Analisis Sistem Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember, Jawa Timur

ANALISIS SISTEM TATANIAGA JERUK SIAM DI DESA
SUMBERAGUNG, KECAMATAN SUMBERBARU,
KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR

BRILIA WULANTIKA SARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sistem
Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten
Jember, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Brilia Wulantika Sari
NIM H34100067

ABSTRAK
BRILIA WULANTIKA SARI. Analisis Sistem Tataniaga Jeruk Siam di Desa
Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA.
Jeruk siam merupakan salah satu komoditas utama di Kabupaten Jember
dimana komoditas ini semakin lama semakin berkembang karena memiliki
prospek yang baik di masa depan. Sistem pemasaran jeruk siam perlu
dipertimbangkan untuk meningkatkan nilai tambah dalam upaya untuk
meningkatkan pendapatan petani sebagai produsen. Oleh karena itu, petani harus
mengetahui saluran pemasaran yang efisien untuk memasarkan hasil panen
mereka. Metode yang digunakan untuk menganalisis sistem tataniaga jeruk siam
menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Pemasaran jeruk di Desa
Sumberagung meliputi wilayah pemasaran Jember, Jogjakarta, dan Jakarta. Hasil
analisis ini menunjukkan bahwa terdapat enam saluran pemasaran dimana saluran

enam merupakan saluran yang paling efisien jika dilihat dari indikator efisiensi
operasional dimana nilai margin pemasaran kecil sebesar Rp 4 416.67, farmer’s
share yang besar sebesar 62.14%, dan rasio manfaat terhadap biaya lebih besar
dari satu sebesar 15.41. Namun secara keseluruhan semua saluran pemasaran di
Desa Sumberagung cukup efisien berdasarkan nilai farmer’s share dan rasio
keuntungan terhadap biaya yang besar.
Kata kunci : tataniaga, analisis efisiensi tataniaga, marjin tataniaga, farmer’s
share, rasio i/Ci, jeruk, buah

ABSTRACT
BRILIA WULANTIKA SARI. Marketing System Analysis of Siam Orange in
Sumberagung Village, Sumberbaru Subdistrict, Jember Regency, East Java.
Supervised by NETTI TINAPRILLA.
Citrus nobilis is one of the primary commodities in Jember, where this
commodity is increasingly growing as it has a good prospect in the future. Citrus
marketing system needs to be considered to increase the value added in an effort
to increase the income of farmers as producers. Therefore, farmers should know
about the efficient marketing channel to market their crops. The method was used
to analyze the orange business administration systems are including qualitative
and quantitative methods. Orange marketing in Sumberagung village covers

marketing area of Jember, Jogjakarta, and Jakarta. The results of this analysis
indicate that there are six marketing channels, where the sixth channel the most
efficient channel based on the operational efficiency indicator where the value of
marketing margin is Rp 4 416.67, the farmer's share is 62.14%, and the ratio of
benefit to cost is 15.41. But, overall all of the marketing channels in Sumberagung
village is quite efficient based farmer’s share value and the ratio of benefit to cost
that quite large.
Keyword : marketing, market eficiency analysis, marketing margin, farmer’s
share, ratio i/Ci, orange, fruit

ANALISIS SISTEM TATANIAGA JERUK SIAM DI DESA
SUMBERAGUNG, KECAMATAN SUMBERBARU,
KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR

BRILIA WULANTIKA SARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Sistem Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung,
Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember, Jawa Timur
Nama
: Brilia Wulantika Sari
NIM
: H34100067

Disetujui oleh

Dr Ir Netti Tinaprilla, MM
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Maret 2014
yakni sistem tataniaga, dengan judul Analisis Sistem Tataniaga Jeruk Siam di
Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku
dosen pembimbing, Dr. Amzul Rifin, SP. MA selaku dosen penguji, dan Rahmat
Yanuar, SP. MSi yang telah membimbing dan memberikan saran terhadap karya
ilmiah ini. Terima kasih kepada kedua orang tua saya yakni Subari dan Siti Nur
Kholifah yang telah melahirkan penulis, memberikan kasih sayang sepenuhnya,
serta selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan motivasi. Disamping itu,
terima kasih kepada Ibu Nana dan keluarga yang telah membantu selama
penelitian berlangsung di Desa Sumberagung. Selain itu terima kasih kepada para

sahabat yakni Nastiti Winahyu, Verani Restia Wijaya, Nurul Adilah, Bangarani
Masah Nadilah, Rizki, Hadiyansyah Anwar, Ghazian Muhamad, dan M. Zulkifli
Luthan yang selalu memberikan semangat. Serta tidak lupa terima kasih atas
semangat serta dukungannya teman-teman Agribisnis 47 IPB dan Ikatan
Mahasiswa Jember di Bogor.

Bogor, Juni 2014
Brilia Wulantika Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

i

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR LAMPIRAN


iii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian


6

Ruang Lingkup Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

7

Karakteristik Jeruk

7

Kajian Mengenai Penelitian Terdahulu

7

Keterkaitan Kajian Empiris terhadap Penelitian


8

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional

9
9
14

METODOLOGI PENELITIAN

17

Lokasi dan Waktu Penelitian

17

Jenis dan Sumber Data


17

Metode Pengumpulan Data

17

Metode Pengolahan dan Analisis Data

18

KEADAAN UMUM PENELITIAN

20

Karakteristik Umum Wilayah, Keadaan Alam, dan Penduduk

20

Karakteristik Petani Responden


22

Karakteristik Pedagang Responden

23

Gambaran Umum Usahatani Jeruk Siam

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

26

Identifikasi Lembaga Tataniaga

26

Identifikasi Saluran Tataniaga

28

Identifikasi Fungsi Lembaga Tataniaga

38

Analisis Struktur, Perilaku, dan Keragaan Pasar

43

Efisiensi Operasional Tataniaga

52

KESIMPULAN DAN SARAN

53

DAFTAR PUSTAKA

54

LAMPIRAN

56

RIWAYAT HIDUP

69

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Data Ekspor dan Import Buah-buahan Indonesia tahun 2012
Data produksi buah-buahan Indonesia tahun 2011-2012
Data Produksi Jeruk Siam berdasarkan Kecamatan
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Karakteristik Struktur Pasar

