Keanekaragaman Cendawan Yang Diisolasi di Lokasi Perkandangan Ayam

(1)

KEANEKARAGAMAN CENDAWAN YANG DIISOLASI DI

LOKASI PERKANDANGAN AYAM

NARENDRA SANTIKA HARTANA

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Cendawan Yang Diisolasi di Lokasi Perkandangan Ayamadalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014 Narendra Santika Hartana NIM B04090056


(4)

ABSTRAK

NARENDRA SANTIKA HARTANA. Keanekaragaman Cendawan Yang Diisolasi Dari Lokasi Perkandangan Ayam.Dibimbing oleh EkoSugeng Pribadi.

Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui keragaman jenis cendawan di lingkungan kandang ayam. Contoh yang diperiksa dalam penelitian ini adalah udara, bulu ayam, dan litter kandang yang diambil dalamdua periode waktu yang berbeda. Analisis sidik ragam menunjukkan keragaman populasi jenis cendawan di contoh udara dan litter tidak sama.Hasil penelitian menunjukkan cendawan yang diisolasi dari contoh udara antara lain A. niger, A. flavus, A.fumigatus, Geotrichum, dan Mucor. Populasi A. fumigatus dominan dibandingkan yang lainnya di contoh udara. Cendawan A. niger, A. flavus, Candida, dan Mucor diisolasi dari contoh bulu ayam. Populasi A. niger dominan dibandingkan yang lainnya di contoh bulu ayam. A. niger, A. flavus, A. fumigatus, Geotrichum, Candida, dan Mucor diisolasi dari contoh litter dan populasi A. niger lebih dominan dibandingkan yang lainnya..Tingkat keragaman cendawan di lokasi kandang 1 lebih tinggi dibandingkan lokasi kandang 2. Populasi cendawan yang cukup tinggi di kandang pelihara akan memperbesar resiko terjadinya infeksi oleh cendawan. Keberadaan cendawan di bulu ayam yang dijadikan bahan baku untuk menghasilkan tepung bulu ayam akan mempengaruhi mutu tepung bulu ayam yang dihasilkan.

Kata kunci : bulu ayam, cemaranolehcendawan,infeksi oleh cendawan,litter, udara.

ABSTRACT

NARENDRA SANTIKA HARTANA.Diversity of Fungi Isolated from Chicken Farm. Supervised by Eko Sugeng Pribadi.

The aim of this research was to identify the kind of fungi in chicken farm environment. Samples which examined in this study were air, feathers and litter taken in two different time periods. Analysis of variance of the population showed diversity of fungi in air and litter sample were came from different population The results showed that fungi that isolated from air sample were A. niger, A. flavus, A. fumigatus, Mucor, and Geotrichum. A. fumigatus population was higher than others in the air sample. A. niger, A. flavus, Candida, and Mucor isolated from feather samples. A. niger populations was higher than other in feather samples. A. niger, A. flavus, A. fumigatus, Candida, Geotrichum, and Mucor isolated from litter samples and A. niger population is higher than others. The level of fungi diversity in Henhouse 1 was higher than Henhouse 2. High population of contaminant fungi in the henhouse would increase the risk of mycoses. The existence of some fungi in chicken feathers, which provide the raw material for producing chicken feathers mealwill affect the quality of the chicken feathersmeal product.

Keywords: chicken feathers, fungi contamination, infection caused by fungi litter, environment.


(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

KEANEKARAGAMAN CENDAWAN YANG DIISOLASI DI

LOKASI PERKANDANGAN AYAM

NARENDRA SANTIKA HARTANA

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(6)

Judul Skripsi : Keanekaragaman Cendawan Yang Diisolasi di Lokasi Perkandangan Ayam

Nama : Narendra Santika Hartana NIM : B04090056

Disetujui oleh

Dr.drh.Eko S. Pribadi, MS NIP. 19640605.199103.1.006

Pembimbing

Diketahui oleh

Drh.Agus Setiyono MS, Ph.D,APVet NIP. 19621205 198703 2 001 Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan


(7)

- - -

-Judul Skripsi : Keanekaragaman Cendawan Yang Diisolasi di Lokasi Perkandangan Nama

NIM

Ayam

: Narendra Santika Hartana : B04090056

Disetujui oleh

-

Dr.drh.Eko S. Pribadi, MS

Pembimbing


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulisdengan judul Keanekaragaman Cendawan Yang Diisolasi di Lokasi Perkandangan Ayam.

Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya pada Dr.drh.Eko Sugeng Pribadi selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing penulis dalam menyelesaikan tulisannya, dan Pak Agus selaku staf Laboratorium Mikrobiologi Medik yang membantu penulis selama masa penelitian. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya pada P.T. Sierad Produce tbk. dan seluruh jajarannya yang telah membantu penulis dalam mendapatkan data penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan teman satu penelitian dan Risna Anggraeni yang selalu mendukung baik dalam proses penelitian maupun penulisan. Karya ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta, Sarwana (Ayah) dan Endang Sulistyana (Ibu), dan adik adik (Dwi, Dita, Radit) yang senantiasa memberikan dorongan semangat.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini terdapat kesalahan baik dalampenulisan nama, gelar, maupun penyajian kalimat yang kurang berkenan. Demikian, prakata dari penulis semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca.

Bogor, Maret 2014 Narendra Santika Hartana


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 3

Alat dan Bahan 3

Metodologi Penelitian 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

SIMPULAN DAN SARAN 16

DAFTAR PUSTAKA 16


(10)

DAFTAR TABEL

Rataan Jumlah Cendawan yang Diisolasi dari Masing Masing Contoh 13 Tingkat Keragaman Cendawan pada Contoh yang Diambil di Tiap

Kandang (Selang Kepercayaan 95%) 14

Nilai-p Analisis Ragam 15

DAFTAR GAMBAR

Proses pengambilan contoh udara 4

Proses pengambilan contoh bulu ayam 5

Skema identifikasi khamir 7

Hasil identifikasi terhadap koloni (a), preparat natif A. fumigatus (b) 9 Hasil identifikasi terhadap koloni (a), preparat natif A .flavus (b) 9 Hasil identifikasi terhadap koloni (a), preparat natif A. niger (b) 10 Hasil identifikasi terhadap koloni (a), preparat natif Geotrichum sp. (b) 10 Hasil identifikasi terhadap koloni (a), preparat natif Mucor sp. (b) 10 Hasil identifikasi terhadap koloni (a), preparat natif Candida sp. (b) 11


(11)

(12)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Intensifikasi industri peternakan unggas sebagai usaha untuk mencukupi kebutuhan protein hewani bangsa berdampak pada pencemaran lingkungan oleh limbah, baik di tingkat peternakan atau rumah potong unggas (RPU). Salah satu limbah yang banyak dihasilkan dari proses pemotongan unggas adalah bulu ayam. Untuk meminimalisasi dampak limbah bulu ayam pada lingkungan, dilakukan pengolahan menjadi tepung bulu ayam sebagai bahan imbuhan pakan.

Bulu ayam merupakan limbah yang masih punya potensi untuk dimanfaatkan, karena masih memiliki kandungan protein yang sangat tinggi. Bulu ayam mempunyai kandungan protein kasar sebesar 80-91% dari bahan kering. Angka ini melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai (42,5%) dan tepung ikan (66,2%) (Adiati et al. 2004). Harga pasar tepung bulu ayam yang berada pada kisaran Rp.200/kg untuk bulu ayam basah tanpa diproses dan Rp.2500/kg untuk yang telah diproses menjadi tepung bulu kering tentunya dapat menjadi tambahan penghasilan yang cukup menjanjikan (Adiati et al. 2004).

