BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan
kebaangsaan yang berkembang saat ini, diantaranya disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila, minimnya kebijakan terpadu dalam mewujudkan
nilai-nilai Pancasila, bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, ancaman
disintegrasi bangsa, dan melemahnya kemandirian bangsa. Untuk itu diperlukan pembangunan karakterwarga negara, agar negara Indonesia menjadi tangguh.
Karakter merupakan ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu
tersebut, dan merupakan mesin yang mendorong bagaimana seseorang individu bertindak, bersikap, dan merespon sesuatu. Ciri ini pula yang diingat oleh orang
lain tentang orang tersebut, sekaligus menentukan suka atau tidak sukanya mereka terhadap individu tersebut. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan
berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik
adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawab- kan setiap akibat dari keputusannya Samani dan Haryanto, 2011:41.
1
Karakter merupakan suatu hal yang penting, karena karakter berkaitan erat dengan kehidupan seseorang dalam bermasyarakat. Karakter yang diterapkan
dalam kehidupan masyarakat pada umumnya tidak pernah lepas dari proses pembelajaran dan proses pembentukan diri manusia itu sendiri. Individu yang
berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter yang
dikembangkan oleh pemerintah meliputi karakter religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab
Syafri, 2012:xi-xiii. Dari sekian banyak karakter yang ada pada setiap orang salah satu karakter yang harus dimiliki oleh individu warga negara adalah karakter
jujur. Karakter jujur atau kejujuran merupakan kesesuaian antara ucapan dengan
kenyataan atau antara keadaan yang terlihat dengan keadaan yang tersembunyi. Jika seseorang mengucapkan perkataan sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya
dan dibuktikan dengan perbuatannya, maka orang tersebut dikatakan memiliki karakter jujur. Orang yang bersikap sesuai dengan keyakinan yang terdapat dalam
hatinya juga disebut orang jujur. Inilah pengertian karakter jujur secara umum. Kejujuran membuat integritas dalam hidup, karena apa yang ada di dalam dan di
luar diri adalah cermin jiwa. Jujur berarti lurus hati, tidak berbohong misalnya dalam perkataan berkata apa adanya, tidak curang dalam permainan atau ujian,
dan senantiasa mengikuti peraturan yang berlaku Elfindri, 2012:96. Jujur juga
dapat diartikan sebagai sebuah nilai merupakan keputusan seseorang untuk mengungkapkan dalam bentuk perasaan, kata-kata danatau perbuatan bahwa
realitas yang ada tidak dimanipulasi dengan cara berbohong atau menipu orang lain untuk keuntungan dirinya Kesuma dkk, 2011:16-17.
Karakter jujur harus dimiliki oleh semua masyarakat, baik masyarakat dari golongan orang kaya, berkecukupan, dan miskin hendaknya selalu berperilaku
jujur. Kejujuran akan memberikan ketenangan di dalam hati dan pikiran dan sebaliknya ketidakjujuran akan menimbulkan tekanan di dalam hati, biasanya
suatu ketidakjujuran akan diikuti oleh ketidakjujuran lainnya. Karakter jujur pada masyarakat bukan hanya dalam perkataan semata, melainkan dalam perilaku dan
tindakan. Salah satu bentuk karakter kejujuran pada masyarakat yaitu tidak berbohong, tidak curang, mengungkapkan apa adanya, tidak memanipulasi
