Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produksi Tiga Sayuran Indigenous

i

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PRODUKSI TIGA
SAYURAN INDIGENOUS

FAIQOTUL HIMMA
A24060230

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PRODUKSI TIGA
SAYURAN INDIGENOUS
Influence of Plant Spacing on Yield of Three Indigenous Vegetables
Faiqotul Himma1, Bambang S. Purwoko2
1

Student of Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agricultur IPB (A24060230)
2

Lector of Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agricultur, IPB

Abstract

The purpose this research was to determine the effect of plant spacing
(population) on growth and yield of some indigenous vegetables (kemangi,
kenikir, and katuk). The research was conducted at Cikabayan experiment garden
in Darmaga, Bogor from April until November 2010. The experiment design was
a Randomized Complete Design Group one factor with four treatments plant
spacing of population [P1] 25 cm × 13:33 cm (population 300 000 plants/ha),
[P2] 25 cm × 16 cm (population 250 000 plants/ha), [P3] 25 cm × 20 cm
(population 200 000 plants/ha), and [P4] 25 cm × 26.67 cm (population 150 000
plants/ha), with three replications. Observations included plant height, number of
leaves, number of branches, weight yields/plant and weight yield/plot. The result
of the experiment showed that plant spacing of kemangi did not influence
vegetative growth, weight yields/plant and weight yield/plot. Plant spacing of
kenikir influenced number of leaves, number of branches, weigth yields/plant and
proned influence weight yield/plot on plan spacing 25 cm × 13:33 cm (population
300 000 plants/ha). Plant spacing of katuk did not influence vegetative growth,
weight yields/plant and weight yield/plot.


Keywords: vegetables, indigenous vegetables, population, plant spacing.

ii

RINGKASAN

FAIQOTUL HIMMA. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produksi Tiga
Sayuran Indigenous. Dibimbing oleh BAMBANG S. PURWOKO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengaturan jarak
tanam (populasi) terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa sayuran indigenous
(kemangi, kenikir, dan katuk). Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai
November 2010 di kebun percobaan Cikabayan, Darmaga Bogor. Penelitian
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor dengan empat
perlakuan jarak tanam dan tiga ulangan yaitu: [P1] 25 cm × 13.33 cm (populasi
300 000 tanaman/ha), [P2] 25 cm × 16 cm (populasi 250 000 tanaman/ha), [P3]
25 cm × 20 cm (populasi 200 000 tanaman/ha), [P4] 25 cm × 26.67 cm (populasi
150 000 tanaman/ha). Peubah yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun,
jumlah cabang, bobot panen per tanaman, dan bobot panen per petak.
Jarak tanam pada tanaman kemangi tidak mempengaruhi pertumbuhan

vegetatif, bobot panen per tanaman, dan bobot panen per petak. Jarak tanam
terhadap tanaman kenikir berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif yaitu
pertumbuhan jumlah daun dan jumlah cabang, serta dapat meningkatkan bobot
panen per tanaman dan cenderung meningkatkan bobot panen per petak pada
jarak tanam 25 cm × 13.33 cm (populasi 300 000 tanaman/ha). Pada tanaman
katuk jarak tanam tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan bobot panen
per tanaman maupun bobot panen per petak.
Penerapan budidaya tanaman katuk dan kemangi di lapangan sebaiknya
dilakukan dengan jarak tanam lebar yaitu 50 cm ×13.33 cm (populasi 150 000
tanaman/ha). Budidaya tanaman kenikir dapat dilakukan dengan jarak tanam
sempit yaitu 25 cm × 13.33 cm (populasi 300 000 tanaman/ha).

iii

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PRODUKSI TIGA
SAYURAN INDIGENOUS

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor


FAIQOTUL HIMMA
A24060230

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

iv

Judul

: PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PRODUKSI TIGA
SAYURAN INDIGENOUS

Nama

: FAIQOTUL HIMMA


NRP

: A24060230

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc.
NIP. 19610218 1984031 002

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.ScAgr.
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Pengesahan :

v


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 24 April 1988. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ibu Istiqomah dan
Bapak Afiffudin.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal dari TK Kusuma Mulia, Bunut
tahun 1994, kemudian melanjutkan ke MI Miftahul Huda, Bunut tahun 1994 dan
lulus pada tahun 2000. Penulis selanjutnya menempuh pendidikan di MTs.
Ma‟arif, Pare dan lulus pada tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan di
SMA Negeri 1, Pare dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis
diterima di IPB melalui jalur USMI. Tahun 2007, penulis diterima sebagai
mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi mahasiswa daerah
KAMAJAYA (Keluarga Mahasiswa Jayabaya) Kediri pada tahun 2006. Pada
tahun 2007-2008, penulis bergabung sebagai Staf Penelitian Pertanian (Littan) di
HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi). Penulis pernah berpartisipasi
dalam beberapa kepanitiaan antara lain: panitia Festival Tanaman 29 dan Festival
Tanaman 30 yang diadakan oleh HIMAGRON, panitia PEMIRA (Pemilihan
Raya) IPB pada tahun 2007 yang diadakan oleh BEM KM IPB, panitia Masa

Pengenalan Departemen pada tahun 2008 dan panitia NARASI AGH 2009.
Penulis pernah berkesempatan untuk melaksanakan magang liburan di ICDF
Taiwan yang bekerjasama dengan IPB pada tahun 2008. Penulis mendapatkan
bantuan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2006-2007 dan
beasiswa Orang Tua Asuh Himpunan Alumni Jawa Timur (HA Jatim) pada tahun
2007-2009. Penulis pernah meraih Golden Sharp Award bidang Environmental
Activity pada tahun 2010.

vi

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produksi Tiga Sayuran
Indigenous”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi Program Sarjana pada Mayor Agronomi dan Hortikultura dengan Minor
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Orang tua dan semua pihak yang telah mendukung dan membantu pelaksanaan
penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis ucapkan antara lain kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc. sebagai pembimbing skripsi atas
segala bimbingan dan arahan bagi penulis dalam pelaksanaan penelitian dan
penulisan skripsi.
2. Juang Gema Kartika, SP, M.Si. dan Dr. Dewi Sukma, SP, M.Si. sebagai
dosen penguji yang telah memberikan saran yang membangun dalam
penulisan skripsi.
3. Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MS. selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan selama kuliah.
4. Imas Rohmawati, Dan Baskoro, dan Wening Prabawati selaku rekan
penelitian, Kustiyana, Silvia, Hendi, Hatipah, Himmah, Endah, dan Atika
atas bantuan, semangat, dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi.
5. Seluruh pegawai KP Cikabayan yang telah membantu dalam pelaksanaan
penelitian di lapangan.
6. Teman-teman AGH 43, Wisma Nerita, dan Wisma Vamdi secara langsung
dan tidak langsung dalam membantu penulis pada saat penelitian.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang memerlukan.