Kekurangan dari tepung bulu ayam adalah kecernaan yang rendah berkisar 5,8%. Hal ini dikarenakan bulu ayam mengandung keratin yang membentuk ikatan hidrofobik, ikatan hidrogen, dan ikatan disulfida (Williams et al.1990). Sehingga penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum disarankan tidak melebihi empat persen (Erlita 2012). Namun, tergantung dari mutu tepung bulu ayam yang dihasilkan. Jika semakin baik mutunya maka semakin banyak pula tepung bulu yang dapat ditambahkan. Permasalahan lain dari tepung bulu ayam adalah pencemaran oleh cendawan. Menurut Agustri (2013), cendawan yang menjadi pencemar pada tepung bulu ayam antara lain Candida albicans, Aspergillus niger, A. flavus, Geotrichum, dan Rhodotorula. Indonesia, sebagai Negara yang memiliki iklim tropis, berbagai cendawan kosmopolitan dapat tumbuh dengan baik di lingkungan, termasuk di lingkungan peternakan. Cendawan yang mencemari bulu ayam menyebabkan penurunan mutu bulu. Beberapa cendawan,yang juga dapat menghasilkan toksin, menurunkan mutu bulu ayam (Djaenudin et al. 2004).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman cendawan, baik kapang atau khamir yang ditemukan di bulu ayam, litter, dan udara peternakanayam mitra PT Sierad Produce yang berlokasi di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang diungkapkan melalui penelitian ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan berikut ini

1. apa sajakah jenis-jenis cendawan yang menjadi pencemar di lingkungan peternakan ayam?

2. apa sajakah jenis-jenis cendawan yang terdapat di bulu ayam? 3. apa sajakah jenis-jenis cendawan yang terdapat di litter kandang?


(13)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengidentifikasi jenis cendawan yang menjadi pencemar di lingkungan peternakan ayam

2. Mengidentifikasi jenis cendawan yang terdapat di bulu ayam di lingkungan peternakan

3. Mengidentifikasi jenis cendawan yang terdapat pada litter kandang

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi jenis cendawan yang mencemari bulu, litter, dan udara peternakan unggas. Hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai informasi dasar untuk merancang tindakan yang harus dilakukan untuk meminimalisirdampakyang disebabkan oleh cendawan cendawan tersebut.

Hipotesis Penelitian

Ho: Populasi cendawan sama untuk seluruh kandang yang diperiksa H1: Populasi cendawan tidak sama untuk seluruh kandang yang diperiksa

TINJAUAN PUSTAKA

Tepung Bulu Ayam

Intensifikasi peternakan unggas sebagai salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan protein bangsa mendorong industri peternakan unggas untuk menghasilkan bahan pangan asal unggas secara besar-besaran. Hal ini tentu mengakibatkan penumpukan limbah hasil peternakan unggas yang akan memberikan dampak buruk ke lingkungan jika tidak ditangani dengan baik. Bulu ayam merupakan salah satu limbah dalam industri Rumah Potong Ayam (RPA) yang jumlahnya mencapai lima persen dari bobot ayam yang hidup (Adiati et al. 2004).Sebagian besar dari limbah ini dibuang sehingga dikhawatirkanakan mencemari lingkungan. Pemerintah telah menerapkan kebijakan mengenai pemanfaatan limbah peternakan dengan menganut sistem zero waste product, yaitu mengurangi atau meminimalisasi pencemaran lingkungan dengan pemafaatan limbah peternakan (Erlita 2012), oleh karena itu, dilakukan beberapa cara untuk mengolah bulu ayam menjadi salah satu bahan pakan alternatif dalam bentuk tepung bulu ayam. Untuk mendapatkan tepung bulu ayam, bulu ayam harus diolah terlebih dahulu sebelum dapat digunakan. Pengolahan yang dimaksud dapat dilakukan melalui berbagai macam metode antara lain 1) perlakuan fisik dengan mengatur suhu dan tekanan (autoclave), 2) secara kimiawi dengan penambahan asam dan basa, dan 3) secara enzimatik dan biologik dengan memanfaatkan mikroorganisme (Wawo 2011).


(14)

3 Kandungan protein kasar bulu ayam lebih tinggi dari kandungan protein kasar bungkil kedelai dan tepung ikan, yang umumnya dipergunakan sebagai komponen utama sumber protein dalamkonsentrat atau ransum. Terdapat empat teknik pengolahan untuk meningkatkan nilai nutrisi bulu ayam yaitu secara fisik dengan tekanan dan suhu tinggi (Puastuti. 2007). Hal ini disebabkan oleh adanya keratin dan beberapa asam amino esensial disulfida (Ketaren 2008). Ikatan disulfida antar asam amino esensial tersebut menyebabkan protein sulit dicerna oleh enzim proteolitik yang terdapat pada saluran pencernaan. Ikatan lain yang berperan sebagai penghambat pencernaan protein adalah ikatan ionik dan hidrogen (Puastuti 2007).

Jenis-Jenis Cendawan Pencemar Area Peternakan

Cendawan terdiri dari dua golongan yaitu kapang dan khamir. Perbedaan utama adalah kapang bersel ganda dan khamir merupakan sel tunggal. Jenis cendawan yang paling sering berperan sebagai pencemar adalah kapang.. Dalam lingkungan peternakan, kapang paling banyak mencemari bahan pakan berupa biji-bijian. Disamping itu, kapang juga mencemari udara, dan ruangan (Ahmad 2009).Cemaran cendawan terhadap lingkungan peternakan dapat berupa cendawan yang mencemari pakan dan bahan penyusunnya, cendawan yang berperan sebagai pencemar lingkungan peternakan antara lain Aspergillus sp., Penicillium sp., Fusarium sp., dan Mucor sp. (Ahmad 2009).Aspergillus sp. merupakan kapang dengan ciri koloninya mempunyai struktur seperti kapas, karpet, atau beludru (Gholib 2010). Aspergillus dapat menyebabkan penyakit yang disebabkan oleh infeksi Aspergillus sp.sendiri yang disebut Aspergillosis. Beberapa jenis Aspergillus juga dapat menghasilkan senyawa metabolit berupa racun (mikotoksin) yang dapat membahayakan manusia dan hewan karena bersifat akumulasi dalam jangka waktu yang panjang (Gholib 2010). Aspergillus sp. bersama dengan Penicillium sp. sering ditemukan pada bahan pakan yang disimpan di dalam gudang dengan kelembaban tinggi, sehingga sering juga disebut kapang gudang (Ahmad 2009).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama periode Agustus 2012 sampai dengan Januari 2013. Kegiatan ini dilaksanakan di Kandang kemitraan PT Sierad Produce di Desa Ciaruteun Ilir Ciampea Kabupaten Bogor dan Laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lactophenol Cotton Blue (LPCB), bahan media Potato Dextrose Agar (PDA), NaCl, antibiotika (tetrasiklin), alkohol 70%, kertas pembersih, dan putih telur bebek.


(15)

4

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop, kantong plastik yang telah disucihamakan, gunting yang telah disucihamakan, masker, latex glove, tabung reaksi, ruang inokulasi, inkubator, lemari es, termos es, pinset yang telah disucihamakan, jas laboratorium, ose, bunsen, cawan petri, dan ice pack.

