Pengaruh Investasi Swasta dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sektor Pertanian, Sub-sektor Tanaman Pangan, Perkebunan, Peternakan

PENGARUH INVESTASI SWASTA DAN TENAGA KERJA
TERHADAP PDRB SEKTOR PERTANIAN, SUB-SEKTOR
TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN, PETERNAKAN

IKAWATI FITRIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Investasi
Swasta dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sektor Pertanian, Sub-sektor Tanaman
Pangan, Perkebunan, Tanaman Pangan adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Ikawati Fitria
NIM H151100014

RINGKASAN
IKAWATI FITRIA. Pengaruh Investasi Swasta dan Tenaga Kerja terhadap PDRB
Sektor Pertanian, Sub-sektor Tanaman Pangan, Perkebunan, Peternakan.
Dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR dan RINA OKTAVIANI.
Indonesia termasuk salah satu negara yang masuk ke dalam kategori
negara top performing GDP growth rates menurut Tolo (2011) berdasarkan
tingkat pertumbuhan PDB kumulatif selama periode 1984-2008 bersama
Tiongkok, India, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Pertanian merupakan salah
satu sektor yang memiliki peran penting di dalam perekonomian Indonesia, baik
dinilai dari kontribusi terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja dan penurunan
kemiskinan. Pertanian juga merupakan salah satu syarat penting untuk
menciptakan ketahanan pangan nasional di samping energi dan finansial. Menurut
Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional saat ini sebesar 15 persen

berada pada urutan kedua setelah sektor industri manufaktur.
Penelitian ini menganalisis bagaimana pengaruh investasi swasta dan
jumlah tenaga kerja sektor pertanian secara sempit (meliputi sub-sektor tanaman
pangan, perkebunan dan peternakan) terhadap PDRB masing-masing sub-sektor
dalam sektor pertanian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
panel PDRB, PMDN, PMA, jumlah tenaga kerja sektor pertanian, sub-sektor
tanaman pangan, perkebunan, peternakan di 33 provinsi periode 2007-2012. Data
yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS), Bank Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Kementerian
Pertanian. Metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh investasi swasta
dan jumlah tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi masing-masing subsektor menggunakan metode Generalized Least Square.
Berdasarkan hasil estimasi dapat dilihat bahwa investasi yang diukur
melalui PMA dan PMDN riil serta tenaga kerja berperan dalam mendorong
kinerja PDRB sektor pertanian, sub-sektor tanaman pangan, perkebunan dan
peternakan. Seperti halnya investasi, peningkatan tenaga kerja juga berperan
dalam mendorong PDRB sektor pertanian, sub-sektor tanaman pangan,
perkebunan dan peternakan. Hasil ini secara umum sesuai dengan hipotesis
penelitian. Secara teoritis, modal dan tenaga kerja merupakan input produksi,
dengan demikian peningkatan kedua input ini akan mendorong peningkatan
output.

Bila dilihat secara detail, pengaruh parsial dari investasi (PMDN dan PMA)
tidak sebesar tenaga kerja, hal ini terlihat dari nilai elastisitas PMA riil yang
berkisar antara 0.020-0.039 sedangkan PMDN riil berkisar antara 0.031-0.065.
Elastisitas tenaga kerja berkisar antara 0.160–0.793. Hasil ini mengimplikasikan
bahwa PDRB sektor pertanian, sub-sektor tanaman pangan, perkebunan dan
peternakan lebih didorong oleh faktor tenaga kerja dibandingkan investasi.

Temuan dalam studi ini menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki
karakteristik padat karya (labor intensive) dibandingkan dengan capital intensive.
Secara empiris hasil ini juga dapat dilihat berdasarkan data BPS dimana selama
beberapa dekade terakhir sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja
sektor-sektor yang lain.
Kata kunci: investasi swasta PMDN, PMA, sektor pertanian, sub-sektor tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, Generalized Least Square

SUMMARY
IKAWATI FITRIA. The Effect of Private Investment and Labor towards
Agricultural Sector, Crops, Estate Crops, Livestock GDRP. Supervised by
HERMANTO SIREGAR and RINA OKTAVIANI.
Indonesia is one of the countries that included in top performing GDP

growth rates according to Tolo (2011), this measure is based on the cummulative
GDP growth rate during the period 1984 to 2008 with other countries such as
China, India, Malaysia, Thailand and Vietnam. Agriculture is a sector that has an
important role in the Indonesian economy, determined from the contribution to
GDP, employment and poverty reduction. Agriculture is also an important
requirement to create a national food security. Agricultural sector's contribution to
national GDP is currently at 15 percent on second ranks after manufacturing
industry.
This research is aimed to analyze the effect of private investment and labor
in agricultural sector and its sub-sector including crops, estate crops and livestock
towards its GDRP. Data used in this study is panel data consist of GDRP,
domestic investment, foreign investment, amount of agricultural labors, in
agriculture sector, crops, estate crops, and livestock sub-sectors in 33 provinces
period 2007-2012. The data used are secondary data obtained from the Central
Statistics Agency (BPS), Investment Coordination Board (BKPM), and Ministry
of Agriculture. The method used to examine the effect of private investment and
the amount of labors towards economic growth of each sub-sector is Generalized
Least Square method.
Based on the estimation results, it indicates that investment which is
measured by the real domestic and foreign investment, as well as the role of labor

in the agricultural sector in increasing GDRP performance of crops, plantations
and farms sub-sector. The increase in employment also contributes in increasing
GDP of agriculture sector, food crops, estate crops and livestock. These results are
generally consistent with the hypothesis of the study. Theoretically, capital and
labor are the production inputs, thus an increase in both inputs will encourage an
increase in output. The partial effect of domestic and foreign investment are lower
than labor effect towards the GDRP, depicted from the real value of the elasticity
of PMA ranging from 0.020-0.039 while real domestic investment range between
0.031-0.065 while labor elasticity range between 0.160-0.793. This result implies
that the GDRP of agriculture sector, food crops, estate crops and livestock is
driven more by investment than the labor factor. The findings in this study
indicate that the agricultural sector is more into labor intensive than capital
intensive. Empirically, this result can also be examined based on BPS data over
the last several decades in which the agricultural sector which has been the main
employer of labors than the other sectors.
Keywords: private domestic investment, private foreign investment, agriculture
sector, food crops, estate crops, livestock, Generalized Least Square

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PENGARUH INVESTASI SWASTA DAN TENAGA KERJA
TERHADAP PDRB SEKTOR PERTANIAN, SUB-SEKTOR
TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN, PETERNAKAN

IKAWATI FITRIA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Ir Tubagus Nur Ahmad Maulana, MSc
MBA PhD

