Optimisasi Usaha Penangkapan Maximum Sustainable Yield (MSY) dan aplikasinya pada kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan di Teluk Lasongko Kabupaten Buton

4 . Analisis usaha rumput laut Hasil Perhitungan BC ratio rumput laut dapat dilihat pada Tabel 62 berikut. Tabel 62. Perhitungan BC Ratio Rumput Laut No Uraian Sensitivitas BC Ratio 1 Sesuai kondisi biaya tetap dan biaya variabel saat ini 0 1,6 2 Biaya variabel naik 10 1,5 3 Hasil penjualan turun 10 1,4 Analisis BC ratio terhadap usaha rumput laut yang telah ada saat ini menunjukkan bawa BC ratio sebesar 1,6. Ini berarti bahwa dengan cost investasi, variabel cost dan fixed cost sebesar 1 satuan akan menghasilkan benefit 1,6 satuan. Jika terjadi peningkatan variabel cost atau penurunan hasil tangkapan sebesar 10 maka B-C ratio untuk usaha rumput laut ini masih layak dengan BC ratio masing- masing 1,5 dan 1,4

6.4 Optimisasi Usaha Penangkapan

Usaha perikanan dapat mencapai optimal dan berkelanjutan apabila sumber daya ikan yang tersedia dimanfaatkan sampai pada titik keseimbangan potensi lestari. Untuk mencapai hal tersebut perlu dioptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada seperti sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang tersedia dan tidak melebihi masing-masing kapasitasnya. Pengembangan berarti suatu usaha untuk merubah dari yang kurang bernilai menjadi sesuatu yang bernilai. Pengembangan dalam kegiatan perikanan misalnya menambah jumlah tenaga kerja dan faktor-faktor produksi lainnya. Goal yang akan dicapai ada 4 empat yaitu: 1 Mengoptimalkan pemanfaatan tenaga kerja berdasarkan JYB, 2 mengoptimalkan pemanfaatan BBM minyak tanah, -e µ X n=1..5 Y n=1..5 underachievement dan bensin berdasarkan JTB 3. mengoptimalkan pemanfaatan air tawar berdasarkan JTB 4 mengoptimalkan pemanfaatan es berdasarkan JTB. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan JTB dengan 5 lima pembatasconstraint, dibuat model regresi linier dengan 5 lima macam tujuan. Model tersebut dikenal dengan Goal Programming Model. Y Keterangan: Y = Tujuan Goal X = Kendala Gambar 25. Ilustrasi Goal Programming Model Dalam Goal Programming Model dikenal 2 macam persamaan yaitu: 1. Persamaan fungsi tujuan dan 2. Persamaan kendala-kendala tujuan. Persamaan dalam fungsi tujuan ini ditandai oleh variabel deviasional dari kendala-kendala tujuan yang harus diminimumkan. Ada dua macam variabel deviasional, yaitu: 1. µ Deviasi Underachievement dan 2 e Deviasi overachievement. Untuk optimisasi tujuan maka KendalaPembatas n = 1,2….7 overachievement X kedua variabel ini diupayakan sama dengan nol, atau dengan kata lain e harus di kurangi ke bawah dengan ditandai oleh minus - dan µ harus ditarik ke atas sehingga saat optimal maka e=µ Model Goal Programming faktor-faktor produksi untuk mengoptimalkan JTB diuraikan sebagai berikut: Fungsi Tujuan Z: Minimumkan Z = e 1 + µ 1 + e 2 + µ 2 + e 3 + µ 3 + e 4 +µ 4 + e 5 + µ 5 Untuk mengoptimalkan pemanfaatan Tenaga Kerja, BBM, Es, dan Air Baku maka turunan pertama Fungsi Z harus sama dengan 0 nol. Artinya turunan pertama dari Z harus sama dengan nol dengan rumus matematis d f Z = 0.

1. Mengoptimalkan Nilai Produksi sesuai JTB

Berdasarkan analisis Goal Programming terhadap data lapang diperoleh target produksi optimal berdasarkan Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan JTB sebesar Rp 46.886.848.150,- dapat dicapai lihat ei = 11.722.690.233. Kondisi ini dapat dicapai apabila tersedia faktor produksi dalam jimlah terentu faktor pembatas yaitu berupa bensin Rp 4.500liter, minyak tanah Rp 3.700liter, air tawar Rp 4liter = Rp 4 per kg, es Rp 300kg dan tenaga kerja Rp 6.155.167 per orang per tahun dan masih bisa dinaikan sampai dengan MSY. Nilai produksi optimal dalam rupiah ini merupakan perkalian produksi sesuai JTB Jumlah Tangkap Diperbolehkan dengan nilai ikan hasil tangkapan. Berdasarkan hasil olahan data dengan LINDO diperoleh gambaran bahwa produksi ikan yang masih dapat ditolerir maksimum Rp 11.722.690.233 atau 20 di atas JTB lihat ei = 11.722.690.233.

