Perancangan Kampanye Menjaga Ruang Publik Dari Penempatan Media Luar Ruang yang Tidak Memenuhi Peraturan Daerah

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN KAMPANYE MENJAGA RUANG PUBLIK

DARI PENEMPATAN MEDIA LUAR RUANG YANG TIDAK

MEMENUHI PERATURAN DAERAH

DK 38315/Tugas Akhir Semester VIII 2013-2014

Oleh:

Aulia Agung Ramadhan 51910006

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Aulia Agung Ramadhan

TTL : Bandung, 13 Maret 1992

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama :Islam

Kebangsaan : Indonesia

Status :Belum Menikah

Alamat :Komp. Griya Bandung Asri I Blok. E No. 8. Bojongsoang Bandung

Hp : 083821039134

Pendidikan Formal

 1998 – 2004 SDN Nilem 4 Bandung

 2004 – 2007 MtsN Al-Ihsan Beleendah

 2007 – 2010 SMA Sandhy Putra Telkom

 2010 – 2014 Universitas Komputer Indonesia

Kemampuan Pribadi

Pengalaman Kerja

 2013- 2014 Editor di CV.Cimz Graphic Roomz

Autodesk 3D Adobe Premiere Adobe Flash Adobe Illustrator Adobe Photoshop Corel Draw


(5)

iv DAFTAR ISI

Abstrak ...i

Abstract ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR GAMBAR ...vii

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

KOSAKATA/ GLOSSARY...x

BAB I PENDAHULUAN ...1

I.1 Latar Belakang Masalah ...1

I.2 Identifikasi Masalah ...2

I.3 Fokus Masalah ...3

I.4 Batasan Masalah ...3

I.5 Tujuan Perancangan ...3

I.6 Manfaat Perancangan ...4

BAB II MENJAGA RUANG PUBLIK DARI PENEMPATAN MEDIA LUAR RUANG YANG TIDAK MEMENUHI PERATURAN DAERAH ..5

II.1 Ruang Publik ... ...5

II.1.1 Penyebab penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah ...7

II.1.2 Dampak penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah...8

II.2 Media ...10

II.2.1 Penempatan Media ...11

II.2.2 Jenis-jenis Media Iklan ...11

II.2.2.1 Media Cetak ...11

II.2.2.2 Media Dalam Ruang ...11

II.2.2.3 Media Luar Ruang ...12

II.2.2.4 Media Siar ...12


(6)

v

II.2.3 Perencanaan dan Penempatan Media ...12

II.2.4 Papan Reklame ...13

II.4.5 Iklan ...14

II.4.6. Biro Iklan ...15

II.4.6.1 Peran Biro Periklanan ...15

II.4.6.2 Biro Iklan Sebagai Penanggung Jawab ...15

II.3 Peraturan Daerah ...16

II.4 Film Dokumenter ...17

II.4.1 Keunggulan Film Dokumenter ...18

II.4.2 Tujuan Pembuatan Film Dokumenter ...19

II.4.3 Perkembangan Film Dokumenter ...19

II.4.4 Film Semi Dokumenter ...19

II.5 Solusi Pemecahan 5W1H + E ...20

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL ...22

III.1 Strategi Perancangan ...22

III.1.1 Pendekatan Komunikasi ...23

III.1.1.1 Tujuan Komunikasi ...23

III.1.1.2 Pendekatan Komunikasi Visual ...23

III.1.1.3 Pendekatan Komunikasi Verbal ...23

III.1.1.4 Keyword ...24

III.1.2 Strategi Kreatif ...24

III.1.3 Strategi Media ...24

III.1.4 Strategi Distribusi ...26

III.2.1 Format Film ...26

III.2.2 Tata Letak (layout) ...26

III.2.3 Tipografi ...27

III.2.4 Warna ...28

III.2.5 Musik ...28

III.2.6 Ide Cerita ...28

III.2.7 Film Statement ...28

III.2.8 Storyline ...29


(7)

vi

IV.1 Media Utama ...32

IV.1.1 Film Semi Dokumenter ...32

IV.1.2 Teknis Produksi Media ...32

IV.1.3 Kemasan CD ...37

IV.2 Media Pendukung ...37

IV.2.1 Brosur ...37

IV.2.2 T-Shirt ...38

IV.2.3 Totebag ...39

IV.2.4 Billboard ...40

DAFTAR PUSTAKA ...41


(8)

iii KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, segala rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “PERANCANGAN KAMPANYE MENJAGA RUANG PUBLIK DARI PENEMPATAN MEDIA LUAR RUANG YANG TIDAK MEMENUHI PERATURAN DAERAH” Tugas Akhir ini penulis ajukan untuk memenuhi persyaratan akademis dalam menempuh Program Studi Desain Komunikasi Visual (S1), Universitas Komputer Indonesia.

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini penulis memiliki banyak kekurangannya dan jauh dari kesempurnaan. Selain itu juga banyak sekali tantangan dan hambatan yang dialami penulis, namun dengan bantuan banyak pihak hal tersebut dapat teratasi.

Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu menyelesaikan laporan ini. Bapak Egi Anwari, M.Ds. selaku pembimbing laporan Tugas Akhir. Keluarga dan rekan yang selalu memberikan doa dan dukungannya.

Penulis mohon maaf khususnya kepada pembaca, apabila dalam tugas ini menemukan kesalahan atau kekurangan baik itu dari segi penulisan maupun dari segi bahasa, bahkan dari isi itu sendiri. Selain itu, penulis mengharapkan kepada pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, 16 Agustus 2014 Penulis


(9)

41

DAFTAR PUSTAKA

Budiharjo, Eko. 1993. Kota Berwawasan Lingkungan. Bandung:Alumni.

Cangara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi (cetakan kelima). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Effendy,Heru. 2002. Mari Membuat Film Panduan Menjadi Produser.Jakarta:

Panduan dan Yayasan Konfidens.

Jefkins, Frank. 2009. Periklanan, Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Kasali, R. 1992. Manajemen periklanan : Konsep dan aplikasinya di Indonesia.

Jakarta. Pustaka Utama Grafiti.

Keraf, Sonny. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Kompas.

Kusrianto, A. 2009. Pengantar Desain Komuni Kasi Visual. Yogyakarta. C.V

ANDI OFFSET.

Lynch, K. 1960. The Image of City. MIT Press. Cambridge, MA.

Nugroho, Fajar (2007). Cara Pinter Bikin Film Dokumenter. Yogyakarta : GALANGPRESS

Siahaan, Marihot P. Pajak daerah & Retribusi Daerah, Jakarta. Rajawali Pers Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka Cipta.

Tinarbuko, Sumbo. (2009). Iklan Politik Dalam Realitas Media. Yogyakarta. Jalasutra.

Tinarbuko, Sumbo. 2013. Sampah visual diruang publik.Opini harian

Kedaulatan Rakyat. Yogyakarta

Terjemahan :

Kamus Pusat Bahasa. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta. Pusat Bahasa.

Website :

Tinarbuko, Sumbo (2013). Sampah visual di ruang publik yogyakarta.

Tersedia di:

http://sumbotinarbuko.com/sampah-visual-di-ruang-publik-yogyakarta.html (di akses pada tanggal 12 Desember 2013. Jam 19.30)


(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Bagi kota-kata besar masalah penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah tidak dapat dipisahkan, setiap kota memiliki penyebab yang berbeda-beda. Berkembangnya zaman memicu terjadinya penempatan media luar ruang yang mengganggu lingkungan sekitar. Di Kota Bandung percetakan dan print digital berkembang dengan pesat sehingga dapat menyebabkan penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah.

Sampah yang dihasilkan dari produk visual seperti brosur, baliho, poster dan produk visual baru seperti urban screen dan sebagainya. Namun penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah dapat diartikan sebagai sampah estetik yang mempengaruhi pengalaman visual kita secara emosional, yang secara langsung menggangu pandanganuntuk menikmati lingkungan sekitar. Kebanyakan pencemaran ini disebabkan oleh hasil dari aktivitas manusia, biro iklan melayani pembuatan iklan produk yang dibutuhkan oleh produsen untuk mempromosikan produknya. Masyarakat membutuhkan informasi dari sebuah produk maka dengan berkembangnya media, iklan dapat dijumpai di kota—kota besar. Akan tetapi iklan digital dan iklan cetak yang sering dijumpai di kota—kota besar terkadang salah penempatan.