Tata Kerja 1. Pengambilan Contoh

Contoh yang diperiksa dalam penelitian ini adalah bulu ayam, litter kandang, dan udara kandang ayam. Pengambilan contoh dilakukan di peternakan ayam yang berlokasi di desa Ciareuteum Ilir Kecamatan Cieampea Bogor.

1.1Mutu Udara

Pengambilan contoh dilakukan dengan cara meletakkan cawan petri yang berisi media PDA di ruangan terbuka selama 15-30 menit pada lokasi yang sudah dipilih. Setelah waktu penangkapan terpenuhi, cawan ditutup dan tutupnya direkatkan dengan menggunakan selotip. Cawan tersebut kemudian diinkubasi pada suhu kamar dan tempat dengan cahaya minimal selama 5-7 hari (Envirocheck,2012). Kelembaban relatif dan atau kadar air bahan menentukan jenis dan keragaman mikroorganisme dapat tumbuh pada bahan dalam maupun luar ruangan (Dhanasekaran et al,2009).

Gambar 1. Proses pengambilan contoh udara

1.2Bulu Ayam

Contoh bulu ayam diperoleh dari beberapa helai yang dicabut dari ayam di dalam kandang (tiga ekor ayam), dan beberapa helai bulu yang lepas, Contoh bulu yang dicabut maupun yang lepasmasing-masing dikemas menjadi satu kemasan. Contoh dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah disucihamakan. Jika ukuran contoh terlalu besar, contoh dipotong-potong dengan gunting yang telah disucihamakan. Kantong plastik contoh dimasukkan ke ice pack selama dalam perjalanan sampai dilakukannya pengerjaan pemeriksaan terhadap contoh-contoh tersebut.


(16)

5

Gambar 2. Proses pengambilan contoh bulu ayam

1.3Litter Kandang

Litter kandang diambil secara acak secukupnya dengan menggunakan pinset, kemudian dikemas dalam kantong plastik yang telah disucihamakan.

2. Pengolahan Contoh 2.1Mutu Udara

Pengujian mutu udara dilakukan dengan metode hitung cawan (Plate Count) dengan menggunakan media PDA. Contoh yang sudah didapatkan dari masing masing lokasi diberi tanda dan diinkubasi pada suhu 25-27oC selama lima hari untuk mengetahui pertumbuhan.

2.2Bulu Ayam, dan Litter Kandang

Contoh bulu ayam dan litter kandang dipotong-potong sehingga menjadi bagian yang kecil. Contoh diencerkan dengan NaCl 0,9% sehingga didapatkan tingkat pengenceran 10-1 (berat/volume). Pada setiap tingkat pengenceran, contoh dihomogenkan dengan menggunakan vortex®, sebanyak satu mililiter dari suspensi tersebut diambil untuk dimasukkan ke tabung yang berisi 9,0 ml NaCl 0,9% sehingga diperoleh suspensi dengan tingkat pengenceran 10-2. Tahapan tersebut dilakukan berulang hingga diperoleh tingkat pengenceran 10-6.

Sebanyak satu mililiter dari suspensi dengan tingkat pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6 dituangkan ke dalam cawan petri kosong sucihama. Sejumlah media PDA hangat siap beku, yang telah diimbuhi antibiotika tetrasiklin untuk mencegah pertumbuhan bakteri, dituangkan ke dalam cawan petri tersebut secara aseptik. Pengadukan dilakukan terhadap cawan petri yang telah berisi media PDA dengan cara membuat gerakan angka delapan. Cawan petri didiamkan hingga media di dalamnya membeku.

Cawan yang media di dalamnya telah membeku direkatkan menggunakan selotip untuk mencegah serangga masuk ke dalam media. Cawan ditempatkan di tempat yang aman untuk masa inkubasi pada suhu 37oC dengan posisi terbalik.

3. Pengamatan dan Identifikasi 3.1Penghitungan Koloni


(17)

6

Penghitungan dilakukan pada cawan yang memperlihatkan adanya pertumbuhan koloni sebanyak antara 25-250 koloni. Penghitungan jumlah mikroba dilakukan Maturin et al. (2001) dengan menggunakan rumus

3.2Pembuatan Sub-Kultur

Setiap koloni kapang dan khamir yang tumbuh dan sudah cukup layak dibiakkan kembali ke media PDA. Inkubasi dilakukan pada suhu 37ºC. Koloni kapang atau khamir yang telah tumbuh pada pembuatan subkultur langsung disimpan di dalam lemari pendinginuntuk kemudian diidentifikasi.

4. Identifikasi Kapang dan Khamir 4.1Identifikasi Kapang

Koloni kapang diidentifikasi dengan mengamati sifat koloni kapang pada lempengan agar berdasarkan warna, bentuk morfologi, dan topografi secara makroskopik, dan dilanjutkan dengan mengamati morfologi isolat kapang secara mikroskopik.Pengamatan mikroskopik dilakukan dengan pewarnaan LPCB. Untuk dapat mengamati morfologi kapang secara utuh, perlu dibuat slide culture menurut Riddel (Reiss et al. 2012).

4.2Identifikasi Khamir

Koloni khamir diidentifikasi tidak hanya dari bentuk morfologinya, tetapi juga ditentukan oleh sifat-sifat lain, yaitu sifat kultur, sifat fisiologik maupun reaksi biokimiawi dan reproduksi seksual. Khamir terlihat lebih berwarna, licin serta berbau asam. Al-Doory (1980) menyatakan bahwa hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa isolat khamir tersebut adalah isolat murni. Selanjutnya ditentukan warna dan tekstur dari koloni tersebut. Kemudian membuat preparat basah atau dengan preparat negatif menggunakan tinta India atau nigrosin untuk menentukan adanya kapsul. Selanjutnya, bisa dilakukan uji tabung kecambah (germ tube).dan uji urea, bagan identifikasi khamir selengkapnya terpapar pada Gambar 3.


(18)

7

\ Gambar 3. Skema Identifikasi Khamir (Al Doory 1980)

4.2.1 Identifikasi Warna Koloni

Identifikasi warna koloni merupakan tahapan pertama dalam mengidentifikasi khamir, identifikasi dilakukan dengan melihat warna biakan yang tumbuh pada cawan (McGinnis 1980), jika biakan berwarna merah atau jingga, maka khamir memiliki pigmen karotenoid, dan termasuk dalam jenis Rhodotorula, jika tidak ditemukan pigmen karotenoid, maka selanjutnya diuji keberadaan askospora.

4.2.2 Uji Pembentukan Askospora

Uji ini dilakukan untuk melihat kemampuan koloni khamir dalam membentuk askospora. Uji ini dilakukan pada enriched media, salah satunya media Gorodkowa karena pembentukan askospora memerlukan nutrisi yang tinggi, selain itu diperlukan juga pH berkisar antara 6-7 dan diinkubasi secara aerob pada suhu 20-25ºC (McGinnis 1980). Setelah tiga sampai lima hari, dilakukan pemeriksaan apakah ditemukan askospora, jika biakan membentuk askospora, maka menurut Al Doory (1980) biakan khamir termasuk dalam jenis Saccharomyces atau Picha. Jika tidak ditemukan, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan keberadaan kapsul.

