persatu. Setelah bahan dimasukkan kedalam drum, bahan dibakar hingga yang terlihat hanya asap yang keluar, bila bahan sudah hampir terbakar semua drum di tutup menggunakan seng.

c. Sekam padi dan tempurung kelapa yang sudah jadi didinginkan sampai sekitar 45 menit kemudian dikeluarkan dan dipisahkan antara yang terbakar dengan yang tidak dan yang menjadi abu. Bahan yang di ambil hanya yang menjadi arang.


(35)

d. Kemudian arang ditumbuk menggunakan mortar dan stamper hingga halus. Setelah itu, arang diayak menggunakan ayakan 0,5 mm.

4. Pembuatan Briket

Proses pembuatan briket, yaitu:

a. Bubuk arang sekam padi dan tempurung kelapa yang telah dibuat sebelumnya disiapkan.

b. Kombinasi bahan kompos enceng gondok , kompos lamtoro, arang sekam, arang tempurung kelapa dan ekstrak daun randu sebagai perekat sebanyak 30% (18 gram) dari jumlah bahan dicampur menjadi satu dengan jumlah campuran masing-masing bahan sesuai dengan perlakuan. Kemudian ditambahkan air secukupnya dan dilakukan pengadukan menggunakan tangan dengan cara diremas-remas untuk menghasilkan adonan yang merata.

c. Adonan yang sudah jadi dikeluarkan dan dilakukan pencetakan briket dengan cara memasukan adonan ke dalam pipa paralon berdiameter ¾ inchi (26 mm) kemudian adonan ditekan menggunakan martil sampai dengan adonan menjadi padat.

d. Setelah itu briket dikeluarkan dari cetakan menggunakan kayu penyodok dan dipotong seperti ukuran uang logam kemudian dilakukan pengeringan dengan menjemurnya di bawah sinar matahari sampai briket tersebut kering.


(36)

5. Pengaplikasian briket ke tanaman Bawang Merah a. Persiapan media tanam

Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pasir pantai yang diambil dari pantai Samas, Bantul, Yogyakarta. Cara mempersiapkan media tanam yaitu tanah pasir pantai dikeringkan anginkan terlebih dahulu selama beberapa hari. Setelah itu tanah dan briket sesuai perlakuan dimasukkan ke dalam polybag sebanyak 8 Kg dan diinkubasi selama 1 minggu. Kemudian polybag disiram dengan air agar kelembapan tanah tetap terjaga. Setelah tanah diinkubasi selama 1 minggu tanah digemburkan dengan cara mengaduknya dengan menggunakan bambu.

b. Persiapan Benih

Benih yang digunakan pada penelitian ini yaitu umbi bawang merah varietas Tiron yang diperoleh dari kelompok tani di Kretek, Kabupaten Bantul. Benih yang akan digunakan berumur 70-80 hari, berukuran sedang (4-5 g). Penyiapan benih bawang merah dilakukan dengan memotong 1/3 ujung umbi untuk mempercepat tumbuh tunas, jika tunas dalam umbi sudah muncul 80% maka ujung umbi tidak perlu diteres (dipotong). Setelah umbi diteres bagian ujungnya, umbi direndam dengan larutan fungisida dengan merek dagang Delsene MX – 80 WP yang mengandung senyawa karbendazim 6,2 % dan Mankozeb 77,7 % selama 30 menit untuk menghindari benih terinfeksi penyakit


(37)

c. Penanaman

Sebelum dilakukan penanaman, tanah dalam polybag disiram terlebih dulu hingga cukup lembab. Umbi Bawang Merah ditanam dengan cara membenamkan seluruh bagian umbi sebatas ujung tunas yang telah dipotong, kemudian ditutup dengan tanah tipis. Setiap polibag ditanam 1 buah umbi.

d. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman dilakukan sejak tanaman ditanam yang meliputi : a) Penyiraman

Pada awal pertumbuhan dilakukan penyiraman sebanyak 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore. Penyiraman pada pagi hari dilakukan sepagi mungkin disaat daun bawang masih terlihat basah. Untuk mengurangi serangan penyakit, setelah umur dua minggu dilakukan penyiraman sehari sekali yaitu pada sore hari.

b) Pemupukan

Pemberian pupuk disesuaikan dengan rekomendasi BPTP Biromaru (1999) dalam Annisa Adelia N.R. (2014) , yaitu 20 ton/hektar pupuk kandang, 100 kg N/hektar, 150 kg P2O5/hektar dan 100 kg K2O/hektar. Pemberian pupuk disajikan dalam tabel 1 sebagai berikut :


(38)

Tabel 1. Dosis Pupuk Tanaman bawang Merah

Waktu Aplikasi Jenis Dosis Cara

Saat Tanam Briket Sesuai perlakuan

Dicampur dengan tanah

10 HST Urea

SP-36 KCl

0,32 g/tanaman 1,2 g/tanaman 0,32 g/tanaman

Ditebar disekitar tanaman, ± 5-10 cm

di sekitar tanaman

30 HST Urea 0,32 g/tanaman

c) Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma atau rumput – rumput liar yang berada disekitar tanaman Bawang Merah dengan hati – hati, mengingat perakaran Bawang Merah yang cukup dangkal. Penyiangan dilakukan setiap 1 minggu sekali.

d) Pengendalian hama dan penyakit

Pada penelitian ini, penyakit yang menyerang tanaman bawang merah yaitu penyakit busuk ujung daun dan dikendalikan menggunakan fungisida dengan merek dagang Delsene MX – 80 WP yang mengandung senyawa karbendazim 6,2 % dan Mankozeb 77,7 %. Pengendalian dilakukan setiap 5 hari sekali, setelah 10 hari setelah tanam sampai dengan 7 minggu setelah tanam.

e. Panen

Panen dilakukan pada saat tanaman berumur 57 hari dengan cara mencabut seluruh tanaman dengan kriteria 75-85% daun mulai


(39)

mengering, batang sudah mulai melemas, dan umbi menyembul dipermukaan tanah.

