Potensi Ekstrak Bioaktif Bakteri Simbion Spons Spirastrella Sp Dan Plakinastrella Sp Sebagai Antelmintika Terhadap Cacing Trichostrongylidae Parasit Domba.
POTENSI EKSTRAK BIOAKTIF BAKTERI SIMBION SPONS
Spirastrella sp DAN Plakinastrella sp SEBAGAI ANTELMINTIKA
TERHADAP CACING TRICHOSTRONGYLIDAE PARASIT DOMBA
MUHAMMAD REZA FAISAL
C551130221
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Ekstrak Bioaktif
Bakteri Simbion Spons Spirastrella sp dan Plakinastrella sp sebagai Antelmintika
terhadap Cacing Trichostrongylidae Parasit Domba adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,
Oktober 2015
Muhammad Reza Faisal
NRP C551130221
ii
RINGKASAN
MUHAMMAD REZA FAISAL. Potensi Ekstrak Bioaktif Bakteri Simbion
Spons Spirastrella Sp dan Plakinastrella Sp sebagai Antelmintika terhadap
Cacing Trichostrongylidae Parasit Domba. Dibimbing oleh MUJIZAT
KAWAROE dan FADJAR SATRIJA
Pemanfaatan senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh spons laut telah
dibuktikan dapat digunakan sebagai obat-obatan. Salah satu pemanfaatan bioaktif
yang dihasilkan oleh spons adalah sebagai antelmintka. Infeksi yang disebabkan
oleh cacing Trichostrongylidae (nematoda) menyebabkan kerugian terhadap
domba. Telah diketahui terdapat resistensi pada Trichostrongylidae terhadap
antelmintika. Dengan demikian dibutuhkan antelmintika alternatif alami yang
dapat mengatasi permasalahan tersebut. Spons memiliki simbion mikroorganisme
seperti bakteri yang terdapat di dalam tubuhnya. Telah diketahui bahwa bakteri
simbion dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang serupa dengan inangnya. Hal
ini efektif digunakan sehingga dapat menghindari eksploitasi terhadap spons di
dalam. Pemanfaatan bakteri simbion spons diduga memiliki potensi bioaktif
sebagai antelmintika terhadap cacing Trichostrongylidae (Nematoda). Tujuan
penelitian ini adalah menentukkan aktivitas ekstrak bakteri simbion spons laut
sebagai antelmintika terhadap larva nematoda parasit domba. Isolat bakteri
simbion spons terbaik dapat ditentukan sebagai antelmintika larva nematoda
parasit pada domba.
Metode dalam penelitian ini yaitu dimulai dengan karakterisasi morfologi
koloni bakteri, pengamatan kurva pertumbuhan bakteri, ekstraksi bakteri, uji
kandungan fitokimia, uji toksisitas Brain Shrimp Lethality Test (BSLT), uji
hambatan migrasi larva nematoda. Bakteri simbion spons yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu S1 dan S2 yang merupakan bakteri yang berasosiasi dengan
spons Spirastrella sp. dan Plakinastrella sp. Isolat S1 dan S2 merupakan
golongan bakteri Gram positif dengan fase stasioner pertumbuhan pada jam ke 42
untuk S1 dan jam ke-48 untuk S2. Ekstraksi bahan bioaktif yang berasal dari
bakteri diekstrak menggunakan pelarut metanol. Rendemen ekstrak metanol yang
berasal dari bakteri menghasilkan jumlah rendemen 0.015% dan 0.02%. Ekstrak
S1 dan S2 memiliki golongan senyawa triterpenoid. Golongan senyawa flavonoid
hanya teridentifikasi pada ekstrak S1. Ekstrak S1 dan S2 memiliki kandungan
toksisitas dengan nilai LC50 69.38 µg.ml-1 dan 58.48 µg.m-1. Uji hambatan migrasi
terhadap larva nematoda memiliki potensi dengan nilai LC50 165.63 µg.ml-1 dan
374.91 µg.ml-1. Kedua isolat dapat dibuktikan memiliki toksisitas terhadap larva A.
salina dan larva nematoda Trichostrongylidae walaupun perlakuan kontrol positif
dengan menggunakan albendazol memiliki nilai hambat yang tertinggi
dibandingkan kedua esktrak isolat bakteri simbion.
Kata kunci: spons, Spirastrella sp, Plakinastrela sp, bakteri simbion, antelmintika,
larva Trichostrongylidae
SUMMARY
MUHAMMAD REZA FAISAL. Potential of Bacteria Derived Marine Sponge
Spirastrella sp and Plakinastrella sp Extract As Anthelmintic of
Trichostrongylidae Sheep Parasite. Supervised by MUJIZAT KAWAROE dan
FADJAR SATRIJA
Utilization of bioactive compound derived from marine sponges was
proved as drugs. One of bioactive compound utilization was Anthelmintic.
Infections caused by Trichostrongylidae worms (nematodes) could harmful for
sheep. It had known that Trichostrongylidae could be resistance from
Anthelmintic. It was necessary to takes alternatives of natural Anthelmintic then
solved of those problems. Sponges had symbiotic microorganisms such as
bacteria in their body. It was known that symbiotic bacteria produced similar
bioactive compounds with their host. It was effective to avoid of marine sponges
exploitation. Utilization of bacteria derived from marine sponges were assumed
had potential as Anthelmintic against Trichostrongylidae larvae (nematodes). This
study was to determine the activity of extracts of bacteria derived from marine
sponges as Anthelmintic against parasitic nematodes (Trichostrongylidae) in
sheep. The best of bacteria extract was determine as Anthelmintic against parasitic
nematodes in sheep.
The methods of this research were begining with morphology
characterization of bacteria colonies, curves of the bacteria growth observation,
bacteria isolates extraction, phytochemical screening test, Brain Shrimp Lethality
Test (BSLT), Larva Migration Inhibition Assay (LMIA). Sponges symbiotic
bacteria that used in this study were S1 and S2 which bacteria derived from
Spirastrella sp. and Plakinastrella sp. Isolates S1 and S2 were Gram Positive
bacteria which have a stationary phase of growth at 42 hours (S1) and 48 hours
(S2). Extraction of bioactive compounds derived from isolates were using
methanol solvent. The yield of methanol extracts derived from isolates were
0.015% (S1) and 0.02% (S2). S1 and S2 extracts were containing group of
triterpenoid compounds. Group of flavonoid compounds were only identified by
S1 extract. The LC50 toxicity of S1 and S2 extracts was 69.38 μg.ml-1 (S1) and
58.48 μg.ml-1 (S2). Larva Migration Inhibition Assay (LMIA) against parasitic
nematodes in sheep had the potential of LC50 for both extracts were 165.63
μg.mL-1 (S1) and 374.91 μg.mL-1 (S2). Both of isolates were proved to have
toxicities against A. salina larvae and Trichostrongylidae larvae while positive
control treatment using albendazole has the highest value compared for both of
symbiotic bacteria extract.
Keywords:, sponges, Spirastrella sp, Plakinastrela sp, symbiont bacteria,
Anthelmintics, Trichostrongylidae larvae
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
POTENSI EKSTRAK BIOAKTIF BAKTERI SIMBION SPONS
Spirastrella sp DAN Plakinastrella sp SEBAGAI ANTELMINTIKA
TERHADAP CACING TRICHOSTRONGYLIDAE PARASIT DOMBA
MUHAMMAD REZA FAISAL
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA
Judul Tesis : Potensi Ekstrak Bioaktif Bakteri Simbion Spons Spirastrella sp dan
Plakinastrella sp Sebagai Antelmintika terhadap Cacing
Trichostrongylidae Parasit Domba
Nama
: Muhammad Reza Faisal
NIM
: C551130221
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si
Ketua
drh. Fadjar Satrija, M.Sc, PhD
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr
Tanggal Ujian: 21 Oktober 2015
Tanggal Lulus :
iv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini
Eksplorasi potensi bioaktif bakteri simbion spons laut sebagai antelmintika.
Selama menjalani perkuliahan hingga terselesaikannya tesis ini, penulis
banyak mendapatkan bantuan moral maupun material dari berbagai pihak. Terima
kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Mujizat Kawaroe dan Bapak drh. Fadjar
Satria M.Sc, Ph.D selaku pembimbing atas kesabarannya dalam memberikan
saran, bimbingan, dukungan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya
ilmiah ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Meutia Samira Ismet,
M.Sc dari Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB, Tim Eksplorasi Spons
dan Bakteri Simbion di Pulau Pramuka (Annisa, Era, Novi dan Juraij) yang telah
membantu selama pengumpulan data. Penulis juga berterima kasih atas Beasiswa
Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) yang diperoleh dari Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) pada tahun 2013. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Prof. Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA atas kesediaannya sebagai
penguji luar komisi atas yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam
penyempurnaan tesis ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Tri
Partono M.Sc atas kesediaannya sebagai penguji mutu lulusan program studi Ilmu
Kelautan Pascasarjana IPB. Rasa terima kasih penulis ucapkan kepada teman
Pascasarjana Ilmu Kelautan 2013 yang telah memberikan saran dalam diskusi
perkuliahan. Ungkapan rasa kasih dan hormat disampaikan kepada Ayah (Soejadi),
Ibu (Ani Romlah), Saudara (Rizky M.D dan Astri P.A) serta seluruh keluarga atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
Oktober 2015
Muhammad Reza Faisal
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
2
2
2
2
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Prosedur Penelitian
3
3
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
14
14
14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
23
vi
DAFTAR TABEL
1 Karakterisasi morfologi isolat bakteri S1 dan S2
2 Skrining fitokimia ekstrak isolat bakteri S1 dan S2
3 Persentase mortalitas larva A. salina pada uji toksisitas ekstrak bakteri
S1 dan S2
4 Persentase mortalitas larva Trichostrongylidae terhadap ekstrak kasar
S1 dan S2
6
8
9
11
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Alur tahapan penelitian
Pengujian pewarnaan Gram isolat (a) S1 dan (b) S2
Kurva pertumbuhan isolat bakteri simbion (a) S1 dan (b) S2
Analisis regresi log konsentrasi dengan probit % mortalitas ekstrak
kasar (a) S1 dan (b) S2 terhadap larva A. salina.
