Pemanfaatan Bambu Di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo

(1)

PEMANFAATAN BAMBU DI DESA TIGA PANAH

KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Oleh :

HASUDUNGAN MAHARAJA 081203042 / TEKNOLOGI HASIL HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pemanfaatan Bambu di Desa Tiga Panah Kabupaten karo Nama : Hasudungan Maharaja

Nim : 081203042

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Irawati Azhar, S.Hut, M.Si. Evalina Herawati, S.Hut, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui

Siti Latifah, S.Hut, M.Si., Ph.D Ketua Departemen Kehutanan


(3)

ABSTRACT

HASUDUNGAN MAHARAJA: Utilization of Bamboo In Tiga Panah Village

Karo Regency Supervised byIrawati AzharandEvalina Herawati

Bamboo is a plant that has a very important benefit for life. Bamboo which we know has good properties to be used, among other things: strong stem, straight, flat, hard, easy to cut, easy to set up and easy to work and easy to transport. Besides bamboo is also relatively cheap compared to other building materials as are found in the surrounding rural settlements. This study aims to determine the results of processed bamboo products of society, the kinds that grow, the technology used and the problems that exist in the use of bamboo in the Tiga Panah village Karo Regency. The types of bamboo that dominates in the Tiga Panah village is a type of bamboo regen or a local language Buluh Regen (Gigantochola pruriens). Data collection was done using field observations, questionnaires, interviews, library research and data analysis. The data collected is analyzed qualitatively to explain that according to the results on the field. In general, the management of bamboo plants in this area is low and the need for integrated management of production potential and can not be treated optimally. Keywords: bamboo, utilization, technology, problems


(4)

ABSTRAK

HASUDUNGAN MAHARAJA : Pemanfaatan Bambu Di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo. Di bawah bimbingan Irawati Azhar dan Evalina Herawati

Bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat yang sangat penting bagi kehidupan. Bambu yang kita kenal memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan antara lain : batangnya kuat, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibanding bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil produk olahan bambu dari masyarakat, jenis-jenis yang tumbuh, teknologi yang digunakan serta permasalahan-permasalahan yang ada dalam pemanfaatan bambu di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo. Jenis-jenis bambu yang mendominasi Di Desa Tiga Panah adalah jenis bambu regen atau bahasa setempat Buluh Regen

(Gigantochola pruriens). Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi

lapangan, kuisioner, wawancara, studi pustaka dan analisis data. Data-data yang terkumpul dianalisa secara kualitatif untuk memberi penjelasan yang sesuai dengan hasil di lapangan. Secara umum pengelolaan tanaman bambu di daerah ini masih rendah dan memerlukan pengelolaan secara terpadu karena potensi dan produksi belum dapat diolah secara maksimal.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rumah Tiga Kota Ambon pada tanggal 8 Februari 1990. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari bapak Sahat Maharaja ( Alm ) dan ibu Marulia Debataraja.

Pada tahun 2002 lulus dari SD Negeri 173471 Sijarango Kecamatan Pakkat Kab. Humbang hasundutan, pada tahun 2005 lulus dari SLTP RK. ST. Maria Pakkat Kab. Humbang Hasundutan dan pada tahun 2008 lulus dari SMA RK ST. Maria Pakkat Kab. Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara. Penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan.

Penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PEH) di Hutan Lau Kawar dan Deleng Lancuk pada tahun 2010. Penulis juga melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cibodas Kabupaten Cianjur dan Bogor, Jawa Barat dari bulan Januari 2012 sampai Februari 2012. Selama mengikuti kuliah penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS).


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Pemanfaatan Bambu di Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo” dengan baik dan tepat waktu.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing Ibu Irawati Azhar, S.Hut, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Evalina Herawati, S.Hut, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai menyelesaikan hasil penelitian.

Terima Kasih juga penulis ucapkan kepada yang tersayang Ayahanda Sahat Maharaja (Alm), Ibunda Marulia Debataraja, saudara-saudaraku Hamonangan Maharaja, STP dan Lisa M. Maharaja, STP atas seluruh doa, motivasi dan perhatiannya. Terima kasih juga kepada seluruh teman seperjuangan stambuk 2008 (Josua Aritonang, Septian Gultom, Rikki Silalahi, Enrico Sitompul dan Pardamean Tampubolon) serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis baik secara moral, spiritual, dana dan materi dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Maret 2013


(7)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Pengenalan Bambu ... 5

Morfologi Bambu ... 7

Bagian-Bagian Bambu ... 9

Pemanfaatan Bambu ... 11

Jenis-Jenis Bambu Untuk Kerajinan ... 15

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

Alat dan bahan ... 18

Prosedur Penelitian ... 18

Persiapan ... 18

Survei Lapangan ... 18


(8)

Penentuan Sampel Responden ... 19

Pengumpulan Data ... 19

Observasi lapangan ... 19

Kuisioner ... 20

Wawancara ... 20

Dokumentasi ... 20

Studi pustaka ... 20

Analisa Data ... 21

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 22

Desa Tiga Panah ... 25

Letak dan Luas ... 25

Topografi ... 25

Aksesbilitas ... 26

Penduduk ... 26

Mata Pencaharian ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden ... 28

Jenis-Jenis Bambu Yang Tumbuh Di Tiga Panah ... 30

Pemanfaatan Tanaman ... 32

Keranjang ... 32

Dinding Rumah (Tepas) ... 34

Bahan Bangunan ... 36

Bambu sebagai Ajir Tanaman ... 38

Bambu sebagai Media Lukisan ... 39


(9)

Permasalahan Masyarakat Dalam Pengusahaan Bambu ... 41

Pemasaran Produk Bambu ... 41

Tingkat Teknologi Dan Inovasi ... 41

Kurangnya Pengetahuan Tentang Bambu ... 42

Peralatan Masih Tradisional ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 45


(10)

DAFTAR TABEL

No. HaL

1. Luas Daerah Menurut Kecamatan ... 23

2. Luas Daerah Menurut Desa ... 24

3. Jumlah masyarakat pemanfaat bambu berdasarkan umur ... 28

4. Jenis usaha kerajinan bambu ... 29

5. Klasifikasi dan ciri-ciri Bambu Betung ... 30

6. Klasifikasi dan ciri-ciri Bambu Regen ... 31


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. HaL

1. Bambu Betung ... 31

2. Bambu Regen ... 31

3. Kerajinan Keranjang Bambu ... 33

4. Bambu Regen Bahan Baku Keranjang ... 34

5. Bentuk Tepas ... 36

6. Bambu Betung ... 38

7. Bentuk Ajir Tanaman ... 39


(12)

ABSTRACT

HASUDUNGAN MAHARAJA: Utilization of Bamboo In Tiga Panah Village

Karo Regency Supervised byIrawati AzharandEvalina Herawati

Bamboo is a plant that has a very important benefit for life. Bamboo which we know has good properties to be used, among other things: strong stem, straight, flat, hard, easy to cut, easy to set up and easy to work and easy to transport. Besides bamboo is also relatively cheap compared to other building materials as are found in the surrounding rural settlements. This study aims to determine the results of processed bamboo products of society, the kinds that grow, the technology used and the problems that exist in the use of bamboo in the Tiga Panah village Karo Regency. The types of bamboo that dominates in the Tiga Panah village is a type of bamboo regen or a local language Buluh Regen (Gigantochola pruriens). Data collection was done using field observations, questionnaires, interviews, library research and data analysis. The data collected is analyzed qualitatively to explain that according to the results on the field. In general, the management of bamboo plants in this area is low and the need for integrated management of production potential and can not be treated optimally. Keywords: bamboo, utilization, technology, problems


(13)

ABSTRAK

HASUDUNGAN MAHARAJA : Pemanfaatan Bambu Di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo. Di bawah bimbingan Irawati Azhar dan Evalina Herawati

Bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat yang sangat penting bagi kehidupan. Bambu yang kita kenal memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan antara lain : batangnya kuat, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibanding bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil produk olahan bambu dari masyarakat, jenis-jenis yang tumbuh, teknologi yang digunakan serta permasalahan-permasalahan yang ada dalam pemanfaatan bambu di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo. Jenis-jenis bambu yang mendominasi Di Desa Tiga Panah adalah jenis bambu regen atau bahasa setempat Buluh Regen

(Gigantochola pruriens). Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi

lapangan, kuisioner, wawancara, studi pustaka dan analisis data. Data-data yang terkumpul dianalisa secara kualitatif untuk memberi penjelasan yang sesuai dengan hasil di lapangan. Secara umum pengelolaan tanaman bambu di daerah ini masih rendah dan memerlukan pengelolaan secara terpadu karena potensi dan produksi belum dapat diolah secara maksimal.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki areal hutan terbesar di dunia. Tetapi, laju kerusakan hutan Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Kondisi tersebut tentunya berdampak besar terhadap ketersediaan kayu di Indonesia. Kebutuhan kayu yang terus meningkat menyebabkan ketersediaan kayu yang ada semakin menurun. Tingginya penggunaan kayu tersebut sebaiknya diatasi dengan penggunaan bahan pengganti kayu. Pemanfaatan hasil hutan non kayu merupakan bagian dari kekayaan sumber daya hutan di Indonesia yang dapat menjadi salah satu alternatif pengurangan penggunaan kayu di hutan yang semakin berkurang keberadaannya.

Pesatnya laju pembangunan ekonomi dan pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan manusia terhadap barang dan jasa. Bagi sumber daya hutan kenyataan ini menuntut peningkatan fungsi hutan, sementara di sisi lain luas areal dan potensi hutan alam semakin berkurang akibat pengkonversian areal hutan ke bentuk penggunaan lain dan kurang baiknya praktek pengelolaan hutan.

Produk hasil hutan bukan kayu merupakan salah satu sumber daya hutan yang terkait langsung dengan masyarakat sekitar hutan. Hasil hutan bukan kayu dapat memberikan atau meningkatkan usaha dan pendapatan masyarakat sekitar hutan. Masyarakat yang menetap di sekitar hutan dapat memanfaatkan hasil hutan bukan kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain untuk dikonsumsi sendiri juga dapat dipasarkan sehingga menambah pendapatan


(15)

masyarakat itu sendiri. Kegiatan pemungutan dan pengusahaan hasil hutan bukan kayu tersebut dapat mengurangi pengangguran dan sebagai sumber pencaharian.

Hutan rakyat adalah sistem pengelolaan lahan milik petani yang di dalamnya dikembangkan berbagai jenis komoditas kayu (tanaman hutan) untuk dimanfaatkan hasilnya yang berbentuk kayu atau bahan ikutan, seperti buah, minyak resin, dan non-kayu seperti rotan, bambu, madu, flora, dan fauna. Hutan rakyat menurut Undang-Undang adalah hutan yang tumbuh atau dikembangkan pada lahan milik rakyat/adat/ulayat atau lahan-lahan lainnya yang berada di luar kawasan hutan (Arief, 2001).

