Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Ekspor, dan Kredit Perbankan Terhadap PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara.

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH TENAGA KERJA, EKSPOR, DAN KREDIT PERBANKAN TERHADAP PDRB SEKTOR PERTANIAN

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

NOVRIDHO RAKHMAD 040501016

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2008


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi Rabbil‘alamin tak terhingga Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala kesempatan, karunia, dan hidayah-Nya yang sangat berarti, sehingga Penulis bisa menyelesaikan studi dengan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Ekspor, dan Kredit Perbankan Terhadap PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara”. Dan juga shalawat berangkaikan salam buat junjungan umat Nabi Besar Muhammad SAW yang sama-sama kita harapkan syafaatnya di hari akhir kelak.

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik materi maupun nonmateri. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah meluangkan waktunya memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Kedua orang tua Penulis yang tercinta, Ayahanda Alm. H. Muhammad Kasim dan Ibunda Hj. Siti Aisyah yang selalu dan senantiasa mencurahkan kasih sayangnya, memandu ke jalan yang benar, menyalakan api semangat dan menjaganya agar tak pernah padam, serta aliran do’a restu yang takkan pernah terhenti kepada Penulis sepanjang hayat.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(3)

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc., Ph.D, selaku Dosen Wali yang telah membimbing Penulis selama masa perkuliahan.

5. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec., selaku Dosen Pembimbing yang penuh keikhlasan menyisihkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing Penulis menyelesaikan skripsi dengan baik.

6. Bapak Syarief Fauzi, M.Ec. dan Drs. Iskandar Syarief, MA, selaku Dosen Pembanding I dan Dosen Pembanding II, yang telah banyak memberi saran yang sangat berharga.

7. Seluruh dosen dan pegawai administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan kemudahan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

8. Staf dan pegawai BI cabang Medan dan BPS Sumatera Utara yang telah menyediakan data penelitian, sehingga memberikan kemudahan bagi Penulis. Juga kepada para penulis buku, jurnal, artikel, dan opini yang telah menyediakan literatur yang sangat berarti. Jangan berhenti berkarya.

9. Kakak dan Abangku tercinta Aida Suryani dan Ngadi, Drs. M. Gunawan, Apt., M.Si. dan Woro Apriani, S.Si., Henny Suciati dan Kasiman, serta Mulyadi Arief dan Leni Rosnani. Terima kasih atas segala bantuan dan bimbingannya serta telah menjadi teladan yang baik. Juga untuk kemenakanku semoga langit kalian lebih cerah.


(4)

10.Teman, rekan, sahabat, saudara, keluarga, dan semua nyawa yang telah dan selalu menemani, mewarnai kehidupan dan mendewasakan Penulis, memberikan inspirasi serta meneriakkan bahwa aku bisa..

Penulis menyadari bahwa isi skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis dengan segala keterbatasannya sangat mengharapkan saran yang konstruktif, sehingga karya lain dari Penulis di masa yang akan datang jauh lebih baik.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada Penulis. Akhirul kalam, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Medan. Agustus 2008 Penulis,

NOVRIDHO RAKHMAD


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Hal

1.1 Distribusi Persentase PDRB Sumatera Utara ADHK 2000

Menurut Lapangan Usaha 2004 – 2006……….. 4

1.2 Perkembangan Ekspor Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha 2002 – 2006……… 6

2.1 Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO) .... 29

2.2 Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja ………... 30

2.3 Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja ... 30

2.4 Model Sembilan Faktor Penentuan Daya Saing Internasional.. 41

3.1 Kurva Uji t Statistik . ... 59

3.2 Kurva Uji f Statistik……….. 60

3.3 Kurva D-W Statistik………. 64

4.1 Luas Panen Komoditi Tanaman Bahan Pangan Sumatera Utara 2006... 70

4.2 Produksi Daging dan Kulit Ternak Sumatera Utara 2006... 75

4.3 Perkembangan Populasi Ternak Unggas Sumatera... 76

4.4 Perkembangan Jumlah Nelayan Sumatera Utara... 78

4.5 Perkembangan PDRB Subsektor Pertanian ADHK 2000... 80

4.6 Persentase Penduduk Sumatera Utara Umur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha 2006... 82

4.7 Persentase Ekspor Sumatera Utara Menurut Sektor 2006... 84

4.8 Persentase Posisi Kredit Perbankan Sumatera Utara Menurut Sektor Ekonomi 2006... 86

4.9 Uji t-Statistik Tenaga Kerja Sektor Pertanian... 91

4.10 Uji t-Statistik Ekspor Sektor Pertanian... 92

4.11 Uji t-Statistik Kredit Perbankan Sektor Pertanian... 93

4.12 Uji F-Statistik... 94


(6)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Hal

1.1 Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 1993

Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha 1997 - 1999…….. 3 1.2 Perkembangan Kredit Perbankan Sektor Pertanian Sumatera

Utara 2000 - 2006……… 7 3.1 Kriteria Pengambilan Keputusan D-W Test……… 63 4.1 Produksi Komoditi Tanaman Bahan Pangan Sumatera Utara

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2006... 71 4.2 Luas Tanaman dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat

2005 - 2006... 73 4.3 Produksi Hasil Hutan Sumatera Utara Menurut Komoditi

2004 – 2006... 74 4.4 Populasi Ternak Besar dan Kecil Sumatera Utara Menurut

Jenis 2004 – 2006... 75 4.5 Perkembangan Produksi Ikan Sumatera Utara Menurut Asal

Tangkapan 2003 – 2006... 77 4.6 Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara ADHK

1985 – 2006……….. 79 4.7 Banyaknya Penduduk Umur 15 Tahun Ke atas Sumatera Utara

Menurut Jenis Kegiatan (jiwa)………. 81 4.8 Perkembangan Tenaga Kerja Sumatera Utara 1985 – 2006… 83 4.9 Perkembangan Ekspor Sektor Pertanian Sumatera Utara

1985 – 2006 (000 US$)……… 85 4.10 Posisi Kredit Perbankan Sumatera Utara Menurut Sektor

Ekonomi 2006... 87 4.11 Hasil estimasi Pengolahan Data Antara Variabel Dependen dan

Independen... 89 4.12 Kriteria Pengambilan Keputusan D-W test... 96


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

No. LAMPIRAN

1 : Data Variabel Dependen dan Indepanden 2 : Hasil Regresi Linear Berganda


(8)

ABSTRACT

Sumatera Utara exists in equator line, it means that its regional has a bigger potential in agriculture sector. Therefore, agricultural development is pure to be used, remembering agriculture sector is one of livehood of amount of societies in Sumatera Utara and one of moving force for a development output and diversification of productions in other economy sectors. Credit that is brought to agriculture sector wish it is able to motive the farmer to increase their productions. Hence, its productions can be exported. Next, the final purpose of this process is to increase Gross Regional Domestic Product (GRDP).

For analyzing the influence of man power of agriculture sector, export of agriculture sector, and credit banking of agriculture sector to GRDP of agriculture sector is used OLS method. The source data comes from BPS-Statistics of Sumatera Utara Province, Bank Indonesia branch of Medan, and others sources references that relate to this research. The data used in this research is time series data from 1985 to 2006 (22 years). This research is hoped be able to give the description of information accurately about the influence of man power of agriculture sector, export of agriculture sector, and credit banking of agriculture sector to GRDP of agriculture sector.

The result of the research shows that the man power of agriculture sector, export of agriculture sector, and credit banking of agriculture sector give a significance influence to GRDP of agriculture sector with a determinant coefficient (R2) 95%.

Keywords: man power of agriculture sector, export of agriculture sector, and credit banking of agriculture sector, and GRDP of agriculture sector.


(9)

ABSTRAK

Sumatera Utara berada di sekitar daerah khatulistiwa, yang berarti daerahnya memiliki potensi yang besar di sektor pertanian. Oleh sebab itu, pembangunan pertanian mutlak diperlukan mengingat sektor pertanian merupakan mata pencaharian pokok sebagian besar masyarakat Sumatera Utara dan salah satu motor penggerak pertumbuhan nilai tambah dan diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Kredit yang disalurkan untuk sektor-sektor pertanian diharapkan mampu memotivasi petani meningkatkan produksinya, sehingga hasil produksinya dapat diekspor. Dan selanjutnya tujuan akhir dari proses tersebut untuk meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat tercapai.

Untuk menganalisis pengaruh tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian, digunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Bank Indonesia Cabang Medan, dan sumber-sumber kepustakaan lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang digunakan adalah adalah data sekunder yang bersifat time series dari tahun 1985 sampai 2006 (22 tahun). Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang cukup akurat mengenai pengaruh tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan sektor pertanian memberikan pengaruh yang signifikan terhadap PDRB sektor pertanian dengan koefisien determinasi (R2) 95%.

