Kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut kawasan taman nasional karimunjawa secara berkelanjutan

(1)

LAUT KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

SECARA BERKELANJUTAN

MUH. YUSUF

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi ma na pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 22 Agustus 2007

Muh. Yusuf P. 31600030


(3)

MUH. YUSUF. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan. Dibimbing oleh DANIEL R MONINTJA, SUGENG BUDIHARSONO, dan FREDINAN YULIANDA.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menentukan kesesuaian lahan (lingkungan) kawasan Taman Nasional Karimunjawa bagi peruntukan wisata bahari kategori selam, wisata bahari kategori snorkling, wisata pantai kategori rekreasi, budidaya ikan kerapu, budidaya rumput laut, budidaya teripang, dan konservasi hutan mangrove (2) menyusun alternatif zonasi baru (zonasi ulang) kawasan Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan kriteria ekologi, ekonomi, sosial, dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat serta diintegrasikan dengan kesesuaian lahan (lingkungan), (3) menentukan prioritas strategi kebijakan dalam pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa.

Data sosial, ekonomi, budaya, dan kebijakan dikumpulkan secara partisipatoris dengan pendekatan PCRA dengan cara FGD melalui teknik wawancara; sedangkan data biogeofisik dikumpulkan melalui survei lapang, dilengkapi data sekunder dari penelitian yang telah ada. Metoda analisis data terdiri dari analisis spasial dengan menggunakan alat SIG, analisis kesesuaian lahan (lingkungan), analisis zonasi dengan me nggunakan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial yang diintegrasikan dengan hasil analisis kesesuaian lahan (lingkungan), dan usulan masyarakat. Selanjutnya, dilakukan analisis kebijakan dengan pendekatan A’WOT yaitu integrasi antara AHP dan SWOT.

Hasil analisis kesesuaian lahan (lingkungan) bagi peruntukan wisata bahari, wisata pantai, budidaya ikan kerapu, dan budidaya rumput laut, memperlihatkan bahwa ternyata kelas S2 memiliki luasan kesesuaian yang terbesar dibandingkan dengan kelas S1 dan N. Sedangkan kesesuaian lokasi bagi peruntukan budidaya teripang, dan konservasi hutan mangrove, ternyata kelas N memiliki luasan kesesuaian yang terbesar. Sedangkan hasil overlay berbagai kesesuaian lahan menunjukkan bahwa pulau-pulau yang berukuran besar seperti P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang dan P. Nyamuk ternyata sesuai untuk semua penggunaan di atas, sedangkan pulau-pulau kecil lainnya penggunaan yang sesuai sebagian besar adalah untuk wisata selam, wisata snoirkling, dan budidaya rumput laut. Hasil analisis penentuan zonasi dibagi ke dalam 4 zona, yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan zona rehabilitasi. Zona inti memiliki 4 pulau/lokasi dengan luas wilayah sebesar 943,50 ha (18,99 %), zona perikanan berkelanjutan memiliki lokasi 5 lokasi dengan luas sebesar 865,46 ha (17,42 %), zona pemanfaatan memiliki 6lokasi dengan luas wilayah sebesar 971,17 ha (19,54%), dan zona rehabilitasi mempunyai lokasi terbanyak yaitu 11 lokasi dan luasan terbesar yaitu 2.188,98 ha (44,05 %). Hasil analisis kebijakan terhadap komponen SWOT menunjukkan bahwa komponen S (kekuatan) menempati prioritas pertama, kemudian diikuti komponen T (ancaman), O (peluang) dan W (kelemahan) sebagai prioritas ke dua, ke tiga, dan ke empat. Berdasarkan analisis prioritas strategi kebijakan dalam pengelolaan Karimunjawa diperoleh 3 strategi kebijakan yang menempati prioritas tinggi yaitu : (1) pengelolaan Karimunjawa melalui peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat sebagai prioritas pertama atau utama, (2) pengelolaan Karimunjawa melalui penetapan zonasi sebagai prioritas ke dua, dan (3) pengelolaan Karimunjawa yang dilakukan melalui keterpaduan, pelibatan para stakeholders, dan kerjasama dengan lembaga internasional sebagai prioritas ke tiga. Kata kunci: kebijakan pengelolaan, sumberdaya pesisir, Karimunjawa


(4)

MUH. YUSUF. Policy of Sustainable Management of Marine and Coastal Resources of Karimunjawa National Park. Under Academic Supervision of DANIEL R. MONINTJA, SUGENG BUDIHARSONO, and FREDINAN YULIANDA.

This research aimed at : (1) determining the suitability of the land (environment) of the Karimunjawa National Park zonation for marine tourism on diving category, snorkling category, recreation category, grouper conservation, sea cucumber conservation and mangrove forest conservation, (2) arranging the new zonation alternative (rezonation) of Karimunjawa National P:ark zonation based on ecology, economy, social, as well as by involving an active participation of the Karimunjazwa society and those are integrated inrto the the suitability of the land (environment), (3) determining the stategic priority for the policy of Karimunjawa National Park management.

Data on social, economy, policy and cultural aspects were collected participatively with PCRA approach and FGD through interviewing technique. On the other hand, biogeophysical data were collected by field survey, complemented with secondary data from existing previous researches. Method of data analysis comprises spatial analysis using GIS, analysis of land (environment) suitability, zonation analysis using ecological, economic, and social criteria, integrated with land (environment) suitability, community proposal and present land uses. Afterwards, policy analysis was conducted using A’WOT approach which was integration between AHP and SWOT.

Analysis results of the location suitability for marine tourism, coastal tourism, grouper fish culture, and seaweed culture, showed that S2 class, occupied the largest area, as compared with those of classes S1 and N. On the other hand, in the analysis of location suitability for sea cucumber culture, and mangrove forest conservation, it appeared that class N possessed the largest area size. On the other hand, the overlay result of many suitabilities of the land showed that the large size islands as Karimunjawa island, Kemujan island, Parang island and Nyamuk island are suitable for all above, whereas other majority small island are suitable for diving tourism, snorkling tourism and seeaweeds conservation. Analysis result for zonation determination revealed that zonation was divided into 4 zones, namely Core Zone, Sustainable Fishery Zone, Utilization Zone and Rehabilitation Zone. Core Zone possessed 4 islands/locations with 943,50 ha (18,99 %) area size. Sustainable Fishery Zone possessd 5 locations with 865,46 ha (17,42 %) area size, Utilization Zone possessed 6 locations with 971,17 ha (19,54 %), and Rehabilitation Zone possessed the greatest number of locations with 11 locations and the largest width of 2.188,98 ha (44,05 %).Results of policy analysis on SWOT components showed that component S (strength) occupied the first priority, followed by component T (threat), O (opportunity), and W (weakness), as the second, third and fourth priority respectively. Based on priority analysis on alternatives (strategy) of Karimunjawa management policy, 3 policy strategies were obtained, which occupied high priority, namely : (1) Karimunjawa management through enhancement of community awareness and participation as first or main priority, (2) Karimunjawa management thorough zonation establishment as second priority, and (3) Karimunjawa management through integration, stakeholders involvement, and cooperation with international institution as third priority.


(5)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

LAUT KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

SECARA BERKELANJUTAN

MUH. YUSUF

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(7)

Penguji luar komisi pada Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc 2. Dr. Ir. Budi Wiryawan, M.Sc Penguji luar komisi pada Ujian Terbuka :

1. Prof. Dr. Ir. Johannes Hutabarat, M.Sc


(8)

Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan.

Nama : Muh. Yusuf

NIM : P. 31600030

Disetujui, Komisi Pembimbing ,

Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja Ketua

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Dr. Ir. Sugeng Budiharsono

Anggota Anggota Diketahui,

Ketua Departemen

Managemen Sumberdaya Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah dengan tema “Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan” ini berhasil diselesaikan.

Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Sugeng Budiharsono, dan Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, MSc sebagai anggota komisi pembimbing, atas bimb ingan dan arahan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Di samping itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Pimpinan Universitas Diponegoro dan Pimpinan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan atas waktu yang diberikan kepada penulis untuk berkesempatan melaksanakan tugas belajar jenjang S3 di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pimpinan BPPS DIKTI yang telah mensponsori saya untuk memberikan beasiswa, dan tidak ketinggalan pula rekan-rekan program studi SPL serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. Ungkapan terimakasih dan penghargaan yang dalam juga penulis sampaikan kepada istri saya tercinta Kismartini dan anak tunggal saya yang tersayang Irfan atas semua dukungan moril dan materiil, serta pengertian, kesabaran, doa dan kasih sayangnya yang diberikan kepada saya terutama selama waktu saya menjalankan tugas belajar ini.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran, dan masukan terutama dari para penguji dan pembimbing sangat saya harapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan terutama bagi penentu kebijakan dalam pengelolaan dan pengembangan Kepulauan Karimunjawa ke depan secara berkelanjutan.

Bogor, Agustus 2007 Muh. Yusuf


(10)

Penulis dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah pada tanggal 13 Nopember 1958 dari pasangan ayah H. Mansyur (alm) dan ibu Fatimah (alm). Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Perikanan UNDIP, lulus tahun 1985. Selanjutnya, pada tahun 1990, penulis melanjutkan studi S2 di Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB, lulus pada bulan Pebruari 1994. Kesempatan untuk melanjutkan studi S3 penulis dapatkan pada tahun 2001 pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan pada perguruan tinggi yang sama hingga kini.

Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar pada Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perika nan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang, sejak 1987 hingga kini, dengan jabatan fungsional terakhir adalah Lektor Kepala, Golongan IV A.

Selama studi program S3, penulis juga telah mengikuti berbagai kegiatan seminar dan pelatihan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan khususnya di dalam negeri. Studi banding juga pernah penulis lakukan ke Pukyong National University, Korea Selatan pada tahun 1996 dan 1997 khususnya dalam menjalin kerjasama untuk penjajakan studi lanjut program S2 dan S3 bidang perikanan, kelautan dan teknik lingkungan. Sekitar tahun 1996 penulis juga berkesempatan untuk melihat langsung teknologi pembenihan udang windu (Penaeus monodon Fab.) di Wilayah Ilo-ilo, Philipina. Sebuah artikel sebagai bagian dari disertasi ini rencananya akan diterbitkan pada edisi Juli atau Desember tahun 2007 dalam Jurnal Ilmu Kelautan Undip dengan judul Sistem Zonasi Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Berbasis Ekologi dan Partisipasi Masyarakat.


