INDUKSI KETAHANAN LADA OLEH EKSTRAK KOMPOS

limbah kopi segar pada akar dalam menekan serangan P. capsici akan berkurang jika konsentrasinya diencerkan. Untuk bisa menekan serangan P. capsici memerlukan tambahan kompos yang cukup banyak. Penambahan kompos yang berasal dari bahan tanaman pada tanah yang kandungan C-organik tergolong sedang dapat mengurangi infeksi P. capsici pada cabai paperika Gilardi 2013. Gambar 5.1. Perkembangan keparahan dan kejadian penyakit BPB pada lada karena perlakuan ekstrak cair kompos dan ekstrak cair limbah kulit kopi. Pemberian ekstrak kompos ataupun limbah kulit kopi terlihat hanya bersifat menghambat pada awal serangan, tetapi kemudian meningkat. Hal ini terjadi pada semua perlakuan Gambar 5.1, baik terhadap keparahan maupun kejadian penyakit. Pada kondisi yang demikian dapat dikatakan bahwa peran pemberian ekstrak kompos atau limbah kulit kopi sama seperti perlakuan fungisida. Peran penghambatan infeksi terlihat dari lama masa inkubasi, ekstrak kompos dan 20 40 60 80 100 15 30 45 60 75 90 105 Ke pa ra ha n pe ny akit Hari setelah perlakuan 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 15 30 45 60 75 90 105 Ke jadia n pe ny akit Hari setelah perlakuan Ekstrak Kompos 1:1 Ekstrak kompos 1:2 ekstrak kulit kopi 1:1 ekstrak kulit kopi 1:2 Fungisida F Kontrol Ko limbah kulit kopi konsentrasi tinggi terlihat lebih lama dibandingkan kontrol ataupun perlakuan fungisida Tabel 5.2. Pemberian ekstrak cair dari kompos ataupun limbah kulit kopi diharapkan dapat membangun resistensi sistemik pada bibit lada. Berdasarkan data yang diperoleh hal ini tidak terlihat, serangan P. capsici terus berkembang tanpa mengalami penghambatan. Terbentuknya ketahanan yang sifatnya terinduksi tidak terlalu tergantung pada konsentrasi pemberian senyawa penginduksi, tetapi tergantung pada jenis senyawanya. Pemberian asam salisilat dan etefon akan cepat meningkatkan tingkat ketahanan sistemik tanaman dibandingkan metil jasmonat. Meningkatnya ketahanan pada Capsicum chinense ditandai dengan meningginya konsentrasi CcNR nitrat reduktase di tanaman C. chinense. Pembentukan CcNR tersebut bisa juga karena dirangsang oleh fitohormon Caamal-Chan et al. 2011. Pada perkembangan selanjutnya kemungkinan besar tidak ada lagi pengaruh pemberian ekstrak kompos dan limbah kulit kopi dalam mempengaruhi perkembangan penyakit. Pengaruh yang didapatkan dari ekstrak kompos bersifat melindungi akar dari infeksi P. capsici, masih belum bisa membangun ketahanan tanaman yang bersifat sistemik. Peran yang diperlihatkan hampir sama dengan pemakaian fungisida dalam mempengaruhi serangan P. capsici. Pada akhir penelitian terlihat tidak ada perbedaan rerata keparahan dan kejadian penyakit akibat semua perlakuan Tabel 5.2. Untuk penggunaan selanjutnya maka pemberian ekstrak cair kompos dan ekstrak cair limbah kulit kopi perlu diulang dalam pemberiannya. Pengaruh positif dalam meningkatkan pengaruh pemakaian pupuk anorganik pada melon karena menggunakan kompos cair yang pemakaiannya diulang setiap minggu Naidu et al. 2012. Pertumbuhan Tanaman Akibat Pemberian Ekstrak Cair Kompos dan Limbah Kulit Kopi pada Lada yang Terserang P. capsici Melihat pertumbuhan bibit lada yang diberi perlakuan ekstrak kompos dan ekstrak kulit kopi, terutama dibahagian perakaran memperlihatkan perbedaan dibandingkan dengan control Tabel 5.3. Pada penelitian yang dilakukan oleh Naidu et al. 2012 pemberian pupuk dosis penuh pada melon di rumah kaca tidak sampai menambah kandungan klorofil daun, jumlah bunga, jumlah buah yang jadi dan AUDPC serta keparahan penyakit embun tepung. Tetapi dengan penambahan ekstrak kompos dari bahan tanaman dapat menyebabkan perubahan yang berarti, mengurangi keparahan penyakit 21 sampai 38, memperbaiki ukuran dan kualitas buah. Kualitas ekstrak kompos tergantung pada jenis bahan asal. Pada ekstrak kompos yang terbuat dari bahan limbah hijauan mengandung hormon sitokinin dan asam absisi tetapi tidak mengandung asam giberelin. Keadaannya terbalik pada kompos yang berasal dari kotoron ayam yang mengandung asam giberelin. Hal ini terlihat dari berat kering bagian atas tanaman yang lebih besar akibat pemberian ekstrak kompos dari kotoran ayam dibandingkan ekstrak kompos dari limbah hijauan. Ekstrak kompos dari limbah hijauan