Kata kunci: tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan sektor pertanian, dan PDRB sektor pertanian.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Hipotesis ... 9

1.4 Tujuan Penelitian ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Sektor Pertanian ... 11

2.1.1 Klasifikasi Sektor Pertanian ... 11

2.1.2 Pembangunan Pertanian dan Pembangunan Ekonomi ... 13

2.1.3 Visi dan Kebijakan Sektor Pertanian Indonesia ... 19

2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 22

2.2.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 22


(11)

2.2.3 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional ………...………... 27

2.3 Tenaga Kerja... 28

2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja ... 28

2.3.2 Teori Tentang Tenaga Kerja ... 30

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja 34 2.4 Ekspor ... 37

2.4.1 Pengertian Ekspor... 37

2.4.2 Teori tentang Ekspor ... 37

2.4.3 Strategi dan Aneka Cara Pelaksanaan Ekspor ... 42

2.4.4 Manfaat Ekspor ……….. 47

2.5 Kredit... 48

2.5.1 Pengertian Kredit ... 48

2.5.2 Klasifikasi Kredit ... 50

2.5.3 Manfaat Kredit ... 54

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian . ... 56

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 56

3.3 Metode dan Tekhnik Pengumpulan Data ... 56

3.4 Pengolahan Data ... 57

3.5 Model Analisis Data ... 57

3.6 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 58

3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square)... 58


(12)

3.6.3 F-Statistik (Uji Serempak)... 60

3.7 Uji Asumsi Klasik ... 61

3.8 Defenisi Operasional Variabel ……… 65

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 66

4.1.1 Kondisi Geografis... 66

4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi... 67

4.1.3 Kondisi Demografi ... 67

4.1.4 Potensi Wilayah... 68

4.2 Perkembangan Sektor Pertanian Sumatera Utara ... 69

4.2.1 Subsektor Tanaman Bahan Pangan ... 69

4.2.2 Subsektor Perkebunan ... 72

4.2.3 Subsektor Kehutanan ... 74

4.2.4 Subsektor Peternakan ... 74

4.2.5 Subsektor Perikanan ... 76

4.3 Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara ... 78

4.4 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Sumatera Utara ... 80

4.5 Perkembangan Ekspor Sektor Pertanian Sumatera Utara ... 83

4.6 Perkembangan Kredit perbankan Sektor Pertanian Sumatera Utara . 86 4.7 Analisis Data... 88

4.7.1 Interpretasi Model ... 89

4.7.2 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 90


(13)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 98 5.2 Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA


(14)

ABSTRACT

Sumatera Utara exists in equator line, it means that its regional has a bigger potential in agriculture sector. Therefore, agricultural development is pure to be used, remembering agriculture sector is one of livehood of amount of societies in Sumatera Utara and one of moving force for a development output and diversification of productions in other economy sectors. Credit that is brought to agriculture sector wish it is able to motive the farmer to increase their productions. Hence, its productions can be exported. Next, the final purpose of this process is to increase Gross Regional Domestic Product (GRDP).

For analyzing the influence of man power of agriculture sector, export of agriculture sector, and credit banking of agriculture sector to GRDP of agriculture sector is used OLS method. The source data comes from BPS-Statistics of Sumatera Utara Province, Bank Indonesia branch of Medan, and others sources references that relate to this research. The data used in this research is time series data from 1985 to 2006 (22 years). This research is hoped be able to give the description of information accurately about the influence of man power of agriculture sector, export of agriculture sector, and credit banking of agriculture sector to GRDP of agriculture sector.

The result of the research shows that the man power of agriculture sector, export of agriculture sector, and credit banking of agriculture sector give a significance influence to GRDP of agriculture sector with a determinant coefficient (R2) 95%.

Keywords: man power of agriculture sector, export of agriculture sector, and credit banking of agriculture sector, and GRDP of agriculture sector.


(15)

ABSTRAK

Sumatera Utara berada di sekitar daerah khatulistiwa, yang berarti daerahnya memiliki potensi yang besar di sektor pertanian. Oleh sebab itu, pembangunan pertanian mutlak diperlukan mengingat sektor pertanian merupakan mata pencaharian pokok sebagian besar masyarakat Sumatera Utara dan salah satu motor penggerak pertumbuhan nilai tambah dan diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Kredit yang disalurkan untuk sektor-sektor pertanian diharapkan mampu memotivasi petani meningkatkan produksinya, sehingga hasil produksinya dapat diekspor. Dan selanjutnya tujuan akhir dari proses tersebut untuk meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat tercapai.

Untuk menganalisis pengaruh tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian, digunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Bank Indonesia Cabang Medan, dan sumber-sumber kepustakaan lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang digunakan adalah adalah data sekunder yang bersifat time series dari tahun 1985 sampai 2006 (22 tahun). Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang cukup akurat mengenai pengaruh tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan sektor pertanian memberikan pengaruh yang signifikan terhadap PDRB sektor pertanian dengan koefisien determinasi (R2) 95%. Kata kunci: tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumatera Utara memiliki luas daratan sekitar 71.680 km2. Letaknya yang

berada dekat dengan garis khtulistiwa menyebabkan Sumatera Utara mengalami iklim tropis basah dengan curah hujan berkisar antara 1.800 - 4.000 m per tahun dan suhu udara beragam antara 12,40 – 34,20

Salah satu potensi tersebut dapat dilihat pada subsektor perkebunan. Seluruh dunia tahu bahwa daerah yang paling cocok untuk menanam kelapa sawit adalah daerah yang berada di sekitar khatulistiwa. Daerah di sekitar itu membentang dari Afrika hingga Amerika Latin. Namun, ternyata tidak semua daerah yang berada di sekitar khatulistiwa cocok untuk tanaman kelapa sawit karena unsur hara yang terkandung dalam tanah tidak mendukung untuk tanaman kelapa sawit. Daerah yang paling cocok dan memungkinkan kelapa sawit tumbuh dengan baik adalah Sumatera (Suryopratomo, 2004:17). Selain kelapa sawit, Sumatera Utara juga dikenal dengan kopi Sidikalang. Kopi Sidikalang sudah terkenal hingga Pulau Jawa, bahkan Eropa. Masih banyak lagi potensi yang dimiliki, termasuk dari subsektor kehutanan, peternakan, dan perikanan.

C. Dengan kondisi tersebut, Sumatera Utara memiliki potensi yang besar di sektor pertanian.

Segala potensi yang ada harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Agar potensi tersebut memberikan konstribusi yang nyata, maka sektor pertanian perlu dibangun dan dikembangkan secara berkesinambungan. Menurut Hanani dkk


(17)

(2003:75), pembangunan adalah penciptaan sistem dan tata nilai yang lebih baik, sehingga terjadi keadilan dan tingkat kesejahteraan yang tinggi. Pembangunan pertanian harus mengantisipasi tantangan demokratisasi dan globalisasi untuk dapat menciptakan sistem yang adil. Selain itu, harus diarahkan untuk mewujudkan masyarakat sejahtera, khususnya petani, melalui pembangunan sistem pertanian dan usaha pertanian yang mapan. Sistem tersebut harus berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan desentralistik.

Pembangunan pertanian mutlak diperlukan mengingat pertanian merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan output atau NT (nilai tambah) dan diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Dalam hal ini, pertanian disebut sebagai sektor “pemimpin”. Artinya, semakin besar ketergantungan daripada pertumbuhan NT di sektor-sektor lain terhadap pertumbuhan NT di sektor pertanian, maka semakin besar peran sektor pertanian sebagai sektor pemimpin (Tambunan, 2003:121). Menurut Simatupang dan Syafa’at (dalam Tambunan, 2003:122), ada lima syarat yang harus dipenuhi sebagai kriteria dalam mengevaluasi pertanian sebagai sektor kunci dalam perekonomian. Kelima syarat tersebut adalah strategis, tangguh, artikulatif, progresif, dan responsif.

Pemberian label sektor pertanian sebagai sektor pemimpin semakin layak jika melihat kondisi pada tahun 1997, masa di mana Indonesia mengalami krisis moneter yang menjatuhkan perekonomian bangsa. Setahun setelah 1997, hampir semua sektor di Sumatera Utara mengalami pertumbuhan yang negatif. Sebagai akibatnya, PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Sumatera Utara juga ikut mengalami hal yang sama. Tapi itu semua tidak berlaku untuk sektor pertanian. Sektor pertanian tetap


(18)

mengalami pertumbuhan yang positif yakni sebesar 2,1 %. Pada tahun berikutnya (akhir 1999), sektor pertanian bahkan mampu tumbuh mencapai 5,54 %. Sedangkan sektor lainnya masih tertatih-tatih, bahkan ada sektor yang pertumbuhannya masih negatif seperti sektor pertambangan dan penggalian, industri, serta keuangan.

Tabel 1.1

Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 1993 Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha

(Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha

1997 1998 1999

PDRB Pertumbuhan

(%) PDRB

Pertumbuhan

(%) PDRB

Pertumbuhan (%)

Pertanian 6754,53 - 6896,12 2,10 7278,13 5,54

Pertambangan

dan Penggalian 371,67 - 305,58 -17,78 297,37 -2,69

Industri 5980,10 - 4989,74 -16,56 5028,06 -0,76

Listrik, Air Minum, dan

Gas 329,03

-

343,06 4,26 356,73 3,98

Konstruksi 1134,57 - 951,16 -16,16 964,61 1,41

Perdagangan,

Hotel, Restoran 4699,08 - 3859,89 -17,86 3960,81 2,61

Transportasi dan

Komunikasi 2200,18

-

1811,30 -17,67 1883,98 4,01

Keuangan 1799,39 - 1537,20 -14,57 1451,76 -5,56

Jasa-jasa 1796,86 - 1638,64 -8,81 1676,98 2,34

Total 25065,41 22332,69 -10,9 22910,09 2,59 Sumber : Bank Indonesia (BI) cabang Medan

Melihat kondisi terkini peran sektor pertanian sebagai sektor pemimpin belum tergantikan. Pada tahun 2006, sektor pertanian masih merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Sumatera Utara dengan konstribusi sebesar 24,33 %. Kemudian diikuti oleh sektor industri dengan 24,08 %.


