PENGARUH TEKNIK NAFAS DALAM DAN MURROTTAL TERHADAP SKALA NYERI SESUDAH PERAWATAN LUKA PADA PASIEN POST OPERASI DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH TEKNIK NAFAS DALAM DAN MURROTTAL TERHADAP SKALA NYERI SESUDAH PERAWATAN LUKA PADA PASIEN POST

OPERASI DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

ARDHINA PERMATA SARI 20120320042

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH TEKNIK NAFAS DALAM DAN MURROTTAL

TERHADAP SKALA NYERI SESUDAHPERAWATAN

LUKAPADA PASIEN

POST

OPERASIDI RSU PKU

MUHAMMADIYAH BANTUL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh

DerajatSarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

ARDHINA PERMATA SARI 20120320042

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini kami selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Nama : Ardhina Permata Sari NIM : 20120320042

Judul : Pengaruh teknik nafas dalam dan murrottal terhadap skala nyeri sesudah perawatan luka pada pasien post operasidi Rsu Pku Muhammadiyah Bantul

Setuju/tidak setuju*) naskah ringkasan penelitian yang disusun oleh yang bersangkutan dipublikasikan dengan/tanpa*) mencantumkan nama pembimbing sebagai co-author.

Demikian harap maklum.

Yogyakarta, Agustus 2016 Mahasiswa,


(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN Karya tulis ini Saya persembahkan kepada:

Allah SWT atas kemudahan jalan yang diberikan-Nya, atas cinta-Nya dan karunia-Nya yang tak pernah berhenti kepada hamba

Rasulullah Muhammad SAW yang senantiasa mencintai umatnya

Ibunda (Sri Chayati) dan Ayahanda (Sarwandi) yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik secara materil maupun moril. Karya Tulis Ini tidak akan cukup untuk membalas semua jasa kalian, dan tak lupa untuk saudara laki-laki yang sangat Saya

sayangi (Ardian Jati Permana)

Semua keluarga di pacitan ( Nenek , Paman, Bibi) dan semua yang sudah memberikan dukungan selama Saya menjalani kuliah, yang selalu menanti kepulangan Saya. Untuk

keluarga jauh Om Samno hadi, Sukini, Rizka Anisah dan Pak Agus yang selalu memberikan Saya semangat untuk segera menyelesaikan Karya tulis Ini.

Selain itu Saya persembahkan kepada sahabat-sahabat Saya. Sahabat wanita Saya selama 4 tahun yang penuh cerita yaitu: Hafidha, Zerlinda dan Ma’rifatul. Sahabat-sahabat sebimbingan yang selalu memberikan semangat, yang selalu menguatkan Ani,

Zolfika, Hasrul dan Ayu.Sahabat jauh yang sangat saya sayangi Nurul dan Anton.Tidak lupa untuk kos putri familia tempat tidur selama 4 tahun ini.

Untuk semua teman-teman PSIK 2012 trimakasih untuk semua ceritanya selama 4 tahun ini semoga kita semua menjadi orang yang bermanfaat dan sukses.

Dan semua pihak yang membantu menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak bisa Saya sebutkan satu persatu


(5)

MOTTO HIDUP

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar

kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al „Alaq: 1-5)

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

(QS. Al-Insyirah: 5-6)

Entah akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita wajib berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi ibu. Ibu-ibu cerdas akan menghasilkan

anak-anak cerdas ~ Dian Sastrowardoyo

Pengalaman dapat menjadi guru yang terbaik dan buanglah ingatan tentang hal yang buruk jika itu memupuk dengki di dalam hati

“Kita hanyalah makhluk hidup, partikel-partikel debu yang beterbangan berputar-putar di dalam kehampaan abadi dan tak terhingga.Diri kita hanya untuk menyerah

dan patuh.Jika kita mencintai, cinta kita juga tidak berasal dari kita, juga bukan kepunyaan kita. Sekiranya kita bahagia, kebahagiaan kita tidaklah dalam diri kita,

tapi dalam kehidupan itu sendiri” (Kahlil-Gibran)

Pengetahuan tidaklah cukup; kita harus mengamalkannya.Niat tidaklah cukup; kita harus melakukannya. ~ Johann Wolfgang von Goethe


(6)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Ardhina Permata Sari NIM : 20120320042

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 26 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,


(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr.Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah ini. Sholawat dan salam tak lupa penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Ucapan terima kasih ingin penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan proposal karya tulis ini, khususnya kepada:

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An.,M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Sri Sumaryani S.Kep.,Ns., M.Kep., Sp.Mat., HNC selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Fahni Haris, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing Saya hingga menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Erfin Firmawati, S.Kep., MNS selaku penguji yang telah memberikan saran dan masukannya untuk perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Keluarga besar, sahabat, teman-teman yang selalu memberikan dukungan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan bimbingan, kritik dan saran demi kemajuan bersama.Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Yogyakarta, 26 Agustus 2016 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SKEMA DAN TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 10

1. Nyeri ... 10

2. Perawatan Luka ... 18

3. TeKnik Relaksasi ... 24

4. Murrottal ... 27

B. Kerangka Konsep ... 30

C. Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 32

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

D. Variabel Penelitian ... 35

E. Definisi Operasional ... 36

F. Instrumen Penelitian ... 37

G. Cara Pengumpulan Data ... 38

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41

I. Analisa Data ... 43

J. Etik Penelitian ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Wilayah Penelitian ... 44

B. Hasil Penelitian ... 45

C. Pembahasan ... 49


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 62 B. Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR SKEMA DAN TABEL

Skema1.Kerangka konsep ... 30

Skema 2.Hubungan antar variabel ... 35

Tabel 1. Desain penelitian two group pre-post test ... 30

Tabel 2. Definisi operasional ... 36

Tabel 3.Distribusi frekuensi karakteristik responden ... 46

Tabel 4. Gambaran tingkat nyeri responden ... 47

Tabel 5.Hasil uji Wilcoxon ... 48


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skala Pengukur Nyeri VAS ... 15 Gambar 2. Skala Pengukur Nyeri NRS ... 15 Gambar 3. Skala Pengukur Nyeri FRS ... 16


(12)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Studi Pendahuluan

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

Lampiran 3. Surat Kelayakan Etik Penelitian

Lampiran 4. Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 5. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 6. Lembar Kuesioner

Lampiran 7.Lembar prosedur pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam Lampiran 8.Lembar prosedur pelaksanaan murrottal

Lampiran 9. Hasil pengukuran nyeri kelompok nafas dalam dan murrottal Lampiran10.Hasil olah data


(13)

(14)

Ardhina Permata Sari (2016). Pengaruh Teknik Nafas Dalam dan Murrottal terhadap Skala Nyeri Sesudah Perawatan Luka pada Pasien Post Operasi

Dosen Pembimbing: Fahni Haris, S.Kep.,Ns.,M.Kep INTISARI

Latar Belakang: Luka post operasi adalah luka yang berasal dari adanya suatu pembedahan. Perawatan luka merupakan tindakan untuk mencegah infeksi dan mempercepat proses penyembuhan luka, tetapi dalam pelaksanaannya dapat meningkatkan intensitas nyeri. Nyeri merupakan salah satu keluhan tersering pada pasien setelah mengalami suatu tindakan perawatan luka. Perawatan untuk manajemen nyeri yang dapat dilakukan adalah dengan teknik nafas dalam dan murrottal.

Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh teknik nafas dalam dan murrottal terhadap skala nyeri sesudah perawatan luka pada pasien post operasi.

Metode: Quasi-eksperimen dengan pendekatan two group pre-test and posttestt design. Jumlah sampel sebesar 36 responden yang terdiri dari 18 responden kelompok nafas dalam dan 18 responden kelompok murrottal dengan teknik purposive sampling. Instrument untuk mengukur skala nyeri menggunakan NRS (Numeric Rating Scale). Data diuji dengan menggunakan uji Data dianalisis dengan uji Wilcoxon dan Mann-Whitney U.

Hasil: Terdapat pengaruh teknik nafas dalam dan murrottal terhadap skala nyeri sesudah perawatan luka pada pasien post operasi dengan nilai Sig. p= 0,000. Tidak ada perbedaan bermakna antara teknik nafas dalam dan murrottal terhadap skala nyeri sesudah perawatan luka pada pasien post operasi dengan nilai Sig. p= 0,656.

Kesimpulan dan Saran: Terdapat pengaruh teknik nafas dalam dan murrottal terhadap skala nyeri sesudah perawatan luka pada pasien post operasi. Pemberian teknik relaksasi nafas dalam dan murrottal berpengaruh untuk mengurangi nyeri pada pasien post operasi sesudah dilakukan perawatan luka. Perawat diharapkan dapat menjadikan intervensi dalam penelitian ini menjadi salah satu intervensi di rumah sakit. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat mengontrol waktu pemberian intervensi dan mengendalikan faktor-faktor pengganggu.


(15)

Ardhina Permata Sari (2016). The effect of deep breathing and murrottal to pain scale after wound care in patient post surgery

Advisor: Fahni Haris, S.Kep.,Ns.,M.Kep

ABSTRACT

Background: Postoperative wound is a wound that comes from the existence of a surgery will be performed treatments. A wound care measures to prevent infection and improve wound healing process, but in actual use can increase the intensity of pain. Pain is one of the most common complaints in patients after suffering a wound care measures. The treatment or pain management that can be done is deep breathing technique and murrottal.

Purpose: To determine the effect of deep breathing techniques and murotal the scale of pain after wound care in patients post-surgery.

Methode: Quasy-eksperiment approach to two-group pretest and posttest design. The sample amount is 36 respondents consisting of 18 respondents in the deep breathing group and 18 respondent murrottal group with technique of purposive sampling. Instruments for measuring pain scale use NRS (Numeric Rating Scale). Data had been analyzed using Wilcoxon and Mann-Whitney U test.

Result: There is effect of deep breathing and murrottal to reducepain scale during wound care in patient post surgery The p value is p=0.000. There are no significant between deep breathing techniques and murrottal to the pain scale during wound care in patient post surgery with the p= 0,656.

