2 Tugas memperlambat kemajuan serbuan musuh serta pengungsian total serta bumi
hangus total. 3
Tugas membentuk kantong-kantong di tiap Onderdistrik Militer yang mempunyai pemerintahan gerilya disebut wehrkreise yang totaliter dan mempunyai pusat di
beberapa kompleks pegunungan. 4
Tugas pasukan-pasukan yang berasal dari “Daerah Federal” untuk wingate menyusup kembali ke daerah asalnya dan membentuk kantong-kantong, hingga
seluruh Pulau Jawa akan menjadi satu medan perang gerilya yang luas. 5
Eksistensi Pemerintah RI tetap dipertahankan. Tujuan pokok dari perintah siasat di atas adalah untuk mengadakan perlawanan
secara bergerilya yang dilakukan oleh tentara dan rakyat Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Republik Indonesia, jika nantinya terjadi Agresi
Militer Belanda yang kedua.
A. Pelaksanaan Agresi Militer Belanda II
Adanya Perintah Siasat yang dikeluarkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman tersebut akhirnya terlaksana, karena pemerintahan Belanda melancarkan
Agresi Militer yang kedua terhadap Indonesia, terutama di wilayah Ibukota Yogyakarta. Hal itu membuat berbagai rangkaian perundingan yang telah dilakukan antara kedua
belah pihak, yaitu Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda ternyata tidak cukup menghasilkan kesepakatan politik dan mengalami kegagalan dan membuat hubungan
antara kedua pemerintahan yang terlibat konflik semakin bertambah buruk.
Tanggal 19 Desember 1948 pemerintah Belanda akhirnya melaksanakan Agresi Militer yang kedua terhadap Republik, setelah pasukan-pasukan Belanda melanggar
perjanjian gencatan senjata. Berita pertama tentang Belanda memutuskan perjanjian gencatan senjata Renville diterima di Yogyakarta pukul 5.30 sore berupa suatu serangan
pesawat-pesawat pembom Belanda di atas lapangan udara terdekat, tepatnya di Maguwo. Pemerintah sangat terkejut dengan adanya pelaksanaan Agresi Militer Belanda tersebut,
meskipun sebelumnya pemerintah bersama dengan TNI telah memperkirakan akan terjadinya serangan militer tersebut, namun pemerintah Indonesia tidak menyangka jika
pasukan Belanda berani melanggar perjanjian gencatan senjata dan menyerang Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta, karena pada saat itu komisi jasa-jasa baik PBB KTN
sedang di wilayah Republik, yaitu tepatnya di Kaliurang yang letaknya sangat dekat dengan Ibukota Republik.
31
Bom dan roket dijatuhkan di berbagai tempat, tetapi lebih banyak dijatuhkan di tempat yang di tempati militer, di tengah kota, dan pesawat-pesawat terbang menyapu
sepanjang maupun menyilang jalan. Sesuai dengan rencana, kesatuan-kesatuan tentara yang berkedudukan di Ibukota mulai mengosongkan kota dan pergi ke tempat-tempat
pertemuan di luar kota untuk menyiapkan taktik-taktik gerilya yang sudah mereka rencanakan untuk dipakai bila pada akhirnya terjadi peristiwa seperti yang diperkirakan.
Menjelang tengah petang, setelah mengepung kota, pasukan Belanda berhasil mencapai pusat kota ke Istana Presiden.
31
Komisi jasa-jasa baik PBB tersebut rencananya akan berada selama dua sampai tiga Minggu sebelum nantinya akan kembali ke Batavia, lihat, George McTurnan Kahin, Nasionalisme dan Revolusi di
Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, halaman 426-427.
B. Berdirinya Pemerintahan Darurat di Jawa 1. Pemerintahan Darurat Sipil