(19)

0 5 10 15 20 25 30

P

er

se

n

ta

se

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Lapangan Usaha

2004 2005 2006

Sumber : BI cabang Medan

Grafik 1.1

Distribusi Persentase PDRB Sumatera Utara ADHK 2000

Hal di atas dapat terjadi karena tahapan-tahapan pembangunan pertanian yang selama ini dilakukan oleh pemerintah belum mengalami kemajuan yang pesat. Untuk itu, dibutuhkan terobosan-terobosan baru serta keberanian untuk melakukan reformasi agraria (agrarian reform) dan bukan hanya reformasi lahan (land reform).

Di masa mendatang, pendekatan pembangunan sudah seyogyanya mengacu pada kaidah people driven (menggerakkan orang) jika ingin mewujudkan suatu pola pembangunan yang berkeadilan dan bertanggungjawab. Artinya, politik pembangunan benar-benar berpijak pada realitas bangsa saat ini dengan melakukan perubahan seluruh tatanan menuju konsep people driven. Maksud konsep tersebut adalah bagaimana cara membuat petani berminat untuk meningkatkan

1. Pertanian 4. Listrik, Air Minum, dan Gas 7. Pengangkutan 2. Pertambangan dan Penggalian 5. Konstruksi/Bangunan 8. Keuangan 3. Industri 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 9. Jasa-jasa


(20)

produktivitasnya. Hal ini terkait dengan bagaimana mengubah struktur insentif dan dukungan kepada petani (Dillon, 2004:28).

Produktivitas merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh sektor pertanian di negara berkembang. Di Indonesia dan negara berkembang lainnya, tenaga kerja merupakan faktor produksi yang berlebihan atau faktor produksi yang paling kurang terbatas dibandingkan dengan modal. Hal ini mengakibatkan peningkatan produktivitas sulit dan tidak berguna dilakukan. Faktor tersebut yang membuat sektor pertanian lambat berkembang (Daniel, 2002:88). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Makmun dan Akhmad Yasin (2003:1) di Indonesia mendukung pernyataan di atas. Koefisien tenaga kerja tidak berdampak signifikan bahkan negatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja sangat rendah, sehingga penambahan jumlah tenaga kerja tidak berdampak pada peningkatan produksi.

Keadaan di atas tidak jauh berbeda dengan Sumatera Utara yang notabene merupakan bagian dari wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2006 dari 4.859.647 jiwa penduduk Sumatera Utara yang bekerja, sebanyak 49,64 % diantaranya menafkahi hidupnya dari sektor pertanian. Sedangkan sisanya bekerja di sektor perdagangan (19,21 %), jasa (11,81 %), industri (7,08 %), dan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memang memiliki tenaga kerja yang jauh lebih banyak daripada sektor-sektor lain, namun keunggulan jumlah tersebut tidak diiringi produktivitas yang baik.

Produktivitas yang rendah juga dapat dilihat dari sisi ekspor. Nilai FOB (free on board) ekspor sektor pertanian Sumatera tahun 2006 adalah US$ 1.078 juta,


(21)

sedangkan sektor industri masih lebih baik dengan US$ 3.798 juta. Begitu juga dengan tahun-tahun sebelumnya, nilai FOB sektor industri selalu lebih tinggi dibandingkan sektor pertanian.

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000 4000000

N

ila

i F

O

B

(

rib

u

U

S

$

)

Pertanian Industri Lainnya

Sumber : BPS Sumatera Utara (diolah) Grafik 1.2

Perkembangan Ekspor Sumatera Utara

Agar sektor pertanian dapat terus berkembang, maka perlu diperhatikan juga faktor pendukung lainnya seperti modal kerja dan investasi. Modal kerja dan investasi sangat bermanfaat dalam sektor pertanian, misalnya untuk pembangunan pabrik pengolahan, pembelian mesin-mesin produksi, pembelian traktor, penyediaan sarana irigasi, lembaga penyuluhan petani, dan sebagainya. Modal kerja dan investasi tersebut dapat berasal dari modal pribadi atau pihak ketiga, seperti bank. Kredit dari pihak ketiga atau perbankan sangat diharapkan oleh petani karena banyak dari


(22)

mereka yang ingin meningkatkan produksi, namun tidak memiliki dana yang memadai. Disinilah peran perbankan dibutuhkan.

Walaupun petani membutuhkan kredit, namun sepertinya pihak perbankan masih ragu untuk menyalurkannya dan petani pun enggan untuk meminjamnya dari bank. Petani enggan meminjam dari bank karena mereka merasa syarat yang dibutuhkan berbelit-belit, jaminan mereka tidak memadai, dan tingkat suku bunga tinggi, dan sebagainya. Sementara perbankan ragu karena mereka menganggap prospek sektor pertanian kurang menjanjikan, sehingga kemungkinan terjadinya kredit macet besar. Minimnya dukungan perbankan terhadap sektor pertanian dapat dilihat dari data yang dihimpun BPS. Pada tahun 2006, dari Rp 42.119.737 juta yang disalurkan oleh perbankan, sektor pertanian hanya memperoleh Rp 6.616.401 juta atau sekitar 15,71 %. Nilai kredit tersebut masih di bawah sektor industri, perdagangan, dan sektor lain-lain. Begitu juga dengan tahun-tahun sebelumnya, alokasi kredit untuk sektor pertanian selalu di bawah 20 %, kecuali tahun 2001.

Tabel 1.2

Perkembangan Kredit Perbankan Sektor Pertanian Sumatera Utara 2000 - 2006

Tahun Kredit Pertumbuhan (%) Persentase (%)

2000 1603,0 - 14,4

2001 3173,3 97,96 23,1

2002 2798,3 -11,82 17,9

2003 3982,6 42,32 19,6

2004 4193,1 5,29 15,2

2005 5381,3 28,34 14,7

2006 6616,4 22,95 15,7


(23)

Di samping semua kenyataan di atas, ada yang layak dibanggakan dari sektor pertanian Sumatera Utara. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumatera Utara menjelaskan, pembangunan pertanian Sumatera Utara berdasarkan angka ramalan (Aram) III Tahun 2007 seperti produksi padi sebesar 3.203.485 ton gabah kering giling (GKG) atau terdapat kenaikan sekitar 6,51% dibandingkan dengan angka tetap tahun 2006, dimana produksi padi mencapai 3.007.636 ton. Sementara untuk tingkat nasional berdasarkan Aram III Badan Pusat Statistik, ptoduksi GKG 2007 mencapai 57,05 juta ton atau meningkat sekitar 4,37 % dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 54,66 juta ton.

Untuk komoditi jagung, Propinsi Sumut berada di atas target nasional. Dimana berdasarkan dari Aram III tahun 2007 produksi jagung di Sumut sebesar 788.090 ton. Bila dibanding dengan angka tetap 2006 produksi jagung sebesar 682.042 ton atau naik 15,55%. Sementara pencapaian tingkat nasional berdasarkan Aram III tahun 2007 produksi jagung nasional mencapai 13,28 juta ton atau meningkat 14,39% dibandingkan dengan produksi jagung 2006 11,60 juta ton.

Perihal yang menggembirakan lainnya yakni secara agregat laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian Sumut tahun 2007 (sampai dengan triwulan III) telah mencapai 6,98 % atau berada di atas pertumbuhan nasional yakni 4,62 %.

Berdasarkan keterangan di atas, Sumatera Utara memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertanian. Oleh sebab itu, penulis ingin mengetahui seberapa besar pengaruh tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan sektor pertanian terhadap perekonomian Sumatera Utara sektor pertanian, yang diproksi dengan PDRB. Judul yang diangkat penulis untuk menganalisa hal tersebut


(24)

adalah “Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Ekspor, dan Kredit Perbankan Terhadap PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah ada pengaruh jumlah tenaga kerja sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Sumatera Utara?

b. Apakah ada pengaruh ekspor sektor pertanian terhadap PDRB sektor

pertanian Sumatera Utara?

c. Apakah ada pengaruh kredit perbankan sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Sumatera Utara?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

a. Ada pengaruh positif antara jumlah tenaga kerja sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Sumatera Utara.

b. Ada pengaruh positif antara ekspor sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Sumatera Utara.

c. Ada pengaruh positif antara kredit perbankan sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Sumatera Utara.


(25)

1.4 Tujuan Penelitian

Penulisan skripsi ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ekspor sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kredit perbankan pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Sumatera Utara.

1.5 Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya: 1. Guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana ekonomi.

2. Sebagai bahan studi atau literatur bagi mahasiswa yang ingin mengetahui tentang pengaruh tenaga kerja, ekspor, dan kredit terhadap PDRB.