5 Analisis regresi log konsentrasi dengan probit % mortalitas ekstrak
kasar (a) S1 dan (b) S2 terhadap larva Trichostrongylidae
3
6
7
10
12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi medium Zobell Agar (1/2 strength)
2 Ekstrak kasar bakteri yang berasosiasi dengan spons S1 (kiri) dan S2
(kanan) telah diencerkan
3 Contoh perhitungan rendemen ekstrak bakteri yang berasosiasi dengan
spons
4 Uji toksisitas ektrak bakteri simbion spons terhadap larva A. salina
5 Contoh perhitungan uji toksisitas ektrak bakteri simbion spons terhadap
larva A. salina
6 Dokumentasi pengamatan larva A.salina setelah inkubasi 24 jam
7 Uji hambatan migrasi larva (Larval Migration Inhibition Assay)
nematoda domba
8 Uji hambatan Non-migrasi larva (Larval Migration Inhibition Assay)
nematoda domba
9 Contoh perhitungan uji hambatan migrasi larva (Larval Migration
Inhibition Assay) nematoda domba
10 Dokumentasi kultur larva nematoda dan uji hambatan migrasi larva
Trichostrongylidae
19
19
19
20
20
20
21
21
22
22
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Spons adalah invertebrata laut yang termasuk dalam Filum Porifera. Kelas
Demospongiae merupakan kelompok spons terdominan dibandingkan dengan
lainnya (Romimohtarto dan Juwana 1999). Spons menjadi perhatian utama dalam
berbagai riset mengenai senyawa bioaktif (Harper et al. 2001; Taylor et al. 2007).
Senyawa bioaktif yang dihasilkan berasal dari mekanisme respon yang diberikan
oleh spons dalam menyikapi perubahan baik terhadap lingkungan maupun
ancaman predator. Taylor et al. (2007) menyatakan spons telah menjadi penghasil
mayoritas senyawa bioaktif dari laut dengan lebih dari 200 senyawa metabolit
baru dilaporkan tiap tahunnya. Spons sebagai filter feeder menghisap air laut yang
mengandung berbagai macam mikroorganisme salah satunya bakteri (Ribes et al.
2003; Yahel et al. 2003).
Jumlah bakteri yang terkandung dalam spons dapat mencapai 40-60% dari
total biomassa spons (Lee et al. 2001; Proksch et al. 2002). Fungsi interaksi antara
spons dan mikroorganisme tersebut antara lain untuk pertukaran nutrisi, stabilitas
struktur spons dan produksi metabolit sekunder (Hentschel et al. 2002).
Mikroorganisme yang bersimbiosis dengan invertebrata laut diduga dapat
menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang sama dengan inangnya (Faulkner
et al. 2000). Pemanfaatan senyawa bioaktif bakteri simbion menjadi solusi dalam
pengendalian eksploitasi spons dalam jumlah besar. Eksplorasi terhadap
kandungan senyawa metabolit sekunder spons dan bakteri simbionnya telah
dilakukan sebagai antibiotik seperti antibakteri, antifungi, antivirus, antikanker
dan antelmintika (Mayer and Hamann 2005; Taylor et al. 2007; Thomas et al.
2010; Banoet 2011; Abubakar 2012).
Antelmintika adalah obat yang digunakan untuk melawan infeksi cacing
(helminth) dalam tubuh penderita (Dargatz et al. 2000). Saat ini pengobatan secara
berkala dengan antelmintika merupakan strategi utama untuk mengendalikan
kecacingan pada hewan dan manusia. Kecacingan akibat infeksi cacing parasit
saluran pencernaan merupakan salah satu faktor utama yang menjadi kendala
dalam peningkatan produksi ternak domba (Ademola dan Ellof 2010; Simon et al.
1988). Estimasi kerugian produksi daging yang diakibatkan dari infeksi tersebut
berkisar 7,68-10,56 milyar rupiah per tahun (He et al. 1988). Cacing yang
berparasit dalam saluran pencernaan ruminansia didominasi oleh anggota Super
Famili
Trichostrongylidae
(Nematoda)
diantaranya
Haemonchus,
Trichostrongylus dan Cooperia. Berbagai studi menunjukan bahwa telah terjadi
resistensi yang meluas dari cacing nematoda pada domba terhadap antelmintika
yang beredar di pasar pada saat ini (Waller 1998; Hrckova and Velebny 2013).
Hal ini diperkirakan karena intensifitas penggunaan obat cacing yang tinggi dalam
satu tahun (5-12 kali) serta pemberian dengan dosis yang tidak tepat (Dargatz et
al. 2000).
Eksplorasi untuk bahan bioaktif baru yang memiliki khasiat antelmintik
terhadap Trichostrongylidae perlu dilakukan. Hasil eksplorasi senyawa bioaktif
spons yang didapatkan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi
antelmintika baru. (Gupta et al. 2012; Hrckova and Velebny 2013). Berbagai studi
2
telah dilakukan untuk mempelajari kemampuan antelmintik dari spons terhadap
nematoda Haemonchus contortus pada domba (McDougal et al. 1986; Capon et
al.1999). Spons Trachycladus laevispirulife diketahui mampu mengambat
perkembangan larva Haemonchus contortus (Vuong et al. 2001). Informasi
mengenai eksplorasi senyawa bioaktif mikroorganisme bakteri simbion spons
terhadap infeksi nematoda parasitik pada domba belum dilakukan. Penelitian
mengenai eksplorasi senyawa bioaktif bakteri simbion spons laut terhadap migrasi
larva nematoda pada saluran pencernaan domba diharapkan menjadi antelmintika
alternatif yang alami.
Perumusan Masalah
Berdasarkan data di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Apakah ekstrak bakteri simbion spons dapat menghasilkan golongan senyawa
bioaktif yang memiliki khasiat antelmintik ?
2. Apakah ekstrak bakteri simbion spons memiliki bioaktif lebih baik
dibandingkan dengan senyawa antelmintik komersial?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah menguji aktivitas ekstrak bakteri simbion
spons laut Spirastrella sp. dan Plakinastrella sp. dalam menghasilkan ekstrak
kasar bioaktif sebagai antelmintika terhadap larva nematoda gastointestinal domba.
Penelitian ini juga menentukan isolat bakteri simbion spons terbaik sebagai
antelmintika larva nematoda parasit pada domba.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menemukan
ekstrak bioaktif dari bakteri simbion spons yang potensial sebagai antelminthika.
Ekstrak bioaktif dari isolat terbaik yang memiliki pengaruh lebih baik
dibandingkan anthelmintik komersial diharapkan sebagai dasar penemuan
senyawa antelmintik yang baru dan ramah lingkungan di bidang biomedis
Ruang Lingkup Penelitian
Upaya untuk menangani permasalahan terhadap penggunaan obat sintetis
antelmintika yang komersial dan eksploitasi biomassa spons dalam skala besar,
maka perlu dilakukan eksplorasi terhadap senyawa bioaktif dari ekstrak bakteri
simbion spons sebagai solusi alternatif antelmintika yang ramah lingkungan.
Penelitian ini mencakupi peremajaan bakteri yang berasosiasi dengan spons,
karakterisasi morfologi dan kurva pertumbuhan bakteri, ekstraksi kasar isolat
bakteri, uji kandungan fitokimia, uji toksisitas Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT), uji hambatan migrasi larva (Larval Migration Inhibition Assay)
nematoda domba.
3
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang terdiri atas eksplorasi
perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian dan diperlukan kontrol sebagai
pembandingnya. Kontrol penelitian yang digunakan yaitu obat sintetis dan objek
penelitian yang tidak diberi perlakuan. Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap.
Tahapan kerja penelitian disajikan pada Gambar 1. Dokumentasi penelitian
terlampir pada bab Lampiran.
Tahapan Penelitian
Gambar 1 Alur tahapan penelitian
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 – April 2015 di
Laboratorium Mikrobiologi Laut, Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Laboratorium Helminthologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor dan Laboratorium Pusat Studi Penelitian Biofarmaka LPPM IPB..
Prosedur Penelitian
Peremajaan bakteri yang berasosiasi dengan spons
Isolat bakteri simbion spons yang digunakan dalam penelitian merupakan
koleksi Laboratorium Mikrobiologi Laut, FPIK-IPB yaitu bakteri dengan kode S1
yang diisolasi dari spons Spirastrella sp. dan S2 dari spons Plakinastrella sp.
Kedua isolat tersebut memiliki aktifitas paling tinggi dalam membunuh cacing
Ascaridia galli. Peremajaan isolat dilakukan pada media Zobell 2216 ½ strength
4
(2,5 g bacto pepton, 0,5 g ektrak yeast dan 1 l air laut). Isolat yang sudah
dipindahkan diinkubasi pada suhu 28˚C selama 2x24 jam (Devi et al. 2010).
Karakterisasi morfologi dan kurva pertumbuhan bakteri
Karakterisasi morfologi dilakukan dengan menentukan ciri-ciri morfologi
koloni. Pengamatan mikroskopis dilakukan terhadap morfologi bakteri yang
diwarnai dengan pewarnaan Gram dengan menggunakan larutan kristal volet,
iodium dan safranin (Sunatmo 2009). Bakteri Gram positif akan menampilkan
warna ungu, sedangkan bakteri Gram negatif akan ditandai dengan warna merah
atau merah muda. Pengamatan kurva pertumbuhan dilakukan berdasarkan
Sunatmo (2009) yang dimodifikasi dengan mengultur cair isolat bakteri
(30oC/150rpm/72jam). Pembuatan kurva pertumbuhan bakteri dilakukan dengan
menghitung jumlah bakteri pada agar dan pengukuran Optical Density (OD)
dengan panjang gelombang 660 nm setiap 6 jam.