Produk visual bukan hanya semakin besar, namun juga semakin banyak. Di kota Bandungtidak diberikan ruang untuk mengistirahatkan mata. Masalahini tidak memberikan ruang bagi pengguna jalan untuk memaknai suatu karya visual karena setelah menatap satu produk visual. Akhirnya, pengalaman visual di jalan raya tidak memberikan makna apa-apa, selain menghasilkan kritik bagi keberadaannya.

Melihat hal-hal maupun benda-benda yang tidak enak dipandang yang berada diwilayah sekitar sangatlah banyak. Pencemaran visual merujuk kepada elemen


(11)

2 yang memberikan pandangan yang tidak menarik. Elemen ini yang terdapat disekitar kita, contohnya termasuk papan iklan yang yang ditempel disembarang tempat, poster-poster ditembok kota, tanda rambu jalan, kabel teleponmaupun kabellistrik yang terlihat kusut.

Secara umum, Penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerahmemiliki nilai-nilai pandangan yang tidak menarik. Selain itu,boleh dikatakan bahwa kawasan yang tercemar dengan unsur atau elemen pencemaran visual adalahiklan perdangangan yang makin banyak, poster-poster iklan kerja serta iklan perniagaan secara kecil-kecilan.Penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah sangat mengganggu keindahan kota serta kenyamanan mata pengguna jalan, baik mereka yang berkendara maupun pejalan kaki. Dan sewaktu-waktu dapat mengancam keamanan. Karena pemasangannya melintang memenuhi badan jalan. Ini bisa menyulitkan pengguna kendaraan yang melintasi jalanan yang penuh dengan spanduk serta umbul-umbul suatu produk. Selain tidak enak dipandang, kehadirannya menjadi pencemaran bagi penataan sebuah kota.

Inilah sebagian contoh sampah yang telah mengkotori kota dengan cara pemasangan iklan, bukan saja tidak efektif sekaligus pula tidak efisien bagi pemasang iklan sendiri bila tujuan utamanya adalah untuk hadir dihadapan konsumen.Penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerahini memerlukan pengawasan oleh semua pihak agar tidak membuatjelek nilai estetika kawasan Kota Bandungyang memberikan pandangan negatif kepada orang-orang yang berkunjung ke Kota Bandungjuga terhadap masyarakat itu sendiri.

I.2 Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang penelitian, masalah yang menjadi acuan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi dalam kalimat di bawah ini.

- Permasalahan penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan


(12)

3 ditempel dimana-mana, baligho diantara pohon dan billboard yang terlihat usang.

- Sebagian besar penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan

daerah mengganggu dan sewaktu-waktu dapat membahayakan keselamatan.

- Kurangnya kepedulian pemasang iklan terhadap lingkungan mengakibatkan

masalah penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah semakin bertambah.

I.3 Fokus Masalah

Fokus permasalahan yang didapat adalah kurangnya pengetahuan masyarakat untuk menyadari perlunya menjaga lingkungan sekitar. Maka dalam pembuatan tugas akhir ini penyusun akan memberikan informasi serta pandangan terhadap masyarakat mengenai iklan poster, baligho dan billboard yang tidak tidak layak sebagai penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah yang ada dikawasan wilayah Kota Bandung.

I.4Batasan Masalah

Dengan terdapatnya masalah yang terjadi,maka batasan masalah yang dipakai untuk menyadarkan masyarakat adalah sebagai berikut :

1) Ditujukan bagi masyarakat berumur 15 – 35 tahun

2) Wilayah Bandung Kota

3) Membahas hal-hal yang tidak enak dipandang seperti poster ditempel di sembarang tempat, baligho calon legislatif dan calon presiden dan penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah yang dapat membahayakan seperti baligho melintang ke jalan.

I.5 Tujuan Perancangan

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menginformasikanmasalah penempatan media luar ruang yang tidak


(13)

4

2. Mengajak masyarakat untuk lebih peduli pentingnya menjaga ruang

publik. Sehingga pemasang media iklan cetak tidak lagi menempel disembarang tempat dan lebih peduli terhadap kenyamanan ruang publik.

I.6 Manfaat Perancangan

Perancangan ini diharapkan bisa memberikan manfaat:

1. Untuk menyadarkan masyarakat khususnya pemasang iklan cetak terhadap

masalah-masalah penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah yang terjadi dikehidupan sehari-hari.

2. Dapat mengurangi penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi

peraturan daerah dan memberikan kenyamanan terhadap pengguna ruang publik.


(14)

5 BAB II

MENJAGA RUANG PUBLIK DARI PENEMPATAN MEDIA LUAR RUANG YANG TIDAK MEMENUHI PERATURAN DAERAH

II.1 Ruang Publik

Ruang publik atau ruang terbuka adalah tempat dimana masyarakat bisa memasukinya, melewatinya dan berpartisipasi terhadap apa yang terjadi di dalamnya. Ruang publik sangat penting keberadaannya dalam suatu kota. Ruang kota hijau tempat dimana masyarakat dapat merasakan nyaman. Menurut Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dapat berupa ruang terbuka hijau Publik atau ruang terbuka non hijau. Publik yang secara institusional harus disediakan oleh pemerintah didalam peruntukan lahan dikota-kota di Indonesia.

Sebagaimana Lynch (1960, h.55) menyebutkan bahwa ruang publik adalah nodes

dan landmark yang menjadi alat navigasi didalam kota. Ruang publik dapat didefinisikan sebagai tempat dimana setiap orang memiliki hak untuk memasukinya tanpa harus membayar uang masuk atau uang lainnya. Ruang publik dapat berupa jalan, bagunan dan taman. Ruang publik mengasumsikan adanya kebebasan berbicara dan berkumpul, kemudian masyarakat secara bebas berpartisipasi dalam kegiatan apapun. Lebih lanjut, dalam hal ini ruang publik terdiri dari media informasi seperti surat kabar dan jurnal. Disamping itu, juga termasuk dalam ruang publik adalah tempat minum dan kedai kopi, balai pertemuan, serta ruang publik lain dimana diskusi sosio-politik berlangsung. Ruang publik ditandai oleh tiga hal yaitu responsif, demokratis, dan bermakna. Responsif dalam arti ruang publik adalah ruang yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. Demokratis, artinya ruang publik dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya. Bermakna memiliki arti ruang publik harus memiliki tautan antara manusia, lingkungan dan sosial.

Maka pada pemasangan iklan cetak dan penerapannya pada ruang publik tetap harus dipertimbangkan sehingga dapat menjaga dan menyesuaikan dengan kondisi


(15)

6 disekitarnya. Sehingga, tidak menimbulkan dampak yang negatif pada nilai estetika ruang publik tersebut.

Berdasarkan hasil observasi yang didapatkan. Perancang melihat sebuah fenomena mengenai penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah di kota besar saat ini contohnya Bandung. Saat ini di Kota Bandung sudah banyak sekali berbagai macam bentuk penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah yang muncul disebabkan oleh pencemaran yang dilakukan oleh manusia, bisa berupa baligo, iklan, poster dll. Hal ini tentu menyebabkan keindahan di Kota Bandung menjadi terganggu dan secara emosional penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah dapat mempengaruhi dan mengganggu kenyamanan pandangan, yang secara langsung menggangu pandangan terhadap lingkungan. Poster, iklan, brosur dan kertas-kertas yang bertujuan untuk memberikan informasi akan tetapi ditempel ditiang listrik, pohon dan dinding sehingga dapat menjadikan kesan kumuh.

Gambar II.1 Iklan yang ditempel di pohon


(16)

7 Berdasarkan fenomena tersebut perancang ingin mencari seberapa jauh masyarakat memahami masalah dari penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah tersebut. Karena dengan berkembangannya ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi telah mendorong pertumbuhan periklanan. Dimana dunia periklanan menjadi semakin semarak yang selalu menghadirkan berbagai media cetak, media ekeltronik, pamflet-pamflet, spanduk, maupun billboard. Hal ini pun bisa terjadi ditoko-toko, pinggir-pinggir jalan, bahkan dipuncak-puncak bangunan yang menjulang tinggi.