1
2
3
9
12

6
7
8
9
10

Data Luas Lahan Jeruk Siam Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember
Jumlah Penduduk Desa Sumberagung Berdasarkan Umur Tahun 2012
Jumlah KK Desa Sumberagung Menurut Tingkat Pendidikan
Jumlah Penduduk Desa Sumberagung Menurut Jenis Mata Pencaharian
Karakteristik Petani Responden berdasarkan Usia di Desa Sumberagung
tahun 2014
Karakteristik Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa
Sumberagung tahun 2014
Karakteristik Petani Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa
Sumberagung tahun 2014
Karakteristik Petani Responden berdasarkan Pengalaman Usahatani
Jeruk di Desa Sumberagung tahun 2014
Karakteristik Pedagang Responden berdasarkan Umur
Karakteristik Pedagang Responden berdasakan Pengalaman Berdagang
Jeruk
Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga I
Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga II
Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga III
Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga IV
Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga V
Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga VI
Fungsi-fungsi Tataniaga yang Dijalankan Oleh Lembaga Tataniaga
Jeruk Siam di Desa Sumberagung
Analisis Marjin Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung
Analisis Farmer’s Share pada Saluran Tataniaga Jeruk di Desa
Sumberagung
Rasio Keuntungan dan Biaya Setiap Saluran Tataniaga Jeruk Siam di
Desa Sumberagung
Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jeruk Siam di Desa Sumberagung

20
21
21
21
22

11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

22
23
23
24
24
32
33
34
35
36
37
39
49
50
52
53

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Perkembangan harga jeruk siam Kabupaten Jember tahun 2013
Konsep Marjin Pemasaran
Kerangka Pemikiran Operasional
Saluran Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung

5
13
16
30

DAFTAR LAMPIRAN
1

Petani Responden Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten
Jember

57

2
3
4
5

Data Produksi Buah-buahan Indonesia menurut Provinsi tahun 2012
Kuisioner untuk Petani
Kuisioner untuk Lembaga Tataniaga
Dokumentasi

58
59
63
68

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produk hortikultura merupakan salah satu komoditi yang penting dan
strategis, dimana produk ini menyumbang sebagian besar Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia, berperan dalam menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan
pendapatan petani. Selain itu permintaan hortikultura di Indonesia menunjukkan
peningkatan secara terus menerus seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Hal
ini disebabkan produk hortikultura sebagai produk pangan yang memberikan
asupan gizi yang banyak bagi manusia. Selain itu, preferensi konsumen yang
menghindari makanan berkolesterol semakin meningkat sehingga preferensi
konsumen yang mengkonsumsi produk hortikultura juga semakin meningkat.
Buah-buahan merupakan salah satu jenis produk hortikutura dimana
konsumsinya digemari oleh masyarakat. Peningkatan permintaan buah-buahan
terjadi seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan
populasi penduduk. Semakin tinggi kesadaran pola sehat masyarakat dan
meningkatnya pendapatan individu maka
akan meningkatkan konsumsi
masyarakat terhadap buah-buahan. Buah-buahan merupakan sumber vitamin
serta membantu menyehatkan tubuh manusia. Salahsatu buah yang memiliki
kandungan vitamin C yang banyak dan digemari masyarakat yakni jeruk. Pada
Tabel 2 ditunjukkan bahwa jeruk merupakan jenis buah-buahan yang memiliki
nilai import tertinggi daripada buah-buahan lain. Namun tidak dipungkiri juga
bahwa nilai eksport dari jeruk itu sendiri juga besar. Jeruk merupakan jenis-jenis
produk buah-buahan yang yang memiliki nilai ekspor kelima tertinggi di
Indonesia. Artinya, jeruk merupakan komoditas yang memiliki potensi tinggi dan
cukup memiliki daya saing di perdagangan internasional. Berikut merupakan tabel
ekspor dan import tahun 2012:
Tabel 1 Data Ekspor dan Import Buah-buahan Indonesia tahun 2012a
Nilai US ($)
Komoditi
Impor
Ekspor
Jeruk
227 300 473
847 335
Apel
151 680 865
68 092
Anggur
119 334 667
14 332 445
Pisang
1 030 314
171 034
Mangga
1 109 203
786 505
Melon dan Semangka
873 237
521 390
Strawberry
1 217 892
338 456
Nenas
327 676
132 015 559
Manggis
345
16 622 522
Rasberry dan Blackberry
2 193 995
619 951
Salak
926 913
Buah Lainnya
311 472 431
5 111 274
Total
816 541 098
172 361 476
a

Sumber : Ditjen Hortikultura 2013 (diolah)

2
Indonesia merupakan negara beriklim tropis dan kaya akan buah-buahan
tropika. Jeruk merupakan salahsatu komoditi buah-buahan yang dapat tumbuh
dengan baik di Indonesia. Pada Tabel 2 terlihat bahwa jeruk siam memiliki
produksi yang cukup tinggi di bawah komoditi mangga di Indonesia. Namun tidak
dipungkiri juga produksi jeruk siam pada tahun 2012 mengalami penurunan dari
tahun 2011 sebanyak 223 697 ton atau penurunan sebesar 12.99%. Walaupun
demikian jeruk siam masih menjadi salah satu buah yang menjadi favorit
masyarakat Indonesia.
Tabel 2 Data produksi buah-buahan Indonesia tahun 2011-2012a
Produksi (Ton)
Pertumbuhan
Komoditas
2011
2012
Absolut
%
Alpukat
275 953
272 936
-3 017
-1.09
Belimbing
80 853
79 565
-1 288
-1.59
Duku
171 113
202 243
31 130
18.19
Durian
883 969
812 433
-71 536
-8.09
Jambu Biji
211 836
229 052
17 216
8.13
Jambu Air
103 156
112 635
9 479
9.19
Jeruk Siam
1 721 880
1 498 183
-223 697
-12.99
Jeruk Besar
97 069
117 008
19 939
20.54
Mangga
2 131 139
2 038 146
-92 993
-4.36
Manggis
117 595
119 641
2 046
1.74
Buah lain-lainnya
12 518 944
12 608 109
89 165
0.71
Total Buah
18 027 889
18 653 900
52 398
0.99
a

Sumber: Badan Pusat Statistika (diolah)

Tidak semua wilayah di Indonesia cocok untuk ditanami tanaman jeruk.
Terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang menghasilkan jeruk dengan jumlah
produksi yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Wilayah tersebut
meliputi Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistika tahun 2012, propinsi yang memiliki produksi jeruk terbesar
yakni Jawa Timur dengan produksi 390 388 ton, disusul dengan Sumatra Utara
sebesar 362 250 ton, dan Kalimantan Barat sebesar 172 945 ton.
Buah jeruk sendiri terdiri dari beberapa jenis mulai dari jeruk siam, jeruk
keprok, dan jeruk besar. Menurut Zamzami, sekitar 80-85% produksi jeruk di
Indonesia didominasi oleh komoditi jeruk siam. Jeruk siam merupakan jenis jeruk
yang disukai oleh masyarakat Indonesia, dimana Propinsi Jawa Timur merupakan
propinsi yang memiliki produksi terbesar. Salah satu komoditi buah-buahan yang
produksinya mendominasi di Jawa Timur yakni jeruk siam, dimana sebesar 8.97%
atau sebesar 362 680 ton dari keseluruhan produksi sayuran dan buah-buahan di
Jawa Timur. Pada tahun 2012 terdata bahwa terdapat tiga kabupaten di Jawa
Timur yang memiliki produksi jeruk yang besar diantaranya Kabupaten
Banyuwangi sebesar 165 156.3 ton, Kabupaten Jember dengan produksi sebesar