Ekstraksi kasar isolat bakteri
Isolat bakteri simbion dibiakkan pada 100 ml media Zobell 2216 (½
strength) sebagai kultur starter kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC. Ekstraksi senyawa bioaktif menggunakan metode Sunaryanto et al. (2010)
yang telah dimodifikasi dimana isolat bakteri starter dikultur pada 1000 ml media
Zobell 2216 (½ strength). Kultur diinkubasi pada inkubator bergoyang (30oC /150
rpm) selama mencapai fase stasioner kemudian dilakukan penambahan metanol
dengan perbandingan kultur berbanding metanol (1:0.75). Larutan selanjutnya
dikeringkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40oC. Ekstrak
kasar akan didapatkan dengan mengering-bekukan ekstrak menggunakan freeze
drier. Ekstrak kasar disimpan pada suhu 5oC untuk pengujian selanjutnya.
Uji kandungan fitokimia
Uji kandungan fitokimia dari ekstrak kasar isolat bakteri dilakukan secara
kualitatif di Laboratorium Biofarmaka LPPM IPB. Uji fitokimia dilakukan untuk
mengetahui kandungan golongan senyawa bioaktif yang terdapat dalam isolat
meliputi uji golongan senyawa alkaloid, flavanoid, saponin, tanin, antrakuinon
dan steroid/triterpenoid (Harborne 1987).
Uji toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Uji toksisitas dengan menggunakan larva Artemia salina yang
dikembangkan oleh Meyer et al. (1982). Media untuk larva dibuat dengan
menyaring air laut secukupnya. Air laut dimasukkan dalam wadah sebanyak 500
ml kemudian dilanjutkan dengan memasukkan telur A. salina sebanyak 100 mg.
Telur akan menetas menjadi larva pada umur 24 jam dan siap uji pada umur 48
jam. Larutan ekstrak kasar dari setiap isolat dengan konsentrasi 10 µg.ml-1, 100
µg.ml-1, 250 µg.ml-1 dan 500 µg.ml-1 dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan ke dalam tabung reaksi 50 µl DMSO, 1 ml air laut dan 20
ekor larva. Penambahan air laut dilakukan hingga mencapai volume 5 ml.
Konsentrasi 0 µg.ml-1 atau tanpa penambahan ekstrak digunakan sebagai kontrol.
5
Pengamatan terhadap kematian larva dilakukan setelah masa inkubasi 24 jam.
Jumlah larva yang mati dihitung nilai Total Kematian Larva (TKLn) (%)
kemudian dilakukan analisis data untuk menghitung konsentrasi yang jumlah
kematiannya setengah dari populasi larva (LC50).
TKLn (%) =
kpn
kk
l0
........(1)
= Jumlah kematian larva perlakuan konsentrasi ke-n (ekor)
= Jumlah kematian larva pada kontrol (ekor)
= Julmah larva awal diberikan (ekor)
Nilai kematian organisme 50% (LC50) ditentukan dengan menggunakan kurva
hubungan antara logaritma konsentrasi ekstrak (x) dan nilai probit dari persentase
kematian larva (y) (Utami et al. 2014).
Uji hambatan migrasi larva (Larval Migration Inhibition Assay) nematoda
domba
Uji hambatan migrasi larva infektif nematoda domba (Larval Migration
Inhibition Assay/LMIA) dilakukan secara in vitro dengan menggunakan metode
yang dikembangkan oleh Molan et al. (2000). Uji dilakukan terhadap kedua
ekstrak kasar dengan beberapa konsentrasi yaitu 25 µg.ml-1, 50 µg.ml-1, 100
µg.ml-1, 250 µg.ml-1 dan 500 µg.ml-1. Sampel ekstrak dilarutkan dengan larutan
NaCl fisiologis sesuai dengan konsentrasi uji yang diinginkan. Perlakuan kontrol
negatif dilakukan dengan larutan NaCl fisiologis dan tanpa penambahan ekstrak.
Larutan albendazol diberikan sebanyak 100 µg.ml-1 sebagai kontrol positif. Larva
uji didapatkan dari hasil penetasan telur nematoda domba milik Unit Pengelolaan
Hewan Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan dimana sebagian besar
terinfeksi Famili Trichostrongylidae (Haemonchus contortus 55%, Cooperia sp
25%, Nematodirus sp. 10%, Trichostrongylus sp. 10%). Pelepasan selubung larva
L3 dilakukan pada 3 ml larva divortex dan dicampurkan dengan 75µl.ml-1 2%
NaClO. Hasil campuran divortex selama 15 detik dan inkubasi (40oC/3 menit).
Larutan disaring dengan menggunakan kertas saring ukuran 5 µm. Hasil larva
yang terlepas dari selubung didapatkan dengan merendam kertas saring ke dalam
larutan fisiologis dan siap dilakukan uji.
Sumur uji dipersiapkan untuk setiap perlakuan kemudian ditambahkan 100
µl suspensi larva (~150 larva L3). Larutan ekstrak diberikan sebanyak 100 µl pada
setiap perlakuan ke dalam sumur kemudian homogenisasi selama 5 menit dan
diinkubasi (21oC/2 jam). Homogenisasi dilakukan pada selang 1 jam. Perlakuan
dilakukan sebanyak enam kali ulangan. Hasil inkubasi dihangatkan (37oC/10
menit) dan homogenasi selama 1 menit kemudian disaring (kertas saring 20 µm)
ke dalam sumur baru yang berisi 1800 µl larutan fisiologis. Proses penyaringan
dilakukan secara perlahan untuk menghindari kerusakan pada kertas saring.
Homogenisasi larutan uji dilakukan setiap satu kali penuangan pada masingmasing perlakuan. Sumur baru selanjutnya diinkubasi selama (37oC/45 menit)
pada ruang gelap. Perhitungan jumlah larva yang berhasil melewati saringan
dengan menggunakan perbesaran 10x dan perhitungan kematian larva migrasi
ditentukan mengacu pada Rabel et al. (1994) dengan rumus :
6
LMIA (%) =
An
Bn
(2)
= jumlah larva yang bermigrasi pada konsentrasi ke-n (ekor)
= jumlah larva yang tidak bermigrasi pada konsentrasi ke-n (ekor)
Nilai 50% konsentrasi kematian dimana konsentrasi yang dapat secara efektif
menghambat 50% migrasi larva ditentukan oleh kurva dosis-respon antara nilai
mortalitas probit (y) dengan konsentrasi logaritmik (x)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi morfologi dan pertumbuhan sel bakteri
Karakterisasi morfologi terhadap isolat bakteri S1 dan S2 dapat dilihat pada
Tabel 1. Hasil uji pewarnaan Gram bakteri menghasilkan isolat S1 dan S2
termasuk ke dalam Gram positif (Gambar 2). Hal ini dilihat warna dari larutan
krisital violet isolat bakteri yang tidak hilang ketika dibilas alkohol dan safranin
(Fardiaz 1989). Gram positif memiliki dinding sel yang tersusun oleh sebagian
besar peptidoglikan di mana mampu mengikat zat warna dan tidak rusak saat
dicuci dengan alkohol.
(a)
(b)
Gambar 2 Pengujian pewarnaan Gram isolat (a) S1 dan (b) S2
Tabel 1 Karakterisasi morfologi isolat bakteri S1 dan S2
Ciri-ciri Koloni
Pewarnaan Gram
Diameter
Warna
Tepian
Bentuk
Konsistensi
Elevasi
S1
Positif
2 mm
Keabuan
Licin
Bundar
Cair
Timbul
S2
Positif
2 mm
Putih
Licin
Bundar
Padat
Timbul
Kedua isolat selanjutnya diinkubasi untuk mengetahui fase pertumbuhan sel
yang dihasilkan. Hasil pengamatan tiap 6 jam selama 72 jam menunjukkan bahwa
7
fase pertumbuhan sel mencapai pada fase stasioner selama 48 jam untuk S1 dan
42 jam untuk S2 (Gambar 3). Jumlah sel yang dihasilkan pada jam ke- 48 oleh S1
yaitu 6.7 x 106 sel.ml-1 dan jam ke-42 oleh S2 yaitu 7.9 x 106 sel.ml-1. Produksi sel
mengalami penurunan pada jam selanjutnya hingga jam ke 72 untuk kedua isolat.
Hasil pengamatan kurva pertumbuhan kedua isolat dapat dijadikan sebagai
penentuan waktu ekstraksi isolat bakteri. Penentuan fase dilakukan pada produksi
sel mencapai kondisi maksimal dan masuk ke fase stasioner dimana nutrisi media
yang semakin menipis. Kondisi nutrisi yang semakin berkurang menyebabkan
bakteri merespon secara fisiologis seperti menghasilkan senyawa metabolit
sekunder untuk dapat bertahan hidup sebelum menuju fase kematian (BacunDruzina et al. 2011).
(a)
(b)
Gambar 3 Kurva pertumbuhan isolat bakteri simbion (a) S1 dan (b) S2
Kandungan Fitokimia Ekstrak Bakteri Simbion Spons
Ekstrak bakteri yang berasosiasi dengan spons diekstraksi menggunakan
pelarut metanol untuk mengambil metabolit yang bersifat semipolar. Jumlah
ekstrak bioaktif yang diperoleh dinyatakan dalam rendemen (%(b/v)). Rendemen
ekstrak metanol menghasilkan jumlah rendemen 0.015% dan 0.024%. Jumlah
rendemen ekstrak bakteri yang berasosiasi dengan spons dari pelarut metanol
sebanyak 1000 ml menghasilkan berat ekstrak 153 mg dan 248 mg. Hasil
ekstraksi langsung pada jaringan spons diperoleh ekstrak berkisar 1-10% dari
8
bobot total tubuhnya (Lee et al. 2012; Tang et al. 2012; Ebada et al. 2009).