II.1.1 Penyebab penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah

Adanya penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah dikarenakan ulah manusia itu sendiri, karena tidak paham terhadap lingkungan, seperti pendapat Tinarbuko (2013): Munculnya sampah visual diruang publik, ditengarai akibat egoisme para pihak. Pertama, pemerintah tidak segera menyusun iklan luar ruang. Perda reklame seolah tidak melarang ruang publik, taman kota, trotoar, dinding dan bangunan heritage, tiang listrik, tiang telpon, tiang penerangan jalan, batang pohon menjadi tempat pemasangan iklan luar ruang. Dinas perijinan dan pajak reklame sangat permisif memberi ijin tanpa mau kontrol lokasi pemasangan. Kedua, biro iklan, dan tukang pasang iklan selalu berburu tempat strategis untuk menancapkan iklan luar ruang agar target marketing komunikasinya terpenuhi. Ketiga, anggota dewan terlalu lama memutuskan rancangan perda reklame. Selain itu, anggota dewan dalam memutuskan raperda reklame lebih berorientasi pada PAD bukan harmonisasi antara pemerintah, warga masyarakat dan lingkungan hidupnya terkait dengan penetrasi visual iklan luar ruang diruang publik. Keempat, penegak hukum membiarkan pelanggaran pemasangan iklan luar ruang diruang publik. Sanksi hukum yang ada tidak dijalankan secara maksimal. Terakhir, masyarakat menganggap sampah visual adalah hal biasa. Padahal realias sosialnya, keberadaan sampah visual di ruang publik sangat mengganggu dan berubah menjadi teroris visual bagi masyarakat.


(17)

8 Bambang Sugiharto (koran Kompas, 2012) menjelaskan penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah dimungkinkan karena adanya

kebudayaan yang dibangun oleh prinsip fantasmagoria ditandai dengan

munculnya modernitas. Dimana munculnya sebuah keseharian yang dikepung oleh pesona benda, citra dan berita yang mengagumkan namun sesungguhnya itu

merupakan sebuah ilusoris, hanya permainan tampilan permukaan belaka. Begitu

kira-kira fantasmagoria.

Yang menjadi penyebab penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah yakni permintaan pasar yang menuntut biro iklan sehingga tidak memperhatikan tata-kota dan lebih mementingkan komersialisme ketika akan menempatkan sebuah iklan, contohnya seperti iklan yang ditancapkan pada pohon, papan reklame yang menjorong kejalan, poster dan media iklan yang ditempel di dinding-dinding kota. Kevin Lynch dalam tulisannya tentang “The City as Environment” (seperti dikutip Budiharjo, 1993, h. 199) mengatakan bahwa penampilan dan wajah kotabagaikan mimpi buruk: tunggal rupa, serba sama, tidak berwajah, lepas dari alam, dan sering tak terkendali, tidak manusiawi. Air dan udara kotor, jalan-jalan sangat berbahaya dipadati kendaraan, papan reklame mengganggu pemandangan, pengeras suara mengganggu telinga.

Maka terdapat hal-hal ataupun kriteria yang menjadi penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah adalah seperti poster-poster yang ditempel di tembok kota setelah bertahun-tahun meninggalkan bekas lem dan kertas yang tidak lagi bersih menjadikan tembok kota menjadi kumuh. Baligho yang dipasang di antara pohon pun menjadikan ruang publik tidak terlihat asri.

II.1.2 Dampak penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah

Masyarakat menyadari hal-hal yang mencemari keindahan kota yang mengganggu pandangan. Masyarakat membutuhkan informasi lebih dari sekedar informasi dimedia elektronik dan media cetak. Sebagai alternatif sumber informasi maka biro iklan memakai iklan poster dan papan reklame. Untuk sebagian orang hal ini


(18)

9 menyebabkan masalah baru yaitu penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah, yang mengganggu kenyamanan serta keamanan. Papan reklame yang menjorong ke jalan dapat sewaktu-waktu membahayakan pengguna jalan itu sendiri. Dinding tembok kota yang seharusnya bersih ditempeli poster-poster, pohon yang tumbuh dipinggir jalan dipasang iklan juga dengan dipaku. Sangat menyayangkan ini disebabkan oleh komersialisme.

Gambar II.2 Angin kencang, papan reklame di Kiaracondong roboh

Sumber: www.bandung.bisnis.com

Dari kuesioner yang telah dibagikan kepada 50 responden secara acak, jenis kelamin serta pekerjaan yang berbeda dengan 7 pertanyaan yang sama 50 orang responden memiliki jawaban yang berbeda-beda, sehingga disimpulkan menjadi seperti tabel dibawah ini.


(19)

10 Tabel II.1 Data responden

Responden diberi arahan masalah penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah disini hanya membahas iklan poster, papan reklame juga baligho yang merajalela didinding tembok kota. Hanya satu orang yang menyatakan bahwa tidak terganggu. Maka hasil kuesioner ini dapat membuktikan hampir semuanya mengetahui dan merasa terganggu dengan permasalahan penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah.

II.2 Media

Dalam Kamus Pusat Bahasa Indonesia media memiliki makna penghubung yang terletak diantara dua pihak yaitu orang dan golongan. Dapat disimpulkan bahwa media adalah sebuah alat komunikasi atau perantara dengan tujuan untuk menyampaikan pesan, dari pengirim pesan kepada penerima pesan yaitu khalayak sasaran.

Dalam Buku Pengantar Ilmu Komunikasi (Cangara, 2006, h. 119), media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa dalam komunikasi antarmanusia, maka media yang paling dominasi dalam berkomunikasi adalah pancaindera manusia seperti mata dan telinga. Pesan – pesan yang diterima


(20)

11

selanjutnya oleh pancaindera selanjutnya diproses oleh pikiran manusia untuk mengontrol dan menentikan sikapnya terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan.

II.2.1 Penempatan Media

Terdapat tiga jenis media iklan yaitu, media iklan lini atas, media iklan lini bawah dan new media. Media iklan lini atas merupakan jenis iklan yang disosialisasikan sebagai media utama pada periklanan, sedangkan media lini bawah merupakan jenis media iklan yang disosialisasikan sebagai media iklan tambahan, dan yang terakhir new media. New media merupakan bentuk baru dari media iklan yang telah ada sebelumnya (Tinarbuko, 2009, h.29). Melihat dari jenisnya media juga dapat dibagi sesuai dengan pola pembuatan dan penempatannya, adapun jenis media iklan tersebut meliputi :

- Media Cetak

- Media Dalam Ruang

- Media Luar Ruang

- Media Siar

- Media Internet

II.2.2 Jenis-jenis Media Iklan II.2.2.1 Media Cetak

Media ini adalah media lembar kertas ataupun plastik yang berisikan sejumlah kata, gambar, atau foto, dalam tata warna dan halaman tertentu yang dikomposisikan semenarik mungkin. Seperti televisi dan radio dalam jajaran medium penyiaran fungsi utama media cetak adalah memberi informasi dan menghibur (Kasali, 1992, h.99).

II.2.2.2 Media Dalam Ruang

Media yang satu ini tidak jauh berbeda dengan media cetak, karena proses pembuatannya pun adalah dengan dicetak namun penggunaannya dikhususkan hanya di dalam ruangan yang sudah di tentukan. Media dalam ruang biasanya untuk mendukung kampanye promosi brand maupun produk, hanya jangkauan


(21)

12

target audience pada media ini tidak seluas media luar ruang. Adapun media

dalam ruangan ini bisa juga mencakup pendayagunaan benda-benda trafic

disekitarnya (Kasali, 1992, h.142).

II.2.2.3 Media Luar Ruang

Media ini tidak jauh berbeda dengan media cetak dan media dalam ruang, karena proses pembuatannya pun adalah dengan dicetak namun peruntukannya di luar ruang. Media luar ruang sangatlah luas cangkupannya, biasanya untuk mendukung iklan suatu brand, promosi suatu produk, dan kampanye caleg.

II.2.2.4 Media Siar

Jenis media ini pada dasarnya sama dengan media-media iklan lainnya, namun ada beberapa yang membedakan media siar dengan media iklan lainya. Media siar memiliki kelebihan seperti adanya suara, dan gambar atau visualnya yang bergerak. Sihingga media siar ini cukup memiliki daya tarik tersendiri, namun cakupannya yang terbatas membuat media siar ini hanya dapat dilihat oleh orang-orang tertentu saja (Kasali, 1992, h.91).

II.2.2.5 Media Internet

Media internet ini merupakan jenis iklan new media yang belakangan banyak digunakan oleh sebagian orang yang mengikuti teknologi, Cangkupan media internet sangat terbatas karena hanya sebagian orang yang menggunakan internet dan ukurannya pun kecil.