3. Sebagai pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian dengan topik yang sama yang sudah ada sebelumnya.

4. Sebagai tambahan wawasan bagi penulis dalam kaitannya dengan disiplin ilmu yang penulis tekuni.

5. Sebagai bahan masukan atau pemikiran bagi instansi yang terkait dalam mengambil keputusan.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Sektor Pertanian 2.1.1 Klasifikasi Sektor Pertanian

Sektor pertanian Sumatera Utara diklasifikasikan menjadi lima subsektor, yaitu:

a. Subsektor Tanaman Bahan Makanan

1) Kelompok padi dan palawija, terdiri dari padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang, kedelai, dan kacang hijau.

2) Kelompok sayur-sayuran, terdiri dari bawang merah, bawang putih, bawang daun, kentang, kubis, sawi, wortel, lobak, kacang merah, kacang panjang, cabe, tomat, terung, buncis, ketimun, labu siam, kangkung, bayam, ercis, dan kol bunga.

3) Kelompok buah-buahan, terdiri dari alpukat, jeruk , mangga, rambutan, duku/langsat, durian, sawo, jambu biji, pepaya, pisang, nenas, salak, manggis, nangka, sirsak, dan belimbing.

b. Subsektor Perikanan

1) Kelompok perikanan laut

a) Subkelompok ikan, terdiri dari ikan manyung, kerapu, kakap, ekor kuning, cucut, bawal hitam, bawal putih, selar, teri, kembung, tuna, dan tongkol.


(27)

b) Subkelompok binatang berkulit keras, terdiri dari udang windu, udang dogol, udang putih, dan udang lainnya serta kepiting.

c) Subkelompok binatang berkulit lunak, terdiri dari cumi-cumi, kerang, dan remis.

d) Subkelompok binatang air lainnya, terdiri dari ubur-ubur, penyu, dan teripang.

e) Subkelompok tanaman air, terdiri dari rumput laut. 2) Kelompok perikanan darat

a) Subkelompok ikan, terdiri dari ikan mas, tawes, mujair, gabus, lele, sepat siam, bandeng, dan gurami.

b) Subkelompok binatang berkulit keras, terdiri dari udang galah, udang putih, udang api-api, dan udang windu.

c. Subsektor Peternakan

1) Kelompok ternak besar, terdiri dari sapi, sapi perah, kerbau, dan kuda. 2) Kelompok ternak kecil, terdiri dari kambing, domba, dan babi.

3) Kelompok unggas terdiri dari ayam ras petelur, ayam ras pedaging, ayam kampung, dan itik manila.

d. Subsektor Kehutanan

1) Hasil utama, terdiri dari log rimba, log pinus, kayu gergajian, kayu lapis, PULP, block board, dan moulding.


(28)

e. Subsektor Perkebunan

1) Perkebunan rakyat, terdiri dari kelapa sawit, karet, kopi arabika, kopi arabusta, kelapa, coklat, cengkeh, kemenyan, kulit manis, nilam, tembakau, kemiri, tebu, pala, lada, kapuk, gambir, teh, aren, pinang, vanili, jahe, kapulaga, jambu mente, dan sereh wangi.

2) Perkebunan negara, terdiri dari kelapa sawit, karet, coklat, teh, tembakau, kopi, dan tebu (SHS dan tetes).

2.1.2 Pembangunan Pertanian dan Pembangunan Ekonomi

Pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi tidak hanya di Sumatera Utara, tetapi juga di Indonesia. Apabila pembangunan pertanian berhasil, maka pembangunan ekonomi juga akan merasakan imbasnya. Pembangunan pertanian, menurut Apriyantono (2005:2), pada hakekatnya adalah pendayagunaan secara optimal sumberdaya pertanian dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan, yaitu membangun SDM aparatur profesional, petani mandiri dan kelembagaan pertanian yang kokoh, meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan, memantapkan ketahanan dan keamanan pangan, meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian, menumbuhkembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi perdesaan, serta membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani.


(29)

Tambunan (dalam Hidayat, 2004:3) menyatakan bahwa setidaknya ada beberapa faktor yang bisa diungkapkan mengapa sektor pertanian menjadi penting dalam proses pembangunan, yaitu:

a. Sektor pertanian menghasilkan produk-produk yang diperlukan sebagai input sektor lain, terutama sektor industri, seperti industri tekstil, industri makanan dan minuman.

b. Sebagai negara agraris (kondisi historis), maka sektor pertanian menjadi sektor yang sangat kuat dalam perekonomian dalam tahap awal proses pembangunan. Populasi di sektor pertanian (pedesaan) membentuk suatu proporsi yang sangat besar. Hal ini menjadi pasar yang sangat besar bagi produk-produk dalam negeri baik untuk barang produksi maupun barang konsumsi, terutama produk pangan.

c. Karena terjadi transformasi struktural dari sektor pertanian ke sektor industri, maka sektor pertanian menjadi sektor penyedia faktor produksi (terutama tenaga kerja) yang besar bagi sektor non-pertanian (industri).

d. Sektor pertanian merupakan sumber daya alam yang memiliki keunggulan

komparatif dibanding bangsa lain.

Sejalan dengan pemikiran Tambunan, Jhingan (2007:362) menyatakan bahwa peranan sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam hal:

a. Menyediakan surplus pangan yang semakin besar pada penduduk yang


(30)

b. Meningkatkan permintaan akan produk industri, dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan sektor tersier.

c. Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian secara terus-menerus. d. Meningkatkan penghasilan masyarakat untuk dimobilisasi pemerintah. e. Memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja, pemantapan ketahanan pangan, dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha.

Walaupun demikian, pembangunan pertanian masih dihadapkan kepada sejumlah kendala dan masalah yang harus segera dipecahkan (Pemprovsu Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, 2005:4), antara lain:

a. Lahan tanaman pangan, seperti lahan sawah, cenderung berkurang karena beralih fungsi menjadi areal perkebunan, industri, dan perumahan.

b. Masih terbatasnya akses petani dan nelayan terhadap sumber daya dan infrastruktur.

c. Keterbatasan modal membatasi peningkatan pengelolaan hasil dan penerapan teknologi.

d. Masih rendahnya peran lembaga petani untuk mendukung sektor pertanian. e. Nilai tambah dan upaya-upaya untuk meningkatkan posisi tawar petani dalam


(31)

f. Rendahnya kemampuan penanganan dan pengolahan hasil perikanan.

g. Masih meningkatnya pencurian ikan atau illegal fishing oleh nelayan dan kapal asing.

h. Meningkatnya illegal logging sehingga mengakibatkan kerusakan hutan. i. Belum terpenuhinya kebutuhan daging di Sumatera Utara sehingga Sumatera

Utara mengimpor dari luar negeri.

j. Masih terdapatnya penyakit hewan menular di Sumatera Utara.

Disamping permasalahan di atas, pembangunan pertanian juga dihadapkan paling tidak pada delapan tantangan yang paling mendesak untuk segera ditangani, yaitu:

a. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya pertanian.

b. Peningkatan ketahanan pangan dan penyediaan bahan baku industri. c. Penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan.

d. Operasionalisasi pembangunan berkelanjutan. e. Globalisasi perdagangan dan investasi.

f. Terbangunnya industri hasil pertanian sampai tingkat desa.

g. Sinkronisasi program pusat dan daerah sejalan era otonomi daerah, dan h. Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance).

Dengan memandang pentingnya dan besarnya peranan yang dapat diambil maka pemerintah Sumatera Utara berusaha untuk mengoptimalkan sektor pertanian tersebut dengan membuat program pembangunan yaitu:

a. Peningkatan Ketahanan Pangan. b. Program Pengembangan Agribisnis.


(32)

c. Pengembangan Kesejahteraan Petani. d. Program Pemanfaatan Sumber Daya Hutan. e. Program Pengembangan Sumber Daya Perikanan.

Program pembangunan di atas diwujudkan dalam bentuk kegiatan sebagai berikut:

a. Meningkatkan ketersediaan bahan pangan dengan cara intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi bahan pangan, dan pengembangan agribisnis didukung oleh sektor agropolitan (seperti pengembangan KSP/Koperasi Simpan Pinjam, pengembangan Kawasan Agropolitan Sumatera Utara). b. Meningkatkan peremajaan atau rehabilitasi kebun-kebun yang tua serta

mengembangkan teknologi pascapanen.

c. Melaksanakan pengawasan dan operasi pemberantasan illegal logging.

d. Pemberdayaan nelayan kecil melalui bantuan kapal dan alat tangkap yang modern.

e. Melaksanakan pengawasan dan operasi pemberantasan illegal fishing di laut. f. Mewujudkan swasembada protein hewani dengan kegiatan inseminasi

buatan.

g. Mengembangkan penggemukan ternak dan mencegah berjangkitnya wabah

penyakit hewan menular.