Ekstraksi senyawa bioaktif dari mikroorganisme lebih efektif dibandingkan
dengan inangnya yaitu spons. Hal ini dikarenakan ekstrak isolat bakteri
membutuhkan waktu yang lebih cepat dan dalam kondisi yang lebih terkontrol
dibandingkan dengan mengambil dari alam yang dapat mengganggu kelestarian
spons. Budidaya spons laut membutuhkan waktu panen yaitu sekitar 2 hingga 3
tahun (MacMillan 1999). Hasil ekstrak kasar yang didapatkan selanjutnya
dikarakterisasi untuk mengetahui golongan senyawa bioaktif yang terkandung
dalam ekstrak bakteri.
Uji kandungan fitokimia terhadap ekstrak S1 dan S2 dapat dilihat pada
Tabel 2. Hasil skrining memperlihatkan golongan senyawa triterpenoid dimiliki
oleh kedua isolat. Akan tetapi golongan senyawa flavonoid hanya dimiliki oleh
isolat S1.
Tabel 2 Skrining fitokimia ekstrak isolat bakteri S1 dan S2
Golongan
Ekstrak bakteri simbion spons
Senyawa
S1
S2
Alkaloid
Flavonoid
+
Saponin
Tanin
Steroid/Triterpenoid
+
+
Keterangan : + terdeteksi, - tidak terdeteksi
Ada dan tidaknya komposisi golongan senyawa bioaktif yang dihasilkan
dalam masing-masing ekstrak mengindikasikan perbedaan aktivitas biologis yang
dimiliki dari setiap isolat. Golongan senyawa triterpenoid dan flavonoid telah
dibuktikan memiliki kandungan bioaktif dalam bidang medis (Simmons et al.
2005; Ebada et al. 2010; Utami et al. 2014). Penelitian mengenai potensi senyawa
triterpenoid terhadap nematoda masih terbatas pada ekstrak tanaman seperti
Pulsatilla koreana (Li et al. 2013) dan beberapa tanaman terestrial lainnya
(Eguale et al. 2007). Turunan dari senyawa tersebut yaitu saponins dari ekstrak
tumbuhan Corchorus olitorius, Cinnamomum camphora, Portulace oleraceae dan
Lantana camar mampu menghambat metabolisme nematoda Meloidogyne Spp.
(Ibrahim et al. 2014). Vickery dan Vickery (1981) menyatakan bahwa triterpenoid
saponin memiliki potensi, sebagai antibiotik dan fungisidal. Penggunaan senyawa
ini pun dalam dunia medis telah diketahui sebagai sebagai obat pencernaan. Hal
ini dapat diasumsikan kandungan triterpenoid pada kedua ekstrak pun dapat
diindikasikan memiliki potensi terhadap nematoda khususnya larva infektif pada
domba.
Hasil skrining menunjukkan kandungan golongan flavonoid hanya
terdeteksi pada ekstrak S1. Senyawa flavonoid sudah lama diketahui dapat
dijadikan indikator keberhasilan dalam pengobatan dimana dengan spektrum yang
tinggi mampu membunuh penyakit parasit dan protozoa patogen (Hrckova and
Velebny 2013). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kehadiran senyawa ini
terlihat pada ekstrak yang memiliki aktivitas antelmintika yang tinggi walaupun
tingkat toksisitas yang rendah (Middleton et al. 2000). Beberapa turunan dari
9
golongan senyawa flavonoid menunjukkan efek merusak pada spesies cacing
parasit tertentu (Hrckova and Velebny 2013).
Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Hasil uji toksisitas ekstrak kasar isolat bakteri memiliki variasi kematian
larva yang berbeda dalam masing-masing konsentrasinya dilihat pada Tabel 3.
Hasil menunjukkan bahwa tiap isolat dengan konsentrasi yang berbeda memiliki
kandungan bioaktif yang mempengaruhi larva A. salina.
Tabel 3 Persentase mortalitas larva A. salina pada uji toksisitas ekstrak bakteri S1
dan S2
Sampel
Kontrol
S1
S2
Konsentrasi
(µg.ml-1)
0
10
100
250
500
10
100
250
500
Rata-rata
%
Kematian Mortalitas
0
0
0.23
23.3
0.52
51.7
0.72
71.7
1
0.20
20
0.57
56.7
0.78
78.3
1
-
Hasil uji toksisitas pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa nilai persentase
mortalitas dari kedua ekstrak isolat yang mendekati nilai 50% kematian larva
terletak pada konsentrasi 100 µg.ml-1. Kematian larva A.salina tidak terjadi pada
perlakuan kontrol terhadap kedua ekstrak isolat. Penentuan konsentrasi yang tepat
dalam menghentikan kematian 50% larva dapat dilakukan dengan menggunakan
nilai mortalitas probit. Selain itu dengan mengetahui nilai mortalitas probit dalam
setiap konsentrasi maka akan diketahui grafik hubungan log konsentrasi ekstrak
(x) terhadap nilai mortalitas probit (y) yang dihasilkan pada ekstrak kasar seperti
pada Gambar 4.
Hasil uji toksisitas ekstrak kasar S1 dan S2 memperlihatkan bahwa nilai
mortlitas probit berbanding lurus dengan log konsentrasi uji. Semakin besar
konsentrasi yang digunakan maka semakin besar persentase mortalitas yang
terjadi. Nilai kolerasi yang didapatkan dari kedua ekstrak mendekati 1 yaitu 0.98.
Nilai persentase tertinggi yang dimiliki oleh kedua isolat terdapat pada
konsentrasi 500 µg.ml-1 sebesar 100%. Hasil analisis probit menunjukkan ekstrak
kasar S1 mendapatkan nilai LC50 dalam 24 jam sebesar 69.38 µg.ml-1 sedangkan
S2 memiliki nilai konsentrasi 58.48 µg.ml-1.
10
6
Mortalitas Probit
5
y = 0.6504x + 3.6614
R² = 0.9889
4
3
2
1
0
0
0.5
1
1.5
2
Log Konsentrasi
2.5
3
3.5
(a)
7
Mortalitas Probit
6
5
4
y = 1.1329x + 2.9981
R² = 0.9891
3
2
1
0
0
0.5
1
1.5
Log Konsentrasi
2
2.5
3
(b)
Gambar 4 Analisis regresi log konsentrasi dengan probit % mortalitas ekstrak
kasar (a) S1 dan (b) S2 terhadap larva A. salina.
Uji toksisitas Brain Shrimp Lethality Test dengan menggunakan larva
A.salina merupakan uji toksisitas yang umum digunakan sebagai tahapan awal
(prescreening) dalam penapisan senyawa bioaktif. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa A. salina memiliki korelasi positif terhadap ekstrak yang
bersifat bioaktif (Meyer et al. 1982). Keuntungan menggunakan metode BSLT
yaitu prosedurnya sederhana, cepat, tidak memerlukan biaya yang besar dan
hasilnya akurat (Sargeloos et al. 1978). Hasil uji yang didapatkan menunjukkan
bahwa efek toksisitas yang dimiliki kedua isolat dapat dijadikan uji awal terhadap
larva nematoda. Konsentrasi ekstrak S1 dan S2 memiliki efek toksisitas dengan
nilai LC50 dibawah 1000 µg.ml-1 (Meyer et al. 1982). Suatu bahan kimia
dinyatakan berkemampuan toksik apabila mampu membunuh 50% atau lebih
populasi uji dalam selang waktu yang pendek seperti 24 jam dan 48 jam (Meyer et
al. 1982). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kasar yang dimiliki oleh kedua
11
isolat bersifat bioaktif. Hasil uji toksisitas menunjukkan perbedaan nilai LC50 24
jam yang didapatkan dari kedua ekstrak kasar isolat dimana S2 memiliki nilai
toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan S1. Hal ini dikarenakan semakin
rendah konsentrasi yang didapatkan dalam membunuh 50% larva uji maka nilai
toksisitas yang dimiliki semakin tinggi (Meyer et al. 1982).
Efek toksisitas yang dihasilkan terhadap larva A.salina diindikasikan
berasal dari golongan senyawa bioaktif yang dimiliki oleh kedua ekstrak tersebut
yaitu golongan triterpenoid dan flavonoid. Golongan senyawa alkaloid, steroid,
dan flavonoid dapat bersifat toksik yang dapat menyebabkan kematian terhadap
hewan uji larva A. salina (Utami et al. 2014). Kemudian telah diketahui bahwa
adanya efek toksisitas ekstrak kasar pada A salina telah mengindikasikan potensi
senyawa bioaktif sebagai anti-kanker dan antibiotik lainnya (Utami et al. 2014).
Kematian hewan uji A. salina diperkirakan melalui proses senyawa yang
terkandung dapat menghambat daya makan larva (antifedant). Cara kerja
senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai racun perut (stomach
poisoning). Apabila senyawa-senyawa ini masuk ke dalam tubuh larva maka alat
pencernaannya akan terganggu. Senyawa ini menghambat reseptor perasa pada
daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa
sehingga tidak mampu mengenali makanannya dan akibatnya larva mati kelaparan
(Rita et al. 2008). Persentase mortalitas pada kontrol (0 µg.ml-1) sebesar 0%
menunjukkan bahwa kondisi lingkungan A.salina baik untuk hidup dan tidak
menyebabkan kematian. Kematian yang terjadi pada larva dapat disimpulkan
karena pengaruh dari ekstrak kasar kedua isolat apabila kita melihat dari setiap
perlakuan yang diberikan.