II.2.3 Perencanaan dan Penempatan Media

Dalam memilih jenis dan lokasi penempatannya diperlukan pengetahuan khusus, untuk menentukan titik lokasi pemasangan iklan agar efektif dan pesan tersampaikan dengan baik. Media luar ruang harus mudah dibaca, pesan harus singkat dan ditampilkan secara jelas. Selain itu, harus dapat dibaca setidaknya dalam waktu tujuh detik” (Kasali, 1992, h. 141)


(22)

13 Perencanaan media yang efektif mencakup tindakan yang memastikan bahwa iklan yang muncul di tempat yang tepat pada waktu yang tepat untuk menjangkau dan mempengaruhi khalayak sasaran. Rencana media harus mempertimbangkan:

 Di mana iklan dan materi komunikasi lainnya akan ditempatkan

 Kapan iklan dan materi akan ditempatkan

 Seberapa sering iklan akan ditempatkan

 Berapa biaya penempatan yang dikehendaki dan berapa efisiensi biayanya

(biaya per seribu jangkauan)

Media yang berbeda menawarkan dampak yang berbeda dengan biaya yang berbeda pula. Iklan yang sama bisa menjadi lebih atau kurang efektif, tergantung pada kapan iklan ditempatkan. Dibawah ini hanyalah beberapa dari sekian banyak pertimbangan tentang kapan sebaiknya menempatkan iklan.

II.2.4 Papan Reklame

Reklame atau media periklanan luar ruang berukuran besar yang biasa ditempatkan pada area yang sering dilalui, misalnya pada sisi persimpangan jalan raya yang padat. Reklame berisikan iklan yang ditujukan untuk dilihat oleh para pejalan kaki maupun pengendara kendaraan bermotor yang melewatinya. Reklame umumnya berisi ilustrasi yang besar dan menarik, disertai dengan slogan.

Di Indonesia membedakan reklame dan iklan berdasarkan kategori penempatannya; sehingga reklame digunakan untuk menyebutkan media periklanan ruang luar , sedangkan iklan untuk menyebutkan media periklanan ruang dalam. Para praktisi periklanan mengatakan bahwa ada satu soal yang sangat tidak disukai dari papan reklame ini, yakni khalayak sasaran yang bergerak sementara iklan luar ruang tersebut bersifat statis (Kasali, 1992, h.136).

Bila dilihat dari etimologinya, reklame dan iklan mempunyai makna yang setara. Yang berarti pengumuman, atau seruan yang berulang; maka kedua istilah yang terkait dengan media periklanan ini mengandung makna yang setara yaitu untuk kegiatan penyampaian informasi kepada masyarakat atau khalayak sasaran pesan.


(23)

14 II.2.5 Iklan

Iklan sebagai media promosi yang digunakan untuk menginformasikan sesuatu memang selalu digunakan. dalam tulisannya kusrianto (2007, h.298) menerangkan iklan, atau dalam bahasa Inggris Advertising, adalah suatu bentuk komunikasi massa komersial yang dirancang untuk mempromosikan pemasaran suatu produk atau jasa, maupun pesan dari suatu lembaga, organisasi bahkan juga dari suatu kandidat dalam sebuah kampanye. Iklan adalah bagian dari bauran promosi dan bauran promosi adalah bagian dari bauran pemasaran. Secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk atau jasa yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Namun demikian, untuk membedakannya dengan pengumuman biasa, iklan lebih diarahkan untuk membujuk (Kasali, 1992, h.9).

Ketika beriklan suatu lembaga dapat membelanjakan kurang dari 350 juta sollar Amerika setiap tahun. Anggaran itu dipergunakan untuk memasang iklan di berbagai media massa, yang meliputi koran, majalah, televisi, direct mail, radio, iklan luar ruangan hingga internet.

Melalui iklan pula produsen mengharapkan agar brand yang mereka miliki dapat sampai pada benak konsumen, tentu saja iklan akan sangat membutuhkan media untuk dapat sampai pada konsumen. Media-media periklanan ini dapat berupa televisi, radio, selebaran poster, billboard, bahkan reklame berjalan yang dapat menjangkau konsumen sebagai target produk.

II.2.6 Biro Iklan

Biro iklan merupakan perusahaan yang merencanakan dan menyelenggarakan kampanye periklanan dan yang bertindak atas nama kliennya. Secara hukum, biro bukanlah sebuah agen melainkan kontraktor yang berdiri sendiri. Biro dapat melaksanakan kontrak dengan pihak media atas namanya sendiri.

Menurut Jefkins, (2009, hal. 57) Secara umum, sebuah biro iklan adalah perusahaan yang berperan sebagai perantara, medium, antara klien yang hendak


(24)

15 memasang iklan dan media. Sebuah biro iklan terdiri dari sekumpulan tenaga profesional yang memiliki bakat dan kemampuan pada bidangnya masing-masing,

yang menciptakan sesuatu yang baru yang berhubungan dengan brand perusahaan

dan peningkatan penjualan.

Dalam bukunya, Jefkins (2009) menjabarkan, biro iklan pertama didirikan pada awal abad kesembilan belas dan biro iklan Inggris pertama, yakni White‟s, didirikan di London sekitar tahun 1800. Iklan yang dikerjakan oleh biro iklan pelopor itu mula-mula hanya untuk mempopulerkan lotere-lotere resmi yang dikelola pemerintah. Selanjutnya, White‟s bertindak sebagai biro iklan resmi

untuk kepentingan Kantor Urusan Perang (War Office), Angkatan Laut Kerajaan,

Komisi Narapidana Kerajaan (His Majesty’s Commisioner for Prisons), Kantor Urusan Koloni (Colonial Office), dan yang terakhir, Crown Agents. Sebagian besar iklan-iklan yang ditanganinya adalah iklan rekruitmen.

II.2.6.1 Peran Biro Periklanan

Peranan biro iklan dalam merancang dan melakukan kampanye periklanan bagi kliennya sangatlah penting, ruang lingkup peranan biro iklan saat ini semakin bervariasi, tergantung jenis biro iklan tersebut. Ada biro iklan serba bisa yang menyediakan berbagai jenis layanan, ada pula yang hanya berkonsentrasi pada satu bagian, seperti menawarkan media, mendesain dan menyediakan pelayanan khusus bagi klien atau jenis iklan tertentu.

II.2.6.2 Biro Iklan Sebagai Penanggung Jawab

Dalam pemasangan iklan biro iklan sangat memiliki tanggung jawab penuh. Jefkins berpendapat bahwa status hukum sebuah biro iklan adalah “biro bertindak sebagai penanggung jawab” sehingga secara hukum bertanggung jawab atas pembayaran dimuatnya iklan di media. Oleh karena itu, biro iklan bisa saja mengalami kerugian dan, dalam beberapa kasus, mengalami kebangkrutan akibat sejumlah klien gagal melaksanakan kewajiban pembayaran, karena memang biro iklan tersebut bertanggung jawab atas tagihan pembayaran atas nama kliennya. (Jefkins , 2009, hal. 60)


(25)

16 II. 3 Peraturan Daerah

Berdasarkan peraturan daerah kota Bandung No. 04 Tahun 2012. Tentang Penyelenggaraan Reklame, spanduk dan sejenisnya. Pemerintah kota Bandung, ingin menciptakan kota Bandung yang lebih estetis dan tertib. Dengan menetapkan Jalan Asia Afrika, Jalan Braga, Jalan Ir. H. Juanda (Dago), Jalan R. Aa Wiranatakusumah-Cipaganti, Jalan dr Djoendjoenan-Pasteur, dan Jalan Pajajaran bebas dari reklame kecuali, reklame yang telah disediakan oleh pemerintah yaitu pada jembatan penyebrangan orang (JPO) (Website resmi kota Bandung, 16 Desember 2012). Namun, terdapat juga kawasan dimana reklame dapat diperbolehkan. Pertama kawasan khusus, yaitu kawasan yang memiliki kualitas lingkungan dan arsitektur bangunan yang baik, dengan menempel dibagian depan bangunan. Kedua kawasan selektif, yaitu kawasan yang terpilih meliputi lokasi bersejarah, lokasi konservasi (lingkungannya terjaga), serta lokasi lain yang ditetapkan oleh Walikota berdasarkan rekomendasi tim teknis. Ketiga kawasan umum, yaitu diluar kawasan khusus dan kawasan selektif. Meliputi bahu jalan, jalan layang, shelter, jembatan penyebrangan orang (JPO), pos jaga polisi, jam kota, terminal, gedung olah raga, dan pasar (Perda Kota Bandung, 2012, h.8).