(11)

xi Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Kerangka Pemikiran ... 8

1.5.1 Konsep pengelolaan sumberdaya berkelanjutan ... 8

1.5.2 Penerapan kerangka pikir dalam penelitian ... ... 10

1.6 Kebaharuan (Novelty) ... 11

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Definisi, Batasan, Karakteristik, Fungsi Pulau Kecil ... 13

2.1.1 Definisi dan batasan pulau kecil ... 13

2.1.2 Karakteristik biofisik pulau kecil ... 14

2.1.3 Peran dan fungsi ekosistem dan sumberdaya pulau ... 14

2.2 Potensi Sumberdaya dan Jasa Lingkungan Pulau Kecil ... 15

2.2.1 Potensi sumberdaya pulau-pulau kecil ... 15

2.2.2 Jasa-jasa lingkungan ... 19

2.3 Kawasan Konservasi Laut dan Pengembangannya ... 19

2.3.1 Definisi kawasan konservasi laut ... 19

2.3.2 Tipe kawasan konservasi ... 20

2.3.3 Fungsi kawasan konservasi ... 24

2.3.4 Sasaran dan tujuan penetapan kawasan konservasi ... 25

2.3.5 Perencanaan dan proses pemilihan lokasi kawasan konservasi .. 27

2.4 Permasalahan Kawasan Konservasi Laut ... 32

2.5 Kebijakan Konservasi Laut Di Indonesia ... 33

2.6 Analisis Kebijakan ... 40

2.7 Konsep Pembangunan Berkelanjutan ... 42


(12)

xii

2.8.3 Proses penataan ruang (zonasi) ... 49

2.9 Teknologi Sistem Informa si Geografis (SIG) ... 51

2.9.1 Pengertian ... 51

2.9.2 Fungsi dan kegunaan SIG ... 52

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 53

3.1 Lokasi dan waktu Penelitian ... 53

3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 53

3.3 Tahapan Penelitian ... 53

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 55

3.4.1 Data primer ... 55

3.4.2 Data sekunder ... 58

3.4.3 Metode pemilihan responden ... 60

3.5 Analisis Data ... 62

3.5.1 Analisis kondisi ekologis ... 62

3.5.2 Analisis sosial, ekonomi dan budaya ... 76

3.5.3 Analisis Zonasi ... 76

3.5.4 Analisis kebijakan pengelolaan ta man nasional ... 86

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 91

4.1 Keadaan Umum Kepulauan Karimunjawa ... 91

4.1.1 Letak geografis dan luas wilayah ... 91

4.1.2 Iklim ... 93

4.1.3 Hidrologi ... 94

4.1.4 Potensi sumberdaya alam ... 94

4.2 Analisis Biogeofisik ... 96

4.2.1 Penggunaan lahan dan tutupan wilayah ... 96

4.2.2 Keadaan geomorfologi dan geologi ... 104

4.2.3 Hidro oseanografi ... 109

4.2.4 Kualitas perairan laut ... 116

4.2.5 Potensi sumberdaya hayati laut ... 120

4.3 Lingkungan Sosial Ekonomi dan Budaya ... 145

4.3.1 Demografi dan tingkat pendidikan ... 145


(13)

xiii

4.3.5 Produksi ikan ... 149

4.3.6 Aksesibilitas ... 150

4.3.7 Kondisi kepariwisataan ... 151

4.3.8 Sosial budaya ... 151

4.4 Kependudukan dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 152

4.4.1 Analisis kependudukan ... 152

4.4.2 Analisis sosial ekonomi masyarakat ... 155

4.5 Kesesuaian Lahan ... 157

4.5.1 Kesesuaian lahan aktual ... 157

4.5.1.1 Kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori selam ... 157

4.5.1.2 Kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori snorkling ... 161

4.5.1.3 Kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata pantai kategori rekreasi ... 164

4.5.1.4 Kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA ... 169

4.5.1.5 Kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya rumput laut ... 172

4.5.1.6 Kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya teripang ... 175

4.5.1.7 Kesesuaian lokasi aktual untuk konservasi hutan bakau ... 178

4.5.2 Kesesuaian lahan potensial ... 184

4.6 Analisis Zonasi ... 195

4.7 Analisis Kebijakan ... 212

4.7.1 Identifikasi faktor-faktor SWOT dan penentuan prioritas ... 212

4.7.2 Perumusan dan penentuan prioritas alternatif kebijakan ... 216

4.7.3 Arahan strategi implementasi kebijakan ... 218

(1) Arahan kesesuaian pemanfaatan lahan ... 223

(2) Arahan perlindungan sumberdaya hayati laut ... 224

(3) Arahan rehabilitasi hutan mangrove dan padang lamun ... 224

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 228

5.1 Kesimpulan ... 228

5.2 Saran ... 229

DAFTAR PUSTAKA ... 230


(14)

xiv Halaman 1. Ciri dan fungsi KSA dan KPA menurut Undang-Undang No 5 tahun

1990 ... 22

2. Klasifikasi kawasan lindung menurut Keppres 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung ... 22

3. Klasifikasi Kawasan Konservasi menurut SK Dirjen PHPA No 129 Tahun 1996 ... 23

4. Klasifikasi kawasan konservasi menurut Badan Konservasi Dunia IUCN ... 23

5. Jenis, sumber dan metode analisis data ... 59

6. Profesi dan jumlah responden yang diambil dari masing-masing desa .. 61

7. Kriteria baku kerusakan terumbu karang menurut Kep. Men. LH No.04 tahun 2001 ... 62

8. Kriteria kesesuaian lokasi untuk ekowisata bahari kategori selam ... 66

9. Kriteria kesesuaian lokasi untuk ekowisata bahari kategori snorkling ... 67

10.Kriteria kesesuaian lokasi untuk wisata pantai kategori rekreasi ... 68

11.Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut ... 70

12.Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA ... 71

13.Kriteria kesesuaian lokasi untuk konservasi hutan bakau ... 72

14.Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya teripang ... 73

15.Pembobotan tiap unsur SWOT ... 87

16.Matriks SWOT ... 87

17.Ranking alternatif kebijakan ... 88

18.Skala angka Saaty ... 89

19.Luas Masing-masing pulau di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 92 20.Luas penutupan wilayah daratan di Kepulauan Karimunjawa ... 98

21.Luas penutupan substrat dasar wilayah perairan di Kepulauan Karimunjawa ... 102

22.Hasil pengamatan kualitas perairan laut di Kepulauan Karimunjawa .... 117

23.Kelimpahan rata-rata genus karang hidup di Kepulauan Karimunjawa . 122 24.Genus (genera) karang yang diketemukan di daerah penelitian ... 123


(15)

xv

26.Potensi sumberdaya ikan-ikan karang di Kepulauan Karimunjawa ... 132

27.Spesies lamun yang ditemuka n di Kepulauan Karimunjawa ... 135

28.Potensi sumberdaya lamun di Kepulauan Karimunjawa ... 137

29.Jenis-jenis rumput laut (seaweeds) yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa, (Balitbang, 2004) ... 139

30.Jenis mangrove yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa ... 142

31.Nilai Penting (NP = %) mangrove pada tingkat pohon dan anakan ... 144

32.Data kependudukan Kecamatan Karimunjawa ... 145

33.Tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Karimunjawa ... 146

34.Kelompok nelayan penangkap ikan dan pembudidaya rumput laut di Kecamatan Karimunjawa ... 147

35.Inventarisasi sarana prasarana infrastruktur kegiatan perikanan ... 149

36.Produksi ikan yang tertangkap di perairan Karimunjawa Kabupaten Jepara ... 150

37.Jumlah pengunjung Taman Nasional Karimunjawa ... 151

38.Jumlah penduduk Kepulauan Karimunjawa ... 153

39.Komposisi dan ketergantungan penduduk Kepulauan Karimunjawa .... 153

40.Kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Karimunjawa ... 154

41.Data mata pencaharian penduduk Kecamatan Karimunjawa ... 155

42.Pendapatan per kapita rata-rata penduduk di Kepulauan Karimunjawa 156

43.Luas area kesesuaian lokasi aktual ekowisata bahari kategori selam di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 158

44.Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori snorkling di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 161

45.Luas area kesesuaian lokasi aktual wisata pantai kategori rekreasi (wilayah perairan) di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 164

46.Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk wisata pantai kategori rekreasi (wilayah daratan) di kawasan Taman Nasional Karimunjawa . 166 47.Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya ikan kerapu sistem Keramba Jaring Apung (KJA) ... 169


(16)

xvi 49.Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya teripang di

kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 175 50.Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk konservasi hutan mangrove

di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 178 51.Luasan Overlay dari berbagai kesesuaian lahan (lokasi) aktual untuk

klasifikasi kelas S1 di Taman Nasional Karimunjawa ... 182 52.Luasan Overlay dari berbagai kesesuaian lahan (lokasi) aktual untuk

klasifikasi kelas S2 di Taman Nasional Karimunjawa ... 183 53.Kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori selam di

kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 184 54.Kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori snorkling di

kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 186 55.Luasan area kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori

selam ... 188 56.Luasan kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori

snorkling ... 190 57.Luasan overlay dari berbagai kesesuaian lahan potensial untuk

klasifikasi kelas S1 di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 193 58.Luasan overlay dari berbagai kesesuaian lahan potensial untuk

klasifikasi kelas S2 di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 194 59.Analisis Penentuan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa ... 196 60.Hasil akhir analisis penentuan zonasi kawasan Taman Nasional

Karimunjawa ... 199 61.Perbandingan antara zonasi hasil penelitian dan zonasi Ketetapan

Menteri Kehutanan (Dirjen PHKA) tahun 2005 ... 203 62.Luasan masing-masing zona di Taman Nasional Karimunjawa ... 208 63.Faktor SWOT dalam penyusunan alternatif strategi pengelolaan

Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah ... 212 64.Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)


(17)

xvii 66.Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)


(18)

xviii Halaman 1 Kerangka pikir penelitian kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir

dan laut kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 12 2 Proses penyusunan tata ruang wilayah pulau-pulau kecil ... 36 3 Tiga pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan ... 43 4 Peta lokasi penelitian di kawasan Taman Nasional Karimunjawa,

Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah... 54 5 Proses penyusunan peta kesesuaian kawasan untuk Zona Pemanfaatan

di Taman Nasional Karimunjawa ... 75 6 Proses penyusunan zonasi di Taman Nasional Karimunjawa ... 78 7 Hirarki penentuan alternatif kebijakan pengelolaan kawasan Taman