4.2.3 Uji Pembentukan Kapsul

Uji ini dilakukan untuk mengidentifikasi khamir yang dicurigai termauk dalam jenis Cryptococcus, menurut Al Doory (1980), terdapat dua cara untuk mengidentifikasi Cryptococcus, cara pertama adalah dengan metode pewarnaan basah menggunakan tinta india, jika ditemukan kapsul, maka koloni termasuk


(19)

8

jenis Cryptococcus. Jika tidak ditemukan, dilanjutkan dengan melakukan uji tabung kecambah.

4.2.4 Uji Tabung Kecambah (Germ Tube test)

Uji tabung kecambah digunakan untuk mengidentifikasi khamir yang dicurigai termasuk dalam spesies Candida sp. Uji ini menggunakan media putih telur bebek karena kadar albuminnya yang tinggi akan mempercepat pembentukan tabung kecambah. Untuk melakukan uji tabung kecambah biakan khamir murni yang berumur 24 jam dibiakkan pada 0,5 ml putih telur bebek, lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama dua jam (Al Doory 1980). Jika ditemukan tabung kecambah, maka dilanjutkan dengan uji asimilasi sukrosa untuk mengetahui apakah khamir yang diidentifikasi termasuk jenis C. albicans atau C. stelatoidea. Selain itu, dilakukan juga uji Urea (Christensen’s).

4.2.5 Uji Urea (Christensen’s)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah khamir yang diidentifikasi memanfaatkan urea atau tidak. Koloni khamir dibiakkan pada agar miring dan diinkubasi pada suhu 30 oC selama tujuh hari. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media menjadi berwarna merah muda. Jika khamir menunjukkan hasil positif, maka kemungkinan khamir tersebut adalah Rhodotorula, Cryptococcus, Candida, atau Trichosporon (Al-Doory 1980).

Analisis Data

Data jenis cendawan yang ditemukan dianalisis menggunakan statistika deskriptif untuk mendapatkan informasi mengenai jenis dan jumlah cendawan pada tiap contoh yang diambil. Data juga dianalisis dengan menggunakan statistika inferensia menggunakan analisis ragam untuk mengetahui keragaman cendawan yang tumbuh di area peternakan.

Analisis Sidik Ragam

Analisis sidik ragam pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui keragaman jenis cendawan pada satu kandang yang sama dan keragaman jenis cendawan pada kandang yang berbeda. Hipotesis yang digunakan untuk mengetahui jenis keragaman pada satu kandang adalah

Ho =Populasi cendawan sama untuk seluruh kandang yang diperiksa H1 =Populasi cendawan tidak sama untuk seluruh kandang yang diperiksa Kaidah keputusan akan menolak Ho jika nilai p dari analisis ragam adalah <0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengambilan contoh dilakukan pada tanggal 27 September 2012 dan 17 Nopember 2012 dalam sekali pengambilan contoh. Kandang yang dijadikan


(20)

9 tempat pengambilan contoh masing masing satu kandang yang terletak di satu lingkungan peternakan yang sama.

Identifikasi Cendawan

Identifikasi masing masing cendawan dilakukan berdasarkan pengamatan dan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan makroskopik dilihat dari tekstur, warna, dan topografi koloni. Sedangkan pemeriksaan mikroskopik diidentifikasi dengan membuat sediaan natif menggunakan pewarna Lactophenol Cotton Blue.

Proses identifikasi koloni Aspergillus dilakukan secara makroskopik dan mikroskopik.Koloni tumbuh cepat, berwarna terang dengan miselium seperti kapas. Di awal pengamatan, koloni muncul sebagai filamen putih dan berubah warna tergantung spesiesnya. Koloni Aspergillus juga ditandai dengan konidia yang menyebar. Terdapat tiga spesies Aspergillus yang ditemukan, yaitu A. niger yang ditunjukkan dengan warna miselium yang berwarna hitam, A. flavus yang ditunjukkan dengan miselium warna hijau kekuningan, dan A. fumigatus yang ditunjukkan dengan miselium berwarna hijau tua. Dari pemeriksaan mikroskopik.terlihat adanya hifa yang bersepta dan bercabang. Rangkaian konidianya tersusun secara khas, seperti yang terpapar dalam Gambar 4, 5 dan 6 di bawah ini.

(a) (b) (c)

Gambar 4. Hasil identifikasi terhadap koloni (a), preparat natif pembesaran 40x dengan pewarnaan LPCB (b), dan pemeriksaan mikroskopik A.fumigatus sebagai pembanding dari CRCC (2010) (c)

(a) (b) (c)

Gambar 5. Hasil identifikasi terhadap koloni (a), dan preparat natif pada pembersaran 40x dengan pewarnaan LPCB (b), dan morfologi mikroskopik A. flavus sebagai pembanding dari Hedayati et al. (2007) (c)


(21)

10

(a) (b) (c)

Gambar 6. Hasil identifikasi terhadap koloni (a) dan preparat natif pada pembesaran 40x dengan pewarnaan LPCB (b), dan pemeriksaan mikroskopik A. niger sebagai pembanding dari Mirhendi (2002) (c) Cendawan selanjutnya yang ditemukan adalah Geotrichum sp. Secara makroskopik, tampak ukuran koloni yang besar hampir memenuhi cawan dengan struktur miseliumnya seperti kapas dengan warna jingga. Secara mikroskopik, Geotrichum sp. tampak hifa dengan ukuran besar, bersepta, dan bercabang. Karakter makroskopik dan mikroskopik Geotrichum terpapar pada Gambar 7.

(a) (b) (c)

Gambar 7.Hasil identifikasi terhadap koloni (a) dan preparat natif pada pembesaran 40x dengan pewarnaan LPCB (b), dan pemeriksaan mikroskopikGeotrichum sp. sebagai pembanding dari Caltex International (2007)(c)

Cendawan berikutnya yang ditemukan adalah Mucor sp. Secara makroskopik,tampak ukuran koloni yang besar hampir memenuhi cawan dengan struktur miseliumnya yang seperti kapas. Hasil pemeriksaan mikroskopik terlihat bahwa tampak hifa dengan ukuran besar dan tidak bersepta dengan ujung yang menggelembung (kolumela, columella). Gambaran hasil pengamatan terhadap koloni yang diduga Mucor sp.terpapar pada Gambar 8 di bawah ini.

(a) (b) (c)

Gambar 8. Hasil identifikasi terhadap koloni(a) dan preparat natif pada pembesaran 40x dengan pewarnaan LPCB (b), dan pemeriksaan mikroskopikterhadap koloni yang diduga Mucor sp. sebagai pembanding dari Truman State University (2008)(c)


(22)

11 Cendawan terakhir yang ditemukan adalah Candida sp. Candida sp. adalah satu satunya isolat khamir yang ditemukan. Koloni Candida sp. tampak seperti plak berwarna putih dengan tekstur basah menyerupai bunga. Koloni tersebut tidak menghasilkan pigmen karotenoid. Tidak terdapat kapsul ketika diperiksa secara mikroskopik dengan pewarnaan negatif. Hasil penanaman di media Gorodkowa tidak memperlihatkan terbentuknya askospora. Untuk memastikan bahwa isolat yang didapatkan adalah Candida sp., dilakukan uji tabung kecambah dengan menanam isolat pada media putih telur bebek, dan diinkubasi selama 2,5 jam pada suhu 37 °C. Setelah masa inkubasi dicapai, dilakukan pengamatan mikroskopik dengan membuat preparat natif. Bentuk tabung kecambah dapat dilihat dari sediaan yang diperiksa. Hasil dari pengamatan makroskopik dan uji tambung kecambah terpapar pada Gambar 9 di bawah ini.