Bogor, Mei 2011


Penulis

vii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ x
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................................. 2
Hipotesis .......................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3
Sayuran Indigenous.......................................................................................... 3
Katuk (Sauropus androgynus L.) ..................................................................... 4
Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) .................................................................. 5
Kemangi (Ocimum americanun L.) .................................................................. 7
Pengaturan Jarak Tanam .................................................................................. 8

BAHAN DAN METODE .................................................................................. 10
Tempat dan Waktu ......................................................................................... 10
Bahan dan Alat .............................................................................................. 10
Metode Penelitian .......................................................................................... 10
Pelaksanaan Penelitian ................................................................................... 11
Pengamatan ................................................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 14
Kondisi Umum .............................................................................................. 14
Kemangi (Ocimum americanum L.) ............................................................... 16
Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) ................................................................ 20
Katuk (Sauropus androgynus L.) ................................................................... 24
Pembahasan ................................................................................................... 27
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 31
LAMPIRAN ...................................................................................................... 34

viii

DAFTAR TABEL


Nomor

Halaman

1. Rekapitulasi Uji F dan Koefisien Keragaman Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Kemangi ........................................................................................................ 16
2. Rata-rata Tinggi Tanaman Kemangi ............................................................... 17
3. Rata-rata Jumlah Cabang Tanaman Kemangi ................................................. 17
4. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Kemangi .................................................... 18
5. Rata-rata Bobot Panen Tanaman Kemangi ..................................................... 18
6. Rekapitulasi Uji F dan Koefisien Keragaman Pertumbuhan Vegetatif
Tanaman Kenikir ........................................................................................... 20
7. Rata-rata Tinggi Tanaman Kenikir ................................................................ 21
8. Rata-rata Jumlah Cabang Tanaman Kenikir .................................................. 21
9. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Kenikir ...................................................... 22
10. Rata-rata Bobot Panen Tanaman Kenikir..................................................... 22
11. Rekapitulasi Uji F dan Koefisien Keragaman Pertumbuhan Vegetatif
Tanaman Katuk............................................................................................ 24
12. Rata-rata Tinggi Tanaman Katuk ................................................................ 25
13. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Katuk ...................................................... 25
14. Rata-rata Jumlah Cabang Tanaman Katuk ................................................... 26
15. Rata-rata Bobot Panen Tanaman Katuk ....................................................... 26

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Hama dan gejala serangan pada tanaman kemangi dan kenikir: (a) kutu daun
pada kemangi dan daun mengerut, (b) telur ulat penggulung daun, (c) kutu
daun pada kenikir dan daun mengerut, (d) ulat penggulung daun kemangi, (e)
ulat pemakan tangkai daun dan daun katuk. ................................................... 15
2. Kondisi tanaman kemangi umur 6 MST di lapangan; (a) P1: 25cm×13.33cm,
(b) P2: 25 cm × 16 cm, (c) P3: 25 cm × 20 cm, (d) P4: 25 cm × 26.67 cm. ... 19
3. Pengaruh jarak tanam (populasi) terhadap bobot panen kemangi per petak ..... 19
4. Kondisi tanaman kenikir umur 4 MST di lapangan; (a) P1: 25cm×13.33cm, (b)
P2: 25 cm × 16 cm, (c) P3: 25 cm × 20 cm, (d) P4: 25 cm × 26.67 cm. .......... 23
5. Pengaruh jarak tanam (populasi) terhadap bobot panen kenikir per petak ....... 23
6. Pengaruh jarak tanam (populasi) terhadap bobot panen katuk per petak ......... 27

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Data Klimatologi Daerah Dramaga Bogor Selama Percobaan di Lapangan pada
Tahun 2010 ................................................................................................... 35
2. Hasil Analisis Tanah Sebelum Percobaan ....................................................... 35
3. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Kemangi ......................................................... 36
4. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Kemangi............................................... 37
5. Sidik Ragam Jumlah Cabang Tanaman Kemangi .......................................... 37
6. Sidik Ragam Bobot Panen Kemangi per Tanaman dan per Petak .................. 38
7. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Kenikir ........................................................... 38
8. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Kenikir ................................................. 39
9. Sidik Ragam Jumlah Cabang Tanaman Kenikir............................................. 39
10. Sidik Ragam Bobot Panen Kenikir per Tanaman dan per Petak ................... 40
11. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Katuk ........................................................... 40
12. Sidik Ragam Jumlah Cabang Tanaman Katuk ............................................. 41
13. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Katuk ................................................. 42
14. Sidik Ragam Bobot PanenTanaman Katuk .................................................. 42

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sayuran indigenous merupakan sayuran lokal yang sudah dibudidayakan
dan dikonsumsi sebagai pelengkap makanan utama di daerah tertentu meskipun
tanaman berasal dari luar daerah. Jenis-jenis sayuran indigenous yang ada di
Indonesia meliputi tanaman perdu sampai merambat seperti kemangi, kenikir,
katuk, beluntas, mangkokan, dan kecipir. Bermawie (2006) menyatakan bahwa
banyak jenis sayuran indigenous yang ada di Indonesia dan belum dikenal oleh
masyarakat, sehingga pemanfaatannya terbatas untuk sayuran pelengkap.
Sayuran indigenous bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan gizi (sebagai
sumber protein, vitamin, dan mineral), antioksidan, dan bahan baku industri obat
herbal, karena beberapa sayuran indigenous mengandung minyak esensial yang
bermanfaat untuk kesehatan. Namun, ketersediaan sayuran indigenous untuk
konsumsi dan sebagai bahan baku industri obat herbal masih rendah. Menurut
Puslitbang Gizi dan Makanan (2007) tingkat konsumsi sayuran di masyarakat
Indonesia masih rendah yaitu sebesar 37.94 kg/kapita/tahun, sedangkan untuk
tingkat konsumsi standar FAO yaitu 65.75 kg/kapita/tahun.
Sayuran indigenous sudah mulai dibudidayakan untuk memenuhi
kebutuhan pasar. Sayuran tersebut banyak ditemukan di pasar tradisional dan
pasar modern seperti swalayan dan supermarket. Sayuran indigenous tersebut
antara lain sayuran dari jenis tanaman perdu yaitu kemangi (Ocimum americanun
L.), kenikir (Cosmos caudatus Kunth.), dan katuk (Sauropus androgynus L.).
Potensi pasar dari beberapa sayuran ini sangat baik karena memiliki nilai
komersial yang tinggi. Budidaya tanaman kemangi, kenikir, dan katuk harus
dilakukan secara intensif agar produktivitasnya tinggi sehingga dapat memenuhi
permintaan pasar. Salah satu faktor penentu dalam budidaya ialah pemanfaatan
ruang secara optimal dengan pengaturan jarak tanam.
Jarak tanaman ini dapat mengatur populasi tanaman agar efisien dalam
penggunaan cahaya, mengurangi kompetisi tanaman (penggunaan air, hara, dan
ruang tumbuh) serta dapat menekan perkembangan hama penyakit. Menurut

