ersepsi Dan Kampanye Komunikasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa.

PERSEPSI DAN KAMPANYE KOMUNIKASI
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI
KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

TITANIA AULIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Persepsi dan Kampanye
Komunikasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kawasan Taman Nasional
Karimunjawa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Titania Aulia
NRP I352120131

RINGKASAN
TITANIA AULIA. Persepsi dan Kampanye Komunikasi Pengelolaan Sumberdaya
Perikanan di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Dibimbing oleh
SARWITITI SARWOPRASODJO dan ARIF SATRIA.
Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) dikelola oleh Balai
Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ) di bawah pengawasan langsung dari
Kementerian Kehutanan dengan sistem zonasi. Berdasarkan sistem zonasi,
terdapat pembaharuan mengenai kebijakan dengan diperbaharuinya revisi
pengelolaan TNKJ sesuai SK Dirjen PHKA Nomor 28/IV-Set/2012. Terkait
dengan kebijakan yang terdapat di TNKJ, masih kurangnya koordinasi antara
institusi pemerintahan. Selain itu, sosialisasi mengenai informasi arti penting
konservasi dan zonasi serta sanksi pelanggaran dirasakan kurang efektif dan
informatif diberikan kepada nelayan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
(1) mendeskripsikan karakteristik sosial, tingkat kepercayaan, dan persepsi
nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan TNKJ, (2)

menganalisis hubungan karakteristik sosial dan tingkat kepercayaan terhadap
persepsi pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan TNKJ, dan (3)
menganalisis kampanye komunikasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di
kawasan TNKJ.
Penelitian dirancang dengan kombinasi pendekatan kuantitatif yang
menggunakan metode survai yang bersifat deskriptif korelasional dan pendekatan
analisis isi deskriptif yang menggambarkan aspek-aspek dan karakteristik pesan.
Penelitian dilaksanakan di kawasan TNKJ yang dipilih secara sengaja karena
merupakan salah satu taman nasional laut yang telah memperbaharui revisi zonasi
pada tahun 2012. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana sebanyak
46 orang nelayan responden. Analisis data meliputi tabulasi silang dan korelasi
Rank Spearman dan Chi-Square.
Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan adalah umur, pengalaman
mengelola sumberdaya perikanan, dan tingkat kepercayaan. Persepsi nelayan
terhadap zonasi, aturan, dan pemegang otoritas masih negatif , namun persepsi
nelayan terhadap sanksi dapat dikatakan cukup efektif. Adapun tingkat
kepercayaan nelayan terhadap BTNKJ masih rendah. Pihak BTNKJ telah
berupaya untuk menyampaikan informasi dengan menggunakan berbagai media
komunikasi dalam kampanye komunikasi. Namun demikian, kampanye

komunikasi masih belum dapat dikatakan efektif karena masih dianggap kurang
informatif karena terbatasnya komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh pihak
BTNKJ serta belum sesuai dengan kebutuhan nelayan. Bila dikaitkan antara
persepsi dan analisis pesan yang digunakan dalam kampanye komunikasi terdapat
perbedaan terutama mengenai pemikiran jangka panjang dimana kampanye
komunikasi memperhatikan tidak hanya pesan mengenai konservasi, tetapi juga
untuk keberlangsungan hidup nelayan yang mengelola sumberdaya perikanan
terutama dalam hal ekonomi.
Kata kunci: pengelolaan sumberdaya perikanan, persepsi, kampanye komunikasi

SUMMARY
TITANIA AULIA. Perception and Communication Campaign of Fisheries
Resource Management in Karimunjawa National Park. Supervised by
SARWITITI SARWOPRASODJO and ARIF SATRIA.
Management of Karimunjawa National Park (KNP) managed by the
Karimunjawa National Park Officer (KNPO) under the supervision of the
Ministry of Forestry with the zoning system. Under the zoning system, there is the
renewal of the policy with renewed revision management of KNP according to SK
Director General of Nature Conservation No. 28 / IV-Set / 2012. Associated with
the policies contained in KNP, there is still a lack of coordination between

government agencies. In addition, information dissemination about the importance
of conservation and zoning as well as sanctions for violations felt less effective
and informative given to fishermen. The purpose of this study was to (1) describe
the social characteristics, the level of trust, and perceptions of fishermen in the
management of fisheries resources in the region of KNP, (2) analyze the
correlation between social characteristics and the level of trust with perception of
fisheries resources management in the area of KNP, and (3) analyze
communication campaign in the fisheries resource management in the area of
KNP.
The study was designed with a combination approach using a quantitative
survey method that is descriptive correlational and descriptive content analysis
approach that described the aspects and characteristics of the message. The
experiment was conducted in the area of KNP chosen deliberately because it is
one of the national marine park that has been renewed its zoning revision in 2012.
Sampling was taken randomly as many as 46 fishermen respondents. Data
analysis used cross-tabulation and correlation of Rank Spearman and Chi-Square.
The results showed the factors that influence the perception of the fishermen
in the fisheries resource management were age, experience of fisheries resource
management, and level of trust. Perception fishermen against zoning, rules, and
authorities are still negative, but the perception of the fishermen of the sanctions

can be quite effective. The level of trust, fishermen against BTNKJ were still low.
Officers of KNP have sought to communicate information using various of
communication media in communication campaign. However, the communication
campaign still can not be said to be effective because it was still considered to be
less informative because of the limited interpersonal communication conducted by
the KNPO and not in represent with the needs of fishermen. When linked between
perception and analysis of messages used in communication campaign, there were
differences especially on long-term period where communication campaign
attention not only messages about conservation, but also for the survival of
fishermen who manage fisheries resource within economic terms.