3
125 537.6 ton, dan Kabupaten Malang dengan produksi sebesar 7 450.3 ton (BPS
2013).1
Jeruk siam merupakan salah satu komoditas unggulan Kabupaten Jember
dimana jumlah pohon yang ditanam setiap tahunnya semakin bertambah. Menurut
data Dinas Pertanian Kabupaten Jember, pada tahun 2011 diketahui jumlah pohon
yang ditanam sebanyak 687 297 batang pohon, lalu pada tahun 2012 bertambah
menjadi 2 476 890 batang pohon, dan kemudian pada tahun 2013 jumlah pohon
yang ditanam bertambah lagi menjadi 2 681 829 pohon. Pada Tabel 4 dijelaskan
terdapat tiga kecamatan yang menjadi sentra produksi jeruk siam yakni
Kecamatan Umbulsari, Kecamatan Semboro, dan Kecamatan Sumberbaru.
Kecamatan Umbulsari sejak 2 tahun terakhir melakukan pembaharuan pohon
jeruk oleh karena itu pada tahun 2012 kecamatan tersebut mengalami penurunan
produksi. Begitu juga dengan Kecamatan Semboro pada tahun 2013 mengalami
penurunan dikarenakan rata-rata umur pohon jeruk telah berada pada usia tua
sehingga produktivitas jeruk menjadi menurun, oleh karena itu pada tahun 2014
rata-rata petani di Kecamatan Semboro melakukan pembongkaran lahan jeruk
siam untuk ditanami tanaman jeruk siam yang baru. Berbeda dari Kecamatan
Umbulsari dan Kecamatan Semboro, Kecamatan Sumberbaru rata-rata memiliki
tanaman jeruk siam yang berada diusia produktif. Kecamatan Sumberbaru
mengalami peningkatan produksi dari tahun 2009 sampai 2012, namun
mengalami penurunan dari tahun 2012 ke tahun 2013 yakni dari produksi sebesar
349 600 Kw menjadi 301 605 Kw, hal ini dikarena pada tahun 2012 terdapat
meningkatnya curah hujan yang berakibat pada menguningnya daun tanaman
jeruk siam di wilayah tersebut sehingga petani mengalami penurunan produksi.
Oleh karena itu pada penelitian ini Kecamatan Sumberbaru merupakan tempat
yang cocok untuk dilakukan penelitian tentang tataniaga jeruk. Salah satu desa
yang memiliki potensi jeruk siam terbesar yakni Desa Sumberagung karena desa
ini memiliki luas lahan jeruk siam terluas dibanding desa lain di Kecamatan
Sumberbaru yaitu sebesar 216 Ha.
Tabel 3 Produksi Jeruk Siam berdasarkan Kecamatana
Produksi (Kw)
Kecamatan
2009
2010
2011
2012
Umbulsari
768 439
199 193
123 280
40 000
Semboro
198 624
110 810
211 377
523 000
Sumberbaru
121 852
198 395
234 370
349 600
a

2013
109 165
261 060
301 605

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Jember (diolah)

Besarnya tingkat potensi produksi tersebut perlu diikuti dengan sistem
pemasaran yang baik untuk meningkatkan nilai tambah produk, yang merupakan
ciri utama dalam pengembangan agribisnis. Aspek pemasaran mempunyai
peranan strategis dikaitkan dengan hasil produksi pertanian termasuk agribisnis
jeruk, hal ini merupakan salah satu upaya peningkatan pendapatan petani sebagai
produsen. Sistem distribusi sebagai pemegang peranan penting dan sebagai salah
1

Badan Pusat Statistik. 2013. Data Produksi Buah-buahan tahun 2011-2012.
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55¬ab
=1

4
satu subsistem yang strategis dalam sistem pemasaran komoditas jeruk siam
masih menjadi titik lemah dalam sistem agribisnis. Menurut Agustian (2005), dari
berbagai hasil penelitian tampak biaya pemasaran di Indonesia termasuk tinggi
dan pembagian balas jasa yang adil tersebut sampai saat ini masih asimetris,
terkadang balas jasa atas fungsi pemasaran tersebut lebih besar mengelompok
pada pedagang besar, sementara petani dan pedagang pengumpul memiliki bagian
yang kecil. Tidak meratanya pembagian balas jasa atas fungsi pemasaran yang
sesuai kontribusinya tersebut menjadikan belum efisiennya sistem pemasaran.
Perbaikan kualitas fisik jeruk dan sistem tataniaga jeruk siam diharapkan
dapat mengembangkan komoditas jeruk dalam rangka meningkatkan
perekonomian nasional. Banjir buah impor yang kini mudah diperoleh di
pedagang kaki lima mengindikasikan semakin tidak berdayanya buah domestik
menghadapi gempuran buah dari luar negeri yang menjadikan Indonesia sebagai
pasar utama. Selain itu harga jeruk siam lokal yang cenderung lebih mahal
dibandingkan jeruk impor membuat konsumen cenderung memilih jeruk impor
yang mana kualitas dan packaging-nya lebih menarik dibandingkan jeruk lokal.
Peningkatan kualitas jeruk siam di Kabupaten Jember nantinya diharapkan
mampu bersaing dengan buah impor yang merajalalela di pasaran.

Perumusan Masalah
Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki produksi jeruk siam
terbesar. Salah satu komoditi buah-buahan yang produksinya mendominasi di
Jawa Timur yakni jeruk siam dimana sebesar 8.97% atau 362 680 ton dari
keseluruhan produksi sayuran dan buah-buahan di Jawa Timur. Pada tahun 2012
terdata bahwa terdapat tiga kabupaten di Jawa Timur yang memiliki produksi
jeruk terbesar diantaranya Kabupaten Banyuwangi sebesar 165 156.3 ton,
Kabupaten Jember dengan produksi sebesar 125 537.6 ton, dan Kabupaten
Malang dengan produksi sebesar 7 450.3 ton. (BPS 2013)
Sebagian besar wilayah Jember merupakan dataran rendah dengan
ketinggian 83 meter diatas permukaan laut menjadikan kabupaten ini cukup subur
dan cocok untuk pengembangan komoditi pertanian. Kabupaten Jember
merupakan sentra produksi jeruk siam di Jawa Timur yang dikenal dengan Jeruk
Semboro. Karakteristik jeruk siam di wilayah ini terkenal manis, tekstur buah
yang lunak dan segar, serta kulit yang mudah dikelupas. Karakteristik yang
menarik tersebut tidak diiringi dengan pengelolaan pasca panen jeruk siam di
Jember yang optimal dan masih tergolong sederhana.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Dinas Pertanian Kabupaten Jember
2013, pada Tabel 4 terlihat bahwa harga jeruk siam di wilayah Jember mengalami
fluktuasi. Fluktuasi harga jeruk siam berdampak pada pendapatan petani jeruk
siam dan pedagang menjadi tidak menentu. Sehingga ketika harga cenderung
turun maka penerimaan petani dan pedagang menjadi lebih rendah.

