Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tempe Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TEMPE
KORO PEDANG (CANAVALIA ENSIFORMIS L.) TERHADAP
ESCHERICHIA COLI DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS

BRATA ABDALLA

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Tempe Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) terhadap
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Brata Abdalla
NIM F24090138

ABSTRAK
BRATA ABDALLA.Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tempe Koro Pedang
(Canavalia ensiformis L.) terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Dibimbing oleh SITI NURJANAH dan WIDANINGRUM.
Tempe merupakan pangan hasil fermentasi kapang Rhizopus sp, yang
umumnya terbuat dari kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan
karakteristik tempe koro pedang dengan tempe kedelai dan menguji aktivitas
antibakteri yang dimiliki oleh tempe koro pedang terhadap Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan
metode difusi sumur. Teknik ekstraksi dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan
metanol yang dilanjutkan dengan pembekuan untuk memisahkan komponen lemak.
Tempe koro pedang dengan tempe kedelai berbeda dalam karakteristik kadar air,
warna (L dan a), dan keempukan. Perbedaan kadar air dan keempukan disebabkan
oleh perbedaan lama perendaman, sedangkan perbedaan warna disebabkan oleh

perbedaan dari warna kacang. Hasil pengujian menunjukkan ekstrak metanol tempe
koro pedang dengan konsentrasi 100 % tidak dapat menghambat pertumbuhan E. coli
dan S. aureus. Sedangkan, ekstrak metanol tempe kedelai produksi laboratorium dan
ekstrak tempe kedelai dari pasar dengan konsentrasi 100 % menunjukkan adanya
aktivitas penghambatan pertumbuhan S. aureus (7.0 mm dan 8.9 mm), tetapi tidak
mempunyai aktivitas penghambatan pada E. coli.
Kata kunci: antibakteri, ekstrak metanol, koro pedang, S. aureus , tempe

ABSTRACT
BRATA ABDALLA. Antimicrobial Activity Testing of Jack Bean Tempeh Extract
towards Escherichia coli and Staphylococcus aureus. Supervised by SITI
NURJANAH and WIDANINGRUM.
Tempeh is a fermented food product usually made from soybean fermented by
Rhizopus sp. The objectives of this study were to compare jack bean tempeh
characteristics against soybean tempeh and to determine antibacterial activity of jack
bean tempeh against Escherichia coli dan Staphylococcus aureus using well diffusion
method. The tempeh extraction was conducted by methanol extraction following
freezing to separate fatty compound. Characteristic of jack bean tempeh and soybean
tempeh were different in moisture content, colour (L and a), and tenderness. The
differences in moisture content and tenderness were caused by the difference of

soaking time. The colour of jack bean tempeh and soybean tempeh were different
because of the beans’s colour. The result showed that jack bean tempeh extracts did
not have antibacterial activity against E. coli and S. aureus. Meanwhile, methanol
extracts of soybean tempeh from laboratory and market were showed antibacterial
activity against S. aureus (7.0 mm and 8.9 mm); but did not have antibacterial
activity against E. coli.
Keywords: antibacterial activity, jackbean, methanol extract, S. aureus, tempeh

PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TEMPE
KORO PEDANG (CANAVALIA ENSIFORMIS L.) TERHADAP
ESCHERICHIA COLI DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS

BRATA ABDALLA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan


ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tempe Koro Pedang
(Canavalia ensiformis L.) terhadap Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus
Nama
: Brata Abdalla
NIM
: F24090138

Disetujui oleh

Siti Nurjanah, STP, MSi

Widaningrum, STP, MSi
Pembimbing II


Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Tempe Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) terhadap Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Siti Nurjanah, STP, MSi dan Ibu
Widaningrum, STP, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan masukan,
perhatian, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi
ini. Terima kasih kepada Ibu Antung Sima Firlieyanti, STP, MSi yang telah berkenan
menjadi penguji dan memberikan saran-saran yang bermanfaat kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pada Ibu Dr. Endang Yuli Purwani
selaku peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian yang
telah menerima penulis untuk magang dan membiayai penelitian ini, serta atas
motivasi dan saran yang telah beliau berikan pada penulis.
Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Almarhum Babe
tercinta Drs. Antonius yang tidak sempat untuk melihat penulis meraih gelar
sarjananya. Semoga Babe mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Allah dan dapat
melihat kesuksesan penulis kelak dari sisi-Nya. Terima kasih kepada Mama Nellyza
yang telah berjuang dengan tulus dan penuh kasih sayang membesarkan dan
mendidik penulis. Setiap jerih payah yang telah Babe dan Mama lalui tidak akan
penulis sia-siakan. Terima kasih kepada Kakak Putri Ayu Primasari dan Adik Arvin
Putranto, serta Elvira yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada
penulis.
Terima kasih kepada para teknisi laboratorium BB Pasca Panen, terutama Bu
Ika, Pak Yudi, Pak Tri, dan Bu Dini atas arahan dan dukungannya. Penulis ucapkan
terima kasih kepada Veni Issani, Nur Maimunita Fitriah, dan teman-teman
sepenelitian lainnya atas kerjasama dan dukungannya sebagai teman dan rekan kerja
dalam penelitian.Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Defri Herianka, Faisal
Hairu Balyak, M. Taufan Akbar, dan teman- teman ITP 46 lainnya atas canda tawa
dan pertemanannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Brata Abdalla