Keywords: fisheries resource management, perception, communication campaign

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERSEPSI DAN KAMPANYE KOMUNIKASI
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI
KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

TITANIA AULIA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Desember 2014-Januari 2015
adalah komunikasi lingkungan, dengan judul Persepsi dan Kampanye Komunikasi
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo
Agung dan Bapak Dr Arif Satria selaku pembimbing. Penulis juga mengucapkan
terima kepada Dr Ir Rilus A Kinseng yang bersedia menjadi penguji luar komisi
dan Dr Ir Djuara P Lubis, MS selaku wakil dari program studi KMP. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Puji Prihatinningsih, MAppSc, Bapak
Pranyoto, MP, Bapak Iwan Setiawan, SH, Mbak Anita Fahliza, SPi, dan staf-staf
lainnya selaku staf konservasi Balai Taman Nasional Karimunjawa, pihak Desa
Karimunjawa, Bapak Firman selaku staf Dinas Perikanan dan Kelautan
Pelabuhan Perikanan Pantai Karimunjawa, Bapak Muslimin selaku staf Dinas
Kelautan dan Perikanan Kecamatan Karimunjawa, dan Mas Jamal selaku staf
LSM WCS yang telah membantu selama pengumpulan data dan memberikan
masukan. Selain itu, penulis terima kasih juga disampaikan kepada keluarga,

teman-teman satu bimbingan KMP dan S2 KMP 2012 IPB, rekan-rekan berbagi
ilmu di Karimunjawa, dan para sahabat di komunitas Terminal Hujan atas segala
doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2015
Titania Aulia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kawasan Konservasi
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Persepsi
Komunikasi Lingkungan
Konflik dalam Perspektif Komunikasi
Upaya Penyelesaian Konflik

Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis

5
5
6
7
8
10
12
14
15
16

3 METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Data dan Instrumentasi

Definisi Operasional
Uji Validitas dan Reliabilitas
Pengumpulan Data
Analisis Data

16
16
16
17
17
17
19
20
20

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Profil Taman Nasional Karimunjawa
Profil Desa Karimunjawa
Karakteristik Sosial Responden Nelayan
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Karimunjawa
Kepercayaan
Pemetaan Pemangku Kepentingan

20
20
23
25
26
32
33

5 PERSEPSI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PERIKANAN
Persepsi Nelayan terhadap Zonasi
Persepsi Nelayan terhadap Aturan
Persepsi Nelayan terhadap Pemegang Otoritas
Persepsi Nelayan terhadap Sanksi
Hubungan Karakteristik Sosial Responden terhadap Persepsi dalam
Aspek Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Hubungan Kepercayaan Responden terhadap Persepsi dalam Aspek
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

42
42
44
48
50
51
53

6 KAMPANYE KOMUNIKASI
Media Komunikasi
Komunikasi Tatap Muka
Keterkaitan Persepsi dengan Analisis Pesan Kampanye Komunikasi

53
54
68
69

7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

72
72
73

DAFTAR PUSTAKA

74

LAMPIRAN

79

RIWAYAT HIDUP

88

DAFTAR TABEL
1 Register perkara Balai Taman Nasional Karimunjawa tahun 2002-2010
2 Jumlah penduduk dan persentase menurut mata pencaharian di Desa
Karimunjawa
3 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa
Karimunjawa
4 Jumlah dan persentase penduduk menurut karakteristik sosial responden
di Dusun Karimunjawa, Desa Karimunjawa, 2015
5 Jumlah dan persentase responden nelayan menurut tingkat kepercayaan
terhadap BTNKJ di Dusun Karimunjawa, Desa Karimunjawa, 2015
6 Akar masalah dan penyelesaian dalam konflik
7 Perbedaan aturan dalam undang-undang antara Kementerian Kehutanan
dan Kementerian Kelautan dan Perikanan
8 Jumlah dan persentase responden terhadap persepsi menurut zonasi di
kawasan TNKJ, Dusun Karimunjawa, Desa Karimunjawa, 2015
9 Aturan untuk zona larang tangkap berdasarkan Surat Keputusan
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (SK Dirjen
PHKA) Nomor 28/IV-Set/2012
10 Jumlah dan persentase responden terhadap persepsi menurut aturan
BTNKJ, Dusun Karimunjawa, Desa Karimunjawa, 2015
11 Jumlah dan persentase responden nelayan terhadap persepsi menurut
pemegang otoritas TNKJ, Dusun Karimunjawa, Desa Karimunjawa,
2015
12 Jumlah dan persentase responden nelayan terhadap persepsi menurut
aspek pengelolaan sumberdaya perikanan pada sanksi TNKJ, Dusun
Karimunjawa, Desa Karimunjawa, 2015
13 Nilai koefisien korelasi karakteristik sosial responden terhadap persepsi
menurut aspek pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan TNKJ
Dusun Karimunjawa, Desa Karimunjawa, 2015
14 Nilai koefisien korelasi tingkat kepercayaan terhadap persepsi menurut
aspek pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan TNKJ, Dusun
Karimunjawa, Desa Karimunjawa, 2015
15 Program dan Kegiatan Kampanye RARE PRIDE di Taman Nasional
Karimunjawa tahun 2011
16 Program dan Kegiatan Kampanye RARE PRIDE di Taman Nasional
Karimunjawa tahun 2012
17 Analisis pesan media komunikasi pada Kampanye RARE PRIDE di
Taman Nasional Karimunjawa tahun 2011
18 Keterkaitan persepsi terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan
dengan media komunikasi dalam kampanye

22
24
25
25
32
35
39
43

44
45

48

50

52

53
54
65
65
70

2

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Model ekologi dalam proses komunikasi
Hubungan kepekaan retorik terhadap gaya konflik
Kerangka pemikiran
Jumlah jenis tangkapan ikan di Karimunjawa tahun 2007-2011
Jumlah produksi perikanan tangkap di Karimunjawa tahun 2007-2013
Pemetaan pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan di kawasan TNKJ

9
13
16
29
30
34

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta zonasi Taman Nasional Karimunjawa
2 Hasil uji korelasi nonparametrik Rank Spearman di Dusun
Karimunjawa, Desa Karimunjawa
3 Hasil uji korelasi nonparametrik Chi-Square di Dusun Karimunjawa,
Desa Karimunjawa
4 Dokumentasi
5 Media komunikasi
6 Kesepakatan antara nelayan kompresor dan nelayan pancing