Selain itu, terdapat juga ketentuan umum mengenai ketinggian pada media luar ruang atau reklam. Yaitu, jarak antara ambang paling bawah bidang reklame dari permukaan tanah rata-rata, serta jarak antara ambang paling atas bidang reklame dari permukaan tanah rata-rata yang memenuhi kelayakan kontruksi media luar ruang atau reklame (Perda Kota Bandung, 2012, h.4). Di antara jenis Pajak Daerah salah satunya adalah Pajak Reklame. Reklame itu sendiri berarti ”Benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memuji suatu barang, jasa atau orang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah” (Siahaan, 2005, h. 324).


(26)

17 Dari sudut pandang pemerintah daerah sebagai pengumpul pajak, Pajak reklame adalah satu dari 10 jenis pajak daerah yang ditetapkan yang berfungsi untuk membiayai anggaran pembelanjaan daerah. Berdasarkan data Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda), kontribusi pajak reklame terhadap total penerimaan pajak daerah dalam lima tahun terakhir berkisar 3%-5%. Pada tahun 2008, penerimaan pajak reklame ditarget Rp310 miliar atau 3,6% dari total target penerimaan pajak daerah Rp8,48 triliun. Penerimaan pajak reklame di kuartal I/2008 mencapai Rp64,4 miliar atau 21% dari target (Bisnis Indonesia, 25 April 2008).

II.4 Film Dokumenter

Film dokumenter merupakan film non fiksi yang merekam hal-hal sebenarnya atau kejadian yang pernah terjadi yang peruntukannya sebagai pemberi informasi dan edukasi kepada penonton. Pernyataan tersebut dengan jelas memperlihatkan ruang penciptaan yang luas dan menginterpretasikan kenyataan, sehingga lebih mengarah pada keberagaman film dokumenter yang dianggap sebagai bagian dari dunia fiksi. Intinya, film dokumenter tetap berpijak pada hal-hal yang senyata mungkin. Artinya film dokumenter menceritakan tentang suatu keadaan yang sebenarnya terjadi dari mulai orang, tempat dan semua objek yang dibahas dalam film tersebut. Menutut Nugroho, (2007, h.34) Selain mengandung fakta, film dokumenter juga mengandung subyektivitas si pembuatnya. Artinya, apa yang direkam dalam film memang berdasarkan fakta yang ada, namun dalam penyajianya, kita juga memasukan pemikiran-pemikiran, ide-ide dan sudut pandang idealism kita. Tidak seperti kebanyakan film-film fiksi, dokumenter berurusan dengan fakta-fakta, seperti manusia, tempat dan peristiwa serta tidak dibuat. Para pembuat film dokumenter percaya mereka „menciptakan‟ dunia di dalam filmnya seperti apa adanya.

Di Indonesia stasiun televisi pertama TVRI (Televisi Republik Indonesia) adalah pelopor produksi film dokumenter untuk televisi. Memasuki era televisi swasta tahun 1990, pembuatan film dokumenter tidak lagi dimonopoli TVRI. Semua televisi swasta menayangkan program film dokumenter, baik produksi sendiri


(27)

18 II.4.1 Keunggulan Film Dokumenter

Film dokumenter berurusan dengan fakta-fakta, seperti manusia, tempat dan peristiwa serta tidak dibuat maka diperlukan 5 persyaratan agar sebuah film dapat digolongkan sebagai film dokumenter, yaitu :

1. Film harus menceritakan kisah nyata yang tidak didramatisir.

2. Menghadirkan bukti yang nyata.

3. Tidak merekayasa kebenaran.

4. Objektif.

5. Semaksimal mungkin menunjukkan bukti nyata dalam konteks riilnya.

Dengan adanya 5 persyaratan agar film dapat digolongkan kedalam jenis film dokumenter tersebut dapat pula dijadikan sebagai kelebihan dari film dokumenter. Kelebihan lainnya dapat mengajak penonton kepada pengalaman baru yang dapat membawa penonton terrhadap pesan yang disampaikan. Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun film dokumenter tetap tidak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.

Jika dalam film fiksi para pemerannya berakting menciptakan adegan atau peristiwa senyata mungkin. Maka dokumenter adalah sebalikya, pembuat film merekam adegan nyata dan faktualuntuk kemudian di bentuk menjadi se fiksi mungkin menjadi sebuah cerita yang menarik, perlakuan ini yang disebut “creative treatment. Artinya dalam pembuatan film dokumenter dituntut lebih kreatif dalam melihat sekeliling agar dapat membuat kejadian yang terlihat biasa, tanpa merekayasa menjadi istimewa di mata orang lain. Nugroho (2007, h.36)

II.4.2 Tujuan Pembuatan Film Dokumenter

Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan, dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Film dokumenter dibagi menjadi empat dasar pendekatan. Yaitu pendekatan faktual, intruksional, persuasif, dan propaganda. Maka film


(28)

19 dokumenter selalu berpijak pada realita yang ada, dan memiliki sebuah tujuan yang beragam dari mulai penyebaran informasi, pendidikan, persuasi dan propaganda atau menyebarkan sebuah paham.

II.4.3 Perkembangan Film Dokumenter

Menurut Nugroho (2007, h.33) mulainya hanya ada dua tipe film non fiksi, yaitu film faktual dan film dokumentasi (bukan dokumenter). Film faktual masih dapat kita lihat saat kita menyimak siaran berita di televisi. Sementara film dokumentasi adalah saat dimana kita melihat video rekaman pernkahan atau pun upacara-upaca lainnya.

Film dokunter adalah perkembangan dari konsep film non fiksi tersebut. Dimana dalm dokumenter, selain mangandung fakta, film dokumenter mengandung subyektifitas si pembuatnya. Artinya apa yang direkam benar berdasarkan fakta yang ada, namun dalam penyajiannya, dimasukanlah pemikiran, ide dan sudut pandang pembuatnya.

II.4.4 Film Semi Dokumenter

Jenis film dokumenter ini memiki batasan tidak seharus selalu faktual. Seperti dikutip dari kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengatakan bahwa semi memilik arti lain setengah, sebagian dan mempunyai sbg sifat sesuatu berarti dalam film semi dokumenter proses pengambilan gambar tidak semuanya diambil pada waktu kejadian berlangsung dan terdapat alur cerita yang telah dibuat terlebih dahulu demi tujuan-tujuan estetis, agar gambar dan cerita menjadi lebih menarik.

Walaupun film tersebut setengah dokumenter namun antara kenyataan dan hasil yang tersaji lewat film semi dokumenter tidak jauh berbeda karena dalam film semi dokumenter, realita tetap menjadi pedoman.


(29)

20 II.5 Solusi Pemecahan 5W1H + E

Sebagai pemecahan masalah yang telah di jelaskan pada bab-bab sebelumnya diperlukan kampanye terhadap masyarakat melalui film semi dokumenter yang didalamnya menceritakan fenomena penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah yang sedang terjadi dan dampak terhadap masyarakat itu sendiri. Sehingga dapat membuat masyarakat paham akan masalah penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah. Maka dalam hal ini digunakan metode 5W1H + E sebagai strategi agar informasi yang dikomunikasikan sampai pada penerima pesan dengan efektif, berikut urainya :

WHAT

Memberikan pemahan masalah penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah kepada masyarakat Agar masyarakat menyadari dampak yang akan terjadi apabila penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah ini tidak dikurangi.

WHO

Ditujukan kepada semua kalangan, tetapi lebih diutamakan kepada masyarakat yang berumur lebih dari 15, biro iklan, dan pemasang iklan.

WHY

Agar Masyarakat memahami masalah penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah yang mengganggu ruang publik, sehingga masyarakat lebih peduli untuk menjaga ruang publik.

WHERE

Di Kota kota-kota besar yang perkembangan print digitalnya sudah sangat berkembang, khususnya Kota Bandung.

WHEN

Karena saat ini bertepatan dengan musim kampanye, banyak iklan dan kampanye caleg yang di tebar disembarang tempat.

HOW

Dengan menggunakan film semi dokumenter yang dapat ditonton di televisi

ataupun billboard digital untuk menggajak masyarakat agar paham akan masalah


(30)

21

EFFECT

Menjadikan masyarakat khususnya pemasang iklan sadar akan pentingnya menjaga ruang publik, terutama masalah penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah yang dapat mengurangi keindahan kota juga sewaktu-waktu dapat membahayakan keselamatan dengan lepasnya spanduk yang dipasang di tengah jalan ataupun robohnya papan reklame akibat angin kencang.


