1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan dapat digunakan oleh pihak eksternal dalam menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan merupakan
salah satu sumber informasi yang secara formal wajib dipublikasikan sebagai sarana pertanggungjawaban pihak manajemen terhadap pengelolaan sumber daya
pemilik Schipper et al,, 2003. Penyampaian informasi melalui laporan keuangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak eksternal maupun internal
yang kurang memiliki wewenang dalam memperoleh informasi yang mereka butuhkan dari sumber langsung perusahaan Aryani, 2011. Sehingga laporan
keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor dalam mengambil keputusan.
Laporan keuangan yang dipublikasikan merupakan salah satu sumber informasi sangat penting yang dibutuhkan oleh sebagian besar pemakai laporan
dan atau pelaku pasar serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan emiten sebagai dasar pengambilan keputusan. Salah satu informasi yang terdapat dalam
laporan keuangan adalah informasi mengenai laba perusahaan. Statement of Financial Accounting Concept SFAC No. 8 menyatakan bahwa informasi laba
berfungsi untuk menilai kinerja manajemen, membantu memperkirakan kemampuan laba dalam jangka panjang, dan menaksir resiko dalam meminjam
atau investasi. Informasi laba juga dapat membantu pemilik atau pihak lain dalam
1
2 menaksir earning power perusahaan dimasa yang akan datang. Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan PSAK no. 1 informasi laba diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumber daya ekonomis yang mungkin dapat
dikendalikan di masa depan, menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, dan untuk perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam
memanfaatkan tambahan sumber daya IAI, 2007. Komponen laba merupakan pusat perhatian dari pihak pemakai Beathie et
al., 1994. Hal ini dikarenakan pihak pemakai menganggap laba dapat mencerminkan kinerja manajemen perusahaan selama periode tertentu dan bisa
dipergunakan untuk memperkirakan prospek perusahaan di masa depan. Laba yang dipublikasikan dapat memberikan respon bervariasi, yang menunjukkan
adanya reaksi pasar terhadap informasi laba Cho dan Jung, 1991. Laba sering menjadi target rekayasa tindakan oportunis manajemen untuk
memaksimumkan kepuasannya, tetapi dapat merugikan pemegang saham atau investor. Tindakan oportunis tersebut dapat dilakukan dengan cara memilih
kebijakan akuntansi tertentu sehingga besar kecilnya laba dapat diatur, sesuai keinginan manajemen. Upaya-upaya manajemen untuk mengatur besar kecilnya
laba dengan tujuan tertentu merupakan tindakan manajemen laba Amertha, 2013.
Terjadinya manajemen laba bisa disebabkan karena adanya informasi lebih yang dimiliki manajemen dibanding pihak eksternal sehingga menyebabkan
adanya informasi yang tidak seimbang Healy dan Wahlen, 1999. Manajemen dapat melakukan kebijakan-kebijakannya dengan leluasa untuk memaksimalkan
3 keuntungannya tanpa dapat diketahui secara langsung dan detail oleh pihak
eksternal. Keadaan ini memungkinkan manajer untuk berbuat curang Atmini, 2000. Kesenjangan informasi mendorong manajer untuk berperilaku oportunitis
dalam mengungkapkan informasi mengenai perusahaan. Manajer hanya akan mengungkapkan suatu informasi tertentu jika ada manfaat yang diperolehnya.