2

Harjadi (1996) umumnya populasi tanaman yang tinggi pada suatu lahan dapat
meningkatkan produksi tanaman, tetapi banyaknya tanaman dalam memanfaatkan
cahaya matahari dapat mempengaruhi bentuk tanaman seperti tinggi tanaman,
lebar tajuk tanaman dan bobot panen tanaman. Pambayun (2008) dalam penelitian
sayuran indigenous menyatakan bahwa jarak tanam pada tanaman katuk dan
kenikir memberikan respon kuadratik, yaitu semakin sempit jarak tanam (populasi
rapat) produksi daun akan semakin besar sampai populasi titik tertentu. Namun
jika populasi tanaman ditingkatkan lagi maka produksi akan menurun.
Peningkatan populasi kemangi memberikan respon linier yaitu semakin rapat
populasi tanaman maka semakin besar produksinya. Musa et al. (2007) dalam
penelitian tentang jagung manis menyatakan bahwa usaha untuk peningkatan
produksi tanaman pada luasan tertentu dapat dilakukan dengan meningkatkan
populasi tanaman yaitu dengan pengaturan jarak tanam. Oleh karena itu,
dibutuhkan jarak tanam optimum untuk memperoleh hasil yang optimal.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jarak tanam yang
optimal terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sayuran indigenous kemangi
(Ocimum americanum L.), kenikir (Cosmos caudatus Kunth.), dan katuk
(Sauropus androgynus L. Merril).

Hipotesis
Terdapat jarak tanam (populasi) yang optimum
sayuran indigenous untuk meningkatkan produktivitas.

pada tiap komoditas

3

TINJAUAN PUSTAKA

Sayuran Indigenous
Sayuran adalah tanaman yang ditumbuhkan untuk mendapatkan bagian
tanaman yang biasa dikonsumsi mentah atau dimasak sebagai bagian dari
makanan (Somantri, 2006). Sayuran merupakan makanan pelengkap yang banyak
mengandung vitamin dan mineral. Sayuran dapat menyediakan nutrisi, salah satu
komponen diet yang tidak dapat ditinggalkan dan bukan makanan tambahan untuk
menambah rasa. Menurut Duriat et al. (1999) apabila manusia kurang
mengkonsumsi sayuran maka akan kekurangan vitamin dan mineral sehingga
akan berpengaruh pada kesehatannya.
Engle dan Altoveros (1999) menyatakan bahwa jumlah sayuran sudah
tercatat di Asian Vegetable Research and Development Center (AVRDC) lebih
dari 45 000 aksesi meliputi sayuran biji, sayuran daun, dan sayuran buah, 90 %
dari 45 000 aksesi tersebut merupakan sayuran yang dapat tumbuh di berbagai
wilayah dan sisanya merupakan sayuran indigenous. Tanaman sayuran indigenous
banyak terdapat di daerah tropis dan dikonsumsi oleh penduduk aslinya yaitu
Afrika, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Menurut Hossain dan Razzaque (1999)
sayuran indigenous adalah sayuran pribumi atau sayuran yang tumbuh di suatu
negara dan dikonsumsi di daerah tertentu.
Awal pengembangan sayuran indigenous dilakukan dengan cara eksplorasi
di daerah-daerah kemudian dikoleksi untuk dikembangkan. Koleksi plasma nutfah
diprioritaskan untuk dipelihara dan dipertahankan karena plasma nutfah penting
untuk meningkatkan manfaat tanaman pada masa sekarang maupun masa yang
akan datang. Koleksi bertujuan untuk menyediakan bahan genetik secara luas
yang dapat memenuhi kebutuhan pemulia berupa genotipe-genotipe yang
diinginkan sebagai bahan pemuliaan tanaman. Oleh karena itu, bahan-bahan yang
tersedia dalam gene bank dapat digunakan oleh pemulia, sehingga data
karakterisasi dan evaluasi dapat tersedia (Engle, 1992).
Sayuran indigenous di Indonesia terutama Jawa Barat sudah memasuki
pasar yang lebih luas yaitu sebagai sajian lalap di rumah makan. Sayuran yang

4

tergolong sayuran indigenous adalah sayuran asli daerah yang telah banyak
diusahakan dan dikonsumsi atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama
dan dikenal masyarakat seperti kemangi, kenikir, katuk, kecipir, koro (roay),
gambas, dan paria. Keberadaan sayuran tersebut di atas perlu dilestarikan, karena
selain mempunyai nilai ekonomi juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obatobatan (Putrasamedja, 2009).

Katuk (Sauropus androgynus L.)
Katuk memiliki nama ilmiah Sauropus androgynus L. Merr. dari famili
Euphorbiaceae. Nama daerahnya antara lain memata, mata-amata, cekop manis,
simani (Sumatera), katuk, babing, katukan (Jawa), dan karetur (Madura). Jenis
sayur ini banyak tumbuh di dataran rendah hingga 1 300 meter di atas permukaan
laut (m dpl) dengan struktur tanah ringan dan menyukai tempat terbuka atau
sedikit terlindung. Katuk banyak ditanam di kebun, ladang, atau pekarangan (Van
den Bergh, 1994).
Tanaman ini merupakan sejenis tanaman perdu yang tumbuh menahun.
Penampilan tanaman ramping sehingga sering ditanam sebagai tanaman pagar.
Tinggi tanaman sekitar 1-2 m dengan batang tumbuh tegak, berkayu, dan
bercabang jarang. Batang tanaman berwarna hijau saat masih muda dan menjadi
kelabu keputihan saat sudah tua. Daun katuk merupakan daun majemuk genap.
Bunga berkelopak keras berwarna putih semu kemerahan dan bersifat majemuk
tandan, uniseksual, dan monoecious (terdapat dua macam bunga dalam satu
tanaman yaitu bunga jantan dan bunga betina). Buah berbentuk bulat, berukuran
kecil-kecil seperti kancing, berwarna putih, dan berbiji tiga buah. Tanaman katuk
mulai berbunga pada 48 hari setelah tanam dan daun muda dapat dipanen pada
124 hari setelah tanam dan panen berikutnya dapat dilakukan secara berkelanjutan
sebulan sekali (Bermawie, 2006). Berdasarkan pengamatan kriteria panen di
beberapa pasar tradisional dan pasar modern, tanaman katuk dipanen dengan
ukuran 27-30 cm dari tanaman yang paling muda dan terdapat 8-10 helai daun.
Sampai saat ini, plasma nutfah tanaman katuk yang tumbuh di berbagai
daerah belum dikarakterisasi menurut jenis dan varietas. Namun, di lapangan

