Pemerintah dan di Surakarta berdiri Divisi X Tentara Keamanan Rakyat dengan Komandan Divisi Kolonel Soetarto. Resimen yang pertama dapat dibentuk, diserahkan
pimpinannya kepada Suadi, suatu Resimen yang terdiri dari 4 batalion.
21
Resimen- resimen yang lain segera menyusul dan tumbuh dari kalangan para pejuang sendiri, yang
tersebar terorganisir di daerah-daerah. Badan-badan perjuangan juga terbentuk di Kota Surakarta, selain juga sudah
berdiri TKR. Badan-badan tersebut di antaranya berasal dari macam-macam badan perjuangan dan laskar-laskar bersenjata seperti, BPRI, Laskar Buruh Indonesia, Laskar
Rakyat, Laskar Putri Indonesia, Hisbullah, Barisan Banteng, Laskar Kere, dan Pesindo. Tanggal 24 Januari 1946 TKR berubah nama menjadi Tentara Republik Indonesia, yang
dengan demikian Divisi X TKR lalu berubah menjadi Divisi IV TRI dan kemudian beberapa bulan kemudian Divisi IV TRI ini menerima seluruh panji-panji dengan nama “
Panembahan Senopati “ dan sejak itu pula Divisi IV TRI tersebut terkenal dengan nama Divisi Panembahan Senopati.
22
B. Pergolakan Sosial Politik di Surakarta
1. Penculikan pimpinan pemerintahan di Surakarta
Residen Iskaq dan wakilnya Soediro dalam kedudukannya di Surakarta mendapat dekking dari partai PNI yang merupakan salah satu partai yang memiliki kekuatan yang
banyak di daerah Surakarta. Wakil Residen Soediro juga mendapatkan dekking dari Barisan banteng karena beliau adalah Wakil Ketua Markas Besar Barisan Banteng. Posisi
21
Tim Penyusun Buku Kenang-kenangan Perjuangan Rakyat Surakarta Dari Zaman ke Zaman., op.cit
., halaman 26.
22
Wawancara dengan H.S Soemaryono, tanggal 4 Maret 2010
tersebut menguntungkan bagi kedua tokoh dan pengikut-pengikutnya, namun tidak bagi golongan politik lainnya, khususnya golongan sayap kiri Sosialis , meskipun di satu
sisi golongan politik sosialis ini memiliki simpati terhadap pemerintahan Residen Iskaq dan Wakilnya dalam hal menghapuskan feodalisme yang juga mendapatkan dukungan
dari kaum pergerakan dan golongan anti Swapraja. Dalam situasi yang tidak kondusif tersebut, terjadilah penculikan atas Residen
Iskaq dan Wakilnya Soediro. Penculikan itu dipimpin oleh Alip Hartoyo yang dikenal sebagai tokoh BPRI Barisan Pemberontakan Republik Indonesia . Kabar berita
penculikan tersebut kemudian disampaikan kepada Dr. Muwardi sebagai Ketua Barisan Banteng dan langsung menuju ke tempat ataupun markas yang sudah diduduki kaum
komunis yang diduga untuk menyembunyikan Residen Iskaq dan Wakilnya Soediro tersebut. Sampai di tempat yang dituju ternyata para kaum Komunis yang banyak dari
Partai Sosialis sudah siap untuk melantik Residen dan Wakil dari golongan mereka sendiri yaitu, Soyas dan H. Dasuki. Mengetahui hal tersebut, pimpinan Barisan Banteng,
Dr. Muwardi kemudian memberikan ultimatum untuk segera membebaskan Wakil Residen Soediro, yang merupakan Wakil Ketua dari Barisan Banteng, dan pada akhirnya
pun Wakil Residen Soediro dibebaskan oleh para penculik, namun tidak demikian halnya dengan Residen Iskaq. Wakil Residen Soediro setelah terbebas dari penculikan,
kemudian memberitahu putra dari Residen Iskaq yang menjadi Tentara Pelajar bahwa ayahnya diculik. Mendengar kabar berita tersebut, putra dari Residen Iskaq kemudian
berusaha mencari ayahnya, dan pada malam harinya Residen Iskaq dibebaskan oleh para penculik.
2. Kondisi di Surakarta menjelang Pemberontakan PKI Madiun 1948