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Koro Pedang


2

Tempe

3

Senyawa Antibakteri Tempe

4

METODE

4

Bahan

4

Alat


5

Metode Penelitian

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

9

Persiapan Kultur Bakteri Uji

9

Pembuatan Tempe Koro dan Tempe Kedelai

12

Kadar Air


13

Warna

14

Keempukan

14

Ekstraksi Tempe

14

Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tempe

15

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5

Komposisi zat gizi (% bk) koro pedang dan kedelai
Komposisi asam amino (mg/g N) koro pedang dan kedelai
Interpretasi hasil uji konfirmasi kemurnian bakteri uji
Rata-rata nilai warna (L, a, b) tempe koro dan tempe kedelai
Hasil pengujian aktivitas antibakteri sampel terhadap E. coli dan S.
aureus (inkubasi 30 0C, 24 jam)

3
3
6
14
16

DAFTAR GAMBAR
1 Pewarnaan E. coli
2 Uji Penegasan E. coli
3 Pewarnaan S. aureus
4 S. aureus di media BPA
5 Kurva Pertumbuhan E. coli
6 Kurva Pertumbuhan S. aureus
7 Koro Utuh
8 Koro Kupas
9 Koro Kupas Pecah
10 Tempe Koro

9
10
10
11
12
12
13
13
13
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Hasil uji IMViC kultur E. coli
Data kurva pertumbuhan E. coli dan S. aureus
Penentuan waktu rebus kedelai dan koro
Waktu perendaman kedelai dan koro
Perhitungan jumlah spora laru RAPRIMA
Rendemen tempe koro dan tempe kedelai
Kadar air tempe
Hasil independent t-test kadar air tempe
Hasil independent t-test warna tempe
Hasil pengukuran keempukan tempe
Hasil independent t-test keempukan tempe
Contoh penampakan ekstrak tempe
Rendemen ekstrak tempe
Hasil uji Duncan ekstrak tempe
Hasil uji konfirmasi ekstrak tempe
Contoh visualisasi hasil pengujian antibakteri
Total kultur E. coli
Total kultur S. aureus

............... 20
21
20
22
22
23
.............. 23
................ 23
............. 24
...... 25
.... 25
..... 26
.... 26
.... 26
27
.......... 28
............... 28
29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang pada umumnya
terbuat dari kedelai yang difermentasi dengan kapang, terutama Rhizopus
oligosporus. Namun, tingginya permintaan kedelai belum mampu dipenuhi oleh
produksi kedelai dalam negeri. Indonesia harus mengimpor sekitar 70 %
kebutuhan kedelai domestik (Purwanto 2012). Oleh karena itu, dibutuhkan
penelitian mengenai potensi kacang-kacangan lain untuk menggantikan sebagian
peran kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe.
Koro pedang memiliki potensi yang besar sebagai pengganti kedelai dalam
pembuatan tempe. Hal ini disebabkan koro pedang dapat tumbuh dengan baik di
Indonesia dan mengandung protein yang cukup tinggi, yaitu sekitar 23.8–27.6 %.
Kandungan protein nabati yang cukup tinggi ini setara dengan kacang kedelai.
Selain itu, koro pedang mengandung sebagian besar asam-asam amino esensial
dalam jumlah yang cukup banyak (Kay 1979). Koro pedang diketahui memiliki
faktor antinutrisi yaitu hemaglutinin berupa lektin Concanavalin A yang dapat
menyebabkan penggumpalan darah. Meskipun demikian, aktivitas hemaglutinin
ini dapat diturunkan dengan proses perendaman dan perebusan (Fitriah 2013).
Tempe kedelai diketahui memiliki senyawa antibakteri yang mampu
menghambat pertumbuhan sembilan jenis bakteri Gram positif dan satu jenis
bakteri Gram negatif. Bakteri-bakteri tersebut adalah Streptococcus lactis, S.
cremoris, Leuconostoc dextranicum, L. mesenteroides, Staphylococcus aureus,
Bacillus subtilis, Clostridium botulinum, C. sporogenes, C. butyricum, dan
Klebsiella pneumonia (Syarief et al. 1999). Penelitian lainnya menunjukkan
ekstrak tempe kedelai dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif,
seperti Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, dan Bacillus sp.
Aktivitas antibakteri yang rendah terlihat pada Listeria dan tidak ada aktivitas
antibakteri terhadap Escherichia coli dan Salmonella (Roubos-van den Hil 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Roubos-van den Hil (2010), diketahui
senyawa antibakteri pada tempe kedelai berbeda dengan bakteriosin karena
terdapat beberapa perbedaan karakteristik, yaitu sensitivitas akan panas, pH, dan
protease yang menginaktivasinya. Aktivitas antibakteri tidak ditemukan pada
kultur murni Rhizopus oligosporus yang ditumbuhkan pada cawan agar. Hal ini
menguatkan bahwa senyawa antibakteri tersebut merupakan hasil degradasi dari
protein kedelai oleh kapang Rhizopus oligosporus selama proses fermentasi terjadi
(Roubos-van den Hil dan Nout 2011). Oleh karena itu, tempe yang dibuat dari
kacang-kacangan berprotein tinggi lainnya seperti koro pedang diharapkan
memiliki efek antibakteri tersebut.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakteristik tempe koro
pedang dengan tempe kedelai (kadar air, warna, dan keempukan) dan mempelajari
kemampuan ekstrak tempe koro pedang dalam menghambat pertumbuhan
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.

