PERANAN LIMBAH KULIT KOPI DAN GABUNGAN

Pengukuran cara di atas juga dilakukan terhadap isolat-isolat bakteri yang sudah digabung dalam bentuk formula dan ini dijadikan sebagai bioaktivator. Jenis Hubungan Antar Agens Biokontrol Pengelompokkan Formula Lima Isolat Sinergisme antar isolat bakteri yang diuji dihitung, dengan menggunakan rumus Abbott‟s Guetsky et al. 2002. Berdasarkan rumus tersebut apabila nilai faktor sinergi kurang dari 1, maka jenis hubungan antar isolat bakteri bersifat antagonis. Untuk mengetahui tingkat sinergisme antara dua agens hayati diprediksi menggunakan rumus Abbott‟s Guetsky et al. 2002, yaitu: E exp = a + b ̶ a x b 100 dan SF Synergy Factor = E obs E exp a = Keefektifan pengendalian oleh agens hayati I b = Keefektifan pengendalian oleh agens hayati II E exp = Keefektifan pengendalian dugaan oleh campuran agens E obs = Keefektifan pengendalian oleh campuran berdasarkan hasil pengamatan Nilai SF = 1 ; interaksi antar agens hayati bersifat additif SF 1 ; interaksi antar agens hayati bersifat antagonis SF 1 ; interaksi antar agens hayati bersifat sinergis Uji Hipersensitif Uji hipersensitif HR dengan menggunakan tanaman tembakau yang berumur 1 bulan, bakteri yang terpilih diuji patogenisitasnya pada tanaman tembakau dengan menyuntikkan suspensi bakteri yang berpotensi sebagai agen hayati tanaman lada. Setelah dua hari, diamati apakah tanaman tembakau tersebut menunjukkan adanya zona hipersensitif dapat dilihat dengan adanya bercak coklat pada daun yang biasa disebut nekrosis yang merupakan bentuk reaksi ketahanan tanaman terhadap patogen, jika terdapat bercak coklat pada daun berarti bakteri yang diuji merupakan patogen Schad et al. 2001. Pengujian Lapangan Pemakaian Kompos Limbah Kulit Kopi yang Diperkaya dengan Bakteri Bioaktivator Pengujian dilakukan di Lampung Utara pada kebun lada yang tanamannya sudah terserang P. capsici. Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi tahap penyiapan dan pemilihan tanaman, pembuatan kompos limbah kulit kopi sebagai sumber bahan organik, serta pembuatan konsorsium isolat bakteri bioaktivator. Kebun lada yang digunakan milik salah satu petani di Lampung Utara. Tanaman lada yang digunakan varietas Natar 1 bermur 4 tahun. Sebelum dilakukan pemberian bahan organik tanaman yang akan digunakan ditentukan keparahan penyakitnya, sekaligus diberi label sesuai dengan perlakuan yang akan dicobakan. Pembuatan Kompos Limbah Kulit Kopi Limbah kulit kopi yang akan dijadikan kompos dimasukan ke dalam lubang 5 m 3 , kemudian diberi air sampai jenuh. Proses pengomposan menggunakan bakteri penghancur lignin koleksi pribadi yang sudah dalam bentuk kemasan dengan bahan pembawanya berupa gambut steril. Jumlah bakteri dalam pengomposan sebanyak 1:100 ww dan dicampur rata dengan limbah kulit kopi. Setelah itu campuran ini diinkubasi selama 32 hari. Agar tidak terkena sinar matahari langsung dan hujan pada lubang diberi atap penutup yang terbuat dari terpal plastik. Pembuatan Formula Bakteri sebagai Bioaktivator Isolat-isolat bakteri terpilih yang mewakili kemampuan melarutkan P, K, menambat N dan kemampuan sebagai antagonis dicampurkan jadi satu formula. Untuk keperluan penelitian dibuat 3 formula yang masing-masing terdiri dari 5 isolat. Sebelum dijadikan formula, setiap jenis isolat diperbanyak dalam media cair Tryptic Soy Broth TSB. Perbanyakan bakteri dalam media cair dilakukan selama 72 jam. Selama masa perbanyakan tersebut biakan bakteri selalu dikocok dengan kecepatan 120 rpm menggunakan alat pengocok. Masing-masing komposisi isolat bakteri sesuai formula dicampur menjadi satu dan dicampurkan dengan bahan pembawa berupa gambut steril. Setiap 1 kg gambut dicampur dengan 250 ml suspensi campuran biakan bakteri. Formula bioaktivator bakteri yang sudah dicampur dengan gambut siap digunakan sebagai pencampur kompos ataupun limbah kulit kopi. Pencampuran Kompos Limbah Kulit Kopi dengan Bakteri Bioaktivator Bahan organik yang digunakan sebagai pupuk adalah kompos limbah kulit kopi. Kompos sebelum digunakan sebagai pupuk terlebih dahulu ditambahkan bioaktivator. Setiap 100 kg bahan tanaman dicampur dengan 1 kg bioaktivator dan kemudian diinkubasi selama 7 hari. Kompos limbah kulit kopi yang sudah dicampur dengan formula bioaktivator siap digunakan sebagai pupuk organik. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 tanaman. Perlakuan yang dimaksud adalah dosis pemberian kompos yang terdiri dari 1 kg, 2 kg dan 3 kg per tanaman, jenis formula bakteri sebagai bioaktivator yang terdiri dari formula 1, 2 dan 3. Pengamatan Parameter pengamatan meliputi perkembangan penyakit, pertumbuhan tanaman dan ketahanan tanaman. Pengamatan perkembangan penyakit terdiri dari keparahan penyakit dilakukan setiap 1 bulan. Untuk perkembangan penyakit juga ditentukan AUDPC. Pertumbuhan tanaman meliputi variabel pertambahan tinggi tanaman, diameter batang dan diameter kanopi yang pengamatannya dilakukan setiap bulan. Parameter ketahanan tanaman berupa kandungan peroksidase dan dehidrogenase ditentukan pada akhir penelitian. Selain itu dilakukan analisis lengkap tanah kebun lada yang dijadikan lokasi penelitian. Analisis tanah dilakukan sebelum diberi perlakuan kompos dan setelah diberi kompos pada akhir pengamatan. Analisis dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor. Sampel tanah yang dianalisis merupakan komposit dari 5 titik pengambilan pada diagonal kebun. Analisis Data Data yang dimaksud meliputi keparahan AUDPC, pertambahan tinggi, pertambahan diameter batang dan pertambahan diameter kanopi. Analisis data menggunakan analisis varian ANOVA pada program SAS 9.1 for Windows. Keparahan penyakit ditentukan menggunakan rumus: KP = Keparahan penyakit ni = Jumlah tanaman yang terinfeksi pada setiap kategori vi = Nilai numerik masing-masing kategori serangan Z = Nilai numerik kategori serangan tertinggi N = Jumlah tanaman yang diamati. Penentuan kategori serangan pada penyakit BPB berdasarkan kriteria Holliday dan Mowat 1963 yang dimodifikasi. Nilai skor tertera pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Nilai skoring gejala BPB P. capsici pada tanaman lada. Skala Skoring gejala 0 tanaman sehat 1 1 - 25 gejala daun menguning 2 26 - 50 gejala layu 3 51 - 75 gejala layu daun hitam 4 76 daun mulai rontok Selain nilai keparahan penyakit, dihitung nilai AUDPC Area Under Disease Progress Curve untuk melihat perkembangan penyakit. Rumus AUDPC dihitung berdasarkan rumus Van der Plank 1963 dalam Cooke et al. 2006. Dengan y i+1 = Data pengamatan ke-i +1 y i = Data pengamatan ke-i t i +1 = Waktu pengamatan ke-i +1 t i = Waktu pengamatan ke-i Dilakukan pula perhitungan terhadap index penekanan penyakit keefektifan pengendalian dengan rumus: DIc = AUDPC pada perlakuan kontrol DIb = AUDPC pada perlakuan kombinasi kompos dan agens hayati Pengukuran pertambahan tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur tinggi mulai dari permukaan tanah sampai pucuk. Nilai pertambahan tinggi merupakan selisih antara nilai pengukuran pada bulan tertentu dikurangi dengan tinggi tanaman sebelum diberi perlakuan pupuk kompos. Hal yang sama juga pengukuran diameter batang dan diameter