menyebabkan perkembangan akar yang lebih baik Pant et al. 2012. Ada indikasi bahwa pemberian ekstrak cair kompos yang kosenterasi tinggi pada bibit lada menghasilkan hormon pertumbuhan, sehingga menyebabkan panjang akar meningkat dibandingkan kontrol. Akibat infeksi oleh P. capsici tidak sampai menyebabkan penurunan pada panjang dan berat basah akar. Rerata panjang akar antara bibit lada yang diinokulasi dan tanpa diinokulasi P. capsici setelah diberi ekstrak kompos yang pekat tidak menunjukkan perbedaan berdasarkan uji t. Tetapi jika panjang akar yang terserang P. capsici dibandingkan dengan tanaman kontrol tanpa diinokulasi P. capsici menunjukkan lebih panjang dan saling berbeda Tabel 5.4. Tabel 5.3 Rerata tinggi tanaman, panjang dan berat akar lada yang terserang P. capsici karena perlakuan pemberian ekstrak cair kompos dan limbah kulit kopi Perlakuan Rerata Keparahan Tinggi Tanaman cm A k a r Panjang cm Berat Basah gram Berat Kering gram Eks. Kompos 1:1 60,42 a 34,25 a 22,94 ab 1,17 ab 0,44 ab Ekst. Kompos 1:2 95,83 a 25,19 a 18,22 bc 0,90 abc 0,29 bc Ekst. Limbah kopi 1:1 76,04 a 35,73 a 17,72 c 0,80 bc 0,34 b Ekst. Limbah kopi 1:2 92,71 a 25,55 a 16,66 c 0,60 c 0,32 bc Fungisida 66,67 a 36,24 a 23,70 a 1,33 a 0,58 a Kontrol 93,73 a 25,86 a 13,47 c 0,56 c 0,16 c Pontensi meningkatkan ketahanan tanaman dengan cara pemberian ekstrak cair kompos besar, karena akar relatif tidak terganggu pertumbuhannya walaupun terserang P. capsici. Seperti diketahui umumnya seranga P. capsici yang dikenal sebagai patogen tular tanah tersebut menyerang daerah perakaran lada. Tabel 5.4 Uji beda pada akar bibit lada setelah diberi ekstrak cair kompos dan limbah kulit kopi akibat infeksi P. capsici Perlakuan Tidak diinokulasi m Diinokulasi m Ket. Panjang akar: Ekst. cair kompos 1:1 Ekst. cair kompos 1:2 Ekst. cair limbah kulit kopi 1:1 Ekst. cair limbah kulit kopi 1:2 Fungisida Kontrol 22,94 18,22 17,22 16,66 23,70 13,47 16,70 11,20 10,34 11,92 15,88 10,86 ns ns ns Berat basah akar: Ekst. cair kompos 1:1 Ekst. cair kompos 1:2 Ekst. cair limbah kulit kopi 1:1 Ekst. cair limbah kulit kopi 1:2 Fungisida Kontrol 1,17 0,917 0,658 0,799 1,330 0,562 0,706 0,382 0,364 0,506 0,708 0,386 ns ns ns Ns Panjang akar: Ekst. cair kompos 1:1 Ekst. cair kompos 1:2 Ekst. cair limbah kulit kopi 1:1 Ekst. cair limbah kulit kopi 1:2 Fungisida Kontrol di inokulasi P. capsici 16,70 11,20 10,31 11,93 11,88 Kontrol diinokulasi Patogen 10,86 10,86 10,86 10,86 10,86 ns ns ns ns Perubahan pada akar cabai yang tergolong rentan terhadap P. capsici terlihat mulai terjadi pembusukan pada hari ke 7 setelah inokulasi. Sel-sel akar mengalami lesio dan semakin jumlah lesio semakin bertambah. Selain itu terjadi kerusakan pada membran sel yang dilanjutkan dengan jaringan menjadi lunak, menurunkan konduktivitas membran Vandana 2014. Akibat pemberian ekstrak kompos atau limbah kulit kopi, terutama yang kosenterasi tinggi tidak sampai mempengaruhi kerusakan pada akar, berbeda hasilnya dengan perlakuan kontrol. Tetapi kerusakan akar yang relatif kecil tersebut tidak sampai mempengaruhi tinggi tanaman Tabel 5.4. Hubungan Mekanisme Ekstrak Kompos dan Kulit kopi Terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang pada Tanaman Lada Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendalian penyakit busuk pangkal batang pada tanaman lada oleh masing-masing ekstrak kompos dan kulit kopi ditentukan oleh beberapa mekanisme Tabel 5.5. Mekanisme kerja masing- masing ekstrak mengarah pada mekanisme induksi ketahanan tanaman berdasarkan 1. Peningkatan variabel-variabel yang merupakan indikator induksi ketahanan tanaman, yaitu : peningkatan aktifitas enzim pertahanan peroksidase, peningkatan kandungan analisis jaringan daun NPK; 2. Produksi senyawa- se nyawa yang dapat berperan sebagai “elicitor” induksi ketahanan sistemik tanaman oleh ekstrak yang direndamkan pada akar tanaman lada. Kualitas ekstrak ditentukan oleh : 1 efisiensi ekstrak hara 2 aktivitas mikroba 3 fitohormon dan 4 Total kandungan nutrisi dari ekstrak Anna et al. 2014. Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa ekstrak kompos pekat mempunyai mekanisme kerja lebih baik dibandingkan ekstrak kulit kopi pekat, ekstrak kulit kopi encer, ekstrak kompos encer dan mancozeb. Ekstrak kompos pekat secara fisiologis menghasilkan hormon pertumbuhan, mikroorganisme hidup dan mampu meningkatkan aktivitas peroksidase.Perlakuan limbah kopi untuk meningkatkan sifat fisik kimia, juga mampu meningkatkan pH tanah dan C organik memberikan kontribusi terhadap peningkatan yang signifikan dalam kapasitas tukar kation. Limbah kopi memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan pengapuran, pupuk NPK dan memiliki manfaat juga meningkatkan retensi air dan nutrisi. Kasongo et al. 2010. Tabel 5.5 Mekanisme kerja ekstrak kompos dan kulit kopi dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang pada tanaman lada Variabel Analisis jaringan daun Peroksidase unitmg protein N P K AUDPC Ekst.cair kompos 1:1 3,10 0,21 3,01 0,316400 3218,00 Ekst. cair kompos 1:2 2,89 0,19 2,67 0,212480 4781,03 Ekst. cair limbah kulit kopi 1:1 2,90 0,21 2,79 0,278560 2866,95 Ekst. cair limbah kulit kopi 1:2 2,59 0,20 2,72 0,234880 4663,80 Fungisida 2,43 0,18 2,84 0,241120 3062,40 Kontrol 2,11 0,10 1,19 0,200960 3739,15 Semua mekanisme diatas diduga bersinergi untuk mendukung aktifitas pengendalian ekstrak ini terhadap busuk pangkal batang pada tanaman lada. Anna et al. 2014 Melaporkan Bakteri dari compost tea mampu menghambat perkembangan patogen pada buah tomat dan menghasilkan zat anti fungal berupa surfactant dari kelompok lipopeptida. Keragaman dalam bahan organik mempromosikan aktivitas mikroba yang lebih tinggi dan populasi dalam tanah sehingga mampu menekan serangan penyakit pada tanaman. Escuadra dan Amemiya 2012. Pemberian Ekstrak Kompos dan Tepung Limbah Kulit Kopi Melalui Daun untuk Menekan Infeksi P. capsici Pengendalian penyakit BPB pada lada dengan menggunakan limbah kopi menunjukan hasil yang cukup bagus. Pengembangan penerapan di lapangan perlu dilakukan dan diantaranya dengan pemberian dalam bentuk tepung yang pemakaiannya dicampur dengan air Lampiran 18. Hasil yang dicapai terlihat bahwa pemberian melalui daun dapat menurunkan infeksi, kejadian penyakit terus meningkat dengan lambat. Sampai pada akhir pengamatan kejadian penyakit tertinggi hanya mencapai kurang dari 40. Penekanan tertinggi jika diberikan tepung kompos Gambar 5.2. Ekstrak kompos Ekstrak kulit kopi Ekstrak kompos Ekstrak kulit kopi Gambar 5.2 Keparahan dan kejadian penyakit pengaruh ekstrak kompos dan kulit kopi terhadap penyakit busuk pangkal batang pada inokulasi tajuk Penekanan penyakit terlihat jika limbah kulit kopi diberikan dalam bentuk tepung. Kejadian penyakit berada di bawah 20 walaupun ada kecenderungan keparahan terus meningkat. Limbah kulit kulit kopi mempunyai potensi sebagai sumber Polisakarida Larut Air PLA, terutama pektin Puslit Kakao 2010. Pektin ini mampu memperkuat jaringan antar sel pada tanaman lada, sehingga sukar untuk di infeksi oleh P.capsici. Rahmawati 2012 melaporkan kandungan ekstrak limbah kulit kopi mengandung hampir 31,79 pektin dan 52,80 pektin. Tabel 5.6 Pemberian ekstrak kompos dan tepung kulit kopi melalui daun terhadap perkembangan keparahan penyakit BPB Perlakuan Keparahan penyakit AUDPC Efektivitas penekanan Peroksidase unitmg protein Ekstrak kompos1;1 0,00 0,00 100,00 0,246880 Ekstrak Kompos1;2 5,00 4,42 88,09 0,224120 Ekstrak Kompos1;3 0,00 0,00 100,00 0,215330 Ekstrak Kompos1;4 23,00 32,33 45,23 0,147640 Mancozeb 0,00 0,00 100,00 0,275430 Kontrol 42,00 72,21 0,020960 Ekstrak kulit kopi 1:1 0,00 0,000 100,00 0,255460 Ekstrak kulit kopi 1;2 0,00 0,000 100,00 0,217780 Ekstrak kulit kopi 1;3 13,00 12,48 82,66 0,168780 Ekstrak kulit kopi 1;4 17,00 18,53 77,33 0,138760 Mancozeb 0,00 0,00 100,00 0,234650 Kontrol 75,00 79,80 0,147280 Penekanan perkembangan serangan dilihat dari nilai AUDPC kecil dan dari efektivitas penekanan Tabel 5.6. Semua perlakuan memperlihatkan nilai AUDPC yang kecil. Rendahnya nilai AUDPC menandakan bahwa memang infeksi yang sudah terjadi tidak berkembang akibat tanaman membentuk pertahanan. Hal lain yang menyebabkan nilainya rendah adalah akibat tidak semua bibit terinfeksi oleh P. capsici. Kejadian penyakit hampir pada semua perlakuan tergolong rendah Gambar 5.2. Perlakuan pemberian bahan limbah kopi dalam bentuk tepung menyebabkan peningkatan pertumbuhan pada bibit lada secara tidak nyata. Perbedaan akibat perlakuan pemberian kompos atau kulit kopi segar hanya memperlihatkan perbedaan