Uji hambatan migrasi larva (Larval Migration Inhibition Assay) nematoda
domba
Hasil uji migrasi larva menggunakan ekstrak kasar isolat dengan konsentrasi
yang berbeda memiliki nilai persentase yang bervariasi seperti pada Tabel 4. Hasil
uji kedua isolat memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang
diberikan menyebabkan nilai hambat larva untuk migrasi semakin besar. Hal ini
dapat dibuktikan dengan nilai korelasi yang mendekati 1 yaitu 0.99 pada kedua
ekstrak. Konsentrasi yang memiliki pengaruh rendah hingga tertinggi dimulai dari
konsentrasi 25
Spirastrella sp DAN Plakinastrella sp SEBAGAI ANTELMINTIKA
TERHADAP CACING TRICHOSTRONGYLIDAE PARASIT DOMBA
MUHAMMAD REZA FAISAL
C551130221
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Ekstrak Bioaktif
Bakteri Simbion Spons Spirastrella sp dan Plakinastrella sp sebagai Antelmintika
terhadap Cacing Trichostrongylidae Parasit Domba adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,
Oktober 2015
Muhammad Reza Faisal
NRP C551130221
ii
RINGKASAN
MUHAMMAD REZA FAISAL. Potensi Ekstrak Bioaktif Bakteri Simbion
Spons Spirastrella Sp dan Plakinastrella Sp sebagai Antelmintika terhadap
Cacing Trichostrongylidae Parasit Domba. Dibimbing oleh MUJIZAT
KAWAROE dan FADJAR SATRIJA
Pemanfaatan senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh spons laut telah
dibuktikan dapat digunakan sebagai obat-obatan. Salah satu pemanfaatan bioaktif
yang dihasilkan oleh spons adalah sebagai antelmintka. Infeksi yang disebabkan
oleh cacing Trichostrongylidae (nematoda) menyebabkan kerugian terhadap
domba. Telah diketahui terdapat resistensi pada Trichostrongylidae terhadap
antelmintika. Dengan demikian dibutuhkan antelmintika alternatif alami yang
dapat mengatasi permasalahan tersebut. Spons memiliki simbion mikroorganisme
seperti bakteri yang terdapat di dalam tubuhnya. Telah diketahui bahwa bakteri
simbion dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang serupa dengan inangnya. Hal
ini efektif digunakan sehingga dapat menghindari eksploitasi terhadap spons di
dalam. Pemanfaatan bakteri simbion spons diduga memiliki potensi bioaktif
sebagai antelmintika terhadap cacing Trichostrongylidae (Nematoda). Tujuan
penelitian ini adalah menentukkan aktivitas ekstrak bakteri simbion spons laut
sebagai antelmintika terhadap larva nematoda parasit domba. Isolat bakteri
simbion spons terbaik dapat ditentukan sebagai antelmintika larva nematoda
parasit pada domba.
Metode dalam penelitian ini yaitu dimulai dengan karakterisasi morfologi
koloni bakteri, pengamatan kurva pertumbuhan bakteri, ekstraksi bakteri, uji
kandungan fitokimia, uji toksisitas Brain Shrimp Lethality Test (BSLT), uji
hambatan migrasi larva nematoda. Bakteri simbion spons yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu S1 dan S2 yang merupakan bakteri yang berasosiasi dengan
spons Spirastrella sp. dan Plakinastrella sp. Isolat S1 dan S2 merupakan
golongan bakteri Gram positif dengan fase stasioner pertumbuhan pada jam ke 42
untuk S1 dan jam ke-48 untuk S2. Ekstraksi bahan bioaktif yang berasal dari
bakteri diekstrak menggunakan pelarut metanol. Rendemen ekstrak metanol yang
berasal dari bakteri menghasilkan jumlah rendemen 0.015% dan 0.02%. Ekstrak
S1 dan S2 memiliki golongan senyawa triterpenoid. Golongan senyawa flavonoid
hanya teridentifikasi pada ekstrak S1. Ekstrak S1 dan S2 memiliki kandungan
toksisitas dengan nilai LC50 69.38 µg.ml-1 dan 58.48 µg.m-1. Uji hambatan migrasi
terhadap larva nematoda memiliki potensi dengan nilai LC50 165.63 µg.ml-1 dan
374.91 µg.ml-1. Kedua isolat dapat dibuktikan memiliki toksisitas terhadap larva A.
salina dan larva nematoda Trichostrongylidae walaupun perlakuan kontrol positif
dengan menggunakan albendazol memiliki nilai hambat yang tertinggi
dibandingkan kedua esktrak isolat bakteri simbion.
Kata kunci: spons, Spirastrella sp, Plakinastrela sp, bakteri simbion, antelmintika,
larva Trichostrongylidae
SUMMARY
MUHAMMAD REZA FAISAL. Potential of Bacteria Derived Marine Sponge
Spirastrella sp and Plakinastrella sp Extract As Anthelmintic of
Trichostrongylidae Sheep Parasite. Supervised by MUJIZAT KAWAROE dan
FADJAR SATRIJA
Utilization of bioactive compound derived from marine sponges was
proved as drugs. One of bioactive compound utilization was Anthelmintic.
Infections caused by Trichostrongylidae worms (nematodes) could harmful for
sheep. It had known that Trichostrongylidae could be resistance from
Anthelmintic. It was necessary to takes alternatives of natural Anthelmintic then
solved of those problems. Sponges had symbiotic microorganisms such as
bacteria in their body. It was known that symbiotic bacteria produced similar
bioactive compounds with their host. It was effective to avoid of marine sponges
exploitation. Utilization of bacteria derived from marine sponges were assumed
had potential as Anthelmintic against Trichostrongylidae larvae (nematodes). This
study was to determine the activity of extracts of bacteria derived from marine
sponges as Anthelmintic against parasitic nematodes (Trichostrongylidae) in
sheep. The best of bacteria extract was determine as Anthelmintic against parasitic
nematodes in sheep.
The methods of this research were begining with morphology
characterization of bacteria colonies, curves of the bacteria growth observation,
bacteria isolates extraction, phytochemical screening test, Brain Shrimp Lethality
Test (BSLT), Larva Migration Inhibition Assay (LMIA). Sponges symbiotic
bacteria that used in this study were S1 and S2 which bacteria derived from
Spirastrella sp. and Plakinastrella sp. Isolates S1 and S2 were Gram Positive
bacteria which have a stationary phase of growth at 42 hours (S1) and 48 hours
(S2). Extraction of bioactive compounds derived from isolates were using
methanol solvent. The yield of methanol extracts derived from isolates were
0.015% (S1) and 0.02% (S2). S1 and S2 extracts were containing group of
triterpenoid compounds. Group of flavonoid compounds were only identified by
S1 extract. The LC50 toxicity of S1 and S2 extracts was 69.38 μg.ml-1 (S1) and
58.48 μg.ml-1 (S2). Larva Migration Inhibition Assay (LMIA) against parasitic
nematodes in sheep had the potential of LC50 for both extracts were 165.63
μg.mL-1 (S1) and 374.91 μg.mL-1 (S2). Both of isolates were proved to have
toxicities against A. salina larvae and Trichostrongylidae larvae while positive
control treatment using albendazole has the highest value compared for both of
symbiotic bacteria extract.
Keywords:, sponges, Spirastrella sp, Plakinastrela sp, symbiont bacteria,
Anthelmintics, Trichostrongylidae larvae
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
POTENSI EKSTRAK BIOAKTIF BAKTERI SIMBION SPONS
Spirastrella sp DAN Plakinastrella sp SEBAGAI ANTELMINTIKA
TERHADAP CACING TRICHOSTRONGYLIDAE PARASIT DOMBA
MUHAMMAD REZA FAISAL
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA
Judul Tesis : Potensi Ekstrak Bioaktif Bakteri Simbion Spons Spirastrella sp dan
Plakinastrella sp Sebagai Antelmintika terhadap Cacing
Trichostrongylidae Parasit Domba
Nama
: Muhammad Reza Faisal
NIM
: C551130221
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si
Ketua
drh. Fadjar Satrija, M.Sc, PhD
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr
Tanggal Ujian: 21 Oktober 2015
Tanggal Lulus :
iv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini
Eksplorasi potensi bioaktif bakteri simbion spons laut sebagai antelmintika.
Selama menjalani perkuliahan hingga terselesaikannya tesis ini, penulis
banyak mendapatkan bantuan moral maupun material dari berbagai pihak. Terima
kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Mujizat Kawaroe dan Bapak drh. Fadjar
Satria M.Sc, Ph.D selaku pembimbing atas kesabarannya dalam memberikan
saran, bimbingan, dukungan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya
ilmiah ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Meutia Samira Ismet,
M.Sc dari Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB, Tim Eksplorasi Spons
dan Bakteri Simbion di Pulau Pramuka (Annisa, Era, Novi dan Juraij) yang telah
membantu selama pengumpulan data. Penulis juga berterima kasih atas Beasiswa
Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) yang diperoleh dari Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) pada tahun 2013. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Prof. Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA atas kesediaannya sebagai
penguji luar komisi atas yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam
penyempurnaan tesis ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Tri
Partono M.Sc atas kesediaannya sebagai penguji mutu lulusan program studi Ilmu
Kelautan Pascasarjana IPB. Rasa terima kasih penulis ucapkan kepada teman
Pascasarjana Ilmu Kelautan 2013 yang telah memberikan saran dalam diskusi
perkuliahan. Ungkapan rasa kasih dan hormat disampaikan kepada Ayah (Soejadi),
Ibu (Ani Romlah), Saudara (Rizky M.D dan Astri P.A) serta seluruh keluarga atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
Oktober 2015
Muhammad Reza Faisal
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
2
2
2
2
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Prosedur Penelitian
3
3
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
14
14
14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
23
vi
DAFTAR TABEL
1 Karakterisasi morfologi isolat bakteri S1 dan S2
2 Skrining fitokimia ekstrak isolat bakteri S1 dan S2
3 Persentase mortalitas larva A. salina pada uji toksisitas ekstrak bakteri
S1 dan S2
4 Persentase mortalitas larva Trichostrongylidae terhadap ekstrak kasar
S1 dan S2
6
8
9
11
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Alur tahapan penelitian
Pengujian pewarnaan Gram isolat (a) S1 dan (b) S2
Kurva pertumbuhan isolat bakteri simbion (a) S1 dan (b) S2
Analisis regresi log konsentrasi dengan probit % mortalitas ekstrak
kasar (a) S1 dan (b) S2 terhadap larva A. salina.