2

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah tempe koro
pedang di mata masyarakat, sehingga ada alternatif bahan baku tempe yang dapat
diterima masyarakat. Tempe koro pedang diharapkan akan disukai karena
memiliki karakteristik dan komponen fungsional yang mendekati tempe kedelai

TINJAUAN PUSTAKA
Koro Pedang
Koro pedang (Canavalia ensiformis L.) termasuk dalam keluarga
Leguminosae dan merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan dan
Amerika Tengah, yang kemudian tersebar ke daerah-daerah lain yang memiliki
iklim tropis dan subtropis (Kay 1979). Selain koro pedang, terdapat juga jenis
koro-koroan lain di Indonesia, seperti koro glinding (Phaseolus lunatus), koro
benguk (Mucuna pruriens), dan koro parang (Canavalia gladiata). Koro pedang
dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis yang lembab dengan curah hujan
sekitar 700-4000 mm, meskipun pada periode musim kemarau. Umumnya koro
pedang tumbuh di daerah dataran rendah, namun masih dapat tumbuh pada
ketinggian hingga 1800 m di atas permukaan laut (Karuniawan dan Ismail 2007).
Biji kering koro pedang memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, seperti
protein, karbohidrat, lemak, serat, dan kandungan gizi lainnya. Kadar protein koro
pedang adalah sebesar 23.8-27.6 %. Hal ini menyebabkan koro pedang memiliki
potensi yang sangat baik untuk menggantikan kedelai sebagai bahan baku
pembuatan tempe. Selain itu, koro pedang memiliki kandungan asam amino yang
cukup lengkap, tetapi kekurangan asam amino metionin dan sistein. Komposisi zat
gizi koro pedang dan kedelai dapat dilihat pada Tabel 1 dan komposisi asam
amino koro pedang dan kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.
Selain kandungan gizi, koro pedang juga memiliki beberapa komponen
antinutrisi, seperti hidrogen sianida, hemaglutinin, trypsin inhibitor, dan canatoxin
(Ekanayake et al. 1999). Hal inilah yang menyebabkan koro pedang tidak terlalu
populer di masyarakat. Di Indonesia, koro pedang mengalami proses perebusan
hingga dua kali, dicuci di air mengalir selama 2 hari setelah kulitnya dikupas, lalu
dibiarkan terfermentasi selama 3-4 hari. Setelah itu, kacang tersebut dimasak
sekali lagi (Kay 1979). Penelitian Fitriah (2013) menunjukkan bahwa proses
perendaman dan perebusan pada pembuatan tempe koro pedang menyebabkan
penurunan aktivitas hemaglutinin. Proses pembuatan tempe menurunkan aktivitas
hemaglutinin pada koro pedang mentah dari 50.76 HU/mg protein ekstrak menjadi
9.52 HU/mg protein ekstrak pada tempe koro pedang.

3
Tabel 1 Komposisi zat gizi (% bk) koro pedang dan kedelai
Zat Gizi
Koro Pedanga
Kedelaib
Protein
27.6
46.2
Karbohidrat
56.9
28.5
Serat
8.0
3.7
Lemak
3.9
19.1
Kadar Abu
4.2
6.1
a
b
Keterangan: Kay (1979); Syarief et al. (1999)
Tabel 2 Komposisi asam amino (mg/g N) koro pedang dan kedelai
Asam Amino
Koro Pedanga
Metionin
85
Sistein
Threonin
275
Valin
288
Lisin
344
Leusin
453
Fenilalanin
322
Tirosin
219
Isoleusin
250
Triptofan
75
Keterangan: a Kay (1979); b Syarief et al. (1999)