pada variabel tinggi tanaman. Pada awal pertumbuhan tanaman akan memprioritaskan pada tinggi tanaman. Karena pemberian pupuk melewati dan praktis akar kurang bekerja untuk menjerap hara. Tabel 5.7 Pemberian ekstrak kompos dan tepung kulit kopi melalui daun terhadap pertumbuhan tanaman Perlakuan Rerata pertumbuhan tanaman Kompos Rerata pertumbuhan tanaman Kulit kopi Jumlah daun cm Tinggi tanaman cm Diameter batang cm Jumlah Daun cm Tinggi tanaman cm Diameter batang cm Tepung: aqudes 1:1 9,33a 44,73abc 0,33a 11,33 48,73 0,29 Tepung: aqudes 1:2 9,87a 48,60a 0,32a 11,53 46,80 0,32 Tepung: aqudes 1:3 10,00a 48,00ab 0,33a 10,93 50,20 0,31 Tepung: aqudes 1:4 9,87a 48,60a 0,32a 11,07 60,20 0,31 Mancozeb 8,27a 33,13bc 0,33a 11,6 55,67 0,33 Kontrol 7,20a 32,33c 0,31a 10,13 47,80 0,28 Melihat pada pola pertumbuhan terlihat tidak terlalu beda antar perlakuan dengan tanaman kontrol yang tidak diberi pupuk. Karena ketersediaan hara di tanah masih mendukung, maka penambahan pupuk tidak terlalu berpengaruh. Pemberian pupuk akan terlihat dampaknya setelah kondisi hara di tanah kurang tersedia atau pada pupuk yang diberikan mengandung senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan. Gambar 5.3 Perkembangan tinggi tanaman akibat pemberian limbah kulit kopi melalui daun Simpulan Pemberian ekstrak kompos limbah kulit kopi dan ekstrak limbah kulit kopi melalui akar dapat menekan perkembangan serangan P. capsici pada bibit lada. Penghambatan dilihat dari nilai AUDPC yang lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol, serta indek penekanan penyakit. Tetapi jika konsentrasi pemberian diturunkan maka pengaruhnya menyebabkan penyakit lebih cepat berkembang. Penekanan perkembangan penyakit hanya terjadi pada awal, yaitu sampai hari ke 30 setelah perlakuan. Penekanan perkembangan penyakit juga bisa berdasarkan pada masa inkubasi penyakit. Masa inkubasi lebih lama terjadi pada perlakuan pemberian ekstrak cair kompos dan ekstrak cair limbah kulit kopi yang pekat dibandingkan perlakuan lainya, termasuk pemberian fungisida. Pemberian ekstrak cair kompos dan ekstrak cair limbah kulit kopi tidak sampai mempengaruhi tinggi tanaman tetapi hanya menyebabkan pertumbuhan akar yang lebih baik. Pada perlakuan ekstrak cair kompos yang kosenterasi tinggi dapat mencegah kerusakan akar akibat serangan P. capsici. Kondisi ini memberikan harapan bahwa pemakaian ekstrak cair kompos yang kosenterasi tinggi dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan P. capsici yang umumnya menyebabkan kerusakan pada perakaran lada. Tepung kompos limbah kulit kopi dan kulit kopi yang diberikan melalui daun dapat mencegah infeksi P. capsici, walaupun cenderung bertambah kejadian penyakit tetapi pertambahannya berlangsung lambat. Perlambatan terhadap perkembangan kejadian penyakit membuat keparahan penyakit juga rendah. 10 20 30 40 50 60 70 15 30 45 60 75 90 105 T in g g i tan am an cm Hari setelah perlakuan Komposisi 1:1 g:ml Komposisi 1:2 g:ml Komposisi 1:3 g:ml Komposisi 1:4 g:ml Kontrol - Kontrol +

BAB VI PEMBAHASAN UMUM

Penyakit BPB menjadi kendala utama pengembangan lada. Hampir di semua kebun lada dibanyak daerah Indonesia tidak terlepas dari serangannya. Upaya pengendalian penyakit BPB menjadi prioritas dalam meningkatkan produksi. Berbagai cara pengendalian ditempuh dan satu diantaranya yang cukup menjanjikan keberhasilan adalah penggunaan limbah kulit kopi yang diperkaya dengan bakteri pilihan. Sistem budidaya lada yang dilakukan petani di Lampung sering ditumpang sarikan dengan tanaman kopi. Limbah kulit kopi banyak dijumpai di sekitar kebun lada dan keberadaannya belum dimanfaatkan secara baik. Pendekatan dalam upaya meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan usaha tani lada serta memperbaiki sifat fisik, biologi dan kimia di lahan pertanian adalah mengubah limbah kulit kopi menjadi pupuk organik melalui pengomposan. Selain melalui proses pengomposan, untuk meningkatkan unsur hara kompos juga dilakukan penambahan aktivator. Penggunaan kompos dapat memperbaiki struktur tanah dan menjadi unsur utama dalam budidaya tanaman secara organik. Ketersediaan unsur hara dapat dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhan sehingga bisa mengurangi penggunaan pupuk buatan. Dengan menggunakan kompos limbah kulit