5
Gambar 1 Perkembangan harga jeruk siam di Kabupaten Jember tahun 2013a
18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0

a

Harga di
Tingkat
Konsumen di
Jember
Harga di
Tingkat
Petani di
Jember

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Jember 2013

Terciptanya marjin tataniaga yang cukup besar juga menjadi masalah besar
dalam pemasaran jeruk siam apabila tidak diiringi dengan peningkatan nilai
tambah jeruk karena farmer’s share yang diterima petani menjadi lebih kecil
sehingga tidak menguntungkan petani. Berdasarkan data perkembangan harga
tahun 2013 yang dikeluarkan Dinas Pertanian Kabupaten Jember terdapat
perbedaan harga yang cukup besar antara harga di tingkat petani dengan harga di
tingkat konsumen, rata-rata selisih harga ditingkat petani dan konsumen sebesar
Rp 4 600 per kilogram. Jika dilihat dari segi perbedaan harga yang diterima petani
dengan harga diterima konsumen cukup besar namun tidak diiringi dengan adanya
peningkatan nilai tambah yang signifikan, sehingga sistem pemasaran tersebut
tergolong kurang efektif dan efisien.
Posisi tawar petani (bargaining position) rendah karena petani tidak dapat
menentukan harga dari komoditas yang dihasilkannya dan kurangnya informasi
pasar yang diterima petani. Selain itu penentuan harga jeruk siam didasarkan pada
kualitas jeruk siam sehingga apabila kualitas yang dihasilkan kurang baik maka
bagian yang diterima oleh petani sedikit.
Petani jeruk di Desa Sumberagung pada umumnya melakukan penjualan
jeruk tanpa melakukan proses nilai tambah pasca panen, seperti sorting, grading,
dan packaging karena petani tidak ingin repot serta biaya dalam melakukan
kegiatan tersebut tergolong mahal menurut petani. Oleh karena itu petani di desa
tersebut pada umumnya menyerahkan kegiatan panen dan pasca panen kepada
pedagang.
Faktor keamanan juga menjadi salahsatu faktor yang mempengaruhi
pemasaran jeruk siam di Desa Sumberagung. Maraknya pencurian hasil panen di
desa tersebut memaksa petani untuk memanen jeruk mereka sebelum benar-benar
matang sempurna, sehingga harga yang diterima petani menjadi rendah karena
kualitas yang kurang baik.

6

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis lembaga, saluran, dan fungsi-fungsi tataniaga komoditi jeruk
di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember
2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar tataniaga komoditi jeruk di Desa
Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember
3. Menganalisis efisiensi tataniaga komoditi jeruk di Desa Sumberagung,
Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember dengan pendekatan marjin
tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran yang
membangun dan bermanfaat bagi :
1. Peneliti, sebagai sarana pembelajaran dan melatih untuk berpikir analitis
dalam menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan, khusunya ilmu agribusnis yang
telah dipelajari selama perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.
2. Pemerintah dan stakeholder, sebagai bahan masukan dan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan tataniaga sistem
agribisnis jeruk, dimana kebijakan tersebut nantinya digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan petani.
3. Pembaca, sebagai pedoman, referensi, dan literatur dalam mengerjakan
tugas perkuliahan dan penelitian tentang sistem tataniaga agribisnis jeruk.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada analisis sistem tataniaga, saluran tataniaga,
fungsi tataniaga, struktur, perilaku, dan keragaan pasar untuk komoditi jeruk siam
di Desa Sumberagung Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember. Analisis
penelitian ini dibatasi untuk melihat dan mengkaji saluran pemasaran komoditas
pertanian untuk wilayah tertentu yakni hanya untuk pemasaran jeruk siam di
wilayah Jember, Jogjakarta, dan Jakarta. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio
keuntungan terhadap biaya untuk melihat tingkat efisiensi tataniaga jeruk.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Jeruk
Jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang digemari oleh
masyarakat Indonesia. Jeruk merupakan jenis tanaman yang bermarga Citrus dari
suku Rutaceae. Tanaman ini berbentuk pohon dengan buah yang berdaging
dengan rasa masam dan manis yang menyegarkan. Buah ini merupakan salah satu
sumber vitamin C yang cukup banyak. Jeruk berasal dari Asia Timur dan Asia
Tenggara yang kemudian menyebar ke Jepang sampai India bagian Timur dan
Asia Tenggara.
Jeruk siam merupakan bagian kecil dari sekian banyak spesies jeruk yang
dikenal dan dibudidayakan secara luas. Jeruk siam merupakan anggota dari
kelompok jeruk keprok yang bernama ilmiah citrus nobilis. Jeruk siam awal
mulanya berasal dari Thailand, namun sampai saat ini masih belum diketahui
mengenai kapan dan dimana jeruk siam mulai ditanam di Indonesia. Macammacam jeruk siam cukup banyak dan tidak jauh berbeda satu dengan lainnya.
Perbedaannya biasanya dalam hal warna kulit, keharuman, dan rasa yang sedikit
berbeda. Perbedaan ini biasanya timbul karena berbeda daerah penanamannya.
Tempat penanaman yang berbeda tentunya mempunyai karakteristik faktor alam
yang berbeda sehingga berpengaruh terhadap karakteristik buahnya (Chaerani
2012).