5

dikenal dua jenis katuk, yaitu katuk hijau dan katuk merah. Katuk hijau juga
disebut katuk baster. Jenis katuk ini produktif menghasilkan daun, dengan warna
daun hijau. Jenis katuk ini biasa dibudidayakan oleh masyarakat. Katuk merah
kurang produktif menghasilkan daun dan memiliki daun-daun yang berwarna
hijau kemerah-merahan (Rukmana dan Harahap, 2004).
Tanaman katuk diperbanyak dengan stek batang. Stek batang diambil dari
batang yang mulai berkayu, stek batang yang digunakan dengan panjang kira-kira
20-30 cm. Umumnya katuk ditanam oleh petani dengan jarak tanam rapat dan
dilakukan pemeliharaan sampai produksi berumur kurang lebih 3 bulan dan dapat
dilakukan panen selanjutnya setelah 1 bulan (Kusmana dan Suryadi, 2004).
Katuk merupakan sayuran daun yang memiliki kandungan protein dan
vitamin yang tinggi. Dalam 100 g daun katuk terdapat 79. 8 mg air, 7.6 g protein,
1.8 g lemak, 6.9 g karbohidrat, 1.9 g serat, 2 g abu 10000 IU vitamin A, 0.23 mg
vitamin B1, 0.15 mg vitamin B2, 136 mg vitamin C, 234 mg kalsium, 64 mg
phospor, 3.1 mg zat besi, dengan total energi 310 kJ (Van den Bergh, 1994).
Kandungan nutrisi lain pada daun dan akar katuk antara lain klorofil, saponin,
flavonoid, tanin, dan asam folat. Kandungan nutrisi tersebut bermanfaat untuk
memperlancar ASI, mengobati borok atau bisul, memperlancar saluran
pencernaan, dan mencegah konstipasi serta sebagai antioksidan (Wirakusumah,
2006).

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.)
Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) merupakan tanaman dari famili
Asteraceae yang berasal dari daerah tropis Amerika yang kemudian dibawa oleh
orang Spanyol ke Filipina. Di Filipina kenikir dikenal dengan nama cosmos, di
Malaysia kenikir disebut ulam raja dan di Thailand kenikir disebut daoruangphama (Van den Bergh, 1994).
Kenikir merupakan tanaman herba tahunan yang tingginya dapat mencapai
3 m. Batang tanaman tegak, beralur, dan mempunyai banyak cabang. Tanaman
kenikir memiliki daun majemuk dan bergerigi pada bagian tepi, bunga tersusun
seperti bunga matahari yang terletak di tepi berbentuk pita berjumlah delapan.

6

Bunga kenikir berwarna merah muda biasanya untuk dikonsumsi dan bunga
kenikir berwarna kuning sebagai tanaman hias. Kenikir mempunyai buah
berbentuk lonceng yang mengandung banyak biji berwarna hitam seperti jarum
(Sastrapradja, 1979).
Van den Bergh (1994) menyatakan bahwa tanaman kenikir dapat tumbuh
dengan baik pada daerah dengan sinar matahari penuh di dataran rendah sampai
pegunungan dengan ketinggian 1 600 m dpl. Perbanyakan kenikir dapat dilakukan
melalui biji yang disemai terlebih dahulu kemudian dipindahkan ke lapangan
setelah tiga minggu. Pengaturan drainase dan irigasi yang baik dapat mendukung
pertumbuhan kenikir. Kondisi tanah yang terlalu lembab dapat memicu
perkembangan cendawan yang mengganggu pertumbuhan tanaman kenikir.
Pemanenan daun kenikir dapat dilakukan setelah tanaman berumur enam minggu.
Apabila daun-daunnya dipetik,

tunas

baru

akan cepat

tumbuh untuk

menggantikannya. Berdasarkan pengamatan kriteria panen di beberapa pasar
tradisional dan pasar modern, tanaman kenikir dipanen dengan ukuran 27-30 cm
dari tanaman yang paling muda dan terdapat 6-8 helai daun.
Kenikir merupakan sayuran daun yang memiliki kandungan protein dan
vitamin yang tinggi. Dalam 100 g daun kenikir terdapat 93 g air, 3 g protein, 0.4
g lemak, 0.4 g karbohidrat, 1.6 g serat, 270 mg kalsium, dan 0.9 mg vitamin A,
serta dengan total energi (Van den Bergh, 1994). Daun kenikir apabila diremasremas akan mengeluarkan bau yang khas karena mengandung minyak esensial.
Adanya minyak tersebut menimbulkan rasa yang khas pada daun mentah, akan
tetapi dengan pengukusan rasa tersebut akan hilang. Daun kenikir, setelah dikukus
dapat dibuat urap atau pecel (Sastrapradja, 1979). Manfaat herbal kenikir adalah
sebagai penambah nafsu makan, penghilang rasa mual, penghilang bau badan, dan
menyembuhkan penyakit kulit (Wirakusumah, 2006). Tanaman kenikir juga dapat
digunakan sebagai tanaman penghias pekarangan karena bunganya yang berwarna
cerah.

7

Kemangi (Ocimum americanun L.)
Menurut Sunarto (1994) kemangi (Ocimum americanum L.) merupakan
tanaman dari famili Lamiaceae (Labiatae) yang berasal dari daerah Afrika dan
Asia tropik kemudian dikenalkan ke daerah Amerika tropik dan kepulauan India
barat. Tanaman kemangi di Indonesia dikenal dengan beberapa nama lokal yaitu
seraung, lampes (Sunda), kemangi (Jawa), kemangek (Madura), uku-uku (Bali),
lufe-lufe (Ternate), dan bramakusu (Minahasa/Manado).
Kemangi merupakan tanaman herba aromatik dan tahunan, dan memiliki
karakteristik umum tumbuh tegak dengan batang berwarna hijau atau ungu, daun
berbentuk lanset (panjang: 1.7-6.4 cm dan lebar: 1-3 cm) warna hijau tua,
memiliki aroma yang khas, bunga tersusun pada ujung batang utama dan cabang
samping berwarna putih, biji lonjong berwarna coklat gelap hitam terdapat dalam
kapsul (Bermawie, 2006). Tanaman kemangi berbunga ketika berumur 8-12
minggu (Sunarto, 1994). Pengamatan morfologi tanaman diamati secara visual
terhadap karakter: habitus (penampilan/tipe pertumbuhan), karakter batang
(warna, bentuk, ada tidaknya bulu batang), daun (warna, bentuk, ada tidaknya
bulu di permukaan daun, ada tidaknya gerigi tepi daun), bunga (warna rangkaian
bunga, warna mahkota bunga, tipe rangkaian, warna putik sari), biji (bentuk,
warna).
Umumnya kemangi dipanen dalam bentuk daun untuk lalapan atau
campuran masakan tertentu untuk penyedap dan biji untuk campuran aneka
kudapan (Bermawie, 2006). Berdasarkan pengamatan kriteria panen di beberapa
pasar tradisional dan pasar modern, tanaman kemangi dipanen dengan ukuran 2025 cm dari tanaman yang paling muda dan terdapat 6-8 helai daun. Dalam 100 g
daun kemangi terkandung 87 g air, 3.3 g protein, 2 g serat, 320 mg kalsium, 4.5
mg zat besi, dan 27 mg vitamin C (Sunarto, 1994). Kemangi juga dimanfaatkan
sebagai tanaman obat tradisional karena memiliki kandungan lain untuk
mengatasi bau badan (minyak atsiri), sebagai anti oksidan (klorofil, apigenin),
mengobati panas dalam dan sariawan (Wirakusumah, 2006).