E. Parameter yang diamati 1. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap 1 minggu sampai tanaman dipanen. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur mulai dari pangkal batang bawah hingga ujung daun tertinggi.

2. Berat segar tanaman (gram)

Pengukuran berat segar tanaman dilakukan setelah panen. Pengukuran dilakukan dengan cara menyobek polybag kemudian media tanam digemburkan dibawah pancuran air sambil dibilas sampai bagian akar bersih. Setelah sampel tanaman dibersihkan baru dilakukan penimbangan.

3. Berat kering tanaman (gram)

Pengukuran berat kering tanaman dilakukan setelah panen dengan cara tanaman yang telah ditimbang berat segarnya dijemur pada terik sinar matahari sampai kering. Tanaman yang telah dikeringkan kemudian dibungkus dengan kertas koran dan dioven pada suhu 65oC sampai beratnya konstan.

4. Jumlah umbi per rumpun (siung)

Semua umbi yang dihasilkan oleh setiap rumpun tanaman dihitung dengan satuan suing. Perhitungan jumlah umbi per rumpun dilakukan setelah panen.


(40)

5. Berat umbi per rumpun (gram)

Berat umbi per rumpun diperoleh dengan menimbang Berat umbi per rumpun menggunakan timbangan analitik dengan satuan gram. Perhitungan berat umbi per rumpun dilakukan setelah panen.

6. Berat segar dan kering tajuk (gram)

Pengamatan Berat segar tajuk dengan cara menimbang tajuk setelah panen dengan timbangan dengan satuan gram. Pengamatan berat kering tajuk dilakukan dengan cara mengering anginkan bahan selama 24 jam dan dioven pada suhu 60ºC sampai beratnya konstan menggunakan timbangan analitik dengan satuan gram.

7. Berat segar dan kering akar (gram)

Pengamatan berat segar akar dengan cara menimbang akar setelah panen dengan timbangan analitik dengan satuan gram. Pengamatan berat kering akar dengan cara mengering anginkan bahan selama 24 jam dan dioven pada suhu 60ºC sampai beratnya konstan menggunakan timbangan analitik dengan satuan gram.

F. Analisis Data

Analisis data hasil pengamatan dilakukan dengan Sidik Ragam (Analysis Of Variance) dengan taraf nyata 5%. Apabila diperoleh pengaruh yang beda nyata antar perlakuan yang dicobakan maka dilakukan Uji Jarak Ganda Duncan 5%


(41)

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter yang diamati pada masa pertumbuhan tanaman bawang merah meliputi : tinggi tanaman, berat segar tanaman, berat kering tanaman, jumlah umbi per rumpun, berat umbi per rumpun, berat segar tajuk, berat kering tajuk, berat segar akar dan berat kering akar. Hasil analisis data masing – masing parameter akan disajikan secara berturut – turut sebagai berikut :

A. Tinggi Tanaman (cm)

Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman bawang merah menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 5.A). Rerata tinggi tanaman bawang merah disajikan dalam tabel 2 berikut ini :

Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman Bawang Merah Umur 56 Hari Setelah Tanam

Perlakuan

Tinggi Tanaman

(cm)

P0 : 20 ton/hektar Pupuk Kandang 38,0

P1 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar

arang sekam padi 39,0

P2 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67

ton/hektar arang sekam padi 40,3

P3 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar

arang tempurung kelapa 40,9

P4 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67

ton/hektar arang tempurung kelapa 39,5

P5 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10

ton/hektar arang sekam padi 37,5

P6 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67

ton/hektar arang sekam padi 40,8

P7 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10

ton/hektar arang tempurung kelapa 38,4

P8 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67


(42)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap satu minggu sekali dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-8 dengan cara mengukur mulai daripangkal batang bawah hingga ujung daun tertinggi. Tinggi tanaman merupakan suatu variabel yang menunjukkan aktivitas pertumbuhan vegetatif tanaman. Dengan adanya pertambahan tinggi tanaman maka tanaman akan mengalami pembelahan sel. Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi beberapa faktor, seperti lingkungan, fisiologi dan genetik dari tanaman.

Berdasarkan hasil rerata tinggi tanaman dalam tabel 2 diduga perlakuan kombinasi bahan organik dan arang dalam bentuk briket mampu memperbaiki struktur tanah pasir pantai samas dan cenderung mampu menyediakan asupan unsur hara untuk tanaman bawang merah. Perlakuan briket mampu menggantikan penggunaan pupuk kandang pada budidaya bawang merah di tanah pasir pantai Samas dan diduga semua perlakuan dapat memberikan asupan unsur hara yang cukup tersedia untuk mendukung pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah.

Pada fase pertumbuhan tanaman memerlukan unsur N dan P yang cukup terutama dalam pertumbuhan tinggi tanaman. Selain itu, diduga unsur N dan P pada briket telah mencukupi kebutuhan unsur hara N dan P pada tanaman bawang merah sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang baik terutama pada tinggi tanaman.

Hal ini diperkuat oleh Ekawati, dkk. (2006) yang mengemukakan bahwa pada saat jumlah nitrogen tercukupi , kerja auksin akan terpacu sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman. Unsur nitrogen


(43)

digunakan sebagai penyusun utama klorofil dan protein tanaman, selain itu, nitrogen juga memiliki peran pada saat tanaman mengalami proses pertumbuhan vegetatif. Sejalan dengan pernyataan Sutidjo (1986) bahwa selama kebutuhan unsur hara, air maupun cahaya tercukupi pada tanaman dan tidak terjadi persaingan antar tanaman, maka laju fotosintesis pada proses pertumbuhan relatif sama dan menyebabkan tinggi tanaman juga akan relatif sama. Sedangkan menurut Ali Munawar (2001) perkembangan dan pertambahan tinggi sangat dipengaruhi oleh kelancaran penyerapan hara yang langsung diangkut dan di olah dalam proses fotosintesis.