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah berupa tesis ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Tesis ini berjudul “Pengaruh Investasi Swasta dan Tenaga Kerja terhadap
PDRB Sektor Pertanian, Sub-sektor Tanaman Pangan, Perkebunan, Peternakan”
disusun sebagai suatu syarat dalam meraih gelar Magister Sains pada Departemen
Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihakpihak yang membantu dalam menyelesaikan tesis ini:
1. Prof Ir Hermanto Siregar, MEc PhD atas bimbingan dan saran yang
membangun sehingga tesis ini dapat disusun dengan baik

2. Prof Ir Rina Oktaviani, MS PhD yang telah dengan sabar membimbing
dan mengarahkan penulis hingga penyelesaian penulisan tesis ini
3. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Nunung
Nuryartono, MSi beserta jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu
Ekonomi SPS IPB
4. Semua dosen yang telah mengajar dan memberikan ilmu yang bermanfaat
bagi penulis
5. Rekan-rekan kelas khusus yang senantiasa menjadi penggugah semangat
penulis selama perkuliahan dan bersama-sama berjuang menyelesaikan
tesis
6. Kedua orang tua tercinta, ibu Dra Ninik Pudyastati dan ayah Drs
Rusdianto, SH MSi yang tak henti-hentinya mendukung, menyemangati
dan mendoakan dalam setiap langkah kehidupan, khususnya agar penulis
dapat menyelesaikan studi dengan baik dan bermanfaat bagi semua
7. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Muhammad Islam,
suami yang dengan sabar berbagi ilmu selama studi.
Harapannya adalaha semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan ilmu dan pengetahuan penulis, sehingga kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan.


Bogor, September 2014
Ikawati Fitria

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
i
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
1 PENDAHULUAN
Error! Bookmark not defined.
Latar Belakang
Error! Bookmark not defined.
Rumusan Masalah
Error! Bookmark not defined.

Tujuan Penelitian
Error! Bookmark not defined.
Ruang Lingkup Penelitian
6
Batasan Penelitian
Error! Bookmark not defined.
Manfaat Penelitian
7
2 TINJAUAN PUSTAKA
Error! Bookmark not defined.
Ruang Lingkup dan Ciri-Ciri Umum Sektor PertanianError! Bookmark not defined.
Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian
8
Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik
Error! Bookmark not defined.
Growth Accounting Approach
Error! Bookmark not defined.
Investasi di Sektor Pertanian
Error! Bookmark not defined.
Tenaga Kerja di Sektor Pertanian

Error! Bookmark not defined.
Hubungan Produk Domestik Regional Bruto, Investasi dan Tenaga KerjaError! Bookmark not defi
Tinjauan Empiris
Error! Bookmark not defined.
Kerangka Pemikiran
Error! Bookmark not defined.
Hipotesis Penelitian
Error! Bookmark not defined.
3 METODE PENELITIAN
Error! Bookmark not defined.
Definisi Operasional Variabel
Error! Bookmark not defined.
Jenis & Sumber Data
Error! Bookmark not defined.
Model Persamaan
Error! Bookmark not defined.
Metode Analisis Data
Error! Bookmark not defined.
Regresi Data Panel Statis
Error! Bookmark not defined.
4 GAMBARAN UMUM SEKTOR PERTANIAN DAN KEBIJAKAN
INVESTASI INDONESIA
Error! Bookmark not defined.
Perkembangan Kinerja Sektor Pertanian Secara Sempit dan Masing-masing
Sub-sektor
Error! Bookmark not defined.
Dinamika Tenaga Kerja Sektor Pertanian dan masing-masing Sub-sektorError! Bookmark not defi
Dinamika Investasi Sektor Pertanian dan masing-masing Sub-sektorError! Bookmark not defined.
Kebijakan Terkait Investasi Sektor Pertanian
Error! Bookmark not defined.
Investasi Infrastruktur Pertanian
Error! Bookmark not defined.
Investasi Swasta dan Pengeluaran Publik di Sektor PertanianError! Bookmark not defined.
5 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PDRB
SEKTOR PERTANIAN, SUB-SEKTOR TANAMAN PANGAN,
PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN
Error! Bookmark not defined.

ii

Hasil Estimasi Model
Error! Bookmark not defined.
Investasi Swasta (PMDN dan PMA) Sektor PertanianError! Bookmark not defined.
Investasi Swasta (PMDN dan PMA) Sub-sektor Tanaman PanganError! Bookmark not defined.
Investasi Swasta (PMDN dan PMA) Sub-sektor PerkebunanError! Bookmark not defined.
Investasi Swasta (PMDN dan PMA) Sub-sektor PeternakanError! Bookmark not defined.
Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian, Sub-sektor Tanaman Pangan,
Perkebunan, Peternakan
Error! Bookmark not defined.
Variabel Dummy Kebijakan Investasi tahun 2007 dan Dummy Kebijakan DNI
tahun 2010
Error! Bookmark not defined.
6 SIMPULAN DAN SARAN
Error! Bookmark not defined.
Simpulan
Error! Bookmark not defined.
Implikasi Kebijakan
Error! Bookmark not defined.
Saran Penelitian Lanjutan
Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA
Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN
Error! Bookmark not defined.
RIWAYAT HIDUP
Error! Bookmark not defined.

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Rata-rata pertumbuhan PDB menurut sektor (dalam persen) periode
1961-2012
Error! Bookmark not defined.
Tabel 2 Rata-rata pangsa PDB menurut sektor (dalam persen) periode 1961-2012
Error! Bookmark not defined.
Tabel 3 Rata-rata pertumbuhan PDB sub-sektor (dalam persen) periode
1961-2012
2
Tabel 4 Rata-rata pangsa PDB sub-sektor (dalam persen) periode 1961-2012
Error! Bookmark not defined.
Tabel 5 Distribusi tenaga kerja menurut sektor (dalam juta orang) periode
1986-2012
3
Tabel 6 Jenis dan sumber data yang digunakan
Error! Bookmark not defined.
Tabel 7 Kontribusi sektor pertanian terhadap angkatan kerja nasional
Error!
Bookmark not defined.
Tabel 8 Peringkat atas rata-rata provinsi berdasarkan PDRB Error! Bookmark not
defined.
Tabel 9 PDRB harga konstan sektor pertanian (secara sempit) peringkat atas
provinsi (dalam juta rupiah)
Error! Bookmark not defined.