Dalam kurun waktu yang sangat panjang pembangunan pertanian selalu diidentikkan dengan kegiatan produksi usahatani semata (proses budidaya atau agronomi). Kondisi ini menyebabkan pada masa lalu kegiatan pertanian lebih berorientasi kepada peningkatan produksi dan citra yang kurang menguntungkan bagi


(33)

pembangunan sektor pertanian. Hal ini memberikan pandangan seakan-akan pembangunan pertanian terlepas dengan pembangunan sektor-sektor lainnya dan juga bukan merupakan bagian dari pembangunan wilayah. Dengan orientasi kepada produksi, memang kita telah relatif mampu menyediakan pangan dan bahan baku industri domestik. Namun keberhasilan peningkatan produksi pertanian tersebut ternyata belum diikuti oleh peningkatan kesejahteraan petaninya. Hal ini antara lain karena kebijakan di bidang produksi tidak diikuti oleh kebijakan pendukung lain secara sinergis. Kondisi pembangunan pertanian seperti itu antara lain berkaitan dengan pembinaan pembangunan pertanian yang masih tersekat-sekat oleh banyak departemen, sehingga kebijakan pengembangan pertanian seringkali tidak sinkron antar lembaga terkait akibat perbedaan kepentingan dari masing-masing departemen (Apriyantono, 2005:2).

Belajar dari kelemahan tersebut, sejak Pelita (Pembangunan Lima Tahun) VI pembangunan pertanian dilakukan melalui pendekatan pembangunan agribisnis. Pembangunan agribisnis, yang pada hakekatnya menekankan kepada tiga hal, yaitu

a. Melalui pembangunan agribisnis, pembangunan pertanian ditingkatkan dari pendekatan produksi ke pendekatan yang berdasarkan bisnis. Dengan orientasi kepada bisnis maka aspek usaha dan pendapatan menjadi dasar pertimbangan utama.

b. Dalam pembangunan agribisnis pembangunan pertanian bukan semata

pembangunan sektoral namun juga terkait dengan lintas/inter-sektoral. Pembangunan pertanian sangat terkait/ditentukan oleh agroindustri hilir, agroindustri hulu dan lembaga jasa penunjang.


(34)

c. Pembangunan pertanian bukan sebagai pembangunan pengembangan komoditas secara parsial, melainkan sangat terkait dengan pembangunan wilayah, khususnya perdesaan yang berkaitan erat dengan upaya-upaya peningkatan pendapatan masyarakat pertanian.

Pada dasarnya pelaku pembangunan pertanian adalah masyarakat dan sektor swasta. Pemerintah berperan memfasilitasi bagi peningkatan sebesar-besarnya partisipasi masyarakat tersebut, serta mengatur agar pelaksanaan pembangunan berjalan secara adil. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Departemen Pertanian telah menetapkan perlunya jiwa (spirit) dan nilai (value) yang merupakan ruh pembangunan yang melandasi penyelenggaraan pembangunan. Pembangunan, khususnya sektor pertanian, tanpa dilandasi ruh yang menjadi dasar pijakan akan kehilangan arah dan semangat yang akhirnya dapat menyimpang dari tujuan dan sasaran pembangunan. Apalagi kegiatan sektor pertanian yang obyek pembangunannya adalah benda hidup, yakni manusia, hewan, tanaman dan lingkungannya, maka ruh pembangunan sangat diperlukan, agar pembangunan tidak bersifat eksploitatif dan merusak kelestarian dari obyek pembangunan. Ruh pembangunan pertanian dimaksud adalah bersih dan peduli. Bersih berarti bebas dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), amanah, transparan dan akuntabel. Peduli berarti memberikan fasilitasi, pelayanan, perlindungan, pembelaan, pemberdayaan, dan keberpihakan terhadap kepentingan umum (masyarakat pertanian) di atas kepentingan pribadi dan golongan (demokratis) dan aspiratif.


(35)

2.1.3 Visi dan Kebijakan Sektor Pertanian Indonesia

Visi pembangunan pertanian sampai tahun 2025 adalah: “Terwujudnya sistem pertanian industrial berkelanjutan yang berdayasaing dan mampu menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan petani”.

Secara lebih spesifik sasaran jangka panjang yang perlu ditempuh adalah: a. Terwujudnya sistem pertanian industrial yang berdayasaing.

b. Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri.

c. Terciptanya kesempatan kerja penuh bagi masyarakat pertanian, dan d. Hapusnya masyarakat petani miskin dan meningkatnya pendapatan petani.

Untuk mencapai sasaran-sasaran besar di atas, maka arah kebijakan yang perlu dilakukan adalah:

a. Meningkatkan potensi basis produksi dan skala usaha pertanian; b. Mewujudkan sumberdaya insani pertanian yang berkualitas; c. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur pertanian; d. Mewujudkan sistem inovasi pertanian;

e. Mewujudkan system pembiayaan pertanian tepat guna; f. Mewujudkan kelembagaan pertanian yang kokoh;

g. Menyediakan sistem insentif dan perlindungan bagi petani; h. Mewujudkan pewilayahan pengembangan komoditas unggulan; i. Menerapkan praktek pertanian yang baik; dan

j. Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berpihak kepada petani dan pertanian.


(36)

Dalam periode 2005-2009, pembangunan pertanian diarahkan untuk mencapai visi: “terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan dayasaing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani”.

Pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah pendayagunaan secara optimal sumberdaya pertanian dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan, yaitu:

a. Membangun SDM (Sumber Daya Manusia) aparatur profesional, petani mandiri dan kelembagaan pertanian yang kokoh;

b. Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan; c. Memantapkan ketahanan dan keamanan pangan;

d. Meningkatkan dayasaing dan nilai tambah produk pertanian;

e. Menumbuhkembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas

ekonomi perdesaan; dan

f. Membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang berpihak

kepada petani.

Sejalan dengan visi pembangunan pertanian seperti dikemukakan di atas, maka misi yang akan dilaksanakan oleh Departemen Pertanian adalah:

a. Mewujudkan birokrasi pertanian yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi;

b. Mendorong pembangunan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan;

c. Mewujudkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi dan


(37)

d. Mendorong peningkatan peran sektor pertanian terhadap perekonomian nasional;

e. Meningkatkan akses pelaku usaha pertanian terhadap sumberdaya dan

pelayanan;

f. Memperjuangkan kepentingan dan perlindungan terhadap petani dan

pertanian dalam sistem perdagangan domestik dan global.

Dalam rangka mewujudkan berbagai tujuan pembangunan di atas, paling tidak ada tujuh strategi umum yang akan ditempuh, yaitu:

a. Melaksanakan manajemen pembangunan yang bersih, transparan dan bebas KKN,

b. Meningkatkan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen

pembangunan pertanian,

c. Memperluas dan memanfaatkan basis produksi secara berkelanjutan,

d. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan memberdayakan SDM pertanian, e. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian,

f. Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna, dan.. g. Mempromosikan dan memproteksi komoditas pertanian.

Dalam lima tahun mendatang, program pembangunan pertanian akan difokuskan pada:

a. Peningkatan ketahanan pangan,

b. Peningkatan nilai tambah dan dayasaing produk pertanian, dan c. Peningkatan kesejahteraan petani.


(38)

Ketiga program tersebut secara bertahap diharapkan mampu meningkatkan kinerja sektor pertanian yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan petani.

Disamping itu, pembangunan pertanian juga sangat memerlukan dukungan kebijakan dari sektor lain. Kebijakan tersebut antara lain kebijakan makro, kebijakan pengembangan industri, kebijakan perdagangan, kebijakan pengembangan infrastruktur, kebijakan pengembangan kelembagaan, serta kebijakan pendayagunaan dan rehabilitasi sumberdaya alam dan lingkungan.

2.2 Produk Domestik Regional Buto (PDRB)

2.2.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam satu periode tertentu adalah PDRB. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Nilai akhir dari PDRB akan sama dengan total nilai nominal dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta ekspor bersih.

Konsumsi (consumption) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok: barang tidak tahan lama, barang tahan lama, dan jasa. Barang tidak tahan lama (nonderable goods) adalah barang-barang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian. Barang tahan lama (durable goods) adalah barang-barang yang memiliki usia panjang, seperti mobil dan televisi. Jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen oleh individu dan perusahaan, seperti potong rambut dan berobat ke dokter.


(39)

Investasi (investment) terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga subkelompok: investasi tetap bisnis, investasi tetap residensi, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi tetap residensi adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah. Sedangkan investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan (jika investasi gagal, maka investasi persediaan negatif).

Pengeluaran pemerintah (government expenditure) adalah barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Kelompok ini meliputi peralatan militer, jalan layang, dan jasa yang diberikan pegawai pemerintah. Ini tidak termasuk pembayaran transfer kepada individu, seperti jaminan sosial dan kesejahteraan, karena merealokasi pendapatan yang ada dan tidak membuat perubahan dalam barang dan jasa.

Ekspor bersih (nett export) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurang nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain. Ekspor bersih menunjukkan pengeluaran bersih dari luar negeri pada barang dan jasa kita, yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik.

Umumnya PDRB dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu PDRB atas harga berlaku (nominal) dan PDRB atas harga konstan (riil). PDRB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada setiap tahun. Jadi, pada PDRB atas harga berlaku sudah termasuk unsur inflasi. Sedangkan PDRB atas harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu, misalnya 1983, 1993,


(40)

atau 2000. PDRB atas harga konstan meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa meningkat, sedangkan PDRB atas harga berlaku bisa meningkat karena produksi naik atau harga turun.