Pemberian kompos enceng gondok, kompos lamtoro, arang tempurung kelapa dan arang sekam padi dalam bentuk briket dapat meningkatkan kesuburan tanah terutama dalam kandungan N, P, K dan dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menyediakan air sebagai pelarut serta dapat memperbaiki struktur kimia dan fisika tanah. Pengaplikasian kompos pada tanah berpasir dapat meningkatkan kapasitas tanah dalam mengikat air dan hara serta dapat mereduksi pelindian atau pencucian unsur nitrogen Jaber. dkk. (2005). Sedangkan menurut Giller (2001) pemberian arang pada tanah tidak hanya meningkatkan populasi mikroba dan aktivitasnya di dalam tanah tetapi juga dapat meningkatkan tersedianya unsur hara dan modifikasi habitat mikroba. Arang juga memiliki pori yang dapat menyimpan dan mengikat unsur hara yang diberikan pada tanaman serta unsur hara yang berada di dalam tanah.


(44)

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi bahan organik dan arang pengaruhnya sama terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, hal ini diduga karena tinggi tanaman lebih dominan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Hal ini sesuai dengan Fitter dan Hay (1994) dalam Lia Yuda Wirana, (2015) yang mengatakan bahwa pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya dan air yang berperan penting dalam pemanjangan sel, pembentukan sel tanaman dan proses penyerapan unsur hara.

Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Bawang Merah

Gambar 1 menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman selama 8 minggu setelah tanam. Pada setiap perlakuan mengalami pertambahan tinggi tanaman dari minggu kesatu sampai dengan minggu kedelapan. Pada penelitian ini, kombinasi kompos lamtoro dan arang cenderung memiliki pertumbuhan tinggi tanaman yang cenderung cepat dibandingkan dengan kombinasi kompos enceng gondok dan arang. Kompos lamtoro cenderung mampu menyediakan unsur hara diawal pertumbuhan tanaman bawang merah karena mudah terdekomposisi.


(45)

Pada awal pertumbuhan sampai dengan minggu kelima bawang merah mengalami pertambahan tinggi tanaman yang berlangsung cepat , setelah memasuki minggu keenam pertambahan tinggi tanaman akan berkurang atau terjadi pertambahan tinggi tanaman yang melambat. Pertambahan tinggi tanaman pada minggu pertama sampai dengan minggu kelima terjadi secara cepat, hal ini dikarenakan tanaman dari semua perlakuan sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan sehingga dapat tumbuh dengan cepat. Sedangkan penurunan kecepatan pertambahan tinggi tanaman pada minggu keenam terjadi karena tanaman sudah mulai membentuk umbi dan telah memasuki masa vegetatif maksimum sehingga cadangan makanan lebih digunakan untuk pembentukan umbi pada tanaman bawang merah.

Menurut Yoga Maulana Nugraha (2010) pada saat tanaman sudah berumur 30 HST kadar Nitrogen di dalam tanah lebih kecil daripada kadar Nitrogen sebelumnya karena unsur Nitrogen dalam tanah telah banyak diserap oleh tanaman untuk pembentukan batang dan daun pada masa pertumbuhan vegetatif. Meskipun penurunan kadar nitrogennya tidak terlalu besar hanya sekitar 12 – 19 %, tetapi pada saat tanaman berumur 30 HST telah mendekati masa vegetatif maksimum yang ditandai dengan berhentinya pertambahan tinggi tanaman.

Faktor lain yang mempengaruhi tinggi tanaman adalah media tanam. Media tanam yang digunakan pada penelitian ini yaitu tanah pasir pantai Samas Bantul. Tanah pasir pantai memiliki sifat tidak bisa mengikat air, porositas yang tinggi dan mudah terjadinya pelindian (leaching) unsur hara.


(46)

Menurut Marliah Ainun dkk. (2011) media tanam merupakan salah satu faktor eksternal yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Pada penelitian ini, hasil sidik ragam tinggi tanaman menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata, dalam hal ini tinggi tanaman kurang dipengaruhi oleh media tanam yaitu tanah pasir. Bahan organik yang diberikan dalam bentuk briket berfungsi sebagai bahan pembenah media tanam. Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dibandingkan bahan pembenah lainnya.

B. Berat Segar Tanaman (gram)

Hasil sidik ragam 5% terhadap berat segar tanaman menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 5.B). Rerata berat segar tanaman bawang merah disajikan pada tabel 3.

Berat segar tanaman merupakan hasil pertumbuhan tanaman yang memanfaatkan energi cahaya matahari untuk proses fotosintesis secara maksimal. Pengamatan berat segar tanaman dilakukan pada saat panen yaitu 57 hari setelah tanam. Pengukuran berat segar tanaman dilakukan dengan menimbang seluruh bagian tanaman langsung selah panen dan sudah dibersihkan dari sisa-sisa tanah yang menempel pada akar sebelum tanaman menjadi layu akibat kehilangan air.


(47)

Tabel 2. Rerata Berat Segar Tanaman Bawang Merah Perlakuan

Berat segar tanaman

(gram)

P0 : 20 ton/hektar Pupuk Kandang 40,74

P1 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar

arang sekam padi 36,55

P2 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67

ton/hektar arang sekam padi 53,50

P3 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar

arang tempurung kelapa 52,45

P4 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67

ton/hektar arang tempurung kelapa 46,15

P5 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10

ton/hektararang sekam padi 43,73

P6 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67

ton/hektar arang sekam padi 50,37

P7 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar

arang tempurung kelapa 36,11

P8 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67

ton/hektar arang tempurung kelapa 40,55

Berdasarkan hasil rerata dalam tabel 3 diduga kandungan unsur hara dan air yang diserap oleh tanaman sudah tercukupi untuk kebutuhan tanaman bawang merah karena adanya penambahan briket yang mampu memperbaiki struktur tanah sehingga unsur hara tersedia untuk tanaman bawang merah. Selain itu, diduga semua tanaman pada semua perlakuan memiliki kemampuan yang hampir sama dalam menyerap air. Fotosintat yang dibentuk dan disimpan pada proses fotosintesis tanaman dapat diketahui dengan mengetahui berat segar tanaman. Salah satu syarat untuk berlangsungnya fotosintesis yang baik bagi tanaman yaitu dengan tercukupinya air bagi tanaman yang diserap melalui akar.