kanopi. Diameter batang setinggi dada orang dewasa diukur menggunakan jangka sorong. Diameter kanopi diukur menggunakan alat ukur meteran mulai satu sisi terluar kanopi tanaman ke sisi berlawanan dari tepi kanopi tanaman. Aktivitas Enzim Peroksidase Kandungan aktivitas peroksidase POD pengukurannya dilakukan di Laboratorium Rekayasa Bioproses, Pusat Antar Universitas, IPB, Bogor. Cara yang digunakan adalah prosedur Cohen Cit yang dikemukakan oleh Simon dan Ross 1970 yang telah dimodifikasi dalam Hendra 2009. Aktivitas POD diukur dengan menggunakan spektofotometer. Ekstrasi dan kuantifikasi POD dilakukan pada akhir percobaan. Daun lada dihancurkan dengan mortar dalam bufer fosfat 0,01 M pH 6,0 dengan perbandingan 1:4 gml. Hasil hancuran disaring dengan kain dan disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 8000 rpm pada suhu 4 o C. Supernatan sebagai sumber enzim diencerkan dengan bufer fosfat 0,01 M pada pH 6,0 1:3 dan dihomogenkan. Untuk pengamatan aktivitas enzim 0,1 ml sumber enzim ditambahkan pada pereaksi yang terdiri atas 2,5 ml larutan pirogalol 0,5 M terbuat dari 10 ml pirogalol 0,5 M ditambah dengan 12,5 ml bufer fosfat 0,066 M pH 6,0 dan 0,25 ml H 2 O 2 1 di dalam kuvet. Blanko disiapkan dengan memasukkan bahan-bahan di atas ke dalam kuvet tanpa sumber enzim.Campuran tersebut dihomogenkan selama 5 hingga 10 detik dan diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Nilai absorban diamati setiap 30 detik selama 0-150 detik. Perhitungan unit aktivasi enzim yang dinyatakan dengan perubahan nilai absorbansi unit per gram contoh daun, dilakukan sebagai berikut: Nilai absorban yang diperoleh dikurangi dengan blanko, A. Rata-rata atau slope nilai absorban b dari suatu pengamatan dicari dengan menggunakan persamaan regresi Y= a + bx B. UAE = OD x sediaan enzim ml Berat daun uji gram  OD : optical density nilai absorban rata-rataslope Aktivitas Enzim Dehidrogenase . Analisis aktivitas enzim Dehidrogenase dilakukan sesuai metode yang dikembangkan Casida 1964. Metode ini berdasarkan estimasi laju reduksi triphenyltetrazolium chloride TTC menjadi triphenylformazan TPF di dalam tanah setelah inkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam. Triphenylformazan yang dihasilkan diekstrak dengan methanol, kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 485 nm. Aktivitas dehidrogenase diekspresikan sebagai ug TPF per gram berat kering dan waktu inkubasi. Aktivitas dehidrogenase dihitung dengan rumus: TPF ugml x 45 TPF ugBK g = BK x 5 BK = berat kering 1 g tanah lembab 5 = berat tanah yang digunakan g 45 = volume larutan yang ditambahkan ke dalam contoh tanah ml Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Identifikasi bakteri. Isolat bakteri terpilih diidentifikasi secara molekuler berdasarkan gen 16S rRNA. Ekstraksi DNA bakteri dilakukan menggunakan kit Genead TM . Amplikasi gen 16 rRNA menggunakan primer universal 27F 5‟- AGAGTTTGATCCTGGCTCAG- 3‟ dan 1492R 5‟-GGTTACCTTGTTACGAC TT- 3‟. Campuran PCR dipersiapkan dalam volume 25 µl yang mengandung 1 µl ekstrak DNA, 1 µl primer 27F 10 pmol, 1 µl primer 149R 10 pmol, 12,5 bµl mix KAPA Taq ready mix dan 9,5µl dH 2 O. Amplifikasi DNA dilakukan pada mesin PCR dengan suhu denaturasi awal 95 o C selama 1 menit, suhu denaturasi 95 o C selama 1 menit, penempelan primer 55 o C selama 1 menit, ekstensi 72 o C selama 1 menit 30 detik sebanyak 30 siklus dan suhu ekstensi akhir 72 o C selama 5 menit. Produk PCR divisualisasi dengan elektroforesis pada gel agarose 1 mengandung EtBr dalam TAE 1 pada tegangan 75 V selama 40 menit. Produk PCR tersebut kemudian disekuensing pada lembaga sekuenser komersial Genetika Science dan kemudian dicari padanan sekuen 16 rRNA yang homolog pada DNA database GenBank dengan menggunakan program Basic Local Alighment Search Tool BLAST dari National Centre for Biotechnological Information NCBI. Hasil dan Pembahasan Hasil Eksplorasi Mikroba pada Tanaman Lada Isolasi bakteri yang dilakukan dari rizosfer, jaringan akar dan daun lada dimaksudkan untuk memperoleh mikroba non – patogenik yang dapat menekan penyakit BPB. Bakteri-bakteri ini diharapkan selain sebagai penyedia hara dan memacu pertumbuhan, tetapi juga dapat mampu menekan serangan P. capsici. Tanaman lada yang diambil adalah tanaman lada yang paling sehat yang tumbuh di lahan endemik terserang P. capsici. Penyebaran isolat bakteri berdasarkan fungsinya dalam melarutkan hara tertera pada Gambar 3.3. Gambar 3.2 Jumlah bakteri pelarut P, penambat N, dan pelarut K pada berbagai bagian tanaman. 5 10 15 20 25 30 Pelarut P Penambat N Pelarut K Juml ah isol at bakte ri Peran isolat bakteri Daun Akar Rizosfer Bakteri yang berhasil diisolasi dengan berbagai peran dalam penyediaan unsur hara memiliki jumlah yang bervariasi tergantung bagian tanamann asal isolat Gambar 3.3. Hasil eksplorasi bakteri, baik dari rizosfer maupun jaringan tanaman lada yang sehat diantara tanaman lada terserang BPB diperoleh 178 isolat bakteri Lampiran 1. Isolat-isolat bakteri ini ada diantaranya mempunyai kemapuan melarut P, K dan menambat N bebas Lampiran 4,5,6,7 dan Lampiran 8. Isolat bakteri yang berasal dari rizosfer lebih banyak diperoleh dan umumnya mempunyai kemampuan dalam melarutkan P. Pada daun lebih banyak ditemukan bakteri sebagai penambat N. Terdapatnya mikroorganisme di daun disebabkan adanya substrat yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme tersebut Lampiran 3. Substrat pada daun dapat bergerak dari bagian dalam ke permukaan luar, dalam bentuk eksudat melalui ektodesmata atau mekanisme mikrokapilaritas melalui stomata, hidatoda dan lentisel Cook Baker 1996. Isolat-isolat bakteri tersebut diharapkan dapat berfungsi sebagai penyedia unsur untuk meningkatkan pertumbuhan. Bakteri penambat N bebas lebih banyak berada di daun karena memudahkannya dalam menambat N di udara dibandingkan dengan di bagian akar atau rizosfer. Lingkungan rizosfer mempunyai kandungan bahan organik yang beragam jenis dan jumlahnya. Sumber bahan organik bisa diperoleh dari kebocoran akar dan pupuk yang ditambahkan. Kerapatan populasi dari bakteri dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur tanaman, tipe jaringan akar, batang dan daun, habitat dan faktor lingkungan. Isolat-isolat bakteri tertentu menunjukkan kemampuannya dalam melarutkan posfat yang terdapat pada media Pikovskaya dimana pada media tersebut mengandung trikalsium posfat yang sifatnya sulit dilarutkan oleh kelompok mikroba yang tidak memiliki kemampuan dalam melarutkan posfat yang tidak larut menjadi posfat yang larut sehingga mudah diserap oleh tanaman. Beberapa karakter penting rizobakteri dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah menghasilkan hormon tumbuh seperti IAA Teixeira et al. 2007; Karnwal. 