Conclusion and Suggestion:Giving murrottal and deep breathing relaxation technique has effect to reduce pain in postoperative patient. Nurses are expected to use interventions in this study into one of intervention in the hospital. For the next researcher in order to control confounding factors

Keywords: Murrottal, Deep breathing, Pain, Wound care


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan merupakan suatu trauma bagi penderita dan bisa menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Keluhan dan gejala yang sering ditemukan oleh pasien setelah tindakan operasi adalah nyeri. Nyeri pasca bedah disebabkan oleh luka operasi, tetapi sebab lain harus dipertimbangkan (Sjamsuhidajat, 2005).

Tindakan operasi menyebabkan terjadinya perubahan kontinuitas jaringan tubuh. Untuk menjaga homeostasis, tubuh melakukan mekanisme untuk segera melakukan pemulihan pada jaringan tubuh yang mengalami perlukaan. Pada proses pemulihan inilah terjadi reaksi kimia dalam tubuh sehingga nyeri dirasakan oleh pasien (Farida dan Ani, 2010).

Proses insisi yang terjadi setelah pembedahan akan menimbulkan luka insisi yang menyebabkan pengalaman yang tidak menyenangkan seperti sensasi nyeri (Sjamsuhidajat, 2005). Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat proses yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ tertentu (Potter & Perry, 2006). Luka insisi akan merangsang mediator kimia seperti histamin, bradikinin, asetilkolin, dan prostaglandin yang diduga akan


(17)

meningkatkan sensitifitas reseptor nyeri dan akan menyebabkan rasa nyeri tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).

Luka yang dihasilkan dari adanya suatu pembedahan akan dilakukan perawatan. Perawatan lukamerupakan tindakan untuk mencegah infeksi dan mempercepat proses penyembuhan luka, tetapi dalam pelaksanaannya dapat meningkatkan intensitas nyeri (Swarihadiyanti, 2014). Banyak orang yang menganggap bahwa perawatan luka menyakitkan (Sinaga, 2012). Rasa nyeri pada saat perawatan lukadisebabkan karena prosedur pelepasan balutan atau verban, rangsangan mekanik akibat pembersihan luka, selain itu nyeri dapat juga disebabkan karena luka masih dalam fase inflamasi. Variasi intensitas nyeri yang dirasakan pasien dapat terjadi, hal ini disebabkan karena kemampuan setiap individu berbeda dalam merespon dan mempersepsikan nyeri yang dialami (Swarihadiyanti, 2014).

Nyeri merupakan salah satu keluhan tersering pada pasien setelah mengalami suatu tindakan perawatan luka (Brunner & Suddart, 2008). Nyeri pasca bedah termasuk masalah keluhan pasien tersering di Rumah Sakit. Sebanyak 77% pasien pasca bedah mendapat pengobatan anti nyeri yang tidak adekuat dengan 71% pasien masih mengalami nyeri setelah diberi obat dan 80%nya mendiskripsikan masih mengalami nyeri sedang hingga berat (Agung, Andriani dan Sari 2013).

Nyeri yang dirasakan pasien post bedah merupakan pengalaman yang bersifat subjektif atau tidak dapat dirasakan oleh orang lain (Potter & Perry, 2006). Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun. Pasien yang merasakan nyeri akan merasa menderita atau tertekan dan


(18)

mencari upaya untuk mengurangi nyeri yang dirasakannya (Nurhayati, Herniyatun & Safrudin, 2011). Salah satu tindakan yang dilakukan oleh perawat akan melakukan intervensi nyeri atau menghilangkan nyeri untuk mengembalikan pasien dalam keadaan nyaman (Potter&Perry, 2006).

Nyeri berdasarkan serangannya dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronis (Potter & Perry, 2006). Nyeri akut yang dirasakan oleh pasien post bedah harus dikendalikan oleh petugas kesehatan agar perawatan tidak menjadi lebih lama dan tidak berkembang menjadi nyeri kronis.Nyeri pasien post bedah jika tidak diatasi akan memperlambat masa penyembuhan atau perawatan, menimbulkan stres dan ketegangan yang akan menimbulkan respon fisik dan psikis (Potter & Perry, 2006). Respon fisik ditandai dengan perubahan keadaan umum, suhu tubuh, wajah, denyut nadi, sikap tubuh, pernafasan, kolaps kardiovaskuler dan syok apabila nafas semakin berat. Respon psikis yang timbul akan merangsang respon stres sehingga dapat mengganggu sistem kekebalan dalam peradangan dan menghambat proses penyembuhan, serta respon yang lebih parah akan mengancam rusaknya diri sendiri (Potter & Perry, 2006).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri yaitudengan manajemen nyeri yang di bagi dalam dua tindakan, yaitu tindakan farmakologi dan non farmakologi(Potter & Perry, 2006). Tindakan farmakologi merupakan tindakan kolaborasi antara perawat dengan dokter, yang menekankan pada pemberian obat analgesik (Perry & Potter, 2006). Penatalaksanaan nyeri dengan tindakan non


(19)

farmakologi merupakan metode yang lebih sederhana, murah, praktis, dan tanpa efek yang merugikan (Potter & Perry, 2006).

Metode pereda nyeri non farmakologis biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Tindakan tersebut diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit (Karendehi, Rompas dan Bidjuni, 2015). Tindakan non farmakologis dapat dilakukan dengan menggunakan teknik relaksasi dan distraksi. Teknik relaksasi dapat digunakan saat individu dalam kondisi sehat atau sakit dan merupakan upaya pencegahan untuk membantu tubuh segar kembali dengan meminimalkan rasa nyeri (Potter & Perry, 2005).

Teknik relaksasi yang digunakan dalam mengatasi nyeri yaitu dengan nafas dalam. Keuntungan dari teknik relaksasi nafas dalam antara lain dapat dilakukan setiap saaat di mana saja dan kapan saja, caranya sangat mudah dan dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien tanpa suatu media (Smeltzer, 2001). Teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu tindakan yang dapat menstimualsi tubuh untuk mengeluarkan opioid endogen yaitu endorphin dan enfekalin yang memiliki sifat seperti morfin dengan efek analgetik (Smeltzer & Bare, 2002).Teknik relaksasi nafas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik. Pernyataan lain menyatakan bahwa penurunan nyeri oleh teknik relaksasi nafas dalam disebabkan ketika seseorang melakukan


(20)

relaksasi nafas dalam untuk mengendalikan nyeri yang dirasakan, maka tubuh akan meningkatkan komponen saraf parasimpatik secara stimulan, maka ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon kortisol dan adrenalin dalam tubuh yang mempengaruhi tingkat stress seseorang sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dan membuat klien merasa tenang untuk mengatur ritme pernafasan menjadi teratur (Smeltzer & Bare, 2002).

Selain teknik nafas dalam juga bisa dilakukan dengan menggunakan teknik distraksi yaitu dengan mendengarkan ayat suci Al-Qur’an (murrottal).Mendengarkan musik atau ayat suci Al-Qur’an dapat menstimulus gelombang delta di otak yang menyebabkan pendengar dalam keadaan tenang, tentram dan nyaman.Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri atau pain tolerance atau dapat mengenali jumlah stimulus nyeri (Ekawati, 2013). Terapi murrottal Al-Qur’an atau bacaan Al-Qur’an dengan keteraturan irama dan bacaan yang benar mampu mendatangkan ketenangan dan meminimalkan kecemasan 97% bagi mereka yang mendengarnya, 65% mendapatkan ketenangan dari bacaan Al-Qur’an dan 35% mendapatkan ketenangan dari bacaan bahasa Arab (Wahida, Nooryanto & Andarini, 2015). MenurutPotter & Perry (2006) mengatakan bahwa waktu yang dibutuhkan dalam auditoris therapy (terapi pendengaran) supaya dapat memberikan efek terapeutik adalah minimal selama 10 menit

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada Bulan November 2015 di RSU PKU Muhammadiyah Bantul melalui observasi dan wawancara didapatkan data bahwa pada bulan November terdapat 288 tindakan


(21)

operasi. Berdasarkan wawancara dan observasi dengan 4 orang pasien post operasipada saat perawatan lukamengatakan bahwa 2 orang pasien mengalami nyeri dengan skala 3 dan 2 orang mengalami nyeri pada skala 5. Pasien mengatakan nyeri hilang timbul ditandai dengan respon verbal yaitu keluhan nyeri yang dirasakan oleh pasien dan respon nonverbal yaitu pasien tampak meringis menahan sakit. Pasien mengatakan belum ada intervensi nonfarmakologi yang dilakukan dari perawat untuk mengurangi rasa nyeri pada saat perawatan luka.

Terapi murrottal dan teknik relaksasi dapat menurunkan intensitas nyeri. Apakah terapi murrottal lebih cepat menurunkan intensitas nyeri dibandingkan dengan teknik relaksasi belum diketahui, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang keefektifan antara pemberian terapi murrottal dan teknik relaksasi.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “pengaruh teknik nafas dalam dan murrottal terhadap skala nyeri saat

perawatan lukapada pasien post operasi. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam dalam penelitian

ini adalah “Bagaimana pengaruh teknik nafas dalam dan murrottal terhadap skala

nyeri saat perawatan lukapada pasien post operasi?. C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pemberian teknik nafas dalam dan murrottal terhadap skala nyeri saat perawatan luka pada pasien post operasi.


(22)

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui data demografi responden.

b. Mengetahui pengaruh teknik nafas dalam sebelum (pretest)dan sesudah (posttest)terhadap skala nyeri saat perawatan luka pada pasien post operasi. c. Mengetahui pengaruh murrottal sebelum (pretest) dan sesudah

(posttest)terhadap skala nyeri saat perawatan luka pada pasien post operasi. d. Mengetahui perbedaan skala nyeri sesudah(posttest)antara kelompok teknik

nafas dalam dan murrottal saat perawatan luka pada pasien post operasi D. Manfaat Penelitian

1. Bagi keperawatan

Penelitian ini diharapkan untuk mengetahui skala nyeri pada pasien post operasi saat perawatan luka antara menggunakan teknik nafas dalam dan murrottal, sehingga bisa menjadi informasi dibidang keperawatan dan dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan.