(48)

Menurut Salikin (2003) pemberian bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air. Diduga karena terjadi perbaikan sifat tanah, dapat menahan laju infiltrasi sehingga kandungan air tidak hilang dan air dapat diserap oleh tanaman. Diduga berat segar tanaman lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu air, sesuai dengan pernyataan Syaifuddin Sarief (1986) dalam Lia Yuda Wirana., (2015) bahwa sebagian besar berat segar tanaman disebabkan oleh kandungan air sehingga perbandingan kombinasi arang dan bahan organik tidak menyebabkan perbedaan penyerapan air dan penimbunan hasi fotosintesis tanaman, yang mana pernyataan ini didukung oleh Mimbar (1991) dalam Lia Yuda Wirana (2015) yang menyatakan bahwa kelancaran proses penyerapan unsur hara oleh tanaman terutama difusi tergantung dari persediaan air tanah yang berhubungan erat dengan kapasitas menahan air oleh tanah.

C. Berat Kering Tanaman (gram)

Hasil sidik ragam 5% terhadap berat kering tanaman bawang merah menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 5.C). Rerata berat kering bawang merah disajikan dalam tabel 4.

Berat kering tanaman merupakan gambaran jumlah biomassa yang diserap oleh tanaman. Berat kering total merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan energi cahaya matahari yang tersedia sepanjang musim tanam (Gardner, et al., 1991). Pengamatan berat kering tanaman dilakukan pada saat setelah tanaman dipanen kemudian di keringanginkan


(49)

selama tiga hari, dan selanjutnya di jemur di terik matahari dan di masukkan ke dalam oven dengan suhu 60oC kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik sampai beratnya konstan.

Tabel 3. Rerata Berat Kering Tanaman Bawang Merah Perlakuan

Berat kering tanaman

(gram)

P0 : 20 ton/hektar Pupuk Kandang 3,36

P1 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar

arang sekam padi 3,48

P2 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67

ton/hektar arang sekam padi 4,81

P3 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar

arang tempurung kelapa 4,73

P4 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67

ton/hektar arang tempurung kelapa 4,26

P5 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar

arang sekam padi 4,09

P6 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67

ton/hektar arang sekam padi 4,59

P7 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar

arang tempurung kelapa 3,28

P8 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67

ton/hektar arang tempurung kelapa 3,70

Berdasarkan hasil rerata dalam tabel 4 diduga semua perlakuan mampu memanfaatkan air yang berada dalam zona perakaran yang berfungsi sebagai pelarut unsur hara yang akan diserap tanaman melalui akar, yang kemudian akan ditranslokasikan dari akar ke daun sebagai bahan untuk proses fotosintesis. Hasil dari fotosintesis kemudian ditranslokasikan keseluruh bagian tanaman sebagai zat pelarut air dan kalium , yang berpengaruh terhadap pembentukan dinding sel. Penambahan bahan organik dalam bentuk briket memungkinkan laju fotosintesis dapat berjalan dengan baik sehingga dimungkinkan fotosintat yang dihasilkan cukup tersedia untuk pertumbuhan


(50)

dan perkembangan tanaman bawang merah. Dengan adanya pemberian bahan organik dalam bentuk briket maka jumlah unsur hara yang tersedia akan lebih banyak sehingga akan menghasilkan berat kering tanaman yang tinggi dan relatif sama antar perlakuan.

Selama pertumbuhan, tanaman mengalami fotosintesis dan berat kering merupakan hasil akumulasi fotosintat dari fotosintesis yang dilakukan oleh tanaman. Untuk melakukan fotosintesis tanaman memerlukan unsur hara, semakin banyak unsur hara yang diserap, hasil akumulatif fotosintat dari fotosintesis akan semakin besar dengan begitu berat segar tanaman akan semakin besar. Berat kering tanaman merupakan keseimbangan antara pengambilan karbondioksida (fotosintesis) dan pengeluaran (respirasi), apabila respirasi lebih besar dari fotosintesis maka tumbuhan akan berkurang berat keringnya dan begitu juga sebaliknya (Gardner et.al., 1991).

Prawiratna dan Tjondronegoro (1995) yang menyebutkan berat kering tanaman mencerminkan status nutrisi tanaman, dan berat kering tanaman merupakan indikator yang menentukan baik tidaknya suatu tanaman sangat erat kaitannya dengan ketersediaan dan serapan hara. Jika serapan hara meningkat maka fisiologi tanaman akan semakin baik. Biomassa tumbuhan meliputi hasil fotosintesis, serapan unsur hara dan air. Berat kering dapat menunjukkan produktivitas tanaman karena 90% hasil fotosintesis terdapat dalam bentuk berat kering (Gardner, et al., 1991).