2009, giberelin Joo et al. 2005, memfiksasi N Bai et al. 2003; Park et al. 2005; Hafeez et al. 2006, melarutkan P Faccini et al.2004; Mehvraz Chaichi 2008. Khusus pada kemampuan melarutkan P, rizobakteri seperti Pseudomonas spp. Dan Bacillus spp. dapat mengeluarkan asam asam organik seperti asam formiat, asetat, dan laktat yang bersifat dapat melarutkan bentuk- bentuk fosfat yang sukar larut tersebut sehingga menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman Rao 2007. Semua isolat bakteri setelah dilakukan uji antagonis terhadap P. capsici, ternyata hanya 87 isolat yang sifat antibiosis dengan kemampuan yang berbeda- beda Gambar 3.4. Hasil uji antagonis in vitro isolat yang mempunyai kemampuan atagonis yang kuat tidak lebih dari 10 lampiran 2. Kebanyakan isolat yang tidak mempunyai kemampuan menghambat mendominasi di antara isolat-isolat bakteri yang berhasil diisolasi. Sedikitnya ditemukan agen yang bersifat antagonis mungkin sifat dari agen tersebut bukan sebagai penghasil antibiotik tapi mungkin bersifat penginduksi ketahanan atau merangsang pertumbuhan. Gambar 3.3. Isolat bakteri yang mempunyai sifat antagonis terhadap P.capsici tidak terbentuk zona bening; + terbentuk zona bening di sekitar koloni yang ditumbuhkan 1 mm; ++ zona bening ≥ 1-2 mm; +++ zona bening ≥ 2-4 mm; ++++ zona bening 4 mm. Hasil pengujian kemampuan antibiosis dari isolat bakteri terhadap P.capsici memperlihatkan mempunyai diameter penghambatan yang bervariasi. Sebanyak 15 isolat 18,23 menghasilkan diameter penghambatan 2 mm; 2 isolat 2,29 tergolong diameter penghambatan 1-2 mm; 60 isolat menghasilkan diameter penghambatan 1mm. Diantara isolat-isolat bakteri yang memper- lihatkan kemampuan menghambat perkembangan P. capsici, sebanyak 18 isolat mampu melarutkan P, 13 isolat mempunyai kemampuan cukup tinggi dalam melarutkan K dan ada 32 isolat mampu menambat N 2 -udara lampiran 2 dan 3. Pengamatan daya hambat bakteri terhadap P. capsici menunjukkan adanya potensi bakteri yang bisa dipilih sebagai calon digunakan dalam pengendalian penyakit BPB. Pemilihan isolat bakteri selain mempunyai daya hambat terhadap patogen juga diperlukan berkemampuan dapat membantu pertumbuhan lada. Isolat bakteri ini digunakan sebagai bioaktivator dalam pengujian di lapangan. Isolat bakteri yang mampu menghambat pertumbuhan koloni P. capsici, dapat dilihat dengan adanya zona bening diantara koloni bakteri uji dengan koloni P. capsici. Selain terbentuk zona bening, adanya penghambatan ditandai dengan koloni P. capsici yang lebih tipis dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut menandakan bahwa bakteri menghasilkan senyawa antibiotik dan berpotensi untuk menekan pertumbuhan miselium P. capsici secara in vivo. Penghambatan yang terjadi akibat isolat bakteri tertera pada Gambar 3.5. Gambar 3.4. Pengujian antagonis isolat terhadap P. Capsici. zona hambat tanah panah. 51,12 37,08 1,12 3,93 6,74 10 20 30 40 50 60 - + ++ +++ ++++ Jum lah isol at bak ter i Daya hambat bakteri B C A Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa isolat bakteri yang mempunyai kemampuan menghambat koloni patogen. Jha et al. 2009, melaporkan cendawan patogen dihancurkan secara enzimatik oleh β-1,3 glucanases, β -1,4 glucanases dan lipase yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas fluorescens Flügge. Velusamy et al. 2006 mengungkapkan bahwa antibiotik 2.4 diacetyl phloroglucinol DAPG yang diproduksi P. fluorescens mampu menghambat pertumbuhan penyakit hawar daun bakteri. Identifikasi yang dilakukan pada beberapa isolat bakteri secara molekuler didapatkan antara lain isolat Xanthomonas spp TE9, isolat A1 10 5 memiliki kesamaan 99 dengan Pseudomonas spp rif 200872, isolat LK 10 3 memiliki kesamaan 99 dengan Bacillus substilis strain E-1 99 dan H1 memiliki kesamaan 96 dengan Bacillus pumilus strain CJ S-RZA7 96. Diantara jenis bakteri-bakteri di atas diketahui mempunyai kemampuan menghasilkan senyawa antibiotik, melarutkan hara tanah dan menginduksi ketahanan tanaman Lampiran 10. Senyawa HCN merupakan salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas spp. dan bersifat antimikroba. Mekanisme penghambatan secara langsung oleh bakteri dari kelompok Pseudomonas spp.antara lain dengan menghasilkan antibiotic pioluteorin, pirolnitrin, fenazines, dan fusarisidin Beatty dan Susan 2002, serta 2,4-diasetil floroglusinol Dwivedi dan Johri 2003. Hasil pengujian in vitro menunjukkan dinding sel patogen P.capsici mengalami degradasi oleh enxim 1,3-glukanase, 1-4-glukanase dan lipase yang dihasilkan oleh strain P.fluorescens Diby 2005. Metabolit volatile HCN yang dihasilkan bakteri Pseudomonas spp. Menghambat pertumbuhan P.capsici Diby 2004 dan HCN yang dihasilkan strain P.fluorescens PG01 menghambat pertumbuhan koloni C.capsici Sutariati 2006. Velusamy et al. 2006 mengungkapkan bahwa antibiotik 2.4 diacetylphloroglucinol DAPG yang diproduksi P. fluorescens mampu menghambat pertumbuhan penyakit hawar daun bakteri. Bakteri kelompok Bacillus spp. yang mampu mensekresikan enzim ekstraseluler protease atau selulase menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan koloni P.capsici Tabel 3.2. Bakteri kelompok Bacillus spp mampu mengahsilkan enzim selulase. Enzim ekstraseluler telah diketahui sebagai salah satu mekanisme bakteri dalam menghambat pertumbuhan pathogen Chernin dan Chet 2002. Awais et al. 2007 melaporkan bahwa beberapa jenis antibiotik diproduksi oleh spesies Bacillus antara lain bacitracin, polymyxin, gramicidin, tyrocidine, subtilin dan bacilysin. Isolat-isolat bakteri unggulan diramu menjadi 3 formula yang dijadikan sebagai bioaktivator berdasarkan nilai kompatibilitas. Nilai kompatibilitas ditentukan berdasarkan tingkat keeratan hubungan antara suatu organisme yang ditemukan, dan organisme yang memiliki fungsional kompatibilitas paling tinggi Subowo 2014. Formula yang disusun dan karakteristik isolat bakteri pada masing-masing formula tertera pada Tabel 3.2. Kemampuan menghambat koloni P. capsici dari isolat-isolat bakteri berkisar antara 22,5 sampai 68,6. Bakteri- bakteri yang berasal dari rizosfer dan jaringan tanaman ada yang berpotensi digunakan sebagai pengendali penyakit BPB pada lada. Tabel 3.2. Karakteristik formula isolat bakteri terpilih sebagai bioaktivator kompos limbah kopi pada pengujian in vitro. Asal isolat bakteri Kemampuan isolat Daya hambat Formula 1 J 4 SK 3 Pelarut P dan K 48,1 abc J 1 SK 3 Pelarut P dan K 54,2 abc P 1 SH 1 Flourescen 68,6 a LK Penambat N 52,5 abc N2SH2 Penambat N 43,2 abc Formula 2 D10 Pelarut P dan K 33,8 bcd N2SK2 Pelarut P dan K 42,1 abc P2SH2 Flourescen 36,7 bcd P1SH2 Penambat N 22,5 cd C2 Penambat N 41,4 abc Formula 3 E2 Pelarut P dan K 28,8 bcd A110 3 Pelarut P dan K 22,5 cd A105 Flourescen 51,7 abc H Penambat N 55,0 ab H1 Penambat N 45,7 abc Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada α = 5, J = Jambi, SK = Sakit, P = Petaling, SH = Sehat, LK = Limbah Kopi, N = Natar, C = Daun varetas Natar, E = Jambi sakit, A = Petaling sehat, H = Jambi sehat. Noveriza et al. 2005 juga melaporkan bahwa 14 isolat dari rizosfer tanaman lada mampu menekan perkembangan BPB secara in vitro. Salah satu pengaruh agens hayati adalah dapat menstimulasi pertumbuhan. Kemampuan meningkatkan pertumbuhan tersebut disebabkan agens hayati dapat melarutkan fosfat yang tidak tersedia dalam tanah menjadi tersedia, menghasilkan hormon tumbuh seperti asam indol asatat dan memproduksi siderofor Jha et al. 2009. Masing-masing formula yang terdiri dari 5 isolat perlu dilakukan uji antagonisme untuk melihat kemampuan bersama dalam menghambat