2. Bagi responden

Penelitian ini dapat diterapkan bagi responden untuk mengatasi nyeri yang dirasakannya.

3. Bagi ilmu pengetahuan

Penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan terkait pemberian terapi non farmakologis untuk mengurangi intensitas nyeri saat perawatan lukapada pasien post operasi.


(23)

4. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien post operasisaat dilakukan perawatan lukauntuk penurunan skala nyeri dengan menggunakan non farmakologi yaitu dengan teknik nafas dalam dan murrottal.

5. Bagi penelitian selanjutnya

Dapat memberikan informasi dan data dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan teknik nafas dalam dan murrottal terhadap penurunan skala nyeri saat perawatan luka pada pasien post operasi.

E. Keaslian Penelitian

Menurut pengetahuan peneliti, belum ada penelitian yang sama tentang pengaruh teknik relaksasi dan murrottal terhadap intensitas nyeri saat wound care pada pasien post operasi. Dibawah ini adalah penelitian terkait dengan penelitian ini:

1. Agung, Andriani, Sari (2013), dengan judul pengaruh pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap tingkat nyeri pada pasien post operasi dengan anastesi umum di RSUD Dr. Moewardi di Surakarta. Penelitian ini menggunakan desain pre eksperiment dengan rancangan one group pre-post test. Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni-Juli 2011. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel penelitian adalah 30 responden. Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan uji wilcoxon dengan hasil ada


(24)

pengaruh signifikan pada pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap tingkat nyeri pada pasien post operasi. Persamaan dalam penelitian ini adalah dalam pengambilan teknik sampel yaitu dengan menggunakan teknik purposive sampling. Perbedaan dalam penelitian ini terletak padaresponden dan tempat penelitian.

2. Nurhayati, Herniyatun dan Safrudin (2011), dengan judul pengaruh teknik distraksi relaksasi terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post laparatomi di PKU Muhammadiyah Gombong. Penelitian ini menggunakan desain Quasi-eksperimntal dengan rancangan one group pre-post test design. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel 43 responden. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji paired t-test dengan hasil ada pengaruh teknik distraksi relaksasi terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi laparatomi. Persamaan dalam penelitian ini adalah dalam pengambilan teknik sampel yaitu dengan menggunakan teknik purposive sampling. Perbedaan penelitian ini terletak pada responden dan tempat penelitian. Perbedaan juga terletak dari uji statistik yang digunakan.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Nyeri

Nyeri adalah perasaan tidak nyaman dan sangat individual yang tidak dapat dirasakan atau dibagi dengan orang lain. Secara umum nyeri adalah suatu rasa tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri menyangkut dua aspek yaitu psikologis dan fisiologis yang keduanya dipengaruhi fakor-faktor seperti budaya, usia, lingkungan dan sistem pendukung, pengalaman masa lalu, kecemasan dan stress (Potter, 2006; Smeltzer , 2002).

Nyeri menurut International Association for study of pain (IASP) nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensia, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.Menurut Potter (2005) nyeri didefinisikan sebagai suatu kondisi perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya.Nyeri setelah pembedahan normalnya hanya terjadi dalam durasi yang terbatas, lebih singkat dari waktu yang diperlukan untuk perbaikan alamiah jaringan-jaringan yang rusak (Nurhayati, 2011).

Nyeri diklasifikasikan secara umum terdiri dari nyeri akut dan nyeri kronis.Nyeri akut bersifat mendadak, durasi singkat (dari beberapa detik sampai beberapa bulan).Biasanya berhubungan dengan orang bisa merespon nyeri akut


(26)

secara fisiologis dan dengan perilaku.Berbeda dengannyeri kronik bersifat dalam, tumpul diikuti dengan berbagai berbagai macam gangguan. Proses terjadinya lambat dan meningkat secara perlahan sampai beberapa detik atau menit. Nyeri ini biasanya berhubungan dengan kerusakan jaringan yang bersifat terus-terusan dan intermiten.

Fisiologis nyeri menurut (Potter & Perry, 2006) adalah reseptor nyeri berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.Organ tubuh ini berperan hanya terhadap stmulus kuat yang secara potensial merusak.Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri bermyelin dan ada juga yang tidak bermyelin dari syaraf perifer.

Nyeri merupakan campuran dari reaksi fisik, emosi, dan tingkah. Nyeri dapat dirasakan penderita jika reseptor nyeri menginduksi serabut saraf perifer aferen, yaitu serabut A-delta dan serabut C. Serabut A-delta memiliki myelin yang menyampaikan impuls nyeri dengan cepat, menimbulkan sensasi yang tajam, dan melokalisasi sumber nyeri serta mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C tidak memiliki myelin sehingga menyampaikan impuls lebih lambat dan berukuran sangat kecil. Serabut A-delta dan serabut C akan menyampaikan rangsangan dari serabut saraf perifer ketika mediator-mediator biokimia yang aktif terhadap respon nyeri seperti pottasium dan prostaglandin dibebaskan akibat adanya jaringan yang rusak (Potter & Perry, 2006).

Transmisi stimulus nyeri berlanjut disepanjang serabut saraf aferen (sensori) dan berakhir di bagian kornu dorsalis medulla spinalis.Di dalam kornu


(27)

dorsalis, neurotransmitter seperti substansi P dilepaskan sehingga menimbulkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus.Impuls atau informasi nyeri selanjutnya disampaikan dengan cepat ke pusat thalamus (Potter & Perry, 2006).

Menurut Smaltzer dan Barre (2002) faktor yang mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah usia, jenis kelamin, budaya dan perhatian. Usia dapat mempengaruhi seseorang dalam merespon terhadap nyeri yang dirasakannya. Anak-anak menganggap bahwa nyeri sebagai hukuman atas perbuatan yang salah. Nyeri dapat mengakibatkan lebih agresif, rasa malu yang mengakibatkan mereka menarik diri dari lingkungan, sedangkan pada usia dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis.

Jenis kelamin secara umum tidak berbeda dalam merespon terhadap nyeri.Beberapa kebudayaan menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi merespon terhadap nyeri yang dirasakannya (Potter & Perry, 2005). Keyakinan dan nilai budaya mempengaruhi cara individu untuk mengatasi nyeri. Hal ini meliputi bagaimana cara bereaksi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2005).

Faktor yang mempengaruhi seseorang dalam merespon nyeri adalah perhatian.Tingkat seseorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri.Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat (Potter & Perry, 2005).


(28)

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan dengan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang biasanya akan menyebabkan gangguan rasa nyaman atau nyeri setelah dilakukannya prosedur. Nyeri post operasi adalah nyeri yang dirasakan akibat hasil dari suatu pembedahan. Kejadian, intensitas, dan durasi nyeri post operasi berbeda-beda dari pasien yang satu dengan yang lainnya. Lokasi pembedahan mrupakan aspek yang penting yang dapat dirasakan oleh pasien yang mengalami nyeri post operasi. (Sepri, 2011).

Nyeri post bedah merupakan hal yang fisiologis, namun hal ini sering menjadi sebuah ketakutan dan dikeluhkan oleh pasien setelah menjalani proses pembedahan. Sensasi nyeri akan terasa sebelum klien mengalami kesadaran penuh dan meningkat seiring dengan berkurangnya anestesi dalam tubuh. Adapun bentuk nyeri yang dialami oleh pasien post bedah adalah nyeri akut yang terjadi akibat luka bedah atau insisi (Potter & Perry, 2006). Luka insisi akan merangsang mediator kimia dari nyeri seperti histamin, bradikinin, asetilkolin, dan prostaglandin dimana zat-zat ini diduga akan meningkatkan sensitifitas reseptor nyeri dan akan menyebabkan rasa nyeri pada pasien post bedah (Smeltzer & Bare, 2002). Tingkat keparahan nyeri post bedah tergantung pada respon fisiologi dan psikologi penderita, toleransi yang ditimbulkan oleh nyeri, letak insisi, sifat prosedur, kedalaman trauma bedah, dan jenis agen anastesi dan bagaimana agen tersebut diberikan (Smeltzer & Bare, 2001).


(29)

Nyeri yang dialami klien setelah menjalani proses pembedahan akan meningkatkan stres post bedah dan memiliki pengaruh terhadap proses penyembuhan. Dibutuhkan kontrol nyeri setelah proses pembedahan, nyeri yang dapat dikontrol dapat mengurangi kecemasan, bernafas lebih mudah dan dalam, dan dapat mentoleransi mobilisasi yang cepat. Pengkajian nyeri dan kesesuaian analgesik harus dilakukan untuk memastikan bahwa nyeri post bedah dapat diatasi dengan baik (Potter & Perry, 2006).

Untuk menilai skala nyeri terdapat beberapa macam skala nyeri yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat nyeri seseorang antara lain:

1. Verbal Descriptor Scale (VDS)

Verbal Descriptor Scale (VDS) adalah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang telah disusun dengan jarak yang sama sepanjang garis. Ukuran skala ini diurutkan dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri tidak tertahan”.Perawat menunjukkan ke klien tentang skala tersebut dan meminta klien untuk memilih skala nyeri terbaru yang dirasakan.Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa tidak menyakitkan.Alat VDS memungkinkan klien untuk memilih dan mendeskripsikan skala nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2006).

2. Visual Analogue Scale (VAS)

VAS merupakan suatu garis lurus yang menggambarkan skala nyeri terus menerus.Skala ini menjadikan klien bebas untuk memilih tingkat


(30)

nyeri yang dirasakan.VAS sebagai pengukur keparahan tingkat nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat menentukan setiap titik dari rangkaian yang tersedia tanpa dipaksa untuk memilih satu kata (Potter & Perry, 2006).