(a) (b) (c)

Gambar 9. Hasil identifikasi terhadap koloni (a) dan preparat natif pada pembesaran 40x setelah uji tabung kecambah (b), dan hasil pemeriksaan mikroskopik yang diduga koloni Candida sebagai pembanding dari Randal (2013)(c)

Jenis cendawan yang ditemukan dalam contoh udara, bulu ayam, dan litter kandang adalah A. niger, A. flavus, A. fumigatus, Mucor, Geotrichum, dan Candidadengan rataan jumlah masing masing yang terpapar pada Tabel 1 di bawah ini.

Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa lebih banyak ditemukan cendawan di kandang 1 dibandingkankandang 2, terutama pada contoh litter dan bulu ayam. Populasi A.niger sangat dominan di contoh litter kandang 1 dibandingkan contoh lainnya. Salah satu penyebab tingginya jumlah A.niger pada litter adalah dari pakan yang diberikan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Saleemi et al. (2010), cemaran A.niger dalam jumlah besar (37,74%) dari contoh ransum ayam pedaging yang dikoleksi antara tahun 2005 sampai 2007. Ransum yang mengandung A. niger dimakan dan akan mencemari litter melalui feses ayam. Hasil yang hampir sama juga diperoleh oleh Diba et al (2007) yang mendapati bahwa A. niger merupakan cendawan yang paling dominan diisolasi dari lingkungan. Populasi cendawan di kandang 2 lebih sedikit. Namun, jenis cendawan yang diisolasi lebih beragam dengan ditemukannya Candidadi contoh bulu ayam dan litter.

Tingginya keragaman jenis cendawan yang ditemukan disebabkan oleh iklim Indonesia yang tropis, sehingga mendukung pertumbuhan cendawan baik itu kapang atau khamir (Djaenudin 2010). Oleh karena itu, pencemaran sangat rawan terjadi di area peternakan unggas di Indonesia. Salah satu sumber cemaran cendawan tertinggi pada peterenakan unggas adalah udara lingkugan sekitar. Djaenudin (2010) dan Sajidet al. (2007), cendawan pencemar udara yang utama


(23)

12

adalah A. fumigatus. Kapang ini mampu beradaptasi dengan lingkungan yang ekstrim dengan tetap menghasilkan konidia. Setelah semua cendawan diidentifikasi, dilakukan analisis sidik ragam untuk menilai keragaman cendawan pada kandang yang dijadikan lokasi pengambilan contoh. Analisis dilakukan menggunakan perangkat lunak MINITAB® dengan selang kepercayaan 95%. Hasil dari analisis sidik ragam terpapar pada Tabel 2


(24)

Tabel 1. Rataan jumlah cendawan yang diisolasi dari contoh udara, bulu ayam dan litter pada masing masing kandang

Contoh Lokasi Jumlah Cendawan (x10

6

CFU/ml)

A. flavus A. niger A. fumigatus Mucor Candida Geotrichum

Udara K1 2,667±4,619 0,667±1,154 43,667±75,632 2,667±4,618 0 0

K2 5,667±4,613 1±1,732 0 2±1,000 0 0,333±0,578

Bulu ayam

K1 24,333±11,372 0 0 0 0 0

K2 10±15,625 17±29,445 0 1±0 2,333±3,215 0

Litter K1 0 187±242,502 0 0 0 88±152,420

K2 3±5,196 21,333±36,950 0,333±0,5773 20±34,641 1±1 11±19,053

Keteterangan : K1 = Kandang 1, waktu pengambilan contoh tanggal 27 September 2012, dan K2 = Kandang 2, waktu pengambilan contoh tanggal 17 Nopember


(25)

14

Tabel 2. Tingkat keragaman cendawan pada contoh yang diambil di tiap kandang (selang kepercayaan 95%)

Lokasi Contoh

Udara Bulu ayam Litter

Keragaman CI Keragaman CI Keragaman CI Kandang1 3914,250 144,884

8259,808

129,333 0,058; 14,884

32671,000 5,692; 1625,404 Kandang2 6,735 341,982 790,571

Keterangan: CI (Confidence Interval/Selang Kepercayaan) adalah batas populasi yang telah diduga dari contoh yang diambil, dalam hal ini berarti keragaman cendawan yang sesungguhnya berada di antara selang tersebut.

Berdasarkan Tabel 2 diatas, dapat dilihat bahwa nilai keragaman cendawan dari contoh udara dan litter di kandang 1 lebih tinggi dibandingkan kandang 2. Sebaliknya, keragaman cendawan di contoh bulu ayam lebih tinggi di kandang 2. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa mutu udara dan litter pada Kandang 1 lebih buruk daripada kandang 2. Hal ini dikarenakan ragam cendawan pencemar yang tinggi. Salah satu cendawan yang dominan mencemari contoh litter kandang 1 seperti yang terpapar di dalam Tabel 1 adalah A. niger. Kapang ini sering ditemukan pada debu, cat, dan tanah (Gupta et al. 2012). Kapang ini juga bersifat patogen karena dapat menghasilkan metabolit sekunder, seperti aflatoksin yang bersifat toksik (Gupta et al. 2012). Oleh karena itu, keberadaan A. niger pada litter kandang akan mempengaruhi kesehatan ayam dan penurunan mutu bulu yang dihasilkan. Pada contoh udara kandang 1, cendawan yang paling banyak diisolasi adalah A. fumigatus. Kapang ini sebagai penyebab umum kejadian Invasive Pulmonary Aspergillosis (IPA) yang menyerang saluran pernafasan (Balajee et al. 2007). Jumlah A. fumigatus yang diisolasi dari kandang 2 lebih sedikit daripada kandang 1 yang menunjukkan bahwa mutu udara pada kandang 2 lebih baik daripada kandang 1. Pada contoh bulu ayam, cendawan pencemar yang dominan adalah A.flavus. Kapang ini dikenal sebagai penghasil toksin yang bersifat karsinogenik, yaitu aflatoksin yang keberadaannya menjadi perhatian utama dalam kaitannya dengan keamanan pangan (Rodrigues et al. 2007).

Selanjutnya dilakukan uji F-test (Bartlet test) untuk mengetahui nilai-p, yang menentukan apakah menerima hipotesis atau menolak. Hasil pengujian tersebut terpapar pada Tabel 3


(26)

15

Tabel 3. Nilai-p analisis ragam pada tiap contoh Jenis Cendawan Jumlah Koloni Cendawan (x10

6

CFU/ml) Udara Bulu Ayam Litter

A. niger 5 124 625

A. flavus 25 30 9

A. fumigatus 131 0 1

Geotrichum 7 0 297

Mucor 6 3 60

Candida 0 7 3

Nilai-p analisis ragam

F-test 0,000 0,603 0,001

Keragaman jenis cendawan yang diisolasi dari contoh udara dan litter sangat beragam (p<0,05). Sebaliknya keragaman jenis cendawan yang diisolasi dari contoh bulu dapat dikatakan sama. Berdasarkan hasil diatas maka hipotesis ditolak, yang berarti populasi cendawan untuk semua kandang yang diperiksa adalah tidak sama. Seperti yang sudah tercantum pada Tabel 2, nilai keragaman cendawan pada contoh udara dan litter pada kandang 1 lebih tinggi dari kandang 2, sedangkan pada contoh bulu ayam kandang 2 memiliki keragaman yang lebih tinggi dari kandang 1.