Dalam hal ini Bambu merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang pemanfaatannya telah lama dikenal oleh masyarakat. Bambu memegang peranan sangat penting bagi masyarakat pedesaan. Pemanfaatan bambu telah mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Adapun jenis-jenis produk olahan bambu, yaitu alat musik seperti seruling dan angklung, bahan bangunan seperti dinding, tiang dan atap, barang kerajinan seperti keranjang, kursi dan meja. Kreatifitas masyarakat dalam pengelolaan bambu sangat dibutuhkan agar produk bambu dapat bersaing dengan produk yang dihasilkan dari olahan kayu, sehingga kesejahteraan masyarakat pengrajin bambu dapat terjamin dan siklus produksi hasil-hasil produk olahan bambu dapat berjalan terus-menerus.

Bambu menjadi salah satu komoditas hasil hutan non kayu dari Sumatera Utara karena memiliki potensi yang tersebar cukup banyak. Menurut badan pusat statistik kota binjai anyaman bambu dan mebel bambu merupakan salah satu produk unggulan industri kota Binjai pada tahun 2005, dengan jumlah produksi masing-masing adalah 20.290 unit dan 400 set. Begitu juga dengan Kabupaten


(16)

Karo yang sangat berpotensi menghasilkan bambu. Tanaman bambu cukup dikenal masyarakat dan merupakan tanaman serbaguna yang dapat menambah pendapatan masyarakat apabila digarap secara maksimal namun produk-produk yang dihasilkan dari bambu pada saat ini kurang mendapatkan perhatian atau kurang bersaing. Hal ini mungkin disebabkan oleh sumber daya manusia yang masih kurang mendapat perhatian yang baik dalam pengembangannya.

Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah di provinsi Sumatera utara yang memiliki potensi tanaman bambu. Sebagian besar masyarakat telah mampu memanfaatkan bambu menjadi berbagai macam produk olahan bambu yang akan dimanfaatkan sendiri sebagai kebutuhan pribadi, hingga produk olahan bambu yang dipasarkan ke masyarakat sampai kualitas ekspor yang dikirim ke luar negeri seperti produk-produk furniture dan kerajinan. Demikian juga sewaktu pengelolaannya masyrakat memiliki cara yang berbeda-beda, sehingga Produk olahan bambu tersebut memiliki variasi jenis. Maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang ‘‘Pemanfaatan Bambu di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo’’


(17)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui jenis tanaman bambu yang dimanfaatkan di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo

2. Mengetahui pemanfaatan bambu di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo.

3. Mengetahui teknologi pengolahan bambu oleh masyarakat di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo

4. Mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat pemanfaat di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo dalam pengusahaan bambu

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi dan masukan bagi pemerintah khususnya pemerintah daerah Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara tentang gambaran pemanfaatan bambu di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengenalan Bambu

Bambu banyak ditemukan di daerah tropis di benua Asia, Afrika, dan Amerika. Namun, beberapa spesies ditemukan pula di Australia. Benua Asia merupakan daerah penyebaran bambu terbesar. Bambu sudah lama dikenal di Indonesia dan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di pedesaan. Sejak dulu bambu telah digunakan untuk keperluan sehari-hari. Dengan penuh kreatifitas bambu dijadikan sebagai bahan baku yang serbaguna. Misalnya untuk bahan bangunan, peralatan dapur, alat musik, dan juga untuk bahan makanan(rebung). Bangunan rumah di pedesaaan sebagian besar masih terbuat dari bahan bambu, seperti dinding, tiang, atap, dan juga lantainya. Bagi bangsa Indonesia bambu memiliki nilai sejarah yaitu bambu runcing yang dipakai para pejuang kemerdekaan untuk melawan penjajah (Berlin dan Estu, 1995).

Menurut Sulthoni (1994) dalam Manalu (2008) peranan dan kegunaan bambu di Indonesia masih sangat besar, namun sumber daya ini masih kurang mendapat perhatian yang wajar dalam pengembangannya. Data Biro Pusat Statistik total ekspor barang kerajinan bambu selama lima tahun dari tahun 1987 sampai dengan 1991 mengalami kenaikan baik dari volume maupun nilai ekspornya

Dari sekitar 75 genus terdiri dari 1500 jenis bambu di seluruh dunia, 10 genus atau 125 jenis diantaranya terdapat di Indonesia. Berdasarkan system percabangan rimpang, genus tersebut di kelompokkan menjadi dua bagian. Pertama, genus yang berakar rimpang dan tumbuh secara simpodial, termasuk di dalamnya genus Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, dan schizostachyum.


(19)

Kedua, genus berakar rimpang dan tumbuh secara monopodial/horizontal dan bercabang secara lateral sehingga menghasilkan rumpun terbesar, diantaranya genus Arundinaria (Duryatmo, 2000).

Bambu memiliki keunikan dan keindahan tersendiri sebagai pengganti kayu. Secara anatomis, bambu berbeda dengan kayu. Profil bambu antara lain sebagai berikut:

1. Bentuk batang bulat, lancip dan tidak ada pertumbuhan ke samping (radial

growth) seperti pada kayu.

2. Batangnya melengkung di bagian ujung sebagai akibat beban daun. Bagian batang yang lurus kurang lebih 2/3 dari keseluruhan panjang batang.

3. Batangnya berlubang, berbuku, beruas, kuat, ulet dan mudah dibelah atau disayat.

4. Kulit batang tidak mengelupas, melekat kuat dan sukar ditembus oleh cairan. Pengulitan relatif sukar dan sampai saat ini belum ada alat mekanis yang dapat dipakai.

5. Dalam keadaan utuh, relatif sukar atau lambat kering. Apabila pengeringan

yang dilakukan terlalu cepat akan mengalami pecah atau retak (Pasaribu 2007 dalam Manalu 2008).

Di Indonesia tanaman bambu tumbuh pada berbagai tipe iklim, mulai dari tipe curah hujan A, B, C, D sampai E menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, atau dari iklim basah sampai iklim kering. Makin basah tipe iklimnya, makin banyak jumlah jenis bambunya. Kemungkinan hal ini berkaitan erat dengan banyaknya curah hujan karena tanaman bambu tergolong jenis tumbuhan yang


(20)

banyak memerlukan air. Keadaan ini dapat dilihat dari banyaknya tanaman bambu yang tumbuh di pinggir sungai (Sutiyono et al, 1996).

Di daerah pedesaan ada banyak tumbuh rumpun bambu dari berbagai jenis. Bambu yang lazimnya kita gunakan untuk bahan membangun rumah atau konstruksi bangunan lain, juga dapat digunakan sebagai bahan kerajinan, membuat peralatan rumah tangga seperti meja dan kursi, rak untuk perabotan rumah tangga dan lain-lain. Tetapi bambu juga dapat digunakan sebagai pipa untuk mengalirkan air dari satu tempat ke tempat lain (Dirjen Pembangunan Masyarakat Desa,1996)

Kerajinan bambu seperti meubel, pigura, hiasan dinding dan sebagainya sudah semakin berkembang didukung oleh adanya industri pariwisata. Namun bahan baku dan pelengkapnya serta cara pengolahan dan pengerjaannya, pada umumnya belum mencapai mutu yang diharapkan karena mudah sekali rusak. Seringkali ditemukan kerusakan pada produk seperti: pecah, perekatnya lepas, berlubang-lubang akibat serangan serangga bubuk kayu kering. Batang bambu sangat rentan terhadap serangan jamur pewarna, kumbang penggerek dan rayap karena mengandung selulosa dan pati. Serangan dari organisme perusak di atas akan mengakibatkan penurunan kekuatan dan kualitas pada batang bambu (Sipayung 2007 dalam Manalu 2008).

Morfologi Bambu

Deskripsi tanaman

Bambu termasuk jenis rumput-rumputan dari suku Gramineae. Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, batangnya berbentuk bulu berongga.


(21)

Tanaman bambu memiliki cabang-cabang (ranting) dan daun buluh yang menonjol.

Tanaman bambu umumnya berbentuk rumpun, tetapi bambu juga dapat tumbuh sebagai batang soliter atau perdu. Arah pertumbuhan biasanya tegak dan kadang-kadang memanjat. Batang-batang bambu muncul dari buku-buku rimpang yang menjalar di bawah tanah. Antara ruas yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan buku. Pada buku-buku batang biasanya terdapat mata tunas, demikian juga pada cabang-cabang dan rimpangnya. Pada bagian tanaman terdapat organ-organ daun yang menyelimuti batang yang disebut pelepah batang. Biasanya pada batang yang sudah tua pelepah batangnya mudah gugur. Pelepah daun ditutupi oleh bulu-bulu halus berwarna cokelat atau hitam yang disebut

miang. Bulu-bulu pada pelepah daun ini gatal sekali bila tersentuh (Berlin dan Estu, 1995). Tinggi tanaman bambu sekitar 0,3 m sampai 30 m.

Diameter batangnya 0,25 cm sampai 25 cm dan ketebalan dindingnya 25 mm. Berikut ini urutan klasifikasi bambu :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotiledonae Ordo : Graminales Famili : Gramineae Subfamili : Bambusoideae

Bambu memiliki beberapa karakteristik yaitu : 1. Memiliki batang berbentuk pipa

2. Mempunyai lapisan khusus pada bagian luar dan dalam pipa, bagian luar memiliki kekuatan hampir dua kali lipat bagian dalam


(22)

3. Memiliki buku-buku 4. Kuat dalam arah axial, dan

5. Tidak ada ray cells,Sehingga cairan mudah bergerak.

Penyebab kerusakan non biologis yang terpenting adalah kadar air, kadar air yang tinggi menyebabkan kekuatan bambu menurun dan mudah lapuk, karena itu biasanya bambu segar dikeringkan lebih dahulu sampai kadar air tertentu sebelum digunakan (Tim ELSPPAT, 1997).

Bagian-Bagian Bambu

Bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat sangat penting bagi kehidupan, semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun, kelopak, bahkan rebungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Berikut diuraikan manfaat bambu ditinjau dari setiap bagian tanamannya

1. Akar

Akar tanaman bambu dapar berfungsi sebagai penahan erosi guna mencegah bahaya kebanjiran. Akar bambu juga dapat berperan dalam menanganai limbah beracun akibat keracunan merkuri. Bagian tanaman ini menyaring air yang terkena limbah tersebut melalui serabut-serabut akarnya. Selain itu akar bambu mampu melakukan penampungan mata air sehingga bermanfaat sebagai sumber penyediaan air sumur.

2. Batang

Batang bambu baik yang masih muda maupun yang sudah tua dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, namun demikian tidak semua jenis


(23)

bambu dapat dimanfaatkan. Secara garis besar pemanfaatan batang bambu dapat digolongkan kedalam dua bagian yaitu :

2a. Berdasarkan bentuk bahan baku, yaitu :

- Bambu yang masih dalam keadaan bulat, umumnya digunakan untuk tiang pada bangunan rumah sederhana.