(31)

22 BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

III.1 Strategi Perancangan

Berdasarkan permasalahan penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah yang telah berdampak pada keindahan kota dan masyarakat yang tidak terlalu peduli pada keindahan kota itu sendiri. Maka pemilihan target

audience dari media informasi ini dipandang dari segi demografis, psikografis, dan geografisnya adalah sebagai berikut:

- Demografis

Dilihat dari segi demografis, sasaran dari perancangan film semi dokumenter kampanye menjaga ruang publik dari penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah adalah :

- Umur : 15 - 35 tahun

- Jenis kelamin : Laki-laki dan Perempuan

- Kelas sosial : Semua kalangan

- Status : Semua status

- Agama : Semua agama

Alasan memilih target audience usia 15 - 35 tahun karena inilah umur produktif dan dari mulai usia 15 seseorang dinyatakan sudah dewasa, sehingga orang dewasa dapat lebih berani menertibkan sampah-sampah yang dihasilkan oleh

pemasang iklan yang menempatkan iklannya ditempat yang bukan

peruntukannya.

- Geografis

Untuk segi geografis target audience yang dipilih adalah wilayah kota Bandung. Dikarenakan perkembangan print digital di Kota Bandung sangatlah besar, hampir terdapat dimana-mana perusahaan print digital untuk mendukung promosinya sebuah prodak maupun lembaga. Hasil dari promosi menggunakan media cetak yang disebar disembarang tempat itulah yang menjadi penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah.


(32)

23 - Psikografis

Masyarakat kota besar terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga hal-hal kecil terkadang tidak diperhatikan.

III.1.1 Pendekatan Komunikasi

Perlu adanya pendekatan komunikasi yang digunakan dalam strategi perancangan media informasi untuk mengkampanyekan menjaga ruang publik dari penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah ini terhadap target audience agar pesan yang disampaikan efektif dan tepat sasaran sehingga masyarakat tergugah untuk sadar menjaga ruang publik dari penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah.

III.1.1.1 Tujuan Komunikasi

Menyadarkan masyarat kerhadap masalah penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah sehingga masyarakat peduli terhadap lingkungannya. Sehingga para pemasang ingkan tidak lagi dengan sembarang.

III.1.1.2 Pendekatan Komunikasi Visual

Untuk merancang sebuah media informasi dibutuhkan pendekatan visual, yang akan digambarkan dengan fenomena yang sedang terjadi. Baik dari segi salah penempatan maupun kurangnya kepedulian masyarakat terhadap penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah dan melihatkan dampak-dampak yang ditimbulkan.

III.1.1.3 Pendekatan Komunikasi Verbal

Pendekatan komunikasi ini menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar yang biasa di ucapkan sehari-hari dan tidak terlalu formal agar tidak asing. Untuk menjelaskan masalah penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah dan dampaknya pun tidak dengan kata yang


(33)

menakut-24

nakuti. Sehingga audience dapat dengan mudah mengerti pesan yang di

sampaikan dan isi pesan tersampaikan dengan baik sehingga dapat membuat masyarakat lebih peduli lagi terhadap lingkungannya.

III.1.1.4 Keyword

Keyword atau kata kunci yang dipakai adalah polusi, sampah, visual dan ruang publik.

III.1.2 Strategi Kreatif

Melakukan ajakan masyarakat dengan film semi dokumenter yang ditayangkan di televisi, internet dan billboard digital. Dengan cerita yang bersifat ajakan untuk menyadarkan masyarakat tanpa paksaan dan hal-hal yang terlalu tegas. Dengan

diadakannya acara membersihkan kota pada hari miggu di tempat-tempat car free

day yang secara langsung dipimpin oleh pemerintah kota, yang sebelumnya masyarakat diajak untuk menonton film semi dokumenter ini sehingga setelah masyarakat menonton film lanjut dengan aksi membersihkan dan menertibkan iklan cetak yang berada di bukan pada tempatnya. Dalam penggarapan filmnya menggunakan teknik pengambilan gambar yang berbeda-beda dengan menayangkan fenomena penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah yang sedang terjadi.

III.1.3 Strategi Media

Sebagai media untuk menyampaikan informsi masalah dan dampak dari penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah maka digunakan beberapa media, yaitu:

- Media utama

Media utama yang dipakai untuk mengkampanyekan menjaga ruang publik dari

menggunakan film semi dokumenter yang menceritakan fenomena-fenomena yang sedang terjadi, dampak dari polus visual itu pun di ceritakan hingga solusi yang harus dilakukan oleh masyarat dan pemerintah kota sebagai pengawas dari


(34)

25 pihak yang tidak bertanggung jawab. Ditujukannya media utama dengan film semi dokumenter agar penonton dapat benar-benar memahami masalah yang sedang terjadi.

- Media pendukung

Ada beberapa media pendukung yang akan dipilih untuk menunjang media utama adalah sebagai berikut :

- Billboard

Menggunakan billboard sebagai media untuk memberikan gambaran terhadap masyarakat. Media ini memanfaatkan billboard-bilboard yang sedang tidak diisi oleh iklan komersial, sehingga pada saat tidak diisi gambar sebuah produk tidak akan terlihat kumuh.

- Brosur

Digunakannya brosur sebagai media pendukung adalah untuk memberikan pemahaman dan ajakan secara langsung kepada masyarakat.

- T-Shirt

Untuk dibagikan kepada masyarakat pada acara penayangan perdana.

- Totebag

Untuk dibagikan kepada masyarakat pada acara pencabutan poster sebagai tempat menyimpan hasil mencabut poster.

- Media sosial twitter

Jaman sekarang sosial media sudah melekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat perkotaan. salahsatunya twitter. sebagai media promosi dan memberikan informasi.

- Diunggah ke internet melalu situs www.youtube.com

Diunggah ke youtube agar semua orang yang suka berselancar di internet dapat melihat film dokumenter tersebut.


(35)

26 III.1.4 Strategi Distribusi

Ketika sedang ramai diadakannya pemilu, maka dibutuhkannya pengetahuan masyarakat khususnya pemasang iklan di luar ruang terhadap permasalahan penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah, maka film semi dokumenternya akan di tayangkan di televisi, internet, dan billboard digital. Adanya strategi dalam penyampaian pesannya agar dapat efektif dan mengajak masyarakat dalam aksi nyata dengan jadwal pembagian brosur pada hari-hari kerja dimana orang beraktifitas memenuhi jalan raya, yang brosurnya dibagikan kepada pejalan kaki, angkutan umum juga kendaraan pribadi. Sehingga pada hari acara membersihkan ruang publik yang dilaksanakan di car free day dapat bayak masyarakat yang berpartisipasi.

III.2.1 Format Film

Format film yang akan digunakan adalah format video digital dengan resolusi

high difinition video yaitu DV PAL 720x576 pixel dengan frame rate 25 fps. Menggunakan format widescreen 16:9 dan Audio rate 48000 samples/second. Dengan durasi sekitar 3-5 menit. Dengan melihat referensi-referensi film dokumenter maka akan disisipkannya timelapse suasana sudut kota.

III.2.2 Tata Letak (layout)

Tata letak dalam film semi dokumenter ini sangat beragam. Dengan subjek gambar ditengah dan tidak harus selalu di tengah (Rule of third). Pengambilan gambar dari sudut sejajar dengan mata objek dengan cara Full Shoot atau pengambilan gambar penuh yang fungsinya memperlihatkan objek beserta lingkungannya. Ditujukan agar penontonnya mengetahui latar dari film semi dokumenter ini.

Sedangkan untuk layout cover dari label DVD film dokumenter ini adalah seperti dibawah ini:


(36)

27 Gambar III.1 Format Desain Sampul DVD

Sumber: pribadi

III.2.3 Tipografi

Tipografi yang digunakan dalam film pendek ini adalah huruf-huruf sans serif karena dengan jenis huruf ini terlihat lebih modern yang berkesan tegas agar pesan tegas yang disampaikan melekat dan dapat terbaca dengan jelas. Makan di pilihna font bebas neu untuk headline dalam perancngan ini. Dan untuk body text

dipakai font corbel yang lebih santai untuk dibaca.

Corbel

abcdefghijklmnopqrstuvwxyz ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ


(37)

28 III.2.4 Warna

Warna yang dipakai dominan hitam bersifat tegas dan putih yang memiliki arti bersih. Dengan warna yang kontras dapat dengan mudah terlihat perbedaaannya.