Penjelasan tentang intensitas digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1: Skala pengukur Nyeri VAS

Skala nyeri pada skala 0 berarti tidak terjadi nyeri, skala nyeri pada skala 1-3 seperti gatal, tersetrum, nyut-nyutan, melilit, terpukul, perih, mules.Skala nyeri 4-6 digambarkan seperti kram, kaku, tertekan, sulit bergerak, terbakar, ditusuk-tusuk.Skala 7-9 merupakan skala sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien, sedangkan skala 10 merupakan skala nyeri yang sangat berat dan tidak dapat dikontrol.Ujung kiri pada VAS menunjukkan “tidak ada rasa nyeri”, sedangkan ujung kanan menandakan “nyeri yang paling berat”.


(31)

3. Numeric Rating Scale (NRS)

Gambar 2: Skala Pengukur Nyeri NRS

Skala nyeri pada angka 0 berarti tidak nyeri, angka 1-3 menunjukkan nyeri yang ringan, angka 4-6 termasuk dalam nyeri sedang, sedangkaan angka 7-10 merupakan kategori nyeri berat. Oleh karena itu, skala NRS akan digunakan sebagai instrumen penelitian (Potter & Perry, 2006). Menurut Skala nyeri dikategorikan sebagai berikut:

1. 0 : tidak ada keluhan nyeri, tidak nyeri.

2. 1-3 : mulai terasa dan dapat ditahan, nyeri ringan.

3. 4-6 : rasa nyeri yang menganggu dan memerlukan usaha untuk menahan, nyeri sedang.

4. 7-10 : rasa nyeri sangat menganggu dan tidak dapat ditahan, meringis, menjerit bahkan teriak, nyeri berat.

4. Wong-Baker FACES Pain Rating Scale

Skala ini terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah yang sedang tersenyum untuk menandai tidak adanya rasa nyeri yang dirasakan, kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah sangat sedih, sampai wajah yang


(32)

sangat ketakutan yang berati skala nyeri yang dirasakan sangat nyeri (Potter & Perry, 2005).

Gambar 3: Skala Pengukur Nyeri FRS

Skala nyeri tersebut Banyak digunakan pada pasien pediatrik dengan kesulitan atau keterbatasan verbal.Dijelaskan kepada pasien mengenai perubahan mimik wajah sesuai rasa nyeri dan pasien memilih sesuai rasa nyeri yang dirasakannya.

Potter & Perry (2006), membagi dua cara yang digunakan untuk metode penanggulangan nyeri:

1. Manajemen Farmakologi

a. Analgesik narkotika (opioid)

Analgesik opioid terdiri dari berbagai derivat opium seperti morfin dan kodein.Opioid berfungsi sebagai pereda nyeri yang akan memberikan efek euphoria (kegembiraan) karena obat ini menyebabkan ikatan dengan reseptor opiat dan mengaktifkan penekan nyeri endogen yang terdapat di susunan saraf pusat. Narkotik tidak hanya menekan stimulasi nyeri, namun juga akan menekan pusat pernafasan dan batuk yang terdapat di medula batang


(33)

otak. Dampak penggunaan analgesik narkotika adalah sedasi dan peningkatan toleransi obat sehingga kebutuhan dosis obat akan meningkat (Tamsuri, 2007).

Obat-obat yang termasuk opioid analgesik adalah adalah morfin, metadon, meperidin (petidin), fentanil, buprenorfin, dezosin, butorfanol, nalbufin, nalorfin, dan pentasozin. Jenis obat tersebut memiliki rata-rata waktu paruh selama 4 jam (Biworo, 2008).

b. Analgesik non narkotika (non opioid)

Analgesik non narkotika sering disebut Nonsteroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs) seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen.Obat jenis ini tidak hanya memiliki efek antinyeri namun dapat memberikan efek antiinflamasi dan antipiretik.Efek samping yang paling sering terjadi pada pengguna adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster. NSAIDs mungkin dikontraindikasikan pada klien yang memiliki gangguan pada proses pembekuan darah, perdarahan gaster atau tukak lambung, penyakit ginjal, trombositopenia, dan mungkin juga infeksi (Tamsuri, 2007).

Ketorolak merupakan salah satu obat NSAID sebagai analgesik, anti inflamasi, dan antipiretik.Ketorolak mudah diserap secara cepat dan lengkap. Obat ini dimetabolisme di dalam hati dengan waktu paruh plasma 3,5-9,2 jam (Widodo, 2011).


(34)

2. Perawatan Luka

Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka agar dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa atau jaringan lain, fraktur, luka operasi yang merusak kulit. Serangkaian kegiatan itu meliputi pembersihan luka, pemasangan balutan, mengganti balutan, memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase, pemasangan perban (Bryant, 2007).

Tujuan tenaga kesehatan menangani luka adalah membantu proses penyembuhan normal agar berjalan efektif dengan waktu masing-masing fase seminimal mungkin. Prosedur penanganan luka berbeda-beda dengan tergantung jenis luka namun secara garis besar terdiri dari pembersihan luka baik dengan irigasi maupun debridement.Sebelum melakukan perawatan luka diawali dengan melakukan anamnesis. Sebelum melakukan perawatan luka diperlukan adanya pengkajian, dicari informasi penyebab luka, kapan terjadinya luka, apa saja yang dilakukan untuk mengurangi luka (Suryadi, Maliawan, 2012).

Perawatan luka terdiri dari pencucian luka (cleansing), debridement, dressing.Pencucian luka merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam perawatan luka.Pencucian luka dibutuhkan untuk membersihkan luka dari mikroorganisme, benda asing, jaringan mati, selain itu tahap pencucian luka dapat memudahkan perawat dalam melakukan pengkajian luka sehingga


(35)

perawat dapat dengan tepat menentukan tujuan perawatan luka dan pemilihan balutan (Bryant, 2007).

Tahap pencucian luka yang baik dan benar akan mengurangi waktu perawatan luka atau mempercepat proses penyembuhan luka. Wound cleansingbiasanya dilakukan sesaat setelah balutan lama dibuka dan sebelum proses debridement dilakukan. Tujuan dari pencucian luka diantaranya mengurangi resiko terjadinya infeksi, mengurangi nyeri, mengurangi trauma mekanik, mengurangi iritasi kimiawi, memberikan kenyamanan pada psien (Aminudin, 2010).

Menurut Hermana, (2013) menyebutkan bahwa debridemen adalah proses pengangkatan jaringan avital atau jaringan mati dari suatu luka. Jaringan avital dapat berwarna lebih pucat, cokelat muda atau hitam dan dapat kering atau basah.Terdapat 4 meode debridemen yaitu autolitik, mekanikal, enzimatik dan surgikal.Metode debridemen yang dipilih tergantung pada pada jumlah jaringan nekrotik, luasnya luka, lokasi luka dan adanya penyakit sistemik.

Metode debridemen otolitik menggunakan enzim tubuh dan pelembab yntuk rehidrasi, melembutkan dan melisiskan jaringan nekrotik. Debridemen otolitik bersifat selektif karena hanya jaringan nekrotik yang dihilangkan dan proses ini tidak akan mengakibatkan nyeri pada pasien. Debridemen otolitik dapat dilakukan dengan menggunakan balutan oklusif atau semi oklusif yang mempertahankan cairan luka kontak dengan jaringan nekrotik dengan hidrokoloid, hidrogel atau transparent films. Metode debridemen otolitik


(36)

mempunyai keuntungan diantaranya prosesnya aman dan menggunakan mekanisme pertahanan tubuh sendiri untuk membersihkan luka debris, sedangkan kerugian dari metode ini adalah tidak secepat debridemen surgikal dan luka harus dimonitor secara ketat untuk melihat adanya tanda-tanda infeksi (Hermana,2013).

Metode debridemen enzimatik meliputi penggunaan salep topikal untuk merangsang debridemen, seperti kolagenase.Metode debridemen enzimatik dilakukan setelah debridemen surgikal atau debridemen otolitik dan mekanikal dimana metode debridemen enzimatik direkomndasikan untuk luka kronis.Metode ini memiliki keuntungan diantaranya meminimalkan adanya kerusakan jaringan sehat dengan penggunaan yang tepat dan juga memiliki kerugian diantaranya memerlukan balutan sekunder, dapat terjadi inflamasi dan rasa tidak nyaman (Hermana, 2013).

Metode debridemen mekanik dilakukan dengan menggunakan balutan seperti anyaman yang melekat pada luka.Debridemen ini nonselektif karena tidak dapat membedakan antara jaringan sehat dan jaringan mati, hanya memerlukan penggantian balutan yang sering.Adapun kerugian dari metode ini adalah bersifat nonselektif sehingga dapat menyebabkan trauma jaringan sehat atau jaringan penyembuhan, memerlukan waktu lebih lambat dan dapat mengakibatkan nyeri (Hermana, 2013).

Metode debridemen surgikal merupakan pengangkatan jaringan avital atau mati dengan menggunakan skalpel, gunting atau instrumen tajam lain.


(37)

Keuntungan debridemen surgikal adalah hanya bagian avital atau jaringan mati yang dibuang, debridemen surgikal dengan cepat mengangkat jaringan mati, dapt dilakukan di tempat tidur pasien, atau di dalam ruang operasi setelah pemberian anestesi.Sedangkan kerugian dari metode ini diantaranya biaya yang digunakan lebih mahal (Hermana, 2013).

Dressing adalah bahan yang digunakan secara topikal pada luka untuk melindungi luka dan membantu untuk penyembuhan luka. Ada beberapa tipe dressing yaitu: film, komposit, hidrogel, hidrokoloid, alginate, foam. Pemilihan dressing tergantung dari jumlah dan tipe eksudat yang terdapat pada luka.Dressing hidrogel, film dan komposit baik digunakan untuk luka dengan jumlah eksudat sedikit sedangkan luka dengan eksudat sedang menggunakan hidrokoloid dan luka dengan eksudat banyak menggunakan alginate,foam (Suryadi, 2011).