80
81
82
84
85
86

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kawasan konservasi perairan Indonesia memiliki luas sebesar
15.764.210,85 hektar (Dit. KKJI 2013), sehingga diperlukan upaya pengelolaan
kawasan. Salah satu pengelolaan kawasan konservasi laut yang dilakukan oleh
pemerintah berupa taman nasional laut yang berfungsi sebagai kawasan
pelestarian alam. Pengelolaan taman nasional laut dikelola oleh Balai Taman
Nasional Laut di bawah pengawasan langsung dari Kementerian Kehutanan.
Taman nasional dikelola dengan sistem zonasi berdasarkan Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 1 Butir 14.
Menurut Dit. KKJI (2013), terdapat tujuh taman nasional laut di Indonesia
dengan luas sebesar 4.043.541,3 hektar. Salah satu taman nasional laut yang
terdapat di Pulau Jawa yang memiliki sumberdaya perikanan cukup besar adalah
Taman Nasional Laut Karimunjawa yang memiliki luas sebesar 111.625,0 hektar
meliputi 110.117,3 hektar kawasan perairan dan 1.507,7 hektar kawasan darat.
Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) dilakukan dengan sistem
zonasi yang penetapannya dilakukan sepihak oleh pemerintah pusat melalui Surat
Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (SK
Dirjen PHKA) Nomor 127/Kpts/DJ-VI/1989. Pada tahun 2005, revisi zonasi telah
dilakukan dengan dikeluarkannya SK Dirjen PHKA Nomor 79/IV/Set-3/2005 dan
diperbaharui kembali dengan SK Dirjen PHKA Nomor 28/IV-Set/2012.
Terkait dengan kebijakan, Yusuf (2007) menyatakan bahwa terdapat
kelemahan dalam pengelolaan TNKJ, yaitu kurangnya keterpaduan koordinasi dan
implementasi antar sektoral dalam pemanfaatan dan pengelolaan TNKJ. Hal ini
dipertegas oleh Irnawati (2011) bahwa masing-masing instansi memiliki tujuan
dan kepentingan yang berbeda dalam mengelola TNKJ. Kegiatan pemanfaatan
yang ada di TNKJ masih ada yang belum sinergi dengan kegiatan konservasi.
Peranan lembaga atau institusi pemerintahan yang terkait dengan upaya
pengelolaan TNKJ belum optimal.
Bila kebijakan dikaitkan dengan nelayan, dapat diketahui bahwa sebagian
besar nelayan tidak pernah merasa terpengaruh dengan kebijakan BTNKJ dan
sebagian besar sikap nelayan atas kebijakan TNKJ mengenai aktivitas
penangkapan ikan dianggap biasa saja (netral). Kehadiran TNKJ dianggap
sebagian besar nelayan tidak pernah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan nelayan. Tingkat kepatuhan nelayan di zona inti maupun zona
perlindungan mengalami penurunan karena keterbatasan pengetahuan tentang
konservasi dan zonasi, sehingga menimbulkan pelanggaran aturan. Bagi yang
melanggar aturan akan diberikan sanksi dari BTNKJ berupa teguran, denda
sampai penangkapan (Satria et al. 2013).
Pada kebijakan berkaitan dengan penegakkan hukum disertai sanksi.
Menurut Purwanti (2008), lemahnya penegakan hukum karena sosialisasi tentang
pelanggaran-pelanggaran hukum di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan
wilayah pesisir dan sanksi hukum belum ada. Mussadun (2012) juga memaparkan
bahwa terkait dengan persepsi nelayan terhadap pengelolaan sumberdaya
perikanan berkelanjutan di TNKJ adalah pentingnya penegakan hukum yang

2
diiringi dengan upaya pengawasan dan partisipasi masyarakat, serta didukung
dengan kebijakan yang memperhatikan keseimbangan kesejahteraan nelayan dan
kelestarian lingkungan.
Pengelolaan sumberdaya perikanan juga terjadi di beberapa taman nasional
laut di Indonesia, namun belum dapat memberikan dampak terhadap masayarakat.
Sebagaimana diungkapkan dari temuan penelitian Sembiring et al. (2010) di
Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC). Penetapan zonasi TNTC telah
membatasi ruang gerak nelayan tradisional khususnya di zona inti yang
merupakan “zona tabungan.” Hal ini menimbulkan konflik karena di zona inti
terdapat hasil laut yang melimpah, sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi
kawasan, ketidakpastian usaha dalam masyarakat, penghasilan menjadi menurun,
dan adanya pelanggaran aturan yang dilakukan masyarakat, terutama dengan para
nelayan dan pembudidaya. Begitu pula dengan penelitian Hanan (2010) di Taman
Nasional Wakatobi, yang menyebutkan masih terdapat masyarakat yang memiliki
persepsi negatif terhadap taman nasional sebagai bentuk pengusiran masyarakat
dari wilayah kelola serta anggapan bahwa konservasi bertentangan dengan
pembangunan daerah yang dimaknai sebagai aksi eksploitasi hasil untuk
pendapatan asli daerah (PAD).
Permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tidak hanya terjadi
di taman nasional Indonesia, namun terjadi pula di kawasan konservasi laut luar
Indonesia seperti hasil penelitian Castro dan Cruz (2009) di Taman Alam Parque
Natural do Sudoeste Alentejano e Costa Vicentina Portugal mengungkapkan
bahwa nelayan mempersepsikan hasil tangkapan menurun sejak mereka adanya
kawasan konservasi dan adanya faktor polusi serta penggunaan alat tangkap jaring
pukat yang dilakukan oleh nelayan lain. Kontrol serta penegakkan taman alam
dianggap tidak cukup dan tidak efektif yang mengakibatkan berkurangnya hasil
tangkapan dan meningkatnya usaha penangkapan ikan. Penelitian Trung Ho et al.
(2012) di Taman Nasional Con Dao dan kawasan konservasi Laut Teluk Nha
Trang Vietnam memaparkan, bahwa adanya kawasan konservasi menimbulkan
dampak negatif terhadap mata pencaharian (permasalahan ekonomi) karena
wilayah yang biasanya digunakan untuk menangkap ikan, saat ini telah menjadi
zona inti.
Hasil penelitian Hamilton (2012) menyatakan, bahwa nelayan di Pulau Koh
Rong Kamboja yang lebih tua menerima kawasan konservasi perairan, namun
persepsi mereka (dan memungkinkan juga nelayan muda) dapat mejadi negatif
jika implementasi kawasan konservasi perairan terjadi. Umur tidak mempengaruhi
penerimaan nelayan Filipina di kawasan Teluk Sagad terhadap kawasan
konservasi laut, namun sebesar 30% nelayan Filipina merasakan meningkatnya
konflik dari terbentuknya kawasan konservasi perairan. Hasil penelitian Bennett
dan Dearden (2013) menyatakan, bahwa persepsi nelayan terhadap Taman
Nasional Laut Pesisir Andaman Thailand adalah tidak terdapat dampak dari
adanya kawasan konservasi pada pendapatan atau rumah tangga jika aturan tidak
ditegakkan dan kekhawatiran nelayan akan kehilangan akses untuk penangkapan
ikan yang mengakibatkan peningkatan kemiskinan, menurunnya kesejahteraan,
peningkatan konflik, dan menurunnya ketahanan pangan.
Adanya kebijakan yang telah dibuat kawasan konservasi terutama mengenai
zonasi dianggap berdampak negatif bagi nelayan. Padahal para nelayan
menangkap ikan hanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Secara umum