Gambar III.2 Warna-warna

Sumber: pribadi

III.2.5 Musik

Untuk musik dalam film semi dokumenter ini akan dimasukan lagu lagu yang terdengar panik dan satunya lagi terdengar senang. Untuk lagu pembuka menggunakan lagunya Keane yang berjudul wallnut tree.

III.2.6 Ide Cerita

Film semi dokumenter yang menceritakan tentang fenomena penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah yang sedang terjadi. Melihatkan masalah-masalah penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah seperti poster di sembarang tempat, baligho dan billboard yang tidak layak sebagai pengingat masyarakat terhadap masalah penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah dan mengajak masyarakat untuk menjaga ruang publik, menjadikannya asri dan nyaman untuk ditempati.

III.2.7 Film Statement

Permasalah penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah semakin banyak berada hampir disetiap sisi kota, mengapa masyarakat tidak begitu peduli terhadap permasalahan ini? Dengan film yang melihatkan macam-macam polusi ini dengan perbandingan daerah yang terdapat penempatan media


(38)

29 luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah dan yang terlihat asri diharapkan menjadi penggugah rasa kepudilan terhadap kebersihan ruang publik.

III.2.8 Storyline

00.00 – 00.03 : Logo Kota Bandung ( Edit fade in dan fade out) 00.03 – 00.05 : logo pemerintah kota bandung

( Edit fade in dan fade out)

00.05 – 00.09 : Film semi dokumenter karya Aulia Agung Ramadhan ( Edit irish, slide)

00.09 – 00.20 : Intro (timelapse kota yang melihatkan penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah dan judul

film)

(Blur)

00.21 – 00.45 : Melihatkan suasana jalan yang di penuhi baliho (pengambilan gambar angle normal, kamera paning)

Narasi: “Produk visual bukan hanya semakin besar, namun juga semakin

banyak. Di kota Bandung sendiri rasanya tidak diberikan ruang untuk mengistirahatkan mata. Penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah di jalan raya tidak memberikan ruang bagi pengguna jalan untuk memaknai suatu karya visual karena setelah menatap satu produk visual. Akhirnya, pengalaman visual di jalan raya tidak memberikan makna apa-apa, selain menghasilkan kritik bagi keberadaannya”

00.45 – 00.55 : Melihatkan suasana jalan yang di penuhi papan reklame atau

billboard

(Pengambilan gambar angle normal, kamera rule of third)

Narasi: “Melihat hal-hal maupun benda-benda yang tidak enak dipandang yang berada diwilayah sekitar sangatlah banyak. Pencemaran visual


(39)

30 merujuk kepada elemen yang memberikan pandangan yang tidak menarik”

00.55 – 01.10 : Poster-poster yang ditempel di tembok, tiang listrik (Pengambilan gambar anglemedium, kamera paning)

Narasi: “Elemen ini yang terdapat disekitar kita, contohnya termasuk papan iklan yang yang ditempel disembarang tempat, poster-poster

ditembok kota, tanda rambu jalan, kabel telepon maupun kabel listrik yang terlihat kusut.”

01.10 – 01.20 : Menampilkan papan reklame yang tidak layak dan tidak terurus (Pengambilan gambar low angle dan close up, kamera zooming)

Narasi: “Belum lagi kadang justru mengancam keamanan. Karena

pemasangannya melintang memenuhi badan jalan”

01.20 - 01.35 : Melihatkan kendaraan di lampu stop-an yang disekitarnya ada baligho

(Pengambilan gambar angle normal, kamera pindah fokus)

Narasi: “Ini bisa menyulitkan pengguna kendaraan yang melintasi jalanan yang penuh dengan spanduk serta umbul-umbul sponsor. Selain tidak enak dipandang”

01.35 – 01.45 : Taggapan masyarakat “apakah masalah penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah mengganggu

terhadap mereka?”

(pengambilan gambar medium shoot)

01.45 – 02.00 : taggapan masyarakat “seharusnya di gimanakan?”

(pengambilan gambar medium shoot)

02.00 – 02.15 : melihatkan fenomena penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah

(pengambilan gambar anglenormal, kamera paning, tilt dan

zooming)

Narasi: “Inilah masalah yang sampai saat ini belum bisa diatasi, hal-hal yang dianggap sepele oleh ketidakpahaman pemasang iklan yang


(40)

31 menempatkan iklannya di sembarang tempat. faktanya ada ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah kota itu sendiri.”

02.15 – 03.00 : regulasi pemerintah (mengenai ketetapan/aturan daerah terhadap pelanggaran.penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah)

(pengambilan gambar medium shoot, edit di tambah gambar fenomena)

Pertanyaan: - tanggapan mengenai poster, baliho dan reklame di pinggir-pingir jalan?

- adakah perda yang membahas penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah?

- maka siapa yang salah da apa yang harus di lakukan agar masalah ini berkurang?

03.00 – 03.20 : melihatkan sudut kota yang asri enak dipandang tanpa adanya kehadiran polusi.visual

(pengambilan gambar angle medium, kamera paning)

Narasi: “Maka Penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi

peraturan daerah ini memerlukan pengawasan oleh semua pihak agar tidak membuat jelek nilai estetika kawasan Kota Bandung dan memberikan pandangan negatif kepada orang-orang yang berkunjung ke Kota Bandung juga terhadap masyarakat itu sendiri. Sehingga ruang publik di kota bandung terlihat asri dan dapat menyegarkan mata. Yang dimana menjadikan mayrakat kota bandung peduli terhadap kebersihan lingkungan dan lebih kreatif.” 03.20 – 03.35 : Timelapse gedung sate (ending) dengan tulisan yang bersifat

persuasif ”JIKA TIDAK.DIMULAI DARI KITA SIAPA LAGI?” (blur)

03.35 – 03.45 : credit


(41)

32 BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA IV.1 Media Utama

Media utama yang dipakai untuk mengkampanyekan menjaga ruang publik dari penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah

menggunakan film semi dokumenter. Disesuaikan dengan target audience untuk

memberikan informasi dan mengajak masyarakat secara langsung untuk menjaga ruang publik dari penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah. Film semi dokumenter yang menceritakan fenomena-fenomena yang sedang terjadi. Ditujukannya media utama dengan film semi dokumenter agar penonton dapat benar-benar memahami masalah yang sedang terjadi.

IV.1.1 Film Semi Dokumenter

Format film semi dokumenter menggunakan format video digital dengan resolusi

high difinition video yaitu DV PAL 720x576 pixel dengan frame rate 25 fps. Menggunakan format widescreen 16:9 dan Audio rate 48000 samples/second. Dengan durasi sekitar 3-5 menit. Dengan melihat referensi-referensi film dokumenter maka akan disisipkannya timelapse suasana sudut kota.

IV.1.2 Teknis Produksi Media

Dalam pembuatan Film semi Dokumenter ini perancang menggunakan kamera DSLR D500 dengan lensa EF 18-55 mm. Untuk gaya pengambilan gambar dibantu oleh tripod untuk mengurangi gerakan atau shake. Tripod juga berguna sebagai tumpuan saat melakukan paning.

Hal yang Pertama dilakukan sebelum pengambilan video adalah membuat story line dan story board. Jadwal pengambilan video dan lokasi pengambilan video. Disusun agar mempermudah dan efisiensi waktu. Pada pembuatan story board


(42)

33 Gambar IV.1 storyboard

Sumber: pribadi

Setelah storyboard tersusun dingan benar, lanjut pada pengambilan video sesuai jadwal yang ditentukan. Dan semua bahan untuk setiap scenenya telah terkumpul maka pindahkan data pada MMC kamera ke hardisk dan mengganti nama file

sesuai scene agar mempermudah saat editing lanjut kepada proses editing menggunakan piranti lunak pengolah video.


(43)

34 Pertama yang dilakuakan saat tampilan pertama piranti lunak buat project baru lalu untuk setingan yang dipakai adalah format video digital dengan resolusi high difinition video yaitu DV PAL 720x576 pixel dengan frame rate 25 fps. Menggunakan format widescreen 16:9 dan Audio rate 48000 samples/second.

Gambar IV.2 Pilihan pada New Squence

Sumber: pribadi

Setelah masuk pada tampilan project import atau masukan semua file video yang telah berada di hardisk. Buat track lebih dari 5 agar memudahkan dalam menyusun file-file

dalam workspace. Lalu menyusun sesuai scene sampai selesai jalan cerita. Setelah semua tersusun baru mulailah memotong bagian yang tidak diperlukan dengan Razor Tool (c) sehingga perpindahan dari video satu ke yang lainnya tidak kaku.

