Analisis Usahatani Kakao(Studi Kasus : Desa Kuala Lau Bicik, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang)

(1)

ANALISIS USAHATANI KAKAO

( Studi Kasus : Desa Kuala Lau Bicik, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang)

SKRIPSI

OLEH :

WHENDRO ASES SIAHAAN 020334018

SEP / AGRIBISNIS

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS USAHATANI KAKAO

( Studi Kasus : Desa Kuala Lau Bicik, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang)

SKRIPSI

OLEH :

WHENDRO ASES SIAHAAN 020334018

SEP / AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Luhut Sihombing, MP) (Ir. Iskandarini, MM)

Ketua Anggota

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

RINGKASAN

WHENDRO ASES SIAHAAN (020334018/SEP) dengan judul skripsi “ ANALISIS USAHATANI KAKAO”. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kuala Lau Bicik, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Ir. Iskandarini, M.M. sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan lapangan pekerjaan, sumber pendapatan bagi petani dan sumber devisa bagi negara disamping mendorong berkembangnya agribisnis kakao dan agroindustri

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui teknis pengelolaan usahatani kakao, untuk mengetahui besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kakao dan untuk mengetahui kelayakan finansial usahatani kakao di daerah penelitian.

Daerah penelitian dipilih secara purposive berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu. Pengambilan sampel untuk petani dilakukan dengan metode

simple random sampling. Metode analisis yang digunakan adalah secara deskriptif, tabulasi sederhana, dan Analisis Kelayakan. Dari hasil penelitian

diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Teknologi budidaya yang diterapkan petani masih bersifat sederhana, dan ketersediaan input (bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja) di daerah penelitian sudah cukup tersedia.

2. Manfaat yang diperoleh petani berupa hasil penjualan biji kakao mereka, diamana pendapatan bersih yang diperoleh petani adalah Rp. 27.684.866,49 per petani, Rp.29,979,618.06 per Ha dengan rata-rata panen pada tahun 5. 3. Usahatani kakao di daerah penelitian secara ekonomi layak diusahakan. Hal

ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis finansial diantaranya NPV > 1 yaitu sebesar Rp. 11.623.911,75; nilai Net B/C yaitu 2,60 dan nilai IRR sebesar 51,41.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Whendro Ases Siahaan, lahir di Medan pada tanggal 21 Maret 1984 dari ayah W.H. Siahaan dan Ibu R. Gultom. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Jenjang pendidikan:

1. Tahun 1995, menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Inpres105292.

2. Tahun 1998, menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SLTP Negeri 1 Tembung.

3. Tahun 2001, menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 1 Percut Sei Tuan.

4. Tahun 2002, diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian.

5. Tahun 2006, mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Huta Ginjang, Kecamatan Sijama Polang, Kabupaten Humbang Hasundutan. 6. Tahun 2007, melakukan penelitian Skripsi di Desa Kuala Lau Bicik,


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini adalah “ANALISIS USAHATANI TANAMAN KAKAO”, studi kasus di Desa Kuala Lau Bicik, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing 2. Ibu Ir. Iskandarini, M.M, selaku Anggota Komisi Pembimbing

3. Seluruh instansi yang terkait dengan penelitian ini, atas bantuannya selama penulis mengambil data penelitian.

4. Seluruh petani sampel di Desa Kuala Lau Bicik atas bantuannya selama penulis mengambil data penelitian.

Medan, Desember 2008


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka ... 6

Landasan Teori ... 12

Kerangka Pemikiran ... 19

Hipotesis Penelitian ... 21

METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian... 21

Metode Pengambilan Sampel ... 21

Metode Pengumpulan Data ... 22

Metode Analisis Data ... 22

Defenisi dan Batasan Operasional Defenisi ... 25

Batasan Operasional ... 27

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian Luas dan Letak Geografis Lokasi Penelitian ... 28

Tata Guna Tanah Desa Peria-ria... 28

Keadaan Penduduk Menurut Umur ... 29

Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 30

Keadaan Penduduk Menurut Tingkat pendidikan ... 31

Karakteristik Petani Sampel ... 31 HASIL DAN PEMBAHASAN


(7)

Ketersediaan Input ... 39

Bibit ... 39

Pupuk ... 40

Obat/Pestisida ... 41

KetersediaanTenaga Kerja ... 41

Alat pertanian ... 42

Produksi, Produktivitas dan Pendapatan Bersih Produksi, Produktivitas ... 43

Pendapatan Bersih ... 45

Tingkat Kelayakan Perkebunan Kakao ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 48

Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kawasan dan negara Penghasil Kakao ... 11 2. Tata Guna Tanah Desa Kuala Lau Bicik Tahun 2008... 28 3. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Kuala Lau

Bicik Tahun 2008 ... 29 4. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Kuala Lau

Bicik Tahun 2008 ... 30 5. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008 ... 31 6. Karakteristik Petani Responden di Desa Kuala Lau Bicik ... 32 7. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Pengolahan Lahan Usahatani

Kakao Selama 5 Tahun ... 33 8. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Proses Penanaman Usahatani

Kakao Selama 5 Tahun ... 34 9. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Proses Penyiangan Usahatani

Kakao Selama 5 Tahun ... 35 10. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Proses Pemangkasan Usahatani

Kakao Selama 5 Tahun ... 36 11. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Proses Pemupukan Usahatani

Kakao Selama 5 Tahun ... 37

12. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Proses Pengendalian Hama dan

penyakit Usahatani Kakao Selama 5 Tahun ... 38 13. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Proses Pemanenan Usahatani

Kakao Selama 5 tahun ... 39 14. Rata-rata Biaya Bibit Per Petani dan Per Ha Usahatani Kakao Selama 5

Tahun ... 40 15. Rata-rata Penggunaan Pupuk (Kg/Ha) Selama 5 Tahun ... 41 16. Rata-rata Penggunaan Obat/Pestisida/Ha ... 41


(9)

17. Rata-rata Distribusi Penggunaan Tenaga Kerja Pada Usahatani Kakao di Desa Kuala Lau Bicik ... 42 18. Rata-rata Produksi, Produktivitas, Penerimaan Usahatani Kakao

Selama 5 Tahun . ... 43 19. Rata-rata Total Biaya (TC), Penerimaan (TR), dan Pendapatan Bersih

(Pd) Petani Kakao Selama 5 Tahun ... 46

20. Nilai Rata-rata NPV, Net B/C dan IRR Perkebunan Kakao Rakyat Per Ha ... 47


(10)

RINGKASAN

WHENDRO ASES SIAHAAN (020334018/SEP) dengan judul skripsi “ ANALISIS USAHATANI KAKAO”. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kuala Lau Bicik, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Ir. Iskandarini, M.M. sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan lapangan pekerjaan, sumber pendapatan bagi petani dan sumber devisa bagi negara disamping mendorong berkembangnya agribisnis kakao dan agroindustri

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui teknis pengelolaan usahatani kakao, untuk mengetahui besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kakao dan untuk mengetahui kelayakan finansial usahatani kakao di daerah penelitian.

Daerah penelitian dipilih secara purposive berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu. Pengambilan sampel untuk petani dilakukan dengan metode

simple random sampling. Metode analisis yang digunakan adalah secara deskriptif, tabulasi sederhana, dan Analisis Kelayakan. Dari hasil penelitian

diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Teknologi budidaya yang diterapkan petani masih bersifat sederhana, dan ketersediaan input (bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja) di daerah penelitian sudah cukup tersedia.