iii

Tabel 10 PDRB harga konstan sub-sektor tanaman pangan peringkat atas
provinsi (dalam juta rupiah)
49
Tabel 11 PDRB harga konstan sub-sektor perkebunan peringkat atas provinsi
(dalam juta rupiah)
49
Tabel 12 PDRB harga konstan sub-sektor peternakan peringkat atas provinsi
(dalam juta rupiah)
49
Tabel 13 Peringkat, jumlah hari dan jumlah prosedur dalam membuka suatu
usaha baru di Indonesia
Error! Bookmark not defined.
Tabel 14 Pembatasan investasi berdasarkan sub-sektor
Error! Bookmark not
defined.
Tabel 15 Investasi sektor swasta untuk infrastruktur, tahun 1994-2004 (dalam
juta USD)
Error! Bookmark not defined.
Tabel 16 Rekapitulasi pengaruh parsial variabel terhadap PDRB berdasarkan
pendekatan GLS
Error! Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5

Peranan sektor pertanian: suatu ilustrasi teoritis
9
Pelaku investasi sektor pertanian
Error! Bookmark not defined.
Diagram struktur penduduk
Error! Bookmark not defined.
Kerangka pemikiran
Error! Bookmark not defined.
Perkembangan PDRB sektor pertanian secara sempit terhadap
PDRB nasional tahun 2007-2012 (dalam triliun rupiah)Error! Bookmark not defined.
Gambar 6 Kontribusi PDRB sektor pertanian secara sempit terhadap PDB
nasional tahun 2007-2012 (dalam persen)Error! Bookmark not defined.
Gambar 7 Laju pertumbuhan PDB sektor pertambangan, pertanian, pengolahan
tahun 2007-2012 (dalam persen)
Error! Bookmark not defined.
Gambar 8 Kontribusi PDRB masing-masing sub-sektor terhadap PDRB sektor
pertanian secara sempit tahun 2007-2012 (dalam persen)
Error!
Bookmark not defined.
Gambar 9 Perkembangan PDRB sub-sektor tanaman pangan tahun 2007-2012
(dalam triliun rupiah)
Error! Bookmark not defined.
Gambar 10 Perkembangan laju pertumbuhan PDB sub-sektor tanaman pangan
tahun 2007-2012 (dalam persen)
Error! Bookmark not defined.
Gambar 11 Perkembangan PDRB sub-sektor perkebunan tahun 2007-2012 (dalam
triliun rupiah)
39
Gambar 12 Perkembangan PDRB sub-sektor peternakan tahun 2007-2012 (dalam
triliun rupiah)
Error! Bookmark not defined.

iv

Gambar 13 Perkembangan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian tahun 20072012 (juta orang)
Error! Bookmark not defined.
Gambar 14 Perkembangan jumlah tenaga kerja sub-sektor tanaman pangan tahun
2007-2012 (dalam juta orang)
Error! Bookmark not defined.
Gambar 15 Perkembangan jumlah tenaga kerja sub-sektor perkebunan tahun
2007-2012 (juta orang)
Error! Bookmark not
Gambar 16 Perkembangan jumlah tenaga kerja sub-sektor peternakan tahun
2007-2012 (dalam juta orang)
Error! Bookmark not defined.
Gambar 17 Perkembangan realisasi PMA riil di sektor pertanian secara sempit
tahun 2007- 2012 (dalam triliun rupiah) Error! Bookmark not defined.
Gambar 18 Perkembangan realisasi PMA riil pada masing-masing sub-sektor
tahun 2007-2012 (dalam triliun rupiah) Error! Bookmark not defined.
Gambar 19 Komposisi rata-rata realisasi PMA riil pada masing-masing subsektor tahun 2007-2012 (dalam persen) Error! Bookmark not defined.
Gambar 20 Realisasi PMDN riil sektor pertanian tahun 2007-2012 (dalam persen)
Error! Bookmark not defined.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rekapitulasi tinjauan pustaka bab 2
Error! Bookmark not defined.
Lampiran 2 Daftar bidang usaha terbuka dengan syarat perpres 39/2014
Error!
Bookmark not defined.
Lampiran 3 Anggaran belanja pemerintah 2007-2012Error! Bookmark not defined.
Lampiran 4 Rekapitulasi hasil estimasi parameter panel data PDRBSP
Error!
Bookmark not defined.
Lampiran 5 Rekapitulasi hasil estimasi parameter panel data PDRBTP
Error!
Bookmark not defined.
Lampiran 6 Rekapitulasi hasil estimasi parameter panel data PDRBKE
Error!
Bookmark not defined.
Lampiran 7 Rekapitulasi hasil estimasi parameter panel data PDRBTE
79
Lampiran 8 Model PDRB sektor pertanian
79
Lampiran 9 Model PDRB sub-sektor tanaman pangan
Error! Bookmark not
defined.
Lampiran 10 Model PDRB sub-sektor perkebunan Error! Bookmark not defined.
Lampiran 11 Model PDRB sub-sektor peternakan Error! Bookmark not defined.

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kinerja perekonomian suatu negara salah satunya dapat dilihat melalui
Produk Domestik Bruto (PDB) yang sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari
kinerja perekonomian (Mankiw 2006). Suatu perekonomian dikatakan mengalami
pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau
lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain,
perkembangannya baru terjadi jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang
dihasilkan perekonomian bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Sektor
pertanian merupakan sektor primer yang merupakan salah satu sumber pertumbuhan
(source of growth) perekonomian nasional.
Menurut Boots (2011), Indonesia termasuk dalam negara dengan kategori top
performing GDP growth rates berdasarkan tingkat pertumbuhan PDB kumulatif
selama periode 1984-2008 bersama Tiongkok, India, Malaysia, Thailand dan
Vietnam. Berdasarkan data BPS dalam Komite Ekonomi Nasional (2013), kinerja
sektor pertanian dapat dilihat dari rata-rata pertumbuhan PDB sektor pertanian.
Pertumbuhan sektor pertanian khususnya tanaman pangan selama Pembangunan
Jangka Panjang Tahap Pertama (PJP I) pada periode 1969-1985 berkembang dengan
cepat. Perkembangan ini tidak dapat dilepaskan dari investasi pemerintah yang
signifikan pada tahun 1960-an dengan diperkenalkannya teknologi pertanian yang
modern kepada petani yang dikenal dengan revolusi hijau.
Pada tahun 1990-an terjadi penurunan rata-rata pertumbuhan PDB sektor
pertanian dan mencapai titik terendah di akhir periode tersebut, hal ini terkait dengan
terjadinya krisis pada tahun 1997. Perlambatan rata-rata pertumbuhan PDB sektor
pertanian semakin nyata bila dibandingkan dengan sektor lain. Rata-rata
pertumbuhan PDB sektor industri pengolahan, perdagangan dan jasa hingga tahun
2012 lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa telah terjadi perubahan struktur perekonomian Indonesia dari dominasi peran
sektor pertanian beralih ke sektor industri, perdagangan dan jasa. Rata-rata
pertumbuhan PDB menurut sektor secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rata-rata pertumbuhan PDB menurut sektor (dalam persen) periode 19612012
No