Nasional Karimunjawa dengan Metoda A’WOT ... ... 90 8 Penggunaan lahan di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 99 9 Tutupan substrat dasar perairan di daerah penelitian, kawasan Taman

Nasional Karimujawa ... 103 10 Tingkat kelerengan tanah (%) di kawasan Taman Nasional

Karimunjawa ... 105 11 Geologi jenis tanah di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 107 12 Peta arus musim barat (Desember - Maret) Kepulauan Karimunjawa ... 111 13 Peta arus pancaroba I (April - Juni) Kepulauan Karimunjawa ... 112 14 Peta arus musim timur (Juni - Agustus) Kepulauan Karimunjawa ... 113 15 Peta arus pancaroba II (September - Nopember) Kepulauan

Karimunjawa ... 114 16 Peta kontur kedalaman perairan di kawasan Taman Nasional

Karimunjawa ... 115 17 Jumlah genus dan keanekaragaman genus (H’) karang hidup yang

ditemukan di Kepulauan Karimunjawa ... 125 18 Persentase cover (persentase tutupan) karang hidup yang ditemukan

di Kepulauan Karimunjawa ... 125 19 Peta sebaran lokasi dan kondisi karang hidup di kawasan Taman

Nasional Karimunjawa ... 126 20 Histogram jumlah jenis ikan karang yang ditemukan di Kepulauan


(19)

xix 22 Peta sebaran lokasi dan potensi ikan karang di Taman Nasional

Karimunjawa ... 130

23 Sebaran Khlorofil a (mg m-3) di Taman Nasional Karimunjawa ... 134

24 Peta sebaran lokasi padang lamun dan rumput laut di Taman Nasional Karimunjawa ... 140

25 Peta sebaran lokasi vegetasi mangrove di Taman Nasional Karimunjawa ... 143

26 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori selam di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 160

27 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori snorkling di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 163

28 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk wisata pantai kategori rekreasi di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 168

29 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya kerapu dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) ... 171

30 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya rumput laut ... 174

31 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya teripang ... 177

32 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk konservasi hutan mangrove ... 180

33 Peta overlay berbagai kesesuaian lahan (lokasi) aktual di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 181

34 Peta kesesuaian lahan potensial untuk ekowisata selam di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 189

35 Peta kesesuaian lahan potensial untuk ekowisata bahari kategori snorkling di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 191

36 Peta overlay berbagai kesesuaian lahan potensial di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 192

37 Peta kawasan dan hasil penentuan zonasi di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 200

38 Peta Zonasi Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan (SK Dirjen PHKA No.79/IV/Set-3/2005) ... 205

39 Peta overlay penentuan zonasi Taman Nasional Karimunjawa perbandingan antara hasil penelitian dan Ketetapan Dirjen PHKA tahun 2005 ... 206


(20)

xx 41 Peta arahan perlindungan sumberdaya hayati laut Taman Nasional

Karimunjawa ... 226 42 Peta arahan rehabilitasi hutan mangrove dan lamun Taman Nasional


(21)

xxi Halaman 1 Jenis-jenis ikan karang yang teridentifikasi di perairan kepulauan

Karimunjawa ... 238 2 Kondisi geologi, biologi, fisika, dan kimia lingkungan Taman

Nasional Karimunjawa ... 251 3 Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)

untuk komponen SWOT ... 261 4 Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)

untuk penentuan faktor-faktor S dalam SWOT ... 261 5 Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)

untuk penentuan faktor-faktor W dalam SWOT ... 261 6 Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)

untuk penentuan faktor-faktor O dalam SWOT... 261 7 Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)

untuk penentuan faktor-faktor T dalam SWOT ... 262 8 Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)

untuk penentuan Prioritas Strategi Kebijakan... 262 9 Hasil penilaian pembobotan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial

dalam penentuan zonasi Kawasan Taman Nasional Karimunjawa dari


(22)

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada, Amerika, dan Rusia), (World Resources Institute, 2001), serta wilayah laut teritorial seluas 5,1 juta km2 (63 % dari total wilayah teritorial Indonesia), ditambah dengan Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km2, sesungguhnya Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar dan beranekaragam. Berdasarkan data dari Departemen Dalam Negeri (2004), jumlah pulau di Indonesia pada tahun 2004 adalah sebanyak 17.504 buah, 7.870 buah diantaranya telah mempunyai nama dan sisanya 9.634 belum memiliki nama. Dari sekian ribu pulau tersebut, sebagian besar merupakan pulau-pulau berukuran kecil yang jumlahnya lebih dari 10.000 buah (Dishidros, 1997 yang diacu dalam Ello dan Subandi, 1998).

Dalam pembangunan berkelanjutan, keberadaan pulau-pulau kecil sangat strategis sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru dalam mengatasi krisis ekonomi yang menimpa Indonesia saat kini. Di samping memiliki jumlah yang banyak, pulau-pulau kecil pada umumnya memiliki potensi sumberdaya alam daratan (terestrial) yang sangat terbatas, tetapi sebaliknya memiliki potensi sumberdaya kelautan yang cukup besar, dimana potesi perikanan di pulau-pulau kecil didukung oleh adanya beragam ekosistem seperti terumbu karang (coral reefs), padang lamun (seagrass) dan vegetasi bakau (mangrove). Pulau-pulau kecil juga memiliki banyak tempat-tempat yang indah dan nyaman untuk wisata seperti pantai berpasir putih, dan terumbu karang. Selain itu terdapat pula jasa-jasa lingkungan laut yang dapat dikembangkan untuk kegiatan transportasi laut. Sumberdaya kelautan tersebut kesemuanya merupakan potensi yang memiliki nilai tinggi bagi peningkatan pendapatan masyarakat lokal dan daerah.

Salah satu contoh gugusan pulau-pulau kecil yang memiliki tipe-tipe ekosistem dan sumberdaya sebagaimana tersebut di atas adalah Kepulauan Karimunjawa. Secara administratif Kepulauan Karimunjawa berada di wilayah Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah.


(23)

Kepulauan Karimunjawa terdiri dari 27 pulau tercakup ke dalam 3 desa yaitu desa Karimunjawa, Kemujan dan Parang. Data statistik menunjukkan, dari ke tiga desa ini jumlah penduduk kepulauan Karimunjawa sebanyak 8.842 orang. Jumlah penduduk sebesar ini, sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani/pembudidaya laut sebanyak 2.883 orang (42,90 %), buruh dan penggali 294 orang (3,33 %), pedagang dan konstruksi 319 orang (3,61 %), PNS dan ABRI 242 orang (2,75 %), sisanya bekerja di angkutan dan jasa lainnya (BPS Kabupaten Jepara, 2005).

Potensi sumberdaya Kepulauan Karimunjawa adalah: keanekaragaman jenis biota laut seperti biota karang (90 jenis), ikan karang (242 jenis), beberapa jenis udang dan lobster, penyu (2 jenis), rumput laut (10 genus), padang lamun (10 genus), vegetasi mangrove (11 jenis), dan berbagai biota laut lainnya serta didukung oleh kondisi airnya yang jernih, dikelilingi pulau-pulau besar dan kecil memberikan nilai tersendiri bagi keindahan alam Karimunjawa yang mempesona (Martoyo, 1998).

Menurut laporan BPS Jawa Tenga h (2000), penghasilan utama di Kepulauan Karimunjawa adalah ikan laut terutama jenis tongkol dan berbagai jenis ikan karang seperti kakap, kerapu sunuk, napoleon dan lobster yang dihasilkan melalui pengoperasian 1.092 unit, dari berbagai unit alat tangkap dengan jumlah armada mencapai 304 buah.

Upaya untuk melindungi ekosistem dan sumberdaya tersebut di atas, Pemerintah melalui Departemen Kehutanan pada tahun 1988 melakukan kebijakan dengan menetapkan Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional Laut yang dituangkan ke dalam SK. Menteri Kehutanan. No. 161/Menhut-II/1988. Sebagai Taman Nasional, maka bentuk pengelolaannya (pengaturan ruang) didasarkan pada sistem Zonasi, hal ini sesuai dengan UU. No. 5 tahun 1990. Sedangkan peraturan perundangan yang terbaru menggunakan UU. No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yang di dalamnya juga mengatur pengelolaan kawasan konservasi ekosistem.

Sejak ditetapkannya Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional tahun 1988 hingga kini bentuk pengelolaannya yang berupa sistem zonasi masih mengacu pada Dokumen Rencana Induk Taman Nasional Laut Kepulauan


(24)

Karimunjawa yang disusun oleh Pemerintah Daerah Propinsi Dati I Jawa Tengah tahun 1988, dan hingga kini masih belum mengalami revisi. Penetapan zonasi yang telah diberlakukan selama kurang lebih 18 tahun yang lalu ternyata hingga kini masih menyisakan berbagai persoalan yang berkaitan dengan kondisi biofisik sumberdaya dan ekosistem yang tidak semakin membaik, dan berbagai kerusakan masih saja terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan penetapan Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional Laut (marine protected area) hingga kini masih belum bisa sepenuhnya memenuhi fungsi dan tujuan yang diharapkan sebagai suatu kawasan konservasi.

Sebetulnya kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerinta h Daerah Kabupaten Jepara saat ini telah mengarah kepada pengelolaan Kepulauan Karimunjawa yang berkelanjutan, seperti yang tertuang dalam APBD tahun 2006 mencantumkan bahwa beberapa hal yang menjadi fokus perhatian adalah penataan zonasi, konservasi alam, pengembangan wisata bahari dan budidaya laut, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Demikian pula kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Tengah yakni Kepulauan Karimunjawa dijadikan sebagai salah satu andalan atau sektor utama untuk pembangunan Jawa Tengah lima tahun ke depan (2003-2008) sebagai salah satu daerah tujuan untuk pengembangan wisata bahari yang mampu meningkatkan kesejahteraan (pendapatan) masyarakat setempat di satu sisi, dan dapat memelihara kelestarian lingkungan (ekosistem) di sisi lain, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan daerah No.11 tahun 2003 tentang Rencana Strategis Daerah Jawa Tengah tahun 2003-2008. Namun implementasi keterpaduan pengelolaan dalam hal ini pengaturan terpadu pemanfaatan sumberdaya kawasan, dan bagaimana pengaturan/penetapan jenis-jenis kegiatan untuk berbagai kepentingan pemanfatan belum terlihat formulasinya. Di samping itu, penentuan prioritas dari beberapa alternatif (strategi) kebijakan yang mengakomodasi dari berbagai sektor kepentingan juga belum ditentukan.