2. Manfaat yang diperoleh petani berupa hasil penjualan biji kakao mereka, diamana pendapatan bersih yang diperoleh petani adalah Rp. 27.684.866,49 per petani, Rp.29,979,618.06 per Ha dengan rata-rata panen pada tahun 5. 3. Usahatani kakao di daerah penelitian secara ekonomi layak diusahakan. Hal

ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis finansial diantaranya NPV > 1 yaitu sebesar Rp. 11.623.911,75; nilai Net B/C yaitu 2,60 dan nilai IRR sebesar 51,41.


(11)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi alamiah yang bagus untuk mengembangkan sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor perkebunan. Sebagai suatu kepulauan yang terletak di daerah tropis sekitar khatulistiwa, Indonesia memiliki beragam jenis tahan yang mampu menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, konsisi alam yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, dan curah hujan rata-rata per tahun yang cukup tinggi, semua kondisi itu merupakan faktor-faktor ekologis yang baik untuk membudidayakan tanaman perkebunan (Rahardi, 1995).

Berbagai usaha telah dilaksanakan untuk pengembangan coklat. Perbaikan teknik budidaya pada akhirnya akan membawa manfaat dalam usaha pengembangan tersebut. Teknik pembibitan yang efisien, usaha mendapatkan bahan tanam unggul melalui hibridasi, metode pemangkasan untuk membentuk habitat yang baik, pengaturan jarak tanam, usaha perlindungan terhadapa hama dan penyakit ditujukan kepada ditemukannya suatu priode penanaman dan pemeliharaan coklat yang efisien dengan sasaran produksi maksimum.

(Siregar, Tumpal HS., 2003)

Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan lapangan pekerjaan, sumber pendapatan bagi petani dan sumber devisa bagi negara disamping mendorong berkembangnya agribisnis kakao dan agroindustri dan sejak awal tahun 1980-an perkembangan tanaman kakao sangat pesat


(12)

Biaya produksi tanaman cokelat adalah nilai korbanan yang dikeluarkan selama proes produksi berlangsung dalam satu siklus produksi. Biaya produksi terdiri dari biaya tetap yaitu biaya yang nilainya tetap sampai pada batas tertentu yang tidak dipengaruhi oleh volume hasil. Biaya tidak tetap yaitu biaya yang nilainya tambah sesuai dengan volume produksi yang dihasilkan.

(Siregar dan Tumpal HS., 2000).

Biaya usahatani cokelat pada umumnya dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu biaya prasarana/sarana produksi dan biaya tenaga kerja. Pada usahatani cokelat biaya prasarana dan sarana produksi meliputi pembelian bibit cokelat, pupuk, obat-obatan dan peralatan yang diperlukan. Adapun biaya tenaga kerja meliputi biaya pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, penyerbukan, maupun biaya tenaga kerja lainnya yang berkaitan dengan kegiatan usahatani cokelat (Siregar dan Tumpal HS., 2000).

Dalam merencanakan usahatani tanaman cokelat dalam satu luasan areal diperlukan penyusunan farm budget. Tujuan dari penyusunan farm budget adalah untuk mengevaluasi taksiran biaya (cost) maupun manfaat (benefit) yang akan dihasilkan selama umur proyek dari tanaman coklat tersebut. Untuk mendapatkan gamabaran tingkat kelayakan perlu dilakukan analisis finansial. Langkah yang akan mendukung dalam analisis finansial dalam suatu proyek usahatani adalah menentukan koefisien teknis. Koefisien teknis ini merupakan acuan dalam analisis finansial. Adapun koefisien teknis yang perlu diperhatikan dalam usahatani tanaman cokelat antara lain adalah:

- Jarak tanam, misalnya 3m X 3m.


(13)

- Jumlah keperluan bibit cokelat, misalnya 1200 batang.

- Umur tanaman cokelat pertama kali berproduksi diperkirakan 4 tahun. - Umur proyek tanaman cokelat diperkirakan 20 tahun.

- Nilai sisa dari proyek usahatani tanaman cokelat.

Dengan demikian akan dapat diketahui secara pasti tingkat kelayakan usahatani cokelat. Pengolahan biji cokelat, meliputi pembuangan pulp, pematian biji, pembentukan aroma, pengeringan dan kesesuaian kandungan biji serta berat keringnya sehingga siap digunakan untuk berbagai kebutuhan. Sistem tata niaga komoditi cokelat di dalam negeri sebagian besar bergantung pada produksi cokelat yang dihasilkan. Tata niaga produksi cokelat yang berasal dari perkebunan rakyat jalur tata niaganya berbeda. Hal ini disebabkan oleh volume cokelat yang dihasilkan oleh petani masih dalam jumlah kecil.

(Siregar dan Tumpal HS., 2000)

Perkembangan tanaman kakao dewasa ini ditinjau dari penambahan luas areal sungguh memuaskan, terutama perkebunan rakyat dan perkebunan swasta. Kakao merupakan salah satu komoditi ekspor non migas yang memiliki prospek cukup cerah sebab permintaan didalam negeri juga semakin kuat dengan semakin berkembangnya sektor agroindustri (Susanto, 1994).

Pada masa yang akan datang, komunitas biji tanaman kakao di Indonesia diharapkan memperoleh posisi yang sejajar dengan komoditas perkebunan lainnya, seperti karet, kopi, dan kelapa sawit, baik dalam luas areal maupun produksinya. Sumbangan nyata biji kakao terhadap perekonomian Indonesia dalam bentuk devisa dari ekspor biji kakao dan hasil industri tanaman kakao. Sumbangan lainnya adalah penyediaan bahan baku untuk industri dalam negeri,


(14)

baik industri bahan makanan, maupun industri kosmetik dan farmasi. Yang tidak kalah penting dari munculnya industri kakao adalah tersedianya lapangan pekerjaan bagi jutaan penduduk Indonesia dari tahap penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, industri, dan pemasaran.

(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004)

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang mengelola perkebunan tanaman kakao di Propinsi Sumatera Utara, salah atu diantaranya adalah perkebunan rakyat.

1.2. Identifikasi masalah

Sesuai dengan latar belakang penelitian, maka berikut ini diidentifikasi beberapa masalah yang akan diteliti:

1) Bagaimana teknis pengelolaan usahatani kakao di daerah penelitian? 2) Berapa Biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kakao di

daerah penelitian?

3) Bagaimana kelayakan finansial usahatani kakao di daerah penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang sesuai dengan identifikasi masalah diatas adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengidentifikasi teknis pengelolaan usahatani kakao di daerah penelitian.

2) Untuk mengidentifikasi besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kakao di daerah penelitian.


(15)

3) Untuk menentukan kelayakan finansial usahatani kakao di daerah penelitian.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Sebagai bahan informasi bagi pemerintah maupun lembaga lainnya dalam mengambil kebijaksanaan khususnya dalam bidang analisis usahatani tanaman kakao.

2) Sebagai bahan masukan bagi para pembaca dan khalayak ramai yang ingin mengetahui sejauh mana perkembangan usahatani tanaman kakao.