Setelah PDRB atas harga berlaku dan PDRB atas harga konstan diketahui, maka dapat dihitung deflator PDRB. Deflator PDRB, juga disebut dengan deflator harga implisit untuk PDRB, didefenisikan sebagai rasio PDRB atas harga berlaku terhadap PDRB atas harga konstan.

Deflator PDRB =

Deflator PDRB mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat harga dalam perekonomian.

2.2.2 Metode Penghitungan PDRB a. Metode Langsung

1) Pendekatan Produksi (Production Approach)

PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit produksi di suatu wilayah dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB adalah Nilai Produksi Bruto (NPB) dari barang dan jasa tersebtu dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi.

Y = P1Q1 + P2Q2 + … + PnQ PDRB atas harga berlaku

n Di mana :

Y = PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)


(41)

P1, P2,…, Pn = Harga satuan produk pada satuan masing-masing

sektor ekonomi Q1, Q2,…,Qn

2) Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

= Jumlah produk pada satuan masing-masing sektor ekonomi

Yang dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari adanya perhitungan ganda.

PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan (laba); semuanya belum dipotong pajak pengahasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pola komponen penyusutan dan pajak tidak langsung neto.

Y = Yw + Yr + Yi + Yp Di mana :

Y = Pendapatan nasional atau PDB Yw = Pendapatan upah / gaji

Yr = Pendapatan sewa

Yi = Pendapatan bunga


(42)

3) Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor bersih di dalam suatu wilayah tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.

Y = C + I + G + (X – M) Di mana :

Y = PDB (Pendapatan Domestik Bruto)

C = Pengeluaran Rumah Tangga Konsumen untuk konsumsi

I = Pengeluaran Rumah Tangga Perusahaan untuk investasi

G = Pengeluarana Rumah Tangga Pemerintah

(X-M) = Ekspor netto atau pengeluaran rumah tangga luar negeri Yang dihitung hanya nilai transaksi-transaksi barang jadi saja, untuk menghindari adanya perhitungan ganda.

b. Metode Tidak Langsung (Alokasi)

Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kelompok kegiatan pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang


(43)

paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut.

2.2.3 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional

Data statistik pendapatan regional memberikan informasi yang berguna mengenai berbagai aspek dari kegiatan ekonomi (Sukirno, 2004:55), yaitu:

a. Menilai prestasi kegiatan ekonomi.

Semakin tinggi pendapatan regional, semakin besar jumlah output

yang diciptakan dalam suatu wilayah dan semakin tinggi kapasitas barang-barang modal yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan. Kenaikan pendapatan regional juga berkaitan erat dengan kenaikan kesempatan kerja. Apabila tingkat pengangguran masih tinggi, keadaan itu menggambarkan bahwa pendapatan regional yang dicapai masih di bawah potensi maksimal. b. Menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai.

Dengan membandingkan statistik pendapatan riil pada suatu tahun tertentu dengan pendapatan riil pada tahun-tahun sebelumnya akan dapat ditentukan tingkat pertumbuhan ekonomi.

c. Memberi informasi mengenai struktur kegiatan ekonomi.

Data pendapatan regional yang dihitung dengan cara pengeluaran menunjukkan nilai dan komposisi pengeluaran agregat, seperti konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi, ekspor, dan impor.

Data pendapatan yang dihitung dangan cara produk neto memberikan gambaran tentang peranan berbagia sektor dalam perekonomian – yaitu


(44)

menunjukkan nilai output yang mereka menciptakan dan persentase sumbangan berbagai sektor terhadap pendapatan regional.

d. Memberi gambaran mengenai taraf kemakmuran.

Tingkat kemakmuran penduduk suatu regional dapat diketahui melalui pendapatan per kapita yang diperoleh penduduk tersebut.

e. Sebagai dasar untuk membuat ramalan dan perencanaan.

Data pendapatan regional pada masa kini dan masa lalu dapat memberi informasi penting mengenai ciri-ciri dari kegiatan ekonomi, seperti dapat menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai dan sektor-sektor yang mewujudkan pertumbuhan tersebut, perkembangan ekspor dan investasi, dan berbagai informasi penting lainnya. Berdasarkan data tersebut, pemerintah dapat merumuskan kebijakan ekonomi untuk mewujudkan pembangunan di masa mendatang, seperti meramalkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai, perkembangan investasi dan ekspor, dan sebagainya.

2.3 Tenaga Kerja

2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja

Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization), penduduk dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia 15 tahun atau lebih, seiring dengan program wajib belajar 9 tahun. Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan menjadi: angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (penduduk yang sebagian besar


(45)

kegiatannya adalah bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja). Angkatan kerja dibedakan lagi ke dalam dua kelompok, yaitu penduduk yang bekerja (sering disebut pekerja), dan penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.

Gambar 2.1

Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO)

Dengan demikian angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan meru-pakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Angka yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan tenaga kerja.

Secara umum, tenaga kerja (manpower) didefenisikan sebagai penduduk yang berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu

PENDUDUK

TENAGA KERJA BUKAN

TENAGA KERJA

ANGKATAN KERJA

BUKAN ANGKATAN KERJA

BEKERJA TIDAK BEKERJA DAN MENCARI


(46)

negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.

Menurut UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: “Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.

2.3.2 Teori Tentang Tenaga Kerja

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah (Kusumosuwidho dalam Subri, 2006:56). Keseimbangan tersebut dapat berupa lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for labor).

W

We

0 Ne N

D E

Gambar 2.2

Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja


(47)

Keterangan gambar:

SL = Penawaran tenaga kerja (supply of labor)

DL = Permintaan tenaga kerja (demand for labor)

W = Upah (wage)

L = Jumlah tenaga kerja (labor)

Penjelasan gambar:

(1).Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Le pada tingkat

upah keseimbangan We. titik keseimbangan dengan demikian adalah titik E. Pada

tingkat upah keseimbangan We, semua orang yang ingin bekerja telah dapat

bekerja. Berarti tidak orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut

full employment pada tingkat upah We

(2).Pada gambar kedua, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah W .

1, penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2, W

W1

0

SL

DL

N1 N2

Excess Supply

N

W

W1

0 N1 N2

SL

DL Excess

Demand

Gambar 2.3

Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja


(48)

sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian, ada orang yang

menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2.

(3).Pada gambar ketiga, terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat upah W1, permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada penawaran tenaga

kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W1 adalah sebanyak N1, sedangkan yang diminta adalah sebanyak N2

a. Adam Smith (1729 – 1790)

.

Terdapat beberapa tokoh yang membahas mengenai tenaga kerja, diantaranya:

Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama yang menetukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada SDM yang mengolahnya, sehinngga bermanfaat bagi kehidupan.

Smith juga melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan kata lain, alokasi SDM yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.

b. Lewis (1959)

Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada suatu sektor akan memberi andil terhadap pertumbuhan produksi dan penyediaan kerja di sektor lain. Ada dua struktur di dalam perekonomian, yaitu subsisten


(49)

terbelakang dan kapitalis modern. Pada sektor subsisten terbelakang, tidak hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi juga sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer koran. Pekerja di sektor subsisten terbelakang mayoritas berada di wilayah pedesaan. Sektor subsisten terbelakang memiliki kelebihan penawaran pekerja dan tingkat upah yang relatif lebih rendah daripada sektor kapitalis modern. Lebih rendahnya upah pekerja di pedesaan akan mendorong pengusaha di wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dari pedesaan dalam pengembangan industri modern perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja di sektor subsisten terbelakang akan diserap.

Bersamaan dengan terserapnya kelebiham pekerja di sektor industri modern, maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat. Selanjutnya peningkatan upah ini akan mengurangi ketimpangan tingkat pendapatan antara perkotaan dan pedesaan.

Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaliknya kelbihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sektor subsisten terbelakang ke sektor kapitalis modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi “terlalu banyak”.

c. Fei-Ranis (1961)

Teori Fei-Ranis berkaitan dengan negara berkembang yang mempunyai ciri-ciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat


(50)

diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, dan tingkta pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Menurut Fei-Ranis, ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan buruh yakni:

1) Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian) dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama.

2) Tahap di mana pekerja pertanian menambah produksi, tetapi

memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industri.

3) Tahap ini ditandai dengan awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan produksi lebih besar daripada perolehan upah institusional. Dan dalam hal ini, kelebihan pekerja terserap ke sektor jasa dan industri yang terus-menerus sejalan dengan pertambahan produksi dan perluasan usahanya.

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja

a. Tingkat Upah

Tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau bahkan


(51)

tidak lagi membeli produk tersebut. Kondisi ini memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi akibat perubahan skala produksi disebut efek skala produksi (scale effect).

Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang-barang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek substitusi

(substitution effect).

b. Teknologi

Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengaruhi berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi kecanggihan teknologi akan menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih berpengaruh dalam menentukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada kemampuan manusia. Misalnya, mesin huller (penggilingan padi) akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja untuk menumbuk padi.


(52)

c. Produktivitas tenaga kerja

Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh seberapa tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Apabila untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu dibutuhkan 30 karyawan dengan produktivitas standar yang bekerja selama 6 bulan. Namun dengan karyawan yang produktivitasnya melebihi standar, proyek tersebut dapat diselesaikan oleh 20 karyawan dengan waktu 6 bulan.

Arsyad Anwar (dalam Kasnawi, 1999:3) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh enam hal, yaitu perkembangan barang modal per pekerja, perbaikan tingkat keterampilan, pendidikan, dan kesehatan pekerja, meningkatkan skala usaha, perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, perubahan komposisi output dari tiap sektor atau subsektor, serta perubahan teknik produksi. Di lain pihak, Basri (dalam Kasnawi, 1999:3) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya produk-tivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh pemanfaatan kapasitas dari berbagai sektor. Produktivitas tenaga kerja rendah karena pemanfaatan kapasitas produksi rendah.

d. Kualitas Tenaga Kerja

Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan mengenai produktivitas. Mengapa demikian. karena dengan tenaga kerja yang berkualitas akan menyebabkan produktivitasnya


(53)

meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, ketrampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja. e. Fasilitas Modal

Dalam prakteknya faktor-faktor produksi baik sumber daya manusia maupun yang non sumber daya manusia seperti modal tidak dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang atau jasa. Pada suatu industri, dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan, maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Misalnya, dalam suatu industri rokok, dengan asumsi faktor-faktor lain konstan, maka apabila perusahaan menambah modalnya, maka jumlah tenaga keja yang diminta juga bertambah.

2.4 Ekspor

2.4.1 Pengertian Ekspor

Menurut Undang-undang Perdagangan Tahun 1996 Tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan dari Daerah Pabean. Keluar dari daerah pabean berarti keluar dari wilayah yuridiksi Indonesia .

Defenisi lain menyebutkan bahwa ekspor merupakan upaya mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing (Amir, 2004:100).


(54)

2.4.2 Teori Tentang Ekspor (Perdagangan Internasional)

Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif, tetapi juga oleh faktor-faktor-faktor-faktor keunggulan kompetitif. Inti dari paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah, bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahan-perubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001).

Berikut ini adalah beberapa tokoh yang membahas tentang ekspor (perdagangan internasional), yaitu:

a. Adam Smith (1729 – 1790)

Buah pemikiran dari Adam Smith adalah teori “keunggulan absolut

(absolute advantage)”. Teori ini sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis barang tertentu, di mana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis barang lain yang tidak memiliki keunggulan absolut. Dengan kata lain, suatu negara akan mengekspor suatu jenis barang jika negara tersebut dapat membuatnya lebih


(55)

efisien atau lebih murah daripada negara lain. Jadi, teori ini menekankan pada efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, di dalam proses produksi yang sangat menetukan keunggulan atau tingkat daya saing.

b. David Ricardo

David Ricardo dikenal melalui teorinya “keunggulan komparatif

(comparative adavantage)”. Teori ini muncul sebagai kritik terhadap teori keunggulan absolut milik Adam Smith. Menurut Ricardo, perdagangan internasional dapat saja terjadi, meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut terhadap kedua barang yang diciptakan. Misalnya, Indonesia unggul secara absolut atas Vietnam dalam memproduksi beras dan buah-buahan. Walaupun begitu, Vietnam bisa saja memiliki keunggulan komparatif paling besar dibandingkan Indonesia dalam memproduksi salah satu dari kedua komoditi tersebut. Dengan kata lain, Vietnam akan berspesialisasi pada dan mengekspor suatu komoditi tertentu, di mana Vietnam memiliki keunggulan komparatif. Menurut Ricardo, perdagangan antara dua negara tersebut akan timbul bila masing-masing negara memilki biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda.

Oleh karena itu, teori Ricardo sering disebut teori biaya relatif. Titik pangkal dari teori ini adalah nilai atau harga suatu suatu barang ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan tiap pekerja dan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, dalam model Ricardo, penilaian terhadap keunggulan suatu negara atas negara lain dalam membuat suatu jenis barang didasarkan pada tingkat efisiensi atau


(56)

produktivitas tenaga kerja. Teori ini merupakan yang sering digunakan di dalam banyak penelitian empiris mengenai kinerja ekspor.

c. Eli Heckscher dan Bertil Ohlin

Teori Heckscher dan Ohlin (H-O) termasuk dalam kelompok teori modern. Teori H-O disebut juga sebagai factor proportion theory atau teori ketersediaan faktor. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa perdagangan internasional, misalnya antara Indonesia dan Jepang, terjadi karena biaya alternatif (opportunity cost) berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan tanah) yang dimilki oleh kedua negara tersebut. Indonesia memliki tanah yang lebih luas dan tenaga kerja yang jauh lebih banyak, namun memiliki modal yang lebih kecil daripada Jepang.

Maka sesuai hukum pasar (permintaan dan penawaran), harga faktor-faktor produksi tersebut juga berbeda antara Indonesia dan Jepang. Upah tenaga kerja dan harga tanah di Indonesia lebih murah, sebaliknya harga modal di Indonesia lebih mahal dibandingkan di Jepang. Namun, bukan berarti Indonesia lebih unggul daripada Jepang. Hal ini tergantung pada tingkat intensitas pemakaian tenaga kerja, tanah, dan modal dalam memproduksi barang tersebut. Intensiata pmakaian faktor produksi dapat diukur dengan rasio antara nilai faktor produksi dengan nilai output. Jelas bahwa pertanian adalah jenis sektor yang proses produksinya lebih padat tenaga kerja dan tanah daripada sektor industri manufaktur. Oleh sebab itu,


(57)

paling tidak secara teori, Indonesia memiliki keunggulan atas Jepang dalam menghasilkan komoditi pertanian.

Jadi menurut teori H-O, struktur perdagangan luar negeri dari suatu negara tergantung pada ketersediaan dan intensitas pemakaian faktor-faktor produksi dan yang terakhir ini ditentukan oleh teknologi. Suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor barang-barang yang input

(faktor produksi) utamanya lebih banyak di negara tersebut dan sebaliknya.

d. Cho dan Moon

Cho dan Moon menggunakan model sembilan faktor untuk menerangkan siklus hidup daya saing internasional dari suatu negara, yang pada dasarnya sama dengan model pembangunan bertahap dari Rostow. Menurut mereka status perekonomian sebuah negara ditentukan oleh daya saing internasionalnya dan kesembilan faktor memiliki bobot yang bervariasi sejalan dengan sebuah negara beralih dari tahapan keterbelakangan menuju tahapan sedang berkembang, selanjutnya menuju tahapan semimaju dan akhirnya menuju tahapan maju.


(58)

Gambar 2.4

Model Sembilan Faktor Penentuan Daya Saing Internasional

Menurut Sukirno (dalam Hanjaswara, 2006:5), faktor-faktor yang menentukan ekspor sebagai berikut :

a. Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain

Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara menjual barang ke luar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara lain. Kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara.

Lingkungan Bisnis

Sumber Daya yang

Dianugerahkan Internasional Daya Saing Permintaan Domestik

Industri Terkait dan Pendukung

Politisi dan Birokrat

Pekerja

Para Wirausahawan

Manajer dan Insinyur

Peristiwa Penting


(59)

b. Proteksi di negara-negara lain

Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara.

c. Kurs Valuta Asing

Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat.

2.4.2 Strategi, Tata Cara Pelaksanaan, dan Prosedur Ekspor a. Strategi Memasuki Pasar Ekspor

Tujuan setiap usaha bisnis adalah mencari laba. Dengan laba, perusahaan dapat mempertahankan hidup dan kehidupannya, dapat melakukan rehabilitasi dan restrukturisasi aset perusahaan serta mampu melakukan perluasan dan diversifikasi usaha. Agar perusahaan dapat memperoleh laba, maka perusahaan harus menjual produknya di atas biaya produksi. Penjualan suatu komoditi akan terjadi setelah melalui suatu proses kegiatan pemasaran. Bila suatu perusahaan ingin memasarkan produknya ke luar negeri, maka manajemen perusahaan itu harus menentukan langkah-langkah yang strategis guna menyukseskan kegiatan ekspornya. Berikut ini adalah beberapa langkah strategis memasuki pasar ekspor menurut Amir (2004:11), yaitu:

1) Keputusan manajemen untuk melakukan ekspor

Pola pikir pengusaha nasional yang cenderung bertahan di pasar domestik, kiranya perlu diubah menjadi pola pikir yang positid


(60)

dan agresif. Dengan pola pikir yang positif seperti ini, mereka akan melihat globalisasi dan liberalisasi sebagai sebagai suatu kesempatan untuk melakukan penetrasi pasar di luar Indonesia, disamping tetap memperkuat kedudukan di pasar domestik. Dengan pola pikir semacam ini, dapat diharapkan semua pengusaha di semua tingkatan, baik pengusaha kecil, menengah, maupun besar, akan mengambil keputusan untuk melaksanakan bisnis ekspor. Tanpa keputusan itu, perusahaan tidak akan pernah memasuki pasar ekspor.