Implementasi kebijakan dalam pengelolaan Kepulauan Karimunjawa yang sedang berjalan saat ini terlihat masih bersifat sektoral, belum adanya keterpaduan sektor, belum mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders, dan belum terlihat dilibatkannya masyarakat secara penuh yang dapat mewakili semua unsur lapisan masyarakat yang ada baik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Sebagai contoh, sejauh pengamatan peneliti di lapang masih belum terwakilinya/tersalurkannya aspirasi kelompok masyarakat tertentu dari


(25)

perwakilan masing-masing desa, dan para stakeholders lain dalam proses penyusunan zonasi baru, dan belum terpadunya program kegiatan antar sektor pelaku pembangunan (instansi/dinas terkait) dalam satu paket kegiatan dan pengelolaan terpadu, hal ini bisa terlihat karena dalam kenyataannya masing-masing sektor membuat program kegiatan sendiri-sendiri, belum terlihat keterpaduan program kegiatan secara sinergis baik di lingkup Pemerintahan Kabupaten dengan Pemerintah Propinsi maupun dengan Pemerintah Pusat (Departemen Kelautan dan Perikanan), sehingga berimplikasi timb ulnya berbagai masalah yang berkaitan dengan konflik pemanfatan dan kerusakan sumberdaya dan ekosistem seperti yang terjadi sekarang ini.

Indikasi kerusakan ekosistem dan sumberdaya kawasan Taman Nasional Karimunjawa secara kuantitatif sangat jelas terlihat, dan dari tahun ke tahun kondisinya sangat mengkhawatirkan. Data kerusakan atas ekosistem dan sumberdaya dapat ditunjukkan dalam laporan hasil penelitian di bawah ini.

Laporan Propinsi Daerah Tk. I Jawa Tengah (1988), dan laporan hasil penelitian Supriharyono, et al., (1992; 1999) yang menyebutkan adanya perubahan persentase karang hidup dari tahun 1988, 1992 dan 1999 di beberapa pulau yaitu pulau Menjangan Besar (zona pemanfaatan) dari 70 % menjadi 33 % dan 32,5 %; pulau Menjangan Kecil (zona pemanfaatan) dari 70 % menjadi 37 % dan 35,7 %; dan pulau Cemara Kecil (zona perlindungan) dari 55 % menjadi 56 % dan 43,9 %. Menurut Manoppo (2002), persentase penutupan karang hidup mengalami perubahan dari tahun 1997, 1999 dan 2000 di pulau Menjangan Kecil berturut-turut dari 39,42 % menjadi 37,80 % dan 37,66 %; pulau Cemara Kecil dari 62,02 % menjadi 63,09 % dan 63,12 %. Sedangkan menurut laporan penelitian Balitbang tahun 2003, bahwa persentase tutupan karang hidup di beberapa pulau adalah relatif kecil, seperti di P. Menjangan Besar sebesar 27 %, P. Cemara Kecil sebesar 30 %, dan P. Menjangan Kecil sebesar 35 %.

Penutupan vegetasi mangrove juga mengalami perubahan yang menyusut dari tahun 1997 ke tahun 1999 yaitu 587,88 ha menjadi 576,81 ha, dan penambahan luasan areal tambak dari 11,61 ha (1997) menjadi 23,40 ha (1999). Produksi ikan yang tertangkap di Kepulauan Karimunjawa juga mengalami penurunan dari tahun 2000 sebesar 56.292 kg menjadi 48.659 kg (BPS Jawa Tengah, 2001).


(26)

Berdasarkan atas kondisi dan permasalahan tersebut, kiranya untuk mengatasi konflik pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang terjadi dan sebagai

acuan untuk memandu rencana pengelolaan jangka panjang ke depan, sudah saatnya segera dilakukan penentuan zonasi baru atau melakukan zonasi ulang. Zonasi yang akan ditentukan dalam penelitian ini menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yakni menekankan pada kriteria ekologi, ekonomi dan sosial. Selanjutnya, mengintegrasikan hasil penentuan zonasi tersebut dengan aspirasi/usulan masyarakat dan kesesuaian lahan (lokasi) serta pemanfaatan lahan/ perairan saat ini (present landuse), dan selanjutnya diperoleh penentuan akhir zonasi. Kemudian, sebagai arahan pengelolaan jangka panjang ke depan, dilakukan analisis kebijakan untuk menentukan alternati f (strategi) kebijakan mana yang perlu diprioritaskan untuk dilaksanakan terutama bagi penentu kebijakan dalam rangka pengelolaan dan pengembangan Kepulauan Karimunjawa secara berkelanjutan.

Hingga saat ini penentuan zonasi untuk kawasan konservasi dengan pendekatan seperti dalam penelitian ini belum ada. Umumnya, penentuan zonasi hanya dilakukan berdasarkan atas kriteria ekologi atau ekologi dan sosial. Penelitian yang dilakukan Suryanto (2000) di Kepulauan Karimunjawa bahwa dalam penentuan zonasi didasarkan atas pendekatan Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL) yang menekankan pada nilai-nilai ekologis atau ekosistem; sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Soselisa (2006) di gugusan pulau-pulau Padaido (Kabupaten Biak) bahwa dalam penentuan zonasi didasarkan atas kriteria ekologi, ekonomi dan sosial, tapi tidak mengintegrasikannya dengan aspirasi masyarakat dan kesesuaian lahan (lingkungan). Oleh karena itu, diharapkan dari penelitian ini akan diperoleh suatu hasil yang lebih komprehensif dan dapat diaplikasikan ke lapangan, yaitu di satu sisi hasil penelitian ini dapat diterima dan bermanfaat bagi masyarakat, di sisi lain kelestarian ekosistem dan sumberdaya yang ada dapat terpelihara kelestariannya.

1.2 Perumusan Masalah

Pengembangan Kepulauan Karimunjawa ya ng saat ini sedang digalakkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara, berdampak terhadap beragamnya


(27)

kepentingan yang ingin memanfaatkan sumberdaya dan ruang di dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa oleh berbagai individu, kelompok masyarakat, dan pengguna lainnya.

Akibat pertambahan penduduk, perluasan permukiman, perkembangan kegiatan perikanan, perkembangan wisata bahari, dan semakin meningkatnya kegiatan transportasi laut, maka kawasan Taman Nasional Karimunjawa mendapat tekanan ekologi yang berat akibat eksploitasi sumberdaya yang terus menerus dari para pengguna (users) untuk beragam kepentingan dan penggunaan. Akibatnya, terjadi konflik kepentingan (conflict of interest) dalam penggunaan ruang dan sumberdaya, terutama konflik yang terjadi antara Balai Taman Nasional Karimunjawa sebagai pengelola dengan masyarakat nelayan dan pembudidaya yang melakukan aktifitasnya dalam kegiatan penangkapan ikan dan budidaya laut, serta benturan kepentingan antara kepemilikan pulau secara pribadi oleh beberapa orang investor/pengusaha dengan Balai Taman Nasional terutama peruntukan suatu pulau untuk pendirian cottage/resort dan kegiatan wisata lainnya, bersamaan dengan program pengembangan wisata bahari yang sedang digalakkan oleh Pemerintah Daerah. Hal tersebut, secara nyata telah berakibat terhadap meningkatnya degradasi ekosistem dan sumberdaya di Kepulauan Karimunjawa.

Beragamnya penggunaan oleh para stakeholders tersebut, mengharuskan bahwa dalam pengaturan ruang (zonasi) dan pengelolaannya harus dilakukan secara komprehensif yaitu pengelolaan yang tidak hanya mempertimbangkan aspek ekologi tapi juga aspek ekonomi, sosial dan budaya. Penerapan aspek-aspek tersebut sejalan dengan prinsip atau kaidah pembangunan berkelanjutan yaitu menekankan pada kriteria ekologi, ekonomi dan sosial sebagai pilar utamanya, sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai dasar kebijakan dalam penentuan zonasi.

Sebagai kawasan konservasi, penentuan batas-batas zonasi Taman Nasional Karimunjawa hingga kini masih mengacu pada zonasi yang diusulkan pada tahun 1990 dan belum pernah mengalami revisi. Berdasarkan atas dinamika sosial ekonomi masyarakat seperti pertambahan penduduk, perluasan permukiman, meningkatnya kegiatan perikanan laut, berkembangnya kegiatan wisata, transportasi laut, dan atas dasar kondisi ekosistem dan sumberdaya seperti laju kerusakan terumbu karang, hutan mangrove, potensi perikanan, maka zonasi yang telah ada perlu untuk direvisi kembali dengan menetapkan zonasi baru yang


(28)

didasarkan pada kriteria ekologi, ekonomi dan sosial, dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat setempat serta perlunya mempertimbangkan kesesuaian lahan (daya dukung) sebagai arahan dalam alokasi pemanfaatan lahan/perairan.

Dalam penetapan zonasi ulang (rezonasi), masyarakat perlu dilibatkan dalam proses perencanaan pengelolaan dan pelaksanaannya, karena tidak dilibatkannya masyarakat atau stakeholders terutama dalam penentuan zonasi dan proses perencanaan awal dapat berimplikasi terhadap tidak efektifnya dalam mencapai sasaran dan tujuan suatu pengelolaan (keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dan konservasi). Menurut Post dan Lundin (1996) dan UNEP (1999), keterlibatan masyarakat atau stakeholders pada setiap tahapan yang mungkin di dalam pengembangan dari suatu rencana zonasi pesisir dan laut adalah sangat penting dalam pengakuan dan keberhasilan implementasinya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut:

(1) Penentuan zonasi yang berjalan selama ini sudah tidak efektif lagi dalam mencapai sasaran dan tujuan pengelolaan kawasan konservasi Taman Nasional Karimunjawa. Hal ini terlihat dari indikasi kerusakan ekosistem dan sumberdaya.

(2) Strategi kebijakan pengelolaan yang sedang berjalan belum mengakomodasi kepentingan para stakeholders termasuk aspirasi masyarakat lokal. Hal ini terlihat dari masih terjadinya konflik pemanfaatan dan belum adanya penentuan prioritas pengelolaan.

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menyediakan alternatif kebijakan dalam pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa secara lebih komprehensif, yaitu pengelolaan yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders khususnya kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan konservasi, perikanan, dan wisata didasarkan atas prinsip keberlanjutan.