Pada awal-awal bagian video atur opacity ataukejelasan gambar pada effect control untuk memberikan kesan tampilan gambar muncul dan menghilang. Untuk bagian bagian yang


(44)

35

memerlukan efek warna di berikan video effect. Untuk memperhalus perpindahan video berikan video transtition.

Speed Duration digunakan untuk mempercepat dan melambatkan bagian video agar

komposisi waktu videonya menjadi sesuai dengan storyboard. Setelah video tersusun rapi maka hal yang dilakukan adalah merendernya. Ini dilakuakan agar saat melakukan editing tidak berat.

Gambar IV.3 Tampilan project

Sumber: pribadi

Setelah rendering 100% atau selesai piranti lunak pembuat video memutar video dari pertama, ketika sudah dirasa pas tahapan berikutnya mengatur suara dengan mengecilkan ataupun membuang suara yang tidak perlu. Menghapus audionya saja dengan menekan Alt pada bar audio dan menekan Del (Delete). Setelah itu import musik dimasukan ke

project dan diatur tinggi rendahnya volume, untuk audio transtition agar tidak terdengar

berhenti mendadak.

Ketika komposisi film semi dokumenter ini sudah tersusun rapi hal yang dilakukan adalah menambahkan teks untuk judul pada saat opening dan pesan yang bertujuan untuk mengajak masyarakat menjaga ruang publik dari penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah. Dengan menggunakan title lalu default still. Dipilihlah jenis

font, letak text, warnanya dan kerning agar mudah di baca. Seperti ini lah tampilan Title default still.


(45)

36 Gambar IV.4 Tampilan Title

Sumber: pribadi

Setelah editing selesai video di eksport menjadi media dengan output berupa file

video bertipe .Avi dengan menggunakan maximum render quality agar kualitas yang dihasilkan baik. Inilah tampilan video ketika telah dieksport dengan format avi dan dibuka dengan software Media Player Clasic.

Gambar IV.5 Tampilan Video di MPC


(46)

37 IV.1.3 Kemasan CD

Kemasan CD mennggunakan gambar digital imaging dari foto yang sama seperti

video. Dengan ukuran 26,5cm x 18,3 cm dan rangka tengah 1cm teknik print A3+

dikertas Artpapper 150 gram.

Gambar IV.6 Kemasan CD

Sumber: pribadi

IV.2 Media Pendukung IV.2.1 Brosur

Brosur yang digunakan untuk mengajak secar langsung kepada masyarakat dan brosur ini nantinya dapat ditukarkan dengan t-shirt, sehingga brosur ini hampir tidak mungkin ajan menjadi sampah melainkan kembali pada pelaksana kampanye. Ukuran dari brosur ini adalah 15 cm x 10 cm dua muka dengan bahan

artpapper 160 gram di laminasi glossy depan belakang. Dipilihnya ukuran 15 cm x 10 cm karena dalam 1x ukuran print A3+ brosur ini bisa menjadi 4 lembar. Inilah contoh dari brosur tersebut.


(47)

38 Gambar IV.7 Brosur

Sumber: pribadi

IV.2.2 T-Shirt

T-shirt dengan bahan combad 30s berwarna putih ukuran allsize (ML) sehingga

dalam produksinya 1 ukuran. Gambar yang di sablon dengan cara DTG (direct to

garmen) yang waktu produksinya cepat dan mudah. Dengan area sablon depan

22cm x 19 cm full warna dan belakang 26cm x 7cm warna hitam.

Gambar IV.8 T-Shirt dengan sablon DTG


(48)

39 IV.2.3 Totebag

Sebagai kantong atau tas yang dapat untuk menyimpan barang. Dengan bahan kanvas sintesis yang untuk sablonnya menggunakan cat GL dengan ukuran sablon 26 cm x 7 cm. Contoh dari totebag adalah seperti ini.

Gambar IV.9 Totebag dengan sablon GL Sumber: pribadi

IV.2.4 Billboard

Menggunakan billboard sebagai media untuk memberikan gambaran terhadap masyarakat. Media ini memanfaatkan billboard-bilboard yang sedang tidak diisi oleh iklan komersial, sehingga pada saat tidak diisi gambar sebuah produk tidak akan terlihat kumuh. Dengan bahan flexy glossy dengan ukuran 8m x 16m.


(49)

40 Gambar IV.10 Billboard bahan flexy glossy


(1)

35 memerlukan efek warna di berikan video effect. Untuk memperhalus perpindahan video berikan video transtition.

Speed Duration digunakan untuk mempercepat dan melambatkan bagian video agar komposisi waktu videonya menjadi sesuai dengan storyboard. Setelah video tersusun rapi maka hal yang dilakukan adalah merendernya. Ini dilakuakan agar saat melakukan editing tidak berat.

Gambar IV.3 Tampilan project Sumber: pribadi

Setelah rendering 100% atau selesai piranti lunak pembuat video memutar video dari pertama, ketika sudah dirasa pas tahapan berikutnya mengatur suara dengan mengecilkan ataupun membuang suara yang tidak perlu. Menghapus audionya saja dengan menekan Alt pada bar audio dan menekan Del (Delete). Setelah itu import musik dimasukan ke project dan diatur tinggi rendahnya volume, untuk audio transtition agar tidak terdengar berhenti mendadak.

Ketika komposisi film semi dokumenter ini sudah tersusun rapi hal yang dilakukan adalah menambahkan teks untuk judul pada saat opening dan pesan yang bertujuan untuk mengajak masyarakat menjaga ruang publik dari penempatan media luar ruang yang tidak memenuhi peraturan daerah. Dengan menggunakan title lalu default still. Dipilihlah jenis font, letak text, warnanya dan kerning agar mudah di baca. Seperti ini lah tampilan Title default still.


(2)

36 Gambar IV.4 Tampilan Title

Sumber: pribadi

Setelah editing selesai video di eksport menjadi media dengan output berupa file video bertipe .Avi dengan menggunakan maximum render quality agar kualitas yang dihasilkan baik. Inilah tampilan video ketika telah dieksport dengan format avi dan dibuka dengan software Media Player Clasic.

Gambar IV.5 Tampilan Video di MPC Sumber: pribadi


(3)

37 IV.1.3 Kemasan CD

Kemasan CD mennggunakan gambar digital imaging dari foto yang sama seperti video. Dengan ukuran 26,5cm x 18,3 cm dan rangka tengah 1cm teknik print A3+ dikertas Artpapper 150 gram.

Gambar IV.6 Kemasan CD Sumber: pribadi

IV.2 Media Pendukung IV.2.1 Brosur

Brosur yang digunakan untuk mengajak secar langsung kepada masyarakat dan brosur ini nantinya dapat ditukarkan dengan t-shirt, sehingga brosur ini hampir tidak mungkin ajan menjadi sampah melainkan kembali pada pelaksana kampanye. Ukuran dari brosur ini adalah 15 cm x 10 cm dua muka dengan bahan artpapper 160 gram di laminasi glossy depan belakang. Dipilihnya ukuran 15 cm x 10 cm karena dalam 1x ukuran print A3+ brosur ini bisa menjadi 4 lembar. Inilah contoh dari brosur tersebut.


(4)

38 Gambar IV.7 Brosur

Sumber: pribadi

IV.2.2 T-Shirt

T-shirt dengan bahan combad 30s berwarna putih ukuran allsize (ML) sehingga dalam produksinya 1 ukuran. Gambar yang di sablon dengan cara DTG (direct to garmen) yang waktu produksinya cepat dan mudah. Dengan area sablon depan 22cm x 19 cm full warna dan belakang 26cm x 7cm warna hitam.

Gambar IV.8 T-Shirt dengan sablon DTG Sumber: pribadi


(5)

39 IV.2.3 Totebag

Sebagai kantong atau tas yang dapat untuk menyimpan barang. Dengan bahan kanvas sintesis yang untuk sablonnya menggunakan cat GL dengan ukuran sablon 26 cm x 7 cm. Contoh dari totebag adalah seperti ini.

Gambar IV.9 Totebag dengan sablon GL Sumber: pribadi

IV.2.4 Billboard

Menggunakan billboard sebagai media untuk memberikan gambaran terhadap masyarakat. Media ini memanfaatkan billboard-bilboard yang sedang tidak diisi oleh iklan komersial, sehingga pada saat tidak diisi gambar sebuah produk tidak akan terlihat kumuh. Dengan bahan flexy glossy dengan ukuran 8m x 16m.


(6)

40 Gambar IV.10 Billboard bahan flexy glossy