8

Pengaturan Jarak Tanam
Keberhasilan pengelolaan suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan dan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan sumber daya
lingkungan tumbuh tanaman. Melalui pengaturan jarak tanam yang tepat tingkat
persaingan antar maupun inter tanaman dapat ditekan serendah mungkin.
Persaingan intensif antar tanaman mengakibatkan terjadinya perubahan morfologi
pada tanaman, seperti jumlah organ tanaman yang terbentuk berkurang sehingga
berdampak kurang baik terhadap perkembangan dan hasil tanaman (Harjadi,
1996).
Pengaturan jarak tanam merupakan salah satu teknik penting untuk
budidaya tanaman setelah pemilihan varietas tanaman yang baik. Menurut
Rubatzky dan Yamaguchi (1998) penanaman dengan jarak tanam rapat dapat
meningkatkan serangan penyakit dan jumlah benih yang dibutuhkan, sehingga
perlu dilakukan pengaturan jarak tanam yang tepat. Rosliani dan Sumarini (2002)
menyatakan bahwa jarak tanam akan mempengaruhi penggunaan cahaya, air,
unsur hara, dan ruang yang akan terus meningkat dengan bertambahnya umur
tanaman. Sutapradja (2008) menyatakan bahwa tinggi tanaman dipengaruhi oleh
jarak tanam, sehingga berpengaruh pada biomassa tanaman budidaya.
Pengaturan jumlah populasi tanaman melalui

pengaturan jarak tanam

akan mempengaruhi efisiensi tanaman dalam memanfaatkan cahaya matahari, air,
hara, dan ruang tumbuh. Efisiensi tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman. Peningkatan produksi tanaman pada luasan
tertentu dapat dilakukan dengan meningkatkan populasi tanaman mencapai batas
dimana persaingan internal tanaman dalam pemanfaatan hara, air, dan cahaya
tidak terlalu kuat yang turut mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman.
Kerapatan jarak tanam atau populasi tanaman sangat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman dan menentukan produksi tanaman. Muhammad et al.
(1993) menyatakan pola jarak tanam yang ideal adalah apabila kebutuhan
tanaman terhadap kondisi lingkungan cahaya, kelembaban, aerasi udara, maupun
tumbuh perakaran dapat tercukupi. Harjadi (1996) menyatakan produksi setiap
satuan luas yang tinggi dapat dicapai dengan populasi tinggi, karena tercapainya
penggunaan cahaya secara maksimum pada awal pertumbuhan. Namun demikian,

9

pada akhirnya penampilan masing-masing individu menurun karena persaingan
untuk mendapatkan cahaya dan faktor-faktor lainnya.
Jarak tanam akan mempengaruhi produktivitas dengan dua cara yaitu
penggunaan jarak tanam rapat dan jarak tanam lebar. Pada jarak tanam rapat,
tanaman akan mengalami kompetisi dengan tanaman lain di dekatnya, sedangkan
jarak tanam lebar mungkin akan mengurangi hasil per satuan luas karena jumlah
tanamannya menjadi berkurang, meskipun ukuran produksi dari masing-masing
individu tanaman semakin besar. Menurut Muliasari (2009) jarak tanam lebar
cenderung untuk tumbuh lebih baik, karena pada jarak tanam ini tanaman
mempunyai kesempatan lebih baik untuk mendapatkan cahaya, unsur hara yang
cukup dari pada jarak tanam sempit. Pambayun (2008) menyatakan jarak tanam
lebar memberikan pengaruh kuadratik pada bobot produksi sayuran katuk dan
kenikir dengan jarak tanam optimum secara berurutan yaitu 50 cm × 12.5 cm
(160 000 tanaman/ha) dan 50 cm × 16 cm (126 667 tanaman/ha).

10

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Darmaga
Kabupaten Bogor. Lokasi percobaan terletak pada ketinggian 250 m dpl dan jenis
tanah latosol. Penelitian dimulai pada bulan April sampai November 2010.

Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan adalah beberapa jenis sayuran indigenous
yaitu bibit katuk yang berasal dari stek batang (Aksesi Ciampea), bibit kemangi
(Aksesi Kediri), dan bibit kenikir (Aksesi Cilebut). Media yang digunakan untuk
pembibitan adalah pupuk kandang dan tanah dengan perbandingan 1:1. Pupuk
yang digunakan adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran kambing 5
ton/ha, hormon perangsang akar (Rootone F), urea 135 kg/ha, KCl 135 kg/ha,
SP-18 270 kg/ha, dan NPK Mutiara (16-16-16) 62.5 kg/ha. Peralatan yang
digunakan terdiri dari tray, polybag, cangkul, kored, gembor, penggaris, alat tulis,
timbangan, dan sarana pertanian lain yang umum digunakan pada budidaya
sayuran.

Metode Penelitian
Rancangan lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor dengan empat perlakuan jarak
tanam yaitu:
P1: 25 cm× 13.33 cm

(populasi 300 000 tanaman/ha)

P2: 25 cm × 16 cm

(populasi 250 000 tanaman/ha)

P3: 25 cm × 20 cm

(populasi 200 000 tanaman/ha)

P4: 25 cm × 26.67 cm

(populasi 150 000 tanaman/ha)

Percobaan terdiri atas tiga ulangan sehingga terdapat 12 satuan percobaan untuk
masing-masing tanaman yang digunakan yaitu kemangi, kenikir, dan katuk.

11

Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = μ + αi + βj + εij
Keterangan:
Yij = hasil pengamatan perlakuan jarak tanam ke-i dan kelompok ke-j
µ = rataan umum
αi = pengaruh perlakuan jarak tanam ke-i, (i = 1, 2,3,4)
βj = pengaruh kelompok ke-j, (j = 1, 2, 3)
εij = pengaruh acak pada perlakuan jarak tanam ke-i dan kelompok ke-j
Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program
SAS untuk uji F, apabila berbeda nyata maka dilanjutkan dengan analisis regresi
dan Uji Beda Nyata Jujur (Tukey)taraf 5 % dan 10 %.