Kedelaib
84
81
247
291
391
494
341
165
290
76

Tempe
Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia sebagai hasi fermentasi
kedelai oleh kapang. Kapang yang digunakan adalah Rhizopus sp, terutama
Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Tempe memiliki ciri berwarna putih
karena pertumbuhan miselia kapang yang menghubungkan antar biji kacang
sehingga terbentuk tekstur yang kompak (Syarief et al 1999).
Tempe terbagi atas dua golongan berdasarkan bahan bakunya, yaitu tempe
berbahan dasar Legume dan tempe berbahan dasar bukan Legume. Legume
merupakan tanaman kacang-kacangan berkeping dua (Syarief et al 1999).
Proses fermentasi pada tempe menyebabkan terjadinya hidrolisis komponenkomponen pada kacang menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan
mudah dicerna. Aktivitas enzim proteolitik pada kapang akan menguraikan
protein pada kacang menjadi asam-asam amino yang menyebabkan kadar nitrogen
terlarutnya meningkat. Selama proses fermentasi karbohidrat dan protein akan
dipecah oleh kapang menjadi komponen yang lebih sederhana sehingga menjadi
lebih mudah larut dan dicerna. Bau langu yang terdapat pada kedelai pun akan
hilang. Selain itu, fermentasi menyebabkan penurunan kadar zat anti gizi, seperti
trypsin inhibitor dan asam fitat (Syarief et al. 1999).
Kebutuhan kedelai Indonesia pada saat ini mencapai 2.3-2.5 juta ton per
tahun, sedangkan produksi kedelai dalam negeri hanya sekitar 800,000 ton per
tahun. Hal ini menyebabkan hampir 70 % kebutuhan kedelai Indonesia dicukupi
melalui impor (Purwanto 2012).

4
Senyawa Antibakteri Tempe
Tempe kedelai memiliki senyawa antibakteri yang mampu menghambat
pertumbuhan sembilan jenis bakteri Gram positif dan satu jenis bakteri Gram
negatif. Bakteri-bakteri tersebut adalah Streptococcus lactis, S. cremoris,
Leuconostoc dextranicum, L. mesenteroides, Staphylococcus aureus, Bacillus
subtilis, Clostridium botulinum, C. sporogenes, C. butyricum, dan Klebsiella
pneumonia (Syarief et al. 1999). Penelitian lainnya menunjukkan ekstrak tempe
kedelai
dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, seperti
Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, dan Bacillus sp. Aktivitas
antibakteri yang rendah terlihat pada Listeria dan tidak ada aktivitas antibakteri
pada E. coli dan Salmonella (Roubos-van den Hil 2010). Senyawa antibakteri ini
diduga merupakan komponen yang terbentuk selama proses fermentasi tempe atau
komponen yang berasal dari kapang Rhizopus oligosporus. Hal ini diperkuat
dengan hasil penelitian Wang et al. (1972), bahwa kapang Rhizopus oligosporus
yang ditumbuhkan pada kedelai memiliki aktivitas penghambatan terhadap
pertumbuhan Bacillus subtilis, tetapi tidak ditemukan adanya aktivitas
penghambatan dari Rhizopus oligosporus yang ditumbuhkan pada nasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kobayasi et al. (1992), diperoleh senyawa
berupa protein sederhana dengan kandungan glisin dan sistein yang tinggi pada
ekstrak kapang Rhizopus oligosporus yang memiliki aktivitas antibakteri.
Antibiotik tersebut diketahui efektif menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus sp,
terutama Bacillus subtilis. Selain itu, tidak ditemukan adanya aktivitas antibakteri
pada kultur murni Rhizopus oligosporus yang ditumbuhkan pada cawan agar
(Roubos-van den Hill dan Nout 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Roubos-van den Hil (2010),
didapatkan hasil bahwa senyawa antibakteri pada tempe memiliki aktivitas
penghambatan pada pH basa dengan aktivitas antibakteri tertinggi terdapat pada
pH 8-9. Pengujian pada suhu di atas 60 0C menunjukkan adanya kerusakan yang
dialami oleh senyawa antibakteri tersebut. Pada pengujian ekstrak tempe
menggunakan protease, yaitu Pronase E dan Protease K tidak lagi terlihat adanya
aktivitas antibakteri pada ekstrak. Namun, aktivitas antibakteri masih terlihat pada
pengujian ekstrak terhadap Trypsin dan α-Chymotrypsin.
.

METODE
Bahan
Bahan pembuatan tempe adalah koro pedang (selanjutnya di dalam skripsi
ini koro pedang disebut sebagai koro), kedelai varietas Grobogan, laru tempe
RAPRIMA (PT. Aneka Fermentasi Industri Bandung), dan tempe kedelai yang
diperoleh dari pasar (selanjutnya di dalam skripsi ini disebut sebagai tempe pasar).
Bahan untuk mengekstraksi tempe adalah metanol absolut. Kultur yang digunakan
adalah Escherichia coli yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi
Departemen Biologi IPB dan Staphylococcus aureus ATCC 25923.
Bahan dan media lain yang digunakan dalam pengujian adalah Nutrient
Broth (NB), Nutrient Agar (NA), Baird Parker Agar (BPA), Eosin Methylen Blue

5
Agar (EMBA), ungu kristal, safranin, lugol, etanol 90%, Tryptone Soy Broth
(TSB), pereaksi Kovacs, indicator Methyl Red, Methyl Red Voges Proskauer
Broth (MRVP), Koser Citrate Broth, larutan alpha naphtol, Kalium Hidroksida
(KOH), Dimethyl Sulfoxide (DMSO), dan Amoxicillin.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain rotary evaporator,
blender, inkubator bergoyang, penyaring vakum, baskom, panci, panci pengukus,
autoclave, rak fermentasi, kemasan fermentasi (plastik PP), fermentor, tabung
reaksi, cawan petri, mikropipet, tip pipet, jarum ose, botol kaca, mikroskop,
inkubator 37oC, dan spektrofotometer (KROSS UV 6500), penetrometer
(Precision), dan chromameter (Minolta).