pertumbuhan patogen BPB. Pengujian in vitro perlakuan semua formula terlihat aktivitas antagonisme menunjukkan adanya kemampuan sebagai pengendali P. capsici. Diameter rata-rata zona hambatan yang paling tinggi sampai yang terendah adalah formula 1, formula 2 dan formula 3. Penghambatan koloni patogen oleh bakteri formula 1 dan 2 berbeda dengan formula 3 Tabel 3.3. Hal ini diperkirakan karena senyawa antibiotik yang dihasilkan setiap formula bakteri juga berbeda-beda dalam menghambat perkembangan P. capsici. Selain itu ada faktor kespesifikan antibiotik formula sehingga formula yang tidak membentuk zona hambatan tidak efektif untuk Phytopthora tetapi kemungkinan efektif untuk patogen lain. Secara biologis formula isolat bekteri memiliki perbedaan, maka kegiatan metabolisme dan produk metabolisme sekunder antibiotik yang dihasilkan akan berbeda dan memberikan tanggapan yang berbeda pula terhadap patogen. Jenis produk antibiotik yang memberikan tanggapan terbaik bila antibiotik tersebut mempunyai kemampuan berdifusi kedalam medium dan dapat menimbulkan perubahan yaitu perubahan tekanan osmosis, tegangan permukaan. Perubahan tersebut umumnya mengakibatkan kerusakan pada dinding miselium. Setelah terjadi kerusakan dinding maka selanjutnya akan terjadi penghambatan kerja enzim dan pada akhirnya metabolisme akan terhambat Jha et al. 2009. Tabel 3.3. Penghambatan pertumbuhan P. capsici pada media PDA oleh masing- masing formula bakteri. Formula Isolat bakteri Rata-rata diameter zona hambatan mm Formula 1 Formula 2 Formula 3 23,16 a 27,27 a 9,00 b Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berubah pada taraf 5 DMRT. Karakter rizobakteri dalam mengendalikan penyakit maupun populasi patogen melalui beberapa cara yaitu produksi senyawa antibiosis, persaingan ruang atau nutrisi, kompetisi pemanfaatan unsur Fe melalui produksi siderofor, induksi mekanisme resistensi, inaktivasi faktor perkecambahan patogen, degradasi faktor patogenesitas seperti misalnya toksin, parasitisme yang melibatkan produksi enzim ekstraseluler pendegradasi dinding sel, misalnya kitinase, β-1.3 glukanase Van Loon 2007. Gambar 3.5. Aktivitas antagonisme formula isolat bakteri terhadap koloni P. capsici pada media PDA. A formula 1, B formula 2, C formula 3. zona hambat yang terbentuk pada perlakuan formula bakteri tanda panah. Pengujian Lapangan Aplikasi Bakteri dan Kompos Limbah Kopi Terhadap Intensitas Serangan BPB pada Tanaman Lada Penambahan kompos yang dikombinasikan dengan formula mikroba F2K1 dan F1K1 mampu menekan serangan penyakit BPB. Kedua perlakuan tersebut secara bersama mempengaruhi keparahan penyakit BPB Lampiran 9. Penekanan serangan dapat dilihat dari rendahnya nilai AUDPC dan efektivitas penekananan Tabel 3.4. Perlakuan yang dapat menyebabkan penyakit BPB kurang berkembang, nilai AUDPC yang kecil menandakan bahwa perlakuan tersebut cukup efektif dalam mengendalikan penyakit. Perlakuan F2K1, F1K1, F1K3, F2K3 dan F1K2 sama baiknya dalam mengendalikan penyakit BPB. Hal ini juga terlihat pada tingginya efektivitas penekanan penyakit pada perlakuan tersebut. A B C Jenis formula dan kompos bakteri yang digunakan memperlihatkan perbedaan satu dengan lainnya. Formula sama baik dalam menghambat perkembangan serangan BPB. Tetapi jika dikombinasikan dengan pemberian kompos terlihat bahwa perlakuan F2K1 lebih baik dibandingkan lainnya. Penambahan kompos ke dalam tanah berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit yang disebabkan P. capsici pada tanaman lada. Peningkatan dosis pemberian kompos berakibat meningkat pula keparahan penyakit, tetapi jika sedikit 1 kgtan juga kurang baik dalam menekan keparahan penyakit dibandingkan dengan dosis kompos 2 kgtanaman. Ketiga perlakuan kompos tersebut dapat menekan perkembangan penyakit BPB secara signifikan dibandingkan kontrol Tabel 3.4. Penekanan terkecil terjadi pada formula 3 dan ini sesuai dengan hasil uji in vitro terhadap P. capsici. Perlakuan kompos dan mikroba mampu menurunkan tingkat keparahan penyakit busuk pangkal batang tanaman lada. Penambahan kompos dan mikroba meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme bakteri, aktinomicetes dan cendawan di rizosfer pada tanaman lada. Mikroorganisme yang diisolasi dari tanah pada sistem perakaran lada mempunyai potensi sebagai agensia hayati terhadap P. capsici. Hendra et al. 2009 melaporkan hasil penggunaan bakteri antagonis seperti P. fluorescens Es32, P. fluorescens PG01 dan Bacillus polimyxa BG25 bersifat antagonis terhadap P. capsici, penyebab penyakit BPB pada lada. Bakteri-bakteri yang digunakan menunjukkan hasil yang baik dalam menginduksi pertumbuhan akar. Wang et al. 2010 menunjukkan hasil penelitiannya bahwa bakteri yang di- indentifikasi sebagai B. cepacia Palleroni dapat menghambat pertumbuhan miselium P. capsici pada tanaman cabai Capsicum annuum L. di rumah kaca hingga 60,2. Tabel 3.4. Pengaruh pemberian kompos dan formula bioaktivator terhadap penyakit BPB. Perlakuan Keparahan Penyakit AUDPC Efektivitas Penekanan F1K1 5,55 bc 32,22 88,90 F1K2 8,33 bc 25,33 83,34 F1K3 6,94 bc 18,94 86,12 F2K1 2,77 c 7,11 94,45 F2K2 11,11abc 54,27 77,78 F2K3 13,89 bc 25,05 72,22 F3K1 18,89 b 32,89 62,22 F3K2 17,50 b 36,00 65,00 F3K3 21,94 ab 71,44 56,12 Kontrol 50,00 a 220,50 Keterangan: Pengukuran dilakukan pada akhir penelitian. F = formula bioaktivator 1 = formula 1; 2 = formula 2; 3 = formula 3; K = dosis kompos limbah kulit kopi 1 =1 kgtanaman; 2 = 2 kgtanaman; 3 = 3 kgtanaman; Nilai kontrol hanya sebagai pembanding dalam menentukan efektivitas perlakuan di dalam pengendalian penyakit. Angka- angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada α = 5. Masing-masing formula isolat bakteri yang digunakan dalam percobaan ini mampu menginduksi ketahanan tanaman terhadap BPB secara sistemik. Penambahan kompos limbah kulit kopi 1, 2 dan 3 kgtanaman+formula bioaktivator dapat meningkatkan aktivitas bakteri pelarut fosfat BPF dan mikroba tanah lainnya yang ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas dehidrogenase, peroksidase, dan kadar P tersedia. Pada tanah tanaman kontrol dengan kadar organik 2.46 tidak berpengaruh terhadap aktivitas BPF, yang ditunjukkan tidak adanya perbedaan aktivitas produksi CO 2 -tanah dan aktivitas dehidrogenase yang rendah Tabel 3.5. Santosa 2009 menunjukkan penambahan kadar C-organik tanah di Ultisols dapat meningkatkan aktivitas bakteri pelarut fosfat dan mikroba tanah lainnya yang ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas dehidrogenase, produksi CO 2 -tanah, kadar P-tersedia dan penurunan kada Al dd . Menurut van Loon et al. 2006 sejumlah enzim berasosiasi dengan induksi ketahanan sistemik, seperti peroksidase, phenylalanine ammonia- lyase PAL , lipoxygenase, β-1.3 glucanase dan chitinase. Agrios 2005 menyatakan bahwa tingginya aktivitas enzim peroksidase berhubungan dengan lignifikasi sel dan papilla serta pembentukan hidrogen peroksida yang dapat secara langsung menghambat patogen. Peningkatan enzim peroksidase dan enzim lain yang bersifat anti mikroba diatur oleh keberadaan asam jasmonat dan etilen yang keduanya diaktifkan oleh mikroorganisme yang bersifat saprofit