5 Analisis regresi log konsentrasi dengan probit % mortalitas ekstrak
kasar (a) S1 dan (b) S2 terhadap larva Trichostrongylidae
3
6
7
10
12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi medium Zobell Agar (1/2 strength)
2 Ekstrak kasar bakteri yang berasosiasi dengan spons S1 (kiri) dan S2
(kanan) telah diencerkan
3 Contoh perhitungan rendemen ekstrak bakteri yang berasosiasi dengan
spons
4 Uji toksisitas ektrak bakteri simbion spons terhadap larva A. salina
5 Contoh perhitungan uji toksisitas ektrak bakteri simbion spons terhadap
larva A. salina
6 Dokumentasi pengamatan larva A.salina setelah inkubasi 24 jam
7 Uji hambatan migrasi larva (Larval Migration Inhibition Assay)
nematoda domba
8 Uji hambatan Non-migrasi larva (Larval Migration Inhibition Assay)
nematoda domba
9 Contoh perhitungan uji hambatan migrasi larva (Larval Migration
Inhibition Assay) nematoda domba
10 Dokumentasi kultur larva nematoda dan uji hambatan migrasi larva
Trichostrongylidae
19
19
19
20
20
20
21
21
22
22
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Spons adalah invertebrata laut yang termasuk dalam Filum Porifera. Kelas
Demospongiae merupakan kelompok spons terdominan dibandingkan dengan
lainnya (Romimohtarto dan Juwana 1999). Spons menjadi perhatian utama dalam
berbagai riset mengenai senyawa bioaktif (Harper et al. 2001; Taylor et al. 2007).
Senyawa bioaktif yang dihasilkan berasal dari mekanisme respon yang diberikan
oleh spons dalam menyikapi perubahan baik terhadap lingkungan maupun
ancaman predator. Taylor et al. (2007) menyatakan spons telah menjadi penghasil
mayoritas senyawa bioaktif dari laut dengan lebih dari 200 senyawa metabolit
baru dilaporkan tiap tahunnya. Spons sebagai filter feeder menghisap air laut yang
mengandung berbagai macam mikroorganisme salah satunya bakteri (Ribes et al.
2003; Yahel et al. 2003).
Jumlah bakteri yang terkandung dalam spons dapat mencapai 40-60% dari
total biomassa spons (Lee et al. 2001; Proksch et al. 2002). Fungsi interaksi antara
spons dan mikroorganisme tersebut antara lain untuk pertukaran nutrisi, stabilitas
struktur spons dan produksi metabolit sekunder (Hentschel et al. 2002).
Mikroorganisme yang bersimbiosis dengan invertebrata laut diduga dapat
menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang sama dengan inangnya (Faulkner
et al. 2000). Pemanfaatan senyawa bioaktif bakteri simbion menjadi solusi dalam
pengendalian eksploitasi spons dalam jumlah besar. Eksplorasi terhadap
kandungan senyawa metabolit sekunder spons dan bakteri simbionnya telah
dilakukan sebagai antibiotik seperti antibakteri, antifungi, antivirus, antikanker
dan antelmintika (Mayer and Hamann 2005; Taylor et al. 2007; Thomas et al.
2010; Banoet 2011; Abubakar 2012).
Antelmintika adalah obat yang digunakan untuk melawan infeksi cacing
(helminth) dalam tubuh penderita (Dargatz et al. 2000). Saat ini pengobatan secara
berkala dengan antelmintika merupakan strategi utama untuk mengendalikan
kecacingan pada hewan dan manusia. Kecacingan akibat infeksi cacing parasit
saluran pencernaan merupakan salah satu faktor utama yang menjadi kendala
dalam peningkatan produksi ternak domba (Ademola dan Ellof 2010; Simon et al.
1988). Estimasi kerugian produksi daging yang diakibatkan dari infeksi tersebut
berkisar 7,68-10,56 milyar rupiah per tahun (He et al. 1988). Cacing yang
berparasit dalam saluran pencernaan ruminansia didominasi oleh anggota Super
Famili
Trichostrongylidae
(Nematoda)
diantaranya
Haemonchus,
Trichostrongylus dan Cooperia. Berbagai studi menunjukan bahwa telah terjadi
resistensi yang meluas dari cacing nematoda pada domba terhadap antelmintika
yang beredar di pasar pada saat ini (Waller 1998; Hrckova and Velebny 2013).
Hal ini diperkirakan karena intensifitas penggunaan obat cacing yang tinggi dalam
satu tahun (5-12 kali) serta pemberian dengan dosis yang tidak tepat (Dargatz et
al. 2000).
Eksplorasi untuk bahan bioaktif baru yang memiliki khasiat antelmintik
terhadap Trichostrongylidae perlu dilakukan. Hasil eksplorasi senyawa bioaktif
spons yang didapatkan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi
antelmintika baru. (Gupta et al. 2012; Hrckova and Velebny 2013). Berbagai studi
2
telah dilakukan untuk mempelajari kemampuan antelmintik dari spons terhadap
nematoda Haemonchus contortus pada domba (McDougal et al. 1986; Capon et
al.1999). Spons Trachycladus laevispirulife diketahui mampu mengambat
perkembangan larva Haemonchus contortus (Vuong et al. 2001). Informasi
mengenai eksplorasi senyawa bioaktif mikroorganisme bakteri simbion spons
terhadap infeksi nematoda parasitik pada domba belum dilakukan. Penelitian
mengenai eksplorasi senyawa bioaktif bakteri simbion spons laut terhadap migrasi
larva nematoda pada saluran pencernaan domba diharapkan menjadi antelmintika
alternatif yang alami.
Perumusan Masalah
Berdasarkan data di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Apakah ekstrak bakteri simbion spons dapat menghasilkan golongan senyawa
bioaktif yang memiliki khasiat antelmintik ?
2. Apakah ekstrak bakteri simbion spons memiliki bioaktif lebih baik
dibandingkan dengan senyawa antelmintik komersial?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah menguji aktivitas ekstrak bakteri simbion
spons laut Spirastrella sp. dan Plakinastrella sp. dalam menghasilkan ekstrak
kasar bioaktif sebagai antelmintika terhadap larva nematoda gastointestinal domba.
Penelitian ini juga menentukan isolat bakteri simbion spons terbaik sebagai
antelmintika larva nematoda parasit pada domba.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menemukan
ekstrak bioaktif dari bakteri simbion spons yang potensial sebagai antelminthika.
Ekstrak bioaktif dari isolat terbaik yang memiliki pengaruh lebih baik
dibandingkan anthelmintik komersial diharapkan sebagai dasar penemuan
senyawa antelmintik yang baru dan ramah lingkungan di bidang biomedis
Ruang Lingkup Penelitian
Upaya untuk menangani permasalahan terhadap penggunaan obat sintetis
antelmintika yang komersial dan eksploitasi biomassa spons dalam skala besar,
maka perlu dilakukan eksplorasi terhadap senyawa bioaktif dari ekstrak bakteri
simbion spons sebagai solusi alternatif antelmintika yang ramah lingkungan.
Penelitian ini mencakupi peremajaan bakteri yang berasosiasi dengan spons,
karakterisasi morfologi dan kurva pertumbuhan bakteri, ekstraksi kasar isolat
bakteri, uji kandungan fitokimia, uji toksisitas Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT), uji hambatan migrasi larva (Larval Migration Inhibition Assay)
nematoda domba.
3
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang terdiri atas eksplorasi
perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian dan diperlukan kontrol sebagai
pembandingnya. Kontrol penelitian yang digunakan yaitu obat sintetis dan objek
penelitian yang tidak diberi perlakuan. Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap.
Tahapan kerja penelitian disajikan pada Gambar 1. Dokumentasi penelitian
terlampir pada bab Lampiran.
Tahapan Penelitian
Gambar 1 Alur tahapan penelitian
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 – April 2015 di
Laboratorium Mikrobiologi Laut, Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Laboratorium Helminthologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor dan Laboratorium Pusat Studi Penelitian Biofarmaka LPPM IPB..
Prosedur Penelitian
Peremajaan bakteri yang berasosiasi dengan spons
Isolat bakteri simbion spons yang digunakan dalam penelitian merupakan
koleksi Laboratorium Mikrobiologi Laut, FPIK-IPB yaitu bakteri dengan kode S1
yang diisolasi dari spons Spirastrella sp. dan S2 dari spons Plakinastrella sp.
Kedua isolat tersebut memiliki aktifitas paling tinggi dalam membunuh cacing
Ascaridia galli. Peremajaan isolat dilakukan pada media Zobell 2216 ½ strength
4
(2,5 g bacto pepton, 0,5 g ektrak yeast dan 1 l air laut). Isolat yang sudah
dipindahkan diinkubasi pada suhu 28˚C selama 2x24 jam (Devi et al. 2010).
Karakterisasi morfologi dan kurva pertumbuhan bakteri
Karakterisasi morfologi dilakukan dengan menentukan ciri-ciri morfologi
koloni. Pengamatan mikroskopis dilakukan terhadap morfologi bakteri yang
diwarnai dengan pewarnaan Gram dengan menggunakan larutan kristal volet,
iodium dan safranin (Sunatmo 2009). Bakteri Gram positif akan menampilkan
warna ungu, sedangkan bakteri Gram negatif akan ditandai dengan warna merah
atau merah muda. Pengamatan kurva pertumbuhan dilakukan berdasarkan
Sunatmo (2009) yang dimodifikasi dengan mengultur cair isolat bakteri
(30oC/150rpm/72jam). Pembuatan kurva pertumbuhan bakteri dilakukan dengan
menghitung jumlah bakteri pada agar dan pengukuran Optical Density (OD)
dengan panjang gelombang 660 nm setiap 6 jam.