Apabila tidak ada manfaat yang bisa diperoleh maka manajer akan menyembunyikan atau menunda pengungkapan informasi bahkan kalau
diperlukan manajer akan mengubah informasi tersebut. Upaya mempermainkan informasi ini tidak selalu dilakukan oleh manajer untuk membuat informasi
menjadi lebih
bagus dibandingkan
dengan informasi
sesungguhnya Aryani,2011. Akan tetapi, informasi juga dapat diubah menjadi lebih buruk. Hal
ini tergantung dengan motivasi yang mendasari tindakan manajemen tersebut. Teori agensi mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer
sebagai agent dan pemilik dalam hal ini adalah pemegang saham sebagai principal Nuryanto et al., 2007. Manajer sebagai pengelola perusahaan
mempunyai lebih banyak informasi mengenai kondisi internal perusahaan dan prospek perusahaan dibanding pemilik perusahaan pemegang saham. Manajer
sebagai pengelola perusahaan berkewajiban untuk memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan. Namun, informasi yang diberikan oleh manajer
kepada para pemilik perusahaan dimungkinkan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sesungguhnya, hal tersebut dapat terjadi karena adanya
perbedaan kepentingan antara manajer dan pemilik perusahaan. Asimetri informasi antara manajemen agent dengan pemilik principal dapat
4 memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba
earnings management Ujiyantho dan Pramuka, 2007 Tindakan manajemen laba telah memunculkan beberapa kasus skandal
pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain Enron, Merck, WorldCom, dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat Cornett et al.,
2006. Beberapa kasus juga terjadi di Indonesia seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan yang berawal dari
terdeteksi adanya manipulasi Boediono, 2005. Teori Agensi Agency Theory memberikan gambaran bahwa masalah
manajemen laba dapat diminimalisir melalui pengawasan good corporate governance, yang merupakan suatu mekanisme tata kelola organisasi secara baik
dalam melakukan pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis ataupun produktif dengan prinsip-prinsip terbuka, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, independen, dan adil dalam rangka tujuan organisasi Syakhroza, 2003. Putri 2011 menjelaskan bahwa agency theory mampu
menjelaskan fenomena konflik keagenan yang disebabkan oleh kebijakan dividen, dimana konflik keagenan yang disebabkan oleh kebijakan dividen berpengaruh
positif terhadap manajemen laba dan dapat diminimalkan dengan adanya good corporate governance dan budaya organisasi sehingga manajemen laba yang
bersifat oportunis dapat dikurangi. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan
perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Apabila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan
5 ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan
yang makin baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak Nasution dan Setiawan, 2007.
Barnhart dan Rosenstein 1998 menyatakan bahwa mekanisme corporate governance meliputi mekanisme internal, seperti adanya struktur dewan direksi,
kepemilikan manajerial dan kompensasi eksekutif, dan mekanisme eksternal, seperti pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan institusional dan tingkat
pendanaan dengan utang debt financing. Veronica dan Bachtiar 2004 menyatakan bahwa beberapa mekanisme corporate governance antara lain
diwujudkan dengan adanya dewan direksi, komite audit, kualitas audit, dan kepemilikan institusional, sedangkan Pedoman Umum Corporate Governance
Indonesia Perbankan KNKG, 2006 beberapa indikator good corporate governance meliputi kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi
dewan komisaris independen, dan komite audit. Chtourou et al. 2001 dan Midiastuty dan Machfoedz 2003 meneliti
tentang hubungan antara kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan ukuran dewan direksi yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional berhubungan negatif dengan manajemen laba, sedangkan ukuran dewan direksi berhubungan positif dengan manajemen laba.
Hasil penelitian ini berkontradiksi dengan Boediono 2005 yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan
komisaris memberikan pengaruh positif dan signifikan pada manajemen laba.
6 Selain penerapan good corporate governance yang baik untuk
meminimalkan manajemen laba terdapat faktor lain yang dapat menimbulkan manajemen laba oleh manajer. Widyaningdyah 2001 mengungkapkan bahwa
jika utang yang dipergunakan secara efektif dan efisien maka akan meningkatkan nilai perusahaan. Tetapi apabila dilakukan dengan dalih untuk menarik perhatian
para kreditur, maka justru akan memicu manajer untuk melakukan manajemen laba. Perusahaan yang mempunyai rasio leverage tinggi akibat besarnya jumlah
utang dibandingkan dengan aktiva yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan manajemen laba karena perusahaan terancam default yaitu tidak dapat memenuhi
kewajiban pembayaran utang pada waktunya. Hanafi 2005 menyatakan bahwa leverage keuangan bisa diartikan
sebagai besarnya beban tetap keuangan yang digunakan oleh perusahaan. Lebih umum leverage juga diartikan sebagai alat untuk mengukur sejauh mana aktiva
perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan utang. Leverage dalam suatu perusahaan juga bisa menjadi pemicu bagian manajemen melakukan tindakan
manajemen laba. Leverage merupakan tingkat sejauh mana sekuritas dengan utang digunakan dalam struktur modal sebuah perusahaan. Watts dan Zimmerman
1986 dalam Belkaoui 2006 menyatakan bahwa semakin tinggi utang atau ekuitas perusahaan, yaitu sama dengan semakin dekatnya terhadap batasan-
batasan yang terdapat pada perjanjian utang dan semakin besar kesempatan atas pelanggaran perjanjian dan terjadinya biaya kegagalan teknis, maka semakin besar
kemungkinan para manajer menggunkan metode-metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba. Selain itu, perusahaan dengan leverage yang lebih tinggi akan
7 menghadapi risiko yang lebih tinggi sehingga para investor akan menginginkan
return yang semakin besar. Widyaningdyah 2001, Tarjo 2008, dan Halim et al. 2005 mengatakan
bahwa leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan berdasarkan Ardison et al. 2008 leverage tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba. Pemeriksaan laporan keuangan oleh kantor akuntan publik juga dapat
digunakan sebagai monitoring terhadap tindakan manajemen yang oportunistis dalam melaporkan kinerja perusahaan Sulistyanto, 2008. Jasa audit merupakan
alat monitoring terhadap kemungkinan timbulnya konflik kepentingan antara pemilik dengan manajer dan antara pemegang saham dengan jumlah kepemilikan
yang berbeda serta dapat mengurangi asimetris informasi antara manajer dengan stakeholder perusahaan dengan memperbolehkan pihak luar untuk memeriksa
validitas laporan keuangan Jensen dan Meckling, 1976. Pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor memiliki kualitas yang berbeda-beda. Oleh
karena itu, auditing berkualitas tinggi high-quality auditing bertindak sebagai pencegah manajemen laba yang efektif, karena reputasi manajemen akan hancur
dan nilai perusahaan akan turun apabila pelaporan yang salah ini terdeteksi dan terungkap Ardiati, 2005.