(51)

D. Jumlah Umbi Per Rumpun

Hasil sidik ragam 5% terhadap jumlah umbi per rumpun tanaman bawang merah menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 5.D). Rerata jumlah umbi per rumpun bawang merah disajikan dalam tabel 5 berikut ini :

Tabel 4. Rerata Jumlah Umbi Per Rumpun Tanaman Bawang Merah Perlakuan

Jumlah umbi/rumpun

(siung)

P0 : 20 ton/hektar Pupuk Kandang 13,2

P1 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar

arang sekam padi 12,4

P2 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67

ton/hektar arang sekam padi 13,4

P3 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar

arang tempurung kelapa 13,0

P4 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67

ton/hektar arang tempurung kelapa 13,6

P5 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar

arang sekam padi 14,8

P6 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67

ton/hektar arang sekam padi 16,0

P7 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar

arang tempurung kelapa 11,0

P8 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67

ton/hektar arang tempurung kelapa 12,8

Jumlah umbi per rumpun adalah jumlah semua umbi yang terdapat pada setiap rumpun dari setiap perlakuan. Pengamatan dilakukan sesudah panen, dengan cara menghitung seluruh umbi yang terdapat pada rumpun bawang merah. Berdasarkan hasil rerata jumlah umbi per rumpun pada tabel 5 diduga semua perlakuan telah mampu memanfaatkan kondisi media tanam dengan baik untuk pembentukan umbi bawang merah karena rancangan lingkungan yang diberikan tersebut bersifat homogen. Selain itu, adanya


(52)

pertumbuhan jumlah umbi per rumpun yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan dikarenakan kompos enceng gondok dan kompos lamtoro yang diberikan dalam bentuk briket bersifat slow release sehingga unsur hara disediakan secara perlahan pada tanaman. Kompos dan arang juga memiliki sifat yang sama yaitu dapat mengikat air dan dapat menyuplai unsur hara ke tanaman. Jumlah umbi per rumpun yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 11-16 umbi , jumlah ini sudah sesuai dengan deskripsi bawang merah varietas Tiron yaitu 9-21 umbi.

Menurut Budi Samadi dan Bambang Cahyono, (2005) pembentukan umbi bawang merah berasal dari pembesaran lapisan-lapisan daun yang kemudian berkembang menjadi umbi bawang merah. Berat umbi dipengaruhi oleh ketersedian unsur makro dan mikro, jika unsur hara makro dan mikro rendah maka hasil dari berat umbi akan menurun. Ketersediaan unsur hara pada media mempengaruhi tumbuh tanaman. Berdasarkan hasil uji lab tanah dan pupuk Fakultas Pertanian UMY, kompos enceng gondok memiliki kandungan N total (%) sebesar 1,27 % dan kandungan N total (%) kompos lamtoro yaitu 2,28 %. Unsur hara N yang terdapat pada kompos yang diaplikasikan ke tanaman dalam bentuk briket mampu untuk meningkatkan pembentukan klorofil dalam daun. Pembentukan klorofil yang sempurna dan banyak pada daun akan meningkatkan penyerapan energi cahaya matahari dalam proses fotosintesis. Semakin laju proses fotosintesis pada tanaman maka hasil fotosintat akan semakin banyak. Fotosintat yang dihasilkan


(53)

berguna untuk pembentukan tubuh tanaman dan disimpan dalam umbi lapis bawang merah.

Sejalan dengan Benyamin Lakitan (2004) laju pertumbuhan berat umbi lebih ditentukan oleh fotosintat yang dihasilkan selama periode perkembangan umbi yang bersangkutan, sedangkan asimilat yng disintetis sebelum inisisasi umbi yang disimpan pada batang hanya memberi kontribusi sekitar 10%. Selain itu juga, berat umbi per rumpun berkaitan dengan jumlah umbi yang dihasilkan, semakin banyak jumlah siung yang dihasilkan maka berat yang dihasilkan juga lebih banyak.

Hal lain yang menjadi faktor jumlah umbi tidak berbeda nyata adalah faktor genetis. Faktor genetis memberikan pengaruh seperti yang dikemukakan oleh Indranada (1989) dalam Muhammad Arko Giantrisna. (2015) bahwa banyak galur dalam hal ketahananya dan kesuburannya sampai tanaman tidak dapat mempertahankan pertumbuhan meskipun pada kondisi yang menguntungkan. Selain itu, Poerwidodo (1992) mengemukakan, faktor genetis dimunculkan oleh peranan gen-gen kromosom yang mempengaruhi proses-proses fisiologis melalui pengaruh pengendalian pada sintesa enzim-enzim. Enzim-enzim ini berperan aktif dalam berbagai reaksi sintesa dan perombakan fotosintat serta reaksi-reaksi fisiologis lain.

E. Berat Umbi Per Rumpun

Hasil sidik ragam 5% terhadap berat umbi per rumpun bawang merah menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak menghasilkan pengaruh yang


(54)

berbeda nyata (Lampiran 5.E). Rerata berat umbi per rumpun bawang merah disajikan dalam tabel 6 berikut ini :

Tabel 5. Rerata Berat Umbi Per Rumpun Tanaman Bawang Merah Perlakuan

Berat umbi/rumpun

(gram)

P0 : 20 ton/hektar Pupuk Kandang 19,08

P1 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar

arang sekam padi 17,45

P2 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67

ton/hektar arang sekam padi 26,68

P3 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar

arang tempurung kelapa 27,31

P4 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67 ton/hektar

arang tempurung kelapa 24,65

P5 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar

arang sekam padi 23,66

P6 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67

ton/hektar arang sekam padi 28,32

P7 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar

arang tempurung kelapa 18,94

P8 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67

ton/hektar arang tempurung kelapa 23,06

Berat umbi per rumpun di timbang setelah umbi dikering anginkan selama 3 hari setelah panen. Pengukuran berat umbi per rumpun dilakukan dengan cara menimbang semua umbi yang terdapat dalam satu rumpun menggunakan timbangan analitik.

Berdasarkan hasil rerata dalam tabel 6 menunjukkan kombinasi bahan organik dan arang memberikan pengaruh yang sama terhadap berat umbi per rumpun diduga karena ketersediaan air dan udara dalam tanah yang relatif sama karena adanya penambahan briket dan pupuk kandang (kontrol). Selain itu, diduga terjadinya pencucian unsur P dan K pada saat pembuatan briket


(55)

maupun setelah aplikasi briket pada tanah pasir, karena briket hanya diberikan pada saat sebelum tanam sebagai pengganti pupuk kandang.