Kajian Mengenai Penelitian Terdahulu
Pada sistem tataniaga komoditi yang sama yakni jeruk siam pada penelitian
Sinaga (2011) Kabupaten Nabire Provinsi Papua diketahui lembaga tataniaga
yang terlibat diantaranya pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang
pengecer. Fungsi tataniaga merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
lembaga tataniaga yang bertujuan untuk menciptakan dan meningkatkan nilai
tambah produk agribisnis. Lembaga-lembaga tataniaga melakukan fungsi-fungsi
yang berbeda dalam menyalurkan suatu produk agribisnis sampai ke tangan
konsumen. Fungsi yang dilakukan meliputi fungsi pertukaran (fungsi penjualan
dan fungsi pembelian), fungsi fisik (fungsi penyimpanan, fungsi pengemasan, dan
pengangkutan), dan fungsi fasilitas (fungsi sortasi dan grading, fungsi
pembiayaan, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi informasi pasar). Pada
penelitian sistem tataniaga komoditi jeruk siam di Kabupaten Nabire didapatkan
saluran tataniaga sebanyak 6 saluran. Saluran tataniaga I meliputi Petani –
Pedagang Pengumpul – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer Non Lokal. Saluran
II terdiri dari Petani, Pedagang Pengecer Pasar – Pedagang Pengecer Pinggir
Jalan. Saluran tataniaga III terdiri dari Petani – Pedagang Pengecer Pasar. Saluran
tataniaga IV terdiri dari Petani – Pedagang Pengecer Keliling. Saluran tataniaga V
terdiri dari Petani – Pedagang Pengecer Pinggir Jalan. Sedangkan saluran
tataniaga VI merupakan saluran tataniaga terpendek yakni jeruk siam dari petani
langsung disalurkan kepada konsumen akhir. Struktur pasar yang dihadapi petani
cenderung mengarah kepada struktur pasar persaingan murni, lalu di tingkat
pedagang pengumpul dan pedagang besar struktur pasar yang dihadapi yakni

8
cenderung mengarah pada struktur pasar oligopsoni, dan struktur pasar yang
dihadapi pedagang pengecer lokal maupun pedagang pengecer non lokal
cenderung mendekati pasar persaingan murni. Pada penelitian tentang tataniaga
jeruk siam oleh Sinaga (2011) didapatkan saluran pemasaran yang efisien
cenderung pada saluran terpedek.
Berbeda halnya pada sistem tataniaga jeruk di Kabupaten Malang oleh
Djoko Koestiono dan Ahmad Agil (2010), lembaga tataniaga yang terlibat
diantaranya pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Saluran tataniaga yang
didapatkan sebanyak 2 saluran tataniaga. Saluran tataniaga I meliputi petani –
pedagang pengumpul – pedagang pengecer di Malang – konsumen. Sedangkan
saluran II tujuan pemasaran ke luar daerah meliputi petani – pedagang pengumpul
– pedagang pengecer di Tretes – konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran yang
dilakukan setiap lembaga tataniaga berbeda-beda, namun pedagang pengumpul
disini melakukan hampir semuafungsi-fungsi tataniaga. Hal yang berbeda pada
penelitian ini yakni penulis melihat efisiensi pemasaran melalui 2 pendekatan
yakni pendekatan efisiensi operasional dan pendekatan efisiensi harga. Saluran
yang cenderung efisien melalui pendekatan efisiensi operasional yakni saluran I,
sedangkan hasil dari pendekatan analisis efisiensi harga pada lembaga tataniaga
dikatakan efisien.
Pada kasus efisiensi pemasaran jeruk siam di Kecamatan Tebas, Kabupaten
Sambas, Kalimantan Barat oleh Anita (2012) terdapat 2 saluran tataniaga jeruk
siam, dimana lembaga tataniaga yang terlibat diantaranya pedagang pengumpul
desa, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Pada saluran tataniaga I terdiri dari
petani – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen. Sedangkan pada
saluran tataniaga II terdiri dari petani – pedagang pengumpul desa – pedagang
besar – pedagang pengecer – konsumen. Struktur pasar pada pedagang pengumpul
desa cenderung mengarah kepada struktur pasar oligopsoni diferensiasi, struktur
pasar pada tingkat pedagang besar cenderung mengarah kepada pasar oligopoli
diferensiasi, dan pada tingkat pedagang pengecer struktur pasar mengarah pada
struktur pasar oligopsoni diferensiasi. Penentuan efisiensi tataniaga dilakukan
dengan pendekatan efisiensi operasional dimana saluran tataniaga I merupakan
saluran yang paling efisien.

Keterkaitan Kajian Empiris Terhadap Penelitian
Penelitian tentang tataniaga produk agribisnis sudah banyak dilakukan,
mengengingat tujuan dari penelitian ini yakni memberikan alternatif saluran
pemasaran yang efisien yang nantinya dapat dipilih petani untuk memeasarkan
produknya. Permasalahan tataniaga yang umumnya terjadi yakni adanya fluktuasi
harga yang tidak menentu, lemahnya kekuatan tawar petani, mayoritas petani
yang tidak melakukan kegiatan pasca panen, serta ketidakseimbangan harga di
tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen akhir. Hal tersebut berdampak
pada penerimaan petani yang rendah karena petani tidak memiliki informasi pasar
yang memadai serta tidak memiliki posisi tawar terhadap pedagang. Oleh karena
itu, penelitian mengenai sistem tataniaga jeruk siam di Desa Sumberagung,

9
Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember mengacu kepada penelitian tentang
tataniaga produk agribisnis yang telah dilakukan sebelumnya.
Tabel 4 Ringkasan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti

Tahun

Judul Penelitian

Persamaan

Perbedaan

Djoko Koestiono
dan Ahmad Agil

2010

Analisis
Pemasaran
Manis

Efisiensi
Jeruk

Jenis komoditi
Alat analisis
yang
digunakan

Cintya
Handayani
Sinaga

2011

Jenis komoditi
Alat analisis
yang
digunakan

Anita

2012

Analisis Pemasaran
Jeruk
Siam
di
Kampung
Wadio,
Distrik Nabire Barat,
Kabupaten
Nabire,
Papua
Analisis
Efisiensi
Pemasaran jeruk siam
di Kecamatan Tebas,
Kabupaten Sambas,
kalimantan Barat

Waktu
penelitian
Lokasi
penelitian
Pengukuran
pendekatan
analisis efisiensi
pemasaran
Waktu
penelitian
Lokasi
penelitian

Jenis komoditi
Alat analisis
yang
digunakan

Waktu
penelitian
Lokasi
penelitian

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau
batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian
yang akan dilakukan.
Konsep Sistem Tataniaga
Istilah tataniaga sama dengan pemasaran atau distribusi, yaitu suatu
kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari
produsen ke konsumen. Sedangkan menurut Sihombing (2011), tataniaga
merupakan serangkaian fungsi dari lembaga tataniaga yang dibutuhkan untuk
menggerakkan produk atau input dari titik produksi sampai ke konsumen akhir.
Dengan demikian, tataniaga merupakan suatu kegiatan produktif karena dapat
memberikan nilai tambah dan menghasilkan berbagai kegunaan waktu, tempat,
bentuk, dan milik.