3) Sebagai bahan untuk melengkapi skripsi yang merupakan salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Pertanian USU, Medan.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Tinjauan Agronomi Tanaman Kakao

Tanaman perkebunan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: tanaman tahunan dan tanaman semusim. Tanaman tahunan (parenial crop) berumur lebih dari satu tahun, mulai berproduksi 2-6 tahun sejak ditanam dan bisa dipanen lebih dari satu kali. Contohnya cengkeh, kakao, karet, kelapa sawit, kopi, lada, pala dan panili. Tanaman semusim (annual crop) merupakan tanaman yang Cuma sekali bisa dipanen. Misalnya kapas, tebu, dan tembakau. Sebagai suatu komoditas, tanaman perkebunan memiliki sebutan lain yaitu: tanaman perdagangan dan tanaman industri. Dua predikat itu jelas menjukkan suatu legitimasi bahwa ada peluang bisnis dari pengusahaan tanaman perkebunan (Rahardi, 1995).

Kakao merupakan tanaman perkebunan/industri berupa pohon yang dikenal di Indonesia sejak tahun 1560, namun baru menjadi komoditi yang penting sejak tahun 1951. Pemerintah Indonesia mulai menaruh perhatian dan mendukung industri kakao pada tahun 1975, setelah PTP IV berhasil menaikkan produksi kakao per hektar melalui penggunaan bibit unggul Upper Amazon

Interclonal Hibryd, yang merupakan hasil persilangan antar klon dan sabah.

Tanaman tropis tahunan ini berasal dari Amerika Selatan. Penduduk Maya dan Astec di Amerika Selatan dipercayai sebagai perintis pengguna kakao dalam makanan dan minuman. Sampai pertengahan abad ke XVI, selain bangsa di Amerika Selatan, hanya bangsa spanyol yang mengenal tanaman kakao. Dari Amerika Selatan tanaman ini menyebar ke Amerika Utara, Afrika dan Asia.


(17)

Tanaman kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Untuk itulah tanaman kakao digolongkan menjadi kelompok tanaman Caulifloris, adapun sistematika tanaman kakao menurut klasifikasi secara botani adalah:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Class : Dicotiledoneae Ordo : Malvales Famili : Sterculiceae Genus : Theobroma

Species : Theobroma cacao L

(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Indonesia, 2004)

Tanaman cokelat (Theobroma cacao L) termasuk famili sterculiaceae. Tanaman ini berasal dari hutan-hutan didaerah Amerika Selatan yang kemudian tanaman ini diusahakan penanamannya oleh orang-orang Indian Aztec. Sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman cokelat, namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi cokelat secara besar-besaran hanya tiga jenis, yaitu:

a. Jenis criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika

Selatan. Jenis ini menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai: cokelat mulia, fine flavour cocoa, choiced cocoa, edel

cocoa.


(18)

b. Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai Negara produsen cokelat dan

menghasilkan biji cokelat yang mutunya sedang. Jenis cokelat ini berasal dari Brasil, Afrika barat dan Ekuador.

c. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis criollo dan forastero secara alami, sehingga cokelat jenis ini sangat heterogen.

(Sunanto, 1992).

Tanaman cokelat tumbuh baik dihutan tropik, sebab pertumbuhan cokelat sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu. Tanaman cokelat yang dapat tumbuh ada di daerah yang terletak diantara 20 LU dan 20 LS (Lintang Selatan). Tanaman cokelat juga dapat tumbuh baik di daerah-daerah yang memiliki curah hujan 1600 sampai 3000 mm per tahun atau rata-rata optimumnya sekitar 1500 mm per tahun yang terbagi merata sepanjang tahun. Tanaman cokelat sangat peka terhadap kekeringan yang panjang (3-4 bulan) (Sunanto, 1994).

Tanaman kakao termasuk tanaman yang berakar tunggang. Pertumbuhan akarnya cukup dalam, bisa mencapai 15 m kearah dalam dan 8 m ke arah samping. Batangnya dapat mencapai tinggi antara 8-10 m. Meskipun demikian, tanaman ini mempunyai kecenderungan tumbuh lebih pendek jika ditanam tanpa pohon pelindung. Cabang primer idealnya tumbuh antara 1,2-1,5 m agar tanaman mempunyai tajuk yang baik dan seimbang. Daunnya terdiri atas tangkai daun dan helai daun. Ukuran daunnya antara (25-34 x 9-12)cm. Daun yang tumbuh pada ujung tunas biasanya berwarna merah, tapi menjadi hijau setelah dewasa (Setiawan, 1995).


(19)

Buah cokelat yang masih muda disebut cherelle dan sampai 3 bulan pertama sejak perkembangannya akan terjadi cerelle wilt yaitu buah muda menjadi kering dan mengeras. Buah yang sudah masak disebut pod atau tongkol, warnanya bermacam-macam dan ukurannya antara 10-30 cm. Buah yang sudah masak pada umumnya memiliki dua macam warna, yaitu:

Warna belum masak Warna sudah masak

1. Hijau muda –hijau tua 2. Merah

1. Kuning 2. Orange

Buah cokelat menjadi masak setelah 5-6 bulan dari proses penyerbukannya. Setiap tongkol berisi 30-50 biji cokelat, berat bji kering sekitar 0,8-1,3 gr/biji.

(Sunanto, 1994)

Hama pada tanaman kakao sangat besar pengaruhnya terhadap pencapaian produksi, beberapa hama penting yang sering dijumpai dikebun kakao adalah penggerek buah kakao, kepik penghisap buah, penggerek kulit batang, ulat kilan, tikus dan tupai (PT. Perkebunan Nusantara IV, 1996).

Hama ini dapat menyebabkan kerugian yang besar bila menyerang buah-buah muda. Serangannya dapat menyebabkan buah-buah berhenti perkembangannya, bahkan serangan yang berat dapat menyebabkan buah mati. Untuk itu perlua adanya pengendalian secara terpadu dan kontinu agar tanaman dapat terpelihara dengan baik dan tidak merugikan secara ekonomi (Sudarmo, 1989).


(20)

2.1.2. Tinjauan Ekonomi Tanaman Kakao

Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai Gading dan Ghana. Tiga besar negara penghasil kakao sebagai berikut ; Pantai Gading (1.276.000 ton), Ghana (586.000 ton), Indonesia (456.000 ton). Luas lahan tanaman kakao Indonesia lebih kurang 992.448 Ha dengan produksi biji kakao sekitar 456.000 ton per tahun, dan produktivitas rata-rata 900 Kg per ha .

Daerah penghasil kakao Indonesia adalah sebagai berikut: Sulawesi Selatan 184.000 ton (28,26%), Sulawesi Tengah 137.000 ton (21,04%), Sulawesi Tenggara 111.000 ton (17,05%), Sumatera Utara 51.000 ton (7,85%), Kalimantan Timur 25.000 ton (3,84%), Lampung 21.000 ton (3,23%) dan daerah lainnya 122.000 ton (18,74%). Menurut usahanya perkebunan kakao Indonesia dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu ; Perkebunan Rakyat 887.735 Ha, Perkebunan Negara 49.976 Ha dan Perkebunan Swasta

54.737 Ha.


(21)

Tabel 1. Kawasan dan Negara Penghasil Kakao

Kawasan Negara

Eropa Jerman, Belanda

Afrika Pantai Gading

Amerika Brazil, Amerika Serikat

Asia Malaysia

Sumber : Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian Tahun 2008

Biji buah coklat/kakao yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang disebut sebagai coklat bubuk. Coklat ini dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman. Buah coklat/kakao tanpa biji dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak. Biji kakao merupakan sumber ekonomi kakao. Dari biji kakao tersebut, dapat diproduksi empat jenis produk kakao setengah jadi yaitu: cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake and cocoa powder dan cokelat. Walaupun pasar untuk cokelat merupakan konsumen terbesar dari biji kakao, produk kakao setengah jadi seperti cocoa powder dan cocoa butter, namun dapat juga digunakan untuk keperluan lain.