Berat umbi per rumpun yang dihasilkan pada penelitianini yaitu 17-28 gram, jika dibandingkan dengan deskripsi bawang merah varietas Tiron yaitu 44-149 gram per rumpun. Hal yang menyebabkan hasil berat umbi per rumpun belum sesuai dengan deskripsi varietas Tiron pada penelitian ini yaitu diduga kurangnya umur pada saat panen. Tanaman bawang merah varietas Tiron dapat dipanen pada saat umur 55 hari setelah tanam, sedangkan pada penelitian ini bawang merah dipanen pada saat umur 57 hari setelah tanam. Hal yang mempengaruhi umur panen pada penelitian ini yaitu cahaya matahari yang diterima oleh tanaman. Semakin banyak cahaya matahari yang diterima oleh tanaman, maka semakin memperpendek umur panen, begitu juga sebaliknya. Tanaman bawang merah pada penelitian ini ditanam di Greenhouse, oleh karena itu diduga tanaman kurang mendapat cahaya matahari yang cukup untuk tanaman sehingga umur panennya semakin panjang.

Kandungan unsur N juga mempengaruhi terbentuknya umbi pada tanaman bawang merah. Pembentukan umbi pada bawang merah dimulai sejak vegetatif maksimum, sedangkan menurut Yoga Maulana Nugraha (2010) pada saat tanaman sudah berumur 30 HST kadar Nitrogen di dalam tanah lebih kecil daripada kadar Nitrogen sebelumnya karena unsur Nitrogen dalam tanah telah banyak diserap oleh tanaman untuk pembentukan batang dan daun pada masa pertumbuhan vegetatif. Berdasarkan hasil uji lab tanah


(56)

dan pupuk Fakultas Pertanian UMY, kompos enceng gondok memiliki kandungan N total (%) sebesar 1,27 % dan kandungan N total (%) kompos lamtoro yaitu 2,28 %.

Menurut Rahayu dan Nur Berlian (2004) bawang merah membutuhkan unsur hara makro (N, P, K dan Mg) dan unsur hara mikro yang cukup agar tanaman mampu tumbuh optimal dan berproduksi tinggi. Sesuai dengan hasil penelitian Sumarni, dkk. (2012) bahwa rendahnya hasil umbi yang diperoleh pada tanah dengan status K-tanah rendah disebabkan karena kekurangan hara K yang mempunyai peran penting pada translokasi dan penyimpanan asimilat, peningkatan ukuran jumlah dan hasil umbi per tanaman.

Pada saat penyerapan air dan unsur hara terhambat maka produksi fotosintat akan terhambat, produk yang dihasilkan berupa karbohidrat akan turun, energi yang dihasilkan juga akan turun, pembelahan sel terhambat, dan jumlah umbi yang dihasilkan akan rendah. Air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tersedianya unsur hara bagi tanaman (Liliek Agustina, 1990).

F. Berat Segar Tajuk

Pengamatan berat segar tajuk dilakukan setelah tanaman dipanen yaitu 57 hari setelah tanam dengan cara menimbang seluruh tajuk tanaman yang sudah dipisahkan dengan akar dan umbinya. Hasil sidik ragam 5% terhadap berat segar tajuk bawang merah menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak


(57)

menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 5.F). Rerata berat segar tajuk bawang merah disajikan dalam tabel 7 berikut ini :

Tabel 6. Rerata Berat Segar Tajuk Tanaman Bawang Merah

Perlakuan

Berat segar tajuk (gram)

P0 : 20 ton/hektar Pupuk Kandang 15,52

P1 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar arang

sekam padi 14,96

P2 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67 ton/hektar

arang sekam padi 20,15

P3 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar arang

tempurung kelapa 18,26

P4 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67 ton/hektar

arang tempurung kelapa 14,87

P5 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar arang

sekam padi 14,41

P6 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67 ton/hektar

arang sekam padi 15,85

P7 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar arang

tempurung kelapa 12,82

P8 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67 ton/hektar

arang tempurung kelapa 13,17

Dari hasil rerata berat segar tajuk dalam tabel 7 diduga semua briket kombinasi bahan organik dan arang serta kontrol (pupuk kandang) yang diberikan pada tanaman bawang merah dapat menyediakan kebutuhan unsur hara yang diperlukan oleh bawang merah. Menurut Salikin (2003) pemberian bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air. Diduga karena terjadi perbaikan sifat tanah , dapat menahan laju infiltrasi sehingga kandungan air tidak hilang dan air dapat diserap oleh tanaman.


(1)

Dari hasil rerata berat kering tajuk dalam tabel 8 menunjukkan bahwa semua perlakuan briket maupun kontrol berpengaruh sama terhadap berat kering tajuk pada tanaman bawang merah. Adanya pengaruh yang sama pada berat kering tajuk pada tanaman bawang merah, dikarenakan bahan organik dan arang dalam bentuk briket maupun pupuk kandang sudah dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman bawang merah, sehingga pertumbuhan tanaman bawang merah pada semua perlakuan memiliki pertumbuhan yang sama. Selain itu, diduga pemberian kompos lamtoro, enceng gondok , arang sekam padi dan arang tempurung kelapa dalam bentuk briket telah menyediakan unsur hara makro N, P dan K bagi tanaman sehingga tanaman mengalami berat kering tajuk yang relatif sama.

Suatu tanaman akan menyerap unsur hara dari bahan organik yang diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut. Jika, kebutuhan unsur hara yang disediakan atau yang terdapat di dalam tanah lebih dari kebutuhan tanaman, maka unsur hara tersebut tidak diserap melainkan tanaman hanya akan menyerap unsur hara sesuai dengan kebutuhannya. Sejalan dengan Salikin (2003) peningkatan dosis pemupukan tidak akan berpengaruh bila semua unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sudah cukup tersedia sesuai kebutuhan, yang sejalan dengan pernyatan Engelstad (1997) bahwa tidak selamanya pemupukan dengan dosis tinggi memberikan hasil yang terbaik, hal tersebut justru akan membuat pertumbuhan terhambat dan keracunan pada tanaman.