10
Sihombing (2011)2 menyatakan bahwa untuk menganalisis sistem tataniaga
dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Fungsi (Functional Approach), yaitu analisis tataniaga dari sudut
pandang fungsi yang dilakukan. Fungsi-fungsi yang ada terdiri dari fungsi
pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi-fungsi ini dapat dilakukan
semuanya atau hanya beberapa saja oleh sebuah lembaga tataniaga. Secara
sederhana, pendekatan fungsi adalah pendekatan yang digunakan untuk
mengetahui apa yang dijalankan dalam sistem tataniaga.
2. Pendekatan Kelembagaan (Institutional Approach) lebih menekankan kepada
mempelajari tataniaga dari segi organisasi lembaga-lembaga yang terkait dalam
proses penyampaian barang dari produsen hingga ke konsumen.
3. Pendekatan Perilaku (Behavioral System Approach) merupakan pelengkap dari
pendekatan fungsi dan kelembagaan, yaitu menganalisis aktivitas-aktivitas
yang ada dalam proses tataniaga seperti perubahan dan perilaku lembaga
tataniaga (organisasi) dan kombinasi fungsi-fungsi tataniaga yang
dijalankannya.
Konsep Lembaga, Fungsi, dan Saluran Tataniaga
Lembaga tataniaga merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam proses
penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Lembaga tataniaga
nantinya akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga dan mengupayakan agar
keinginan konsumen dapat terpenuhi semaksimal mungkin. Sebagai imbalannya
atas balas jasa yang diberikan kepada lembaga tataniaga oleh konsumen yakni
berupa margin tataniaga. Produsen biasanya memproduksi produk dengan
kombinasi produk yang sempit dalam jumlah banyak. Lembaga tataniaga disini
berperan dalam membeli produk dari produsen kemudian memecah produk ke
dalam kuantitas yang lebih kecil dengan kombinasi barang yang lebih luas yang
diinginkan konsumen, dengan kata lain lembaga tataniaga menyesuaikan
permintaan dan penawaran (Kotler 2004).
Lembaga-lembaga tataniaga ini nantinya akan membuat saluran tataniaga
suatu komoditi. Menurut Kotler (2002) dijelaskan bahwa saluran tataniaga
merupakan saluran distribusi untuk menyerahkan produk fisik atau jasa kepada
pengguna atau pembeli. Saluran tataniaga sendiri biasanya terdiri dari distributor,
grosir, dan pengecer. Konsep saluran tataniaga tidak terbatas hanya panjang
pendeknya saluran tataniaga tergantung oleh beberapa faktor. Pertama, jarak antar
produsen dan konsumen, semakin panjang saluran tataniaga menandakan bahwa
jarak antara produsen dengan konsumen jauh. Kedua, daya tahan produk jika
produk yang akan disalurkan memiliki ciri-ciri cepat busuk dan mudah rusak
maka saluran tataniaga yang dipakai yakni saluran tataniaga yang pendek atau
cepat agar produk yang diterima konsumen dalam keadaan baik. Ketiga, keadaan
keuangan produsen, produsen yang memiliki keadaan keuangan yang kuat akan
cenderung menggunakan saluran tataniaga yang pendek, hal ini disebabkan karena
2

Sihombing, L. 2011. Tataniaga Hasil Pertanian. [terhubung berkala]
http://usupress.usu.ac.id/files/Tata%20Niaga%20Hasil%20Pertanian%20-%20Final_bab%201.pdf
(diakses 26 Desember 2013)

11
perusahaan mampu memberikan nilai tambah yang lebih terhadap produknya
sehingga keinginan konsumen dapat terpenuhi (Rahim dan Hastuti 2008).
Tataniaga suatu barang atau jasa memerlukan keterlibatan berbagai pihak
seperti produsen, konsumen, maupun lembaga perantara. Menurut Firdaus (2008),
terdapat sejumlah kegiatan pokok pemasaran yang perlu dilaksanakan untuk
mencapai sasaran. Dalam hal ini terdapat tiga fungsi diantaranya :
1) Fungsi Pertukaran
Fungsi pertukaran, kegiatan ini melibatkan kegiatan yang menyangkut
pengalihan hak kepemilikan dari satu pihak ke pihak lainnya dalam sistem
pemasaran. Fungsi pertukaran ini meliputi fungsi penjualan dan fungsi
pembelian, dimana pihak-pihak yang terlibat pedagang, distributor, dan agen
yang mendapat komisi karena mempertemukan penjual dan pembeli.
2) Fungsi Fisik
Fungsi fisik yakni semua tindakan yang langsung berhubungan dengan
barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu.
Fungsi ini terdiri dari fungsi pengangkutan, penyimpanan/penggudangan, dan
pemrosesan.
3) Fungsi Fasilitas/Penyediaan Sarana
Fungsi fasilitas adalah semua tindakan untuk memperlancar kegiatan
pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi ini meliputi
informasi pasar, penanggunagn risiko, standarisasi dan grading, serta
pembiayaan.
Masing-masing fungsi tersebut harus dilaksanakan dalam pemasaran setiap
produk. Namun hak milik dan situasi nyata yang dihadapi oleh seseorang yang
melaksanakan fungsi tertentu dapat berbeda-beda dari agribisnis satu dan
agribisnis lainnya.
Konsep Struktur, Perilaku, dan Keragaan Pasar
Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai
hubungan atau korelasi antara pembeli dan penjual yang secara strategis
mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar (Asmarantaka 2009).
Struktur pasar menunjukkan secara deskriptif jumlah perusahaan atau partisipan
yang ada, dominan atau tidaknya perusahaan-perusahaan, sifat produk dimata
konsumen homogen atau diferensiasi, sifat produk dan pangsa pasar yang
dikuasai akan menentukan perilaku pasar yaitu keputusan atau strategi tataniaga
yang akan dipakai, kebijaksanaan, harga, dan lain-lain. Berdasarkan struktur pasar
dan perilaku pasar tersebut akan tercermin keragaan pasar seperti harga produk
yang terjadi, kualitas dan volume di pasar (Kohl dan Uhl 2002).
Dalam menentukan empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar,
yaitu jumlah atau ukuran perusahaan, kondisi atau keadaan produk, kondisi keluar
atau masuk pasar, dan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh partisipan dalam
tataniaga, misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar antara pertisipan. Sedangkan
berdasarkan sifat dan bentuknya, pasar diklasifikasikan menjadi dua macam
struktur pasar, yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna
(Kotler 1993).