Metode Penelitian
Penelitian terdiri atas beberapa tahap, yaitu, persiapan kultur bakteri uji,
penghitungan konsentrasi spora pada laru, pembuatan tempe, pengukuran
keempukan, pengukuran warna, pengukuran kadar air, ekstraksi tempe yang diuji,
uji konfirmasi ekstrak tempe dan pengujian aktivitas antibakteri ekstrak tempe .

Persiapan Kultur Bakteri Uji
Persiapan kultur bakteri uji dilakukan dengan berbagai jenis uji, yaitu:
1. Uji Konfirmasi Kemurnian Bakteri Uji
Berdasarkan SNI 01-2332.1-2006 tentang cara uji mikrobiologiBagian 1: Penentuan coliform dan Escherichia coli pada produk
perikanan, uji konfirmasi kemurnian Escherichia coli dilakukan dengan
uji morfologi, penegasan dan biokimia. Secara morfologi, uji dilakukan
dengan pewarnaan Gram. Uji penegasan Escherichia coli dilakukan
dengan cara menumbuhkan kultur di media EMBA, sedangkan uji
biokimia dilakukan dengan uji IMViC (Indol, Merah Metil, VoguesProskauer, dan Sitrat).
Uji konfirmasi Staphylococcus aureus dilakukan menurut SNI
2332.9-2011 tentang cara uji mikrobiologi-Bagian 9: Penentuan
Staphylococcus aureus pada produk perikanan. Uji dilakukan dengan uji
morfologi dan isolasi. Secara morfologi, uji dilakukan dengan
pewarnaan Gram, sedangkan untuk isolasi dilakukan dengan
menumbuhkan kultur pada media BPA yang telah ditambahkan egg yolk.

6
Tabel 3 Interpretasi hasil uji konfirmasi kemurnian bakteri uji
Kriteria
Indol
MR
VP
Sitrat
Uji Morfologi

Kriteria
Isolasi
Uji Morfologi

Escherichia coli
Biotipe 1
+
+
Gram negatif, berbentuk
batang pendek tidak
berspora
Staphylococcus aureus

Biotipe 2
+
Gram negatif, bentuk
batang pendek tidak
berspora

Hasil
Bulat licin, berwarna abu-abu hingga kehitaman, sekeliling
tepi koloni bening (terbentuk halo)
Gram positif, berbentuk rangkaian buah anggur, tidak
membentuk spora dan tidak bergerak

2. Perhitungan Total Kultur Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
Perhitungan total kultur bakteri berguna untuk mengetahui
jumlah total bakteri awal sehingga dapat dihitung berapa kali
pengenceran yang diperlukan untuk mendapatkan jumlah total bakteri
sebesar 105 sel/ml. Sebanyak 1 ose bakteri ditumbuhkan ke dalam 10 ml
NB steril dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Kemudian,
kultur ini ditumbuhkan pada agar cawan berisi NA pada seri
pengenceran 106-108dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam.
Koloni bakteri yang berjumlah 25-250 dihitung berdasarkan metode
Standard Plate Count (BAM 2001).
Jumlah koloni (CFU/ml)=N=

jumlah koloni pada cawan
n

-

n

Keterangan: n= jumlah cawan
D= pengenceran pada cawan pertama
3. Pembuatan Kurva Pertumbuhan (Modifikasi Metode Khodijah et al
2006)
Kultur bakteri yang telah disegarkan selama 24 jam di dalam
inkubator suhu 37 0C dengan media NB lalu diencerkan hingga
konsentrasi sekitar 104 CFU/ml. Total pengenceran diketahui melalui
penghitungan dari data jumlah total kultur bakteri. Sebanyak 25 tabung
reaksi berisi 10 ml NB dengan konsentrasi 104 CFU/ml, diinkubasi di
dalam inkubator bergoyang dengan suhu 37 0C. Setiap interval 1 jam, 1
tabung reaksi diambil lalu diukur nilai absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Pengukuran dimulai
dari jam ke-0 dan diakhiri pada jam ke-24.
Perhitungan Spora Laru Tempe (Metode Hemasitometer)
Perhitungan spora pada laru tempe menggunakan alat Hemasitometer.
Sebanyak 1 gram laru dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml NaCl
0.85 %, lalu diencerkan hingga tingkat pengenceran 103. Setelah itu, teteskan hasil