kopi yang diperkaya dengan mikroba tertentu atau sering disebut sebagai kompos bioaktif akan terjadi efisiensi penggunaan pupuk buatan. Selain itu keberadaan mikroba di dalam kompos dapat menekan populasi mikroba patogen di tanah soilborne pathogen. Penambahan bahan organik, apalagi jika diperkaya dengan mikroba bermanfaat lainya dapat dijadikan mekanisme pengendalian P. capsici. Keragaman yang meningkat karena pemakaian limbah kulit kopi dapat menjadi penghalang bagi perkembangan P. capsici. Pada suatu ekosistem dengan nilai keragaman yang tinggi menyebabkan tidak terjadi dominansi. Untuk bisa menginfeksi memerlukan jumlah tertentu propagul yang infektif, bila tidak tercapai maka infeksi tidak akan terjadi. Banyak jenis bakteri diketahui sangat berpotensi menjadi agens pengendali penyakit tanaman. Tetapi upaya pencarian bakteri potensial masih perlu dilakukan . Pada penelitian untuk menekan serangan P. capsici pada lada dengan memanfaatkan limbah kulit kopi yang diperkaya bakteri bermanfaat, ternyata bisa menekan perkembangan penyakit BPB. Bakteri konsorsium yang terdiri dari 5 isolat, sebagai pelarut P dan K, penambat N bebas dan semuanya berstatus sebagai antagonis terhadap P. capsici secara nyata menekan keparahan penyakit BPB. Bakteri-bakteri ini diisolasi dari rizosfer dan endofit dari daun dan akar jaringan tanaman lada. Kelima isolat dari masing- masing formula memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan BPB yang berbeda-beda. Perbedaan kemampuan dalam menghambat tersebut berhubungan dengan perbedaan jumlah dan jenis senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh masing-masing isolat. Menurut Saju 2004 Trichoderma spp., bakteri P. flourecens dan Bacillus subtilis merupakan agen pengendali hayati yang mempunyai kemampuan tumbuh lebih cepat dari patogen sehingga potensial digunakan untuk mengendalikan cendawan yang termasuk dalam golongan Oomycetes diantaranya Phytophthora. Mekanisme pengendalian bakteri biasanya memproduksi senyawa antibiotik sehingga dapat membunuh jamur dengan cara parasitasi, mampu berkompetisi mendapatkan nutrisi, ruang hidup dan memproduksi enzim. Enzim yang dihasilkan dapat mendegradasi po lisakarida, kitin dan β-glucans sehingga enzim akan dapat melisis dinding sel Phytophthora yang mengandung β-glucans. Paul dan Sarma 2010 menyatakan bahwa P.fluorescens menghasilkan metabolit untuk menghambat P.capsici L hingga 72, menghambat produksi sporangial dan menghambat perkecambahan spora 89 sampai 98. Inokulasi strain Pseudomonas meningkatkan sintesis piperin pada tanaman lada sebesar 48. Jumlah piperin pada tanaman diduga mempengaruhi mekanisme resistensi untuk melawan P.capsici karena mempunyai pengaruh antimikroba. Lada mempunyai pengaruh antifungi dengan metabolit yaitu menghasilkan piperin, apopiperin, β cinnamenyl acrollyl hydrazide dan β cynnamyl acrolyl piperide. Penggunaan limbah kulit kopi yang selama ini dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik, ternyata dapat juga digunakan untuk menekan serangan P. capsici pada lada. Perannya dalam membantu pertumbuhan tanaman lada belum terlihat secara nyata, pertambahan tinggi tanaman, diameter kanopi dan diameter batang tidak berbeda dengan tanaman kontrol. Pemberian ekstrak kompos limbah kulit kopi dan limbah kulit kopi diduga belum sepenuhnya diserap tanaman. Bhargava 2002 dan Hakim 2010 menyatakan pupuk yang diberikan pada tanaman tahunan akan memberikan respon positif pada tahun berikutnya atau beberapa tahun kemudian. Berdasarkan analisis hara tanah ternyata penambahan kulit kopi, baik dalam bentuk kompos atau segar dapat meningkatkan ketersediaan hara. Hara yang meningkat di tanah belum berdampak pada peningkatan pertumbuhan tanaman. Kemungkinan bahwa akibat kerusakan akar akan mengganggu penyerapan hara, ataupun tanaman lebih memfokuskan mengganti jaringan yang rusak atau membentuk jaringansenyawa aktif yang dapat membatasi perkembangan patogen yang telah menginfeksi. Pengaruh pertanian organik dengan berbagai sumber pupuk organik dan kombinasi mereka di tanah dapat meningkatkan keragaman mikroba tersebut yaitu populasi, bakteri, jamur dan aktinomisetes yang meningkat dengan penerapan sumber organik yang berbeda dibandingkan dengan kontrol. Keragaman mikroorganisme tanah berpengaruh