12
Tabel 5 Karakteristik struktur pasara
Jumlah
Penjual

Jumlah
Pembeli

Karakteristik
Sifat
Pengetahuan
produk
Informasi
Pasar

Banyak

Banyak

Homogen

Sedikit

Rendah

Banyak

Banyak

Diferensiasi

Sedikit

Tinggi

Sedikit

Sedikit

Homogen

Banyak

Tinggi

Sedikit

Sedikit

Diferensiasi

Banyak

Tinggi

Satu

Unik

Banyak

Tinggi

Satu
a

Hambatan
Keluar
Masuk
Pasar

Struktur Pasar
Sisi Penjual
Sisi Pembeli

Persaingan
Murni
Persaingan
Monopolistik
Oligopoli
Murni
Oligopoli
Diferensiasi
Monopoli

Persaingan
Murni
Persaingan
Monopolistik
Oligopsoni
Murni
Oligopsoni
Diferensiasi
Monopsoni

Sumber : Hammond and Dahl, 1977

Menurut Kohl dan Uhl (2002), perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari
lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga
tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan. Perilaku pasar juga
merupakan tindak-tanduk pedagang beradaptasi dan mengantisipasi setiap
keadaan pasar. Pendekatan perilaku (The Behavioural System Approach), adalah
pendekatan mengenai perilaku organisasi atau perusahaan yang berkecimpung
dalam tataniaga seperti bagaimana mengambil keputusan yang tepat yang
berhubungan dengan pemasaran. Pendekatan ini terbagi atas empat bagian, yaitu:
1) Input-output system
Sistem input-output ini menerangkan bagaimana tingkah laku perusahaan
dalam mengolah sejumlah input menjadi satu set output. Perilaku yang dapat
dilihat misalnya, bagaimana perusahaan tersebut membuat keputusan
mengenai teknologi yang akan dipakai.
2) Power system
Sistem kekuasaan ini menerangkan bagaimana suatu perusahaan dalam suatu
sistem tataniaga. Misalnya kedudukan perusahaan dalam suatu sistem
tataniaga sebagai perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga
perusahaan tersebut dapat berlaku sebagai penentu harga.
3) Communications system
Sistem komunikasi ini mempelajari tentang perilaku perusahaan mengenai
mudah tidaknya mendapatkan informasi.
4) Adaptive system
Sistem adaptif mempelajari bagaimana perilaku perusahaan dalam
beradaptasi pada suatu sistem tataniaga agar bisa bertahan.
Menurut Asmarantaka (2009), keragaan pasar merupakan hasil akhir
struktur dan perilaku pasar. Keragaan pasar (market performance)
mengungkapkan tentang tingkat profit dan efisiensi dari suatu sistem pasar.
Ukuran yang digunakan untuk menilai keragaan pasar tersebut adalah besaran
marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya.

13
Marjin Tataniaga
Biaya-biaya yang dikeluaran lembaga tataniaga dalam proses penyaluran
suatu komoditi tergantung dari fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan. Perbedaan
fungsi yang dilakukan setiap lembaga tataniaga menyebabkan perbedaan harga
jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai konsumen akhir.
Perbedaan harga di tingkat petani dengan harga ditingkat pengecer atau konsumen
akhir merupakan sebagai marjin tataniaga (Koerniawati 2009).

Gambar 2 Konsep Marjin Tataniaga
Sumber : Hammond and Dahl (1997) dalam Asmarantaka (2012)

Keterangan :
Pr
: Harga di Tingkat Pengecer
Pf
: Harga di Tingkat Petani
Sr
: Derived Supply (kurva penawaran turunan atau penawaran produk di
tingkat pedagang)
Sf
: Primary Supply (kurva penawaran primer atau penawaran produk di
tingkat petani)
Dr
: Derived Demand (kurva permintaan turunan atau permintaan di tingkat
pedagang)
Df
: Primary Demand (kurva permintaan turunan di tingkat petani)
Besar marjin tataniaga merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga yang
diterima petani dan harga yang dibayar oleh konsumen dengan jumlah produk
yang dipasarkan (bagian yang diarsir).
Analisis Farmer’s Share
Farmer’s share merupakan analisis untuk mengetahui bagian harga yang
diterima oleh petani dan harga yang dibayar oleh konsumen. Menurut Kohl dan
Uhl (2002) mendefinisikan farmer’s share sebagai perbedaan harga di tingkat
petani dan pedagang pengecer. Pengukuran margin tataniaga dan farmer’s share
tidak dapat dijadikan ukuran dalam pengukuran sistem tataniaga sudah efisien
atau belum, karena margin tataniaga besar dengan farmer’s share yang kecil
belum tentu sistem tataniaga tersebut tidak efisien. Namun perlu dilihat lagi dari
segi kompleksitas penanganan produk yang dilakukan dalam rangka peningkatan
kepuasan konsumen. Walaupun farmer’s share bukan patokan pengukuran utama,

14
namun dengan farmer’s share dapat diketahui nilai yang diterima petani dari nilai
yang telah dibayarkan konsumen.
Rasio Keuntungan terhadap Biaya
Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran secara kuantitatif dapat dilihat dari
penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya. Asmarantaka (2012) memberikan
pengertian rasio keuntungan terhadap biaya merupakan balas jasa bagi pengguna
sumberdaya (kapital, fisik, manusia) dan biaya imbangan (opportunity cost) dari
kesempatan terbaik. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap
biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien.
Efisiensi Tataniaga
Efisiensi tataniaga dapat diukur berdasarkan kepuasan yang diterima baik
dari konsumen, produsen, dan lembaga-lembaga tataniaga yang terkait dalam
mengalirkan barang/jasa dari produsen sampai kepada konsumen akhir.
Asmarantaka (2012) memaparkan bahwa terdapat 2 jenis efisiensi yang dapat
dijadikan indikator dalam
melihat efisiensi tataniaga produk pertanian,
diantaranya efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional
berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas pemasaran yang dapat meningkatkan
rasio input-output pemasaran. Analisis yang dilakukan dalam mengukur efisiensi
operasional berupa analisis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan
terhadap biaya. Sedangkan efisiensi harga menekankan pada kemampuan sistem
pemasaran dalam mengalokasikan sumberdaya dan mengkoordinasikan seluruh
produksi pertanian dan proses pemasaran sehingga efisien sesuai dengan
keinginan konsumen. Menurut Kohl dan Uhl (2012) indikator efisiensi harga
dapat dilihat berdasarkan harga yang sesuai menurut produsen dan konsumen,
penggunaan sumberdaya dari yang bernilai rendah ke tinggi, adanya price tags,
terdapat alternatif pilihan sistem pemasaran baik bagi konsumen maupun
produsen, produsen akan responsif masuk atau keluar dari sistem.