Manajemen laba yang terjadi pada perusahaan yang diaudit oleh auditor yang termasuk Big Six lebih rendah daripada auditor Non Big Six. Becker et al.,
1998 dalam Sanjaya 2008 menyatakan bahwa auditor Non Big Six lebih dapat menggunakan akuntansi secara fleksibel. Penelitian ini sesuai dengan hasil
8 penelitian Meutia 2004 dan Nuraini dan Sumarno 2007 menyatakan bahwa
tindakan manajemen laba terhadap hasil audit yang dilakukan oleh KAP Big Four lebih rendah daripada KAP Non Big Four. Fan dan Wong 2004 menyatakan
bahwa kualitas auditor tidak mempengaruhi manajemen laba. Ketidak konsistenan ini pula yang menyebabkan peneliti ingin menguji kualitas auditor dalam
penelitiannya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 menyebutkan
bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk menjalankan aktivitasnya perbankan
harus mempunyai integritas tinggi agar masyarakat memiliki kepercayaan dalam rangka menjalin hubungan kerja.
Perbankan adalah perusahaan “kepercayaan”, sehingga apabila perusahaan diketahui melakukan tindak manajemen laba otomatis kepercayaan investor akan
berkurang dan satu persatu ataupun bersama-sama akan melakukan penarikan dana sehingga bisa menimbulkan rush penarikan dana secara besar-besaran yang
kemudian akan merugikan bank tersebut bahkan menyebabkan bank tersebut collapse bangkrut. Industri perbankan diatur dengan regulasi yang lebih ketat
dibandingkan industri lain misalnya, kriteria CAR Capital Adequacy Ratio dan NPL Non-Performing Loan minimum. Bank Indonesia menggunakan laporan
keuangan sebagai dasar dalam penilaian status suatu bank apakah bank tersebut merupakan bank sehat atau tidak, sehingga manajer mempunyai inisiatif untuk
9 melakukan manajemen laba agar mereka dapat memenuhi kriteria yang
disyaratkan BI Setiawati dan Na’Im, 2001. Peraturan Bank Indonesia No. 84PBI2006 tanggal 30 Januari 2006
tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum, mencantumkan hal mengenai keanggotaan komisaris independen dan komite audit
yang bertugas mengawasi kinerja bank berdasarkan informasi-informasi dalam laporan keuangan.
Manajemen laba merupakan fenomena dalam bidang akuntansi yang masih sangat penting untuk diteliti. Sulistyanto 2008 menyatakan beberapa alasan
mengapa penelitian dan analisis empiris menganai manajemen laba beberapa dekade terakhir ini semakin berkembang, yaitu semakin tingginya angka dan
aktivitas rekayasa keuangan yang terjadi, semakin tajamnya perbedaan perspektif antara para praktisi dan akademisi dalam memandang dan memahami manajemen
laba, dan semakin berkembangnya penelitian dibidang akuntansi khususnya akuntansi keuangan dan keperilakuan. Ketertarikan untuk melakukan penelitian
mengenai manajemen laba, disamping karena tidak konsistennya beberapa hasil penelitian terdahulu juga karena merujuk pada hasil penelitian Leuz et al. 2003
menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam kluster negara-negara dengan perlindungan investor yang lemah, sehingga terjadinya praktik manajemen laba
yang tinggi.
10 Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penelitian ini berjudul
“Pengaruh Kualitas Auditor, Good Corporate Governance, dan Leverage pada
Manajemen Laba Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI
”.
1.2 Rumusan Masalah