Cocoa powder umumnya digunakan sebagai penambah citarasa pada biscuit, ice cream, minuman susu dan kue. Sebagian lagi juga digunakan sebagai pelapis permen atau manisan yang dibekukan. Cocoa powder juga dikonsumsi oleh industri minuman seperti susu cokelat. Selain untuk pembuatan cokelat dan perment, kakao butter juga dapat digunakan pembuatan rokok, sabun dan kosmetika. Secara tradisional juga dapat menyembuhkan luka bakar, batuk, bibir kering, demam, malaria, rematik, digigit ular dan luka. Juga dapat digunakan sebagai antiseptik dan diuretic.

Perkembangan harga kakao (coklat) di pasaran ekspor sulit diprediksi, karena tingkat harga berkaitan langsung dengan situasi politik di negara Pantai Gading, penghasil utama komoditas itu di dunia. "Tingkat harga kakao di pasaran


(22)

lokal, menyesuaikan perkembangan harga di bursa London yang sejak dua bulan terakhir cenderung naik.

Harga kakao di pasar luar negeri tidak stabil dan hampir terjadi perubahan setiap hari, sedangkan harga pembelian kakao di pasar disesuaikan harga di bursa London, yang sebulan terakhir turun-naiknya namun masih pada level cukup baik. Posisi harga kakao di pasar hari Senin (07/08) tercatat Rp11.200/kg, turun dari sepekan sebelumnya Rp12.500/kg sedangkan tiga pekan lalu Rp13.000/kg yang turun tipis dari sebulan sebelumnya Rp11.250/kg untuk kakao kering mutu asalan. (www:\KapanLagi_com Sulit Diprediksi Harga Kakao di Pasaran Ekspor.mht )

2.2. Landasan Teori

Usahatani merupakan suatu kegiatan produksi dimana peranan input (faktor produksi atau korbanan produksi) dalam menghasilkan output (hasil atau produksi) menjadi perhatian yang utama. Peranan input bukan saja dilihat dari macam atau ketersediaannya dalam waktu yang tepat, tetapi dapat juga dilihat dari segi efisiensi penggunaan faktor tersebut (Tohir, 1991).

Hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Produk atau produksi dalam bidang pertanian atau lainnya dapat bervariasi, antara lain disebabkan karena perbedaan kualitas. Hal ini dimengerti karena kualitas yang baik dihasilkan oleh proses produksi yang dilaksanakan dengan baik dan begitu juga sebaliknya kualitas produksi menjadi kurang baik bila usaha tani tersebut dilaksanakan dengan kurang baik (Soekartawi, 1995).

Faktor produksi dalam usahatani mencakup tanah, modal, dan tenaga kerja. Tanah merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanpa tanah rasanya mustahil usahatani dapat dilakukan. Dalam tanah dan sekitar tanah banyak lagi


(23)

faktor yang harus diperhatikan, katakan luasnya, topografinya, kesuburannya, keadaan fisiknya, lingkungannya, lerengnya, dan lain sebagainya. Dengan mengetahui semua keadaan mengenai tanah, usaha pertanian dapat dilakukan dengan baik (Daniel, 2002).

Sebagai faktor produksi, tentu modal mutlak diperlukan dalam usaha pertanian. Tanpa modal, sudah pasti usaha tidak bisa dilakukan, paling tidak modal dibutuhkan untuk pengadaan bibit dan upah tenaga kerja. Kecukupan modal mempengaruhi ketepatan waktu dan ketepatan takaran dalam penggunaan masukan (Daniel, 2002).

Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahtani swasembada, khususnya faktor tenaga kerja petani dan para anggota keluarganya. Dalam usahatani swasembada atau usahatani keluarga, faktor tenaga kerja keluarga petani merupakan unsur penentu (Tohir, 1991).

Untuk menghasilkan produksi (output) diperlukan bantuan kerjasama beberapa faktor produksi sekaligus. Masalah ekonomi yang kita hadapi kini adalah bagaimana petani dapat mengkombinasikan faktor-faktor produksi tersebut agar tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya baik secara fisik maupun secara ekonomis (Mubyarto, 1998).

Menurut Soekartawi (1995), biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap umumnya relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh, sedangkan biaya variabel dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang diperolehnya, yang termasuk biaya tetap adalah


(24)

sewa tanah, pajak, alat-alat pertanian, iuran irigasi, dan lainnya. Biaya tetap dapat dilihat dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

=

n

1 -i

.

FC X Px

Dimana :

FC = Biaya tetap (Fixed cost)

X = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap Px = Hasil input

n = Macam input

Menurut Soekartawi (1995), biaya variabel terdiri dari biaya sarana produksi, biaya tenaga verja, biaya panen, biaya angkutan dan biaya lainnya yang dipengaruhi oleh besar kecilnya volume produksi. Cara menghitung biaya variabel adalah :

= n

1 -i

VC Bv

Dimana :

VC = biaya tidak tetap (variable cost) Bv = Biaya variabel dari setiap kegiatan n = Banyak kegiatan

Menurut Soekartawi (1995), total biaya adalah penjumlahan biaya variabel dengan biaya tetap secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:


(25)

Keterangan:

TC = Total biaya FC = Biaya tetap VC = Biaya variabel

Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usahatani diperoleh dengan mengalikan total produksi dengan harga jual petani atau ditulis sebagai berikut:

TR = Y. Py Keterangan:

TR = Total penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dari usahatani Py = Harga Y

Menurut Soekartawi (1995), pendapatan yang diterima dalam usahatani antara lain pendapatan tenaga kerja, pendapatan bersih dan pendapatan keluarga. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dengan cara mengurangi keseluruhan penerimaan dengan biaya atau dirumuskan :

Pd = TR – TC Keterangan:

Pd = Pendapatan bersih usahatani TR = Total penerimaan

TC = Total biaya

Menurut Gray, dkk (1999), keuntungan bersih suatu usaha adalah pendapatan kotor dikurangi jumlah biaya. Mencari NPV suatu proyek adalah


(26)

selisih Present Value arus benefit (manfaat) dengan PV arus cost (biaya), yang

dapat ditulis sebagai berikut :

= + = n 0 t t i) (1 Ct) -(Bt NPV Keterangan :

Bt = Benefit sosial kotor sehubungan dengan proyek tahun t Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek t pada tahun t t = Waktu

n = Umur ekonomis proyek i = Tingkat suku bunga

Menurut Soekartawi (1995), tingkat pengembalian internal (IRR) merupakan parameter yang dipakai apakah suatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Kriteria layak atau tidak layak bagi suatu usaha adalah bila IRR lebih besar daripada tingkat suku bunga yang berlaku saat usaha itu dilaksanakan dengan meminjam uang (biaya) dari bank pada saat nilai netto sekarang (Net

Present Value, NPV= 0), oleh karena itu untuk menghitung IRR diperlukan nilai

NPV terlebih dahulu.

Menurut Kadariah, dkk (1999), perkiraan IRR dapat dicari dengan memecahkan persamaan sebagai berikut :

) ( NPV i

IRR ' " " '

'

i i NPV

NPV − −

+ =

- Bila IRR ≥ tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut layak diusahakan. - Bila IRR < tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut tidak layak diusahakan.