Perawatan luka berdasarkan karakteristik luka:

a. Perawatan luka yang memiliki jaringan nekrotik yang sering dijumpai pada luka kronis seperti ulkus iskemi, ulkus neuropati, ulkus vena dan ulkus dekubitus. Luka yang memiliki karakteristik banyak nekrotik dilakukan dengan cara debridemen. Debridemen merupakan pengangkatan jaringan yang sudah mengalami nekrosis yang bertujuan untuk menyokong pemulihan luka. Indikasi debridemen adalah luka akut atau luka kronik dengan jaringan nekrosis..


(38)

Kebanyakan luka kronik terkontaminasi oleh mikroorganisme yang sangat banyak. Pada luka nfeksi yang menghasilkan bau dapat menggunakan balutan dengan arang aktif (Activated Charcoal dressing) sebagai penghilang bau yang efektif. Jika terdapat eksudat dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, maka balutan busa yang menyerap dan dilapisi arang (Morissson, 2004).

c. Perawatan luka dengan banyak eksudat

Eksudat dapat mengikis tepi luka jika jaringan sekitarnya menjadi terendam air. Volume eksudat berkurang pada waktunya, tetapi sampai stadium tersebut diperlukan balutan yang bisa menyerap dan tidak melekat (Morisson, 2004).

Perawatan luka berdasarkan etiologinya (Suriadi, 2004) a. Luka insisi bedah

Lakukan pengkajian kondisi area operasi yang meliputi kondisi balutan, adanya perdarahan, drain, insisi, jahitan. Lakukan pembersihan luka dimulai pada pusat luka ke arah keluar secara perlahan-lahan. Gunakan normal salin untuk pembersihan luka. Pertahankan kondisi luka agar tetap bersih. Penggantian balutan tergantung pada kondisi balutan bersih atau kotor. Jenis balutan yang disarankan adalah balutan yang dapat mempertahankan kelembaban.


(39)

Lakukan pengkajian adanya tanda-tanda infeksi, bila keadaan luka kering dan eskar keras, jangan dilakukan debridemen. Lakukan balutan dengan teknik steril dan pertahankan lingkungan dalam keadaan lembab. Pada saat berbaring posisi kepala ditinggikan 5 sampai 7 derajat yang bertujuan untuk menyokong sirkulasi daerah kulit dan ekstremitas.

c. Ulkus Vena

Lakukan pengkajian kondisi area luka. Ganti balutan dengan teknik steril. Bersihkan luka dengan normal salin. Bila ada jaringan nekrotik lakukan debridemen. Lakukan peninggian posisi pada daerah kaki. Prinsip perawatan luka pada ulkus vena adalah meningkatkan pengisian kembali ke vena,yang akan menyebabkan statis vena menurun.

d. Neuropati perifer ulkus diabetik

Penggunaan balutan pada neuropati perifer ulkus diabetik dapat disesuaikan dengan jumlah eksudat yang dihasilkan oleh luka. Balutan yang sering digunakan adalah hidrogel. Balutan ini digunakan ketika luka sedang kering dengan tujuan menghasilkan sedikit cairan untuk melembabkan permukaan luka. Balutan foam digunakan ketika luka menghasilkan cairan eksudat yang banyak sampai sedang dan balutan alginat digunakan ketika luka menghasilkan banyak cairan eksudat.

e. Ulkus dekubitus

Perawatan luka ulkus dekubitus mencakup 3 prinsip : debridemen, pembersihan dan dressing. Debridemen dilakukan untuk mencegah infeksi


(40)

yang lebih luas. Debridemen bertujuan untuk mengangkat jaringan yang sudah nekrosis. Gunakan normal salin untuk pembersihan luka.

3. Teknik Relaksasi

Penanganan nyeri dengan menggunakan teknik relaksasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri. Penanganan nyeri dengan tindakan relaksasi mencakup teknik relaksasi nafas dalam dan guided imagery. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi (Soehono, 2010). Teknik relaksasi dapt digunakan saat individu dalam kondisi sehat maupun sakit dan merupakan upaya pencegahan untuk membantu tubuh kembali segar dengan meminimalkan nyeri secara efektif (Perry, 2005).

Menurut Smeltzer & Bare (2002) menjelaskan beberapa jenis relaksasi yang dapat digunakan, antara lain: relaksasi nafas dalam, gambaran dalam pikiran (guided imagery), Regangan, Senaman, Latihan relaksasi progresif, bertafakur dan yoga. Salah satu teknik relaksasi yang digunakan dalam mengatasi nyeri post operasi di rumah sakit adalah dengan menggunakan teknik relaksasi nafas dalam dengan skala nyeri ringan. Adapun keuntungan dari teknik relaksasi nafas dalam antara lain dapat dilakukan setiap saat di mana saja dan kapan saja, caranya sangat mudah dan dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien, tanpa suatu media, dan dapat merilekskan otot-otot yang tegang. Dan kerugiannya adalah tidak efektif dilakukan pada penderita penyakit pernafasan (Smeltzer, 2001).


(41)

Teknik relaksasi pernafasan merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah.Teknik relaksasi pernafasan dapat menghilangkan nyeri post operasi, karena aktivitas-aktivitas diserat besar dirangsang oleh tindakan ini, sehingga gerbang untuk aktivitas serat berdiameter kecil (nyeri) tertutup (Semeltzer & bare, 2002).

Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan dari relaksasi pernafasan adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stress fisik maupun emosional yaitu dapat menurunkan intensitas nyeri dan mengurangi kecemasan. Selain itu tujuan dari teknik relaksasi adalah mencapai keadaan relaksasi menyeluruh, mencakup keadaan relaksasi secara fisiologis, kognitif dan secara behavioral. Secara fisiologis, keadaan relaksasi ditandai dengan penurunan kadar epinefrin dan non epinefrin dalam darah, penurunan frekuensi denyut jantung, penurunan tekanan darah, penurunan frekuensi nafas, penurunan ketegangan otot, metabolisme menurun, vasodilatasi dan peningkatan temperatur pada ekstremitas (Patasik, Tangka, rottie, 2013).

Adapun langkah-langkah teknik relaksasi pernafasan sebagai berikut: a. Ciptakan lingkungan yang tenang


(42)

b. Usahakan tetap rileks dan tenang

c. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan 1, 2, 3, 4

d. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstremitas atas dan ekstremitas bawah rileks.

e. Ketika menghembus nafas, hitung sampai tga atau empat lagi, usahakan agar tetap konsentrasi atau bisa dilakukan dengan mata terpejam.

f. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah nyeri

g. Cobalah bernafas melalui hidung dan meghembuskan melalui mulut, hembuskan nafas dari mulut dengan lembut.

Tiga mekanisme dalam teknik relaksasi nafas dalam sehingga dipercaya dapat menurunkan skala nyeri yaitu:

1. Dengan merelaksasikan spasme otot skelet yang disebabkan insisi (trauma) jaringan saat pembedahan (Smeltzer & Bare, 2002).

2. Relaksasi otot skelet akan menyebabkan aliran darah meningkat ke daerah yang mengalami trauma sehingga mempercepat proses penyembuhan dan menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri akibat post bedah. Nyeri post bedah merupakan nyeri yang disebabkan adanya trauma jaringan, oleh karena itu jika trauma sembuh maka nyeri juga akan hilang (Brunner & Suddarth; Smeltzer & Bare, 2002).

3. Teknik relaksasi nafas dalam mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan encephalin (Smeltzer & Bare, 2002).


(43)

4. Murrottal

Murrottal adalah rekaman suara Al-Qur’an yang dilagukan oleh seorang

qori’/qori’ah (pembaca Al-Qur’an).Lantunan Al-Qur’an secara fisik

mengandung unsur suara manusia, sedangkan suara manusia merupakan instrumen penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau.Mendengarkan musik atau ayat suci Al-Qur’an dapat menstimulus gelombang delta yang menyebabkan pendengar dalam keadaan tenang, tentram dan nyaman. Mendengarkan rekaman suara Al-Qur’an dapat membuat seseorang menoleransi, menahan nyeri (paint tolerance), atau dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri yang dirasakannya (Heny, 2013).

Berikut ini adalah beberapa manfaat dari murrottal (mendengarkan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an) t Deby 2014:

a. Mendengarkan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan tartil akan mendapatkan ketenangan jiwa.

b. Lantunan Al-Qur’an secara fisik mengandung unsur suara manusia, suara manusia merupakan instrumen penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau. Suara dapat menurunkan hormon-hormon stress, mengaktifkan hormon-hormon alami, meningktkan perasaan rileks dan menghilangkan rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga dapat menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat


(44)

tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik.

Bacaan surat Al-Qur’an yang terbaik adalah Al-Faatihah, karena intisari dari Al-Qur’an adalah surat Al-Faatihah, dan pemahaman terhadap Al-Qur’an diawali dengan pemahaman terdapat surat Al-Faatihah. Surat tersebut juga dapat digunakan untuk mengurangi/ menurunkan kecemasan.Keseluruhan efeknya telah menjadikan Al-Faatihah sangat selaras dengan nuansa sholat dan ibadah. Uraiannya yang singkat dan jelas, serta kualitas nada hurufnya yang tinggi membuat surat Al-Faatihah mudah dibaca dan dihafal semua orang dengan latar belakang apapun (Siswantinah, 2011)

Ketika seseorang mendengarkan lantunan dari surat Al-Faatihah, sinyal itu akan ditangkap oleh daun telinga dan impuls bacaan Al-Faatihah diteruskan sampai ke talamus (bagian batang otak). Bila seseorang memahami bahasa/ makna Al-Faatihah, impuls akan diteruskan ke area auditorik primer dan sekunder, lalu diolah di area wernicke untuk diinterpretasikan makna-maknanya. Kemudian, impuls akan diasosiasikan ke area prefontal agar terjadi perluasan pemikiran atau pendalaman makna yang berperan dalam menentukan respon hipotalamus terhadap makna-makna tersebut. Hasil yang diperoleh di area wernicke akan disimpan sebagai memori, lalu dikirimkan ke amigdala untuk ditentukan reaksi emosionalnya. Oleh karena itu, jika kita meresapi makna Al-Faatihah, maka kita akan memperoleh ketenangan jiwa (Siswantinah, 2011).