1
2
3
4
5

Sektor
Pertanian, Peternakan,
Kehutanan dan
Perikanan
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Lainnya
Produk Domestik Bruto

1961-70

1971-80

1981-90

1991-00

2001-10

2011-12

2.6

3.6

3.6

2.2

3.5

3.7

9.0
6.9

7.2
9.9

0.3
5.2

3.3
5.0

0.9
2.7

1.4
5.9

26.4
48.1
6.0

10.6
8.7
7.8

8.5
7.0
5.5

5.3
3.9
4.1

5.2
6.0
5.4

8.6
7.6
6.4

Sumber: BPS dalam Komite Ekonomi Nasional (2013)

2

Selain mengalami perlambatan pertumbuhan PDB, sektor pertanian juga
mengalami penurunan pangsa terhadap PDB nasional. Dilihat dari perkembangan
rata-rata pangsa PDB secara sektoral, penurunan pangsa sektor pertanian ini diiringi
dengan peningkatan pangsa sektor-sektor lain yaitu industri pengolahan,
perdagangan, dan sektor jasa-jasa, telekomunikasi dan transportasi. Sektor pertanian
mengalami penurunan pangsa dari 53.4 persen pada periode 1961-1970 menjadi
hanya sekitar 15 persen pada periode 2011-2012. Rata-rata pangsa PDB menurut
sektor secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Rata-rata pangsa PDB menurut sektor (dalam persen) periode 1961-2012
No
1

2
3
4
5

Sektor
Pertanian,
Peternakan,
Kehutanan dan
Perikanan
Pertambangan dan
Penggalian
Industri
Pengolahan
Perdagangan, Hotel
dan Restoran
Lainnya

1961-70
53.4

1971-80
33.8

1981-90
26.6

1991-00
18.6

2001-10
14.4

2011-12
15.0

3.7

17.6

18.1

11.0

10.2

11.5

8.3

8.3

3.9

21.0

28.1

24.6

17.7

16.8

18.5

17.0

15.4

13.8

17.0

23.7

33.0

32.5

32.0

35.1

Sumber: BPS dalam Komite Ekonomi Nasional (2013)
Sektor pertanian terbagi menjadi pertanian secara luas dan pertanian secara
sempit (Mubyarto 1989). Kinerja sektor pertanian secara luas ditunjang oleh masingmasing sub-sektor yang terdiri dari sub-sektor tanaman pangan, perkebunan,
peternakan, kehutanan dan perikanan. Sedangkan sektor pertanian secara sempit
tidak memasukkan sub-sektor kehutanan dan perikanan. Berdasarkan rata-rata
pertumbuhan PDB sub-sektor, dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan sub-sektor
tanaman pangan relatif lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sub-sektor lainnya.
Pada tahun 2011-2012 tanaman pangan mengalami penurunan pertumbuhan (2.4
persen), perkebunan dan peternakan mengalami peningkatan (4.8 persen) dan
perikanan (6.8 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa sub-sektor perikanan,
perkebunan dan peternakan merupakan peluang sumber pertumbuhan baru
menggantikan sub-sektor tanaman pangan yang mengalami perlambatan. Rata-rata
pertumbuhan PDB sub-sektor secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Rata-rata pertumbuhan PDB sub-sektor (dalam persen) periode 1961-2012
No
1
2
3
4
5

Sub-sektor
Tanaman Pangan
Perkebunan
Peternakan dan produknya
Kehutanan
Perikanan
Sektor Pertanian secara luas

1961-70
2.4
3.2
2.8
4.5
5.3
2.6

1971-80
6.1
2.9
16.3
(2.0)
6.1
3.6

1981-90
4.2
4.9
6.2
(3.0)
6.1
3.6

Keterangan: ( ) = negative growth
Sumber: BPS dalam Komite Ekonomi Nasional (2013)

1991-00
1.4
3.3
3.4
0.2
5.1
2.2

2001-10
3.2
4.3
4.2
(0.1)
5.1
3.5

2011-12
2.4
4.8
4.8
0.5
6.8
3.7

3

Dilihat dari pangsa PDB masing-masing sub-sektor terhadap PDB sektor
pertanian, sub-sektor tanaman pangan memiliki pangsa mencapai lebih dari 60
persen dari PDB pada periode 1961-1990, namun mulai mengalami penurunan
pangsa menjadi hanya 48.4 persen pada tahun 2011-2012. Meski demikian, tanaman
pangan masih dominan dibandingkan dengan sub-sektor lainnya pada pertanian
secara sempit. Sub-sektor peternakan menunjukkan peningkatan kontribusi terhadap
PDB sektor pertanian dari tahun ke tahun, sedangkan sub-sektor perkebunan terus
mengalami penurunan. Rata-rata pangsa PDB sub-sektor secara rinci dapat dilihat
pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Rata-rata pangsa PDB sub-sektor (dalam persen) periode 1961-2012
No
1
2
3
4
5

Sub-sektor
Tanaman Pangan
Perkebunan
Peternakan dan produknya
Kehutanan
Perikanan
Sektor Pertanian secara luas

1961-70
64.4
17.3
6.4
3.3
8.8
8.8

1971-80
59.4
17.3
7.1
10.5
5.8
7.6

1981-90
61.1
16.2
10.4
5.0
7.4
5.8

1991-00
54.2
16.5
10.9
8.0
10.6
6.5

2001-10
50.1
14.7
12.2
6.1
17.1
7.4

2011-12
48.4
13.8
12.1
4.7
21.1
8.5

Sumber: BPS dalam Komite Ekonomi Nasional (2013)
Meski telah terjadi transformasi struktural, distribusi tenaga kerja menurut
sektor ditopang oleh sektor pertanian dimana jumlah tenaga kerja yang bekerja di
sektor pertanian masih cukup tinggi. Pada tahun 2012, terdapat 39.1 juta orang
bekerja di sektor pertanian secara luas, 23.3 juta orang terserap di sektor
perdagangan dan jasa, 15 juta orang di industri pengolahan. Distribusi tenaga kerja
menurut sektor dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Distribusi tenaga kerja menurut sektor (dalam juta orang) periode 19862012
No
1

2
3
4
5

Sektor
Pertanian,
Peternakan,
Kehutanan dan
Perikanan
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan
Perdagangan, Hotel
dan Restoran
Lainnya
Total

1986-88
37.1

1989-91
39.8

1992-94
38.5

2001-05
41

2006-10
41.1

2011-12
39.1

0.3

0.5

0.6

0.7

1.1

1.6

5.6
10.1

7.4
10.9

9.1
12.5

11.8
17.9

12.7
21.1

15
23.3

14.7
67.8

14.2
72.8

17.1
77.8

21.1
92.6

26.2
102.2

31.3
110.3

Sumber: BPS (2013)
Perlambatan pertumbuhan dan penurunan pangsa PDB sektor pertanian tidak
hanya terjadi di Indonesia, negara-negara berkembang lain diantaranya India dan
Pakistan juga mengalami hal serupa. Penurunan kinerja PDB sektor pertanian di
Pakistan disebabkan oleh penurunan investasi swasta hingga mencapai titik terendah
dalam sejarah private sector led growth phase pada periode 1978-2002. Pangsa

4

sektor pertanian terhadap PDB nasional Pakistan menurun dari 21.4 persen pada
tahun 1980-an menjadi 11.2 persen pada pertengahan tahun 1990-an. 1
Pentingnya peran sektor pertanian tidak dapat dilihat melalui kontribusinya
terhadap PDB nasional, namun juga dalam pengurangan kemiskinan, penyediaan
kesempatan kerja, peningkatan kesejahteraan petani, ketahanan pangan, serta
menjaga keberlanjutan daya dukung sumber daya alam dan lingkungan. Daryanto
(1995) mengemukakan bahwa pertanian dipandang sebagai sektor yang memiliki
kemampuan khusus dalam memadukan pertumbuhan dan pemerataan (growth with
equity). Semakin besar perhatian terhadap melebarnya perbedaan pendapatan
memberikan stimulan yang lebih besar untuk memanfaatkan kekuatan pertanian bagi
pembangunan yang lebih baik. Kontribusi besar yang dimiliki sektor pertanian
memberikan sinyal bahwa sudah saatnya Indonesia sebagai negara agraris untuk
memprioritaskan sektor pertanian demi terciptanya pembangunan perekonomian
secara merata sehingga bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
World Bank (2007) menunjukkan terdapat hubungan antara pertumbuhan
pertanian yang pesat dengan laju penurunan angka kemiskinan dan kekurangan gizi
di negara-negara berkembang. Kenaikan pertumbuhan pertanian per tahun sebesar 1
persen rata-rata akan menghasilkan kenaikan pendapatan dari kelompok masyarakat
berpendapatan rendah di negara-negara berkembang sebesar 2.7 persen. Hal ini
membuktikan peran strategis pertumbuhan sektor pertanian dalam meningkatkan
pendapatan dan pengurangan kemiskinan dan gizi buruk di negara-negara
berkembang.
Dalam bentuk keterkaitan ekonomi, sektor pertanian mempunyai tiga fungsi
utama: (i) sebagai sumber investasi di sektor-sektor non-pertanian, surplus uang di
sektor pertanian menjadi sumber dana investasi di sektor-sektor lain; (ii) sebagai
sumber bahan baku atau input bagi sektor-sektor lainnya, khususnya
agroindustri dan sektor perdagangan; (iii) melalui peningkatan permintaan di pasar
output, sebagai sumber diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya
(Tambunan 2003).
Sektor pertanian juga menentukan berhasil atau tidaknya upaya-upaya
pembangunan ekonomi jangka panjang. Jika suatu negara menghendaki
pembangunan yang lancar dan berkesinambungan maka negara itu harus
memulainya dari sektor pertanian (Todaro 2003). Hal ini diperkuat oleh Rostow
dalam Kalangi (2006), sektor pertanian yang handal merupakan prasyarat bagi
pembangunan sektor industri dan jasa. Pengamatan empiris menunjukkan bahwa
sebagian besar negara hanya dapat mencapai tahapan tinggal landas menuju
pembangunan ekonomi berkelanjutan yang digerakkan oleh sektor industri dan
jasa setelah didahului oleh kemajuan di sektor pertanian.

1

The Lahore Journal of Economics Vol 9 No 1 2008

5

Rumusan Masalah
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam
masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno 2000).
Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian
dari suatu periode ke periode lainnya dimana kemampuan suatu negara untuk
menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini
disebabkan oleh pertambahan faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan
kualitasnya. Investasi akan menambah barang modal dan teknologi yang digunakan
juga makin berkembang. Disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat
perkembangan penduduk seiring dengan meningkatnya pendidikan dan keterampilan
mereka.
Investasi pada sektor pertanian memegang peranan yang sangat penting
dalam pencapaian target-target perekonomian Indonesia. Badan Koordinasi
Penanaman Modal (2005) mendefinisikan investasi sebagai kata kunci penentu
laju pertumbuhan ekonomi, sehingga investasi diperlukan untuk memacu
pertumbuhan sektor-sektor perekonomian, khususnya sektor pertanian, karena
secara signifikan investasi akan mendorong kenaikan output, meningkatkan
permintaan input, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesempatan kerja
dan pendapatan masyarakat. Pendapat tersebut didukung dengan adanya UU
Penanaman Modal No 25 Tahun 2007 (Lampiran 1) yang menyebutkan bahwa salah
satu tujuan dari penyelenggaraan investasi baik investasi PMDN (Penanaman Modal
Dalam Negeri) maupun PMA (Penanaman Modal Asing) adalah untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional.
Hadi (2010) menambahkan bahwa UU No 25 Tahun 2007 menjelaskan
bahwa pemerintah memberikan fasilitas dan insentif untuk investasi kepada
perusahaan besar terutama modal asing dan memberikan stimulan pajak berupa pajak
pendapatan, pajak untuk modal, mesin atau peralatan, bebas pajak untuk bahan
mentah, pajak pertambahan nilai, percepatan amortisasi dan pajak properti. Ijin
penggunaan lahan (HGU) bagi investor asing sangat mudah dan masa HGU
diperpanjang semula 70 tahun menjadi 95 tahun. Selanjutnya untuk lebih
meningkatkan kegiatan penanaman modal di Indonesia serta dalam kerangka
komitmen Indonesia terhadap Masyarakat Ekonomi ASEAN, pemerintah
mengeluarkan PP No 36 Tahun 2010 yang memperbaharui ketentuan mengenai
daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan
di bidang penanaman modal.
Ditinjau dari tujuannya, investasi di sektor pertanian tidak hanya mampu
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi peningkatan pembangunan pertanian
itu sendiri, tetapi juga bagi peningkatan perekonomian nasional dan kesejahteraan
masyarakat khususnya petani. Tetapi kenyataannya, investasi di sektor pertanian ini
kurang mendapat perhatian dari berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta.
Mengingat pentingnya peran sektor pertanian dalam perekonomian, maka sektor ini
perlu dikembangkan salah satunya melalui investasi baik PMDN maupun investasi
asing PMA.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, penelitian ini bermaksud
untuk mendapatkan pemahaman tentang gambaran tenaga kerja dan investasi swasta
di sektor pertanian secara sempit yang meliputi sub-sektor tanaman pangan,

6

perkebunan dan peternakan pada periode 2007-2012 dengan permasalahan yang
ingin diteliti sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi investasi PMDN
dan PMA sektor pertanian terhadap pertumbuhan PDRB sektor pertanian
secara sempit pada periode 2007-2012?
2.
Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi investasi PMDN
dan PMA sub-sektor tanaman pangan terhadap pertumbuhan PDRB subsektor tanaman pangan pada periode 2007-2012?
3.
Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi investasi PMDN
dan PMA sub-sektor perkebunan terhadap pertumbuhan PDRB sub-sektor
perkebunan pada periode 2007-2012?
4.
Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi investasi PMDN
dan PMA sub-sektor peternakan terhadap pertumbuhan PDRB sub-sektor
peternakan pada periode 2007-2012?
5.
Bagaimana pengaruh dummy kebijakan investasi di tahun 2007 dan dummy
kebijakan daftar negatif investasi di tahun 2010 terhadap PDRB masingmasing sub-sektor pada periode 2007-2012?

Tujuan Penelitian
1.

2.

3.

4.

5.

Menganalisis pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi PMDN dan
PMA sektor pertanian terhadap pertumbuhan PDRB sektor pertanian secara
sempit
Menganalisis pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi PMDN dan
PMA sub-sektor tanaman pangan terhadap pertumbuhan PDRB sub-sektor
tanaman pangan
Menganalisis pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi PMDN dan
PMA sub-sektor perkebunan terhadap pertumbuhan PDRB sub-sektor
perkebunan
Menganalisis pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi PMDN dan
PMA sub-sektor peternakan terhadap pertumbuhan PDRB sub-sektor
peternakan
Menganalisis pengaruh dummy kebijakan investasi di tahun 2007 dan dummy
kebijakan daftar negatif investasi di tahun 2010 terhadap PDRB masingmasing sub-sektor
Ruang Lingkup Penelitian

Fokus penelitian ini menganalisis bagaimana pengaruh investasi swasta
(PMDN dan PMA) serta jumlah tenaga kerja terhadap PDRB sektor pertanian secara
sempit (meliputi sub-sektor tanaman pangan, perkebunan dan peternakan) dan
masing-masing sub-sektor terdiri dari sub-sektor tanaman pangan, perkebunan dan
peternakan terhadap PDRB masing-masing sub-sektor, dengan ruang lingkup
penelitian sebagai berikut:

7

1.

2.
3.

Penelitian ini menggunakan data panel PDRB, realisasi PMDN, realisasi
PMA, dan jumlah tenaga kerja sektor pertanian secara sempit, sub-sektor
tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan di 33 provinsi Indonesia selama
periode 2007-2012.
Kinerja perekonomian sektor pertanian dan sub-sektor tanaman pangan,
perkebunan dan peternakan diukur dengan PDRB masing-masing sub-sektor.
Investasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah realisasi investasi swasta
sektor pertanian, sub-sektor tanaman pangan, perkebunan dan peternakan
yang memperoleh fasilitas baik dari dalam negeri (PMDN) maupun luar
negeri (PMA). Investasi merupakan proksi dari stok modal.
Batasan Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian, baik variabel bebas dan variabel terikat
hanya meliputi sektor pertanian secara sempit dan masing-masing sub-sektor yakni
sub-sektor tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. Hal ini terkait dengan
ketersediaan data oleh Kementrian Pertanian yang membawahi tiga sub-sektor
tersebut. Sedangkan sub-sektor kehutanan dan perikanan berada di Kementrian yang
berbeda yakni Kementrian Kehutanan; Kementrian Perikanan dan Kelautan. Selain
itu periode penelitian yang terbatas sehingga penelitian difokuskan pada sub-sektor
tanaman pangan, perkebunan dan peternakan di bawah Kementrian Pertanian.
Variabel investasi merupakan proksi dari modal dalam model Solow, disebabkan
data modal tidak tersedia.
Manfaat Penelitian
Studi tentang pengaruh investasi swasta PMDN dan PMA serta jumlah
tenaga kerja terhadap PDRB sektor pertanian, sub-sektor tanaman pangan,
perkebunan dan peternakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1.
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di Indonesia
2.
Menjelaskan dan menginformasikan kepada masyarakat umum
mengenai profil investasi domestik dan asing, serta tenaga kerja di
sektor pertanian dan masing-masing sub-sektor serta pengaruhnya
terhadap PDRB
3.
Menjadi salah satu acuan bagi para pengambil kebijakan dalam
merumuskan kebijakan dan menyelesaikan permasalahan terkait
investasi dan tenaga di sektor pertanian serta masing-masing subsektor.

8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ruang Lingkup dan Ciri-Ciri Umum Sektor Pertanian
Mosher dalam Mubyarto (1989) mendefinisikan pertanian sebagai sejenis
proses produksi khas yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan hewan.
Pertanian dalam arti sempit diartikan sebagai pertanian rakyat yaitu usaha pertanian
keluarga dimana diproduksinya bahan makanan utama seperti beras, palawija
(jagung, kacang-kacangan dan ubi-ubian). Sektor pertanian meliputi kegiataan
pengusahaan dan pemanfaatan benda-benda biologis/ hidup yang diperoleh dari alam
dengan tujuan untuk konsumsi. Berdasarkan definisi ini, sektor pertanian secara
sempit dapat diperinci atas beberapa sub-sektor, yaitu:
1. Sektor tanaman pangan (Food Crop)
Mencakup segala jenis makanan yang dihasilkan dan dipergunakan
sebagai bahan makanan seperti, padi, jagung, ketela pohon, kentang dan
umbi-umbian lainya, kacang tanah, kedelai, dan kacang lainnya, sayur
dan buah-buahan.
2. Tanaman perkebunan (Estate Crop)
Mencakup segala jenis tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat
maupun oleh perusahaan perkebunan seperti karet, kopi, teh, kina, coklat,
kelapa sawit, tebu, serat manila, kelapa, kapuk, cengkeh, pala, lada,
pinang dan lainya.
3. Peternakan (Livestock)
Mencakup kegiatan pemeliharaan ternak besar, ternak kecil, dan ungggas
yang bersifat komersial dengan tujuan untuk dikembangbiakkan, dipotong
dan diambil hasilnya seperti; sapi, kerbau, kuda, babi, kambing, domba,
ayam, itik, burung, ulat sutra dan sebagainya.
Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian
Sektor pertanian sangat berperan penting bagi kehidupan penduduk pertanian.
Hal ini dapat dilihat dari penelitian World Bank (2007), dimana pada tahun 2002 tiga
perempat dari penduduk negara berkembang yang setara dengan 833 juta orang
hidup di perdesaan, dan sebagai mata pencaharian secara langsung maupun tidak
langsung bergantung di sektor pertanian.
Bagi negara berkembang, pertanian merupakan sektor ekonomi yang sangat
potensial. Hal ini ditinjau berdasarkan empat bentuk kontribusinya terhadap
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional (Tambunan 2003). Pertama,
kontribusi produknya, dimana ekspansi dari sektor-sektor ekonomi non pertanian
sangat tergantung pada produk-produk dari sektor pertanian, tidak hanya untuk suplai
makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan baku keperluan kegiatan produksi di
sektor non pertanian, terutama industri pengolahan makanan dan minuman. Kedua,
kontribusinya terhadap faktor-faktor produksi, karena pentingnya sektor pertanian
jika dilihat dari sumbangan outputnya terhadap PDB dan PDRB dan juga peranannya

9

terhadap penyerapan tenaga kerja. Ketiga, kontribusi sektor pertanian terhadap pasar,
karena kuatnya pengaruh pertanian pada perekonomian selama tahap awal
pembangunan, maka populasi di sektor pertanian (daerah perdesaan) membentuk
suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik terhadap produkproduk dari industri dan sektor-sektor lain dalam negeri, baik untuk barang produsen
maupun barang konsumen. Keempat, kontribusi sektor pertanian terhadap devisa,
dimana sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi
surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa). Peranan ini
ditinjau melalui ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditikomoditi pertanian yang menggantikan komoditas impor.
Jhingan (2000) berpendapat bahwa peranan sektor pertanian dalam
pembangunan ekonomi terletak pada: pertama, menyediakan surplus pangan yang
semakin besar pada penduduk yang semakin meningkat; kedua, meningkatkan
permintaan produk industri dan dengan demikian mendorong diperluasnya sektor
sekunder dan tersier; ketiga, menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor
barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil-hasil pertanian secara
terus menerus; keempat, meningkatkan pendapatan desa untuk dapat dimobilisasi
pemerintah dan kelima, dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat perdesaan.

Sumber: Tambunan (2003)
Gambar 1 Peranan sektor pertanian: suatu ilustrasi teoritis
Menurut Tambunan (2003), peranan sektor pertanian terhadap pertumbuhan
output dapat diilustrasikan dengan diagram seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1.
Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa jumlah output di sektor pertanian sebesar 0A,

10

sedangkan 0f merupakan makanan yang dikonsumsi di pasar domestik dan 0x adalah
bahan baku atau komoditi pertanian yang diekpor. Dengan adanya ekspor tersebut,
memberikan kesempatan negara bersangkutan untuk melakukan impor sebesar 0m,
dengan menggunakan dasar nilai tukar internasional (ToT) OT. Dengan adanya
impor sebesar (0m) dan makanan (0f) memungkinkan sektor industri untuk
menghasilkan output sebesar 0i. Apabila volume produksi di sektor industri
meningkat sebesar 0i’. untuk itu diperlukan lebih banyak input yang harus diimpor,
yaitu sebesar 0m’. Jika produksi meningkat, berarti permintaan terhadap makanan
juga bertambah ke 0f’. tetapi apabila output di sektor pertanian tidak naik, maka
ekspor dari sektor tersebut akan menurun dan bergeser ke 0y, hal ini berarti
kebutuhan akan impor sebesar 0m’ tidak dapat terpenuhi. Apabila ingin
meningkatkan volume produksi di industri (ke 0i’), output di pertanian juga harus
dinaikkan ke 0C. hal ini dapat berakibat menambah konsumsi makanan ke 0f’, dan
berarti output di sektor industri dapat meningkat ke 0i’. Berdasarkan ilustrasi ini,
menunjukkan bahwa tanpa suatu peningkatan output atau produktivitas di sektor
pertanian maka sektor industri tidak dapat meningkatkan outputnya (atau
pertumbuhan yang tinggi akan sulit terpenuhi). Oleh karena itu sektor pertanian
memainkan peranan penting dalam pertumbuhan output di sektor industri.
Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa seharusnya tidak ada
dikotomi antara sektor pertanian dan sektor industri pertanian, dan yang paling
penting adalah menjaga keterkaitan antar sektor ekonomi (Daryanto 1995).
Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik
Teori pertumbuhan Solow dikategorikan sebagai teori pertumbuhan
Neoklasik. Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana
pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan
teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap
output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan serta bagaimana
pengaruhnya terhadap output barang dan jasa menuju pertumbuhan steady state yang
bergantung hanya pada perkembangan teknologi dan pertumbuhan tenaga kerja
(Mankiw 2006).
Kenaikan tingkat tabungan akan mengarah ke tingkat pertumbuhan ekonomi
output yang tinggi hanya jika kondisi steady state dicapai. Saat perekonomian berada
pada kondisi steady state, tingkat pertumbuhan output per pekerja hanya bergantung
pada tingkat perkembangan teknologi. Hanya perkembangan teknologi yang bisa
menjelaskan peningkatan standar kehidupan yang berkelanjutan.
Asumsi utama yang digunakan dalam model Solow adalah bahwa modal
mengalami diminishing returns. Jika persediaan tenaga kerja dianggap tetap, dampak
akumulasi modal terhadap penambahan output akan selalu lebih sedikit dari
penambahan sebelumnya, mencerminkan produk marjinal modal (marginal product
of capital) yang kian menurun. Jika diasumsikan bahwa tidak ada perkembangan
teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja, maka diminishing return pada modal
mengindikasikan bahwa pada satu titik, penambahan jumlah modal melalui tabungan
dan investasi hanya cukup untuk menutupi jumlah modal yang susut karena