terhadap kesuburan dan produktivitas tanah melalui perbaikan sifak fisik tanah, peningkatan ketersediaan hara, konservasi bahan organik dan hara tanah, serta dapat berperan sebagai agen hayati pengendali penyakit tular tanah. Khan et al. 2009 menyatakan bahwa bakteri Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. merupakan bakteri yang efektif dalam memperbaiki ketersediaan fosfat di dalam tanah untuk memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman. Selama pengomposan kandungan lignin, selulosa dan fenol akan terurai menjadi asam organic suksinat, laktat dan asetat atau karbohidrat. Peningkatan unsur hara disebabkan mikroorganisme yang memiliki peran penting dalam berbagai aktivitas metabolisme yang berlangsung di dalam tanah. Meningkatnya populasi mikroorganisme dalam tanah aktivitas metabolisme yang berlangsung di dalam tanah meningkat. Inokulasi mikroba mempercepat proses degradasi lignin, selulosa dan fenol sehingga mempercepat ketersediaan unsur hara. Pemberian kompos limbah kulit kopi selain menyediakan hara juga dapat memperbaiki struktur tanah, daya pegang air menjadi lebih lama. Kondisi ini memungkinkan akar berkembang dengan baik, sehingga kemampuan untuk menopang pertumbuhan tanaman juga akan baik. Penyerapan hara oleh tanaman difungsikan untuk membangun pertahanan terhadap infeksi patogen. Unsur Ca menjadi pengikat antar dinding sel, lamela tengah sehingga ikatan antar sel menjadi lebih tegar. Pada lingkungan ekosistem tanah tempat tumbuh serpentin Hesperolinon califomicum ternyata pemberian Ca dalam bentuk CaCl berkorelasi negatif dengan laju infeksi Melampsora lini Spinger et al. 2007. Pada bibit tanaman oak Quercus ilex banyak mengalami kematian jika terjadi defisiensi K dan Ca akibat serangan P. cinamommi. Kematian bibit akan jauh berkurang jika pada bibit tidak memperlihat kandungan Ca tinggi tetapi K rendah, tetapi jika Ca dikurangi tanaman menjadi rentan. Pemberian pupuk K ditingkatkan tidak serta merta serapan Ca oleh tanaman meningkat dan ini mengakibatkan tidak terjadi peningkatan ketahanan tanaman terhadap infeksi P. capsici Serrano et al. 2013. Hara tanah juga mempunyai peran dalam menentukan keparahan penyakit BPB pada lada. Hasil analisis komponen utama yang dilakukan ternyata beberapa unsur mempunyai kaitan dengan keparahan penyakit. Pemberian bahan organik dari limbah kopi, baik berupa bahan kasar maupun ekstrak cair bisa menekan insidensi serangan dan perkembangaan penyakit BPB. Penyediaan hara, terutama Ca akan berkaitan dengan ketahanan tanaman. Beberapa enzim yang berhubungan dengan ketahanan tanaman dapat meningkat sejalan dengan ketersediaan Ca di tanah. Unsur Ca akan meningkat di dalam jaringan sejalan dengan pemberian Ca melalui tanah. Ca berperan diantaranya dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Beberapa aktivitas enzim yang berkaitan dengan pertahanan tanaman seperti PAL fenilalanin liase, PPO polifenol oksidase dan POD peroksidase memperlihatkan peningkatan akibat perlakuan pemberian Ca. Unsur Ca di dalam jaringan tanaman menyebabkan penurunan proses maserasi jaringan tanaman, baik dilakukan oleh cendawan dan bakteri Ngadze et al. 2014. Aktivitas enzim yang berkaitan dengan sistem pertahanan aktif tanaman berkaitan dengan unsur Ca adalah pada CDPK calcium-dependent protein kinase. Peran Ca menentukan kehilangan respon tanaman terhadap kemampuan hipersensitif respons HR protein, suatu protein yang berkaitan dengan pertahanan Romeis et al. 2001. Unsur Ca mempunyai peran penting dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan intraseluler, ketegaran dinding sel. Antara Ca dan IAA auksin saling bersifat antagonis. Meningkatnya kandungan auksin menyebabkan peningkatan pertumbuhan, kandungan Ca akan menurun. Ca dan Mg yang ada pada jaringan tanaman akan terjerap oleh auksin. Hilangnya Ca mengakibatkan gangguan pada ikatan pektin sehingga terjadi penurunan integritas seluler. Permeabilitas sel juga akan menurun sejalan dengan berkurangnya Ca dan penurunan ini berakibat pada terjadi kebocoran metabolit dan ion yang dapat memperlemah tanaman Peter 2005. Akibat pertumbuhan tanaman yang terlalu subur dapat mengakibatkan kandungan Ca dalam jaringan tanaman menurun, terjerap oleh auksin. Diantara peran limbah kulit kopi terhadap