7
pengenceran spora tersebut ke atas hemasitometer dan lakukan perhitungan
jumlah spora menggunakan mikroskop perbesaran 400 x. pada hemasitometer
terdapat counting chamber yang berukuran 1mm2 dan terdiri atas 25 kotak kecil
berukuran 0.04 mm2. Kotak-kotak tersebut terdiri lagi atas 16 kotak yang lebih
kecil dengan ukuran 0.0025 mm2. Jumlah spora dapat dihitung secara acak dengan
memilih 5 kotak dari 25 kotak yang terdapat pada luasan counting chamber.
Jumlah spora/cm3 = jumlah spora/mm2 x 1/d x FP x 1000 mm3/cm3
Keterangan: d
: jarak antara kaca penutup dengan hemasitometer (mm)
FP
: faktor pengenceran
Pembuatan Tempe Koro dan Tempe Kedelai (modifikasi metode Syarief et al
1999)
Koro memiliki ukuran yang relatif besar, sehingga dilakukan proses
pemecahan untuk memperkecil ukuran koro. Proses pembuatan tempe koro
dimulai dengan merendam koro kering selama 16 jam, lalu dicuci dan dikeringkan
dengan oven pengering bersuhu 70 0C selama 24 jam. Koro yang telah
dikeringkan, kemudian dikupas dan dipecah secara mekanik. Berikutnya, koro
direbus selama 20 menit hingga menjadi empuk dan dilakukan perendaman
selama 50 jam untuk menurunkan pH. Setelah selesai perendaman, koro dicuci
bersih dan dikukus selama 10 menit. Koro yang telah dikukus, kemudian
diinokulasikan dengan konsentrasi laru sebesar 0.1 %. Koro segera dikemas
dengan plastik PP yang telah dilubangi dengan diameter 1 mm dan berjarak 1 cm
untuk setiap lubangnya. Terakhir, koro diinkubasi di dalam fermentor bersuhu 3032 0C selama 36 jam.
Tempe kedelai dibuat dengan cara yang relatif sama dengan tempe koro.
Perbedaannya terdapat pada waktu rebus kedelai yang selama 40 menit yang
dilanjutkan dengan perendaman selama 30 jam. Setelah itu, dilakukan pengupasan
kulit kedelai dan pembuangan kotiledonnya. Kedelai yang telah bersih, lalu
dikukus selama 30 menit. Selanjutnya proses pembuatan tempe kedelai sama
dengan proses pembuatan tempe koro.
Pengujian Kadar Air (AOAC 1995)
Cawan kosong dikeringkan beserta dengan tutupnya dalam oven selama 15
menit, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel
ditimbang dalam cawan kering tersebut. Cawan beserta isinya dikeringkan di
dalam oven selama 6 jam pada suhu 105 oC, lalu dimasukkan ke dalam desikator
selama 15 menit, didinginkan, dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan
kembali sampai diperoleh bobot konstan ≤
g Kadar air dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:
ab
Kadar ir ( b b
x
c
Keterangan :
a = Bobot cawan dan sampel awal (g)
b = Bobot cawan dan sampel akhir (g)
c = Bobot sampel awal (g)

8
Pengujian Keempukan (Manual Alat)
Pengukuran keempukan tempe dilakukan dengan menggunakan
penetrometer (Precision). Sampel diletakkan pada dasar alat dengan jarum berada
pada bagian permukaan sampel. Tuas run ditekan dan dicatat berapa kedalaman
penetrasi dari jarum, lalu dihitung nilai keempukannya dalam satuan (kg/det) 1/10
milimeter division. Waktu yang digunakan adalah selama 10 detik untuk setiap
penetrasi.
Pengujian Warna (Manual Alat)
Pengukuran warna tempe dilakukan dengan menggunakan chromameter
(Minolta). Alat dinyalakan dan dikalibrasi dengan menekan tombol calibration.
Set alat dengan L = 100; a = 0.00; b = 0.00. Warna putih diletakkan sebagai
standar pada alat pemotret, lalu ditekan measure dan lampu pemotret akan
menyala sebanyak 3 kali. Sampel diletakkan pada alat pemotret dan ditekan
measure.
Ekstraksi Tempe (Modifikasi Metode Pawiroharsono 1995)
Sebanyak 20 g tempe dihancurkan dengan blender, kemudian diekstraksi
dengan metanol absolut sebanyak 100 ml selama 30 menit menggunakan
inkubator bergoyang. Ekstrak tempe disaring dengan kertas saring, lalu disimpan
di dalam freezer untuk menggumpalkan lemak. Lemak tersebut kemudian
dipisahkan melalui penyaringan dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh
selanjutnya diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40 0C disertai dengan
tekanan vakum hingga didapatkan ekstrak tempe.
Uji Konfirmasi Ekstrak Tempe
Uji ini dilakukan untuk mengkonfirmasi bahwa ekstrak tempe tidak
mengandung mikroba. Sebanyak 1 ml ekstrak tempe diinokulasikan ke dalam
cawan berisi media NA dengan metode tuang. Cawan-cawan tersebut lalu
diinkubasi pada suhu 370 C selama 24 jam.
Pengujian Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Agar (Zuhut et al
2001)
Sebanyak 1 ml kultur bakteri dengan konsentrasi 105 CFU/ml yang telah
berada pada akhir fase log pertumbuhannya, yaitu jam ke-14 untuk E. coli dan jam
ke-19 untuk S. aureus, dicampurkan dengan 20 ml NA ke dalam cawan petri.
Selanjutnya dibuat 5 sumur pada agar tersebut dengan diameter 6 mm, lalu
dimasukkan 40 μl sampel uji ke dalam masing-masing sumur. Sampel uji yang
digunakan adalah ekstrak tempe koro, ekstrak tempe kedelai, ekstrak tempe pasar,
DMSO sebagai kontrol negatif, dan Amoxicillin sebagai kontrol positif. Ekstrak
yang digunakan mempunyai konsentrasi 100 % (tanpa diencerkan dengan DMSO),
sedangkan Amoxicillin dilarutkan ke dalam DMSO sehingga memiliki konsentrasi
0.05 % untuk pengujian E. coli dan konsentrasi 0.01 % untuk pengujian S. aureus.
Penggunaan DMSO sebagai pelarut dilakukan karena DMSO dapat melarutkan
senyawa organik polar dan non polar. Penggunaan Amoxicillin dengan konsentrasi
yang lebih rendah pada S. aureus dilakukan karena Amoxicillin merupakan
antibiotik yang berspektrum luas dan biasanya efektif terhadap Gram positif dan
Gram negatif terutama strain S. aureus dan enterokokus yang biasanya