Untuk dapat mencapai tujuan umum tersebut, ditetapkan tujuan khusus yaitu : (1) Menentukan kesesuaian lahan (lingkungan) kawasan Taman Nasional


(29)

bahari kategori snorkling, wisata pantai kategori rekreasi, budidaya ikan kerapu, budidaya rump ut laut, budidaya teripang, konservasi hutan mangrove. (2) Menyusun alternatif zonasi baru (zonasi ulang) kawasan Taman Nasional

Karimunjawa berdasarkan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan mempertimbangkan kesesuaian lahan (lingkungan).

(3) Menentukan prioritas strategi kebijakan dalam pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi bagi pengambil keputusan terutama Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Jepara dan pihak pengelola Taman Nasional (Balai Taman Nasional Karimunjawa Jepara) dalam menentukan pengembangan kawasan kepulauan Karimunjawa sebagai kawasan konservasi, khususnya dalam penataan ruang (penetapan zonasi) dan penentuan prioritas strategi pengelolaan. Manfaat lain adalah sebagai arahan bagi para penentu/pengambil kebijakan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam melakukan kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya teruta ma dalam usaha di bidang perikanan tangkap, budidaya laut dan wisata laut di Kepulauan Karimunjawa secara berkelanjutan.

1.5 Kerangka Pemikiran

1.5.1 Konsep pengelolaan sumberdaya berkelanjutan

Pembentukan Taman Nasional Laut Karimunjawa dituangkan ke dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.161/Men.hut-II/1988 yang bertujuan untuk melestarikan sumberdaya dan ekosistemnya agar dapat memenuhi fungsi: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya; (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya dan ekosistemnya secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekkreasi. Keputusan ini sejalan dengan UU. No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.


(30)

Taman Nasional sebagaimana disebutkan di atas pada hakekatnya merupakan salah satu cara pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Pengelolaan yang berkelanjutan ini harus memenuhi berbagai persyaratan agar manfaat dan fungsi dari pengelolaan tersebut dapat diperoleh secara optimal tanpa merusak sumberdaya alam dan lingkungannya. Oleh karena itu, prinsip-prinsip pengelolaan atau pembangunan berkelanjutan harus juga dipahami di dalam membentuk/mengelola suatu kawasan taman nasional laut (kawasan konservasi).

Konsepsi pembangunan berkelanjutan adalah “pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk meme nuhi kebutuhan mereka sendiri”. Konsep di atas mengandung maksud bahwa kegiatan pembangunan (ekonomi) bisa terlanjutkan asalkan dimensi lingkungan atau keutuhan fungsi lingkungan dipertimbangkan.

Menurut Serageldin (1996) yang diacu dalam Bengen (2003) pembangunan yang berkelanjutan memiliki tiga pilar utama yaitu pilar ekonomi, ekologi dan sosial. Pilar ekonomi, menekankan pada perolehan pendapatan (kesejahteraan masyarakat) yang berbasis penggunaan sumberdaya yang efisien.

Pilar ekologi, menekankan pada pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati yang akan memberikan kontribusi pada keseimbangan ekosistem dunia; dan Pilar sosial, menekankan pada pemeliharaan (terjaganya) kestabilan sistem sosial budaya yang berlaku di dalam masyarakat termasuk penghindaran konflik keadilan baik antar generasi maupun dalam suatu generasi.

Menurut Salm dan Clark (1982), pemilihan Marine Protected Area

bergantung pada tujuan pembentukannya, yaitu: (1) tujuan sosial, pengembangannya untuk rekreasi, pendidikan dan penelitian serta adanya peninggalan sejarah dan situs budaya. Kriterianya akan ditekankan pada faktor keselamatan; (2) tujuan ekonomi, perhatian utama pada perlindungan wilayah pesisir, pemeliharaan perikanan atau pengembangan wisata dan industri yang sesuai. Kriteria akan ditekankan pada intensitas eksploitasi sumberdaya, ada potensi nilai ekonomi dari sumberdaya serta tingkat ancaman terhadap sumberdaya yang ada; dan (3) tujuan ekologi, seperti pemeliharaan keragaman genetik, proses ekologis, pemulihan kembali spesies. Kriteria akan ditekankan pada keunikan, keragaman dan sifat alamiah lokasi.


(31)

Keterpaduan ke tiga aspek pengelolaan sumberdaya kawasan perlindungan dicerminkan oleh keseimbangan antara masing-masing aspek (aspek ekologi, ekonomi, sosial) sebagai tolok ukur dalam pembangunan yang berkelanjutan.

1.5.2 Penerapan kerangka pikir dalam penelitian

Kawasan Taman Nasional Karimunjawa memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan, baik sumberdaya perikanan seperti berbagai jenis ikan, udang, karang, maupun keanekaragaman ekositem seperti terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove yang terdapat di dalamnya. Seiring dengan berkembangnya pembangunan dan meningkatnya kebutuhan masyarakat Karimunjawa terhadap potensi sumberdaya yang ada, saat ini kawasan Taman Nasional Karimunjawa mengalami konflik atau benturan kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya dan ruang disebabkan oleh berbagai kegiatan pemanfaatan di satu sisi, dan kendala pengelolaan sumberdaya di sisi lain.

Konflik kepentingan yang timb ul, disebabkan oleh berbagai pemanfaatan yang saling berbenturan antara kegiatan untuk kepentingan pelestarian, ekowisata, perikanan tangkap, dan perikanan budidaya karena belum adanya penataan ruang dalam penentuan kesesuaian daya dukung (kesesuaian lahan). Sementara, kendala pengelolaan yang berupa kondisi sumberdaya biofisik seperti banyaknya pulau-pulau kecil yang saling terpisah satu dengan lainnya, kondisi tutupan terumbu karang dan sumberdaya ikan yang menurun, maupun kondisi sumberdaya sosial, ekonomi, budaya seperti rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan, terbatasnya kualitas SDM, rendahnya kesadaran masyarakat menjadi permasalahan bagi pengelolaan Karimunjawa ke depan.

Berpijak dari pemikiran kaidah pembangunan berkelanjutan, yaitu bagaimana memadukan antara aspek lingkungan dan kepentingan ekonomi, maka penetapan kebijakan pengelolaan yang dilakukan melalui penyusunan zonasi ulang kawasan berdasarkan atas kesesuaian daya dukung (kesesuaian lahan) dan menggunakan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial serta partisipasi aktif`dari masyarakat, diharapkan dapat menjawab permasalahan yang timbul, sehingga tujuan untuk mencapai pengelolaan sumberdaya kawasan Taman Nasional


(32)

Karimunjawa secara berkelanjutan dapat tercapai. Secara diagramatis, kerangka pikir penelitian disajikan pada Gambar 1.

1.6 Kebaharuan (Novelty)

Kebaharuan disertasi ini terletak pada pendekatan proses penyusunan zonasi kawasan Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial dengan mempertimbangkan bobot akademik dan melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif. Proses penyusunan zonasi selanjutnya dilakukan dengan mempertimbangkan pendekatan kesesuaian lahan (daya dukung) sebagai dasar arahan bagi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut kawasan Taman Nasional Karimunjawa secara berkelanjutan.


(33)

Kaidah Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Taman Nasional Karimunjawa Sumberdaya Biofisik Sumberdaya Sosial, Ekonomi, Budaya Potensi & Kendala Pengelolaan Kesesuaian Lahan (Daya Dukung) Zonasi Baru Partisipasi Aktif Masyarakat Kriteria Zonasi Ekologi, Ekonomi, Sosial Rekomendasi Zonasi dalam Pengelolaan Kawasan Zonasi Kehutanan Tahun 2005 Ekologi (parameter terbatas) Partisipasi Masyarakat (terbatas) Kebijakan Pengelolaan Pelestarian Ekowisata Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Konflik Kepentingan


(34)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi, Batasan, Karakteristik dan Fungsi Pulau Kecil 2.1.1 Definisi dan batasan pulau kecil

Meskipun belum ada kesepakatan tentang definisi pulau kecil baik di tingkat nasional maupun dunia, namun terdapat kesepakatan umum bahwa yang dimaksud dengan pulau kecil di sini adalah pulau yang berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland), memiliki batas yang pasti, dan terisolasi dari habitat lain.

Batasan pulau kecil juga dapat didefinisikan sebagai pulau dengan luas arealnya kurang dari 10.000 km2 dan mempunyai penduduknya berjumlah kurang dari 500.000 orang (Bell, et al., 1990). Menurut Purwanto (1995), batasan pulau kecil berdasarkan luas adalah 2.000 km2, atau berdasarkan batasan jumlah penduduk adalah kurang dari 100.000 orang. Sedangkan menurut Kep.Men. Kelautan dan Perikanan No. 41/2000 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-pulau Kecil yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat menyebutkan bahwa definisi pulau kecil adalah pulau yang ukuran luasnya kurang dari 10.000 km2 dengan jumlah penduduk kurang dari 200.000 jiwa. Definisi pulau kecil yang terbaru adalah menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar menyebutkan bahwa pulau kecil terluar adalah pulau dengan dengan luas area kurang atau sama dengan 2.000 km2 yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional.

Menurut Dahuri (1998), pulau kecil merupakan habitat yang terisolasi dengan habitat lain, keterisolasian suatu pulau akan menambah keanekaragaman organisme yang hidup di pulau tersebut. Selain itu, pulau kecil juga mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi species endemik yang tinggi bila dibandingkan dengan pulau kontinen, dan pulau kecil juga mempunyai tangkapan air (catchment) yang relatif kecil sehingga kebanyakan air dan sedimen hilang ke dalam air. Dari segi budaya, masyarakat yang mendiami pulau kecil mempunyai budaya yang berbeda dengan pulau kontinen dan daratan. Adanya masukan sosial, ekonomi dan teknologi ke pulau ini akan mengganggu kebudayaan mereka. Menurut Purwanto (1995), sistim kepulauan kecil ditentukan/dicirikan oleh


(35)

tingkat isolasi geografis dan keterbatasan ukuran dan bentuk pulau. Isolasi geografis ini menggambarkan keunikan habitat (endemisme), sedangkan ukuran dan bentuk juga menggambarkan keanekaragaman habitat (biodiversitas). Profil sumberdaya lingkungan kepulauan kecil dicirikan oleh keterbatasan lingkungan seperti lahan, sumberdaya dan keanekaragaman bahan organik, kecenderungan klimaks yang seragam, sangat rentan akan perubahan atau pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, dan timbulnya kecenderungan percepatan “entropy” (kerusakan) bila terjadi perubahan ekosistem.