peningkatan pertumbuhan yang sangat nyata adalah membantu pertumbuhan akar. Ini juga yang membuat tanaman menjadi lebih tahan terhadap infeksi P. capsici. Serangan P. capsici walaupun menyebabkan kerusakan akar tetapi tidak sampai mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena akar masih dapat tumbuh dengan baik. Kompos yang berasal dari bahan hijauan tanaman bila digunakan sebagai pupuk akan berpengaruh terhadap kerja hormon tumbuhan yang memicu perkembangan akar. Analisis mekanisme kerja ekstrak kompos dan limbah kulit kopi dalam mengendalikan penyakit BPB pada tanaman lada menunjukkan bahwa ekstrak kompos 1:1 dan ekstrak kulit kopi 1:1 mampu menginduksi ketahanan tanaman dengan meningkatkan aktivitas peroksidase POD, Si dan analisis jaringan pada akar tanaman lada. Peningkatan aktivitas POD dan Si pada tanaman yang diberi perlakuan ekstrak lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol. Agrios 2005 menyatakan bahwa mikroorganisme patogen atau kerusakan mekanis dan kimia dapat merangsang tanaman untuk menghasilkan senyawa toksin terhadap patogen fitoaleksin. Peroksidase merupakan enzim yang berperan dalam oksidasi senyawa fenol yang beracun bagi mikroorganisme. Aktivitas peroksidase pada tanaman dapat menghambat proses infeksi patogen karena aktivitas peroksidase berhubungan dengan proses lignifikasi dan pembentukan hidrogen peroksida yang menghambat patogen secara langsung atau pembentukan radikal bebas yang mempunyai efek anti mikroba. P.capsici melakukan infeksi ke dalam sel tanaman, sehingga patogen yang berada di ruang antar sel tanaman memerlukan nutrisi yang ada di dalam sel tanaman untuk pertumbuhannya. Sel bakteri patogen yang melakukan kontak dengan sel tanaman inang menghasilkan senyawa yang dapat merusak membran plasma sel tanaman sehingga membebaskan elektrolit dari dalam sel dan menyebabkan kematian sel tanaman Habazar dan Rivai 2004. Proses lignifikasi berkontribusi terhadap ketahanan tanaman dengan meningkatkan kekuatan mekanik terhadap penetrasi patogen karena meningkatnya ketahanan dinding sel tanaman terhadap degradasi oleh enzim-enzim patogen dan membentuk impermeablity bariiers terhadap aliran nutrisi dan toksin Strange 2003.

BAB VII SIMPULAN UMUM DAN SARAN

SIMPULAN Penggunaan bakteri lada sebagai bio-aktivator pada limbah kulit kopi berperan dalam menghambat keparahan penyakit BPB pada lada. Bakteri yang digunakan tersebut selain antagonis terhadap P. capsici juga mempunyai kemampuan melarutkan P dan K serta menambat N-bebas. Limbah kulit kopi, baik yang dibuat kompos atau di buat ekstrak mampu menekan perkembangan serangan P. capsici pada lada. Pemakaian limbah kulit kopi ternyata dapat meningkatkan ketersediaan hara, terutama Ca, P, K, Mg dan keragaman mikroba tanah. Hal ini diperkirakan berperan dalam meningkatkan ketahanan lada terhadap penyakit BPB. Unsur Ca sangat penting dalam membantu tanaman membetuk ketahanan terhadap infeksi P. capsici. Ketahanan lada terhadap infeksi P. capsici karena penggunaan limbah kulit kopi juga berkaitan dengan pembentukan peroksidase dan dehidrogenase. Efektivitas penekanan penyakit memperlihatkan kecenderungan yang sama dengan kandungan peroksidase di jaringan tanaman. Ekstrak limbah kulit kopi merangsang pertumbuhan akar sehingga bisa lebih meningkatkan ketahanan lada terhadap infeksi P. capsici. Hal ini juga terlihat pada penggunaan limbah kulit kopi, kompos dan ekstrak kulit kopi dapat menekan kejadian penyakit pada lada yang ditanam di lahan yang sudah terinfestasi P. capsici. SARAN Perlu pengkajian perkembangan bakteri pada media limbah kulit kopi agar untuk selanjutnya bisa dikembangkan kemasan kulit kopi yang diperkaya bakteri bermanfaat. Pemakaian bahan organik dari limbah kopi dapat meningkatkan keragaman mikroba sehingga perlu di uji kemampuannya bersinergis dengan mikroba non-patogenik yang diberikan menekan patogen serta membantu pertumbuhan dan ketahanan tanaman lada. Melihat ada peran unsur Ca, N, P dan K maka perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai pemupukan dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas dan ketahanan lada terhadap penyakit BPB Perlu dikembangkan bentuk kemasan dan olahan kulit kopi agar pemakaian sebagai pupuk dan pengendali penyakit BPB di lapangan lebih praktis.