Jenis cendawan yang dominan pada contoh udara adalah A. fumigatus. Hasil yang sama juga diperoleh Sajidet al. (2007) yang mendapati cendawan yang sama paling banyak ditemukan di area peternakan ayam potong komersil. Ditinjau dari aspek kesehatan ternak, A. fumigatus dapat menyebabkan infeksi pada ternak ayam. Infeksi yang terjadi bersifat akut dan kronis. Infeksi yang akut akan menyerang unggas usia muda dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sedangkan, bentuk kronis akan menyerang unggas dengan usia yang lebih tua, dengan gejala klinis dyspneadan cyanosis pada kulit yang tidak berbulu.

Kapang A. niger memiliki populasi dominan di contoh bulu ayam dan litter. Menurut Saleemi et al. (2010), cemaran A. niger pada peternakan unggas bersifat dominan karena berasal dari pakan yang dicampur sendiri di peternakan. A. niger juga dapat menghasilkan okhratoksin dan fumonisin yang dapat berbahaya bagi kehidupan unggas jika termakan karena bersifat karsinogen (Frisvad et al. 2011). Tingginya cemaran A. niger pada litter juga memungkinkan unggas terserang Aspergillosis (Gholib 2010). Infeksi terjadi melalui jalur pernafasan, sehingga akan muncul gejala gangguan pernafasan seperti dyspnea dan cyanosis pada kulit yang tidak berbulu.

Keberadaan cendawan yang ditemukan pada contoh yang diambil tentunya akan berdampak negatif pada mutu tepung bulu yang dihasilkan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agustri (2013), dari tepung bulu yang dihasilkan menggunakan bahan baku dari peternakan ini ditemukan cemaran cendawan antara lain A. flavus, A. niger, Geotrichum, C. albicans, dan Rhodotorula. Dari semua cendawan yang ditemukan pada tepung bulu, hanya Rhodotorula yang tidak ditemukan di area


(27)

16

peternakan. Hasil ini menunjukkan bahwa cemaran cendawan pada tepung bulu ayam sangat dipengaruhi oleh mutu bulu ayam dan mutu udara di lingkungan peternakan. Juga, ada faktor lain yang dapat mencemari tepung bulu ayam, seperti proses pengangkutan dari peternakan menuju tempat penghasil tepung bulu.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari contoh udara, bulu ayam dan litter telah diisolasi cendawan jenis A. flavus, A.niger, A. fumigatus, Geotrichum, Mucor, dan Candida. Cendawan yang menjadi pencemar utama pada contoh udara, bulu ayam, dan litter berturut-turut adalah A. fumigatus, A. flavus, dan A. niger.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis menyarankan agar dilakukan pemeriksaan cemaran Aspergillus niger secara intensif di pakan yang digunakan di peternakan unggas. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya peningkatan peluang mengalami intoksikasi oleh mikotoksin-mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adiati U, Puastuti W, Matthius I-W. 2004. Peluang Pemanfaatan Tepung Bulu Ayam Sebagai Bahan Pakan Ruminansia. Wartazoa. 14(1):39-44.

Agustri A. 2013. Keragaman Cendawan Yang Mempengaruhi Mutu Mikrobiologik Bahan Baku dan Tepung Bulu Ayam [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Ahmad RZ. 2009. Cemaran Kapang pada Pakan dan Pengendaliannya.J Litbang Pert. 28(1) : 15-22.

Ahmad RZ, Khotiah S, dan Hardiman. 2012. Peran cendawan dalam dunia veteriner. Di dalam: Ratnaningtyas NI, Mumpuni A, Dwiputranto U, Ekowati N, Safitri J, Gratiana, Nuryanto A, Dewi RS, Susilo U, editor. Biodeversitas dan Bioteknologi Sumber Daya Hayati Fungi; 2012 Mei 15-16; Purwokerto, Indonesia. Purwokerto (ID): Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soederman. Hlm 408-415.

Al-Doory Y. 1980. Laboratory Medical Mycology. Philadelphia (US): Lea & Febiger.


(28)

17

Balajee SA, J Houbraken, PE Verweij, SB Hong, T Yaguchi, J Varga, RA Samson. 2007. Aspergillus Species Identification in the Clinical Setting. Stud in Mycol. 59:39-46

[CRCC] Centre du Recherce sur la Conservation des Collections. 2010. Aspergillus fumigatus. [internet]. [diunduh 25 September 2013]. Tersedia pada http://mycota-crcc.mnhn.fr/site/specie.php?idE=89.

Caltex International. 2007. Geotrichum sp. [internet]. [diunduh 25 September 2013]. Tersediapada http://www.caltexmoldservices.com/mold_library/ /geotrichum_sp/

Djaenudin G. Ahmad RZ, Istiana. 2004. Evaluasi Hasil Pemeriksaan Laboratorium Mikologi pada Sampel Bahan Pakan, Litter, dan Organ. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Veteriner. 776-781.

Djaenudin G. 2010. Aspergillosis, Penyakit Penting pada Unggas. [internet][diunduh

30 September 2013]. Tersedia pada

http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/index.php/classified/items2.

Dhanasekaran D, Thajuddin N, Rashmi M, Deepika TL, and Gunasekaran M. 2009.Screening of biofouling activity in marine bacterial isolate from ship hull.J. Environ. Sci. Tech. 6(2): 197-202.

Diba, K., Kordbacheh, P., Mirhendi, SH., Rezaie, S., and Mahmoudi, M. 2007. Identification OfAspergillus Species Using Morphological Characteristics. Pak. J. Med. Sci., (Part-II) 23(6): 867-872.

Envirocheck. 2012. EnviroCheck Indoor Air Quality Home Test Kit Procedure.

[internet]. [diunduh 28 Juni 2012]. Tersedia

padahttp://www.testcountry.com/ENVIRO_CHECK_Air_Quality.pdf.

Erlita D. 2012. Proses Produksi Tepung Bulu Ayam Sebagai Bahan Pakan Sumber Protein [tesis]. Yogyakarta: UGM.

Frisvad JC, Thomas OL, Ulf T, Martin M, Janos V, Robert AS, Kristian FN. 2011. Fumonisin and Ochratoxin Production in Industrial Aspergillus niger Strains. Plos One. 6(8). doi : 10.1371.

Gupta M, Kumari M, Ruby G. 2012. Effect of Various Media Type on The Rate of Growth of Aspergillus niger. J. fund and Appl Life Sci. 2(2): 141-144.

Hedayati MT, Pasqualotto AC, Warn PA, Bowyer P, and Denning DW. 2007. Aspergillus flavus : Human Pathogen , Allergen and Mycotoxin Producer. J.Microbiol. 153: 1677-1692.

Ketaren NB. 2008. Pemanfaatan Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup [tesis]. Sumatera Utara: USU.

Maturin, Larry, Peeler JT. 2001. Bacterial Analytical Manual (BAM) Chapter 3: Aerobic Plate Count. [internet]. [diunduh 25 Februari 2014]. tersedia pada: http://www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/LaboratoryMethods/ucm06334 6.htm.

McGinnis MR. 1980. Laboratory Handbook of Medical Mycology.London (UK): Academic Press.

Mirhendi. 2002. Aspergillus niger. [internet]. [diunduh25 September 2013]. tersedia pada :http://www.pfdb.net/html/species/s12.htm.


(29)

18

Puastuti W. 2007. Teknologi Pemrosesan Bulu Ayam dan Pemanfaatannya Sebagai Sumber Protein Ruminansia. Wartazoa. 17(2):53-60.