2. Faktor Pembatas BBM Yang Harus Tersedia

Berdasarkan analisis Goal Programming terhadap kebutuhan BBM di Kawasan Teluk Lasongko diperoleh hasil bahwa untuk memanfaatkan JTB secara optimal diperlukan 3.742.000 liter bensin tahun dan 90.072 minyak tanahtahun dibulatkan 90.000 liter minyak tanahtahun. Suplai bensin saat ini dipenuhi oleh para tengkulak dari kota Bau-Bau. Harga bensin di sekitar Kawasan Teluk Lasongko berkisar Rp 5.500liter sedangkan harga bensin di Kota Bau-bau Rp 4.500liter. Ini berarti bahwa terdapat margin bagi para tengkulak bensin sebesar Rp 3.742.396.000 per tahun. Harga minyak tanah di Kawasan Teluk Lasongko 4.500 per liter sedangkan harga minyak tanah di Kota Bau bau Rp 3.700 per liter. Jika kebutuhan minyak tanah sebanyak 90.072 liter maka terdapat margin usaha sebesar Rp 72.057.600 Agar margin tersebut dapat dinikmati oleh nelayan di wilayah Teluk Lasongko maka perlu dibangun Depo Solar Minyak dengan kapasitas 3.832.000 liter bensin per tahun dan 90.072 liter minyak tanah per tahun di kawasan Teluk Lasongko.

3. Faktor Pembatas Es Yang Harus Tersedia

Berdasarkan analisis Goal Programming terhadap kebutuhan Es di Kawasan Teluk Lasongko diperoleh bahwa untuk memanfaatkan JTB secara optimal diperlukan 11.983.000 kg es dibulatkan 12.000. ton es per tahun atau setara dengan Rp 3.600.000.000 per tahun. Suplai es saat ini dipenuhi dari es yang dibuat dari kulkas rumah tangga. Hal ini disebabkan karena di kawasan Teluk Lasongko belum tersedia pabrik es. Es yang telah tersedia saat ini terutama diperuntukkan untuk ikan karang konsumsi. Menurut data yang diperoleh dari lapangan bahwa sekitar 50 ikan karang konsumsi menggunakan es. Pada tahun 2004 ikan karang konsumsi diproduksi sebesar 750 ton dan setengahnya diberi es, maka jumlah es yang telah tersedia di Kawasan Teluk Lasongko adalah sebanyak 375.000 kg. Berarti untuk memenuhi kebutuhan es secara keseluruhan masih diperlukan produksi es sebesar 11.608.000 ton es per tahun

4. Faktor Pembatas Air Tawar Yang Harus Tersedia

Berdasarkan analisis Goal Programming terhadap kebutuhan Air Baku di Kawasan Teluk Lasongko diperoleh bahwa untuk memanfaatkan JTB secara optimal diperlukan air baku sebanyak 35.949.000 liter dibulatkan 36.000.000 liter atau setara dengan Rp 144.000.000 Rp 4kg air. Kebutuhan air baku untuk kebutuhan nelayan saat ini masih dapat dipenuhi dari PDAM Lakudo yang berpusat di Desa Lakudo Kecamatan Lakudo. Kemampuan PDAM saat ini dapat menyediakan air tawar sebesar 1.500 juta m 3 air tawar per tahun. Ini berarti bahwa supply air tawar untuk kebutuhan nelayan di Kawasan Teluk Lasongko sudah cukup.

5. Faktor Pembatas Tenaga Kerja Yang Harus Tersedia

Berdasarkan analisis Goal Programming bahwa untuk memanfaatkan JTB diperlukan tenaga kerja sebesar 3.112 orang. dibulatkan 3.200 orang . Padahal tenaga kerja nelayan yang ada saat ini di Kawasan Teluk Lasongko sekitar 4.449 orang. Ini berarti terdapat kelebihan nelayan sebanyak 1.317 orang yang perlu dialihkan mata pencahariannya ke bidang budidaya laut. 6.5 Prioritas Kebijakan 6.5.1 Hasil SWOT