BAB VIII DAFTAR PUSTAKA

Abbasi P A, Soltani N, Cuppels D A, Lazarovits G. 2002. Reduction of bacterial spot disease severity on tomato and pepper plants with foliar applications of ammonium lignosulfonate and potassium phosphate. Plant Dis. 86:1232-1236. [AELI] Asosiasi Ekspor Lada Indonesia. 2012. Data ekspor lada Indonesia. http:lada.go.idaeli.[20 Maret 2013]. Agrios GN. 2005. Plant Pathology 5 th edition. San Diego Cal US: Academic Press. Aguilera GM, Campbell CL 1997. Multivariate techniques for selection of epidemiological variabels, p. 51-58. In Fancl LJ, Neher, DA. Exercises in Plant Diseases Epidemiology. APS Press, Minnesota. Agustiansyah, Ilyas S, Sudarsono, Machmud M. 2013. Perlakuan Benih dengan Agen Hayati dan Pemupukan P untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman, Hasil dan Mutu Benih Padi. J Agron Indones . 41 2 : 98-104. Alfano G, Giuseppe L, Giuseppe L,Domenico V. 2012. Characterization of composted olive mill wastes to predict potential plant disease suppressiveness. J Crop Prot. 3112: 1563 –1572. Alvarez MB, Gagne S , Antoun A. 1995. Effect of Compost on Rhizosphere Microflora of the Tomato and on the Incidence of Plant Growth-Promoting Rhizobacteria. App Environ Microbiol. 611 : 194 –199 . Anas I. 2010. Peranan pupuk organik dan pupuk hayati dalam peningkatan produktivitas beras berkelanjutan, Seminar Nasional Peranan Pupuk NPK dan Organik dalam meningkatkan Produktivitas dan Swasembada Beras Berkelanjutan. BB Litbang SDL. Pertanian,24 Februari 2010.20p.tidak diterbitkan. Andrivon D. 1994. Fate of Phytophthora infestans in suppressive soil in relation to pH. Soil Biol Biochem. 26 8:953-956. Anna O, Wong F, Russell JQK. Antoun TH, Avis TJ.2014. Antifungal effects of compost tea microorganisms on tomato pathogens. J Bio Cont. 80: 63 –69. Aravind R, Kumar A, Eapen SJ. 2008. Tracking of Endophytic Bacteria in Different Parts of Black Pepper Pipper nigrum L.: root,stem, and leaves. Ind Inst Spices Res. 152: 287-298 Association of Official Agriculture Chemists. 2002. Official methods of analysis of AOAC international. Volume 1. p. 2.5-2.37. In Horwitz, W. Ed.. Agricultural Chemicals, Contaminants, Drugs. AOAC International, Maryland, USA. 17 th ed. [ATTRA] Apropriate Technology Transfer or Rural Area. 1998. Compost teas for plant disease control pest management technical note. http:www.Attar.orgattarpubPDFcomptea.pdf.[9 November 2014]. Awais M, Shah AA, Hameed A, Hasan F. 2007. Isolation, identification and optimazation of bacitracin produced by Bacillus spp. Pak J Bot. 394:1303- 1312. Bae YS, Park KS, Lee YG, Choi OH. 2007. A simple and rapid method for functional analysis of plant growth-promoting rhizobacteri using the development of cucumber adventious root system. Plant pathol J. 233:223-225. Bai Y, Zhou X, Smith DL. 2003. Enhanced soybean plant growth resulting from coinoculation of Bacillus strains with Bradyrhizobium japonicum. Crop Sci. 43:1774-1781. Baker KF, Cook RJ. 1983. Biological Control of Plant Pathogens. San Francisco: WH Freeman and Company. Balitro. 2002. The strategy of fertilizer use on black pepper Piper nigrum L. in Lampung. Baon JB, Abdoellah S, Pujiyanto, Wibawa A. 2003. Pengelolaan kesuburan tanah perkebunan kopi untuk mewujudkan usaha tani yang ramah lingkungan. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 19: 107-123. Beatty PH, Susan EJ. 2002. Paenibacillus polymixa produce fusaricidin-type antifungal antibiotics active against Leptosphaeria maculans, the causative agenst of blackleg disease of canola. Can Microbiol 48:159-169. Belanger RR, Benhamou N, Menzies JG. 2003. Citology assay of Silicon-aktive role to Wheat resistance on Powdery Mildew Blumeria gramenitis f. sp. Tritici. J Phytopathol. 17 6:1540-1548. Bhargava BS. 2002. Leaf analysis for nutrient diagnosis, recommendation and management in fruit crops. J Indian Soc soil Sci. 50 4:352-273. Berecha G, Lemessa F, Swakjira M.2011. Exploring the sutability of coffee pulp compost as growth media substitute in greenhouse production. Int J Agri Res. 3.255-267. Bintoro HMH, Manohara D, Purwani J.2009. Pestisida organic pada tanaman lada. Laporan akhir Kerjasama IPB dengan Badan Litbang Pertanian KKP3T. IPB. BPS Propinsi Lampung, 2012. Lampung dalam Angka. BPS Prop.Lampung. Burges HD. 1998. Formulation of pesticide, benefecial microorganism, nematodes and seed treatment. London: Kluwer Academic Publisher. Caamal-Chan MG, Souza-Perera R, Zúñiga-Aguilar JJ. 2011. Systemic induction of a Capsicum chinense nitrate reductase by the infection with Phytophthora capsici and defence phytohormones. Plant Physiol Biochem. 49: 1238-1243 Casida, LE J, Klein DA,Santoro T.1964. Soil dehydrogenase activity. Soil Sci. 98:371-376. Cecchini NM, Monteoliva MI, Alvarez ME. 2011. Proline dehydrogenase contributes to pathogen defense in Arabidopsis. Plant Physiol. 155:1947 – 1959. Charles LB, Benny DB, Marissa MW, Melinda R. 1995. Phytopthora capsici zoospore infection of pepper fruit in various physical environments. Departement of Agronomy and Horticulture, New Mexico State University, Las Cruces, Nm 8803. Chet I, Inbar J. 1994. Biological control of fungal pathogen. Appl Biochem Biotechnol. 48 : 7-43. Companella V, Ippolito A, Nigro F. 2002. Activity of calcium salt in controlling phytophthora root rot of citrus. Crop Prot. 219:751-756.