Pelaksanaan Penelitian
Pembibitan
Pembibitan tanaman kemangi, kenikir, dan katuk dilakukan 3-4 minggu.
Bibit kemangi dan kenikir berasal dari benih, bibit katuk berasal stek batang yang
panjangnya ± 25 cm. Pembibitan katuk diletakkan di polybag berukuran 15 cm ×
10 cm dengan media tanah dan pupuk kandang 1:1. Stek batang katuk sebelum
ditanam dalam polybag dilakukan perendaman dengan 10% Rootone F selama 2
menit. Pada 2 minggu setelah semai kemangi dilakukan pengendalian hama
pengorok daun dengan penyemprotan pestisida sistemik. Kemudian bibit kemangi
berumur 4 minggu dan bibit kenikir berumur 3 minggu dipindahtanamkan ke
lapangan.

Pengapuran
Pengapuran tanah dilakukan pada dua minggu sebelum penanaman, pada
semua bedengan setelah dilakukan analisis tanah. Kapur yang digunakan adalah
dolomit dengan dosis 2 ton/ha atau 800 gram per bedeng.

12

Penanaman
Luas lahan yang digunakan sebesar 300 m2, bedengan dibuat sebanyak 36
bedeng dengan ukuran 4 m × 1 m dan ukuran jarak antar bedeng 50 cm. Sebelum
dilakukan penanaman, dilakukan pengolahan tanah. Bibit kemangi, kenikir, dan
katuk ditanam sebanyak satu bibit per lubang. Penyulaman tanaman dilakukan 1-2
minggu setelah tanam (MST). Kemangi, kenikir, dan katuk ditanam dengan
pengaturan jarak tanam masing-masing yaitu P1, P2, P3, dan P4.

Pemupukan
Pemupukan tanaman kemangi, kenikir, dan katuk menggunakan pupuk
kandang, pupuk P2O5, pupuk KCl, dan pupuk urea. Dosis pupuk kandang yang
digunakan pada tanaman kemangi dan kenikir masing-masing per bedeng (4 m ×
1 m) ialah 5 ton/ha (2 kg/4 m2) dan untuk tanaman katuk dosisnya 10 ton/ha (4
kg/4 m2). Pupuk kandang diaplikasikan ke lapangan 3 minggu sebelum
penanaman. Dosis pupuk dasar yang digunakan untuk tanaman kemangi, kenikir,
dan katuk masing-masing per bedeng (4 m × 1 m) adalah 270 kg/ha (108 gram/4
m2) pupuk SP-18, 135 kg/ha (54 gram/4 m2) pupuk KCl, dan 135 kg/ha (54
gram/4 m2) pupuk urea. Aplikasi pupuk dasar pada katuk, kemangi, dan kenikir
dilakukan pada 1 MST. Pupuk SP-18 diaplikasikan semuanya pada minggu
pertama, sedangkan pupuk KCl dan urea diaplikasikan dua kali pada 1 MST dan 3
MST. Aplikasi NPK Mutiara (16-16-16) dilakukan pada 3, 5, 7, dan 11 MST
dengan dosis 62.5 kg/ha (25 gram/4 m2) per aplikasi.

Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman, penyiangan
terhadap gulma yang tumbuh disekitar tanaman, dan pengendalian hama dan
penyakit yang dilakukan secara manual sesuai dengan kondisi lapangan. Pada
tanaman katuk berumur 6 MST dilakukan pengendalian hama dengan
penyemprotan pestisida yaitu Curacron 500 EC yang mengandung bahan aktif
Prefonofos karena hampir semua bedengan tanaman katuk terserang ulat sehingga
banyak daun yang gugur.

13

Pemanenan
Pemanenan pada tanaman kemangi, kenikir, dan katuk dilakukan pada
daun yang telah menampakkan ciri-ciri umum untuk dipanen. Tanaman katuk
dipanen ketika panjang batang telah mencapai ukuran 20 cm, dengan cara
memotong bagian tunas muda sepanjang 25 cm dan dan terdapat 8-10 daun pada
cabang utama. Tanaman kemangi dan kenikir dipanen ketika cabang memiliki
daun muda 8-10 helai dengan panjang batang berukuran 20-25 cm.

Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada tanaman contoh pada setiap petak tanaman
menggunakan pengamatan kuantitatif, tanaman contoh diambil dari dua baris di
dalam bedengan secara acak. Peubah-peubah yang diamati meliputi:
1. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh pada
tanaman yang tegak. Pengukuran dilakukan saat 2-6 MST untuk tanaman
kemangi dan kenikir, untuk tanaman katuk pada 6 MST.
2. Jumlah daun, dihitung berdasarkan jumlah daun yang telah membuka
sempurna. Pengukuran dilakukan terhadap tanaman kemangi, kenikir, dan
katuk.
3. Jumlah cabang, dihitung berdasarkan jumlah cabang yang dapat dipanen
pada tanaman kemangi dan kenikir.
4. Bobot panen pertanaman, tajuk pucuk (20-25 cm) dipanen pada masingmasing tanaman contoh ditimbang bobot segarnya.
5. Bobot panen per petak, tajuk pucuk (20-25 cm)dipanen pada masingmasing petak ditimbang bobot segarnya.

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Selama penelitian berlangsung kondisi curah hujan rata-rata per bulan
cukup tinggi yaitu 403.85 mm/bulan (Lampiran 1). Kondisi pertumbuhan tanaman
kemangi dan kenikir pada awal penanaman di lapangan secara umum tumbuh
dengan baik dan seragam. Pertumbuhan tanaman katuk ulangan 1 tidak seragam
dengan ulangan 2 dan 3. Hal ini ditunjukkan pada pertumbuhan tanaman katuk
ulangan 1 memiliki tinggi tanaman yang pendek karena penanaman stek batang
dari tanaman induknya kemungkinan tidak terklasifikasi dengan baik, sehingga
tanaman katuk pada ulangan 1 tumbuh lebih lambat dibanding ulangan 2 dan 3
serta kondisi bedengan pada ulangan 1 lebih lembab karena pintu masuk
pengairan di dekat bedengan ulangan 1.
Analisis tanah yang dilakukan sebelum penanaman di Laboratorium
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan menunjukkan bahwa pH tanah
yang digunakan sebagai media tanam sebelum dilakukan pengapuran pada
kemasaman sedang yaitu 5.10 (Lampiran 2). Kandungan hara tanah tersebut
tergolong rendah. Hasil analisis tanah menunjukkan persentase tekstur tanah yang
digunakan untuk menanam termasuk tanah liat, sehingga tanaman kemangi
tumbuh agak lambat.
Pengamatan pertumbuhan tanaman kemangi dan kenikir dilakukan pada
minggu kedua setelah ditanam, sedangkan pengamatan tanaman katuk dilakukan
pada minggu keenam. Pengamatan tanaman kemangi dilakukan sampai 6 MST
dan pengamatan tanaman kenikir dilakukan sampai 5 MST. Pada minggu pertama
setelah penanaman ada beberapa tanaman kemangi, kenikir, dan katuk yang mati,
tingkat kematian tanaman masing-masing mencapai 10% (108 tanaman kemangi,
84 tanaman kenikir, dan 106 tanaman katuk).
Hama dan penyakit selama penanaman kemangi dan kenikir jumlahnya
sedikit

dan tidak

Pengendalian

hama

mempengaruhi
dan

penyakit

pertumbuhan dan produksi tanaman.
tanaman

dilakukan

secara

mekanis.