Penambahan bahan organik dan arang dalam bentuk briket pada budidaya tanaman bawang merah dapat mengikat air dan menyediakan unsur hara sehingga tanaman tercukupi kebutuhan unsur haranya. Penyerapan unsur hara yang lebih banyak maka akan meningkatkan produksi biomassa pada organ tanaman sehingga meningkatkan berat kering tajuk pada tanaman bawang merah yang ditanam ditanah pasir pantai. Kompos yang diberikan pada budidaya bawang merah berfungsi untuk meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki sifat-sifat fisik serta struktur tanah. Briket bahan organik dan arang dalam penguraianya terjadi secara slow release, sehingga unsur hara yang tersedia untuk tanaman akan terpenuhi secara perlahan.

H. Berat Segar Akar

Hasil sidik ragam 5% terhadap berat segar akar bawang merah menunjukkan bahwa semua perlakuan menghasilkan pengaruh berbeda nyata (Lampiran 5.H). Hasil uji jarak berganda Duncan 5% disajikan dalam tabel 9.

Perlakuan P6 (13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67 ton/hektar arang sekam padi) menghasilkan berat segar akar tertinggi dikarenakan penambahan unsur N yang terdapat dalam kompos yang diberikan dalam bentuk briket mampu merangsang pertumbuhan akar dan meningkatkan berat akar tanaman. Berdasarkan hasil uji lab tanah dan pupuk Fakultas Pertanian UMY, kandungan N total (%) kompos enceng gondok yaitu 1,27 %. Rasio C/N kompos enceng gondok yaitu 3,56 (Lampiran 6), dengan rasio C/N yang terlalu tinggi akan memperlambat proses pembusukan sehingga mampu menyediakan hara secara perlahan ke tanaman. Sejalan dengan Pandebesie (2012) dalam Budi N.W., dkk., (2015) menyatakan bahwa rasio C/N yang terlalu tinggi akan memperlambat proses pembusukan, sebaliknya jika terlalu rendah walaupun awalnya proses pembusukan berjalan dengan cepat, tetapi akhirnya melambat karena kekurangan C sebagai sumber energi bagi mikroorganisme.


(2)

Pemberian bahan organik dalam betuk briket menyediakan hara secara perlahan dan mampu diserap dengan baik oleh akar sehingga dapat memperluas zona perakaran dan memperbanyak akar primer. Kondisi akar yang baik mendukung penyerapan air dan hara yang optimal. Selain itu kompos enceng gondok juga memiliki banyak serat sehingga mampu untuk menyimpan air dalam waktu yang lama.

Sedangkan pada perlakuan P8 (13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67 ton/hektar arang tempurung kelapa) menunjukkan berat segar akar terendah , hal ini disebabkan karena unsur hara yang terdapat pada briket tidak dapat diserap oleh tanaman. Briket memiliki sifat keras, sehingga akar susah untuk menembus briket, dan unsur hara yang terdapat di dalam briket tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Arang dan bahan organik dalam bentuk briket yang diberikan dapat mengikat air yang masuk kemudian terjerembab di dalam pori-pori arang, sehingga unsur hara yang sudah bereaksi dengan air juga dapat terjerembab dalam pori-pori arang tersebut. Selain itu, pemupukan susulan menggunakan pupuk NPK diduga mengalami pelindian, sehingga unsur hara tidak dapat digunakan tanaman untuk pertumbuhannya.

Tabel 9. Uji Jarak Ganda Duncan (UJGD) 5% Berat Segar Akar Tanaman Bawang Merah

Perlakuan Berat segar akar

(gram)

P0 : 20 ton/hektar Pupuk Kandang 1,62 abc

P1 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar arang

sekam padi 0,91 c

P2 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67 ton/hektar arang

sekam padi 2,11 a

P3 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar arang

tempurung kelapa 1,81 abc

P4 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67 ton/hektar arang

tempurung kelapa 1,96 ab

P5 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar arang

sekam padi 1,35 abc

P6 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67 ton/hektar arang

sekam padi 2,21 a

P7 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar arang

tempurung kelapa 1,07 c

P8 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67 ton/hektar arang

tempurung kelapa 0,86 c

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf α 5 %

I. Berat Kering Akar

Hasil sidik ragam 5% terhadap berat kering akar bawang merah menunjukkan bahwa semua perlakuan menghasilkan pengaruh berbeda nyata (Lampiran 5.H). Hasil uji jarak berganda Duncan 5% disajikan dalam tabel 10.

Dari hasil UJGD 5% berat kering akar menunjukkan perlakuan P6 (13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67 ton/hektar arang sekam padi) berbeda nyata dengan


(3)

perlakuan P8 (13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67 ton/hektar arang tempurung kelapa), P1 (10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar arang sekam padi) dan P7 (10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar arang tempurung kelapa) , dan berpengaruh tidak nyata terhadap perlakuan P0 (20 ton/hektar pupuk kandang), P2 (13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67 ton/hektar arang sekam padi) , P3 (10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar arang tempurung kelapa) , P4 (13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67 ton/hektar arang tempurung kelapa) dan P5 (10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar arang sekam padi).

Perlakuan P6 (13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67 ton/hektar arang sekam padi) menghasilkan berat kering akar tertinggi, yaitu 0,43 gram. Hal ini terjadi karena kandungan N pada kompos enceng gondok yang diberikan dalam bentuk briket mampu dimanfaatkan tanaman untuk merangsang pertumbuhan akar dan meningkatkan berat akar tanaman. Berdasarkan hasil uji lab tanah dan pupuk Fakultas Pertanian UMY, kandungan N total (%) kompos enceng gondok yaitu 1,27 %. Rasio C/N kompos enceng gondok yaitu 3.56 (Lampiran 6), dengan rasio C/N yang terlalu tinggi akan memperlambat proses pembusukan sehingga mampu menyediakan hara secara perlahan ke tanaman. Sejalan dengan Pandebesie (2012) dalam Budi N.W., dkk., (2015) menyatakan bahwa rasio C/N yang terlalu tinggi akan memperlambat proses pembusukan, sebaliknya jika terlalu rendah walaupun awalnya proses pembusukan berjalan dengan cepat, tetapi akhirnya melambat karena kekurangan C sebagai sumber energi bagi mikroorganisme.