Randal D. 2013. Microbiology Lecture :Candida sp.. [internet]. [diunduh 25 September 2013]. tersedia pada http://www.studyblue.com/notes/note/n/2-microbiology-lecture-5/deck/5938063.

Reiss E, Shadomy HJ, and Lyon GM. 2012. Fundamental Medical Mycology. Canada (US): Wiley&Blackwell.

Rodrigues P, C Soares, Z Kozakiewich, RRM Paterson, N Lima, A Venancio. 2007. Identification and Characterization of Aspergillus flavus and Aflatoxins. Formatex : 527-534.

Saleemi MK, Muhammad ZK, A Khan, I Javed. 2010. Mycoflora of Poultry Feeds and Mycotoxins Producing Potential of Aspergillus Species. Pak J Bot. 42(1): 427-434

Sajid MA, IA Khan, U Rauf. 2007. Aspergillus fumigatus in Commerial Poultry Flock, A Serious Threat to Poultry Industry in Pakistan. J Anim PI Sci. 16(3-4): 79-81.

Truman State University. 2008. Zygomycetes : Mucor sp.. [Internet]. [Diunduh 25 September 2013]. Tersedia pada http://microfungi.truman.edu/showGallery. =Zygomycetes&gen=Mucor&sp.

Wawo B. 2011. Memanfaatkan Limbah Bulu Ayam Sebagai Pakan Ternak. [Internet]. [Diunduh 20 September 2013]. Tersedia pada: http://disnaksulsel.info.php.index5.

Williams CM, Richter CS, Mackenzie CR, Jason C, and Shih H. 1990. Isolation Identification and Characterization of a Feather-Degrading Bacterium. Poul. Sci. 56: 1-7.


(30)

19

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di Malang, Jawa Timur, pada tanggal 11 Juli 1991 dari ayah Sarwana dan ibu Endang Sulistyana. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pendidikan formal dimulai dari TK Kemala Bhayangkari pada tahun 1995, SD Negeri 7 Kepanjen pada tahun 1997 , SMP Negeri 4 Kepanjen pada tahun 2003, dan melanjutkan ke SMA Laboratorium UM pada tahun 2006. Penulis diterima sebagai mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 melalui jalur USMI.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif berpartisipasi pada organisasi dalam dan luar kampus. Organisasi kampus yang penulis ikuti adalah himpro Hewan Kecil dan Satwa Akuatik Eksotik sebagai anggota divisi Infokus pada masa kepengurusan 2010/2011, dan sebagai Kepala divisi Infokus pada masa kepengurusan 2011/2012. Serta menjadi asisten praktikum Anatomi Veteriner 2 pada tahun ajaran 2012 dan 2013. Asisten praktikum Radiologi Veteriner tahun ajaran 2013/2014, dan Asisten praktikum Patologi Sistemik 2 tahun ajaran 2013/2014. Organisasi luar kampus yang pernah diikuti oleh penulis yaitu HIMAREMA (Himpunan Mahasiswa Arek Malang) pada tahun 2009. Serta menjadi volunteer di yayasan non-pemerintah Multispecies Education International pada tahun 2012.


(31)

(1)

Tabel 3. Nilai-p analisis ragam pada tiap contoh Jenis Cendawan Jumlah Koloni Cendawan (x10

6

CFU/ml) Udara Bulu Ayam Litter

A. niger 5 124 625

A. flavus 25 30 9

A. fumigatus 131 0 1

Geotrichum 7 0 297

Mucor 6 3 60

Candida 0 7 3

Nilai-p analisis ragam

F-test 0,000 0,603 0,001

Keragaman jenis cendawan yang diisolasi dari contoh udara dan litter sangat beragam (p<0,05). Sebaliknya keragaman jenis cendawan yang diisolasi dari contoh bulu dapat dikatakan sama. Berdasarkan hasil diatas maka hipotesis ditolak, yang berarti populasi cendawan untuk semua kandang yang diperiksa adalah tidak sama. Seperti yang sudah tercantum pada Tabel 2, nilai keragaman cendawan pada contoh udara dan litter pada kandang 1 lebih tinggi dari kandang 2, sedangkan pada contoh bulu ayam kandang 2 memiliki keragaman yang lebih tinggi dari kandang 1.

Jenis cendawan yang dominan pada contoh udara adalah A. fumigatus. Hasil yang sama juga diperoleh Sajidet al. (2007) yang mendapati cendawan yang sama paling banyak ditemukan di area peternakan ayam potong komersil. Ditinjau dari aspek kesehatan ternak, A. fumigatus dapat menyebabkan infeksi pada ternak ayam. Infeksi yang terjadi bersifat akut dan kronis. Infeksi yang akut akan menyerang unggas usia muda dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sedangkan, bentuk kronis akan menyerang unggas dengan usia yang lebih tua, dengan gejala klinis dyspneadan cyanosis pada kulit yang tidak berbulu.

Kapang A. niger memiliki populasi dominan di contoh bulu ayam dan litter. Menurut Saleemi et al. (2010), cemaran A. niger pada peternakan unggas bersifat dominan karena berasal dari pakan yang dicampur sendiri di peternakan. A. niger juga dapat menghasilkan okhratoksin dan fumonisin yang dapat berbahaya bagi kehidupan unggas jika termakan karena bersifat karsinogen (Frisvad et al. 2011). Tingginya cemaran A. niger pada litter juga memungkinkan unggas terserang Aspergillosis (Gholib 2010). Infeksi terjadi melalui jalur pernafasan, sehingga akan muncul gejala gangguan pernafasan seperti dyspnea dan cyanosis pada kulit yang tidak berbulu.

Keberadaan cendawan yang ditemukan pada contoh yang diambil tentunya akan berdampak negatif pada mutu tepung bulu yang dihasilkan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agustri (2013), dari tepung bulu yang dihasilkan menggunakan bahan baku dari peternakan ini ditemukan cemaran cendawan antara lain A. flavus, A. niger, Geotrichum, C. albicans, dan Rhodotorula. Dari semua cendawan yang ditemukan pada tepung bulu, hanya Rhodotorula yang tidak ditemukan di area


(2)

peternakan. Hasil ini menunjukkan bahwa cemaran cendawan pada tepung bulu ayam sangat dipengaruhi oleh mutu bulu ayam dan mutu udara di lingkungan peternakan. Juga, ada faktor lain yang dapat mencemari tepung bulu ayam, seperti proses pengangkutan dari peternakan menuju tempat penghasil tepung bulu.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari contoh udara, bulu ayam dan litter telah diisolasi cendawan jenis A. flavus, A.niger, A. fumigatus, Geotrichum, Mucor, dan Candida. Cendawan yang menjadi pencemar utama pada contoh udara, bulu ayam, dan litter berturut-turut adalah A. fumigatus, A. flavus, dan A. niger.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis menyarankan agar dilakukan pemeriksaan cemaran Aspergillus niger secara intensif di pakan yang digunakan di peternakan unggas. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya peningkatan peluang mengalami intoksikasi oleh mikotoksin-mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adiati U, Puastuti W, Matthius I-W. 2004. Peluang Pemanfaatan Tepung Bulu Ayam Sebagai Bahan Pakan Ruminansia. Wartazoa. 14(1):39-44.