Ekstraksi kasar isolat bakteri
Isolat bakteri simbion dibiakkan pada 100 ml media Zobell 2216 (½
strength) sebagai kultur starter kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC. Ekstraksi senyawa bioaktif menggunakan metode Sunaryanto et al. (2010)
yang telah dimodifikasi dimana isolat bakteri starter dikultur pada 1000 ml media
Zobell 2216 (½ strength). Kultur diinkubasi pada inkubator bergoyang (30oC /150
rpm) selama mencapai fase stasioner kemudian dilakukan penambahan metanol
dengan perbandingan kultur berbanding metanol (1:0.75). Larutan selanjutnya
dikeringkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40oC. Ekstrak
kasar akan didapatkan dengan mengering-bekukan ekstrak menggunakan freeze
drier. Ekstrak kasar disimpan pada suhu 5oC untuk pengujian selanjutnya.
Uji kandungan fitokimia
Uji kandungan fitokimia dari ekstrak kasar isolat bakteri dilakukan secara
kualitatif di Laboratorium Biofarmaka LPPM IPB. Uji fitokimia dilakukan untuk
mengetahui kandungan golongan senyawa bioaktif yang terdapat dalam isolat
meliputi uji golongan senyawa alkaloid, flavanoid, saponin, tanin, antrakuinon
dan steroid/triterpenoid (Harborne 1987).
Uji toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Uji toksisitas dengan menggunakan larva Artemia salina yang
dikembangkan oleh Meyer et al. (1982). Media untuk larva dibuat dengan
menyaring air laut secukupnya. Air laut dimasukkan dalam wadah sebanyak 500
ml kemudian dilanjutkan dengan memasukkan telur A. salina sebanyak 100 mg.
Telur akan menetas menjadi larva pada umur 24 jam dan siap uji pada umur 48
jam. Larutan ekstrak kasar dari setiap isolat dengan konsentrasi 10 µg.ml-1, 100
µg.ml-1, 250 µg.ml-1 dan 500 µg.ml-1 dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan ke dalam tabung reaksi 50 µl DMSO, 1 ml air laut dan 20
ekor larva. Penambahan air laut dilakukan hingga mencapai volume 5 ml.
Konsentrasi 0 µg.ml-1 atau tanpa penambahan ekstrak digunakan sebagai kontrol.
5
Pengamatan terhadap kematian larva dilakukan setelah masa inkubasi 24 jam.
Jumlah larva yang mati dihitung nilai Total Kematian Larva (TKLn) (%)
kemudian dilakukan analisis data untuk menghitung konsentrasi yang jumlah
kematiannya setengah dari populasi larva (LC50).
TKLn (%) =
kpn
kk
l0
........(1)
= Jumlah kematian larva perlakuan konsentrasi ke-n (ekor)
= Jumlah kematian larva pada kontrol (ekor)
= Julmah larva awal diberikan (ekor)
Nilai kematian organisme 50% (LC50) ditentukan dengan menggunakan kurva
hubungan antara logaritma konsentrasi ekstrak (x) dan nilai probit dari persentase
kematian larva (y) (Utami et al. 2014).
Uji hambatan migrasi larva (Larval Migration Inhibition Assay) nematoda
domba
Uji hambatan migrasi larva infektif nematoda domba (Larval Migration
Inhibition Assay/LMIA) dilakukan secara in vitro dengan menggunakan metode
yang dikembangkan oleh Molan et al. (2000). Uji dilakukan terhadap kedua
ekstrak kasar dengan beberapa konsentrasi yaitu 25 µg.ml-1, 50 µg.ml-1, 100
µg.ml-1, 250 µg.ml-1 dan 500 µg.ml-1. Sampel ekstrak dilarutkan dengan larutan
NaCl fisiologis sesuai dengan konsentrasi uji yang diinginkan. Perlakuan kontrol
negatif dilakukan dengan larutan NaCl fisiologis dan tanpa penambahan ekstrak.
Larutan albendazol diberikan sebanyak 100 µg.ml-1 sebagai kontrol positif. Larva
uji didapatkan dari hasil penetasan telur nematoda domba milik Unit Pengelolaan
Hewan Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan dimana sebagian besar
terinfeksi Famili Trichostrongylidae (Haemonchus contortus 55%, Cooperia sp
25%, Nematodirus sp. 10%, Trichostrongylus sp. 10%). Pelepasan selubung larva
L3 dilakukan pada 3 ml larva divortex dan dicampurkan dengan 75µl.ml-1 2%
NaClO. Hasil campuran divortex selama 15 detik dan inkubasi (40oC/3 menit).
Larutan disaring dengan menggunakan kertas saring ukuran 5 µm. Hasil larva
yang terlepas dari selubung didapatkan dengan merendam kertas saring ke dalam
larutan fisiologis dan siap dilakukan uji.
Sumur uji dipersiapkan untuk setiap perlakuan kemudian ditambahkan 100
µl suspensi larva (~150 larva L3). Larutan ekstrak diberikan sebanyak 100 µl pada
setiap perlakuan ke dalam sumur kemudian homogenisasi selama 5 menit dan
diinkubasi (21oC/2 jam). Homogenisasi dilakukan pada selang 1 jam. Perlakuan
dilakukan sebanyak enam kali ulangan. Hasil inkubasi dihangatkan (37oC/10
menit) dan homogenasi selama 1 menit kemudian disaring (kertas saring 20 µm)
ke dalam sumur baru yang berisi 1800 µl larutan fisiologis. Proses penyaringan
dilakukan secara perlahan untuk menghindari kerusakan pada kertas saring.
Homogenisasi larutan uji dilakukan setiap satu kali penuangan pada masingmasing perlakuan. Sumur baru selanjutnya diinkubasi selama (37oC/45 menit)
pada ruang gelap. Perhitungan jumlah larva yang berhasil melewati saringan
dengan menggunakan perbesaran 10x dan perhitungan kematian larva migrasi
ditentukan mengacu pada Rabel et al. (1994) dengan rumus :
6
LMIA (%) =
An
Bn
(2)
= jumlah larva yang bermigrasi pada konsentrasi ke-n (ekor)
= jumlah larva yang tidak bermigrasi pada konsentrasi ke-n (ekor)
Nilai 50% konsentrasi kematian dimana konsentrasi yang dapat secara efektif
menghambat 50% migrasi larva ditentukan oleh kurva dosis-respon antara nilai
mortalitas probit (y) dengan konsentrasi logaritmik (x)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi morfologi dan pertumbuhan sel bakteri
Karakterisasi morfologi terhadap isolat bakteri S1 dan S2 dapat dilihat pada
Tabel 1. Hasil uji pewarnaan Gram bakteri menghasilkan isolat S1 dan S2
termasuk ke dalam Gram positif (Gambar 2). Hal ini dilihat warna dari larutan
krisital violet isolat bakteri yang tidak hilang ketika dibilas alkohol dan safranin
(Fardiaz 1989). Gram positif memiliki dinding sel yang tersusun oleh sebagian
besar peptidoglikan di mana mampu mengikat zat warna dan tidak rusak saat
dicuci dengan alkohol.
(a)
(b)
Gambar 2 Pengujian pewarnaan Gram isolat (a) S1 dan (b) S2
Tabel 1 Karakterisasi morfologi isolat bakteri S1 dan S2
Ciri-ciri Koloni
Pewarnaan Gram
Diameter
Warna
Tepian
Bentuk
Konsistensi
Elevasi
S1
Positif
2 mm
Keabuan
Licin
Bundar
Cair
Timbul
S2
Positif
2 mm
Putih
Licin
Bundar
Padat
Timbul
Kedua isolat selanjutnya diinkubasi untuk mengetahui fase pertumbuhan sel
yang dihasilkan. Hasil pengamatan tiap 6 jam selama 72 jam menunjukkan bahwa
7
fase pertumbuhan sel mencapai pada fase stasioner selama 48 jam untuk S1 dan
42 jam untuk S2 (Gambar 3). Jumlah sel yang dihasilkan pada jam ke- 48 oleh S1
yaitu 6.7 x 106 sel.ml-1 dan jam ke-42 oleh S2 yaitu 7.9 x 106 sel.ml-1. Produksi sel
mengalami penurunan pada jam selanjutnya hingga jam ke 72 untuk kedua isolat.
Hasil pengamatan kurva pertumbuhan kedua isolat dapat dijadikan sebagai
penentuan waktu ekstraksi isolat bakteri. Penentuan fase dilakukan pada produksi
sel mencapai kondisi maksimal dan masuk ke fase stasioner dimana nutrisi media
yang semakin menipis. Kondisi nutrisi yang semakin berkurang menyebabkan
bakteri merespon secara fisiologis seperti menghasilkan senyawa metabolit
sekunder untuk dapat bertahan hidup sebelum menuju fase kematian (BacunDruzina et al. 2011).
(a)
(b)
Gambar 3 Kurva pertumbuhan isolat bakteri simbion (a) S1 dan (b) S2
Kandungan Fitokimia Ekstrak Bakteri Simbion Spons
Ekstrak bakteri yang berasosiasi dengan spons diekstraksi menggunakan
pelarut metanol untuk mengambil metabolit yang bersifat semipolar. Jumlah
ekstrak bioaktif yang diperoleh dinyatakan dalam rendemen (%(b/v)). Rendemen
ekstrak metanol menghasilkan jumlah rendemen 0.015% dan 0.024%. Jumlah
rendemen ekstrak bakteri yang berasosiasi dengan spons dari pelarut metanol
sebanyak 1000 ml menghasilkan berat ekstrak 153 mg dan 248 mg. Hasil
ekstraksi langsung pada jaringan spons diperoleh ekstrak berkisar 1-10% dari
8
bobot total tubuhnya (Lee et al. 2012; Tang et al. 2012; Ebada et al. 2009).