3
nelayan kurang memahami mengenai aturan dan lokasi garis batas (zona). Pihak
pengelola kawasan konservasi laut dianggap kurang dalam menyampaikan
informasi tersebut karena komunikasi antara pihak-pihak terkait tidak berjalan
dengan baik.
Informasi telah diberikan mengenai arti penting konservasi dan zonasi serta
sanksi pelanggaran aturan untuk nelayan di sekitar kawasan Taman Nasional
Karimunjawa, namun pada saat-saat tertentu, seperti saat sosialisasi. Adapun
komunikasi dan koordinasi yang dilakukan masih terbatas dalam suatu pertemuan
formal dan pemangku kepentingan lain kurang menanggapi. Lemahnya kualitas
sumberdaya manusia (SDM) juga mempengaruhi proses pengelolaan yang
partisipasif menjadi tidak berjalan dan sering berdampak pada munculnya
ketidaksepahaman dan konflik dalam penggunaan perairan atau sumberdaya di
antara para pemangku kepentingan (Purwanti 2008, Irnawati 2011).
Kampanye komunikasi merupakan salah satu bentuk dalam penyampaian
informasi yang sudah dilakukan di beberapa taman nasional laut Indonesia yang
bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), seperti kampanye di
Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKS) pada tahun 2012 dan hasilnya
terdapat perubahan pada pengetahuan nelayan mengenai manfaat zona inti. Dalam
kampanye ini, digunakan media komunikasi sebagai saluran penyampai pesan,
seperti papan pesan bergambar, jadwal imsakiyah Ramadhan, kaos kampanye,
lagu konservasi, diskusi (tatap muka), kuis, dan sebagainya. Berdasarkan hasil
penelitian Perdana et al. (2014) dari kegiatan kampanye zona inti di TNKS,
dikemukakan bahwa tingkat pemahaman masyarakat mengenai batas dan fungsi
zona inti yang tergolong kurang sampai tidak paham sebanyak 52,5% dan tingkat
kepedulian masyarakat terhadap konservasi di kawasan zona inti yang kurang
peduli sampai tidak peduli sebesar 46,2%.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang telah dikemukakan, baik di
kawasan konservasi laut di Indonesia maupun luar Indonesia, permasalahan yang
seringkali dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan
konservasi laut di antara para pemangku kepentingan adalah kurangnya koordinasi
antara pemangku kepentingan mengenai kebijakan dan persepsi nelayan yang
negatif terhadap pengelolaan kawasan konservasi terutama yang menyangkut
kebutuhan nelayan (ekonomi). Selain itu, kurangnya akses informasi mengenai
kebijakan yang diberlakukan dalam kawasan konservasi.
Perumusan Masalah
Pengelolaan TNKJ (meliputi pengelolaan sumberdaya perikanan)
didasarkan pada sistem zonasi. Pada tahun 2012 telah dilakukan revisi zonasi
TNKJ yang bertujuan untuk menyempurnakan zonasi yang ada sebelumnya agar
dapat mengakomodir berbagai kepentingan baik ekonomi, ekologi, perikanan,
pariwisata serta hal lainnya yang lebih adaptif dengan peran serta aktif nelayan
dan dukungan seluruh pemangku kepentingan (BTNKJ 2012b).
Dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, terjadi perbedaan persepsi antara
nelayan dengan pemegang otoritas (pihak BTNKJ) terhadap zonasi, aturan, dan
sanksi. Seyogyanya pihak BTNKJ terlebih dahulu melakukan kegiatan identifikasi
kebutuhan nelayan setempat (need assessment) sebelum dilakukan sosialisasi
tentang hal tersebut.

4
Sosialisasi yang diberikan BTNKJ, seperti halnya kampanye komunikasi,
baik berupa komunikasi interpersonal (tatap muka) maupun melalui penggunaan
media yang dapat diakses nelayan, dinilai nelayan dalam penyampaiannya masih
dirasakan kurang informatif. Dengan demikian diperlukan komunikasi yang
efektif di antara nelayan dan pemerintah (dalam hal ini BTNKJ, DKP
Karimunjawa, UPT Dinas Kelautan dan Perikanan Kecamatan Karimunjawa, dan
pemerintah desa) serta LSM untuk menyamakan persepsi antara berbagai pihak
yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Berdasarkan hal
tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik sosial, tingkat kepercayaan, dan persepsi nelayan
dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan TNKJ?
2. Bagaimana hubungan karakteristik sosial dan tingkat kepercayaan terhadap
persepsi pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan TNKJ?
3. Bagaimana kampanye komunikasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
di kawasan TNKJ.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini berdasarkan perumusan masalah yang telah
dipaparkan, yaitu untuk:
1. Mendeskripsikan karakteristik sosial, tingkat kepercayaan, dan persepsi
nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan TNKJ.
2. Menganalisis hubungan karakteristik sosial dan tingkat kepercayaan terhadap
persepsi pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan TNKJ.
3. Menganalisis kampanye komunikasi dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan di kawasan TNKJ.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
mengenai strategi komunikasi yang menguntungkan untuk para pemangku
kepentingan agar dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada di kawasan
konservasi.
2. Masyarakat
Hasil penelitian ini ditujukkan kepada para nelayan agar mampu untuk
mengubah pola pikir menuju pengelolaan sumberdaya perikanan yang
berkelanjutan (jangka panjang).
3. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
merancang kampanye komunikasi dengan menyesuaikannya sesuai kebutuhan
dan melibatkan para pemangku kepentingan dari mulai perencanaan hingga
evaluasi.
4. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Penelitian ini diharapkan agar LSM dapat menjadi jembatan (liaison) bagi
semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan di kawasan konservasi dan bersikap netral terhadap semua pihak.