- Bambu yang sudah dibelah, umumnya digunakan untuk dinding rumah, rangka atap (yang terbuat dari ijuk atau rumbia), simpit, kerajinan tangan dan lain sebagainya.

- Gabungan bambu bulat dan sudah dibelah serta serat bambu, umumnya digunakan untuk aneka kerajinan tangan, misalnya keranjang, kursi, meja, dan lain-lain.

2b. Berdasarkan penggunaan akhir yaitu untuk konstruksi dan non konstruksi Batang bambu dapat digunakan sebagai bahan konstruksi untuk pembangunan rumah, gedung, jembatan, dan lain-lain. Pemanfaatannya antara lain dalam bentuk dinding, rangka kuda-kuda, tiang, kaso, pintu, kusen jendela, dan juga atap atau langit-langit. Tidak semua jenis bambu dapat digunakan sebagai bahan konstruksi. Hal ini disebabkan oleh sifat mekanis yang berlainan untuk setiap jenis bambu. Untuk bahan konstruksi biasanya digunakan jenis bambu yang mempunyai ukuran diameter relatif besar dan mempunyai dinding batang yang relative tebal dan kuat. Bambu yang cocok untuk ini adalah bambu betung, bambu tali, bambu ater, bambu talang, bambu tutul.

3. Daun

Daun bambu dapat digunakan sebagai alat pembungkus, misalnya makanan kecil seperti uli dan wajik. Selain itu didalam pengobatan tradisional daun bambu


(24)

dapat dimanfaatkan untuk mengobati deman panas pada anak-anak. Hal ini disebabkan karena daun bambu memiliki kandungan zat yang dapat bersifat mendinginkan.

4. Rebung

Rebung, tunas bambu atau disebut juga trubus bambu merupakan kuncup bambu muda yang muncul dari dalam tanah yang berasal dari akar rhizom maupun buku-bukunya. Rebung merupakan anakan dari bambu, rebung yang masih bisa kita konsumsi sebagai sayur berumur berkisar 1-5 bulan. Rebung dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang tergolong kedalam jenis sayur-sayuran. Tidak semua jenis bambu dapat dimanfaatkan rebungnya untuk bahan pangan, karena rasanya yang pahit. Menurut beberapa pengusaha rebung bambu yang rebungnya enak dimakan diantaranya adalah bambu betung.

Pemanfaatan Bambu

1. Furniture dan Perkakas Rumah Tangga

Bambu yang dipergunakan untuk mebel harus memenuhi beberapa syarat. Selain warna yang menarik juga dapat dibentuk secara istimewa dengan nilai seni yang tinggi tetap memenuhi kekokohannya. Olesan pengawet dan penghias, seperti pernis meningkatkan keawetan dan penampilan dengan tetap berkesan alami. Perkakas rumah tangga dan hiasan dari bambu digemari karena disamping tidak berkarat juga mencerminkan kesederhanaan tapi anggun.

Bambu hitam dan bambu betung banyak digunakan untuk furniture antara lain : meja, kursi, tempat tidur, meja makan lemari pakaian dan lemari hias. Disamping itu bambu juga banyak dipakai menjadi peralatan rumah tangga dan assesoris penghias rumah.


(25)

2. Sumpit

Pengembangan bahan bambu sebagai bahan industri telah pula mencakup kebutuhan peralatan makan berupa supit, tusuk sate dan tusuk gigi. Perkembangannnya sangat cepat karena mudah dalam pengerjaan apalagi bila dikerjakan dengan mesin secara otomatis. Bambu yang bagus untuk dijadikan supit adalah bambu mayan dan bambu andong. Bambu yang bagus untuk supit bambu yang berumur 3 tahun dimana untuk meningkatkan kualitasnya setelah ditebang sebaiknya jangan langsung diproses tetapi dikeringkan terlebih dahulu selama kurang lebih 4 hari.

3. Komponen Bangunan dan Rumah

Bambu yang dipergunakan sebagai bahan bangunan sebaiknya diawetkan lebih dahulu dengan cara perendaman dalam air selama beberapa minngu kemudian dikeringkan. Kadang-kadang juga dilakukan pengasapan belerang agar hama yang ada mati dan tidak dikunjungi oleh hama perusak. Sebagai bahan kontruksi yang tidak mementingkan keindahan, ter juga sering dipergunakan untuk menutup pori-pori buluh.

Bambu bersama dengan kayu dan bahan organik lainnya banyak digunakan pada pemabngunan rumah rakyat di pedesaan. Dengan perkembangan harga bahan dasar dan kebutuhan perumahan rakyat yang sederhana, maka pengembanagn rumah berbahan kayu dan bambu sesuai untuk membantu rakyat yang berpenghasilan rendah, terutanma di daerah yang mempunyai ketersediaan bambu.


(26)

4. Rebung

Bambu dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dalam bentuk rebung. Jenis-jenis tertentu rebungnya dapat dimakan karena kadar HCN kecil atau sama sekali tidak ada, rasanya memenuhi selera, lunak dan warnanya menarik. Kandungan gijinya cukup memadai sebagai sumber mineral dan vitamin.

5. Bahan Alat Musik Tradisional

Sesuai dengan ketebalan dinding, diameter dan panjang buluh, bambu dapat dibuat alat musik tradisional yang menghasilkan nada dan alunan suara yang khas. Faktor ketepatan memilih jenis dan tingkat pengeringan diperlukan guna memperoleh kualitas yang memadai. Bambu dapat dibuat alat musik tiup, alat musik gesek maupun alat musik pukul. Contoh yang terkenal adalah seruling, angklung, gambang, calung, kentongan. Pembuatan alat musik dari bambu dituntut pengetahuan nada dan ketelatenan penanganan pekerjaan. Misalnya pada pembuatan angklung, bambu dipilih dari jenis bambu tertentu. Bambu temen, bambu hitam, bambu lengka dan bambu tali cocok dipergunakan untuk membuat kerangkanya. Waktu penebangan bambu harus cukup umur (2-3 tahun) tepat waktunya yakni pada musim kemarau. Pengeringan dilakukan dalam ruang, tidak boleh langsung dengan sinar matahari. Setelah bambu dibentuk, kemudian distem nadanya sebelum dan sesudah dipasang tabung-tabung nadanya (Batubara, 2002).

Secara tradisional umumnya bambu dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti alat-alat rumah tangga, kerajinan tangan dan bahan makanan. Sebagai bahan bangunan banyak dipakai di daerah pedesaan, sedangkan di kota bambu merupakan bahan penting untuk rumah murah, bangunan sementara dan


(27)

untuk banguan bertingkat. Bambu merupakan jenis tanaman yang memiliki sifat yang elastis dan kuat (Widjaja, 2001).

Konsumen barang-barang kerajinan bambu tidak hanya di dalam negeri. Masyarakat mancanegara juga meminatinya karena kenaturalan dan kecantikannya. Hasil kerajinan bambu di Indonesia dapat dengan mudah kita peroleh karena kerajinan bambu banyak sekali dijajakan dikaki lima atau pinggir jalan, selain itu di pasar swalayan pun, kerajinan bambu dapat ditemukan. Aneka produk Bambu Berkah misalnya, dapat dijumpai di Plaza Indonesia di jantung kota Jakarta (Duryatmo, 2000).

Beberapa teknologi pengawetan alami yang sering digunakan adalah pengasapan, pelaburan dan perendaman (termasuk metode perebusan).

1. Pengasapan

Teknologi pengawetan ini meskipun sederhana tetapi sudah terbukti keunggulannya. Bambu yang digunakan sebagai rangka atap dapur yang senantiasa terkena asap terbukti lebih tahan lama dan mampu bertahan hingga 15 tahun.

2. Pelaburan

Bahan yang dimanfaatkan untuk melabur bambu antara lain aspal, kapur dan minyak tanah. Caranya: bahan-bahan tersebut dilaburkan pada potongan melintang pada bagian pangkal dan ujung batang bambu.

3. Perebusan

Direbus hingga air mendidih (untuk mempercepat menghilangkan noda diberi 3 sendok makan soda setiap 15 liter air)Metode ini akan membuat bambu


(28)

resisten terhadap serangan organisme perusak. Pengawetan dengan perebusan dikaitkan dengan sifat zat pati.

4. Perendaman

Pengawetan bambu dengan cara merendam dibedakan menjadi tiga, yaitu dalam air tergenang, air mengalir dan lumpur. Perendaman dalam air mengalir selama 2 bulan lebih banyak dilakukan dibanding dalam air menggenang sebab dapat mencegah bau busuk. Jenis bambu yang cocok diawetkan dengan perendaman umumnya adalah yang kadar patinya rendah (Tim Utd Butsi, 1990).

Salah satu kelemahan bambu adalah umur pakainya yang relatif singkat (kurang awet). Keawetan alami bambu adalah daya tahan bambu secara alami untuk mencegah kerusakan dari faktor biologis.

Bambu merupakan salah satu tanaman ekonomi yang digolongkan dalam hasil hutan non kayu, meskipun demikian manfaat bambu dalam kegiatan konservasi sangat baik untuk menahan erosi dan sedimentasi, terutama didaerah bantaran sungai yang banyak terdapat di wilayah Magelang. Dalam konteks tata air, bambu juga efektif untuk menahan run off air, sehingga banyak berfungsi di daerah tangkapan air. Bambu juga memiliki kemampuan peredam suara yang baik dan menghasilkan banyak oksigen sehingga dapat ditanam dipusat pemukiman dan pembatas jalan raya (Diniaty dan Sofia 2000 dalam Simamora,I 2011).

Jenis-Jenis Bambu Untuk Kerajinan

1. Bambu Regen (Gigantochloa pruriens)

Bambu Regen merupakan salah satu jenis bambu yang terkenal dan paling bagus sebagai bahan baku kerajinan anyaman, khususnya di pulau Jawa dan Bali. Bambu ini memiliki beberapa kelebihan, misalnya memiliki serat panjang, lentur,


(29)

dan kuat. Jenis bambu ini merupakan jenis yang paling banyak dibudidayakan orang karena kegunaannya yang sangat banyak terutama untuk kerajinan anyaman seperti bilik dan kipas serta rebungnya yang bisa dimasak. Jenis bambu ini memiliki kelenturan yang baik sehingga sangat baik untuk anyaman. Akan tetapi, bambu ini tidak tahan terhadap serangan serangga tertentu sehingga orang sering merendamnya di kolam minimal 30 hari (Sudarnadi, 1996).