keadaan dan sebagainya. Namun yang ada cukup sulit menemukan orang jujur sekaran ini. Beban kehidupan mendorong orang untuk memilih dusta daripada
jujur. Dengan berdusta bisa mempermudah jalan untuk mendapatkan berbagai keinginan dan tujuan. Sebaliknya, orang menganggap kejujuran sebagai kerugian
yang sering berujung pada kegagalan. Seperti dilansir Sidonews.com, praktik perjokian mewarnai tes penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil CPNS di
lingkup Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenkum HAM. Sebanyak enam orang yang diduga sebagai joki dalam ujian penerimaan CPNS
Kementerikum dan HAM di Provinsi Sulawesi Selatan pelakunya berhasil diamankan oleh aparat kepolisian. Polrestabes Makassar akhirnya menetapkan
keenam joki tersebut sebagai tersangka. Keenam orang tersangka tersebut adalah
Zulkaidah Nur Ahzan, Amri Usman, Muhi, Andi Rahma Marsuki, Anugerah, dan
Rifka Awalya. Para joki tersebut mengaku terpaksa menjadi joki setelah diiming-
imingi mendapatkan Rp20.000.000,00 hingga Rp40.000.000,00 jika peserta CPNS yang digantikannya dinyatakan lulus. Kasus tersebut tentu menjadi bukti
bahwa masih banyak orang yang tidak jujur. Fenomena yang terjadi terkait
masalah ketidakkejujuran tentu menimbulkan kesengjangan antara apa yang seharusnya dengan realita yang ada. Adanya kesenjangan antara apa yang
seharusnya dengan apa terjadi terkait masalah kejujuran pada masyarakat umum sangat menarik untuk diteliti, khususnya kejujuran pada masyarakat penerima
bantuan langsung tunai. Kejujuran pada masyarakat penerima bantuan langsung tunai merupakan hal
yang penting. Idealnya orang yang menerima bantuan langsung sementara masyarakat adalah orang benar-benar dikategorikan miskin dan harus memenuhi
sembilan dari 14 kriteria yang telah ditentukan oleh pemerintah. Adapun 14 kriteria yang harus dimiliki untuk dapat memperoleh bantuan langsung sementara
masyarakat yaitu: 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter persegi untuk masing-masing anggota keluarga, 2. Jenis lantai bangunan tempat
tinggal terbuat dari tanah, bambu, kayu berkualitas rendah, 3. Jenis dinding bangunan tempat tinggal terbuat dari bambu, rumbia, kayu berkualitas rendah, 4.
Fasilitas jamban tidak ada, atau ada tetapi dimiliki secara bersama-sama dengan keluarga lain, 5. Sumber air untuk minummemasak berasal dari sumurmata air
tak terlindung, air sungai, danau, atau air hujan, 6. Sumber penerangan di rumah bukan listrik, 7. Bahan bakar yang digunakan memasak berasal dari kayu bakar,
arang, atau minyak tanah, 8. Dalam seminggu tidak pernah mengonsumsi daging, susu, atau hanya sekali dalam seminggu, 9. Dalam setahun paling tidak hanya
mampu membeli pakaian baru satu stel, 10. Makan dalam sehari hanya satu kali atau dua kali, 11. Tidak mampu membayar anggota keluarga berobat ke
puskesmas atau poliklinik, 12. Pekerjaan utama kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan setengah hektare, buruh tani, kuli bangunan, tukang batu,
tukang becak, pemulung, atau pekerja informal lainnya dengan pendapatan maksimal Rp600.000,00 setiap bulan, 13. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
kepala rumah tangga bersangkutan tidak lebih dari SD, 14. Tidak memiliki harta dengan nilai Rp500.000,00 seperti misalnya tabungan, perhiasan emas, TV
berwarna, ternak, sepeda motor kredit atau nonkredit, kapal motor, tanah, atau barang modal lainnya Widodo, 2010.