2) Menentukan komoditi yang akan di ekspor

Komoditi yang laku di pasar internasional adalah komoditi yang mempunyai daya saing tinggi. Komoditi dengan daya saing tinggi pada dasarnya adalah komoditi yang mutu (quality), kegunaan

(function), daya tahan (durability), harga (price), waktu penyerahan

(shipment-date), dan pelayanan purnajualnya (after sales sevices)

sesuai dengan “selera dan daya beli” pembeli di negara tujuan ekspor. Sebagai suatu negara dengan ciri khas terletak di daerah tropis, Indonesia memiliki tenaga kerja yang melimpah dan murah, maka komoditi yang memiliki daya saing tinggi adalah komoditi yang bersumber dari kekayaan alam tropika. Komoditi tersebut antara lain hasil hutan, hasil perkebunan, hasil tambang, hasil petro kimia, dan hasil wilayah tropis lainnya. Selain itu, termasuk juga komoditi hasil kerajinan rakyat dan industri padat karya seperti garmen, sepatu, tas, dan hasil kerajinan kulit lainnya.


(61)

3) Menganalisis kondisi negara tujuan

Sebelum menentukan pilihan tentang negara mana yang akan dijadikan tujuan ekspor, perlu sekali dilakukan penelitian awal tentang populasi suatu negara termasuk agama, tradisi, kondisi ekonomi, politik, sosial, iklim, peraturan ekspor-impor, perpajakan, perbankan, keuangan, transportasi, dan sebagainya.

4) Menentukan pasar potensial dan segmen pasar

Contoh dari kegiatan tersebut adalah ketika kita ingin mengekspor cornet beef, Arab Saudi adalah pilihan yang paling tepat dibandingkan India. Selain faktor pendapatan per kapita masyarakat Arab Saudi yang jauh lebih tinggi daripada India, faktor budaya juga menetukan. India secara budaya adalah “anti sapi” karena menurut mereka sapi merupakan hewan suci sehingga haram untuk dimakan. 5) Menentukan strategi operasional bersama mitra usaha

Strategi operasional yang akan diterapkan harus sesuai dengan pola dasar bauran pemasaran (marketing mix), yang sudah dikenal oleh ahli pemasaran dengan istilah 6P (Product, Price, Promotion, Place of Distribution, Government Power, and Power of Parliament).

6) Menentukan sistem promosi dan pemilihan media massa

Pilihan media promosi yang dapat dipakai antara lain pameran dagang internasional, brosur, iklan melalui media cetak (seperti koran, majalah, tabloid, dan lain-lain), media elektronik (TV dan internet),


(62)

melalui atase perdagangan (Kadin, Badan Pengembangan Ekspor Indonesia, Lembaga Penunjang Ekspor), dan media promosi lainnya. 7) Mempelajari peta pemasaran komoditi tertentu

Cara ini dapat ditempuh dengan mengumpulkan data impor dari komoditi yang rencananya akan diekspor.

8) Mempelajari nama dan alamat lengkap badan-badan promosi

Hal ini bertujuan untuk mempermudah dan memperlancar kegiatan promosi dari komoditi yang akan diekspor.

9) Menyiapkan brosur dan price list

Supaya calon pembeli mengenal komoditi yang akan diekspor, bila memungkinkan calon pembeli dikirimkan contoh komoditi yang dimaksud dalam bentuk brosur berikut dengan daftar harganya. Tujuannya agar calon pembeli mendapat gambaran mengenai bentuk visual dari komoditi yang ditawarkan dan dapat membandingkan harganya dengan komoditi serupa dari negara lain.

10)Menyiapkan surat perkenalan usaha dan komoditi

Promosi dapat juga dilakukan dengan membuat surat perkenalan yang dikirimkan kepada asosiasi importir di negara tujuan ekspor atau atase perdagangan asing atau calon pembeli lainnya. Surat perkenalan itu sebaiknya dilengkapi dengan brosur dan daftar harga.


(1)

Nachrowi, Djalal Nachrowi dan Hardius Usman. 2006.

Pendekatan Populer dan

Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan.

Jakarta: LP

FE-UI

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 2005. “Paparan Bidang SDA dan LH”. Materi

disampaikan pada

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional.

Soekartawi. 1995.

Pembangunan Pertanian.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Subri, Mulyadi. 2006.

Ekonomi Sumber Daya Manusia.

Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Sukirno, Sadono. 2004.

Makroekonomi Teori Pengantar.

Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

______________. 2006.

Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, dan Dasar

Kebijakan.

Jakarta: Kencana.

Suryopratomo. 2004. “Masihkah Pertanian Menyimpan Harapan”

.

Dalam Masroh, H.

Antoji, dkk (penyusun).

Pertanian Mandiri : Pandangan Strategis Para

Pakar untuk Kemajuan Pertanian Indonesia.

Jakarta: Penebar Swadaya. Hlm.

17-22.

Tambunan, Tulus. 2003.

Perkembangan Sektor Pertanian Di Indonesia : Beberapa

Isu Penting.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

______________. 2004.

Globalisasi dan Perdagangan Internasional.

Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Tjoekam, Mohammad. 1999.

Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial.

Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Wirartha, I Made. 2006.

Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi.

Yogyakarta: Andi.


(2)

Lampiran 1: Data Statistik PDRB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan

Sumatera Utara (Y), Tenaga Kerja Sektor Pertanian Sumatera

Utara (X

1

), Ekspor Sektor Pertanian Sumatera Utara (X

2

), Kredit

Perbankan Sektor Pertanian Sumatera Utara (X

3

), dan Variabel

Dummy (X

4

)

Tahun

PDRB ADHK

(miliar Rp)

Tenaga Kerja

(ribu jiwa)

Ekspor

(miliar US$)

Kredit

Perbankan

(miliar Rp)

1985

1334,0

2134,3

273,2

648,6

1986

1438,4

2221,4

299,0

833,2

1987

1548,4

2296,9

316,0

1089,4

1988

1706,8

2382,7

321,9

1443,9

1989

1820,0

2433,7

336,0

1891,6

1990

1934,3

2309,7

315,4

1622,4

1991

2097,6

2598,8

387,0

1928,0

1992

2262,7

2604,6

432,1

2034,1

1993

4895,7

2741,9

453,7

1951,1

1994

5249,3

2509,3

750,5

2084,8

1995

5701,6

2478,1

808,5

2051,1

1996

6198,0

2589,9

998,3

2085,1

1997

6754,5

2425,4

1085,8

1939,3

1998

6896,1

2608,7

1088,0

2183,6

1999

7278,1

2679,1

981,1

1798,0

2000

7635,2

2650,4

1024,4

1603,0

2001

7749,6

2749,2

935,4

3173,3

2002

7924,5

2738,1

885,2

2798,3

2003

8211,4

2709,5

1038,1

3982,6

2004

8292,7

2451,0

1005,0

4193,1

2005

8469,1

2721,5

1024,9

5381,3


(3)

Lampiran 2 : Hasil Regresi Linear Berganda

Dependent Variable: PDRB Method: Least Squares Date: 08/10/08 Time: 21:13 Sample: 1985 2006

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -6074.683 2219.768 -2.736629 0.0136

TENAGAKERJA 2.239113 0.954398 2.346099 0.0306

EKSPOR 6.523974 0.614542 10.61600 0.0000

KREDITPERBANKAN 0.382957 0.123899 3.090875 0.0063 R-squared 0.954642 Mean dependent var 5193.423 Adjusted R-squared 0.947082 S.D. dependent var 2832.441 S.E. of regression 651.5706 Akaike info criterion 15.95961 Sum squared resid 7641796. Schwarz criterion 16.15799

Log likelihood -171.5558 F-statistic 126.2808


(4)

Lampiran 3 : Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: TENAGAKERJA Method: Least Squares

Date: 08/10/08 Time: 21:15 Sample: 1985 2006

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2297.381 83.20010 27.61272 0.0000

EKSPOR 0.293281 0.131509 2.230120 0.0380

KREDITPERBANKAN 0.004861 0.029762 0.163340 0.8720 R-squared 0.314273 Mean dependent var 2520.295 Adjusted R-squared 0.242092 S.D. dependent var 179.9064 S.E. of regression 156.6228 Akaike info criterion 13.07168 Sum squared resid 466083.2 Schwarz criterion 13.22046

Log likelihood -140.7885 F-statistic 4.353916


(5)

Dependent Variable: EKSPOR Method: Least Squares Date: 08/10/08 Time: 21:16 Sample: 1985 2006

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1320.651 771.2923 -1.712258 0.1031

TENAGAKERJA 0.707362 0.317186 2.230120 0.0380

KREDITPERBANKAN 0.106335 0.039297 2.705963 0.0140 R-squared 0.504331 Mean dependent var 719.8864 Adjusted R-squared 0.452156 S.D. dependent var 328.6283 S.E. of regression 243.2391 Akaike info criterion 13.95209 Sum squared resid 1124140. Schwarz criterion 14.10087

Log likelihood -150.4730 F-statistic 9.666035


(6)

Dependent Variable: KREDITPERBANKAN Method: Least Squares

Date: 08/10/08 Time: 21:16 Sample: 1985 2006

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -186.0396 4109.976 -0.045265 0.9644

TENAGAKERJA 0.288451 1.765957 0.163340 0.8720

EKSPOR 2.616035 0.966767 2.705963 0.0140

R-squared 0.375462 Mean dependent var 2424.191 Adjusted R-squared 0.309722 S.D. dependent var 1452.126 S.E. of regression 1206.470 Akaike info criterion 17.15491 Sum squared resid 27655822 Schwarz criterion 17.30369

Log likelihood -185.7040 F-statistic 5.711253