(45)

Mendengarkan Al-Faatihah tanpa mengetahui maknanya juga bermanfaat walaupun tidak sebesar bila mengetahui maknanya. Bacaan Al-Faatihah yang didengarnya, impuls dari talamusakan tetap dikirim ke amigdala, walaupun tidak ditransmisikan ke korteks. Apabila seseorang medengar bacaan Al-Faatihah secara tartil dan didengar dengan hati yang ridha dan ikhlas, maka bacaan Al-Faatihah akan berpengaruh positif terhadap mental.

c. Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti Skema: 1 Kerangka Konsep

Teknik Nafas Dalam

Murrottal

Tingkat Nyeri

saat perawatan

luka

Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri:

1. Usia

2. Jenis Kelamin 3. Budaya 4. Perhatian 5. Medikasi

tidak nyeri

ringan sidang


(46)

d. Hipotesis

Ada pengaruh pemberian teknik nafas dalam dan murrottal terhadap skala nyeri saat perawatan lukapada pasien post operasi.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode Quasy Experiment meggunakan pendekatan two group pre-test and posttestt design yang terdiri dari 2 kelompok yang masing-masing kelompok diberikan intervensi yang berbeda. Kelompok pertama diberikan intervensi teknik nafas dalam dan kelompok kedua diberikan intervensi murrottaldengan cara dilakukan pengukuran sebelum dan sesudah intervensi. Rancangan ini tidak menggunakan kelompok kontrol, tetapi dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan peneliti untuk menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya perlakuan (posttest) (Nursalam, 2013)

Bentuk rancangannya dapat digambarkan sebagai berikut: Subjek Pre-Test Perlakuan Posttestt Teknik nafas dalam Oa

1

Xa Oa

2

Murrottal Ob

1

Xb Ob

2

Tabel 1: Desain penelitian two group pre-post test

Keterangan :

Oa1 : Skala nyeri kelompok eksperimen dengan teknik nafas dalam sebelum

diberikan intervensi (pretest).

Oa2 : Skala nyeri kelompok eksperimen dengan teknik nafas dalam setelah

diberikan intervensi (posttest).

Ob1 : Skala nyeri kelompok eksperimen dengan murrottal sebelum diberikan

intervensi (pretest).

Ob2 : Skala nyeri kelompok eksperimen dengan murrottal setelah diberikan


(48)

Xa : Pemberian intervensi teknik nafas dalam

Xb : Pemberian intervensi murrottal

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien post operasisebanyak 288 orang yang dirawat di RSU PKU Muhammadiyah Bantul pada periode Bulan November 2015.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah purposive sampling karena sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan. Sampel pada penelitian ini adalah responden yang dirawat di bangsal bedah yaitu bangsal Araaf, bangsal Kautsar, bangsal Kahfi dan bangsal Al-Insan RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Jadi dalam penelitian ini setiap pasien post operasiyang memenuhi kriteria penelitian dan secara kebetulan dijumpai selama proses pengumpulan data, akan dilibatkan sebagai subjek dalam penelitian (Nursalam, 2013)

Adapun kriteria sampel penelitian ini adalah pasien post operasiyang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia menjadi responden. Menentukan sampel dengan menggunakan rumus (Nursalam, 2013) :

n= �.�

2. . �2 �−1+2. .

= 288 1,96

2.0,5 .0,5

0,05 288−1 +1,96 2.0,5 . 0,5


(49)

=18 responden Keterangan:

n= perkiraan besar sampel N= perkiraan besar populasi

Z= nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96)

P= perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50% Q= 1-p (100%-p)

d= Tingkat kesalahan yang dipilih (d=0,05)

Sampel diambil oleh peneliti sebanyak 20 responden pada kelompok intervensi nafas dalam dan 20 responden pada kelompok murrottal yang sesuai dengan :

1. Kriteria Inklusi

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang ditemui saat dilakukan penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: a. Bersedia menjadi subjek penelitian.

b. Klien yang sedang menjalani perawatan lukadi RS PKU Muhammadiyah Bantul

c. Belum pernah dilakukan teknik nafas dalam dan murrottal sebelumnya a. Kriteria nyeri dengan skala sedang sebelum dilakukan intervensi (skala

4-6)

2. Kriteria Eksklusi

a. Klien non muslim untuk pemberian murrottal

b. Klien yang didiagnosa memiliki gangguan pernapasan oleh dokter c. Klien yang didiagnosa memiliki gangguan pendengaran oleh


(50)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di bangsal bedah yaitu: bangsal Al-Araaf, bangsal Al-Kautsar, bangsal Al-Kahfi dan bangsal Al-Insan RSU PKU Muhammadiyah Bantul.

2. Waktu penelitian

Pengambilan data dilakukan dalam rentang waktu 1 bulan, yaitu dari bulan Juni sampai Juli 2016.

C. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang diamati adalah: 1. Variabel bebas (independent)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah intervensi teknik nafas dalam dan murrottal.

2. Variabel terikat (dependent)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah skala nyeri

Skema 2: Hubungan antar variabel Nafas dalam

Murrottal

Skala Nyeri saat perawatan

luka

Tidak nyeri Ringan Sedang Berat


(51)

D. Definisi Operasional

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka kosep diatas maka definisi operasionalnya dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 2 : Definisi operasional Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Skala nyeri Persepsi responden

mengenai tingkat nyeri yang dirasakan sebelum dan

sesudahdilakukan perawatan luka yang ditunjukkan dengan cara responden melaporkan tingkat nyeri yang telah dijelaskan sebelumnya oleh peneliti dengan skala nyeri dari angka 0 sampai 10 (kategori tidak nyeri sampai nyeri berat)

Numeric Rating Scale (NRS)

Interpretasi skor untuk kriteria hasil, antara lain:

1) 0 = tidak ada nyeri

2) 1-3 = nyeri ringan 3) 4-6 = nyeri

sedang 4) 7-10 = nyeri

berat (Potter & Perry, 2006) Ordinal Teknik relaksasi Nafas dalam

Suatu usaha napas dimana responden diminta untuk melakukan nafas pelan dan dalam melalui hidung selama 4 detik sambil menutup mata, dan menahan inspirasi secara maksimal selama 3 detik, lalu dihembuskan

melalui mulut yang dimonyongkan selama 5 detik.

Protokol atau panduan teknik nafas dalam - -


(52)

Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Murrottal Salah satu teknik

distraksi yaitu teknik pengalihan fokus perhatian terhadap nyeri yang dirasakan oleh responden dengan cara mendengarkan Al-Qur’an selama 4 kali dengan bacaan surat Al-Fatihah yang dierdengarkan melalui handphone.

headset - -

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam adalah panduan teknik relaksasi nafas dalam. Instrumen yang digunakan untuk mengukur intensitas nyeri yang dirasakan klien dengan menggunakan skala NRS (Numeric Rating Scale) dan disertakan instrumen data demografi responden. 1. Data Demografi Responden

a. Tanggal/waktu penelitian : b. Nama responden :

c. Usia :

d. Jenis Kelamin :

e. Jenis Operasi :


(53)

NRS milik McCaffery et al (1999) merupakan sebuah instrumen yang digunakan untuk mengukur skala nyeri sebelum dan sesudah pemberian teknik relaksasi nafas dalam dan murrottal adalah dengan skala nyeri jenis Numeric Rating Scale (NRS). Pasien diminta untuk melaporkan rasa sensasi nyeri apa adanya pada salah satu angka dari 0 sampai 10 yang dianggap paling tepat untuk menggambarkan nyeri yang dirasakan. Skala ini merupakan pengukuran nyeri yang paling efektif digunakan pada pengkajian skala nyeri sebelum dan sesudah intervensi (Agency for Health Care Policy and Research [AHCPR], 1992 dalam Potter & Perry, 2006).

Keterangan: 0

0 : Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan 4-6 : Nyeri sedang 7-10 : Nyeri berat

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa pertanyaan yang akan diajukan kepada responden. Pertanyaan tersebut mengenai tingkat nyeri saat perawatan lukayang dirasakan oleh responden.Peneliti mengisi kuesioner sesuai dengan skala intensitas nyeri yang dirasakan responden.


(54)

Cara pengumpulan data diawali dengan tahap persiapan.Peneliti menyusun proposal penelitian yang dilanjutkan dengan melakukan studi pendahuluan di RSU PKU Muhammadiyah Bantul.Peneliti mengurus segala bentuk perizinan terkait penelitian baik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan RSU PKU Muhammadiyah Bantul selanjutnya peneliti melakukan uji etik penelitian di FKIK UMY dengan keputusan layak etik pada tanggal 4 Juni 2016.

Tahap pelaksanaan diawali setelah mendapatkan izin, peneliti menuju ke bangsal untuk meminta izin kepada kepala ruangselanjutnyamencari informasi terkait pasien yang melakukan perawatan luka.Peneliti menemui pasien untuk berkenalan, menyampaikan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh teknik nafas dalam dan murrottal terhadap perbedaan skala nyeri selama perawatan luka dan menjelaskan proses penelitian.

Peneliti memberikan informed consent pada responden kemudian ditandatangani sebagai bukti bahwa responden bersedia mengikuti prosedur penelitian dari awal sampai akhir.Peneliti datang ke ruangan pasien untuk memperkenalkan diri kembali kepada pasien dan keluarga.Waktu penelitian ini dilakukan kurang lebih selama 15 menit tiap pertemuan.Peneliti menjelaskan skala nyeri kepada responden sebelum dilakukan intervensi teknik nafas dalam dan murrottal.Peneliti melakukan pretest kepada kelompok nafas dalam dan kelompok murrottal yaitu dengan melakukan pengkajian skala nyeri dengan cara menanyakan langsung kepada responden dan responden diminta untuk


(55)

menyebutkan skala nyeri yang dirasakan.Peneliti dibantu oleh asisten penelitian yang bertugas untuk mencatat semua informasi ke lembar kuesioner.