(27)

Menurut Prawirokusumo (1990), Income statement adalah suatu ringkasan dari pendapatan atau pengeluaran untuk jangka waktu tertentu dan berfungsi sebagai alat kontrol untuk alat evaluasi suatu usaha. Ada beberapa pembagian tentang pendapatan yaitu:

1. Pendapatan tenaga kerja (labour income) adalah jumlah seluruh penerimaan dikurangi biaya produksi kecuali biaya tenaga kerja.

2. Pendapatan tenaga kerja keluarga (family labour income) adalah total pendapatan tenaga kerja dikurangi upah tenaga kerja dalam keluarga. 3. Pendapatan keluarga petani (family’s income) adalah pendapatan bersih

ditambah nilai tenaga kerja keluarga.

Istilah tataniaga di negara kita diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen kekonsumen (Mubyarto, 1998).

Dalam pemasaran komoditi pertanian terdapat pelaku-pelaku ekonomi yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung, dengan cara melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Komoditi yang dipasarkan juga bervariasi kualitasnya dengan harga yang beragam pula. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga-lembaga pemasaran juga bervariasi (Sudiyono, 2004).

Sebagai proses produksi yang komersial, maka pemasaran pertanian merupakan syarat mutlak yang diperlukan dalam pembangunan pertanian. Pemasaran pertanian dapat menciptakan nilai tambah melalui guna tempat, guna bentuk, dan guna waktu. Dengan demikian, pemasaran pertanian dianggap memberikan nilai tambah yang dapat dianggap sebagai kegiatan produktif (Sudiyono, 2004).


(28)

2.3. Kerangka Pemikiran

Pengelolaan usahatani merupakan suatu sistem yang terkait, dimana adanya input, proses, dan output. Faktor-faktor produksi yang terdiri dari lahan, modal untuk pembiayaan sarana produksi serta tenaga kerja, yang seluruhnya ditujukan untuk proses produksi sehingga akan dihasilkan output. Semua biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan output disebut biaya produksi.

Kepemilikan lahan dan biaya produksi sangat mempengaruhi perkembangan usahatani lada. Hal ini dikarenakan semakin luas lahan serta semakin besar modal yang dimiliki oleh petani maka akan semakin besar potensi petani tersebut untuk mengembangkan usahatani kakao.

Sarana produksi seperti bibit, pupuk, pestisida, serta upah tenaga kerja yang digunakan didalam usahatani kakao akan memiliki pengaruh terhadap produksi atau output yang dihasilkan. Penggunaan berbagai sarana produksi tersebut haruslah efektif dan efisien sehingga akan dapat mengurangi biaya produksi tetapi tetap meningkatkan hasil produksi/output.

Output atau produksi yang dihasilkan dari usahatani kakao jika dikalikan dengan harga jual akan menghasilkan penerimaan usahatani, dan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya produksi inilah yang disebut dengan pendapatan usahatani. Dengan melihat pendapatan yang diperoleh petani di dalam suatu usahatani kakao, akan dapat diketahui layak tidaknya usaha tani lada tersebut untuk dilaksanakan.

Untuk lebih memperjelas mengenai analisis usahatani kakao serta hubungannya dengan hal-hal yang tercantum dalam identifikasi masalah, maka dapat dilihat pada skema kerangka pemikiran berikut ini (Gambar 1).


(29)

: Adanya Hubungan

Gambar 1 : Skema Kerangka Pemikiran Usaha Tani

Kakao Petani Kakao

Penerimaan Produksi

Pendapatan Usahatani Harga

Biaya Produksi Faktor Produksi:

- Lahan

- Modal

- Tenaga Kerja - Saprodi


(30)

2.4. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dari penelitian ini yang sesuai dengan landasan teori adalah sebagai berikut:

1) Besar biaya produksi, penerimaan, pendapatan usahatani kakao di daerah penelitian cukup tinggi.

2) Usahatani kakao layak untuk diusahakan secara finansial di daerah penelitian.


(31)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Sampel

Daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu Desa Kuala Lau Bicik Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang. Dengan pertimbangan bahwa didesa ini masih banyak diantara anggota masyarakatnya yang menekuni usahatani tanaman kakao sebagai penopang ekonomi keluarga dan merupakan sentra produksi tanaman kakao yang ada di Kabupaten Deli Serdang.

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani tanaman kakao. Adapun jumlah populasi tanaman kakao di Desa Kuala Lau Bicik

Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang adalah 85 KK dan diambil sampel sebanyak 30 KK. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan metode

Simple Random Sampling, dengan pertimbangan bahan sampel penelitian bersifat

homogen atau rata-rata memiliki karakter yang sama.

Jumlah sampel dapat diperoleh dengan menggunakan rumus Slovin :

2 1 Ne N n + = Keterangan :

n : Besarnya sampel N : Besarnya populasi e : Margin eror (14,5%)

n = 2

) 145 , 0 ( 85 1 85 +

n = 30

(Sevilla, C. G., dkk, 1993)


(32)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani tanaman kakao di Desa Kuala Lau Bicik melalui survey maupun data kuisioner yang telah disiapkan. Sedangakan data sekunder diperoleh melalui kantor atau instansi yang terkait seperti kantor Dinas Perkebunan Kabupaten Deli Serdang dan Kantor Camat Kutalimbaru

3.4. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah:

a) Untuk tujuan 1 digunakan analisis deskriptif, yaitu dengan mengamati keadaan teknologi budidaya yang dilakukan petani dan ketersediaan input produksi (bibit, obat-obatan, dan tenaga kerja) di daerah penelitian.

b) Untuk tujuan 2 dianalisis dengan tabulasi sederhana untuk melihat besarnya penerimaan usahatani, biaya usahatani kakao, pendapatan usahatani kakao, yaitu sebagai berikut:

a.Penerimaan Usahatani TR = Y x Py

Keterangan: TR : Total penerimaan usahatani kakao Y : Produksi usahatani kakao

Py : Harga komoditi kakao (Soekartawi, 2002)

b. Biaya Usahatani


(33)

Keterangan : TC : Total Biaya Usahatani Kakao FC : Biaya Tetap Usahatani Kakao

VC : Biaya Tidak Tetap (variabel) Usahatani (Soekartawi, 2002)

c. Pendapatan Usahatani Pd = TR – TC

Keterangan : Pd : Pendapatan Usahatani Kakao

TR : Total Penerimaan Usahatani i Kakao TC : Total Biaya Usahatani Kakao

(Soekartawi, 2002)

c) Untuk tujuan 3 dianalisis dengan Analisis Kelayakan :

1. NPV =

(

)

( )

=

+

n o t t

i

Ct

Bt

1

Keterangan:

Bt = Benefit Sosial Kotor sehubungan dengan proyek tahun t

Ct = Biaya Sosial kotor sehubungan dengan proyek t pada tahun t termasuk segala

jenis pengeluaran.

t = Waktu

n = Umur ekonomis Proyek

i = Tingkat Suku bunga

Analisis kelayakan:

1. Bila Nilai NPV > 0 maka proyek dikatakan layak

2. Bila Nilai NPV = 0 maka proyek tersebut mengembalikan persis sebesar Sosial Opportunity Cost of Capital.


(34)

(

)

(

)

(

)

(

)

= = +− +− = n t t n t t i Ct Bt i Ct Bt C B Net 0 0 1 1 . 2 Keterangan:

Bt = Benefit Sosial Kotor sehubungan dengan proyek tahun t

Ct = Biaya Sosial kotor sehubungan dengan proyek t pada tahun t, tidak

dianggap apakah tersebut dianggap bersifat modal.

n = Umur ekonomis Proyek

I = Merupakan Social Opportunity Cost of Capital yang ditunjuk sebagai

Sosial Discount Rate.