Kerangka Pemikiran Operasional
Permasalahan di Desa Sumberagung seperti besarnya marjin tataniaga,
rendahnya posisi tawar petani, serta tidak adanya nilai tambah yang dilakukan
petani membuat penulis membuat suatu kerangka pemikiran operasional yang
nantinya mendukung pemecahan masalah tataniaga yang ada. Mengacu pada
permasalahan yang terjadi di Desa Sumberagung, maka diperlukan analisis sistem
tataniaga yang komprehensif secara menyeluruh dimana dipengaruhi oleh
beberapa variabel. Analisis tataniaga digunakan untuk meilihat efisiensi
pemasaran di Desa Sumberagung. Variabel-variabel yang digunakan dalam
menganalisis efisiensi pemasaran di Desa Sumberagung diantaranya saluran
tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan
pasar.
Saluran tataniaga dipengaruhi oleh banyaknya lembaga tataniaga dan lokasi
tujuan pemasaran, panjang dan pendeknya saluran pemasaran mempengaruhi
efisiensi pemasaran. Begitu pula fungsi-fungsi tataniaga, lembaga tataniaga yang
terkait di setiap saluran tataniaga nantinya akan dilihat fungsi-fungsi tataniaga apa

15
saja yang dilakukan oleh lembaga tataniaga, selain itu apakah fungsi-fungsi
tersebut sudah dilakukan secara benar sehingga dapat menciptakan saluran yang
efisien. Variabel lainnya yang mempengaruhi efisiensi pemasaran yakni struktur
pasar. Struktur pasar dapat dianalisis dari banyaknya lembaga tataniaga yang
terlibat, keragaman produk yang dijual, serta hambatan keluar dan memasuki
pasar. Perilaku pasar juga menjadi salah satu variabel yang mempengaruhi
efisiensi pemasaran, dalam prakteknya perilaku pasar dapat dilihat dari praktek
penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh petani dengan lembaga tataniaga,
kerjasama antar lembaga tataniaga, serta sistem penentuan dan pembayaran harga.
Keragaan pasar merupakan hasil pengaruh dari struktur pasar dan perilaku pasar
yang nantinya dapat dijadikan variabel yang mempengaruhi efisiensi pasar.
Kinerja pasar yang merupakan gabungan struktur pasar dan perilaku pasar yang
menunjukkan suatu interaksi. Kinerja pasar dapat diketahui dengan menghitung
marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Dalam
menentukan efisiensi operasional tataniaga dilakukan dengan membandingkan
marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya, serta
kaitannya dengan saluran pemasaran, fungsi-fungsi tataniaga, stuktur pasar,
perilaku pasar, dan keragaan pasar.

16

Rumusan Masalah :
Marjin Tataniaga yang cukup besar
Posisi tawar petani yang cukup
rendah
Tidak adanya nilai tambah pada jeruk
di tingkat Petani

Lembaga
Tataniaga

Aktivitas
Lembaga

Saluran Tataniaga
Fungsi-fungsi
Tataniaga

Efisiensi Operasional
Tataniaga Jeruk Siam
di Desa Sumberagung
Perilaku Pasar

Ratio i/Ci

Struktur Pasar
Harga
Konsumen

Farmer’s
Share

Marjin
Tataniaga

Harga
Jual

Keragaan Pasar

Rekomendasi

Harga
Beli
Biaya
Tataniaga

Keuntungan

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional

17

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai analisis tataniaga jeruk siam di Desa Sumberagung,
Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara
sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Jember merupakan
salah satu daerah penghasil jeruk di Jawa Timur. Selain itu, pemilihan lokasi ini
juga karena luas lahan jeruk di desa ini sebesar 205 Ha, selain itu daerah
Sumberbaru merupakan salahsatu sentra penghasil jeruk di Kabupaten Jember
yang rata rata memiliki pohon jeruk yang berada pada masa produktif.
Pengambilan dan pengolahan data dilakukan dalam kurun waktu 2 bulan,
terhitung dari Februari-Maret 2014.

Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer didapat melalui hasil pengamatan langsung di lapangan dan
wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah
disiapkan sebelumnya, nantinya kuisioner akan ditujukan kepada beberapa
responden petani dan responden pedagang, dimana terdiri dari 30 petani dan 24
pedagang. Petani yang menjadi responden yakni petani yang melakukan budidaya
jeruk dan pernah melakukan pemanenan minimal satu kali. Pedagang yang
menjadi responden pada penelitian ini adalah pedagang yang terlibat dalam
penjualan dan pembelian serta sebagai alur distribusi produksi petani kepada
konsumen akhir. Selain itu dilakukan juga pengamatan langsung terhadap
kegiatan pemasaran yang terjadi dan penelusuran saluran pemasaran atau
lembaga-lembaga pemasaran.
Data sekunder diperoleh dari internet, hasil penelitian-penelitian terdahulu
dan literatur pada berbagai lembaga atau instansi terkait, diantaranya Badan Pusat
Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Jember. Data
yang digunakan adalah data harga yang terjadi disetiap lembaga pemasaran, data
yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran.

Metode Pengumpulan Data
Pemilihan responden dilakukan dengan metode pengambilan contoh secara
sengaja (purposive). Karakteristik petani dilihat jenis komoditi yang ditanam,
sumber pembelian sarana/alat produksi usahatani, kondisi lahan dan
pemukimannya jauh dari jalan utama desa, petani pernah melakukan pemanenan
jeruk. Responden pedagang yang diwawancarai dipilih berdasarkan alur
pemasaran jeruk. Pengambilan sampel dilakukan dengan snowball method yakni
pengambilan sampel pada tataniaga tidak langsung kepada lembaga pemasaran
level paling bawah yaitu petani. Hal ini untuk menghindari lembaga pemasaran
yang dianalisis efisiensi pemasarannya ternyata tidak menggunakan saluran
pemasaran yang telah terbentuk sebelumnya.

18
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kuantitatif digunakan untuk mengetahui marjin tataniaga, farmer’s share serta
rasio keuntungan terhadap biaya. Sedangkan analisis kualitatif digunakan untuk
mengetahui sistem tataniaga, lembaga dan saluran tataniaga, fungsi-fungsi
tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, serta keragaan pasar.
Analisis Lembaga, Fungsi, dan Saluran Tataniaga
Analisis jeruk di Desa Sumberagung dilakukan dengan menelusuri kegiatan
pemasaran mulai dari petani sampai pedagang besar. Sehingga akan terlihat pola
saluran pemasaran yang terjadi dan jumlah lembaga yang terlibat dalam saluran
pemasaran tersebut. Perbedaan saluran pemasaran akan berpengaruh pada tingkat
pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga yang terlibat.
Analisis fungsi tataniaga digunakan untuk mengetahui fungsi-fungsi
tataniaga apa saja yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga yang
terlibat dalam pemasaran jeruk. Analisis ini juga digunakan sebaga