Ekstraksi senyawa bioaktif dari mikroorganisme lebih efektif dibandingkan
dengan inangnya yaitu spons. Hal ini dikarenakan ekstrak isolat bakteri
membutuhkan waktu yang lebih cepat dan dalam kondisi yang lebih terkontrol
dibandingkan dengan mengambil dari alam yang dapat mengganggu kelestarian
spons. Budidaya spons laut membutuhkan waktu panen yaitu sekitar 2 hingga 3
tahun (MacMillan 1999). Hasil ekstrak kasar yang didapatkan selanjutnya
dikarakterisasi untuk mengetahui golongan senyawa bioaktif yang terkandung
dalam ekstrak bakteri.
Uji kandungan fitokimia terhadap ekstrak S1 dan S2 dapat dilihat pada
Tabel 2. Hasil skrining memperlihatkan golongan senyawa triterpenoid dimiliki
oleh kedua isolat. Akan tetapi golongan senyawa flavonoid hanya dimiliki oleh
isolat S1.
Tabel 2 Skrining fitokimia ekstrak isolat bakteri S1 dan S2
Golongan
Ekstrak bakteri simbion spons
Senyawa
S1
S2
Alkaloid
Flavonoid
+
Saponin
Tanin
Steroid/Triterpenoid
+
+
Keterangan : + terdeteksi, - tidak terdeteksi
Ada dan tidaknya komposisi golongan senyawa bioaktif yang dihasilkan
dalam masing-masing ekstrak mengindikasikan perbedaan aktivitas biologis yang
dimiliki dari setiap isolat. Golongan senyawa triterpenoid dan flavonoid telah
dibuktikan memiliki kandungan bioaktif dalam bidang medis (Simmons et al.
2005; Ebada et al. 2010; Utami et al. 2014). Penelitian mengenai potensi senyawa
triterpenoid terhadap nematoda masih terbatas pada ekstrak tanaman seperti
Pulsatilla koreana (Li et al. 2013) dan beberapa tanaman terestrial lainnya
(Eguale et al. 2007). Turunan dari senyawa tersebut yaitu saponins dari ekstrak
tumbuhan Corchorus olitorius, Cinnamomum camphora, Portulace oleraceae dan
Lantana camar mampu menghambat metabolisme nematoda Meloidogyne Spp.
(Ibrahim et al. 2014). Vickery dan Vickery (1981) menyatakan bahwa triterpenoid
saponin memiliki potensi, sebagai antibiotik dan fungisidal. Penggunaan senyawa
ini pun dalam dunia medis telah diketahui sebagai sebagai obat pencernaan. Hal
ini dapat diasumsikan kandungan triterpenoid pada kedua ekstrak pun dapat
diindikasikan memiliki potensi terhadap nematoda khususnya larva infektif pada
domba.
Hasil skrining menunjukkan kandungan golongan flavonoid hanya
terdeteksi pada ekstrak S1. Senyawa flavonoid sudah lama diketahui dapat
dijadikan indikator keberhasilan dalam pengobatan dimana dengan spektrum yang
tinggi mampu membunuh penyakit parasit dan protozoa patogen (Hrckova and
Velebny 2013). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kehadiran senyawa ini
terlihat pada ekstrak yang memiliki aktivitas antelmintika yang tinggi walaupun
tingkat toksisitas yang rendah (Middleton et al. 2000). Beberapa turunan dari
9
golongan senyawa flavonoid menunjukkan efek merusak pada spesies cacing
parasit tertentu (Hrckova and Velebny 2013).
Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Hasil uji toksisitas ekstrak kasar isolat bakteri memiliki variasi kematian
larva yang berbeda dalam masing-masing konsentrasinya dilihat pada Tabel 3.
Hasil menunjukkan bahwa tiap isolat dengan konsentrasi yang berbeda memiliki
kandungan bioaktif yang mempengaruhi larva A. salina.
Tabel 3 Persentase mortalitas larva A. salina pada uji toksisitas ekstrak bakteri S1
dan S2
Sampel
Kontrol
S1
S2
Konsentrasi
(µg.ml-1)
0
10
100
250
500
10
100
250
500
Rata-rata
%
Kematian Mortalitas
0
0
0.23
23.3
0.52
51.7
0.72
71.7
1
0.20
20
0.57
56.7
0.78
78.3
1
-
Hasil uji toksisitas pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa nilai persentase
mortalitas dari kedua ekstrak isolat yang mendekati nilai 50% kematian larva
terletak pada konsentrasi 100 µg.ml-1. Kematian larva A.salina tidak terjadi pada
perlakuan kontrol terhadap kedua ekstrak isolat. Penentuan konsentrasi yang tepat
dalam menghentikan kematian 50% larva dapat dilakukan dengan menggunakan
nilai mortalitas probit. Selain itu dengan mengetahui nilai mortalitas probit dalam
setiap konsentrasi maka akan diketahui grafik hubungan log konsentrasi ekstrak
(x) terhadap nilai mortalitas probit (y) yang dihasilkan pada ekstrak kasar seperti
pada Gambar 4.
Hasil uji toksisitas ekstrak kasar S1 dan S2 memperlihatkan bahwa nilai
mortlitas probit berbanding lurus dengan log konsentrasi uji. Semakin besar
konsentrasi yang digunakan maka semakin besar persentase mortalitas yang
terjadi. Nilai kolerasi yang didapatkan dari kedua ekstrak mendekati 1 yaitu 0.98.
Nilai persentase tertinggi yang dimiliki oleh kedua isolat terdapat pada
konsentrasi 500 µg.ml-1 sebesar 100%. Hasil analisis probit menunjukkan ekstrak
kasar S1 mendapatkan nilai LC50 dalam 24 jam sebesar 69.38 µg.ml-1 sedangkan
S2 memiliki nilai konsentrasi 58.48 µg.ml-1.
10
6
Mortalitas Probit
5
y = 0.6504x + 3.6614
R² = 0.9889
4
3
2
1
0
0
0.5
1
1.5
2
Log Konsentrasi
2.5
3
3.5
(a)
7
Mortalitas Probit
6
5
4
y = 1.1329x + 2.9981
R² = 0.9891
3
2
1
0
0
0.5
1
1.5
Log Konsentrasi
2
2.5
3
(b)
Gambar 4 Analisis regresi log konsentrasi dengan probit % mortalitas ekstrak
kasar (a) S1 dan (b) S2 terhadap larva A. salina.
Uji toksisitas Brain Shrimp Lethality Test dengan menggunakan larva
A.salina merupakan uji toksisitas yang umum digunakan sebagai tahapan awal
(prescreening) dalam penapisan senyawa bioaktif. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa A. salina memiliki korelasi positif terhadap ekstrak yang
bersifat bioaktif (Meyer et al. 1982). Keuntungan menggunakan metode BSLT
yaitu prosedurnya sederhana, cepat, tidak memerlukan biaya yang besar dan
hasilnya akurat (Sargeloos et al. 1978). Hasil uji yang didapatkan menunjukkan
bahwa efek toksisitas yang dimiliki kedua isolat dapat dijadikan uji awal terhadap
larva nematoda. Konsentrasi ekstrak S1 dan S2 memiliki efek toksisitas dengan
nilai LC50 dibawah 1000 µg.ml-1 (Meyer et al. 1982). Suatu bahan kimia
dinyatakan berkemampuan toksik apabila mampu membunuh 50% atau lebih
populasi uji dalam selang waktu yang pendek seperti 24 jam dan 48 jam (Meyer et
al. 1982). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kasar yang dimiliki oleh kedua
11
isolat bersifat bioaktif. Hasil uji toksisitas menunjukkan perbedaan nilai LC50 24
jam yang didapatkan dari kedua ekstrak kasar isolat dimana S2 memiliki nilai
toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan S1. Hal ini dikarenakan semakin
rendah konsentrasi yang didapatkan dalam membunuh 50% larva uji maka nilai
toksisitas yang dimiliki semakin tinggi (Meyer et al. 1982).
Efek toksisitas yang dihasilkan terhadap larva A.salina diindikasikan
berasal dari golongan senyawa bioaktif yang dimiliki oleh kedua ekstrak tersebut
yaitu golongan triterpenoid dan flavonoid. Golongan senyawa alkaloid, steroid,
dan flavonoid dapat bersifat toksik yang dapat menyebabkan kematian terhadap
hewan uji larva A. salina (Utami et al. 2014). Kemudian telah diketahui bahwa
adanya efek toksisitas ekstrak kasar pada A salina telah mengindikasikan potensi
senyawa bioaktif sebagai anti-kanker dan antibiotik lainnya (Utami et al. 2014).
Kematian hewan uji A. salina diperkirakan melalui proses senyawa yang
terkandung dapat menghambat daya makan larva (antifedant). Cara kerja
senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai racun perut (stomach
poisoning). Apabila senyawa-senyawa ini masuk ke dalam tubuh larva maka alat
pencernaannya akan terganggu. Senyawa ini menghambat reseptor perasa pada
daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa
sehingga tidak mampu mengenali makanannya dan akibatnya larva mati kelaparan
(Rita et al. 2008). Persentase mortalitas pada kontrol (0 µg.ml-1) sebesar 0%
menunjukkan bahwa kondisi lingkungan A.salina baik untuk hidup dan tidak
menyebabkan kematian. Kematian yang terjadi pada larva dapat disimpulkan
karena pengaruh dari ekstrak kasar kedua isolat apabila kita melihat dari setiap
perlakuan yang diberikan.
Uji hambatan migrasi larva (Larval Migration Inhibition Assay) nematoda
domba
Hasil uji migrasi larva menggunakan ekstrak kasar isolat dengan konsentrasi
yang berbeda memiliki nilai persentase yang bervariasi seperti pada Tabel 4. Hasil
uji kedua isolat memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang
diberikan menyebabkan nilai hambat larva untuk migrasi semakin besar. Hal ini
dapat dibuktikan dengan nilai korelasi yang mendekati 1 yaitu 0.99 pada kedua
ekstrak. Konsentrasi yang memiliki pengaruh rendah hingga tertinggi dimulai dari
konsentrasi 25