5

2

TINJAUAN PUSTAKA
Kawasan Konservasi

Kawasan konservasi (protected area) adalah suatu areal darat dan atau laut
yang secara khusus diperuntukkan bagi perlindungan dan pemeliharaan
keanekaragaman hayati dan budaya yang terkait dengan sumberdaya alam dan
dikelola melalui upaya-upaya yang legal atau upaya-upaya efektif lainnya. Marine
protected area didefinisikan sebagai daerah intertidal atau subtidal beserta flora
dan fauna, sejarah dan corak budaya dilindungi sebagai suaka dengan melindungi
sebagian atau seluruhnya melalui peraturan perundangan. Definisi ini berasal dari
World Wilderness Congress ke-4 dan diadopsi oleh IUCN dalam General
Assembly pada tahun 1988 (Kelleher dan Kenchington 1992).
Setiap kawasan konservasi di dunia bisa masuk ke dalam salah satu dari 6
(enam) kategori KK menurut IUCN. Ada 5 (lima) ketentuan dasar yang
membedakan antara kategori satu dengan lainnya, ialah: (1) tujuan utama
pembentukan KK; (2) tujuan tambahan/lain; (3) ciri khas yang ada dalam suatu
KK; (4) perannya dalam konteks bentang alam/bentang laut; dan (5) keunikan
yang terdapat dalam suatu KK. Taman Nasional termasuk ke dalam kategori II
yang merupakan kawasan alamiah yang berukuran relatif besar, bertujuan untuk
melindungi proses-proses ekologi, sebagai pelengkap dari karakteristik spesies
dan ekosistem dari wilayah tersebut, juga sebagai lingkungan yang sesuai untuk
kegiatan pendidikan, rekreasi ilmiah dan spiritual. Tujuan lain/tambahan dari
kategori II, ialah:
1. Mengelola suatu wilayah (sealami mungkin) secara berkelanjutan, sebagai
contoh dari wilayah fisiografi, komunitas biotik, sumber genetik dan proses
alamiah yang belum terganggu.
2. Memelihara kesehatan dan fungsi ekologi dari populasi dan rakitan spesies
asli pada kepadatan yang cukup untuk melindungi integritas ekosistem dan
ketahanannya (resilience) dalam jangka panjang.
3. Memberikan kontribusi khususnya dalam usaha konservasi berbagai spesies,
proses-proses ekologi secara regional dan jalur migrasi.
4. Mengelola kunjungan untuk tujuan: inspirasi, pendidikan dan rekreasi pada
tingkat yang tidak menyebabkan degradasi biologis atau ekologis dari sumber
daya alam.
5. Memperhatikan kebutuhan masyarakat lokal (asli), termasuk pemanfaatan
sumber daya secara subsisten, sepanjang hal ini tidak mempengaruhi tujuan
utama pengelolaan.
6. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan ekonomi lokal melalui
pariwisata.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 1 berisi tentang konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Konservasi sumberdaya alam hayati
diartikan sebagai pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya
dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan
nilainya. Sementara itu, ekosistem sumberdaya alam hayati adalah sistem
hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun nonhayati
yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhinya.

6
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Nuitja (2010) menjelaskan, bahwa sumberdaya perikanan memiliki
keanekaragaman hayati perairan yang sangat potensial, baik dalam jenis maupun
habitatnya. Pada kawasan bagian barat banyak ditemukan muara sungai-sungai
besar dan puluhan sungai kecil yang mempengaruhi kesuburan perairan laut di
Paparan Sunda. Sumberdaya perikanan yang paling menonjol adalah berbagai
jenis udang, kerang-kerangan, cumi-cumi, kepiting, dan sebagainya. Pengelolaan
sumberdaya perikanan adalah kemampuan mengatur produk yang dihasilkan dari
ikan yang berlangsung secara terus menerus dan dalam keadaan lestari. Tujuan
dari pengelolaan sumberdaya perikanan adalah
1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya
perikanan secara lestari.
2. Menjaga sumberdaya perikanan tetap hidup dan berkembang serta dapat
dimanfaatkan secara lestari.
3. Memelihara dan dapat memperbaiki ekosistem yang sesuai dengan kondisi
awal habitat.
Definisi pengelolaan perikanan menurut UU Nomor 45/2009 adalah semua
upaya, termasuk proses terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,
perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan
implementasi serta penegakkan hukum dari peraturan perundang-undangan di
bidang perikanan yang dilakukan oleh pemerintah dan otoritas lain yang
diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati
perairan dan tujuan yang telah disepakati. Ikan yang dimaksud dalam UU ini
adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya
berada di dalam lingkungan perairan. Kebutuhan pengelolaan sumberdaya ikan
muncul karena adanya aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan oleh manusia. Oleh
karena itu, pendekatan sosial ekonomi mendapat tempat yang penting dalam
pengelolaan sumberdaya ikan, selain pendekatan bioekologi dan teknologi
(Nikijuluw 2005).
Pengelolaan sumberdaya perikanan oleh masyarakat merujuk pada konsep
Ruddle (1999) dalam Satria (2009) yang mengidentifikasi unsur-unsur tata
pengelolaan dari dimensi normatif, yaitu:
1. Batas wilayah: ada kejelasan batas wilayah yang kriterianya adalah
mengandung sumberdaya yang bernilai bagi masyarakat.
2. Aturan: berisi hal-hal yang diperbolehkan dan yang dilarang. Dalam dunia
perikanan, aturan tersebut biasanya mencakup kapan, dimana, bagaimana, dan
siapa yang boleh menangkap.
3. Hak: pengertian hak dapat mengacu kepada seperangkat hak kepemilikan yang
dirumuskan Ostrom dan Schlager.
4. Pemegang otoritas: merupakan organisasi atau lembaga yang dibentuk
masyarakat yang bersifat formal maupun informal untuk kepentingan
mekanisme pengambilan keputusan. Ada pengurus dan susunan disesuaikan
dengan kondisi.
5. Sanksi: untuk menegakkan aturan diperlukan sanksi sehingga berlakunya
sanksi merupakan indikator berjalan tidaknya suatu aturan.