Dari uraian di atas, terdapat tiga kriteria yang dapat digunakan dalam membuat batasan suatu pulau kecil: yaitu (1) batasan fisik (luas pulau); (2) batasan ekologis (proporsi spesies endemik dan terisolasi), dan (3) keunikan budaya.

2.1.2 Karakteristik biofisik pulau kecil

Pulau kecil memiliki karakteristik biofisik yang menonjol, yaitu: (1) tangkapan air yang terbatas dan sumberdaya/cadangan air tawar yang sangat rendah dan terbatas; (2) peka dan rentan terhadap berbagai tekanan (stressor) dan pengaruh eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia, seperti badai dan gelombang besar serta pencemaran; (3) mempunyai sejumlah besar jenis-jenis (organisme) endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi; (4) beberapa pulau kecil yang berada jauh dari jangkauan pusat pertumbuhan ekonomi, pembangunannya tersendat akibat sulitnya transportasi laut dan terbatasnya ketrampilan masyarakat setempat (Bengen, 2000; Ongkosongo, 1998; Sugandhy, 1998).

2.1.3 Peran dan fungsi ekosistem dan sumberdaya pulau-pulau kecil

Menurut Dahuri (1998), ekosistem pulau-pulau kecil memiliki peran dan fungsi sebagai berikut: (1) pengatur iklim global; (2) siklus hidrologi dan biogeokimia; (3) penyerap limbah; (4) sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan. Selain fungsi ekologis, pulau-pulau kecil mempunyai manfaat ekonomi bagi manusia, antara lain menyediakan jasa-jasa lingkungan (alam) berupa pemanfaatan lingkungan alam yang indah dan nyaman dalam bentuk kegiatan pariwisata laut, kegiatan budidaya (ikan, udang, rumput


(36)

laut) yang dapat bermanfaat bagi peningkatan pendapatan atau mata pencaharian penduduk setempat, serta potensi sumberdaya hayati yang memiliki keanekaragaman yang tinggi dan bernilai ekonomis, seperti berbagai jenis ikan, udang, kerang yang kesemuanya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat.

2.2 Potensi Sumberdaya dan Jasa Lingkungan Pulau Kecil 2.2.1 Potensi sumberdaya pulau-pulau kecil

Potensi sumberdaya yang terdapat di pulau-pulau kecil secara garis besar terdiri dari tiga kelompok: (1) sumberdaya dapat pulih (renewable resources); (2) sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable resources); dan (3) jasa-jasa lingkungan (environmental services).

Sumberdaya yang dapat pulih, antara lain: sumberdaya ikan, plankton, benthos, moluska, krustasea, mamalia laut, rumput laut atau seaweeds, padang lamun atau seagrass, hutan mangrove, dan terumbu karang. Sumberdaya ikan di kawasan pulau-pulau kecil terkenal sangat tinggi, hal ini karena didukung oleh ekosistem yang kompleks dan sangat beragam seperti ekosistem terumbu karang, ekosistem hutan mangrove, ekosistem padang lamun. Sedangkan, sumberdaya tak dapat pulih, antara lain: minyak bumi dan gas, bijih besi, pasir, timah, bauksit, dan mineral serta bahan tambang lainnya.

(1) Sumberdaya dapat pulih

a) Hutan mangrove

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem utama pulau-pulau kecil yang sangat berperan sekali baik bagi sumberdaya ikan di kawasan tersebut maupun bagi kelangsungan hidup ekosistem lainnya, selain bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Menurut (Dahuri, et al., 1996), hutan mangrove memiliki fungsi ekologi dan ekonomi. Fungsi ekologi hutan mangrove adalah sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah instrusi air laut, dan lain sebagainya. Sedangkan fungsi ekonominya adalah penyedia kayu (sebagai kayu bakar, arang, bahan baku kertas), daun-daunan sebagai bahan baku obat-obatan, dan lain-lain.


(37)

Indonesia memiliki lebih banyak hutan mangrove dibandingkan dengan negara lain, dan diperkirakan luasnya tercatat 5.209.543,16 ha (1982), kemudian menurun menjadi sekitar 496.185 ha (1993). Ekosistem hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia dengan jumlah total species sebanyak 89 (terdiri 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 species epifit, dan 2 spesies parasitik (Nontji, 1987). Tingginya keanekaragaman hayati hutan mangrove merupakan aset yang sangat berharga tidak saja dilihat dari fungsi ekologinya tetapi juga dari fungsi ekonomi.

b) Terumbu karang

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang subur, dan mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh kemampuan terumbu untuk menahan nutrien dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar (Nybakken, 1988). Perairan ekosistem terumbu karang juga kaya akan keragaman species penghuninya. Salah satu penyebab tingginya keragaman species ini adalah karena variasi habitat yang terdapat di terumbu, dan ikan merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak yang dapat ditemui (Dahuri, et al., 1996). Lebih lanjut dikatakan, selain mempunyai fungsi ekologis yakni sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan bagi berbagai biota; terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi yang penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara. Menurut laporan Direktorat Jenderal Perikanan tahun 1991, bahwa potensi lestari sumberdaya ikan di daerah terumbu karang di perairan Indonesia diperkirakan sebesar 80.802 ton/km2/tahun, dengan luas total terumbu karang kurang lebih 50.000 km2 (Moosa, et al., 1996).

Dari segi estetika, terumbu karang yang masih utuh menampilkan pemandangan yang sangat indah, jarang dapat ditandingi oleh ekosistem lain. Keindahan yang dimiliki oleh terumbu karang merupakan salah satu potensi wisata bahari seperti selam, layar maupun snorkling.


(38)

c) Padang lamun

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup di bawah permukaan air laut. Lamun hidup di perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di ekosistem terumbu karang. Sama halnya dengan rerumputan di daratan, lamun juga membentuk padang yang luas dan lebat di dasar laut yang dangkal dan masih terjangkau oleh cahaya matahari. Di wilayah Indonesia terdapat sedikitnya 7 marga dan 13 spesies lamun, antara lain marga Hydrocharitaceae dengan spesiesnya Enhalus acoroides.

Padang lamun (seagrass) merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga tinggi. Pada ekosistem ini hidup beranekaragam biota laut seperti ikan, krustasea, moluska, ekinodermata dan cacing. Menurut Bengen (2000), secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu: (1) produsen detritus dan zat hara; (2) mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang; (3) sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini; (4) sebagai tudung berlindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.

c) Rumput laut

Sumberdaya rumput laut (seaweeds) banyak dijumpai di pulau-pulau kecil, hal ini karena kebanyakan wilayah pesisir perairannya dangkal, gelombangnya kecil, subur dan kaya bahan organik terutama wilayah dekat pantai dan muara sungai. Rumput laut merupakan sumberdaya alam yang mempunyai nilai komersial yang tinggi, di samping sumberdaya perikanan. Sumberdaya rumput laut ini banyak dibudidayakan oleh penduduk sekitar sebagai mata pencaharian mereka.

Sementara itu, potensi rumput laut atau alga di perairan Indonesia dapat diamati dari potensi lahan budidaya rumput laut yang tersebar di 27 propinsi. Menurut Dahuri, et al., (1996), potensi usaha rumput laut di Indonesia mencakup areal seluas 26.700 ha dengan produksi sebesar 482.400 ton/tahun. Sampai saat ini, rumput laut hanya dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat pesisir


(39)

terutama sebagai bahan pangan, seperti untuk lalapan, sayur, acar, manisan, kue. Selain itu, alga juga dimanfaatkan oleh industri untuk bahan obat-obatan dan bahan kosmetika. Pemanfaatan untuk kepentingan obat-obatan dan industri kosmetika ini disebabkan alga memiliki senyawa kimia yang terkandung di dalamnya, khususnya karagenan, agar dan algin (Nontji, 1987). Karagenan merupakan bahan kimia yang dapat diperoleh dari berbagai jenis alga merah seperti Gelidium, Gracilaria dan Hypnea; sedangkan algin adalah bahan yang terkandung dalam alga coklat seperti Sargassum. Dengan melihat besarnya potensi pemanfaatan alga, terutama untuk ekspor, maka sudah saatnya diupayakan untuk dikembangkan usaha budidaya ke arah yang lebih baik.

d) Sumberdaya perikanan laut

Pengertian sumberdaya perikanan laut sebagai sumberdaya yang dapat pulih sering disalah tafsirkan sebagai sumberdaya yang dapat dieksploitasi secara terus menerus tanpa batas. Potensi sumberdaya perikanan laut di Indonesia terdiri dari sumberdaya perikanan pelagis besar (451.830 ton/th) dan pelagis kecil (2.423.000 ton/tahun), sumberdaya perikanan demersal (3.163.630 ton/th), udang (100.720 ton/tahun), ikan karang (80.082 ton/tahun) dan cumi -cumi (328.960 ton/th) (Ditjen Perikanan, 1995 yang diacu dalam Dahuri, et al., 1996). Dengan demikian, secara nasional potensi lestari sumberdaya perikanan laut sebesar 6,7 juta ton/th dengan tingkat pemanfaatan mencapai 48 %.

(2) Sumberdaya tidak dapat pulih

Potensi sumberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources) yang terdapat di pulau-pulau kecil meliputi seluruh mineral, yang terdiri dari tiga kelas: kelas A (mineral strategis: minyak, gas, dan batu bara); kelas B (mineral vital: emas, timah, nikel, bauksit, bijih besi, dan chromit); dan kelas C (mineral industri: termasuk bahan bangunan dan galian, seperti granit, kapur, tanah liat, kaolin dan pasir).

Sumberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources) dan energi kelautan, juga masih belum optimal dan masih terbatas pada sumberdaya migas, timah, bauksit, dan bijih besi. Jenis bahan tambang dan mineral lain termasuk pasir kwarsa, fosfat, mangan, nikel, chromium dan lainnya praktis belum


(40)

tersentuh. Demikian juga halnya dengan potensi energi kelautan, yang sesungguhnya bersifat non-exhaustive (tak pernah habis), seperti energi angin, gelombang, pasang surut, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion).

2.2.2 Jasa-jasa lingkungan

Potensi jasa-jasa lingkungan yang terdapat di kawasan pulau-pulau kecil, seperti pariwisata bahari dan perhubungan laut, merupakan potensi yang mempunyai nilai tinggi bagi peningkatan pendapatan masyarakat sekitar maupun pendapatan nasional. Dengan keanekaragaman dan keindahan yang terdapat di pulau-pulau kecil tersebut, merupakan daya tarik tersendiri dalam pengembangan pariwisata.