Bambu ini secara umum berbuluh tegak, batang berwarna hijau kekuning-kuningan,tingginya mencapai 15 m, diameter batang 6-12 cm, tebal dinding batang mencapai 10 mm, dengan panjang ruas (jarak buku) 40-60 cm. Menurut Widjaja (2001) klasifikasi Bambu Regen adalah sebagai berikut :

Nama daerah : Buluh belangke (Melayu), Buluh Regen (Karo) Indonesia : Bambu regen

Genus : Gigantochloa

Spesies : Gigantochloa pruriens

2. Bambu Talang (Schizostachyum brachycladum)

Masyarakat Sumatera Utara menyebutnya bambu tolang. Sebutan lain untuknya adalah awi buluh atau pereng bulu. Serat bambu talang sangat halus. Di luar jawa khususnya, bambu talang popular sebagai bahan baku anyaman karena jenis bambu ini lebih gampang diperoleh. Pemanfaatan lain adalah untuk bahan baku dinding, tempat air, rakit, atau lantai rumah.

Pertumbuhan rumpun bambu talang sangat rapat. Tinggi batang mencapai 15 m, panjang ruas sekitar 30-50 cm, dan diameter batang yang berwarna hijau kekuningan itu dapat mencapai 10 cm. Penutup buluh berwarna kuning


(30)

kecokelatan dengan daun penutup buluh berbentuk segitiga tegak dan mudah gugur (Duryatmo, 2000).

3. Bambu Betung (Dendrocalamus asper)

Serat bambu betung sangat besar dan ruasnya panjang sehingga cocok sebagai bahan baku berbagai kerajinan. Selain itu, bambu ini bersifat keras dan dinding batangnya relative tebal, yakni mencapai 1,5 cm. Itulah sebabnya, bambu betung lazim dipakai untuk bahan bangunan dan jembatan. Para penderes nira/kelapa dan aren juga memanfaatkan bambu betung untuk menampung bahan baku gula. Di antara jenis-jenis bambu lainnya, rebung bambu betung paling enak untuk dikonsumsi (Duryatmo, 2000).

Bambu betung dapat dipilih sebagai bahan utama pembuatan jembatan, karena termasuk jenis bambu berbuluh besar dan tebal, tingginya bisa mencapai 15 meter lebih. Bila sudah tua, buluh bambu ini sangat kuat (Tri, 1996)

Bambu ini memiliki buluh beludru cokelat pada bagian bawah buluh yang muda sedangkan bagian atasnya tertutup lilin putih yang akan hilang ketika tua. Buluh tingginya bisa mencapai 30 m dengan ujung melengkung, diameter 8-15 cm , panjang ruas 30-40 cm, tebal dinding 1 cm. Menurut Widjaja (2001) klasifikasi bambu betung adalah sebagai berikut:

Nama daerah : beto (Manggarai), oopatu (Bima), patung (Tetun) Indonesia : Bambu betung

Genus : Dendromus


(31)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2013.

Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, alat tulis, kalkulator dan kuisioner. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis bambu yang dimanfaatkan oleh pengrajin dan masyarakat.

Prosedur Penelitian 1. Persiapan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini mencakup: a. Survei Lapangan

Kegiatan ini merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan melalui wawancara dengan pengrajin bambu, pengumpul dan masyarakat sehingga diperoleh gambaran keadaan lapangan dan kegiatan masyarakat di tempat pelaksanaan kegiatan.

b. Penentuan Sampel Desa

Sebelum menentukan lokasi penelitian, terlebih dahulu dilakukan survei lokasi dan selanjutnya dipilih lokasi penelitian. Dasar pemilihan desa yang dijadikan sampel adalah daerah pengrajin bambu dan daerah asal bahan baku bambu.


(32)

c. Penentuan Sampel Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pengrajin, pengumpul atau masyarakat petani bambu di daerah asal bahan baku bambu. Jumlah responden yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut:

1) Apabila jumlah responden ≤ 100, maka diambil seluruh responden.

2) Apabila jumlah responden > 100 , maka diambil 10-15% dari jumlah responden (Arikunto, 2002).

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan survei dan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui cara pemanfaatan bambu oleh masyarakat. Data yang dikumpulkan adalah jenis-jenis bambu yang dimanfaatkan, cara pemanfaatan/ penggunaan oleh masyarakat serta bagian-bagian tanaman bambu yang digunakan. Adapun teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini baik data primer maupun data sekunder adalah:

Observasi lapangan

Sebagai metode ilmiah observasi merupakan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena sekitar yang diselidiki. Observasi lapangan bertujuan untuk melengkapi data-data yang diperoleh dari kegiatan wawancara dan kuisoner. Adapun data yang diperoleh dari kegiatan observasi lapangan adalah data-data yang mungkin tidak dapat diperoleh dengan wawancara maupun dengan kuisioner (Hadi, 2000).

Dari observasi lapangan ini diketahui gambaran umum lokasi penelitian, kehidupan ekonomi, sosial budaya masyarakat. Selain itu peneliti akan melihat


(33)

pemanfaatan dan pengolahan tanaman bambu, potensi tanaman bambu, dan kemampuan produksi yang dilakukan masyarakat secara langsung.

Kuisioner

Kuisioner dilakukan kepada responden terpilih. Masing-masing responden diberikan pertanyaan (kuisioner) yang sama sesuai dengan keperluannya. Data yang diharapkan dari kuisioner ini antara lain adalah identitas responden, metode pengolahan yang dilakukan dan sosial ekonomi responden/masyarakat.

Wawancara

Wawancara merupakan kegiatan atau metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada responden secara langsung untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara ini berupa penjelasan-penjelasan dari data hasil kuisioner dan data-data lain yang tidak diperoleh dari kuisioner (Subagyo,1997).

Dokumentasi

Dokumentasi berupa foto yang dapat menghasilkan deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan sebagai data pelengkap untuk meyakinkan keadaan yang sebenarnya dilapangan.

Studi Pustaka

Merupakan teknik yang digunakan untuk mendapat data-data sekunder, berupa data-data kependudukan, lokasi penelitian, luas lahan dan data-data lain yang dibutuhkan dalam penelitian. Data ini diperoleh dari kantor kepala desa, dinas kehutanan dan instansi terkait lainnya.


(34)

Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan kuisioner dengan responden ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai teknologi dan pemanfaatan bambu di lokasi tempat dilaksanakan penelitian. Dari hasil analisa ini akan diperoleh keterangan-keterangan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun parameter yang dikaji antara lain meliputi:

1. Jenis tanaman bambu yang dimanfaatkan 2. Pemanfaatan Tanaman Bambu

3. Teknologi pengolahan bambu

4. Permasalahan yang berhubungan dengan pemanfaatan tanaman bambu


(35)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Kabupaten Karo

Secara geografis Kabupaten Karo terletak antara 02° 50’ LU – 03° 19’ LU dan 97° 55’ BT – 98° 38’ BT. Luas areal Kabupaten ini lebih kurang 2.127,25 km2 atau 212.725 ha.Kabupaten ini berlokasi di dataran tinggi Karo, Bukit Barisan Sumatera Utara dan letaknya dari atas permukaan laut antara 600 – 1400 mdpl karena berada diketinggian tersebut, Tanah Karo Simalem, nama lain dari kabupaten ini mempunyai iklim yang sejuk dengan suhu berkisar antara 16° C sampai 17° C (BPS Kab. Karo, 2012).

Batas-batas wilayah kabupaten ini menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo (2012) adalah :

1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang 2. Sebelah Timur dengan Kabupaten Simalungun

3. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir 4. Sebelah Barat dengan Propinsi Nangro Aceh Darusalam

Tipe iklim daerah Kabupaten Karo adalah E2 menurut klasifikasi Oldeman dengan bulan basah lebih tiga bulan dan bulan kering berkisar 2-3 bulan atau A menurut Koppen dengan curah hujan rata-rata di atas 1.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.000-4.000mm/tahun, dimana curah hujan terbesar terjadi pada bulan basah yaitu Agustus sampai dengan Januari dan Maret sampai dengan Mei.

Menurut BPS Kabupaten Karo (2012), Kabupaten Karo terdiri dari 17 kecamatan. Masing-masing kecamatan yang terdapat di kabupaten ini beserta luas daerahnya dapat dilihat pada Tabel 1 .


(36)

Tabel 1 . Luas Daerah Menurut Kecamatan

No Kecamatan Luas (Km2)

1. Barusjahe 128,04

2. Berastagi 30,50

3. Juhar 218,56

4. Kabanjahe 44,65

5. Kutabuluh 195,70

6. Tiga Panah 186,84

7. Laubaleng 252,60

8. Mardingding 267,11

9. Merek 125,51

10. Munthe 125,64

11. Payung 47,24

12. Simpang Empat 93,48 13. Tiga Binanga 160,38 14. Dolat Rayat 32,25

15. Merdeka 44,17

16. Tiganderket 86,76 17. Naman Teran 87,82 Jumlah/Total 2127,25

Kecamatan Tiga Panah merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Karo yang menjadi lokasi diadakannya penelitian ini. Kecamatan Tiga Panah ini berada pada ketinggian 1192 mdpl. Jarak kecamatan ini dengan ibukota Kabupaten Karo (Kabanjahe) adalah 5 km. Suhu minimal dan maksimal di daerah ini adalah 13,8° C – 25,8° C, dengan suhu rata-rata harian 19° C (BPS Kec. Tiga Panah, 2012). Menurut BPS Kec. Tiga Panah (2012), Kecamatan Tiga Panah ini


(37)

terdiri dari 26 desa menurut BPS Kec. Tiga Panah (2012). Masing-masing desa yang termasuk dalam kecamatan ini beserta luas daerahnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Daerah Menurut Desa

No Desa/Kelurahan Luas (Km2) Rasio thdp Kec (%) 1. Sukamaju 12,00 6,42 2. Kutambelin 3,20 1,71 3. Singa 8,00 4,28 4. Kubusimbelang 7,00 3,75 5. Kacinamun 8,00 4,28 6. Lauriman 6,60 3,53 7. Manumulia 4,00 2,14 8. Kutakepar 3,00 1,61 9. Bunuraya 13,00 6,96 10. Mulawari 1,85 0,99 11. Suka 51,70 27,67 12. Sukadame 2,50 1,34 13. Tiga Panah 3,00 1,61 14. Kutabale 0,53 0,28 15. Seberaya 20,00 10,70 16. Leparsamura 2,50 1,34 17. Ajimbelang 2,00 1,07 18. Kutajulu 2,00 1,07 19. Bertah 5,00 2,68 20. Ajibuhara 4,50 2,41 21. Ajijahe 10,00 5,35 22. Ajijulu 5,16 2,76 23. Salit 3,00 1,61 24. Suka Mbayak 3,80 2,03 25. Suka Sipilihen 2,50 1,34 26. Lambar 2,00 1,07 Jumlah 186,84 100,00

Luas wilayah kecamatan ini adalah 186,84 km2. Adapun batas-batas wilayah kecamatan ini :

1. Sebelah Utara dengan Kecamatan Laubaleng 2. Sebelah Selatan dengan Tiganderket

3 Sebelah Barat dengan Kecamatan Merek 4. Sebelah Timur dengan Kecamatan Kabanjahe


(38)

Pada penelitian ini desa Tiga Panah sebagai sampel penelitian. Alasan pemilihan desa tersebut adalah berdasarkan survei (pengamatan) dan wawancara yang dilakukan dengan kepala desa dan beberapa pengrajin bambu setempat. Hasil wawancara tersebut menunjukkan desa Tiga panah merupakan desa yang masih berpotensi menghasilkan bambu pada saat ini serta memiliki usaha kerajinan bambu yang masih bertahan.