I = Tingkat suku bunga

Analisis kelayakan:

1. Net B/C Ratio ≥ 1 proyek dikatakan layak 2. Net B/C Ratio < 1 proyek dikatakan tidak layak

3. IRR =

( )

''

'

''

'

'

'

i

i

NPV

NPV

NPV

i

+

Keterangan:

i’ = Nilai Social Discount rate yang ke-1

i’’ = Nilai Sosial Discount rate yang ke-2

NPV’ = Nilai Net Present Value yang pertama


(35)

Analisis kelayakan:

1. Bila IRR > tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut layak untuk dilaksanakan.

2. Bila IRR < tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran penelitian ini, maka perlu dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1. Defenisi

1) Petani tanaman kakao adalah petani yang mengusahakan tanaman kakao sebagai pekerjaan utamanya.

2) Usahatani adalah suatu penataan dimana petani mengolah usahataninya berdasarkan tanggapan terhadap faktor lingkungan fisik, biologis dan sosial ekonomi sesuai dengan kemampuan petani.

3) Produksi tanaman kakao adalah hasil panen buah tanaman kakao yang merupakan biji tanaman kakao kering.

4) Faktor produksi adalah komponen utama yang mutlak harus diperlukan dalam melaksanakan proses produksi, pada usahatani tanaman kakao, terdiri dari lahan, modal, tenaga kerja dan sarana produksi.


(36)

5) Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani selama proses produksi masih berlangsung.

6) Komponen biaya produksi termasuk biaya tenaga kerja, biaya penyusutan dan biaya sarana produksi seperti bibit, pupk, obat-obatan yang dikorbankan selama satu periode produksi yang dinilai dalam rupiah/periode.

7) Penerimaan usahatani adalah total produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga oleh tanaman usahatani kakao selama satu periode masa produksi yang dihitung dalam rupiah/periode.

8) Pendapatan bersih adalah selisih antara penerimaan dari usahatani tanaman kakao dengan total biaya produksi usahatani kakao.

9) Kriteria kelayakan adalah kriteria yang digunakan dalam pelaksanaan suatu usahatani untuk mengukur apakah usahatani itu layak atau tidak layak untuk diusahakan dengan menggunakan NPV, IRR, Net B/C.

3.5.2. Batasan Operasional

1) Daerah penelitian adalah Desa Kuala Lau Bicik, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang

2) Waktu Penelitian adalah tahun 2008


(37)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Luas dan letak geografis lokasi penelitian

Desa Kuala Lau Bicik merupakan salah satu desa dari 14 desa di Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Desa ini terletak sekitar 4 Km dari Kecamatan Kutalimabaru, luas Desa Kuala Lau Bicik adalah sekitar + 860 Ha. Secara adaministratif Desa Kuala Lau Bicik mempunyai batas wilayah:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Namore - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Suka Dame - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kutalimbaru - Sebelah Timur berbatasan dengan Salam Tani 4.1.2. Tata Guna Tanah

Desa Kuala Lau Bicik memiliki luas sebesar 860 Ha, dengan pola penggunaan tanahnya dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Tata Guna Tanah Desa Kuala Lau Bicik Tahun 2008

No. Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase (%)

1. Bangunan dan Pekarangan 45 5,25%

2. Tanah sawah 125 14,5%

3. Kebun rakyat 645 75%

4. Dll 45 5,25

Jumlah 860 100

Sumber : Kantor Kepala Kuala Lau Bicik2008

Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa penggunaan lahan produktif yang terbesar adalah untuk kebun rakyat sebesar 645 Ha (75%), dan tanah sawah sebesar 125 Ha (14,5%) dari seluruh lahan. Kebun rakyat sebagian


(38)

besar digunakan untuk tanaman perkebunan seperti kakao, kelapa sawit dan karet. Penduduk Desa Kuala Lau Bicik dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian utama adalah petani.

4.1.3. Keadaan Penduduk Menurut Umur

Jumlah penduduk sampai tahun 2008 adalah 1.090 jiwa yang terdiri dari 555 jiwa perempuan (50,11% ) dan 535 jiwa laki-laki (49,89 %). Distribusi penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Kuala Lau Bicik Tahun 2008

No. Umur (Thn) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 0-14 329 30,18

2 15-58 688 63,12

3 >58 73 6,7

Jumlah 1.090 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Kuala Lau BicikTahun 2008

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah penduduk paling tinggi terdapat pada kelompok umur yang berumur antara 15-58 tahun sebesar 688 jiwa (63,12%) dari jumlah penduduk sehingga jumlah tenaga kerja produktif tersedia didaerah penelitian.


(39)

4.1.4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Distribusi penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini :

Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Kuala Lau Bicik Tahun 2008

No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Bertani 266 86,36

2 Pegawai Negeri Sipil 22 7,14

3 ABRI 2 0,65

4 Lain-lain 18 5,85

Jumlah 308 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Kuala Lau BicikTahun 2008

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak yang bekerja adalah dibidang pertanian yaitu sebanyak 266 jiwa (86,36%). Jumlah penduduk yang matapencahariannya paling sedikit adalah yang bermata pencaharian sebagai ABRI yaitu sebanyak 2 orang.


(40)

4.1.5. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat dilihat dari Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008 No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. Belum Sekolah 139 20,8

2. Tidak Pernah Sekolah 10 1,5

3. Tidak Tamat SD 10 1,5

4. SD 130 19,5

5. SMP 100 15

6. SMU 230 34,4

7. Sarjana 49 7,3

Jumlah 668 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Kuala Lau Bicik Tahun 2008

Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa kualitas penduduk berdasarkan tingkat pendidikan yang paling banyak terdapat pada tamatan SMU sebesar 230 jiwa (34,4%) dari jumlah tingkat pendidikan. Tingkat pedidikan yang paling rendah di daerah penelitian adalah tingkat sarjana sebanyak 49 orang. Kualitas pendidikan di daerah penelitian tergolong cukup baik karena jumlah penduduk yang tidak sekolah dan yang tidak tamat sekolah sangat sedikit.

4.2. Karakteristik Petani Sampel

Adapun karakteristik petani sampel dalam penelitian ini meliputi luas lahan, umur, pendidikan, pengalaman bertani coklat dan jumlah tanggungan. Karakteristik petani sampel dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini :


(41)

Tabel 6. Karakteristik Petani Responden di Desa Kuala Lau Bicik

No. Uraian Range Rataan

1 Luas Lahan (Ha) 0,5-2 0,94

2 Umur (tahun) 32-61 41,47

3 Pendidikan (tahun) 6-16 0,40

4 Pengalaman Bertani (tahun) 5-13 9,27

5 Jumlah tanggungan (jiwa) 0-6 3,40

Sumber :Analisis Data Primer( Lampiran 1)

Rata-rata pengalaman bertani kakao di daerah penelitian adalah 9,27 tahun, hal ini menunjukkan bahwa pengalaman bertani petani sampel sudah cukup lama.

Rata-rata tingkat pendidikan petani sampel di Desa Kuala Lau Bicik adalah sekitar 0,40 tahun atau tingkat SMU, hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani kakao cukup baik, sehingga mempengaruhi cara mereka berpikir dalam berusahatani.

Rata-rata umur petani sampel di Desa Kuala Lau Bicik adalah 41,47 tahun, ini menunjukkan bahwa petani sampel masih tergolong dalam usia yang produktif.