Pengendalian mekanis dilakukan dengan cara memotong bagian tanaman yang

15

terkena hama dan penyakit. Hama yang menyerang kemangi antara lain kutu daun
dan ulat penggulung daun, hama yang menyerang kenikir lebih banyak kutu daun,
dan hama pada tanaman katuk adalah rayap dan ulat pemakan tangkai daun katuk
sehingga menyebabkan daun-daun katuk gugur dan kering. Penyakit yang
menyerang pada tanaman kemangi yaitu penyakit belang (yang terinfeksi virus)
dan penyakit pada tanaman kenikir yaitu busuk batang bawah. Penyakit tanaman
tersebut sebagian besar menyerang pada perlakuan jarak tanam sempit karena
bedengan menjadi lembab. Gejala serangan kutu daun ditandai dengan daun
mengerut dan gejala serangan ulat penggulung daun ditandai daun menggulung
dan berlubang. Gejala serangan hama dapat dilihat pada Gambar 1.

(a)

(b)

(d)

(c)

(e)

Gambar 1. Hama dan gejala serangan pada tanaman kemangi dan kenikir: (a)
kutu daun pada kemangi dan daun mengerut, (b) telur ulat
penggulung daun, (c) kutu daun pada kenikir dan daun mengerut,
(d) ulat penggulung daun kemangi, (e) ulat pemakan tangkai daun
dan daun katuk.

16

Kemangi (Ocimum americanum L.)
Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam kemangi tidak
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif dan produksinya yaitu pada
bobot panen per petak (Lampiran 3–6). Nilai uji Fdan koefisien keragaman
pertumbuhan vegetatif katuk disajikan pada Tabel 1.
Koefisien keragaman pada beberapa pertumbuhan vegetatif menunjukkan
rata-rata kurang dari 20 %. Pada waktu bibit kemangi dipindahtanamkan ke
lapangan terdapat 10% bibit (± 108 bibit) tumbuh tidak seragam sehingga
berpengaruh pada pertumbuhan selanjutnya dan dilakukan penyulaman kemangi
pada minggu pertama dengan tinggi bibit yang tidak seragam dengan bibit utama
yang ditanam. Kemangi dipindahtanamkan ke lapangan pada umur 4 minggu
setelah semai.

Tabel 1. Rekapitulasi Uji F dan Koefisien Keragaman Pertumbuhan
Vegetatif Tanaman Kemangi
Karakter
Tinggi Tanaman 2 MST
Tinggi Tanaman 3 MST
Tinggi Tanaman 4 MST
Tinggi Tanaman 5 MST
Tinggi Tanaman 6 MST
Jumlah Cabang 4 MST
Jumlah Cabang 5 MST
Jumlah Cabang 6 MST
Jumlah Daun 2 MST
Jumlah Daun 3 MST
Jumlah Daun 4 MST
Jumlah Daun 5 MST
Jumlah Daun 6 MST
Bobot Panen per Tanaman
Bobot Panen per Petak

F Hitung
1.89tn
4.40tn
2.61tn
1.31tn
1.87tn
2.99tn
0.90tn
0.62tn
2.43tn
4.59tn
1.19tn
1.16tn
1.49tn
0.27tn
1.28tn

KK (%)
20.61
13.26
12.38
9.80
5.60
10.83
12.65
5.72
14.7
15.51
18.56
14.15
22.48
19.68
10.40

Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

Berdasarkan hasil uji F pada pertumbuhan vegetatif rata-rata tinggi
tanaman tidak berbeda nyata pada seluruh perlakuan jarak tanam selama
pengamatan. Nilai rata-rata tinggi tanaman kemangi disajikan pada Tabel 2.

17

Tabel 2. Rata-rata Tinggi Tanaman Kemangi
Jarak Tanam
(populasi tanaman/ha)

Umur Tanaman (MST)
2
3
4
5
6
– – – – – – – – – cm– – – – – – – – –
25 cm × 13.33 cm (300 000 tanaman/ha) 15.7
20.4 30.6 37.9 39.2
25 cm × 16 cm (250 000 tanaman/ha)
17.8 24.2 34.3 40.2 41.1
25 cm × 20 cm (200 000 tanaman/ha)
12.4 16.5 25.8 34.5 37.9
25 cm × 26.67 cm (150 000 tanaman/ha) 18.1 22.6 30.6 36.3 37.1
Respon
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

Pertumbuhan cabang kemangi muncul pada 3 MST dan jumlah cabang
mulai diamati pada 4 MST, karena pada 3 MST cabang kemangi masih berukuran
pendek berkisar 3 cm. Berdasarkan hasil uji F perlakuan jarak tanam tidak
memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan jumlah cabang pada setiap
minggu. Jumlah cabang tanaman kemangi pada umur 6 MST hampir sama dengan
minggu sebelumnya. Nilai rata-rata jumlah cabang tanaman kemangi disajikan
pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Jumlah Cabang Tanaman Kemangi
Jarak Tanam
(populasi tanaman/ha)
25 cm × 13.33 cm (300 000 tanaman/ha)
25 cm × 16 cm (250 000 tanaman/ha)
25 cm × 20 cm (200 000 tanaman/ha)
25 cm × 26.67 cm (150 000 tanaman/ha)
Respon

Umur Tanaman (MST)
4
5
6
13.6
16.5
17.6
15.6
18.1
18.6
12.2
19.3
17.6
15.0
17.2
17.8
tn
tn
tn

Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan
jumlah daun pada setiap minggu pengamatan. Pertumbuhan daun pada tanaman
setiap minggunya tumbuh dengan cepat. Nilai rata-rata jumlah daun tanaman
kemangi disajikan pada Tabel 4.