Desa Tiga Panah Letak dan Luas

Desa Tiga Panah merupakan ibu kota kecamatan dan pusat pemerintahan daerah kecamatan Tiga Panah. Desa ini memiliki luas wilayah kurang lebih tiga Km2. Adapun batas-batas wilayah Desa Tiga Panah adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Suka

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kuta Bale 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Mulawari 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukadame

Topografi

Desa Tiga Panah berada pada ketinggian 1192 meter dari permukaan laut. Hampir semua landscape wilayah desa ini berada pada kelas kelerengan landai, yakni lebih dari 8 sampai 15%. Jenis penggunaan tanah di Desa Tiga Panah yaitu tanah kering sekitar 196 ha, bangunan atau pekarangan sekitar 10 ha dan yang lainnya sekitar 94 ha. Desa Tiga Panah tidak memiliki tanah sawah.


(39)

Aksesibilitas

Desa Tiga Panah merupakan ibukota kecamatan Tiga Panah. Jarak Desa Tiga Panah dengan ibukota Kabupaten Karo (Kabanjahe) sekitar 5 Km. Desa ini dapat dijangkau dengan kendaraan bermotor melalui jalan aspal dan kondisi jalan yang masih cukup baik. Desa Tiga Panah merupakan daerah lintas yang dilalui angkutan umum menuju daerah kabupaten Dairi (Sidikalang) atau Kabupaten Humbang Hasundutan (Dolok Sanggul), sehingga ada sekitar 10 angkutan umum berupa minibus jenis L300 dan 3 jenis bus yang sehari-hari melewati jalur ini.

Penduduk

Jumlah penduduk Desa Tiga Panah adalah 2977 jiwa dengan 565 kepala keluarga. Pada umumnya penduduk desa ini memiliki hubungan kekerabatan satu sama lain, baik dari hubungan darah maupun hubungan dari perkawinan. Selain yang bemukim di desa, banyak juga penduduk yang merantau baik untuk melanjutkan pendidikan maupun bekerja, yang pada waktu tertentu kembali ke kampung halaman. Suku bangsa penduduk desa ini adalah suku Karo (75%), Batak Toba (17%), Nias (6%) dan jawa (2%). Penduduk di desa ini sebagian besar (80%) beragama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tingkat pendidikan di Desa Tiga Panah yaitu sekitar 25% lulusan Sekolah Dasar, 25% lulusan SMP, 30% lulusan SMA dan 20% yang melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Sarana pendidikan yang tersedia di desa ini adalah gedung Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas, namun ada juga penduduk desa ini yang bersekolah di sekolah-sekolah yang ada di Kabanjahe (ibukota kabupaten).


(40)

Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk Desa Tiga Panah adalah bertani (65%), Pegawai negeri sipil (15%) dan wiraswasta (20%). Sebagian besar adalah bertani jeruk, kopi, jagung dan wortel, namun ada juga penduduk yang bekerja sampingan sebagai pengrajin bambu. Apabila musim panen jeruk tiba maka sebagian masyarakat Desa Tiga Panah menjadi pengrajin keranjang. Peruntukan lahan penduduk adalah kebun jeruk, kebun kopi, ladang jagung dan ladang bambu.


(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karateristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang sudah memanfaatkan dan mengusahakan bambu secara turun-temurun. Adapun karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah masyarakat pemanfaat bambu berdasarkan umur

Kelas umur (Tahun) Jumlah Persentase (%)

< 15 0 0

15 – 64 43 100

>65 0 0

Total 43 100

Berdasarkan data pada Tabel 3 di atas, 100 % masyarakat pemanfaat bambu berusia produktif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudarmi dan Waluyo (2008) bahwa Komposisi penduduk berdasarkan aspek biologi, bahwa umur kurang dari 15 tahun merupakan muda/usia belum produktif. Umur 15 – 64 tahun dinamakan usia dewasa/usia kerja/usia produktif. Umur 65 tahun keatas dinamakan usia tua/usia tak produktif/usia jompo. Pada umur 15 - 64 menunjukkan tersedianya sumber tenaga kerja yang baik, karena umur yang produktif akan lebih mudah dan cekatan dalam bekerja.

Berdasarkan tabel diatas tidak adanya pengrajin bambu pada umur 65 tahun ke atas disebabkan oleh tingkat produktivitas untuk menghasilkan kerajinan bambu sudah berkurang karena umur yang sudah tua serta tenaga yang sudah berkurang. Pengrajin bambu pada kisaran umur tersebut tidak ada karena pandangan masayarakat di Suku Karo yang memandang kurang layak untuk membiarkan orang tua yang telah lanjut usianya untuk terus bekerja.


(42)

Hal ini sesuai dengan pernyataan yang didapat dari hasil wawancara bahwa masyarakat Suku Karo adalah kelompok sosial yang tinggal di daerah pegunungan yang memiliki tanah yang subur. Pada tatanan hidup dan kebudayaan masyarakat Suku Karo sangat menghormati orang tua yang telah lanjut usianya, hal tersebut terlihat jelas pada adanya pandangan bahwa kurang layak bagi pihak keluarga jika tetap membiarkan orang tuanya yang telah lanjut usia tetap bekerja.

Berdasarkan hasil di lapangan maka diketahui usaha kerajinan bambu di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu usaha pokok, usaha sampingan. Adapun jenis usaha bambu di Desa Tiga Panah dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Jenis usaha bambu di Desa Tiga Panah

No Jenis usaha bambu Persentase (%) 1. Usaha Pokok 25,58 2. Usaha Sampingan 74,42

Usaha pokok maksudnya usaha kerajinan bambu tersebut menjadi usaha utama sehingga pihak pengelola usaha tersebut hanya memanfaatkan bambu sebagai penghasilan dan pekerjaan utamanya. Usaha sampingan maksudnya para pengrajin bambu tersebut memiliki pekerjaan lainnya misalnya sebagai petani atau berladang. Usaha kerajinan bambu yang dilakukan masyarakat setempat tidak diperoleh dari pendidikan formal namun umumnya pemahaman pembuatan kerajinan bambu tersebut diperoleh secara turun temurun.

Persentase usaha sampingan di Desa Tiga Panah adalah 74,42 lebih besar dari usaha pokok yang hanya 25,58 persen. Hal ini dikarenakan usaha bambu belum dapat menjadi andalan mata pencaharian masyarakat di desa Tiga Panah


(43)

sehingga untuk mencukupi kebutuhan, masyarakat memiliki pekerjaan lain yaitu berladang atau bertani.

Jenis-Jenis Bambu Yang Digunakan Di Desa Tiga Panah

Masyarakat Desa Tiga Panah sebagian besar mendapatkan bahan baku dengan cara membeli dari daerah lain yaitu dari Dolok Saribu hal itu disebabkan oleh sulitnya mendapat bahan baku dari daerah sendiri serta harga yang mahal. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan metode kuisioner bahwa 75,74% responden pemanfaat bambu mendapatkan bahan baku dengan cara membeli dan 23,26% responden mendapatkan bahan baku dengan mengambil sendiri atau memiliki lahan bambu sendiri. Penebangan bambu mereka lakukan dengan cara tebang pilih yaitu menebang bambu dengan cara memilih bambu yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

Berikut ini adalah jenis-jenis bambu yang terdapat di desa Tiga Panah melalui penyesuaian dengan hasil identifikasi menurut Widjaja (2001). Adapun klasifikasi dan ciri-ciri bambu betung dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi dan ciri-ciri Bambu Betung

Nama Genus Spesies ciri-ciri Bambu Betung (Indonesia), Buluh Belin (Karo), awi betung (Sunda), pring petung (Jawa)

Dendrocalamus Dendrocalamus asper

- Berbuluh tegak

- Batang berwarna coklat tua - Tinggi buluh mencapai 30m - Diameter 8-15 cm

- Panjang ruas 30-40 cm - Tebal dinding batangnya

mencapai 1 cm

- Rebungnya berwarna coklat kemerahan yang ditutupi oleh bulu hitam.


(44)

Adapun gambar Bambu Betung yang tumbuh di Desa Tiga Panah dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Bambu Betung

Adapun klasifikasi dan ciri-ciri Bambu Regen dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Klasifikasi dan ciri-ciri Bambu Regen

Nama Genus Spesies ciri-ciri Bambu

Regen (Indonesia), buluh belangke (Melayu), buluh regen (Karo), buluh yakyak (Gayo)

Gigantochloa Gigantochloa pruriens

- Berbuluh tegak

- Batang berwarna hijau kekuning-kuningan

- Tinggi buluh mencapai 15 m - Diameter batang 6-12 cm - Panjang ruas 40-60 cm - Tebal dinding batangnya

mencapai 10 mm


(45)

Gambar 2. Bambu regen

Pemanfaatan Tanaman Bambu

Menurut Duryatmo (2000) bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat yang sangat penting bagi kehidupan. Semua bagian tanaman bambu yakni mulai dari akar, batang, kelopak, bahkan rebungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Hasil penelitian pemanfaatan bambu di Desa Tiga Panah adalah sebagai berikut

a. Keranjang

Hasil penelitian menunjukan bahwa setelah bambu regen tua maka bambu tersebut kemudian ditebang dan kemudian dibersihkan. Batang bambu yang telah ditebang dan dibersihkan tersebut kemudian dipotong-potong dengan ukuran masing-masing 2 meter dan kemudian dibelah kecil-kecil. Hasil belahan tersebut kemudian dibelah lagi menjadi bagian luar bambu dan daging bambu atau bagian dalam yang merupakan bahan baku kerajinan keranjang bambu. Untuk mengasilkan 3 keranjang bambu dibutuhkan 2 batang bambu berukuran 6 meter yang kemudian dipotong lagi menjadi ukuran 2 meter. Untuk satu batang bambu ukuran 6 meter pengrajin membelinya dengan harga Rp. 8000. Dalam satu harinya pada kondisi santai seorang pengrajin keranjang bambu dapat menghasilkan 3-5 keranjang bambu, namun apabila di Kabupaten Karo sedang musim buah dimana permintaan keranjang meningkat seorang pengrajin keranjang bambu dapat menghasilkan 5-10 keranjang bambu per hari.

Harga untuk satu buah keranjang bambu jika dijual ke agen, dihargai sebesar Rp. 13.000 dan setelah sampai ke konsumen mencapai Rp. 15.000. Keranjang hasil olahan masyarakat di Desa Tiga Panah umumnya digunakan untuk petani jeruk warga setempat dan ada juga dijual ke Kabupaten Karo (Berastagi dan


(46)

Kaban Jahe) untuk keranjang kemasan dan keperluan lainnya. Gambar dan hasil dari pembuatan kerajinan keranjang dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. kerajinan keranjang bambu

Keranjang bambu dibuat dengan cara mengayam lembaran-lembaran bambu yang telah dibelah terlebih dahulu. Menurut Duryatmo (2000) mengayam bambu adalah adalah menyatukan helaian-helaian bambu untuk menghasilkan suatu bentuk. Selain faktor desain dan motif, bahan baku merupakan faktor utama penentu kualitas dan harga jual dari ayaman bambu. Bambu yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan keranjang bambu adalah bambu jenis bambu regen

(Gigantochloa pruriens) atau buluh regenbahasa setempat.

Bambu regen digunakan karena bambu tersebut memiliki kekuatan dan kelenturan yang tinggi sehingga dalam proses pengayamannya menjadi keranjang pengrajin tidak memperoleh kesulitan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudarnadi (1996) yang menyatakan bahwa bambu ini memiliki beberapa kelebihan, misalnya memiliki serat panjang, kuat dan memiliki kelenturan yang baik sehingga sangat bagus untuk kerajinan anyaman. Bentuk batang bambu regen dapat dilihat pada gambar 4, dibawah ini.


(47)

Gambar 4.Bambu Regen bahan baku Keranjang

b. Dinding Rumah (Tepas)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menghasilkan satu lembar tepas dengan ukuran 2 x 2 meter dibutuhkan 8 potong bambu (satu potong bambu berukuran 2 meter). Untuk satu batang bambu regen pengrajin membelinya dengan harga Rp.10.000 atau Rp. 8.000 tergantung dari panjangnya, dan untuk satu lembar tepas berukuran 2 x 2 meter pengrajin bambu menjualnya dengan harga Rp. 70.000 pada tingkat agen dan setelah sampai ke konsumen seharga Rp. 75.000. Dalam satu harinya pengrajin tepas dapat menghasilkan 4 - 6 anyaman tepas, namun jika permintaan membutuhkan waktu yang singkat dan jumlah yang besar pergrajin tepas mampu juga menghasilkan helaian anyaman tepas 6 - 8 helaian per hari. Daerah yang merupakan konsumen dari tepas ini adalah masyarakat setempat dan juga dipasarkan ke sekitar Kabupaten Karo.

Bambu merupakan jenis tanaman yang memiliki sifat yang elastis dan kuat. Widjaja dkk. (1994), menyatakan bahwa bambu merupakan bahan baku kerajinan anyaman yang sangat potensial untuk dimanfaatkan, karena selain bambu sangat mudah diperoleh dan harga bahan bakunya yang relatif rendah bambu juga sangat


(48)

kuat dan awet. Di Desa Tiga Panah bambu dapat juga di olah menjadi bahan baku dinding perumahan. Dinding yang terbuat dari bahan baku bambu tersebut berasal dari jenis bambu regen atau bahasa setempat buluh regen (Gigantochloa

pruriens).

Masyarakat memanfaatkan bambu regen sebagai bahan baku dinding rumah adalah karena jenis bambu tersebut tidak terlalu tebal, sehingga mudah untuk dibuat menjadi tepas. Walaupun tidak begitu tebal namun jenis bambu ini cukup kuat untuk di jadikan dinding rumah. Dinding rumah atau tepas bahasa setempat dibuat dari lembaran-lebaran bambu yang dianyam berbentuk bujur sangkar. Setelah ditebang dan dibersihkan kemudian di potong-potong dengan ukuran 2 x 2 meter. Bambu yang telah dipotong-potong tersebut kemudian dibelah menjadi dua bagian. Kedua bagian hasil belahan bambu tersebut kemudian dibersihkan bagian dalamnya (daging bambunya) dan kemudian dipukul-pukul dengan palu untuk melunakkan atau meremukannya, sehigga mudah untuk dianyam.

Bambu-bambu yang telah dibelah kemudian dianyam mendatar hingga membentuk persegi panjang. Adapun masayarakat setempat memakai jenis bambu ini sebagai bahan baku pembuatan dinding rumah karena sifatnya elastis dan mudah dibentuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Duryatmo (2000), yang menyatakan bahwa di luar Jawa khususnya, bambu regen popular digunakan sebagai bahan baku anyaman, karena jenis bambu ini memiliki serat yang sangat halus dan lebih mudah untuk diperoleh untuk bahan baku. Bambu regen yang dimanfaatkan untuk bahan baku dinding rumah umumnya bambu regen yang sudah tua. Pemanfaatan bambu regen yang belum tua dapat menurunkan kualitas dari dinding rumah tersebut. Gambar dan bentuknya dapat dilihat pada gambar 5.


(49)

Gambar 5. Bentuk tepas

Pemanfaatan tepas sebagai dinding rumah saat ini masih umum di temukan di daerah-daerah pedesaan. Tepas umumnya digunakan oleh masyarakat pedesaan karena harga yang relatif terjangkau dan dan daya tahannya yang cukup lama atau memili kelas awet cukup tinggi terhadap serangan hama, mencapai usia penggunaan sampai 5 tahun. Untuk dapat dijadikan dinding rumah masayarakat pedesaan umumnya menyambung lembaran-lembaran tepas tersebut satu persatu dengan tiang rangka bambu atau kayu sebagai penghubungnya.

c. Bahan Bangunan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo, bahan bangunan yang menggunakan bambu adalah jenis bambu betung. Penggunaan bambu betung disebabkan oleh tingkat kekuatan yang tinggi serta kuat. Untuk harga jual bambu betung yang ada di Desa Tiga Panah dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini

Tabel 7. Harga bambu betung

No Diameter (cm) panjang (m) harga(Rp)

1. 5 – 17 5 8.000 2. 7 – 12 5 10.000


(50)

Bambu yang digunakan untuk bahan bangunan rumah di desa Tiga Panah umumnya digunakan sebagai tiang kerangka bangunan dan juga tiang pondok-pondok yang ada di pinggir jalan. Jenis bambu yang digunakan adalah jenis bambu betung karena lebih kuat sehingga dapat menahan beban bangunan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tri (1996) bambu betung termasuk jenis bambu berbuluh besar dan tebal, tingginya bisa mencapai 15 meter dan bila sudah tua bambu ini sangat kuat.

Pemanfaatan bambu betung di Desa Tiga Panah adalah untuk pembuatan pondok tempat berjualan, penggunan bambu disebabkan harganya murah dan mudah didapatkan. Hal ini sependapat dengan pernyataan Duryatmo (2000) yang menyatakan bahwa bambu betung lazim dipakai untuk bahan bangunan dan jembatan karena bambu ini bersifat keras dan dinding batangnya relatif tebal, yakni mencapai 1,5 cm sehingga dapat lebih awet jika digunakan. Bambu betung yang telah cukup tua umumnya berwarna hijau kehitaman, sedangkan bambu betung yang masih muda umumnya berwarna hijau kecoklatan.

Bentuk bambu betung tersebut dapat dilihat pada gambar 6 di bawah ini.


(51)

d. Bambu sebagai ajir tanaman

Adapun penggunaan ajir yang dipakai masyarakat di Desa Tiga Panah yaitu untuk menopang tanaman cabe atau tomat yang ditanam agar tahan terhadap tiupan angin serta untuk menopang tanaman agar tetap berdiri tegak dan tidak miring karena dalam waktu berbuah. Ajir dari bambu ditancapkan ke tanah kemudian diikatkan ke batang tanaman yang ingin diberi penopang. Ukuran ajir yang digunakan berbeda-beda, panjang ajir untuk tanaman cabe berukuran 1,2 meter dengan ketebalan bambu kira-kira 3 - 4 cm dihargai Rp.700/batang, untuk ukuran panjang 1,9 meter dengan ketebalan 3 – 4 cm harganya Rp. 900/batang dan untuk ajir tomat dengan panjang 2,2 meter dan ketebalan bambu kira-kira 4 – 5 cm harganya Rp. 1500/batang. Penggunaan ajir banyak digunakan oleh masyarakat di Desa Tiga Panah sehingga pemanfaatan bambu dari waktu ke waktu tetap berlangsung. Bentuk ajir dapat dilihat pada gambar 7 di bawah ini.


(52)

e. Bambu sebagai media lukisan

Adapun bentuk ketrampilan masyarakat di desa Tiga Panah yang memanfaatkan bambu adalah sebagai media untuk dilukis atau digambar. Hasil karya berupa lukisan yang dibuat adalah lukisan tentang adat istiadat karo misalnya ulos gara dan alat musik tradisional karo. Bahan bambu yang digunakan sebagai media untuk dilukis adalah bambu betung, bambu yang dipakai harus memiliki diameter yang besar sehingga permukaan bambunya luas kemudian bambu tersebut dibelah menjadi dua bagian. Kedua bagian dari bambu itu kemudian dilukis di bagian permukaannya. Untuk harga dari sebuah hasil lukisan adalah Rp. 10.000. Tingkat permintaan yang rendah serta penjualan yang sedikit menyebabkan produksi untuk kerajinan ini rendah. Berikut ini gambar kerajinan lukisan dengan media bambu.


(53)

Teknologi Pengolahan Bambu

Masyarakat Desa Tiga Panah melakukan pemanenan bambu dengan sistem tebang pilih untuk menjaga kelangsungan hidup rumpun-rumpun bambu sehingga produksinya dapat dipertahankan. Bambu yang telah dipanen tersebut ada yang diberi perlakuan berupa pengeringan atau penjemuran di bawah sinar matahari selama 3 sampai 4 jam. Kegiatan ini dilakukan untuk membuat bambu tersebut lebih awet dan kadar airnya semakin rendah.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Tim Elsspat (1997) yang menyatakan bahwa, penyebab kerusakan non biologis yang terpenting adalah kadar air, kadar air yang tinggi menyebabkan kekuatan bambu menurun dan mudah lapuk, karena itu biasanya bambu segar dikeringkan lebih dahulu sampai kadar air tertentu sebelum digunakan. Bambu yang dipanen ada juga yang tidak diberi perlakuakan yaitu dengan cara penebangan langsung dari rumpunnya, kemudian dijual kepada pengumpul maupun pengrajin.

Pengetahuan masyarakat tentang teknologi pengolahan bambu masih tradisional. Hal ini sesuai dari hasil pengamatan di lapangan bahwa masyarakat dalam mengolah bambu masih menggunakan peralatan berupa parang, pisau dan gergaji. Masyarakat pemanfaat bambu di Desa Tiga Panah ini sangat rendah pengetahuan akan teknologi bambu. Sehingga hasil kerajinan yang dihasilkan juga terbatas. Usaha kerajinan bambu di Desa Tiga Panah masih tergolong usaha kecil oleh sebab itu pemilik usaha kerajinan tidak terlalu berniat untuk meningkatkan usahanya.