seperti rizobakteri Van Loon et al. 2006. Terjadinya peningkatan kandungan peroksidase ataupun dehidrogenase pada perlakuan pemberian kompos yang diperkaya bioaktivator dibandingkan dengan kontrol adalah berkaitan dengan terbentuknya ketahanan tanaman. Keparahan penyakit berkurang dengan adanya perlakuan pemberian formula bakteri, terutama akibat bakteri-bakteri yang terdapat pada formula 2. Hal ini dilihat dari tingginya kandungan peroksidase, tetapi keparahan penyakit tergolong rendah. Terjadi penekanan serangan patogen BPB lada sebagai akibat pemberian bakteri bioaktivator yang diberikan bersama kompos limbah kulit kopi. Penekanan serangan ada rendahnya keparahan penyakit berkaitan dengan meningkatnya kandungan peroksidase dalam jaringan tanaman. Pada anggur liar yang mengalami cekaman karena salinitas dan penyakit embun tepung serta embun bulu mengaktifkan kerja gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan aldehid dehidrogenase Wen et al. 2012. Enzim dehidrogenase berkaitan dengan pembentukan bercak pada jaringan yang diharapkan dapat membatasi perkembangan patogen yang menginfeksi. Proline dehidrogenase menginduksi reaksi hipersensitif pada arabidopsis akibat infeksi Pseudomonas syringae sehingga perkembangannya dalam jaringan terhambat Cecchini et al. 2011. Akan terjadi akumulasi beberapa enzim yang berkaitan dengan pertahanan tanaman seperti PAL, PPO dan POD akibat infeksi patogen penyakit busuk lunak pada kentang Ngadze et al. 2012. Tabel 3.5. Pengaruh formula bioaktivator dan kompos terhadap penyakit BPB dalam pengamatan terakhir. Perlakuan Keparahan penyakit Peroksidase unitmg protein Dehidrogenase µg ml Formula 1 Kompos 1 kgtan. 5,553 0,131 249,88 Formula 2 kompos 1 kgtan 2,777 0,212 281,52 Formula 3 Kompos 1 kgtan 18,89 0,185 323,10 Kontrol 50,00 0,021 143,64 Keterangan: F = formula bioaktivator 1 = formula 1; 2 = formula 2; 3 = formula 3 K = dosis kompos limbah kulit kopi 1 =1 kgtanaman; 2 = 2 kgtanaman; 3 = 3 kgtanaman. Kandungan bahan organik dan mikroba yang dicampurkan dengan kompos limbah kulit kopi dapat menekan perkembangan keparahan penyakit. Penekanan ini terlihat dari perkembangan penyakit yang jauh lebih rendah di bandingkan dengan kontrol Gambar 3.7 Pemberian kompos ke dalam tanah sangat mempengaruhi aktivitas mikroba tanah yang berperan dalam proses menetralisasi, dekomposisi berbagai bahan-bahan organik dan senyawa- senyawa kimia di tanah. Pada tanamaan lada yang tidak diberi kompos menunjukkan tingkat serangan P. capsici lebih tinggi dan tingkat pertumbuhan yang rendah. Gambar 3.6 Pengaruh penambahan kompos formula bioaktivator, terhadap keparahan penyakit BPB tanaman lada. Pengaruh Pemberian Kompos dan Formula Bioaktivator Terhadap Pertumbuhan Lada Aplikasi formula bioaktivator +limbah kulit kopi F2K1 memberikan pengaruh lebih baik terhadap pertumbuhan tanaman lada. Organisme fungsional dalam formula bioaktivator yang diaplikasikan memiliki efektivitas lebih baik dibanding perlakuan lainnya. 10 20 30 40 50 60 2 3 4 5 6 7 K ep ar ah an P en yak it Pengamatan pada Bulan ke F1K1 F1K2 F1K3 F2K1 F2K2 F2K3 F3K1 F3K2 F3K3 Kontrol Perlakuan kompos dan formula bioaktivator F2K1 menunjukkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya Tabel 3.6. Tanaman lada yang diberi perlakuan kompos formula F2K1 181.165 cm lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain dan kontrol. Pemberian perlakuan ini mampu memberikan ketersediaan nitrogen dan fosfat yang sangat berperan penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan serta produksi tanaman lada. Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi aktivitas mikroba formula bioaktivator dalam tanah yang berperan dalam proses menetralisasi, dekomposisi berbagai bahan-bahan organik dan senyawa-senyawa kimia di tanah. Ini ditunjukkan oleh kandungan unsur hara tanah dan enzim yang dihasilkan oleh perlakuan formula bioaktivator. Disamping itu selama proses dekomposisi bahan dalam tanah memberikan stimulasi perbaikan struktur tanah dan ketersedian beberapa unsur hara, yang dibutuhkan tanaman lada Tabel 3.7. Dengan demikian fungsi –fungsi fisiologis tanaman menjadi optimal dan mampu menghalangi perkembangan mikroorganisme patogen lebih lanjut dalam jaringan tanaman. Perlakuan formula bioaktivator ini dapat menjerap beberapa hara karena terikat dengan asam organik yang berasal dari kompos. Baon et al. 2003 menyatakan tanah dengan kandungan bahan organik tanah BO yang cukup akan membentuk kondisi tanah yang baik sehingga membantu penyerapan hara dan perkembangan akar tanaman. Pada tanaman yang kurang baik perlakuan kontrol 117 cm dan F1K3 121,44 cm pertumbuhannya menjadi lebih terganggu dan ketersediaan unsur fosfat terbatas, apalagi pada kondisi tanah penelitian tanahnya asam. Menurut Supardi 1983 masalah yang ditemui pada lahan PMK kapasitas tukar kation KTK dan bahan organik tanah rendah, serta pH tanah rendah sehingga seringkali kelarutan beberapa unsur mikro tinggi atau sangat rendah dan dapat meracuni tanaman atau menyebabkan defisiensi. Peningkatan serapan unsur-unsur akan memperkuat struktur jaringan tanaman lada dan menghalangi penetrasi patogen P. capsici dalam jaringan. Penelitian Balitro 2002 di Lampung Utara menemukan kandungan N yang rendah dan K yang tinggi mampu mengurangi tingkat serangan patogen P.capsici di lapangan, karena dinding sel menjadi keras dan tebal, kandungan karbohidrat serta molekul asam amino menjadi lebih tinggi. Ketersediaan unsur juga mampu meningkatkan aktifitas biologi serta populasi dan mikrooganisme terutama mikrooganisme antagonis. Peningkatan aktivitas biologi mikrooganisme antagonis menyebabkan P.capsici sulit berkembang lebih lanjut. Kondisi ini sangat berperan dalam menghambat penetrasi patogen lebih lanjut dalam jaringan tanaman. Kekurangan unsur hara pada kontrol menyebabkan tanaman menjadi lebih lemah, patogen mudah melakukan infeksi jaringan sehingga menggangu proses fisiologis tanaman, terutama tidak munculnya aktivitas fotosintesis dan terjadinya perubahan respirasi pada jaringan terinfeksi. Perubahan fotosintesa dan respirasi akan mempengaruhi pertumbuhan dan tingkat keparahan penyakit akan semakin tinggi. Tabel 3.6 Pengaruh kompos limbah kulit kopi ditambah formula bakteri terhadap komponen pertumbuhan tamaman lada. Perlakuan Rerata pertambahan pertumbuhan Diameter kanopi cm Tinggi tanaman cm Diameter batang cm F1K1 84,99 cb 135,83 cd 1,06 a F1K2 71,55 ef 130,66 de 1,19 a F1K3 83,00 cd 121,44 f 0,79 a F2K1 105,66 a 181,16 a 1,12 a F2K2 67,77 f 133,11cde 0,93 a F2K3 64,11 f 138,77 c 0,80 a F3K1 91,33 b 158,16 b 0,90 a F3K2 67,66 f 127,78 e 0,83 a F3K3 89,55acb 137,33 cd 1,00 a Kontrol 76,33 ed 117,00 f 0,97 a Keterangan: F = formula bioaktivator 1 = formula 1; 2 = formula 2; 3 = formula 3, K = dosis kompos limbah kulit kopi 1 =1 kgtanaman; 2 = 2 kgtanaman; 3 = 3 kgtanaman. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada α = 5. Hwang 2001 menyatakan daun tanaman yang terinfeksi P capsici akan terjadi pengurangan asam lemak dan tidak munculnya aktivitas fotosintesa. Gangguan pertumbuhan terlihat pada perlakuan kontrol, pertumbuhan tanaman terhambat, umumnya lebih rendah dibandingkan perlakuan lain. Isolat agen hayati P. diminuta A6 yang diperlakukan secara tunggal atau dicampur dengan B. Subtilis 5B dengan dan tanpa matriconditioning merupakan perlakuan benih terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen Agustiansyah et al. 2013. Isolat mikroba yang mempunyai kemampuan antagonis ditunjukkan dengan terhambatnya pertumbuhan miselium P.capsici yang tumbuh ke arah isolat mikroba. Pada pengamatan mikroskopis, miselium cendawan yang terhambat ini ditandai dengan terjadinya pembengkakan pada hifa sebagai bentuk dari perubahan morfologi cendawan akibat adanya proses antibiosis bakteri terhadap cendawan. Aplikasi kombinasi kompos dan formula pada kebun lada ternyata dapat meningkatkan kandungan hara yang cukup besar. Hampir semua unsur hara menunjukan peningkatan, terutama C-organik, P, Ca, K dan Na Tabel 3.6. Beberapa unsur hara seperti Ca, P, K sangat berperan dalam membentuk jaringan tanaman, terutama dinding sel menjadi lebih kuat. Unsur Ca diperlukan untuk pengikatan pektin pada lamela tengah. Pembentukan lignin dipengaruhi oleh tersedianya K. Ketersediaan K tanah yang meningkat diharapkan juga berdampak pada peningkatan penyerapannya oleh tanaman. Akibat penambahan kompos yang diperkaya dengan bakteri mampu meningkatkan ketersediaan hara yang dapat langsung dimanfaatkan oleh akar tanaman. Hal ini terlihat meningkatnya nilai KB. Hal ini menjadikan tanaman dapat bisa tumbuh lebih baik karena hara tanah tersedia. Khan et al. 2009 menyatakan bahwa bakteri Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. merupakan bakteri yang efektif dalam memperbaiki ketersediaan fosfat di dalam tanah untuk memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman. Analisa tanah dari lokasi penelitian menunjukkan kandungan unsur hara yang rendah sebelum perlakuan Tabel 3.7. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan tanaman lada. Tidak potensial dan cenderung mudah terserang oleh hama dan penyakit. Analisa kandungan unsur mineral yang cukup tinggi pada kulit kopi dapat dimanfaatkan tanaman lada dan sangat potensial secara alami mencukupi nutrisi tanah karena kulit kopi mempunyai kandungan lignin dan unsur hara yang baik dan sekaligus mempunyai sifat antibiotik. Aplikasi kompos+formula bioaktivator diharapkan dapat meningkatkan kekayaan lahan seperti penyimpanan air, aktivitas mikroba, kadar keasaman lahan, struktur lahan, sehingga dapat meningkatkan hasil tanaman lada. Perlakuan formula bioaktivator + kompos kulit kopi meningkatkan kandungan hara N,P,K,Ca,Mg dan meningkatkan pH tanah. Formula kompos bioaktivator mampu berperan sebagai agen penyedian hara dan bahan organik tanah dan selanjutnya didistribusikan ke rizosfer, sehingga dapat lebih tersedia bagi tanaman. Formula bioaktivator mampu meningkatkan nilai fungsi bahan organik limbah kopi untuk perbaikan sifat fisik tanah, pelepasan hara, mengurangi laju pencucian hara dan meningkatkan bahan organik tanah Tabel 3.7. Tanaman lada dalam pertumbuhannya sangat membutuhkan nutrisi yang tinggi untuk mendapatkan pertumbuhan yang sehat dan produksi yang potensial. Kebutuhan minimum tanaman lada 2,5 N, 0,15 P, 2,5 K, 0,2 S, 0,8 Ca dan 0,3 Mg Dierolf et al. 2000. Tabel 3. 7. Hasil analisis tanah sebelum dan sesudah aplikasi kompos + formula bioaktivator. Hasil pengujian Sebelum aplikasi Sesudah Kontrol F1K1 F2K1 F3K1 pH - H2O - KCl 5,35 4,64 5,50 4,70 5,70 4,90 6,00 5,00 5,60 4,60 C-org 2,46 4,16 9,50 3,46 3,77 N-tot 0,49 0,41 1,10 0,29 0,35 CN ratio 8,48 10,00 9,00 12,00 11,00 P2O5 mg100 g 109,4 40,00 318,00 68,00 63,00 Cacmol+kg 4,9 8,71 19,02 8,76 7,95 Mgcmol+kg 1,33 2,26 6,25 2,42 2,09 Kcmol+kg 0,40 0,46 3,14 1,06 1,05 Nacmol+kg 0,47 0,19 0,53 0,18 0,34 Keterangan: F = formula bioaktivator 1 = formula 1; 2 = formula 2; 3 = formula 3, K = dosis kompos limbah kulit kopi 1 =1 kgtanaman. Peningkatan unsur-unsur tersebut mampu memperkuat struktur jaringan tanaman lada dan menghalangi penetrasi patogen P.capsici dalam jaringan. Kandungan kalium K dan silikat Si yang lebih banyak dalam media tumbuh akan lebih meningkatkan ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen dengan jalan penguatan dinding sel tanaman Marschner 1995. Kandungan hara tanah yang cukup dan mampu diserap oleh tanaman dapat berfungsi menurunkan tingkat keparahan penyakit. Nutrisi tersebut dapat digunakan sebagai biofertilizer dan bioprotektan pada tanaman. Ketersediaan unsur hara pada bahan organik mampu meningkatkan aktifitas biologi serta populasi mikrooganisme. Peningkatan aktivitas biologi di daerah perakaran menyebabkan P.capsici sulit berkembang lebih lanjut. Kondisi ini sangat penting dalam menghambat penetrasi patogen lebih lanjut dalam jaringan tanaman. Keasaman tanah pH, KTK dan KB meningkat akan lebih meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman dan juga akan meningkatkan kemampuan PGPR berkembang dengan baik Soesanto 2008. Sedangkan kandungan besi yang turun dari 9,20 ppm tanah menjadi 0,55 ppm tanah +kompos berpengaruh baik pada pertumbuhan PGPR Wahyuni et al 2003. Subowo 2014 menyatakan pengaruh aplikasi pupuk hayati untuk pertumbuhan ditentukan antara lain kesesuaian populasi organisme native fungsional untuk pertanian, kandungan bahan organik dan hara tanah dan kandungan enzim nitrogenase dan enzim fosfatase. Selama proses dekomposisi bahan kompos limbah kulit kopi memberikan stimulasi perbaikan struktur tanah dan ketersedian beberapa unsur hara yang di butuhkan tanaman lada. Akibatnya fungsi-fungsi fisiologi tanaman menjadi optimal sehingga mampu menghalangi perkembangan mikrooganisme patogen lebih lanjut dalam jaringan tanaman. Tanaman yang terinfeksi P capsici akan membentuk suatu fitoaleksin berupa capsidiol yang menghalangi penetrasi patongen dalam jaringan Hwang 2001. Pembentukan fitoaleksin pada tanaman harus didukung oleh vigor tanaman yang baik dan ketersediaan hara di tanah. Pada tanaman kontrol serangan P. capsici tinggi, menyebabkan pembusukan pada akar. Perakaran yang banyak mengalami nekrosis akan mengganggu fungsi dalam menyerap hara dan air. Kekurangan nutrien pada kontrol menyebabkan tanaman menjadi lebih lemah, patogen mudah menembus jaringan dan menggangu proses fisiologis tanaman. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Isolasi bakteri yang dilakukandari rizosfer dan jaringan tanaman didapatkan 178 isolat mikroba terkarakterisasi mempunyai kemampan sebagai pelarut K dan P dan menambat N-bebas. Hasil uji antagonisme didapatkan hanya 87 isolat mempunyai kemampuan antibiosis terhadap P. capsici. Berdasarkan pada kemampuan antibiosis yang cukup tinggi, terpilih 15 isolat yang digunakan sebagai bioaktivator kompos. 2. Penambahan formula isolat bakteri sebagai bioaktivator pada kompos mampu untuk mengendalikan BPB. Penekanan serangan P.capsici ditandai dengan perkembangan keparahan yang berlangsng lambat, rendahnya nilai AUDPC dan tingginya efektivitas penekanan. 3. Penekanan keparahan penyakit ada hubunganya dengan peningkatan konsentrasi peroksidase dan dehidrogenase. 4. Perlakuan kompos yang diperkaya bioaktivator mampu menekan serangan P. capsici sehingga pertumbuhan tanaman lada lebih baik.