7
6. Pemantauan dan evaluasi: terdapat mekanisme pemantauan dan evaluasi oleh
masyarakat secara sukarela dan bergilir yang bertujuan untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pengelolaan.
Masyarakat yang dimaksud dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
adalah nelayan. Nelayan didefinisikan sebagai orang atau komunitas orang yang
secara keseluruhan atau sebagian hidupnya tergantung dari kegiatan menangkap
ikan. Beberapa kelompok nelayan memiliki beberapa perbedaan dalam
karakteristik sosial dan kependudukan yang dapat dilihat dari kelompok umur,
pendidikan, status sosial, dan kepercayaan (Townsley 1998 dalam Widodo dan
Suadi 2008).
Nelayan menghadapi sumberdaya yang hingga saat ini masih bersifat open
access. Karakteristik sumberdaya ini menyebabkan nelayan mesti berpindahpindah untuk memperoleh hasil maksimal. Kondisi sumberdaya yang berisiko
menyebabkan nelayan memiliki karakter keras, tegas, dan terbuka. Berdasarkan
respons untuk mengantisipasi tingginya risiko dan ketidakpastian, nelayan
dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu nelayan besar (large scale fishermen)
yang dicirikan dengan besarnya kapasitas teknologi penangkapan maupun jumlah
armada dan berorientasi pada keuntungan serta nelayan kecil (small scale
fishermen) yang beroperasi di daerah kecil yang tumpang tindih dengan kegiatan
budidaya dan bersifat padat karya (Satria et al. 2002).
Persepsi
Menurut DeVito (1997), persepsi adalah proses yang menjadikan seseorang
sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra manusia. Persepsi
mempengaruhi rangsangan (stimulus) atau pesan apa yang diserap dan apa makna
yang diberikan kepada seseorang ketika seseorang mencapai kesadaran. Litterer
dalam Asngari (1984) berpandangan bahwa ada keinginan atas kebutuhan
manusia untuk mengetahui dan mengerti dunia tempat hidupnya, dan mengetahui
makna dari informasi yang diterimanya. Pengalaman akan berperan pada persepsi
orang tesebut. Persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu
keadaan, fakta atau tindakan.
Persepsi adalah inti dari komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi)
adalah inti dari persepsi (Mulyana 2005). Persepsi disebut inti komunikasi karena
jika persepsi tidak akurat, maka tidak akan mungkin dapat berkomunikasi dengan
efektif. Persepsi menentukan dalam pemilihan suatu pesan dan mengabaikan
pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antarindividu, semakin
mudah dan semakin sering dalam berkomunikasi. Persepsi manusia terbagi dua,
yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia.
Persepsi terhadap manusia lebih sulit dan kompleks karena manusia bersifat
dinamis.
Menurut Severin dan Tankard (2011), persepsi dipengaruhi oleh sejumlah
faktor psikologis, termasuk asumsi-asumsi yang didasarkan pada pengalamanpengalaman masa lalu, harapan-harapan budaya, motivasi (kebutuhan), suasana
hati (mood), serta sikap. Gifford (1987) menyatakan bahwa persepsi manusia
terhadap lingkungan dipengaruhi oleh karakteristik personal, karakteristik budaya,
dan karakteristik fisik dari lingkungan itu sendiri. Pada karakteristik personal
dijelaskan bahwa karakteristik dari individu akan dihubungkan dengan perbedaan

8
persepsi terhadap lingkungan. Hal ini akan melibatkan beberapa faktor antara lain
kemampuan perseptual dan pengalaman atau pengenalan terhadap kondisi
lingkungan. Kemampuan perseptual masing-masing individu akan berbeda-beda
dan melibatkan banyak hal yang berpengaruh sebagai latar belakang persepsi yang
ke luar. Pada konteks kebudayaan dihubungkan dengan tempat asal atau tempat
tinggal seseorang. Budaya yang dibawa dari tempat asal dan tinggal seseorang
akan membentuk cara yang berbeda bagi setiap orang dalam “melihat dunia”.
Kondisi alamiah dari suatu lingkungan akan mempengaruhi persepsi seseorang
yang mengamati, mengenal, dan berada dalam lingkungan tersebut. Lingkungan
dengan atribut dan elemen pembentuknya yang menghasilkan karakter atau tipikal
tertentu akan menciptakan identitas bagi lingkungan tersebut.
Komunikasi Lingkungan
Komunikasi lingkungan (Cox 2010) didefinisikan sebagai bentuk dari
tindakan simbolik dan dapat menjadi jelas jika dibandingkan dengan model
komunikasi Shannon-Weaver yang hanya menjelaskan komunikasi manusia
dengan cara menyampaikan informasi dari sumber ke penerima. Tidak seperti
model Shannon-Weaver, tindakan simbolik diasumsikan bahwa bahasa dan
simbol melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar menyampaikan pesan: mereka
secara aktif membentuk pengertian kita, menciptakan makna, dan
mengorientasikan kita kepada dunia yang lebih luas. Jika difokuskan pada
tindakan simbolik, maka menekankan pengambilan penerimaan dari sudut
pandang komunikasi manusia. Komunikasi lingkungan dapat didefinisikan
sebagai saluran pragmatis dan konstitutif untuk pemahaman kita terhadap
lingkungan maupun hubungan pada dunia yang alami; hal ini merupakan medium
simbolik yang digunakan untuk mengkonstruksikan masalah lingkungan dan
merundingkan tanggapan yang berbeda dari masyarakat mengenai alam.
Komunikasi lingkungan memiliki dua fungsi yang berbeda, yaitu:
1. Komunikasi lingkungan adalah pragmatis. Hal ini berupaya untuk
mengedukasi, menyiapkan, mengajak, memobilisasi, dan membantu untuk
memecahkan masalah lingkungan. Pengertian instrumental komunikasi yang
mungkin terjadi: upaya komunikasi dalam tindakan. Hal ini merupakan alat
untuk memecahkan masalah dan perdebatan dan sering menjadi dari bagian
kampanye pendidikan publik.
2. Komunikasi lingkungan adalah konstitutif. Komunikasi juga membantu untuk
membenarkan atau menciptakan, representasi alam dan masalah lingkungan
itu sendiri sebagai subyek pemahaman. Adanya pembentukan persepsi
mengenai alam, komunikasi lingkungan dapat mengajak untuk
menggambarkan hutan dan sungai sebagai ancaman atau peluang,
menganggap sumberdaya alam untuk dieksploitasi atau pendukung sistem
kehidupan yang sangat penting, dan sebagai sesuatu untuk ditaklukkan atau
dihargai.
Flor (2004) mendefinisikan komunikasi lingkungan sebagai aplikasi dalam
pendekatan, prinsip, strategi, dan teknik komunikasi terhadap pengelolaan dan
perlindungan lingkungan. Komunikasi lingkungan merupakan hal yang penting
untuk pertahanan dalam setiap sistem kehidupan, baik organisme, ekosistem, dan
sistem sosial. Selain itu, komunikasi lingkungan juga mengikuti prinsip

9
komunikasi manusia bahwa tujuannya adalah saling pengertian. Komunikasi
lingkungan dapat dilakukan dalam tiga tingkatan dalam masyarakat, yaitu
individu, komunitas, dan nasional.
Foulger (2004) dalam Jurin et al. (2010) menyatakan bahwa dalam
komunikasi lingkungan terdapat model komunikasi yang dinamakan model
ekologi dari proses komunikasi yang meliputi pembuat pesan-pengguna pesan dan
pesannya. Perpindahan pesan dari pikiran membutuhkan bahasa dan media.
Hubungan antara pembuat pesan dan pengguna pesan adalah dinamis, siklikal,
dan beraneka macam sebagai makna yang dibentuk, dipertukarkan, dan
dipengaruhi. Pembuatan dan penggunaan pesan terjadi bergantian dan sering
secara bersamaan dilakukan pada individu. Berikut ini merupakan model ekologi
dari proses komunikasi.
menjadi pembuat pesan saat pembuat pesan membalas atau memberikan pesan