Tahap pelaksanaan peneliti meminta responden untuk melakukan prosedur pelaksanaan teknik nafas dalam sesuai penjelasan sebelumnya, sebagai berikut:

1. Mengatur kenyamanan responden dengan berbaring ditempat tidur dan menciptakan suasana yang nyaman dan tenang

2. Instruksikan klien untuk menarik atau menghirup nafas dalam dari hidung sehingga rongga paru-paru terisis oleh udara melalui hitungan 1, 2, 3, 4 kemudian ditahan sekitar 5-10 detik.

3. Instruksikan klien untuk menghembuskan nafas, hitung sampai tiga secara perlahan melalui mulut.

4. Instruksikan klien untuk berkonsentrasi dan pusatkan pada rasa nyeri yang dirasakannya, bisa dengan memejamkan mata.

5. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang. 6. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.

Pemberian intervensi murrottal dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Mengatur kenyamanan responden dengan tetap berbaring diatas tempat tidur 2. Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman

3. peneliti menyiapkan handphone yang sudah berisikan murrottal surah Al-fatihah untuk diperdengarkan kepada responden

4. responden diminta mendengarkan murrottal melalui handsfree yang sudah disiapkan oleh peneliti


(56)

5. Responden mendengarkan murrottal yang diputarkan selama 4 kali

Setelah dilakukan teknik nafas dalam dan murrottalselanjutnya peneliti melakukan posttest kepada kelompok nafas dalam dan murrottal dengan mengkaji ulang nyeri pasien atau dengan melakukan pengukuran skala nyeri kedua dengan menggunakan instrumen pengukur nyeri NRS.Asisten peneliti bertugas untuk mencatat semua informasi ke dalam lembar kuesioner.Setelah peneliti selesai mengambil data kemudian peneliti mengucapkan terimakasih dan berpamitan kepada responden dan keluarga.Tahap akhir setelah didapatkan data, selanjutnya dikumpulkan dan dianalisa menggunakan uji Wilcoxon dan Mann-Whitney U G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Peneliti pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji validitas dan reabilitas karena skala pengukuran intensitas nyeri yang dipakai merupakan alat ukur yang sudah baku yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas sebelumnya.

1. Uji Validitas

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Li,Liu dan Herr (2007) yang diaplikasikan pada pasien pasca bedah menunjukkan validitas yang baik dengan menggunakan uji validitas intraclass correlation coefficients (ICCs) skala nyeri NRS (Numeric Rating Scale) menunjukkan hubungan kekuatan atau validitas 0,90 (Swarihadiyanti, 2014)


(57)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Li, Liu & Herr (2007) bahwa skala nyeri NRS (Numeric Rating Scale) menunjukkan reliabilitas lebih dari 0,95 (Swarihadiyanti, 2014)

H. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data

Tahap pengolahan data diawali denggan data penelitian yang telah terkumpul kemudian dilakukan pemeriksaan data baik dari identitas responden maupun hasil pengukuran nyeri. Kemudian peneliti memberikan kode untuk mempermudah dalam proses pengolahan data. sebagai berikut. Dalam penelitian ini, variabel usia, jenis kelamin dan skala nyeri dilakukan pengkodean. Kategori usia diberikan kode “1” untuk kategori remaja akhir

(17-25 tahun), kode “2” untuk kategori dewasa awal (26-35 tahun), kode “3”

untuk kategori dewasa akhir (36-45 tahun), kode “4” untuk kategori lansia awal (46-55 tahun) dank ode “5” untuk kategori lansia akhir (56-65 tahun).Pengkodean juga diberikan untuk karakteristik responden jenis kelamin dengan kode “1” untuk jenis kelamin laki-laki dan kode “2” untuk jenis kelamin perempuan.Pengkodean skala nyeridengan kode “1” untuk kategori skalatidak nyeri, kode “2” untuk kategori ringan, kode “3” untuk kategori

sedang dan kode “4” untuk kategori berat.Selanjutnya peneliti memproses

data dengan memasukkan data yang telah terkumpul pada paket program komputer dan melakukan pengecekan kembali apakah data yang dimasukkan ada kesalahan atau tidak.


(58)

2. Analisa Data

Setelah data terkumpulkan kemudian dilakukan analisa data secara univariat untuk menghitung distribusi frekuensi sehingga dapat diketahui gambaran karakteristik responden seperti umur, jenis kelamin dan jenis operasi.Analisa bivariatuntuk menganalisa 2 dataskala data termasuk data ordinal sehingga menggunakan uji non parametrik.Untuk mengetahui perbedaan nilai pretest dan posttestpada kelompok teknik nafas dalan dan murrottal menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan tingkat nyeri sesudah dilakukan intervensi (posttest) nafas dalam dan murrottalmenggunakan uji Mann-Whitney U Test.

I. Etik Penelitian

Prinsip Manfaat (Beneficience)ini berarti bahwa klien bebas dari penderitaan, eksploitasi, memperhatikan risiko yang akan terjadi, dan keuntungan yang akan didapatkan klien.Manfaat penelitian untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien yang sedang menjalani perawatan luka . Tindakan yang diberikan merupakan tindakan keperawatan alternatif yang tidak memiliki risiko cedara dan merugikan.

Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)dilakukan dengan memberikan penjelasan terlebih dahulu. Klien mendapatkan penjelasan secara lengkap melalui informed consent yang diberikan. Penjelasan yang diberikan berupa tujuan penelitian, prosedur, gambaran risiko, dan ketidaknyamanan yang mungkin terjadi, serta keuntungan yang didapat. Klien juga berhak untuk menentukan keikusertaannya dalam penelitian maupun


(59)

menghentikan proses intervensi dan memutuskan untuk berhenti menjadi responden. Tidak ada unsur paksaan atau hukuman bagi klien yang menolak untuk menjadi responden penelitian, karena penelitian ini bersifat sukarela.

Prinsip keadilan (right for justice), responden berhak mendapatkan perlakuan yang adil sebelum, selama, dan setelah proses penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari proses penelitian tersebut. Pada kelompok intervensi murrottal mendapatkan perlakuan teknik nafas dalam sedangkan pada kelompok nafas dalam tidak diberikan intervensi murotal.


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran umum lokasi penelitian

Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Bantul berdiri di atas luas lahan sekitar 5.700 m2, sejak berdiri tahun 1966 dengan status Rumah Bersalin Khusus Ibu dan Anak (RB-KIA) sampai tahun 1995 meningkat menjadi Rumah Sakit Khusus (RSK) yaitu Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) dan pada tahun 2001 menjadi Rumah Sakit Umum. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul mengijinkan RSKIA Muhammadiyah Bantul menjadi Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Bantul dengan memperhatikan surat ijin pengembangan RSKIA menjadi RSU nomor 167/ III.0.H/ 2001 tanggal 11 Agustus 2001 dan hasil pemeriksaan tim perijinan pelayanan kesehatan swasta dinas kesehatan Kabupaten Bantul tanggal 9 Oktober 2001 serta persyaratan untuk menyelenggarakan Rumah Sakit Umum telah dipenuhi. Oleh karena itu Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Muhammdiyah Bantul menjadi Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Bantul.

PKU Muhammadiyah Bantul sebagai salah satu rumah sakit swasta di Kabupaten Bantul memberikan nuansa baru dalam dunia kesehatan.Terletak di jln. Jenderal Sudirman No. 124 Bantul, Yogyakarta. Rumah sakit ini merupakan tempat yang strategis bagi masyarakat Bantul untuk dijangkau.Berkat kerja keras dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat Bantul, PKU Muhammadiyah mendapatkan ISO 9001:2000 tentang manajemen mutu rumah sakit.


(1)

pikiran yang akan memicu pelepasan serotonin, enkephalin, betaendorphins dan zat lainnya ke dalam sirkulasi. Dengan demikian terapi Al-Quran dapat lebih banyak diterima oleh pasien yang mengalami nyeri sebagaimana menurut Supriyadi (2011) mendengarkan Al-Quran dapat mempercepat waktu pemulihan di recovery room paska anestesi umum, sehingga pemberian murrottal dapat digunakan sebagai terapi komplementer paska bedah atau anestesi umum.

4. Perbedaan Gambaran Tingkat

Nyeri Antara Pemberian Teknik Nafas Dalam dan Murrottal Sesudah Perawatan Luka

Berdasarkan tabel 4 didapatkan hasil nilai p=0,656 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara teknik nafas dalam dan murrottal terhadap perubahan skala nyeri dan kedua teknik sama-sama efektif dalam menurunkan nyeri. Penurunan nyeri terjadi secara berbeda-beda akibat kondisi seseorang. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi nyeri seseorang, misalnya kehadiran dan

dukungan sosial dari keluarga (Potter dan Perry, 2010). Penurunan skala nyeri ini kemungkinan terjadi karena kehadiran keluarga disamping responden. Penelitian ini dilakukan ketika pasien didampingi oleh keluarga terdekat, sehingga perhatian pasien terhadap rasa nyeri mungkin saja teralihkan oleh kehadiran keluarga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Linton dan Shaw (2011) mengatakan bahwa dukungan dan perhatian yang diberikan keluarga terhadap pasien yang mengalami nyeri berdampak pada persepsi nyeri pasien. Nyeri tetap dirasakan namun kehadiran keluarga atau orang terdekat akan membantu untuk meminimalkan stress atau nyeri yang dirasakan (Potter dan Perry, 2010).