9
menimbulkan penyakit infeksi pencernaan (Parhusip 2006). Cawan diinkubasi
pada suhu 30 0C selama 24 jam dengan posisi cawan menghadap ke atas. Diamati
adanya penghambatan dengan mengukur diameter zona bening yang terbentuk.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan Kultur Bakteri Uji
Bakteri yang akan diujikan harus bebas dari kontaminasi bakteri lain. Oleh
karena itu uji konfirmasi kemurnian kultur bakteri uji sangat diperlukan. Pada
pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak tempe koro ini, yaitu Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus.

Gambar 1 Hasil pengamatan pewarnaan Gram E. coli di bawah mikroskop
perbesaran 1000 x
Berdasarkan SNI 01-2332.1-2006 tentang cara uji mikrobiologi-Bagian 1:
Penentuan coliform dan Escherichia coli pada produk perikanan, E. coli memiliki
morfologi seperti yang terlihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x,
yaitu berbentuk batang pendek dan berwarna merah karena merupakan bakteri
Gram negatif. Sedangkan pada uji penegasan E. coli pada media EMBA, terlihat
pertumbuhan koloni dengan ciri yang khas, yaitu dengan koloni warna hijau
metali dengan warna hitam pada bagian tengah (Gambar 2). Berdasarkan
interpretasi hasil uji konfirmasi pada Tabel 3, uji IMVic menunjukkan bahwa
kultur yang digunakan sesuai dengan ciri-ciri Escherichia coli (Lampiran 1).

10

Gambar 2 Hasil uji penegasan E. coli pada media EMBA

Gambar 3 Hasil pengamatan pewarnaan Gram S. aureus di bawah mikroskop
perbesaran 1000 x
Berdasarkan SNI 2332.9-2011 tentang cara uji mikrobiologi-Bagian 9:
Penentuan Staphylococcus aureus pada produk perikanan, S. aureus ditandai
dengan koloni berbentuk bulat dan bergerombol seperti anggur di bawah
mikroskop perbesaran 1000x, serta berwarna biru karena merupakan bakteri Gram
positif. Selain itu, penumbuhan kultur pada media BPA menunjukkan hasil koloni
bulat berwarna hitam, licin, dan bening di tepinya (Gambar 4).

11

Gambar 4 Hasil uji isolasi S. aureus pada media BPA
Penentuan jumlah kultur bakteri berguna untuk menentukan tingkat
pengenceran yang perlu dilakukan agar didapatkan bakteri berkisar 105 CFU/ml.
Jumlah bakteri sebanyak 105 CFU/ml merupakan jumlah direkomendasikan agar
bakteri tersebut dapat tumbuh sehat dan tidak berjumlah terlalu banyak (CDRH
2009).
Berdasarkan kurva pertumbuhan E. coli (Gambar 5) dan S. aureus (Gambar
6) dalam medium NB, diketahui E. coli mengalami fase lag hingga jam kelima
dan S. aureus hingga jam kedelapan. Fase lag yang lama disebabkan karena kedua
bakteri, terutama S. aureus mengalami proses adaptasi terhadap lingkungannya
yang cukup lama. Pada fase ini, tidak terdapat pertumbuhan populasi bakteri,
hanya terjadi penambahan komposisi kimiawi dan pertambahan ukuran saja
(Khodijah et al 2006). Setelah melewati fase lag, kemudian pertumbuhan kedua
bakteri meningkat dan memasuki fase log. Pada fase log terjadi peningkatan
jumlah sel karena bakteri telah beradaptasi dengan baik pada medianya. Kurva
pertumbuhan akan terlihat meningkat dengan tajam. E. coli mengalami fase log
hingga jam keempat belas, sedangkan S. aureus mengalami fase log hingga jam
kesembilan belas. Selanjutnya, kedua bakteri mengalami fase stasioner, yaitu
pertumbuhan kedua bakteri cenderung tetap dan tidak mengalami perubahan
secara signifikan. Data pembuatan kurva pertumbuhan terlampir pada Lampiran 2.