Tabel 10. Uji Jarak Ganda Duncan (UJGD) 5% Berat Kering Akar Tanaman Bawang Merah

Perlakuan Berat kering

akar (gram)

P0 : 20 ton/hektar Pupuk Kandang 0,31 ab

P1 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar arang

sekam padi 0,26 cb

P2 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67 ton/hektar arang

sekam padi 0,37 ab

P3 : 10 ton/hektar kompos daun lamtoro + 10 ton/hektar arang

tempurung kelapa 0,34 ab

P4 : 13,33 ton/hektar kompos daun lamtoro + 6,67 ton/hektar arang

tempurung kelapa 0,36 ab

P5 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar arang sekam

padi 0,31 ab

P6 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67 ton/hektar arang

sekam padi 0,43 a

P7 : 10 ton/hektar kompos enceng gondok + 10 ton/hektar arang

tempurung kelapa 0,27 bc

P8 : 13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67 ton/hektar arang

tempurung kelapa 0,17 c

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf α 5 %

Penambahan briket pada media tanam bertujuan untuk memperbaiki kualitas tanah dan mengikat air tanah yang lebih tinggi serta dapat meningkatkan agregat tanah. Dengan


(4)

kualitas tanah yang semakin baik maka pertumbuhan akar juga akan maksimal. Apabila media tanam dapat menyimpan air dengan baik dalam tanah pada pertumbuhan akar tidak akan kekurangan air. Selain peran N dalam meningkatkan berat akar tanaman, Unsur Fosfor juga memiliki peran sebagai perangsang akar tanaman yang dipengaruhi oleh suplai fotosintat dari daun (Benyamin Lakitan, 2001). Hasil fotosintat akan membantu pertumbuhan akar baru dan unsur fosfor membantu menyusun sel-sel baru dalam akar sehingga dapat membantu memperluas zona akar dan membentuk akar primer baru.

Sedangkan perlakuan P8 (13,3 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67 ton/hektar arang tempurung kelapa) menghasilkan berat kering akar terendah yaitu, 0,17 gram. Hal ini disebabkan karena unsur hara N yang terdapat pada briket tidak dapat diserap oleh tanaman. Briket memiliki sifat keras, sehingga akar susah untuk menembus briket sehingga unsur hara yang terdapat di dalam briket tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Menurut Poerwowidodo (1992) kandungan nitrogen yang sedikit dalam tanah kadang memiliki peran menahan pertumbuhan akar.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

1. Penambahan kombinasi sumber bahan organik dan arang ke dalam tanah pasir pantai Samas tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah kecuali parameter berat segar akar dan berat kering akar.

2. Aplikasi (13,33 ton/hektar kompos enceng gondok + 6,67 ton/hektar arang sekam padi) cenderung memberikan hasil bawang merah yang lebih baik dan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan tanaman bawang merah pada tanah pasir pantai Samas.

B. SARAN

Penelitian ini perlu dikaji lebih lanjut pada kondisi lapangan (lahan) untuk mendapatkan perbandingan kombinasi sumber arang dan bahan organik yang paling tepat dalam budidaya bawang merah (Allium ascalonicum L).


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Munawar. 2011. Kesuburan tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor: IPB Press

Annisa Adelia, N.R. 2014. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Rebung dan Tauge Terhadap Pertumbuhan Tunas dan Hasil Bawang Merah (Allium ascalonicum L.,). Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. hal 44. Benyamin Lakitan. 2004. Dasar – dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta. Cetakan Kelima PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Budi Nining W., Wardah Khusuma W., dan Edi Sarwono. 2015. Pengaruh Rasio C/N Bahan Baku Pada Pembuatan Kompos Dari Kubis Dan Kulit Pisang. Jurnal Integrasi Proses Vol. 5, No. 2 (Juni 2015) 75 - 80 .

Budi Samadi dan Bambang Cahyono.2005. Bawang Merah Intensifikasi Usaha Tani. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. hal 10

Dwita W.G., 2014. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Pelengkap Cair Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tamansiswa Padang.

Ekawati, M, 2006. Pengaruh Media Multipikasi terhadap Pembentukan Akar dan Tunas in Vitro Nenas ( Ananas comosus L Merr) cv. Smooth Cayeene pada Media Penangkaran. Skripsi Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Engestald. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. UGM Press. Yogyakarta. Hal 293-322. Gardner, Franklin P., R. Brent Pearce dan Roger L. Mitchell.1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.

Universitas Indonesia. Jakarta.

Gunawan Budiyanto. 2009. Bahan Organik dan Pengelolaan Nitrogen Lahan Pasir. Unpad Press. Bandung. 192 h.

Lia Yuda Wirana. 2015. Pengaruh pupuk Pelet NPK-Azolla Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Baby Corn (Zea Mays. L) Pada Tanah Regosol.

Poerwidodo Mas’ud. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Penerbit Angkasa Bandung. Bandung. 273 hal.

Salikin, K.A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Cetakan ke-3. Kanisius. Yogyakarta.

Salisbury, F.B and C.W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid. Edisi Terjemahan Penerbit ITB Bandung. 241 h.


(6)

Sumarni, N., Rosliani R., Basuki. R. S.,dan Hilman Y. 2012. Pengaruh Varietas Tanah, Status K-Tanah Dan Dosis Pupuk Kalium Terhadap Pertumbuhan Hasil Umbi, Dan Serapan Hara K Tanaman Bawang Merah. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta. J-hort 22 (3) : 233-241, 2012.