Berdasarkan Tabel 6 diatas diketahui bahwa rata-rata jumlah luas lahan 0,94 Ha setiap KK. Jumlah luas lahan yang petani miliki sudah dapat dikatakan cukup luas berdasarkan rata-rata lahan petani sampel. Setiap kepala keluarga memiliki jumlah tanggungan sekitar 3 jiwa. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi distribusi pendapatan, ketersediaan tenaga kerja, sulit menerima inovasi dan dalam pengambilan keputusan.


(42)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Teknis Pengelolaan Usahatani Kakao

Teknis pengelolaan usahatani tanaman kakao di Desa Kuala Lau Bicik secara umum masih bersifat sederhana (tradisional) dari pembuatan lubang tanam, penanaman, penyulaman, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama penyakit, serta panen. Pengelolaan usahatani di daerah penelitian dikatakan sederhana karena semua tahap-tahap pengelolaan usahatani masih mengandalkan sumberdaya manusia dan juga alat-alat yang digunakan juga tergolong sederhana seperti cangkul, babat, gunting, pisau, egrek dan tidak mengandalkan tenaga mesin.

Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan masih dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan menggunakan alat-alat pertanian seperti cangkul dan babat dalam membersihkan lahan. Demikian juga dalam pembuatan lubang tanam kakao dilakukan 1 minggu sebelum ditanam, dalam pembuatan lubang tanam petani masih masih menggunakan alat-alat sederhana seperti cangkul.

Tabel 6. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Pengolahan Lahan Usahatani Kakao Selama 5 Tahun.

No. Keterangan Rata-rata Biaya

1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga Rp. 555.917

2. Tenaga kerja Luar Keluarga Rp. 283.183

Total Rp. 839.100


(43)

Dalam melakukan pengolahan lahan dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Rata-rata total biaya tenaga kerja selama pengolahan lahan sebesar Rp. 839.100.

Penanaman

Penanaman pada tanaman kakao dilakukan pada lubang tanam yang telah dipersiapkan dan sebaiknya lubang tanam dibuat bersamaan dengan waktu tanam akan lebih terjamin kualitasnya. Petani membuat jarak tanam hanya ada 1 macam yaitu jarak tanam 3x3 m. Petani membuat jarak tanam 3 x 3 m sesuai dengan anjuran PPLsetempat. Pada tahap penanaman, setelah lubang tanam selesai dibuat sekitar 1 minggu maka kegiatan pembibitan tanaman kakao mulai dilakukan di daerah penelitian dengan cara sederhana yaitu sebagai berikut:

- Bibit yang telah disediakan ditanam di lubang tanam yang telah disediakan sebelumnya.

- Kemudian lubang tanah ditutup kembali dan dipadatkan

- Setelah itu batang bibit ditopang dengan menggunakan dua potong batang kayu/bambu

- Untuk mencegah gangguan hewan atau angin yang dapat merusak tanaman bibit maka tanaman kakao diberi pagar pengaman dari bambu.

Tabel 7. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Proses Penanaman Usahatani Kakao Selama 5 Tahun.

No. Keterangan Rata-rata Biaya

1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga Rp. 346.267

2. Tenaga kerja Luar Keluarga Rp. 165.917

Total Rp. 512.183


(44)

Dalam proses penanaman usahatani kakao dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Total biaya tenaga kerja selama penanaman sebesar Rp. 512.183.

Penyiangan

Petani di Desa Kuala Lau Bicik melakukan penyiangan tanaman kakao dengan berhati-hati, pengendalian gulma dilakukan membabat tanaman pengganggu atau dengan menyemprotkan herbisida. Penyiangan yang paling sering dilakukan petani di desa ini adalah dengan cara mencabut tanaman penggangu walaupun cara ini tidak efektif karena memakan waktu yang lama namun tidak merusak lingkungan dan tidak menyebabkan polusi air karena sisa-sisa herbisida.

Tabel 8. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Proses Penyiangan Usahatani Kakao Selama 5 Tahun.

No. Keterangan Rata-rata Biaya

1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga Rp. 3.237.067

2. Tenaga kerja Luar Keluarga Rp. 1.705.783

Total Rp. 4.942.850

Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 6

Dalam melakukan penyiangan dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Rata-rata biaya tenaga kerja selama penyiangan sebesar Rp. 4.942.850.


(45)

Pemangkasan

Pemangkasan yang dilakukan petani sampel pada umumnya dilakukan 2 kali dalam setahun dan biasanya alat yang digunakan untuk memotong atau memangkas adalah gunting pangkas. Hal ini dilakukan agar mudah melakukan pemanenan dan juga agar tanaman tidak mudah terserang penyakit dan pada akhirnya dapat menghasilkan produksi yang tinggi. Namun disamping itu juga petani melakukan pemangkasan untuk permeliharaan yaitu agar dahan tidak terlalu rimbun.

Tabel 9. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Proses Pemangkasan Usahatani Kakao Selama 5 Tahun.

No. Keterangan Rata-rata Biaya

1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga Rp. 1.994.833

2. Tenaga kerja Luar Keluarga Rp. 652.000

Total Rp. 2.646.833

Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 6

Dalam melakukan pemangkasan dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Rata-rata biaya tenaga kerja selama pemangkasan sebesar Rp. 2.646.833.

Pemupukan

Pemupukan yang dilakukan petani di darah penelitian adalah di awal musim hujan dan di akhir musim hujan. Cara pemupukan yang dilakukan petani dengan cara membuat lubang dekat batang tanaman kakao sebagai tempat pupuk. Petani dalam pemupukan tidak melakukan sistem tabur, karena apabila


(46)

ditaburkan, maka sebagian pupuk akan hilang terbawa air dan bila trkena sinar matahari panas akan mengakibatkan beberapa unsur hara akan menguap.

Petani di Desa Kuala Lau Bicik menggunakan TSP, Urea dan KCL. Pupuk ini diperoleh petani dengan membeli di pasar terdekat. Harga pupuk TSP Rp. 2.000,-/Kg, pupuk Urea Rp. 1.500,-/Kg, dan pupuk KCL Rp. 1.900,-/Kg.

Tabel 10. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Proses Pemupukan Usahatani Kakao Selama 5 Tahun

No. Keterangan Rata-rata Biaya

1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga Rp. 1.187.333

2. Tenaga Kerja Luar Keluarga Rp. 555.167

Total Rp. 1.742.500

Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 6

Dalam melakukan pemupukan dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Rata-rata biaya tenaga kerja selama pemangkasan sebesar Rp. 1,742,500.

Pengendalian Hama Penyakit

Tanaman kakao sedapat mungkin harus terhindar dari serangan hama dan penyakit. Kedua faktor ini dapat menurunkan produksi dan mutu buah yang dihasilkan tanaman kakao. Pemberantasan yang dilakukan adalah dengan cara manual yaitu dengan cara memasang perangkap dipohon coklat dengan menggunakan botol yang diisi dengan zat kimia yang gunanya merangsang agar serangga dapat masuk dalam botol tersebut dan tidak akan dapat keluar lagi dan petani juga menangkap hama yang menyerang tanaman kakao dan memotong bagian yang terserang penyakit, dan dengan cara kimiawi yaitu dengan cara menyemprot dengan zat kimia yaitu pestisida. Adapun obat-obatan yang


(47)

digunakan petani adalah Dhesis, Gramoxone, dan Roundup. Jenis hama yang biasa menyerang adalah hama kepik penghisap buah kakao (Helopeltis sp.) sedangkan penyakit yang menyerang tanaman kakao bercak daun, mati ranting dan busuk buah adalah Colletorichum sp. (jamur). Bagian yang diserang adalah daun, ranting, buah. Gejala : bercak daun, daun gugur, pucuk mati, buah mudah keriput kering (busuk kering).