11

depresiasi. Pada titik ini perekonomian akan berhenti tumbuh, karena diasumsikan
bahwa tidak ada perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja.
Model Solow diawali dari fungsi produksi:
Y/L = F(K/L)
(1.1)
dan dituliskan sebagai:
y = f(k),
(1.2)
dimana:
y = Y/L dan k = K/L
(1.3)
yakni jumlah output per pekerja (Y/L) adalah fungsi dari jumlah modal per pekerja
(K/L). Fungsi produksi mengasumsikan diminishing return terhadap modal yang
mencerminkan kemiringan dari fungsi produksi tersebut. Kemiringan fungsi produksi
menggambarkan produk marjinal modal (marginal product of capital) yang
menggambarkan banyaknya output tambahan yang dihasikan seorang pekerja ketika
mendapatkan satu unit modal tambahan (Mankiw 2006)
Model solow secara matematis sebagai berikut:
∆k = sf(k)-(n+∂+g) k
(1.4)
Y = f(k) = F(K/L)
(1.5)
dimana:
n = tingkat pertumbuhan penduduk
δ = depresiasi
k = modal per pekerja = K/L
y = output per pekerja = Y/L
s = tingkat tabungan
g = tingkat perkembangan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja
Pada model Solow tanpa perkembangan teknologi, perubahan modal per
pekerja ditentukan oleh tiga variabel berikut:
a. investasi (tabungan) per pekerja,
b. pertumbuhan penduduk: pertumbuhan penduduk akan menurunkan
tingkat modal per pekerja
c. depresiasi: persediaan modal akan menurun karena penggunaan modal
Dalam kondisi steady state, ∆k harus sama dengan nol sehingga:
sf(k*) = (n+∂)k*
(1.6)
Dengan k* adalah k pada kondisi steady state
y* = f(k*)
(1.7)
Konsumsi pada kondisi steady state menjadi
c* = f(k*)-(n+∂)k*
(1.8)
Jika tingkat tabungan lebih besar daripada tingkat pertumbuhan penduduk
ditambah tingkat depresiasi, maka modal per pekerja (k) akan naik, kondisi ini
dikenal sebagai capital deepening. Sementara capital widening merujuk pada kondisi
saat modal meningkat pada tingkatan yang hanya cukup untuk mengimbangi
pertumbuhan penduduk dan depresiasi. Kurva pada kondisi steady state, output per
pekerja adalah konstan. Output total tumbuh dengan kecepatan sama dengan
pertumbuhan penduduk, yaitu n.

12

Growth Accounting Approach
Growth Accounting Approach (Wikipedia 2007) merupakan pendekatan
untuk mengukur kontribusi dari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi dan secara tidak langsung menghitung tingkat perubahan teknologi dalam
perekonomian yang diukur sebagai residual.
Pendekatan ini mendekomposisi tingkat pertumbuhan ekonomi total output
dengan faktor-faktor yang digunakan yakni peningkatan jumlah modal dan tenaga
kerja. Bagian yang tak dapat dijelaskan dalam pertumbuhan PDB kemudian
digunakan untuk merepresentasikan peningkatan dalan produktivitas yang disebut
technological progress.
Output total dalam perekonomian yang dipengaruhi oleh beberapa faktor
produksi yakni modal dan tenaga kerja menjadi faktor utama dalam ekonomi modern
(meski lahan dan sumber daya alam dapat dimasukkan) yang disebut sebagai fungsi
produksi agregat.
Y = F (A, K, L)
(2.1)
Dimana Y adalah output total, K adalah stok modal dalam perekonomian, L adalah
jumlah angkatan kerja (populasi) dan A adalah tingkat teknologi pada saat sekarang
atau disebut sebagai total factor productivity (TFP). Oleh karenanya, output
meningkat bukan hanya karena peningkatan modal dan tenaga kerja semata-mata,
tetapi juga disebabkan oleh kenaikan TFP.
Asumsi dasar dalam fungsi produksi adalah asumsi constant returns to scale
berlaku untuk asumsi persaingan sempurna yang akan mempengaruhi marginal
product:
dY/ dK = MPK = r
(2.2)
dY/ dL = MPL = w
(2.3)
dimana MPK menyatakan tambahan unit output yang diprodukasi dengan tambahan
unit modal dan berlaku juga untuk MPL. Upah yang dibayarkan dinyatakan dengan
w dan tingkat keuntungan atau tingkat bunga riil dinyatakan dengan r.
Asumsi persaingan sempurna menyatakan bahwa harga adalah given. Harga
unit (P=1) sehingga kuantitas juga menyatakan nilai dalam persamaan. Sehingga
diperoleh:
dY = F A dA + F k dK+ F L dL
(2.4)
dimana F i menyatakan turunan parsial faktor i atau dalam marginal product. Dengan
persaingan sempurna menjadi:
dY = F A dA + MPKdK +MPLdL = F A dA + rdK + wdL
(2.5)
Apabila kita bagi dengan Y dan ubah menjadi tingkat pertumbuhan diperoleh:
dY/Y = (F A A/Y) (dA/A) + (rK/Y) * (dK/K) + (wL/Y) * (dL/L)
(2.6)
atau denotasi a tingkat pertumbuhan (persentase perubahan sepanjang waktu) atau
faktor sebagai g i = di/I diperoleh:
g Y = (F A A/Y) * gA + (rK/Y) *gk + (wL/Y) * gL
(2.7)
Sehingga rK/Y adalah share dari total pendapatan yang menjadi modal yang
dapat didenotasikan sebagai α dan wL/Y adalah share dari total pendapatan untuk
tenaga kerja didenotasikan sebagai 1-α. Sehingga diperoleh:
g Y = F A A/Y * g A + α * g K + (1-α) * g L
(2.8)

13

Secara mendasar α, g Y , g K dan g L dapat diukur menggunakan metode perhitungan
pendapatan nasional (stok modal diukur menggunakan tingkat investasi dengan
perpetual inventory method).
F A A/Y * g A tidak dapat diobservasi seperti mengukur pertumbuhan teknologi
dan pengembangan produktivitas yang tidak berkaitan dengan perubahan
penggunakan faktor-faktor atau yang disebut Pertumbuhan Solow residual atau Total
Factor Productivity. Dengan sedikit mengubah persamaan sebelumnya dapat diukur
porsi peningkatan output total yang tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan faktorfaktor input:
Solow Residual = g Y – α * g K – (1-α) *g L
(2.9)
Dalam ukuran per kapita (atau per worker) adalah sebagai berikut:
Solow Residual = g( Y/L) – α * g( K/L)
(2.10)
yang menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan teknologi merupakan bagian dari
tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita.
Investasi di Sektor Pertanian
Persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara menurut Todaro
(1986) adalah:
1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah,
peralatan, fisik dan sumber daya manusia;
2. Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga
kerja dan keahliannya;
3. Kemajuan teknologi
Menurut Sukirno (2000) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat
terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, Peranan ini
bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi, yakni: (1) investasi
merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan
investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta
kesempatan kerja; (2) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan
menambah kapasitas produksi; (3) investasi selalu diikuti oleh perkembangan
teknologi.
Investasi di sektor pertanian merupakan subset total investasi nasional
sehingga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian, kondisi sosial politik dan iklim
investasi di level makro. Menurut BKPM dalam OECD (2012),