(54)

Permasalahan Masyarakat Dalam Pengusahaan Bambu

1. Pemasaran produk bambu

Jangkauan pemasaran produk hasil kerajinan bambu di Desa Tiga Panah sangat sempit. Produk kerajinan bambu yang dihasilkan hanya menjadi konsumsi daerah itu saja, kurangnya permintaan atau kebutuhan daerah lain akan kerajinan bambu menyebabkan pemasaran hasil-hasil kerajinan bambu tidak dapat meluas. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya informasi yang didapat oleh daerah lain tentang kerajinan bambu yang ada di desa Tiga Panah. Peran serta pemerintah untuk memperkenalkan hasil-hasil kerajinan bambu di desa Tiga Panah sangat dibutuhkan yang didukung dengan masyarakat akan lebih meningkatkan jangkauan pemasaran produk bambu di desa Tiga Panah.

2. Tingkat teknologi dan inovasi

Sampai saat ini para pengrajin bambu masih memanfaatkan bambu sebagai bahan baku kerajinan dan bahan bangunan. Adapun kerajinan bambu yang dihasilkan oleh pengrajin bambu masih sebatas pada pembuatan keranjang, tepas dan bahan bangunan, hal ini disebabkan karena masih rendahnya sumberdaya masyarakat pengrajin bambu untuk dapat menghasilkan ragam jenis kerajinan bambu. Rendahnya sumberdaya pengrajin tersebut, disebabkan karena rendahnya perhatian pemerintah terhadap mereka. Sampai saat ini kemampuan mengayam atau mengolah bambu yang dimiliki oleh pengrajin di Desa Tiga Panah masih diperoleh secara turun temurun, akibatnya hasil dari kerajinan masyarakat hingga saat ini belum mampu menghasilkan model atau inovasi yang lebih unik, sehingga pasar penjualan dari produk kerajinan tersebut masih sangat terbatas.


(55)

3. Kurangnya pengetahuan tentang pengawetan bambu

Pengetahuan masyarakat tentang pengawetan hanya berupa penjemuran di bawah sinar matahari. Teknologi pengawetan bambu kurang mereka ketahui sehingga produk-produk kerajianan bambu atau bahan baku berupa bambu sering diserang oleh kumbang bubuk. Dalam hal ini masyarakat khususnya di Desa Tiga Panah sangat membutuhkan informasi tentang teknik-teknik pengawetan bambu.

4. Peralatan masih tradisional

Peralatan yang dipakai oleh pengrajin bambu masih tradisional sehingga kemampuan produksi juga rendah sehingga apabila terjadi peningkatan permintaan akan kebutuhan keranjang, pengrajin tidak dapat mencapai target secara maksimal.


(56)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Buluh Regen (Gigantochloa pruriens), Buluh Belin/Bambu Betung

(Dendrocalamus asper), adalah jenis-jenis tanaman bambu yang terdapat di

Desa Tiga Panah Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.

2. Pemanfaatan bambu oleh masyarakat Desa Tiga Panah Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo adalah berupa kerajinan keranjang, tepas, lukisan dengan media bambu, ajir tanaman dan bahan bangunan.

3. Teknologi pengolahan bambu di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo masih sederhana sehingga kemampuan produksi dan kualitasnya rendah.

Saran

Peran serta pemerintah dalam membangun dan mendampingi pengrajin bambu dalam pengembangan produk agar hasil kerajinan yang dihasilkan lebih beragam dan bermutu di Desa Tiga Panah sangat diperlukan, yakni dengan pemberian modal dan peningkatan teknologi agar dapat memaksimalkan hasil kerajinan bambu tersebut.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V, Cetakan XII. Rineka Cipta. Jakarta

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta

Batubara, R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. Digitized by USU Digital Library.

Berlin, N. V. A., dan Estu, R. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa. 1996. Prasarana Desa Bidang konstruksi Pemasangan Pipa Air Minum dari Bambu. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta

Duryatmo, S. 2000. Wirausaha Kerajinan Bambu. Puspa Swara. Jakarta.

Hadi,S. 2000. Metodologi Research untuk Penulisan Paper Skripsi Thesis dan Disertasi. Penerbit Andi. Yogyakarta

Manalu, E. 2008. Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Bambu oleh Masyarakat Kota Binjai dan Kabupaten Langkat. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan

Simamora, I. 2011. Analisis Pemasaran Produk Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus : Desa Telagah Desa Sei Binggei Kabupaten Langkat). [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan

Subagyo, J. Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek). Penerbit Rineka Cipta. Jakarta

Sudarmi, S. dan Waluyo. 2008. Galeri Pengetahuan Sosial Terpadu 2: SMP/MTs Kelas VIII. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Sudarnadi, H. 1996. Tumbuhan Monokotil. Penerbit Swadaya. Jakarta

Tim ELSPPAT. 1997. Pengawetan Kayu dan Bambu. Puspa Swara. Jakarta Tim Utd Butsi. 1990. Teknologi Desa Bidang Prasarana. Sumatera Utara.

Tri, T. 1996. Prasarana Desa Bidang konstruksi Membangun Jembatan Bambu. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta

Widjaja, E. A. 2001. Identikit Jenis-Jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI. Bogor.


(58)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Karakteristik Responden Petani Bambu di Desa Tiga Panah, Kabupaten karo

No Nama Umur Jenis Kelamin Asal Bahan Baku Bambu Jenis Kerajinan Jumlah Produk / Hari Jenis Usaha

1 Rifki 28 Pria Di Beli Keranjang 4 - 6 Sampingan 2 Bapak Kiya 35 Pria Di Beli Keranjang 4 - 7 Pokok 3 Asli Tarigan 41 Pria Di Beli Keranjang 5 - 8 Pokok 4 Sehat

Sembiring

31 Pria Di Beli Keranjang 5 -6 Pokok 5 Yapto

Sembiring

27 Pria Milik Sendiri

Keranjang 4 - 7 Pokok 6 Berlin

Sinulingga

35 Pria Di Beli Ajir 50 - 60 Sampingan 7 Hendra

Barus

28 Pria Milik Sendiri

Keranjang 4 Sampingan 8 Elieser

Ginting

22 Wanita Di Beli Keranjang 3 Sampingan 9 Dinta

Sinukaban

31 Wanita Milik Sendiri

Keranjang 4 Sampingan 10 Sempurna

Ginting

26 Pria Di Beli Keranjang 4 Sampingan 11 Jaksen

Sinuraya

28 Pria Milik Sendiri

Keranjang 5 Sampingan 12 Imantha

Karo-Karo

29 Pria Milik Sendiri

Keranjang 8 Sampingan 13 Malenta

Ginting

31 Pria Milik Sendiri

Keranjang 4 Sampingan 14 Sastra

Tarigan

32 Pria Di Beli Keranjang 2 - 3 Sampingan 15 Robert

Sembiring

32 Pria Milik Sendiri

Keranjang 4 Sampingan 16 Septon

Karo-Karo

34 Pria Di Beli Lukisan Bambu

3 - 5 Sampingan 17 Bpk Tahan

Tarigan

34 Pria Di Beli Keranjang 4 - 7 Pokok 18 Tina Barus 29 Wanita Di Beli Keranjang 4 - 7 Sampingan 19 Ridwan

Karo-Karo

27 Pria Di Beli Keranjang 4 Sampingan 20 Dedi Ginting 26 Pria Di Beli Keranjang 3 - 4 Sampingan 21 Martino 24 Pria Di Beli Keranjang 3 Sampingan


(59)

Sitepu 22 Mikael

Ginting

54 Pria Milik Sendiri

Keranjang 5 - 8 Sampingan 23 Veronika br

Sitepu

39 Wanita Di Beli Keranjang 2 - 3 Sampingan 24 Karolina

Sinuhaji

36 Wanita Di Beli Keranjang 4 - 6 Sampingan 25 Rondi 41 Pria Di Beli Keranjang 4 - 6 Pokok 26 Bapak

Sembiring

38 Pria Milik Sendiri

Keranjang 4 - 6 Sampingan 27 Astrida

Tarigan

37 Wanita Di Beli Keranjang 2 - 4 Pokok 28 Prima

Sembiring

32 Pria Milik Sendiri

Keranjang 6 Sampingan 29 Sangal

Tarigan

36 Pria Di Beli Keranjang 4 - 6 Pokok 30 Anto

Telambanua

45 Pria Di Beli Keranjang 4 - 6 Pokok 31 Impanto

Ginting

38 Pria Di Beli Keranjang 4 Sampingan 32 Dani Bangun 19 Pria Di Beli Keranjang 4 Sampingan 33 Fernando

Sembiring

31 Pria Di Beli Keranjang 5 Sampingan 34 Sugianto 19 Pria Di Beli Tepas 2 - 3 Sampingan 35 Rikki

Firmansyah

18 Pria Di Beli Tepas 3 Sampingan 36 Suyono 20 Pria Di Beli Keranjang 4 - 6 Sampingan 37 Pendi Gulo 19 Pria Di Beli Keranjang 4 - 5 Pokok 38 Darmanta

Surbakti

19 Pria Di Beli Keranjang 3 Sampingan 39 Bpk Adi

Ginting

51 Pria Di Beli Keranjang 4 Sampingan 40 Slamat

Sembiring

42 Pria Di Beli ajir 30 - 40 Pokok 41 Terli

Sembiring

42 Pria Di Beli Keranjang 4 - 5 Sampingan 42 Tegu

Sebayang

47 Pria Di Beli Keranjang 4 - 6 Sampingan 43 Bpk Rio

Ginting

28 Pria Di Beli Keranjang 4 - 6 Sampingan


(60)

KUISIONER PENELITIAN

Lampiran 2. Kuisioner Penelitian Kajian Pemanfaatan Bambu Di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo

PENELITIAN UNTUK SKRIPSI (S-1)

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama Responden :

2. Umur :

3. Alamat, Dusun : Desa : Kec/Kab/Prop : 4. Suku :

5. Agama :

6. Lama Menetap : Tahun

II. SOSIAL EKONOMI 1. Pendidikan Terakhir :

2. Penghasilan/bulan :

Sumber Penghasilan 1. Pekerjaan Utama

2. Pekerjaan Tambahan

3. Pekerjaan Anggota Keluarga yang Menetap dalam satu rumah 4. Total Penghasilan

3. Jumlah tanggungan :

4. Sejak tahun berapa Bapak/Ibu/Saudara/i telah memanfaatkan tanaman bambu? 5. Dari mana anda memperoleh bahan baku bambu untuk usaha bapak/ Ibu/

Saudara/i?

a. Milik sendiri b. Di beli

6. Jika milik sendiri berapa luas tanaman bambu yang Bapak/Ibu/Saudara/i kelola?

7. Jika dibeli dari mana Bapak/Ibu/Saudara/i membeli bambu untuk usaha Bapak/Ibu/Saudara/I tersebut?


(61)

8. Jika dibeli berapa harga per meter dari bambu yang Bapak/Ibu/Saudara/i beli? 9. Berapa meter bambu yang anda pakai untuk menghasilkan sebuah produk yang

Bapak/Ibu/Saudara/i olah?