Kriteria di atas seharusnya dipenuhi oleh seseorang untuk menerima bantuan langsung. Namun realitanya ada indikasi penerima bantuan langsung
yang tidak memenuhi kriteria tersebut, atau ketika mereka mengajukan persyaratan untuk mendapatkan bantuan berlaku tidak jujur. Tidak sedikit para
penerima bantuan langsung tunai yang dikategorikan berkecukupan, tetapi mendapat bantuan tersebut. Seperti dilansir Sidonews, bantuan langsung
sementara masyarakat BLSM di kabupaten Jombang, Jawa Timur belum tepat sasaran karena warga yang berkecukupan justru mendapat BLSM, sebaliknya
masyarakat miskin tidak mendapatkan kompensasi tersebut. Pada saat pembagian BLSM tampak sejumlah warga mengenakan perhiasan lengkap seperti kalung,
dan gelang emas. Bahkan tak sedikit diantaranya yang datang dengan
mengendarai sepeda motor. Kenyataan tersebut jelas menggambarkan adanya ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi. Penerima
bantuan langsung semestinya berkarakter jujur mengenai dirinya, sehingga mereka yang berkecukupan seharusnya tidak mendapatkan bantuan tersebut.
Kesenjangan mengenai apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi terkait kejujuran pada masyarakat penerima bantuan langsung sementara masyarakat
menarik untuk diteliti karena relevan dengan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PPKn. Mata pelajaran PPKn merupakan mata pelajaran
yang membina perkembangan moral anak didik sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, agar dapat mencapai perkembangan secara optimal dan dapat
mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari Daryono dkk. 2011:1. PPKn merupakan wadah dalam membentuk karakter bangsa termasuk karakter
kejujuran. Selain itu penelitian mengenai karakter kejujuran juga terkait dengan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PPKn Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta UMS. Relevansi tersebut dapat dilihat dari visi, misi, maupun tujuannya. Visi
Program Studi PPKn FKIP UMS di yaitu menjadi pusat pengembangan pendidikan dan pembelajaran bidang PPKn dan serta Ketatanegaraan untuk
membentuk bangsa yang berkarakter kuat dan memiliki kesadaran berkonstitusi menuju masyarakat madani Buku Panduan FKIP, 2013:138. Visi tersebut
selanjutnya dirumuskan dalam misi PPKn FKIP UMS sebagai berikut: 1.
Menyelenggarakan pendidikan guru bidang studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan serta Ketatanegaraan.
2. Memajukan ilmu pengetahuan teknologi dan seni serta meningkatkan
sumber daya manusia yang berkarakter kuat sehingga mampu
memecahkan permasalahan bangsa dan memberikan pelayanan pendidikan menuju masyarakat madani.
3. Menyelenggarakan pendidikan dan pembinaan generasi muda melalui
program Pendidikan Kepramukaan Buku Panduan FKIP, 2013:138. Sedangkan tujuan dari PPKn FKIP UMS yaitu:
1. Menghasilkan guru bidang studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan serta Ketatanegaraan yang profesional, mampu mengembangkan pembelajaran inovatif dan melaksanakan Penelitian
Tindakan Kelas.
2. Menghasilkan guru yang mampu menguasai ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni untuk mendukung profesionalisme guru. 3.
Menghasilkan guru berkarakter kuat dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita nasional.
4. Menghasilkan guru yang memiliki kemampuan dalam membina generasi
muda melalui Pendidikan Kepramukaan Buku Panduan FKIP, 2013:138.
Pada dasarnya PPKn bertujuan untuk membentuk moral bangsa sehingga memiliki karakter yang kuat. Kedudukan peneliti adalah sebagai mahasiswa PPKn
FKIP UMS sehingga peneliti memiliki kewajiban berpartisipasi untuk membentuk karakter bangsa yang kuat sebagaimana tertuang pada visi, misi, dan tujuan
program studi PPKn FKIP UMS tersebut. Fokus penelitian ini adalah mengenai karakter khususnya karakter jujur kejujuran, sehingga relevan dengan kedudukan
peneliti sebagai mahasiswa program studi PPKn FKIP UMS. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merasa terdorong untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Implementasi Karakter Kejujuran Studi Kasus pada Penerima Bantuan Langsung Sementara Masyarakat di Desa Kwasen
Kecamatan Kesesi Kabupaten Pekalongan”.
B. Perumusan Masalah