12

Gambar 5 Kurva pertumbuhan E. coli

Gambar 6 Kurva pertumbuhan S. aureus
Pembuatan Tempe Koro dan Tempe Kedelai
Berdasarkan hasil pengukuran waktu perebusan terhadap koro kupas pecah,
didapatkan hasil bahwa perebusan koro membutuhkan waktu selama 20 menit.
Pada menit kelima hingga menit kelima belas koro masih terasa keras, barulah
pada menit kedua puluh koro menjadi empuk. Tekstur koro yang empuk akan
memudahkan pertumbuhan dari kapang tempe karena miselium kapang menjadi
lebih mudah untuk memfermentasi koro. Sedangkan untuk kedelai, diperlukan
waktu perebusan hingga 40 menit agar didapatkan kedelai yang empuk dengan
kulit yang mudah dikupas (Lampiran 3).
Pada pembuatan tempe, nilai pH menjadi suatu titik kritis yang harus
dipenuhi agar koro yang digunakan dapat menjadi tempe dengan mutu yang baik.
Pertumbuhan kapang tempe akan optimum pada pH asam, yaitu sekitar pH 3,5-5,0
(Syarif et al.1999). Jika pH terlalu tinggi, kapang tempe tidak dapat tumbuh
dengan optimal karena kalah bersaing dengan bakteri-bakteri asam laktat yang
ikut tumbuh saat proses fermentasi tempe. Jika pH terlalu rendah, kapang tempe
juga tidak bisa tumbuh karena suasana yang terlalu asam. Waktu yang diperlukan
untuk mencapai pH yang diinginkan adalah kurang lebih dari 50 jam. Sedangkan
untuk tempe kedelai, perendaman dilakukan selama 30 jam agar tercapai pH yang
diinginkan (Lampiran 4). Perendaman untuk kedelai lebih singkat waktunya

13
dibandingkan koro, karena pada kulit kacang banyak mengandung bakteri asam
laktat yang menghasilkan berbagai jenis asam, seperti asam sitrat, laktat, dan
asetat. Hal ini menyebabkan proses fermentasi saat perendaman menjadi lebih
optimal dan membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai pH yang
diinginkan.
Berdasarkan hasil perhitungan spora laru tempe RAPRIMA, didapatkan
hasil sebesar 109 spora/g laru (Lampiran 5). Pada penelitian ini konsentrasi laru
yang digunakan sebesar 0,1 % laru/g kacang kukus atau sekitar 106 spora/g
kacang kukus. Hal ini disebabkan jumlah spora Rhizopus yang diperlukan untuk
membuat tempe adalah minimal 104 CFU/g kacang yang telah dimasak (Roubosvan den Hil dan Nout 2011). Inkubasi tempe dapat dilakukan pada tiga suhu yang
berbeda, yaitu suhu rendah (25 0C), suhu sedang (31 0C), dan suhu tinggi (37 0C).
Pada penelitian ini inkubasi dilakukan di dalam fermentor bersuhu sekitar 30-32
0
C (suhu sedang) selama 36 jam. Hal ini dilakukan karena inkubasi pada suhu
sedang memiliki keuntungan umur simpan tempe lebih lama dan rasa tempe lebih
disukai dibandingkan dengan tempe yang diinkubasi pada suhu tinggi (Syarief et
all 1999). Pada penelitian ini, didapatkan rendemen tempe koro sebesar 161.50 %
dan tempe kedelai sebesar 151.00 % (Lampiran 6).
Tempe koro memiliki penampakan yang mirip dengan tempe kedelai
secara visual. Tesktur tempe koro terlihat kompak dengan miselium kapang yang
berwarna putih.

Gambar 7 Koro Utuh

Gambar 8 Koro Kupas

Gambar 9 Koro Kupas Pecah

Gambar 10 Tempe Koro

Kadar Air
Kadar air dari tempe koro adalah 72,54 %, sedangkan kadar air tempe
kedelai adalah 63,92 % (Lampiran 7). Berdasarkan uji t-test yang dilakukan
(Lampiran 8), kadar air tempe koro terbukti berbeda secara nyata dengan kadar air
tempe kedelai (P

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas AntiBakteri Ekstrak n-Heksan Dan Etilasetat Serta Etanol Dari Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

4 78 71

Pemeriksaan Cemaran Bakteri Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus Pada Jamu Gendong Dari Beberapa Penjual Jamu Gendong

4 120 85

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

2 59 77

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Stapylococcus aureus

7 97 50

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

8 82 96

Kajian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tempe Komak terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

3 8 35

Aktivitas Inhibisi Enzim Pengubah Angiotensin pada Hidrolisat Tempe Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) secara In Vitro

1 10 39

Pengujian Tetrazolium Dan Respirasi Benih Koro Pedang (Canavalia Ensiformis)

0 9 39

KARAKTERISASI SENYAWA BIOAKTIF ISOFLAVON DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK ETANOL TEMPE BERBAHAN BAKU KORO PEDANG (Canavalia ensiformis)

5 32 110

PEMANFAATAN KORO PEDANG (Canavalia ensiformis) SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN TEMPE DENGAN PENAMBAHAN Pemanfaatan Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Tempe Dengan Penambahan Konsentrasi Bahan Isi Dari Jagung Dan Bekat

0 2 15