18

Tabel 4. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Kemangi
Jarak Tanam
(populasi tanaman/ha)
25 cm × 13.33 cm (300 000 tanaman/ha)
25 cm × 16 cm (250 000 tanaman/ha)
25 cm × 20 cm (200 000 tanaman/ha)
25 cm × 26.67 cm (150 000 tanaman/ha)
Respon

2
14.3
12.7
10.3
12.3
tn

Umur Tanaman (MST)
3
4
5
60.0 95.7 163.7
58.7 106.7 178.7
38.0 80.0 144.0
54.0 98.0 166.7
tn
tn
tn

6
288.3
316.7
240.3
352.7
tn

Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

Perlakuan jarak tanam tidak mempengaruhi bobot panen kemangi per
tanaman dan bobot panen kemangi per petak, namun peningkatan produksi panen
secara kuantitas meningkat lebih dari 10% pada jarak tanam 25 cm × 13.33 cm.
Panen kemangi dilakukan sebanyak dua kali, panen pertama dilakukan pada umur
6 MST dan panen kedua dilakukan pada 8 MST. Hal ini dilakukan karena
kemangi memiliki pertumbuhan yang cepat pada jarak tanam 25 cm × 13.33 cm,
sehingga terjadi kompetisi antar tanaman untuk mendapatkan sinar matahari. Nilai
rata-rata bobot panen per tanaman dan rata-rata bobot panen per petak tanaman
kemangi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Bobot Panen Tanaman Kemangi
Jarak Tanam
(populasi tanaman/ha)
25 cm × 13.33 cm (300 000 tanaman/ha)
25 cm × 16 cm (250 000 tanaman/ha)
25 cm × 20 cm (200 000 tanaman/ha)
25 cm × 26.67 cm (150 000 tanaman/ha)
Respon

Bobot Panen per
Tanaman (g)
66.57
72.12
67.12
75.28
tn

Bobot Panen per
Petak (g)
7034.6
6224.7
6637.2
6049.1
tn

Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α =5 %

Pengaturan

jarak

tanam

pada

kemangi

mempengaruhi

bentuk

pertumbuhannya. Kondisi tanaman kemangi pada 6 MST pada perlakuan jarak
tanam 25 cm × 20 cm dan 25 cm × 26.67 cm memiliki tajuk tanaman lebih lebar
dan tinggi tanaman lebih pendek. Jarak tanam 25 cm × 13.33 cm menyebabkan
pertumbuhan kemangi menjadi tumbuh tegak dan cabang-cabangnya tidak

19

menyebar. Jarak tanam lebar menyebabkan kemangi tumbuh tegak dan cabangcabangnya menyebar. Bentuk tanaman kemangi dapat dilihat pada Gambar 2.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2. Kondisi tanaman kemangi umur 6 MST di lapangan; (a) P1:
25cm×13.33cm, (b) P2: 25 cm × 16 cm, (c) P3: 25 cm × 20 cm,
(d) P4: 25 cm × 26.67 cm.
Berdasarkan grafik pengaruh populasi tanaman pada Gambar 3, diperoleh
persamaan regresi y = 0.005x + 5341 (R2 = 0.185). Persamaan regresi yang
diperoleh berbentuk persamaan linier sehingga populasi tanaman kemangi tidak

bobot panen per petak (gram)

dapat diduga dengan tepat, karena respon membentuk hubungan linier.
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

y = 0.005x + 5341.
R² = 0.185

0

100000

200000

300000

400000

populasi (tanaman/ha)

Gambar 3. Pengaruh jarak tanam (populasi) terhadap bobot panen kemangi
per petak

20

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.)
Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam kenikir tidak
berpengaruh nyata pada pertumbuhan vegetatif dan produksinya (Lampiran 7–10).
Nilai uji F dan koefisien keragaman pertumbuhan vegetatif kenikir disajikan pada
Tabel 6.

Tabel 6. Rekapitulasi Uji Fdan Koefisien Keragaman Pertumbuhan
Vegetatif Tanaman Kenikir
Karakter
Tinggi Tanaman 2 MST
Tinggi Tanaman 3 MST
Tinggi Tanaman 4 MST
Tinggi Tanaman 5 MST
Jumlah Daun 2 MST
Jumlah Daun 3 MST
Jumlah Daun 4 MST
Jumlah Daun 5 MST
Jumlah Cabang 3 MST
Jumlah Cabang 4 MST
Jumlah Cabang 5 MST
Bobot Panen per Tanaman
Bobot Panen per Petak

F Hitung
0.16tn
1.34 tn
0.78tn
2.03 tn
1.82 tn
2.00 tn
1.06 tn
6.79*
1.00tn
3.52tn
5.42*
18.05*
3.76+

KK (%)
9.73
11.56
12.39y
6.90
9.48
5.41
8.64
10.19
12.59y
10.27y
18.46
5.87
11.21

Keterangan:
y
: data setelah ditransformasi dengan metode
*: data berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5%
tn: tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %
+ : cenderung berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 10 %

Hasil analisis uji F tinggi tanaman kenikir menunjukkan bahwa jarak
tanam tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatifnya. Pertumbuhan
tinggi tanaman pada 2 MST ke 5 MST tumbuh dengan cepat. Nilai rata-rata tinggi
tanaman kenikir disajikan pada Tabel 7.

21

Tabel 7. Rata-rata Tinggi Tanaman Kenikir
Jarak Tanam
(populasi tanaman/ha)
25 cm × 13.33 cm (300 000 tanaman/ha)
25 cm × 16 cm (250 000 tanaman/ha)
25 cm × 20 cm (200 000 tanaman/ha)
25 cm × 26.67 cm (150 000 tanaman/ha)
Respon

Umur Tanaman (MST)
2
3
4
5
– – – – – – – – – cm– – – – – – –
8.79 13.74 22.00 41.52
8.50 12.25 21.41 39.38
8.33 11.51 18.81 37.48
8.50 12.01 27.04 36.55
tn
tn
tn
tn

Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

Perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata pada 5 MST terhadap
pertumbuhan jumlah cabang kenikir. Pada jarak tanam 25 cm × 26.67 cm, kenikir
menghasilkan jumlah cabang rata-rata yang paling banyak diantara perlakuan
jarak tanam lainnya. Jumlah cabang pada perlakuan 25 cm × 20 cm dan 25 cm ×
26.67 cm berbeda nyata. Nilai rata-rata jumlah cabang kenikir disajikan pada
Tabel 8.

Tabel 8. Rata-rata Jumlah Cabang Tanaman Kenikir
Jarak Tanam
(populasi tanaman/ha)
25 cm × 13.33 cm (300 000 tanaman/ha)
25 cm × 16 cm (250 000 tanaman/ha)
25 cm × 20 cm (200 000 tanaman/ha)
25 cm × 26.67 cm (50 000 tanaman/ha)
Respon

Umur Tanaman (MST)
3
4
5
3.0
3.0
4.7ab
2.0
3.7
5.3ab
2.0
2.7
4.3b
2.7
4.7
7.3a
tn
tn

Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %
Angka yang diikuti dengan huruf menunjukkan respon berbeda nyata pada uji F
dengan taraf nyata α = 5 %

Perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 5
MST. Perlakuan 25 cm × 26.67 cm pada jarak tanam kenikir menghasilkan ratarata jumlah daun paling banyak yaitu 40 daun dan berbeda nyata dengan
perlakuan 25 cm × 13.33 cm dan 25 cm × 20 cm. Perlakuan jarak tanam 25 cm ×
26.67 cm tidak berbeda nyata dengan perlakuan 25 cm × 16 cm, karena rata-rata
jumlah daun kenikir hampir sama. Nilai rata-rata jumlah daun kenikir disajikan
pada Tabel 9.

22

Tabel 9. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Kenikir
Jarak Tanam
(popu