Pembuat
pesan

membayangkan
dan membuat

menggunakan,
menemukan, dan
mengembangkan

Pesan

mengamati ciri dan
menginterpretasi
Pengguna

Bahasa

pesan
mempelajari,
bersosialisasi

Media

memiliki perspektif dan hubungan
dalam, dari, untuk dan tentang lingkungan

Gambar 1 Model ekologi dalam proses komunikasi (Foulger 2004 dalam Jurin et
al. 2010)
Kunci untuk memahami tindakan yang digambarkan pada model ekologi
adalah konsep dari ‘instantitation’, yaitu membuat sesuatu yang nyata menjadi
sesuatu yang abstrak. Makna dimulai dari dalam pikiran seseorang. Makna ini
tidak berwujud hingga seseorang membuat pesan dengan menggunakan bahasa
dan media. Sebagai seorang pembuat pesan, orang ini membuat sesuatu yang
nyata menjadi sesuatu yang abstrak dari sebuah ide. Makna dibuat tidak berwujud.
Foulger (2004) dalam Jurin et al. (2010) menyatakan bahwa bahasa dan media
berkembang dari waktu ke waktu dan terdapat bagian dari pembuatan komunikasi.
Penggunaan bahasa dan media meliputi keterampilan. Orang harus belajar bahasa
dan media untuk dapat membuat dan menginterpretasi pesan. Orang ingin
mengetahui bagaimana menggunakan bahasa dan media untuk berkomunikasi.
Dalam dua fungsi komunikasi lingkungan yang dinyatakan oleh Cox
sebelumnya, dapat diterapkan apabila berencana untuk membuat kampanye atau
gerakan peduli lingkungan. Kampanye-kampanye atau gerakan-gerakan peduli

10
lingkungan akan membentuk persepsi manusia terhadap lingkungan. Terkait
dengan kampanye, Rogers dan Storey (1987) dalam Rice dan Atkin (1989)
mendefinisikan kampanye komunikasi publik sebagai 1) upaya yang disengaja, 2)
untuk menginformasikan, membujuk atau memotivasi perubahan sikap, 3) secara
relatif dapat dirumuskan dengan baik dan target sasaran yang besar, 4) secara
umum untuk keuntungan non-komersial terhadap individu dan atau masyarakat
keseluruhan, 5) khususnya diberikan dalam periode waktu, 6) melalui suatu cara
atau diaturnya aktivitas komunikasi termasuk media massa, dan 7) seringkali
dilengkapi oleh dukungan interpersonal. Namun demikian, banyaknya kampanye
yang berlangsung masih jauh di bawah harapan, banyaknya aspek teori kampanye
masih hanya sebagian yang mengerti dan banyaknya faktor (sering tidak terduga
atau tidak terkontrol) yang dapat mempengaruhi arah, pelaksanaan, dan akibat
dari kampanye.
Karakteristik dari sumber pesan atau medium mempengaruhi keefektifan
kampanye. Pengaruh karakteristik sumber dapat menjadi arah yang berlawanan
dari yang diharapkan atau dapat menjadi konflik terhadap komponen pesan. Pesan
dalam kampanye harus menjangkau bagian besar sesuai keinginan khalayak,
tetapi pesan harus sesuai dengan kebutuhan individu dan harus berkontribusi
terhadap tujuan khalayak. Pesan dalam kampanye tidak hanya terdapat pada
berbagai macam saluran komunikasi yang dapat mudah diakses dan tepat untuk
target sasaran, tetapi pesan juga harus memberikan informasi yang spesifik,
memiliki pengertian, dan sikap yang mudah diakses, layak, dan mudah diterima
secara budaya (Rice dan Atkin 1989). Media atau saluran komunikasi memiliki
kekuatan dan memberikan pengaruhnya pada masyarakat. Media membentuk dan
mempengaruhi pesan atau informasi yang disampaikan.
Konflik dalam Perspektif Komunikasi
Konflik “ada bilamana kegiatan yang bertentangan terjadi” (Deutsh 1973
dalam Gudykunst dan Kim 1997). Konflik tidak dapat dihindari dalam setiap
hubungan yang berlangsung. Roloff (1987) dalam Gudykunst dan Kim (1997)
membagi beberapa sumber konflik, yaitu 1) konflik terjadi saat orang salah
menginterpretasikan tingkah laku satu sama lain, 2) konflik dapat muncul dari
persepsi yang bertentangan, dan 3) konflik muncul saat orang tidak setuju tentang
penyebab tingkah laku diri sendiri maupun orang lain. Menurut Pruitt dan Rubin
(2011), konflik didefinisikan sebagai perbedaan persepsi mengenai kepentingan
yang terjadi ketika tidak terlihat adanya alternatif yang dapat memuaskan aspirasi
kedua belah pihak. Persepsi biasanya mempunyai dampak yang bersifat segera
terhadap perilaku.
Menurut Fisher et al. (2001), konflik adalah hubungan antara dua pihak atau
lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau yang merasa memiliki, sasaran
yang tidak sejalan. Konflik timbul karena ketidakseimbangan antara hubunganhubungan manusia, yaitu sosial, ekonomi dan kekuasaan yang mengalami
pertumbuhan, perubahan, dan konflik. Konflik timbul karena ketidakseimbangan
antara hubungan-hubungan tersebut, contohnya kesenjangan status sosial, kurang
meratanya kemakmuran dan akses yang tidak seimbang terhadap sumberdaya,
serta kekuasaan yang tidak seimbang.