Selain segenap potensi pembangunan tersebut di atas, ekosistem pulau-pulau kecil juga memiliki peran dan fungsi yang sangat menentukan, bukan saja bagi kesinambungan ekonomi tetapi juga bagi kelangsungan hidup umat manusia. Faktor paling utama adalah fungsi dan peran ekosistem pesisir dan lautan di pulau-pulau kecil sebagai pengatur iklim global (termasuk dinamika La-Nina), siklus hidrologi dan biogeokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan (Dahuri, 1998). Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut mestinya secara seimbang dibarengi dengan upaya konservasi, sehingga dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan.

2.3 Kawasan Konservasi Laut dan Pengembangannya 2.3.1 Definisi kawasan konservasi laut

Kawasan dilindungi (protected area) adalah suatu areal baik darat dan atau laut yang secara khusus diperuntukan bagi perlindungnan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati dan budaya yang terkait dengan sumberdaya alam tersebut, dan dikelola melalui upaya-upaya yang legal atau upaya-upaya efektif lainnya IUCN (1994). Definisi Kawasan Konservasi di Indonesia tertuang di dalam UU. Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam hayati dan Ekosistemnya adalah mengadopsi dari World Conservation Strategy (IUCN, 1980), yakni konservasi didefinisikan sebagai manajemen biosphere secara


(41)

berkelanjutan untuk memperoleh manfaat bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

Marine protected area didefinisikan pada World Wilderness Congress ke 4 dan diadopsi oleh IUCN dalam General Assembly pada tahun 1988, adalah: daerah intertidal atau subtidal beserta flora dan fauna, sejarah dan corak budaya dilindungi sebagai suaka dengan melindungi sebagian atau seluruhnya melalui peraturan perundangan (Gubbay, 1995).

National Research Council (1999) juga mendefinisikan marine protected area sebagai suatu daerah di laut yang ditetapkan untuk melestarikan sumberdaya laut. Di daerah tersebut ditetapkan zona-zona untuk mengatur kegiatan yang dapat dan tidak dapat dilakukan, misalnya pelarangan kegiatan penambangan minyak dan gas bumi, perlindungan ikan, biota laut lain, dan ekologinya untuk menjamin perlindungan yang lebih baik.

Menurut Bengen (2000), kawasan lindung didefinisikan sebagai suatu kawasan di pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang mencakup daerah intertidal, subtidal dan kolom air di atasnya, dengan beragam flora dan fauna yang berasosiasi di dalamnya yang memiliki nilai ekologis, ekonomis, sosial dan budaya.

2.3.2 Tipe kawasan konservasi

(1) Kawasan konservasi berdasarkan Undang-Undang (Kehutanan)

Kawasan konservasi di Indonesia diatur berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan konservasi menurut undang-undang ini masih bersifat umum, dan lebih berorientasi pada terrestrial based (berbasis daratan) dan kehutanan. Menurut undang-undang tersebut kawasan konservasi adalah kawasan perlindungan dan pelestarian yang terbagi menjadi beberapa tipe kawasan, yaitu Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

a) Kawasan Suaka Alam (KSA)

Kawasan Suaka Alam merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi utama sebagai kawasan pengawetan biota dan ekosistem yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Kawasan suaka


(42)

alam dapat pula dijadikan kawasan biosfer yaitu kawasan yang mempunyai ekosistem asli, unik dan/atau yang terdegradasi yang dilindungi untuk keperluan penelitian dan pendidikan. Kawasan Suaka Alam mencakup: (1) Cagar Alam yang mempunyai kekhasan tumbuhan dan/atau satwa dan

ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkem-bangannya berlangsung secara alami.

(2) Suaka Margasatwa yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.

b) Kawasan Pelestarian Alam (KPA)

Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan yang hampir sama dengan kawasan suaka alam, hanya saja mempunyai fungsi lebih, yaitu sumber daya hayati dan ekosistemnya dapat dimanfaatkan secara lestari. Tipe-tipe Kawasan Pelestarian Alam ialah:

(1) Taman Wisata Alam adalah kawasan yang dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi.

(2) Taman Nasional yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

Secara ringkas ciri dan fungsi KSA dan KPA menurut Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 disajikan pada Tabel 1, sedangkan klasifikasi kawasan lindung menurut Keppres 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung disajikan pada Tabel 2. Kawasan lindung menurut Keppres tersebut dibagi menjadi empat jenis, yaitu: (a) kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya; (b) kawasan perlindungan setempat; (c) kawasan suaka alam dan cagar budaya; dan (d) kawasan rawan bencana alam. Terminologi kawasan konservasi pada Keppres tersebut diganti menjadi kawasan lindung. Permasalahannya apakah terminologi kawasan konservasi sama dengan kawasan lindung. Berbeda dengan Keppres. No.32 Tahun 1990, SK Dirjen PHPA No 129/1996 Departemen Kehutanan menetapkan kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan lindung.


(43)

Secara ringkas tentang kawasan konservasi menurut SK Dirjen PHPA No 129/1996 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 1 Ciri dan fungsi KSA dan KPA menurut Undang-Undang No 5 tahun 1990

No. Kategori Kawasan Ciri dan Fungsi

1 Kawasan Suaka Alam - memiliki ciri khas tertentu - di darat dan di perairan

- memiliki fungsi pokok sebagai pengawetan Keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta Ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai Wilayah sistem penyengga kehidupan. 2 Kawasan Pelestarian Alam

(KPA)

- memiliki ciri khas tertentu - di darat dan di perairan

- memiliki fungsi perlindungan sistem Penyangga kehidupan, pengawetan

Keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Tabel 2 Klasifikasi kawasan lindung menurut Keppres. No.32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung

Kawasan Lindung

1. Kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya

a. Kawasan hutan lindung b. Kawasan bergambut c. Kawasan resapan air 2. Kawasan perlindungan setempat a. Sempadan pantai

b. Sempadan sungai

c. Sempadan sekitar danau/ waduk

d. Kawasan sekitar mata air 3. Kawasan suaka alam dan cagar

budaya

a. Kawasan suaka alam b. kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya c. Kawasan pantai berhutan bakau

d. Taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

e. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.


(44)

Tabel 3 Klasifikasi kawasan konservasi menurut SK Dirjen PHPA No.129 tahun 1996

Kawasan Konservasi

1. Kawasan suaka alam (KSA) a. Cagar alam

b. Suaka margasatwa 2. Kawasan pelestarian alam (KPA) a. Taman nasional

b. Taman hutan raya c. Taman wisata alam 3. Taman buru

4. Hutan lindung

(b) Kawasan Konservasi versi IUCN

Tipe kawasan konservasi lain dikembangkan oleh Badan Konservasi Dunia (IUCN) dengan mengembangkan sistem klasifikasi kawasan perlindungan yang mencakup berbagai intensitas penggunaan habitat manusia, mulai dari skala kecil sampai besar. Klasifikasi kawasan konservasi tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi kawasan konservasi menurut Badan Konservasi Dunia IUCN

Kategori Keterangan

Kategori I : Kawasan suaka alam murni beserta kehidupan liar yang dilindungi secara ketat dan dipelihara untuk tujuan penelitian ilmiah, pendidikan, dan pemantauan lingkungan. Kawasan ini akan mendukung pelestarian populasi berbagai spesies serta memungkinkan proses ekosistem berlangsung dengan hambatan sesedikit mungkin.

• Cagar Alam: Kawasan lindung yang berfungsi terutama untuk ilmu pengetahuan.

• Suaka Alam: Kawasan lindung yang berfungsi untuk kehidupan liar.

Kategori II : Taman nasional yang merupakan wilayah luas dengan keindahan alam dan pemandangan yang dikelola untuk melindungi satu atau lebih ekosistem serta untuk tujuan ilmiah, pendidikan, dan rekreasi. Kawasan ini tidak digunakan untuk tujuan eksploitasi sumber daya secara komersial.

Kategori III : Monumen nasional dan bentukan-bentukan alam yang merupakan kawasan berukuran relatif kecil, serta bertujuan untuk melestarikan suatu keutuhan biologi, geologi, atau kebudayaan yang menarik dan uni k.

Kategori IV : Pengelolaan daerah habitat suatu jenis tertentu, bersifat mirip dengan Kategori I namun pada kawasan ini masih diperbolehkan adanya manipulasi oleh manusia, untuk mempertahankan ciri komunitas yang khas. Pemanenan terkendali masih dapat diperbolehkan.


(45)

Lanjutan Tabel 4.

Kategori Keterangan

Kategori V : Perlindungan bentangan alam dan rekreasi yang masih dapat memungkinkan penggunaan lingkungan secara tradisional oleh masyarakat setempat, terutama bila pemanfaatan ini dapat membentuk wilayah yang memiliki ciri khas dari segi budaya, keindahan maupun ekonomi. Kawasan ini akan membuka kesempatan khusus untuk kegiatan wisata dan rekreasi.

Kategori VI : Pemanfaatan lestari sumber daya ekosistem untuk masa depan dengan sistem penggunaan sumber daya yang dibatasi oleh cara-cara yang sesuai dengan kebijakan nasional

2.3.3 Fungsi kawasan konservasi

Kawasan konservasi di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil memiliki peran/fungsi utama sebagai berikut (Agardy, 1997; Barr et al., 1997 yang diacu dalam Bengen, 2002) :

(1) Melindungi keanekaragaman hayati serta struktur, fungsi dan integritas ekosistem; kawasan lindung dapat berkonstribusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati pada semua tingkatan trophik dari ekosistem, melindungi hubungan jaringan makanan, dan proses-proses ekologis dalam suatu ekosistem.

(2) Meningkatkan hasil perikanan;

Kawasan lindung dapat melindungi daerah pemijahan, pembesaran dan mencari makanan; meningkatkan kapasitas reproduksi dan stok sumberdaya ikan.

(3) Menyediakan tempat rekreasi dan pariwisata;

Kawasan lindung dapat menyediakan tempat untuk kegiatan rekreasi dan pariwisata alam yang bernilai ekologis dan estetika. Perlindungan terhadap tempat-tempat khusus bagi kepentingan rekreasi dan pariwisata (seperti pengaturan dermaga perahu/kapal, tempat berjangkar dan jalur pelayaran) akan membantu mengamankan kekayaan dan keragaman daerah rekreasi dan pariwisata yang tersedia di sepanjang pesisir.