BAB IV PEMANFAATAN KOMPOS LIMBAH KULIT KOPI DALAM

PENGENDALIAN BUSUK PANGKAL BATANG Abstrak Penyakit busuk pangkal batang sampai saat ini tergolong sulit dikendalikan dengan baik. Upaya pengendalian masih terus dilakukan, termasuk menemukan metoda yang cukup efektif dan spesifik untuk suatu lokasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemungkinan memanfaatkan limbah kopi dalam menekan serangan P. capsici pada lada. Pengujian dilakukan di lahan yang sudah terinfestasi dan 3 lokasi kebun lada yang berbeda dalam agroekosistem. Jenis limbah kopi yang diujikan meliputi kompos kulit kopi, limbah kulit kopi segar, ekstrak cair kompos dan ekstrak cair limbah kulit kopi dan fungisida. Pemberian kompos atau ekstrak cair kulit kopi segar dapat menghambat perkembangan penyakit dan infeksi baru di lahan yang sudah terinfestasi P. capsici. Penekanan keparahan akibat penggunaan limbah kulit kopi. Ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen berkaitan dengan meningkatnya kadar peroksidase dan dehidrogenase. Akibat pemberian limbah kopi juga meningkatkan keragaman mikroba tanah dan ketersediaan hara seperti Ca, K, Mg, P yang juga mempunyai peran dalam menekan perkembangan serangan P. capsici dan meningkatkan ketahanan tanaman. Pengujian yang dilakukan di beberapa agroekosistem kebun lada di Lampung menunjukkan efektifitas penekanan yang berbeda satu sama lain. Kata kunci : kompos, kulit kopi, keparahan, AUDPC, P. capsici Pendahuluan Sistem budidaya lada yang dilakukan petani di Lampung sering ditumpangsarikan dengan tanaman kopi. Limbah kulit kopi banyak dijumpai di sekitar kebun lada dan keberadaannya belum dimanfaatkan secara baik sebagai bahan kompos untuk memupuk tanaman lada. Pengamatan di lapangan menunjukan bahwa tanaman lada yang diberi limbah kulit kopi menunjukan pertumbuhan dan produktivitas yang baik dibanding tanaman yang tidak diberi limbah kulit kopi Manohara et al. 2005. Limbah kopi merupakan residu padat yang dihasilkan dari pengolahan basah buah kopi. Limbah kopi tidak dianggap sebagai substrat memadai untuk prosesbio konversi oleh petani kopi. Semua limbah kopi padat dan cair yang berasal dari perkebunan kopi harus diproses sebagai bentuk dalam pengendalian pencemaran. Kompos dari limbah yang dihasilkan dari pabrik kopi dapat menjadi sumber yang bagus karena akan membantu dalam daur ulang nutrisi tanaman yang bermanfaat. Kulit kopi sebagai limbah organik kaya nutrisi tanaman Berecha et al. 2011. Transformasi limbah kulit kopi menjadi kompos dengan perlakuan mikroba merupakan metode alternative untuk mengubah limbah ini menjadi pupuk organic yang bermanfaat. Perlakuan kulit kopi dengan menggunakan mikroba, ternyata mampu meningkatkan P tersedia, Ca dan Mg, tetapi terjadi penurunan K Orozco et al. 2006. Perlakuan limbah kopi untuk meningkatkan sifat fisik –kimia pada tanah arenosols mampu meningkatkan pH tanah dan C organik serta memberikan kontribusi terhadap peningkatan yang signifikan dalam kapasitas tukar kation Raphael and Velmourougane 2004. Limbah kopi memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan pengapuran, sumber pupuk NPK dan meningkatkan retensi air dan nutrisi Kasongo et al. 2010. Limbah kulit kopi mampu meningkatkan ketersediaan Fe tanaman untuk tanah basa dengan FS ferrous sulfate. Namun, penelitian lebih lanjut tentang efektifitas dalam kondisi lapangan sangat diperlukan Morikawa and Saigusa 2011. Hasil ini menunjukkan bahwa keragaman dalam bahan organik mempromosikan aktivitas mikroba yang lebih tinggi dan populasi dalam tanah sehingga mampu menekan serangan penyakit pada tanaman. Escuadra and Amemiya 2012. Pemanfaatan kompos dalam budidaya tanaman memiliki peranan positif, baik secara fisik, kimia maupun biologi. Penggunaan kompos dapat memperbaiki struktur tanah dan kesuburan tanah. Ketersediaan unsur hara dapat dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhan sehingga bisa mengurangi penggunaan pupuk buatan. Pengkayaan kompos bioaktivator dapat mensubsitusi penggunaan pupuk kimia. Aplikasi kompos memberi efek ganda menekan mikroba patogen di tanah soilborne pathogen dan meningkatkan produksi melalui penyedian unsur hara yang diperlukan tanaman. Lampung menjadi sentra produksi lada di Indonesia. Tanaman lada yang ada di provinsi ini tersebar di banyak tempat. Masing-masing tempat terkadang memiliki ketinggian yang berbeda sehingga iklim juga berbeda. Perbedaan yang lain adalah cara budidaya yang diterapkan oleh petani. Hal-hal di atas akan mempengaruhi pertumbuhan sehingga respon terhadap infeksi P.capsici juga berbeda. Tujuan Penelitian Tujuan umum: mengkaji penekanan serangan P. capsici karena pengaruh pemberian berbagai bentuk limbah kulit kopi . Tujuan khusus: 1. Mengkaji peran limbah kulit kopi terhadap serangan P. capsici pada lahan terinfeksi. 2. Mengkaji peran limbah kulit kopi terhadap kemampuan menekan penyebaran P. capsici. 3. Mengkaji peran limbah kulit kopi terhadap mikroba di rizosfer pertumbuhan tanaman lada. 4. Mengkaji peran penambahan limbah kulit kopi terhadap perkembangan penyakit busuk pangkal batang. 5. Mengkaji peran penambahan limbah kulit kopi terhadap pertumbuhan tanaman. Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai Mei 2012. Penelitian dilaksanakan di beberapa lokasi: 1 Kebun percobaan Natar BPTP lampung; 2 Desa Sukamarga Kecamatan Abung Tinggi Kabupaten Lampung Utara, dan Desa Sukadana Kecamatan Marga Tiga Kabupaten Lampung Timur; 3 Laboratorium Cendawan IPB, Bogor; 4 Laboratorium Biologi dan Kesehatan tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor. Penelitian mengenai pengujian keefektifan limbah kulit kopi dan kompos limbah kulit kopi dalam mengendalikan BPB dilakukan di a tanah terinfestasi, b beberapa agroekosistem pertanaman lada di Lampung.

1. Pengujian Limbah Kulit Kopi Terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang

di Beberapa Agroekosistem Pertanaman Lada di Lampung Pengendalian penyakit BPB lada menggunaan kompos kulit kopi di lakukan di 3 lokasi yang berbeda agroekosistemnya. Karakteristik masing-masing tiga lokasi di lihat di lampiran Lampiran 12. Lokasi penelitian yang digunakan sebagai tempat lokasi penelitian memiliki ketinggian tempat yang berbeda 200 m dpl, 400 m dpl dan 400 m dpl, pemupukan yang berbeda serta sistem pertanaman berbeda. Pengujian dilakukan pada tanaman yang terserang patogen BPB, dan dilakukan di tiga kabupaten, Lampung Utara, Lampung Selatan dan Lampung Timur. Sebelum diberikan perlakuan dilakukan pemilihan tanaman lada yang menunjukkan gejala terserang penyakit BPB. Tanaman lada yang digunakan dikelompokkan menjadi lima sesuai dengan tingkat keparahannya. Setiap pohon lada yang digunakan ditentukan terlebih dahulu tingkat keparahannya sebelum diberi perlakuan. Perlakuan yang dimaksud seperti pengujian terdahulu yaitu pemberian ekstrak kulit kopi, ekstrak kompos kulit kopi, kompos kulit kopi, limbah kulit kopi dan kontrol. Rancangan Percobaan Percobaan memakai Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan yang diuji meliputi 1. Kulit kopi segar 2. Ekstrak kulit kopi segar 3. Kompos 4. Ekstrak kompos 5. Kontrol yang tidak diberi limbah kulit kopi. Percobaan ini dilakukan sebanyak tiga ulangan dan masing-masing satuan percobaan terdiri dari 7 tanaman. Pengelompokan tanaman dilakukan berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit yang relatif harus sama. Penyiapan Tanaman untuk Perlakuan Sebelum diberi perlakuan terlebih dahulu dilakukan penentuan tanaman yang sudah terserang P.capsici, sekaligus diukur tingkat keparahan. Tingkat keparahan penyakit digunakan sebagai dasar membuat kelompok sesuai dengan rancangan percobaan. Tanaman lada umur ± 4 tahun yang menunjukan gejala terserang diberi perlakuan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Pengamatan Parameter pengamatan meliputi perkembangan penyakit, pertumbuhan dan produksi tanaman. Variabel perkembangan penyakit adalah keparahan dan kejadian penyakit sedangkan pertumbuhan tanaman meliputi pertambahan tinggi, lebar kanopi dan diameter batang. Pengamatan dilakukan setiap bulan mulai dari awal percobaan sampai bulan ke 7 setelah perlakuan. Selain itu dilakukan pengukuran untuk indikasi ketahanan tanaman, meliputi peroksidase dan dehidrogenase. Pengukuran aktivitas peroksidase yang dilakukan sesuai prosedur Cohen Cit yang dikemukakan oleh Simons dan Ross 1970 untuk akhir pengamatan. Selain itu juga diamati populasi mikroba sebelum dan sesudah perlakuan menggunakan metoda pengenceran. Analisis tanah lengkap dari lahan yang dijadikan tempat penelitian dan jaringan tanaman dilakukan di lab. Tanah. Gambar 4.1 Tata letak penelitian pengaruh kompos dan limbah kulit kopi pada tiga agroekosistem yang berbeda menggunakan rancangan acak kelompok.

2. Pengujian Limbah Kulit Kopi Terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang

Di Tanah Terinfestasi P. Capsici Pengujian dilakukan di kebun petani desa Sukamarga Kecamatan Abung Tinggi Lampung Utara. Di lahan ini sebelumnya ditanami lada dan mendapat serangan P. capsici tergolong berat. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok meliputi lima perlakuan yang diulang tiga kali. Setiap ulangan terdiri 7 tanaman. Perlakuan dalam pengujian ini adalah : a. Limbah kulit kopi segar, b. Ekstrak cair limbah kulit kopi. c. Kompos kulit kopi, d. Ekstrak kompos kulit kopi, dan e. Kontrol, tanaman tidak diberi kompos ataupun kulit kopi segar. Penyiapan Media Tanam dan Bibit Tanaman Tanah yang digunakan media tanam bibit lada adalah campuran tanah dan pupuk kompos steril. Sterilisasi tanah menggunakan uap panas. Perbandingan tanah dan pupuk kandang yang digunakan adalah 2:1 vv. Media tanah yang digunakan mempunyai pH 5 sampai 7. Bibit lada yang digunakan berumur 5 bulan berasal dari stek satu ruas varietas Natar 1. Stek lada yang digunakan diambil dari kebun bibit tanaman lada Cahaya Negeri. Stek ditanam pada polibag yang sudah diisi media tanam, dan kemudian ditempatkan di pembibitan. Untuk menjaga kelembaban tetap tinggi dan mengurangi transpirasi pada pembibitan diberi atap menggunakan paranet 75. Pembuatan Ekstrak Kompos dan Kulit Kopi Ekstrak kompos diperoleh dengan cara merendam kompos kulit kopi dalam air dengan perbandingan 1:100 wv. Campuran ini diinkubasi selama 24 jam dan kemudian disaring menggunakan penyaring. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan kompos dengan ekstrak cair. Menggunakan cara yang sama dilakukan untuk mendapatkan ekstrak kulit kopi segar. Kulit kopi segar direndam dalam air perbandingan 1:100 wv dan diinkubasi selama 1 jam dan kemudian disaring. Pemberian Perlakuan pada Bibit Lada Tanaman lada dalam polibag sebelum dipindahkan ke lapangan, terlebih dahulu direndamkan dengan ekstrak kulit kopi dan ekstrak kompos selama lebih kurang 1 jam. Pemberian ekstrak kompos dan kulit kopi dilakukan melalui perendaman dan disiramkan. Bibit lada ini kemudian ditanam di lahan kebun lada yang sebelumnya ada serangan P.capsici tergolong berat. Pada bibit lada yang mendapat perlakuan pemberian kompos dan kulit kopi, pada akarnya hanya direndamkan dalam air steril selama 1 jam. Bibit lada ditanam di lahan yang sebelumnya terjadi kejadian penyakit tergolong tinggi. Penempatan bibit saat penanaman di lapangan sesuai dengan tata letak RAK. Setelah ditanam masing-masing bibit diberi perlakuan kompos,limbah kulit kopi, ekstrak kompos dan ekstrak kulit kopi. Ekstrak kompos dan kulit kopi yang diberikan 1 lttanaman, dan kompos serta kulit kopi diberikan 1 kgtanaman. Pemberian perlakuan diberikan pada saat memindahkan tanaman dari polibag ke kebun. Kemudian tanaman lada dipindahkan ke kebun yang tanahnya sudah terinfestasi P.capsici. Pengaplikasian perlakuan dilakukan sesudah tanaman ditanam di lapangan. Aplikasi dilakukan dengan cara disiramkan dan ditaburkan pada perakaran bibit tanaman lada dengan dosis 1kgtanaman. Pengamatan Pengamatan parameter meliputi perkembangan penyakit keparahan dan kejadian penyakit dan masa inkubasi, pertumbuhan tanaman tinggi, diameter batang dan jumlah daun, nutrisi tanah dan tanaman kandungan kimia tanah dan jaringan tanaman, biologi tanah mikroba tanah, ketahanan tanaman Peroksidase, dehidrogense, kandungan di jaringan tanaman. Pengukuran keparahan dan kejadian penyakit dilakukan setiap 15 hari selama 195 hari. Masa inkubasi ditetapkan berdasarkan lama waktu mulai penanaman di lapangan setelah diberi perlakuan sampai gejala tersebut terbentuk. Untuk perkembangan penyakit juga ditentukan AUDPC. Pengukuran tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun ditentukan mulai 15 hari setelah pemberian perlakuan. Pengukuran diulang setiap 15 hari selama 195 hari. Tinggi tanaman diukur menggunakan alat ukur mulai dari permukaan tanah sampai pucuk tanaman, pengukuran diameter batang dan jumlah daun yang muncul selama pengamatan. Parameter ketahanan tanaman berupa kandungan peroksidase dan dehidrogenase ditentukan pada akhir penelitian. Pengukuran sifat kimia dan biologi tanah dilakukan sebelum diberi perlakuan kompos dan pada akhir penelitian. Pada masing-masing lokasi penelitian sampel tanah diambil komposit dari 10 titik pengambilan yang ditetapkan secara acak. Setiap titik diambil 1 kg, kemudian digabungkan untuk diambil 1 kg. Sampel tanah ini digunakan untuk keperluan analisis kimia dan biologi tanah. Pengukuran sifat kimia tanah lengkap dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor. Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur hara yang terkandung di dalam contoh tanah yang akan digunakan dalam penelitian, sedangkan analisis biologi tanah dilakukan untuk mengetahui keragaman dan populasi mikroba yang terdapat dalam contoh tanah yang akan digunakan dalam penelitian. Analisis jaringan dilakukan untuk menentukan kandungan unsur N, P, dan K dalam jaringan daun lada. Penghitungan populasi bakteri dari sampel tanah menggunakan metoda pengenceran. Isolasi bakteri dari rizosfer tanaman lada mengikuti prosedur Dhingra dan Sinclair 1983. Sampel tanah rizosfer yang merupakan komposit dari tiga titik pengambilan seberat 100 g dicampur dengan 900 ml aquades steril, dan kemudian diaduk rata. Suspensi ini kemudian diencerkan berseri mulai 10 -2 sampai 10 -8 dengan cara memindahkan 1 ml suspensi ke dalam tabung reaksi dan kemudian ditambahkan 9 ml aquades steril secara berseri. Tahapan pengenceran tertera pada gambar 3.1. Pengenceran 10 -4 sampai 10 -7 ditumbuhkan pada media TSA tryptone soya agar. Koloni yang muncul pada media TSA dihitung dan dibedakan menjadi isolat-isolat berdasarkan bentuk, ukuran, warna, tepi dari masing-masing koloni. Koloni bakteri ini untuk selanjutnya dilakukan penghitungan keragaman dan populasinya. Penghitungan peroksidase dan dehidrogenase dan kandungan Si pada jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor. Sampel jaringan tanaman yang digunakan dalam analisis setelah diberi perlakuan berbagai bentuk limbah kulit kopi. Analisis Data Data keparahan dan kejadian penyakit, tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang pada akhir penelitian di analisis keragamannya. Uji lanjut dilakukan pada perlakuan yang menunjukkan pengaruh menggunakan uji Duncan pada taraf 5 . Analisis data menggunakan analisis varian ANOVA pada program SAS 9.1 for Windows. Perkembangan keparahan penyakit ditentukan dengan menghitung AUDPC, yang ditentukan dengan menggunakan rumus : KP = Keparahan penyakit ni = Jumlah tanaman yang terinfeksi pada setiap kategori vi = Nilai numerik masing-masing kategori serangan Z = Nilai numerik kategori serangan tertinggi N = Jumlah tanaman yang diamati. Penentuan katagori serangan pada penyakit BPB berdasarkan kriteria Holliday Mowat 1963 yang dimodifikasi. Nilai skor tertera pada Tabel 4.2. Tabel 4.1 Nilai skoring gejala BPB P. capsici pada tanaman lada. Skala Skoring Gejala Tanaman sehat 1 1 - 25 gejala daun menguning 2 26 - 50 gejala layu 3 51 - 75 gejala layu daun hitam 4 76 daun mulai rontok Selain nilai keparahan penyakit, dihitung nilai AUDPC Area Under Disease Progress Curve untuk melihat perkembangan penyakit. Rumus AUDPC dihitung berdasarkan rumus Van der Plank 1963 dalam Cooke et al. 2006. Dengan y i+1 = Data pengamatan ke-i +1 y i = Data pengamatan ke-i t i +1 = Waktu pengamatan ke-i +1 t i = Waktu pengamatan ke-i Dilakukan pula perhitungan terhadap index penekanan penyakit keefektifan pengendalian dengan rumus: DIc = AUDPC pada perlakan kontrol DIb = AUDPC pada perlakuan kombinasi kompos dan agens hayati