Agustri A. 2013. Keragaman Cendawan Yang Mempengaruhi Mutu Mikrobiologik Bahan Baku dan Tepung Bulu Ayam [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Ahmad RZ. 2009. Cemaran Kapang pada Pakan dan Pengendaliannya.J Litbang Pert. 28(1) : 15-22.

Ahmad RZ, Khotiah S, dan Hardiman. 2012. Peran cendawan dalam dunia veteriner. Di dalam: Ratnaningtyas NI, Mumpuni A, Dwiputranto U, Ekowati N, Safitri J, Gratiana, Nuryanto A, Dewi RS, Susilo U, editor. Biodeversitas dan Bioteknologi Sumber Daya Hayati Fungi; 2012 Mei 15-16; Purwokerto, Indonesia. Purwokerto (ID): Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soederman. Hlm 408-415.

Al-Doory Y. 1980. Laboratory Medical Mycology. Philadelphia (US): Lea & Febiger.


(3)

Balajee SA, J Houbraken, PE Verweij, SB Hong, T Yaguchi, J Varga, RA Samson. 2007. Aspergillus Species Identification in the Clinical Setting. Stud in Mycol. 59:39-46

[CRCC] Centre du Recherce sur la Conservation des Collections. 2010. Aspergillus fumigatus. [internet]. [diunduh 25 September 2013]. Tersedia pada http://mycota-crcc.mnhn.fr/site/specie.php?idE=89.

Caltex International. 2007. Geotrichum sp. [internet]. [diunduh 25 September 2013]. Tersediapada http://www.caltexmoldservices.com/mold_library/ /geotrichum_sp/

Djaenudin G. Ahmad RZ, Istiana. 2004. Evaluasi Hasil Pemeriksaan Laboratorium Mikologi pada Sampel Bahan Pakan, Litter, dan Organ. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Veteriner. 776-781.

Djaenudin G. 2010. Aspergillosis, Penyakit Penting pada Unggas. [internet][diunduh

30 September 2013]. Tersedia pada

http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/index.php/classified/items2.

Dhanasekaran D, Thajuddin N, Rashmi M, Deepika TL, and Gunasekaran M. 2009.Screening of biofouling activity in marine bacterial isolate from ship hull.J. Environ. Sci. Tech. 6(2): 197-202.

Diba, K., Kordbacheh, P., Mirhendi, SH., Rezaie, S., and Mahmoudi, M. 2007. Identification OfAspergillus Species Using Morphological Characteristics. Pak. J. Med. Sci., (Part-II) 23(6): 867-872.

Envirocheck. 2012. EnviroCheck Indoor Air Quality Home Test Kit Procedure.

[internet]. [diunduh 28 Juni 2012]. Tersedia

padahttp://www.testcountry.com/ENVIRO_CHECK_Air_Quality.pdf.

Erlita D. 2012. Proses Produksi Tepung Bulu Ayam Sebagai Bahan Pakan Sumber Protein [tesis]. Yogyakarta: UGM.

Frisvad JC, Thomas OL, Ulf T, Martin M, Janos V, Robert AS, Kristian FN. 2011. Fumonisin and Ochratoxin Production in Industrial Aspergillus niger Strains. Plos One. 6(8). doi : 10.1371.

Gupta M, Kumari M, Ruby G. 2012. Effect of Various Media Type on The Rate of Growth of Aspergillus niger. J. fund and Appl Life Sci. 2(2): 141-144.

Hedayati MT, Pasqualotto AC, Warn PA, Bowyer P, and Denning DW. 2007. Aspergillus flavus : Human Pathogen , Allergen and Mycotoxin Producer. J.Microbiol. 153: 1677-1692.

Ketaren NB. 2008. Pemanfaatan Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup [tesis]. Sumatera Utara: USU.

Maturin, Larry, Peeler JT. 2001. Bacterial Analytical Manual (BAM) Chapter 3: Aerobic Plate Count. [internet]. [diunduh 25 Februari 2014]. tersedia pada: http://www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/LaboratoryMethods/ucm06334 6.htm.

McGinnis MR. 1980. Laboratory Handbook of Medical Mycology.London (UK): Academic Press.

Mirhendi. 2002. Aspergillus niger. [internet]. [diunduh25 September 2013]. tersedia pada :http://www.pfdb.net/html/species/s12.htm.


(4)

Puastuti W. 2007. Teknologi Pemrosesan Bulu Ayam dan Pemanfaatannya Sebagai Sumber Protein Ruminansia. Wartazoa. 17(2):53-60.

Randal D. 2013. Microbiology Lecture :Candida sp.. [internet]. [diunduh 25 September 2013]. tersedia pada http://www.studyblue.com/notes/note/n/2-microbiology-lecture-5/deck/5938063.

Reiss E, Shadomy HJ, and Lyon GM. 2012. Fundamental Medical Mycology. Canada (US): Wiley&Blackwell.

Rodrigues P, C Soares, Z Kozakiewich, RRM Paterson, N Lima, A Venancio. 2007. Identification and Characterization of Aspergillus flavus and Aflatoxins. Formatex : 527-534.

Saleemi MK, Muhammad ZK, A Khan, I Javed. 2010. Mycoflora of Poultry Feeds and Mycotoxins Producing Potential of Aspergillus Species. Pak J Bot. 42(1): 427-434

Sajid MA, IA Khan, U Rauf. 2007. Aspergillus fumigatus in Commerial Poultry Flock, A Serious Threat to Poultry Industry in Pakistan. J Anim PI Sci. 16(3-4): 79-81.

Truman State University. 2008. Zygomycetes : Mucor sp.. [Internet]. [Diunduh 25 September 2013]. Tersedia pada http://microfungi.truman.edu/showGallery. =Zygomycetes&gen=Mucor&sp.

Wawo B. 2011. Memanfaatkan Limbah Bulu Ayam Sebagai Pakan Ternak. [Internet]. [Diunduh 20 September 2013]. Tersedia pada: http://disnaksulsel.info.php.index5.

Williams CM, Richter CS, Mackenzie CR, Jason C, and Shih H. 1990. Isolation Identification and Characterization of a Feather-Degrading Bacterium. Poul. Sci. 56: 1-7.


(5)

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di Malang, Jawa Timur, pada tanggal 11 Juli 1991 dari ayah Sarwana dan ibu Endang Sulistyana. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pendidikan formal dimulai dari TK Kemala Bhayangkari pada tahun 1995, SD Negeri 7 Kepanjen pada tahun 1997 , SMP Negeri 4 Kepanjen pada tahun 2003, dan melanjutkan ke SMA Laboratorium UM pada tahun 2006. Penulis diterima sebagai mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 melalui jalur USMI.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif berpartisipasi pada organisasi dalam dan luar kampus. Organisasi kampus yang penulis ikuti adalah himpro Hewan Kecil dan Satwa Akuatik Eksotik sebagai anggota divisi Infokus pada masa kepengurusan 2010/2011, dan sebagai Kepala divisi Infokus pada masa kepengurusan 2011/2012. Serta menjadi asisten praktikum Anatomi Veteriner 2 pada tahun ajaran 2012 dan 2013. Asisten praktikum Radiologi Veteriner tahun ajaran 2013/2014, dan Asisten praktikum Patologi Sistemik 2 tahun ajaran 2013/2014. Organisasi luar kampus yang pernah diikuti oleh penulis yaitu HIMAREMA (Himpunan Mahasiswa Arek Malang) pada tahun 2009. Serta menjadi volunteer di yayasan non-pemerintah Multispecies Education International pada tahun 2012.


(6)