(4) Memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem;

Kawasan lindung dapat me ningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau kecil; menyediakan tempat


(46)

yang relatif tidak terganggu untuk observasi dan monitoring jangka panjang, dan berperan penting bagi pendidikan masyarakat berkaitan dengan pentingnya konservasi laut dan dampak aktivitas manusia terhadap keanekaragaman hayati.

(5) Memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat pesisir;

Kawasan lindung dapat membantu masyarakat pesisir dalam mempertahankan basis ekonominya melalui pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan secara optimal dan berkelanjutan.

WWF-International (1998), umumnya pengalokasian kawasan untuk MPA (Marine Protected Area) bertujuan sebagai konservasi keanekaragaman hayati termasuk di dalamnya melindungi dan memulihkan populasi yang menurun, species yang terancam kepunahan serta kerusakan habitat. Akan tetapi MPA juga memiliki peran lain, seperti di Australia’s Great Barrier Reef Marine Park untuk mengurangi konflik kepentingan pemanfaatan lingkungan laut. Sedangkan

Galapagos Marine Reserves and Banc d’Arguin National Park memiliki peran penting dalam pengaturan pemanfaatan sumberdaya.

Di sektor perikanan, MPA merupakan inovasi baru model pengelolaan perikanan dengan perlindungan ekosistem dan keanekaragaman biotanya. Pelaksanaan MPA sering diadvokasikan oleh banyak pengelola dan ahli-ahli biologi perikanan. Ada juga yang merekomendasikan MPA terutama untuk mengatasi sifat ketidakpastian dalam bidang perikanan dan pengelolaan stok ikan.

2.3.4 Sasaran dan tujuan penetapan kawasan konservasi

Sasaran utama penetapan kawasan konservasi di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil adalah untuk mengkonservasi ekosistem dan sumberdaya hayati, agar proses-proses ekologis di suatu ekosistem dapat terus berlangsung dan tetap dipertahankannya produksi bahan makanan dan jasa-jasa lingkungan bagi kepentingan manusia secara berkelanjutan (Agardy, 1997 yang diacu dalam

Bengen, 2002).

Untuk dapat mencapai sasaran tersebut di atas, maka penetapan kawasan konservasi di pesisir, laut dan pulau-pulau kecil harus ditujukan untuk (Kelleher dan Kenchington, 1992; Jones, 1994; Barr et al., 1997 yang diacu dalam Bengen, 2002), dan Salm, et al., (2000):


(1)

263

Lampiran 9 Hasil penilaian pembobotan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial dalam penentuan zonasi Kawasan Taman Nasional Karimunjawa dari masing-masing pakar (ahli)

Parameter Pemberian Bobot (%) dari masing-masing pakar Total Rata-rata Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3 Pakar 4 Pakar 5

Ekologi 50 40 60 40 35 225 45

Ekonomi 30 20 30 30 50 160 32

Sosial 20 40 10 30 15 115 23

Keterangan :

Pakar 1 = Ahli Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Pakar 2 = Ahli Konservasi Sumberdaya Hayati Laut Pakar 3 = Ahli Ekologi Laut

Pakar 4 = Ahli Sosial dan Kebijakan Publik Pakar 5 = Ahli Sosial Ekonomi

Skoring Metode Saaty (1993) yang dimodifikasi : Skor 1 = Sama Penting (< 20 %)

Skor 2 = Sedikit Lebih penting (20 %) Skor 5 = Sangat Penting (40 %) Skor 7 = Jelas Lebih Penting (60 %) Skor 9 = Mutlak Lebih Penting (= 80 %)


(2)

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN

LAUT KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

SECARA BERKELANJUTAN

MUH. YUSUF

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(3)

PERNYATAAN MENGENAI DESERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi ma na pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 22 Agustus 2007

Muh. Yusuf P. 31600030


(4)

ABSTRAK

MUH. YUSUF. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan. Dibimbing oleh DANIEL R MONINTJA, SUGENG BUDIHARSONO, dan FREDINAN YULIANDA.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menentukan kesesuaian lahan (lingkungan) kawasan Taman Nasional Karimunjawa bagi peruntukan wisata bahari kategori selam, wisata bahari kategori snorkling, wisata pantai kategori rekreasi, budidaya ikan kerapu, budidaya rumput laut, budidaya teripang, dan konservasi hutan mangrove (2) menyusun alternatif zonasi baru (zonasi ulang) kawasan Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan kriteria ekologi, ekonomi, sosial, dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat serta diintegrasikan dengan kesesuaian lahan (lingkungan), (3) menentukan prioritas strategi kebijakan dalam pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa.

Data sosial, ekonomi, budaya, dan kebijakan dikumpulkan secara partisipatoris dengan pendekatan PCRA dengan cara FGD melalui teknik wawancara; sedangkan data biogeofisik dikumpulkan melalui survei lapang, dilengkapi data sekunder dari penelitian yang telah ada. Metoda analisis data terdiri dari analisis spasial dengan menggunakan alat SIG, analisis kesesuaian lahan (lingkungan), analisis zonasi dengan me nggunakan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial yang diintegrasikan dengan hasil analisis kesesuaian lahan (lingkungan), dan usulan masyarakat. Selanjutnya, dilakukan analisis kebijakan dengan pendekatan A’WOT yaitu integrasi antara AHP dan SWOT.

Hasil analisis kesesuaian lahan (lingkungan) bagi peruntukan wisata bahari, wisata pantai, budidaya ikan kerapu, dan budidaya rumput laut, memperlihatkan bahwa ternyata kelas S2 memiliki luasan kesesuaian yang terbesar dibandingkan dengan kelas S1 dan N. Sedangkan kesesuaian lokasi bagi peruntukan budidaya teripang, dan konservasi hutan mangrove, ternyata kelas N memiliki luasan kesesuaian yang terbesar. Sedangkan hasil overlay berbagai kesesuaian lahan menunjukkan bahwa pulau-pulau yang berukuran besar seperti P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang dan P. Nyamuk ternyata sesuai untuk semua penggunaan di atas, sedangkan pulau-pulau kecil lainnya penggunaan yang sesuai sebagian besar adalah untuk wisata selam, wisata snoirkling, dan budidaya rumput laut. Hasil analisis penentuan zonasi dibagi ke dalam 4 zona, yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan zona rehabilitasi. Zona inti memiliki 4 pulau/lokasi dengan luas wilayah sebesar 943,50 ha (18,99 %), zona perikanan berkelanjutan memiliki lokasi 5 lokasi dengan luas sebesar 865,46 ha (17,42 %), zona pemanfaatan memiliki 6lokasi dengan luas wilayah sebesar 971,17 ha (19,54%), dan zona rehabilitasi mempunyai lokasi terbanyak yaitu 11 lokasi dan luasan terbesar yaitu 2.188,98 ha (44,05 %). Hasil analisis kebijakan terhadap komponen SWOT menunjukkan bahwa komponen S (kekuatan) menempati prioritas pertama, kemudian diikuti komponen T (ancaman), O (peluang) dan W (kelemahan) sebagai prioritas ke dua, ke tiga, dan ke empat. Berdasarkan analisis prioritas strategi kebijakan dalam pengelolaan Karimunjawa diperoleh 3 strategi kebijakan yang menempati prioritas tinggi yaitu : (1) pengelolaan Karimunjawa melalui peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat sebagai prioritas pertama atau utama, (2) pengelolaan Karimunjawa melalui penetapan zonasi sebagai prioritas ke dua, dan (3) pengelolaan Karimunjawa yang dilakukan melalui keterpaduan, pelibatan para stakeholders, dan kerjasama dengan lembaga internasional sebagai prioritas ke tiga. Kata kunci: kebijakan pengelolaan, sumberdaya pesisir, Karimunjawa


(5)

ABSTRACT

MUH. YUSUF. Policy of Sustainable Management of Marine and Coastal Resources of Karimunjawa National Park. Under Academic Supervision of DANIEL R. MONINTJA, SUGENG BUDIHARSONO, and FREDINAN YULIANDA.

This research aimed at : (1) determining the suitability of the land

(environment) of the Karimunjawa National Park zonation for marine tourism on

diving category, snorkling category, recreation category, grouper conservation, sea cucumber conservation and mangrove forest conservation, (2) arranging the new zonation alternative (rezonation) of Karimunjawa National P:ark zonation based on ecology, economy, social, as well as by involving an active participation of the Karimunjazwa society and those are integrated inrto the the suitability of the land

(environment), (3) determining the stategic priority for the policy of Karimunjawa

National Park management.

Data on social, economy, policy and cultural aspects were collected participatively with PCRA approach and FGD through interviewing technique. On the other hand, biogeophysical data were collected by field survey, complemented with secondary data from existing previous researches. Method of data analysis comprises spatial analysis using GIS, analysis of land (environment) suitability, zonation analysis using ecological, economic, and social criteria, integrated with land

(environment) suitability, community proposal and present land uses. Afterwards,

policy analysis was conducted using A’WOT approach which was integration between AHP and SWOT.

Analysis results of the location suitability for marine tourism, coastal tourism, grouper fish culture, and seaweed culture, showed that S2 class, occupied the largest area, as compared with those of classes S1 and N. On the other hand, in the analysis of location suitability for sea cucumber culture, and mangrove forest conservation, it appeared that class N possessed the largest area size. On the other hand, the overlay result of many suitabilities of the land showed that the large size islands as Karimunjawa island, Kemujan island, Parang island and Nyamuk island are suitable for all above, whereas other majority small island are suitable for diving tourism, snorkling tourism and seeaweeds conservation. Analysis result for zonation determination revealed that zonation was divided into 4 zones, namely Core Zone, Sustainable Fishery Zone, Utilization Zone and Rehabilitation Zone. Core Zone possessed 4 islands/locations with 943,50 ha (18,99 %) area size. Sustainable Fishery Zone possessd 5 locations with 865,46 ha (17,42 %) area size, Utilization Zone possessed 6 locations with 971,17 ha (19,54 %), and Rehabilitation Zone possessed the greatest number of locations with 11 locations and the largest width of 2.188,98 ha (44,05 %).Results of policy analysis on SWOT components showed that component S (strength) occupied the first priority, followed by component T

(threat), O (opportunity), and W (weakness), as the second, third and fourth priority

respectively. Based on priority analysis on alternatives (strategy) of Karimunjawa management policy, 3 policy strategies were obtained, which occupied high priority, namely : (1) Karimunjawa management through enhancement of community awareness and participation as first or main priority, (2) Karimunjawa management thorough zonation establishment as second priority, and (3) Karimunjawa management through integration, stakeholders involvement, and cooperation with international institution as third priority.


(6)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya