Keadilan Dalam Hukum Pidana

33 jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Penjatuhan pidana sebagai bentuk pertanggung jawaban pelaku, merupakan salah satu unsur penting dalam penegakan hukum, suatu tindakan yang memerlukan formulasi tepat agar bisa menciptakan rasa aman dan menyentuh rasa keadilan masyarakat. Dilihat dari sisi tujuan pemidanaan, terdapat dua konsep besar yang berkembang yakni tujuan pemidanaan yang menitik beratkan pada memberikan pembalasan terhadap kesalahan pelaku dan tujuan pemidanaan yang menitikberatkan pada manfaatnya bagi pelaku di masa depan melalui proses pembinaan. Pengaturan mengenai jenis pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP pada pokoknya terbagi menjadi dua yakni : pidana pokok yang terdiri dari pidana mati, penjara, kurungan, denda ditambah dengan pidana tutupan yang diatur dalam Undang-Undang No 20 Tahun 1946 dan pidana tambahan yang terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang- barang tertentu dan pengumuman putusan Hakim. Diluar KUHP, ada juga jenis pidana tambahan lain misalnya : pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi pasal 18 ayat 1 huruf b UU No 31 Tahun 1999. Penjatuhan pidana berupa pidana penjara atau kurungan oleh Hakim juga tidak bersifat mutlak, karena dalam keadaan tertentu yang secara tegas ditentukan dalam Undang-Undang, Hakim dapat memerintahkan agar seorang Terdakwa yang telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman, tidak perlu menjalani hukumannya dengan memberikan jangka waktu tertentu sebagai masa percobaan. Pidana ini dikenal dengan istilah pidana bersyarat, yang lebih menekankan pada 34 tujuan penegakan hukum yang mampu memberdayakan efek pendidikan dan pembinaan, baik kepada masyarakat maupun bagi diri terdakwa sebagai pelaku tindak pidana. Tentu saja penjatuhan pidana bersyarat ini harus dilaksanakan secara hati-hati dan mempertimbangkan berat ringan perbuatan yang dilakukan serta memperhatikan ancaman hukuman dan dampak dari tindak pidana tersebut bagi masyarakat luas. 35 35 https:darpawan.wordpress.com20091214menemukan-keadilan-dalam-penjatuhan- pidana.html , diunduh pada hari Jum‟at Tanggal 22-07-2016 pukul 11.23 WIB. 35 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara yang dipergunakan dalam melaksanakan suatu penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta dapat menyelesaikan suatu permasalahan. Dalam melakukan kegiatan penelitian ini terdiri dari beberapa langkah yaitu :

A. Pendekatan Masalah

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah diuraikan, maka metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara pendekatan Yuridis Normatif dan pendekatan Yuridis Empiris sebagai berikut : 1. Pendekatan Yuridis Normatif adalah penelitian hukum doktrinal. 36 Pendekatan dengan cara menelaah kaidah-kaidah atau norma-norma, aturan- aturan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Pendekatan Yuridis Normatif dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai macam Peraturan Perundang-undangan,teori-teori dan literatur-literatur yang erat kaitannya dengan masalah yang akan dibahas. 2. Pendekatan empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum Kodifikasi, Undang-Undang, atau Kontrak secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam 36 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 118 . 36 masyarakat. 37 semua informasi dengan pengamatan dan wawancaralangsung terhadap objek penelitian. B. Sumber dan Jenis Data 1. Sumber Data Sumber data penelitian ini mengacu kepada pendapat Soerjono Soekanto yang bersumber dari penulisan kepustakaan library research dan penelitian lapangan field research. 38

2. Jenis Data

Dalam Penelitian ini jenis data yang digunakan adalah : a. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan library research terhadap bahan-bahan hukum, asas-asas hukum, peraturan- peraturan dengan cara membaca, mengutif, menyalin dan menganalisis. Selanjutnya data sekunder mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. 39 Data sekunder terdiri dari 3 tigamacam bahan hukum yaitu : 1 Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat dan terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang- undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi. 40 37 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 134 38 Soerjono Soekanto , Metode Penelitian Sosial , UI Press, Jakarta , 1991,hlm.76 39 Amiruddin dan Zainal Asikin. Op.cit, hlm. 30 40 Ibid, hlm. 31 37 Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah: a Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana KUHAP. d Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia e Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan KUHAP. f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. 2 Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil- hasil penelitian atau pendapat pakar hukum. 41 3 Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, media cetak, media elektronik, situs website dan lain-lain. b. Data Primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian dilapangan field research secara langsung pada objek penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara secara langsung. Adapun yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas 1 A Tanjung Karang dan Dosen Fakultas Hukum Bagian Pidana Universitas Lampung. 41 Ibid, hlm. 32