10. Berapa jumlah dalam keluarga anda yang saat ini memanfaatkan bambu? 11. Apa-apa saja dari pengolahan bambu yang Bapak/Ibu/Saudara/i hasilkan? 12. Berapa jumlah prodak yang dihasilkan keluarga Bapak/Ibu/Saudara/i per

harinya?

13. Usaha pemanfaatan bambu yang anda lakukan adalah sebagai usaha? a. Pokok b. Sampingan c. Musiman

14. Jika usaha pokok, apa usaha Bapak/Ibu/Saudara/i yang lain?

15. Jika usaha sampingan/musiman, apa usaha pokok Bapak/Ibu/Saudara/i? 16. Bagaimana perkembangan harga produk bambu Bapak/Ibu/Saudara/i? 17. Bagaimana proses pemasaran produk olahan bambu Bapak/Ibu/Saudara/i? 18. Kemana produk olahan bambu Bapak/Ibu/Saudara/i pasarkan selama ini? 19. Apa saja masalah-masalah yang Bapak/ Ibu/ Saudara/I alami dalam


(1)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Buluh Regen (Gigantochloa pruriens), Buluh Belin/Bambu Betung (Dendrocalamus asper), adalah jenis-jenis tanaman bambu yang terdapat di Desa Tiga Panah Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.

2. Pemanfaatan bambu oleh masyarakat Desa Tiga Panah Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo adalah berupa kerajinan keranjang, tepas, lukisan dengan media bambu, ajir tanaman dan bahan bangunan.

3. Teknologi pengolahan bambu di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo masih sederhana sehingga kemampuan produksi dan kualitasnya rendah.

Saran

Peran serta pemerintah dalam membangun dan mendampingi pengrajin bambu dalam pengembangan produk agar hasil kerajinan yang dihasilkan lebih beragam dan bermutu di Desa Tiga Panah sangat diperlukan, yakni dengan pemberian modal dan peningkatan teknologi agar dapat memaksimalkan hasil kerajinan bambu tersebut.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V, Cetakan XII. Rineka Cipta. Jakarta

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta

Batubara, R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. Digitized by USU Digital Library.

Berlin, N. V. A., dan Estu, R. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa. 1996. Prasarana Desa Bidang konstruksi Pemasangan Pipa Air Minum dari Bambu. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta

Duryatmo, S. 2000. Wirausaha Kerajinan Bambu. Puspa Swara. Jakarta.

Hadi,S. 2000. Metodologi Research untuk Penulisan Paper Skripsi Thesis dan Disertasi. Penerbit Andi. Yogyakarta

Manalu, E. 2008. Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Bambu oleh Masyarakat Kota Binjai dan Kabupaten Langkat. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan

Simamora, I. 2011. Analisis Pemasaran Produk Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus : Desa Telagah Desa Sei Binggei Kabupaten Langkat). [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan

Subagyo, J. Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek). Penerbit Rineka Cipta. Jakarta

Sudarmi, S. dan Waluyo. 2008. Galeri Pengetahuan Sosial Terpadu 2: SMP/MTs Kelas VIII. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Sudarnadi, H. 1996. Tumbuhan Monokotil. Penerbit Swadaya. Jakarta

Tim ELSPPAT. 1997. Pengawetan Kayu dan Bambu. Puspa Swara. Jakarta Tim Utd Butsi. 1990. Teknologi Desa Bidang Prasarana. Sumatera Utara.

Tri, T. 1996. Prasarana Desa Bidang konstruksi Membangun Jembatan Bambu. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta

Widjaja, E. A. 2001. Identikit Jenis-Jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI. Bogor.


(3)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Karakteristik Responden Petani Bambu di Desa Tiga Panah, Kabupaten karo

No Nama Umur Jenis Kelamin Asal Bahan Baku Bambu Jenis Kerajinan Jumlah Produk / Hari Jenis Usaha

1 Rifki 28 Pria Di Beli Keranjang 4 - 6 Sampingan 2 Bapak Kiya 35 Pria Di Beli Keranjang 4 - 7 Pokok 3 Asli Tarigan 41 Pria Di Beli Keranjang 5 - 8 Pokok 4 Sehat

Sembiring

31 Pria Di Beli Keranjang 5 -6 Pokok 5 Yapto

Sembiring

27 Pria Milik Sendiri

Keranjang 4 - 7 Pokok 6 Berlin

Sinulingga

35 Pria Di Beli Ajir 50 - 60 Sampingan 7 Hendra

Barus

28 Pria Milik Sendiri

Keranjang 4 Sampingan 8 Elieser

Ginting

22 Wanita Di Beli Keranjang 3 Sampingan 9 Dinta

Sinukaban

31 Wanita Milik Sendiri

Keranjang 4 Sampingan 10 Sempurna

Ginting

26 Pria Di Beli Keranjang 4 Sampingan 11 Jaksen

Sinuraya

28 Pria Milik Sendiri

Keranjang 5 Sampingan 12 Imantha

Karo-Karo

29 Pria Milik Sendiri

Keranjang 8 Sampingan 13 Malenta

Ginting

31 Pria Milik Sendiri

Keranjang 4 Sampingan 14 Sastra

Tarigan

32 Pria Di Beli Keranjang 2 - 3 Sampingan 15 Robert

Sembiring

32 Pria Milik Sendiri

Keranjang 4 Sampingan 16 Septon

Karo-Karo

34 Pria Di Beli Lukisan Bambu

3 - 5 Sampingan 17 Bpk Tahan

Tarigan

34 Pria Di Beli Keranjang 4 - 7 Pokok 18 Tina Barus 29 Wanita Di Beli Keranjang 4 - 7 Sampingan 19 Ridwan

Karo-Karo

27 Pria Di Beli Keranjang 4 Sampingan 20 Dedi Ginting 26 Pria Di Beli Keranjang 3 - 4 Sampingan 21 Martino 24 Pria Di Beli Keranjang 3 Sampingan


(4)

Sitepu 22 Mikael

Ginting

54 Pria Milik Sendiri

Keranjang 5 - 8 Sampingan 23 Veronika br

Sitepu

39 Wanita Di Beli Keranjang 2 - 3 Sampingan 24 Karolina

Sinuhaji

36 Wanita Di Beli Keranjang 4 - 6 Sampingan 25 Rondi 41 Pria Di Beli Keranjang 4 - 6 Pokok 26 Bapak

Sembiring

38 Pria Milik Sendiri

Keranjang 4 - 6 Sampingan 27 Astrida

Tarigan

37 Wanita Di Beli Keranjang 2 - 4 Pokok 28 Prima

Sembiring

32 Pria Milik Sendiri

Keranjang 6 Sampingan 29 Sangal

Tarigan

36 Pria Di Beli Keranjang 4 - 6 Pokok 30 Anto

Telambanua

45 Pria Di Beli Keranjang 4 - 6 Pokok 31 Impanto

Ginting

38 Pria Di Beli Keranjang 4 Sampingan 32 Dani Bangun 19 Pria Di Beli Keranjang 4 Sampingan 33 Fernando

Sembiring

31 Pria Di Beli Keranjang 5 Sampingan 34 Sugianto 19 Pria Di Beli Tepas 2 - 3 Sampingan 35 Rikki

Firmansyah

18 Pria Di Beli Tepas 3 Sampingan 36 Suyono 20 Pria Di Beli Keranjang 4 - 6 Sampingan 37 Pendi Gulo 19 Pria Di Beli Keranjang 4 - 5 Pokok 38 Darmanta

Surbakti

19 Pria Di Beli Keranjang 3 Sampingan 39 Bpk Adi

Ginting

51 Pria Di Beli Keranjang 4 Sampingan 40 Slamat

Sembiring

42 Pria Di Beli ajir 30 - 40 Pokok 41 Terli

Sembiring

42 Pria Di Beli Keranjang 4 - 5 Sampingan 42 Tegu

Sebayang

47 Pria Di Beli Keranjang 4 - 6 Sampingan 43 Bpk Rio

Ginting

28 Pria Di Beli Keranjang 4 - 6 Sampingan Sumber : Data Primer


(5)

KUISIONER PENELITIAN

Lampiran 2. Kuisioner Penelitian Kajian Pemanfaatan Bambu Di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo

PENELITIAN UNTUK SKRIPSI (S-1)

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama Responden :

2. Umur :

3. Alamat, Dusun : Desa : Kec/Kab/Prop : 4. Suku :

5. Agama :

6. Lama Menetap : Tahun

II. SOSIAL EKONOMI 1. Pendidikan Terakhir :

2. Penghasilan/bulan :

Sumber Penghasilan 1. Pekerjaan Utama

2. Pekerjaan Tambahan

3. Pekerjaan Anggota Keluarga yang Menetap dalam satu rumah 4. Total Penghasilan

3. Jumlah tanggungan :

4. Sejak tahun berapa Bapak/Ibu/Saudara/i telah memanfaatkan tanaman bambu? 5. Dari mana anda memperoleh bahan baku bambu untuk usaha bapak/ Ibu/

Saudara/i?

a. Milik sendiri b. Di beli

6. Jika milik sendiri berapa luas tanaman bambu yang Bapak/Ibu/Saudara/i kelola?

7. Jika dibeli dari mana Bapak/Ibu/Saudara/i membeli bambu untuk usaha Bapak/Ibu/Saudara/I tersebut?


(6)

8. Jika dibeli berapa harga per meter dari bambu yang Bapak/Ibu/Saudara/i beli? 9. Berapa meter bambu yang anda pakai untuk menghasilkan sebuah produk yang

Bapak/Ibu/Saudara/i olah?

10. Berapa jumlah dalam keluarga anda yang saat ini memanfaatkan bambu? 11. Apa-apa saja dari pengolahan bambu yang Bapak/Ibu/Saudara/i hasilkan? 12. Berapa jumlah prodak yang dihasilkan keluarga Bapak/Ibu/Saudara/i per

harinya?

13. Usaha pemanfaatan bambu yang anda lakukan adalah sebagai usaha? a. Pokok b. Sampingan c. Musiman

14. Jika usaha pokok, apa usaha Bapak/Ibu/Saudara/i yang lain?

15. Jika usaha sampingan/musiman, apa usaha pokok Bapak/Ibu/Saudara/i? 16. Bagaimana perkembangan harga produk bambu Bapak/Ibu/Saudara/i? 17. Bagaimana proses pemasaran produk olahan bambu Bapak/Ibu/Saudara/i? 18. Kemana produk olahan bambu Bapak/Ibu/Saudara/i pasarkan selama ini? 19. Apa saja masalah-masalah yang Bapak/ Ibu/ Saudara/I alami dalam