11
Definisi konflik lainnya yang mengilustrasikan hal penting mengenai bahasa
walaupun bahasa tidak selalu menangkap atau mencerminkan kenyataan
dinyatakan oleh Littlejohn dan Domenici (2007), yaitu konflik sebagai tujuan
perselisihan (Lumsden dan Lumsden 2000). Pada definisi ini, persepsi
memerankan peran yang penting dalam konflik. Keuntungan dari definisi ini
adalah dapat menangkap kepercayaan budaya yang berkompetisi yang dilakukan
oleh orang yang terlibat dalam konflik yang keduanya tidak dapat menang.
Komunikasi merupakan medium tempat konflik dibuat dan dikelola. Cara
kita berkomunikasi dengan orang lain sering membuat konflik, namun melalui
komunikasi ini dapat juga mengelola konflik secara konstruktif atau destruktif.
Hubungan konflik dapat terbuka atau berada di permukaan (konflik manifes) atau
tertutup (konflik laten). Saat terjadi konflik terbuka, penanganan konflik
dilakukan dengan cara menghindarinya. Faktanya, menghindari merupakan
strategi yang banyak digunakan untuk membuat kesepakatan dalam konflik
(Gudykunst dan Kim 1997).
Terdapat dua tipe sumberdaya dalam konflik (Lulofs dan Cahn 2000), yaitu
sumberdaya yang tidak nyata dan sumberdaya yang nyata. Sumberdaya yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah sumberdaya yang nyata dan langka berupa
sumberdaya perikanan. Saat sumberdaya mengalami kelangkaan, konflik yang
meliputinya lebih dari sekedar komunikasi interpesonal untuk penyelesaiannya.
Menurut Fisher et al. (2001) terdapat empat tipe konflik yang masingmasing memiliki potensi dan tantangannya sendiri. Pertama, tanpa konflik, dalam
kesan umum adalah lebih baik. Namun, setiap kelompok atau masyarakat yang
hidup damai, jika ingin agar keadaan ini terus berlangsung, kelompok atau
masyarakat harus hidup bersemangat dan dinamis, memanfaatkan konflik perilaku
dan tujuan, serta mengelola konflik secara kreatif. Kedua, konflik laten yang
bersifat tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan sehingga dapat ditangani
secara efektif. Ketiga, konflik terbuka adalah yang berakar dalam dan sangat nyata
dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai
efeknya. Keempat, konflik di permukaan, memiliki akar yang dangkal atau tidak
berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran yang dapat
diatasi dengan meningkatkan komunikasi.
Satria (2009) menjelaskan, dalam pengelolaan sumberdaya alam di kawasan
konservasi laut dimulai dari perumusan kebijakan, pelaksanaan hingga
pengawasan dan pengendaliannya merupakan wewenang negara. Pemerintah yang
memiliki peran sebagai agen pembangunan sekaligus agen pelindung sumberdaya
alam dan lingkungan, tidak jarang menimbulkan konflik dengan masyarakat
bahkan memberikan izin kepada swasta yang memungkinkan untuk mengakses,
mengambil, bahkan melarang pihak lain mengambil sumberdaya yang ada.
Derajat konflik cukup beragam dan sangat dipengaruhi oleh hak kepemilikan dari
sumberdaya alam (property right).
Menurut Lulofs dan Cahn (2000), teori struktural konflik berfokus pada
situasi konflik dan memaparkan bagaimana perbedaan variabel dalam situasi yang
mempengaruhi tingkah laku. Teori struktural menguji konflik sebagai sesuatu
yang menghasilkan pada kondisi dari ciri hubungan dan membuat interaksi
memungkinkan antara orang dalam suatu hubungan. Kemampuan teori struktural
adalah untuk menjelaskan munculnya konflik tidak hanya dari faktor kepercayaan,
ketidakpastian, dan kekuasaan, tetapi juga pengertian bagaimana bekerjasama

12
dalam situasi konflik. Dalam mengidentifikasi struktur konflik, kondisi situasional
yang memberikan perkembangan pada interaksi konflik adalah kepercayaan,
ketidakpastian, dan kekuasaan. Tiga variabel ini yang mempengaruhi hubungan
antar orang, konteks sosial atau organisasi dalam konflik, isu yang muncul dalam
konflik, dan kepentingan pihak dalam konflik.
Variabel dengan dampak terbesar dalam kondisi konflik adalah banyaknya
kepercayaan yang didapatkan dari orang lain. Kepercayaan adalah keyakinan saat
seseorang melakukan kebaikan atau kejujuran untuk mempercayai individu,
meyakini bahwa orang lain peduli melebihi keuntungan lain secara langsung yang
orang lain terima sebagai hasil dari rasa peduli. Kepercayaan berkembang dari
dialektika harapan dan ketakutan, yaitu keinginan untuk kedekatan memunculkan
ketakutan dalam memberikan sesutau yang lebih dan memberikan rasa bergantung
yang berlebihan. Kepercayaan berkembang tergantung pada aksi yang dilakukan,
tetapi tetap pada keyakinan yang dibutuhkan. Dalam mempercayai individu
cenderung untuk melihat kejadian yang negatif dalam jangka waktu yang lama,
sehingga dapat menstabilkan persepsi dan membuat konflik kurang mengancam.
Pada penelitian Satria et al. (2013), urutan pihak-pihak yang dipercaya oleh
nelayan di Karimunjawa dalam memberikan pesan-pesan konservasi adalah
juragan, WCS, BTN, pemerintah desa, DKP, dan pihak-pihak lain. Pihak-pihak
yang dipercaya dapat mengoptimalkan partisipasi nelayan, sedangkan lembaga
lain hanya mengundang untuk hadir dan tidak pernah mendatangi nelayan. Alasan
yang memunculkan konflik karena merasa ada nelayan yang tidak dilibatkan.
Upaya Penyelesaian Konflik
Suatu konflik dapat dianalisis dengan menggunakan alat analisis konflik.
Fisher et al. (2001) memaparkan, bahwa salah satu alat analisis konflik adalah
pemetaan konflik. Arti dari pemetaan konflik adalah sebuah teknik visual yang
menggambarkan hubungan di antara berbagai pihak yang berkonflik. Tujuan dari
pemetaan konflik adalah untuk memahami situasi dengan baik, melihat hubungan
di antara berbagai pihak secara lebih jelas, menjelaskan letak kekuasaan,
memeriksa keseimbangan masing-masing kegiatan atau reaksi, melihat para
sekutu yang potensial, mengeidentifikasi intervensi atau tindakan, dan
mengevaluasi apa yang telah dilakukan.
Saat analisis konflik telah dilakukan, maka dibutuhkan upaya dalam
penyelesaiannya. Lulofs dan Cahn (2000) menyatakan bahwa terdapat strategi
konflik untuk mengatasi situasi konflik. tekanan seseorang terjadi dalam diri
seseorang dan menunjukkan penurunan suatu emosi dan secara fisik. Tekanan
hubungan terjadi di luar individu dan menunjukkan penurunan suatu hubungan.
Pada Gambar 2 terdapat lima alternatif gaya komunikasi konflik yang bervariasi
pada tingkatannya. Kolaborasi merupakan alternatif yang paling menguntungkan
karena kolaborasi menurunkan suatu emosi dan tekanan fisik maupun pada
tekanan hubungan. Penjelasan lima gaya konflik adalah sebagai berikut:
1. Avoidance Style
Ciri utama gaya ini adalah perilaku yang tidak asertif dan pasif. Biasanya gaya
ini mengalihkan perhatian dari konflik atau justru menghindari konflik.
Kelebihan dari gaya ini adalah memberikan waktu untuk berfikir pada masingmasing pihak, apakah ada kemauan dari diri atau pihak lain untuk menangani

13

2.

3.

4.

5.

situasi dengan cara yang lebih baik.