Faktor lain yang juga mempengaruhi skala nyeri seseorang adalah pemberian analgesik. Pada penelitian ini skala nyeri masih dikontrol oleh analgesik karena pengukuran skala nyeri dilakukan 1 jam-2 jam setelah pemberian analgesik sehingga efek belum menghilang. Pengkajian nyeri dan penggunaan


(2)

analgesik harus dilakukan untuk memastikan bahwa nyeri post operasi dapat diatasi dengan baik (Ferdinand, Brahmi & Sasongko, 2014; Potter& Perry, 2010. Torranc& Serginson cit Satriya 2014). Pada penelitian ini peneliti tidak dapat mengontrol pemberian analgesik karena dalam hal ini terdapat beberapa responden yang mendapatkan pemberian analgesik jenis ketorolak maupun tidak. Ketorolak merupakan salah satu obat NSAID bersifat analgesik yang digunakan sejak 1990 pada pasien post operasi. Ketorolak digunakan dalam jangka waktu kurang dari 5 hari untuk perawatan nyeri sedang hingga berat melalui intramuscular (IM), intravena (IV), atau oral. Pasien dengan usia <65 tahun diberikan dosis 30 mg IM dan IV setiap 6 jam (maksimum 120 mg per hari) (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia [ISFI], 2008; Ferdinand, Brahmi, & Sasongko, 2014). Ketorolak bekerja pada sistem saraf pusat dengan cara menghambat prostaglandin dan kortisol yang berperan dalam sensasi nyeri. Keuntungan dari penggunaan

ketorolak yaitu tidak menimbulkan depresi ventilasi atau kardiovaskuler.

Faktor lain yang mempengaruhi respon nyeri adalah jenis kelamin dan usia. Pada penelitian ini mayoritas berjenis kelamin laki-laki dan berusia dewasa awal dan dewasa akhir. Jenis kelamin dapat mempengaruhi seseorang dalam merespon nyeri. Penelitian yang dilakukan Budi (2012) mengatakan bahwa, pasien laki-laki kurang mengekspresikan rasa nyeri yang dirasakan secara berlebihan dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan jenis usia pada penelitian ini termasuk dalam kategori usia dewasa awal dan akhir. Menurut Yezierski (2012) mengenai efek usia pada sensitifitas nyeri menunjukkan bahwa usia dapat mempengaruhi nyeri seseorang akibat perubahan biokimia, perubahan mekanisme homeostatik, dan faktor fisiologi yang terlibat dalam pengolahan dan persepsi nyeri. Pada usia dewasa awal terjadi penurunan fisiologis sehingga mereka lebih cenderung berhubungan dengan operasi, penyakit, dan rasa nyeri (Potter & Perry, 2010).


(3)

Pada penelitian ini peneliti dapat mengontrol lingkungan karena pengambilan data dilakukan pada pagi hari sebelum jam kunjung. Lingkungan dapat mempengaruhi keefektifan pemberian teknik relaksasi dimana hal ini sesuai dengan penelitian (Koto, 2015) mengungkapkan bahwa terdapat 3 hal utama yang diperlukan dalam teknik relaksasi yaitu posisi yang tepat, pikiran tenang dan kondisi lingkungan yang tenang. Lingkungan yang tenang dapat meningkatkan konsentrasi, memudahkan dalam mengatur pernafasan dan meningkatkan kadar oksigen dalam darah sehingga memberikan rasa tenang dan rasa nyeri dapat berkurang. Menurut (Robby, 2006) mengatakan bahwa kondisi lingkungan fisik ruang inap yang kondusif dapat membantu proses penyembuhan pasien.

Diperlukan tindakan dari permasalahan yang berkaitan dengan nyeri post pembedahan, hal ini agar pasien dapat mengontrol rasa nyeri yang dirasakan dan dapat mendukung proses penyembuhan. Jika dibiarkan

maka berdampak pada proses penyembuhan dan hospitalisasi yang lebih lama (Kusumayanti, 2015). Penanganan ini diperlukan adanya kolaborasi pemberian terapi farmakologi dan non farmakologi secara efektif.

Berdasarkan pembahasan diatas dan hasil penelitian dalam penelitian ini diketahui bahwa metode non farmakologi yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri sesudah perawatan luka adalah dengan menggunakan teknik nafas dalam dan murrottal dimana keduanya sama-sama efektif dalam menurunkan skala nyeri pada pasien post operasi setelah dilakukan perawatan luka. Kedua metode ini merupakan bagian dari metode non-farmakologi untuk mengurangi nyeri hal ini dikarenakan murrottal dan nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan melakukan aktivitas-aktivitas tertentu yang membuat pasien yang mengalami nyeri dapat mengendalikan rasa nyeri yang dirasakannya (Rampengan, Rondonuwu& Onibala 2014).


(4)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang pengaruh teknik nafas dalam dan murrottal terhadap skala nyeri saat perawatan luka pada pasien post operasi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul dapat disimpulkan bahwa: 1. Responden pada penelitian ini

mayoritas berusia dewasa muda, jenis kelamin laki-laki dan jenis operasi apendiktomi

2. Terdapat pengaruh pemberian teknik nafas

3. Terdapat pengaruh pemberian murrottal pada saat perawatan luka pada pasien post operasi

4. Tidak ada perbedaan yang bermakna skala nyeri antara pasien yang menggunakan teknik nafas dalam dan murrottal.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang relevan dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Bagi RSU PKU Muhammadiyah

Bantul Diharapkan dengan adanya penelitian ini Rumah Sakit dapat

mempertimbangkan dalam menyusun standar operasional prosedur (SOP) mengenai manajemen nyeri terutama manajemen nyeri nonfarmakologi seperti teknik nafas dalam dan murrottal

2. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil ini dapat diaplikasikan sebagai intervensi mandiri dalam asuhan keperawatan untuk mengurangi nyeri dengan menggunakan teknik non-farmakologi yaitu nafas dalam dan murrottal.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi mengenai penelitian terkait nafas dalam dan murrottal. Perlu dilakukan penelitian mengenai terapi non-farmakologi yang paling efektif untuk mengurangi nyeri pada pasien post operasi saat perawatan luka.


(5)

REFERENSI

1. Agung S, Andriani A, Kartika D (2013). Pengaruh Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Tingkat Nyeri pada Pasien Post Operasi dengan Anestesi umum di RSUD dr. Moewardi Surakarta diunduh dari http://www.apikescm.ac.id/ejurnal infokes/index.php/infokes/view pada tanggal 3 November 2015 pada pukul 16:00 WIB

2. Boggero, Geiger, Segerstrom & Carlson. 2015. Pain Intensity Moderates the Relationship Between Age and Pain Interference in Chronic Orofacial Pain Patients. Diakses dari: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/1

24910- TESIS0605%20Har%20N09f-Faktor-faktor-Analisis.pdf. Pada tanggal 26 Juli 2016

3. Brunner&Suddarth.2008.Keperwa tan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC. 4. Ekawati, S (2013). Perbedan nyeri persalinan pada kala 1 fase aktif sebelum dan seesudah mendengarkan ayat suci Al-Qur’an. jurnal ilmiah kesehatan keperawatan.Vol.3 No. XIX. Intensitas Nyeri pada Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif. Jurnal Kedokteran Vol.28 No.3

5. Fatmawati, Lis. 2011. Pengaruh Teknik Relaksasi Pernafasan Terhadap Tingkat Rasa Nyeri

Pada Ibu Ber-salin Kala I di BPS Mu’rofah, Amd.Keb. Universitas Muhammadi-yah Surabaya. http://www.google.com=pengaruh +relaksasi+pernafasan+terhadap+t ingkat+rasa+nyeri+pada+ibu+bers alin+kala+I=kti.kebidanan.files.w ordpress.com. Diakses pada tanggal 26 Juli 2016

6. Karabulut, Ozkan, Bozkurt, Karahan, Kayan. (2013). Perinatal Outcomes and Risk Factors in Adolescent and Advance Age Pregnancies: Comparison with Normal Reproductive Age. Diakses dari: 25 Juli 2016

7. Karendehi, S., Rompas, S., &Bidjuni, H. (2015). Pengaruh pemberian musik terhadap skala nyeri akibat perawatan luka bedah pada pasien pasca operasi. Ejournal keperawatan volume 3 nomor

8. Nurhayanti, Herniyatun, Safrudin (2011). Pengaruh teknik distraksi relaksasi terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi laparatomi. Jurnal ilmiah Kesehatan Keperawatan. Vol 7 No.1. Diunduh tanggal 22 Oktober 2015 daro http;//jtstikesmuhgo-gdl-endahestri-1325-2hal. 35-2.pdf

9. Potter, Perry (2006). Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik, Edisi 4, Volume 2. Jakarta : EGC

10. Sinaga, Tarigan (2012). Penggunaan Bahan Pada Perawatan Luka. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Sumatera Utara


(6)

11. Sjamsuhidajat dan Wim de jong, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC

12. Smeltzer dan Bare. (2002). Keperawatan Medikal BedahEdisi 8 vol. 1 Alih Bahasa : Agung Waluyo. Jakarta : EGC

13. Smeltzer. C Suzanne,dkk. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8.EGC : Jakarta.

14. Stania F.Y Rampengan, Rolly Rondonuwu, Franly Onibala,2014)

PENGARUH TEKNIK

RELAKSASI DAN TEKNIK

DISTRAKSI TERHADAP

PERUBAHAN INTENSITAS

NYERI PADA PASIEN POST OPERASI DI RUANG IRINA A ATAS RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO diakses dari

http://www.e- jurnal.com/2015/05/pengaruh-teknik-relaksasi-dan-teknik.html pada tanggal 26 Juli 2016 jam 22:00 WIB

15. Swarihadiyanti, Ratih. (2014). Pengaruh pemberian terapi musik instrumental dan musik klasik terhadap nyeri saat wound care pada pasien post op. Karya Tulis Ilmiah strata satu, STIKES Kusuma Husada Surakarta. 16. Turner, P. G., Wilson, L. L.,

Pryon, E. R., Boyd, L. G., &

Pricket, C. A.

(2011).Perioperative Music and Effect On Anxiety, Hemodinamic, and Pain In

Women Undergoing

Mastectomi. AANA Journal, 21-27.

17. Wahida,S., Nooryanto,M & Andarini,Sri (2015). Terapi Murotal Al-Qur'an Surat Arrahman Meningkatkan Kadar β-Endorphin dan Menurunkan 18. Yezierski. R. P.(2012) The

Effects of Age on Pain Sensitivity: Preclinical Studies. Pain Medicine 13 13: S27-S36. Diakses tanggal 27 Juli 2016 dari http:/www.ncbi.nlm.nih.gov. Pada jam 20:00 WIB