Tanaman kakao bila dirawat dengan baik biasanya sudah mulai berproduksi mulai umur 4 tahun, tetapi tingkat produksi tanaman kakao belum meningkat, meningkatnya produksi tanaman kakao seiring dengan bertambahnya umur tanaman kakao, dan juga bergantung pada pemupukan.

Tabel 11. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Proses Pengendalian Hama dan penyakit Usahatani Kakao Selama 5 Tahun

No. Keterangan Rata-rata Biaya

1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga Rp. 1.932.000

2. Tenaga Kerja Luar Keluarga Rp. 1.091.000

Total Rp. 3.023,000

Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 6

Dalam proses pengendalian hama dan penyakit dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Rata-rata biaya tenaga kerja selama proses pengendalian hama dan penyakit sebesar Rp. 3.023,000

Panen

Di daerah penelitian, biasanya petani sampel melakukan pemanenan yaitu dengan menggunakan pisau tajam. Bila letak buah tinggi, pisau disambung dengan bambu. Cara pemetikannya yaitu tidak sampai melukai batang yang


(48)

ditumbuhi buah. Ciri-ciri buah yang akan dipanen yaitu warna kuning pada alur buah dan punggung alur buah, warna kuning pada seluruh permukaan buah dan warna kuning tua pada seluruh permukaan buah.

Tabel 12.Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Proses Pemanenan Usahatani Kakao Selama 5 tahun

No. Keterangan Rata-rata Biaya

1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga Rp. 4.571.000

2. Tenaga Kerja Luar Keluarga Rp. 1.864.150

Total Rp. 6.435.150

Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 6

Dalam proses pemanenan dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Rata-rata biaya tenaga kerja selama proses pemanenan sebesar Rp. 4.125.730.

5.1.2. Ketersediaan Input Produksi Usahatani Kakao (Bibit, Pupuk, Obat-obatan/Pestisida, dan Tenaga Kerja).

Sarana yang paling penting dalam pembudidayaan tanaman kakao adalah tersedianya sarana produksi yaitu; bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Ketersediaan sarana produksi ini sangat menunjang keberhasilan usahatani kakao yang memuaskan. Secara umum sarana produksi tanaman kakao di Desa Kuala Lau Bicik dapat dilihat seperti dibawah ini:

Bibit

Bibit yang digunakan petani sampel diperoleh dari Dinas Pertanian, bibit ini dijual dengan harga Rp. 1500,-/batang dan ada sebagian kecil petani melakukan pembibitan sendiri melalui biji yang dilakukan dengan sederhana yaitu biji yang dikeluarkan dari buah dibersihkan dan dijemur dengan sinar matahari


(49)

yang tidak secara langsung mengenai buah dan setelah kering benih dipindahkan ke tempat penyemaian benih. Setelah seminggu di tempat penyemaian, benih sudah berkecambah dan dipindahkan kepembibitan. Setelah bibit berumur 4 bulan maka bibit siap untuk dipindahkan kelapangan. Varietas kakao yang digunakan petani sampel adalah jenis varietas unggul. Rata-rata jumlah bibit yang digunakan petani sampel adalah 1.041 batang/Ha (lampiran 2).

Tabel 13. Rata-rata Biaya Bibit Per Petani dan Per Ha Usahatani Kakao Selama 5 Tahun

No. Keterangan Biaya

1. Biaya Bibit Per Petani Rp. 46.848.000

2. Biaya Bibit Per Ha Rp. 49.682.946,43

Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 2

Rata-rata besar biaya yang dikeluarkan untuk biaya bibit per petani sebesar Rp. 46.484.000 dan biaya bibit per Ha sebesar Rp. 49.682.946,43.


(50)

Pupuk

Sarana produksi yang sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas dari produksi yang dihasilkan adalah pupuk yang fungsinya mempercepat perumbuhan tanaman dan merangsang pembentukan buah. Petani Desa Kuala Lau Bicik menggunakan pupuk campuran TSP, Urea, dan KCL. Rata-rata penggunaan pupuk dapat dilihat dari Tabel 14 berikut ini:

Tabel 14. Rata-rata Penggunaan Pupuk (Kg/Ha) Selama 5 Tahun

No. Jenis Pupuk Rata-rata Pupuk (Kg/Ha)

1 Urea 468,50

2 TSP 242,43

3 KCl 193,67

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 8))

Dari Tabel 14 diperoleh bahwa rata-rata pemakaian pupuk yang paling tinggi adalah pupuk Urea sebesar 468,50 Kg/Ha sedangkan penggunaan pupuk terendah adalah pupuk KCL sebesar 193,67Kg/Ha.


(51)

Obat/Herbisida

Tanaman harus dijaga dari serangan hama dan penyakit karena dapat mengurangi produksi dan mutu kakao itu sendiri. Rata-rata penggunaan obat/pestisida/Ha dapat dilihat dari Tabel 15 berikut ini.

Tabel 15. Rata-rata Penggunaan Obat/Pestisida/Ha

No. Jenis Obat/Pestisida Rata-rata Obat/Pestisida/Ha (Botol)

1 Dhesis 18,97

2 Gramoxone 14,20

3 Round up 10,17

Sumber : Analisis Data Primer 2008 (Lampiran 7)

Dari Tabel 15 diperoleh jumlah obat/pestisida yang paling tinggi adalah obat Dhesis sebesar 18,97 botol/Ha yang berisi 250 ml sedangkan yang paling terkecil adalah Round up sebesar 10,17 botol/Ha yang berisi 250 ml/botol.

Ketersediaan Tenaga Kerja

Salah satu faktor yang paling penting bagi usahatani adalah tenaga kerja, karena tenaga kerja merupakan penunjang akan berlangsungnya suatu usahatani. Petani di daerah penelitian didalam mengelola ushatani hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), dan jika diupahkan sebesar Rp. 30.000,- per hari untuk laki-laki dan Rp. 25.000,-/hari untuk perempuan.


(52)

Rata-rata distribusi penggunaan tanaga kerja pada usahatani kakao di Desa Kuala Lau Bicik dapat dilihat pada Tabel 16 berikut.

Tabel 16. Rata-rata Distribusi Penggunaan Tenaga Kerja Pada Usahatani Kakao di Desa Kuala Lau Bicik

No. Jenis Pekerjaan TKDK (HKP) TKLK (HKP)

1. Pengolahan lahan 19,60 9,98

2. Penanaman 12,37 5,88

3. Penyiangan 104,84 55,15

4. Pemangkasan 62,29 30,03

5. Pengendalian H & P 56,87 32,03

6. Pemupukan 42,36 19,67

7. Panen 134,75 55,63

Sumber : Analisis Data Primer 2008 (Lampiran 6)

Dari Tabel 16 diperoleh bahwa jumlah tenaga kerja yang paling tinggi adalah pada saat pemanenan dengan TKDK sebesar 134,75HKP dan TKLK sebesar 55,63, sedangkan yang paling kecil adalah TKDK sebesar 12,37 HKP dan TKLK sebesar 5,88 HKP pada saat penanaman. Karena pada saat pemanenan petani melakukannya dengan hati-hati, hal ini dilakukan untuk menghindari batang tanaman kakao terluka.

Alat Pertanian

Salah satu sarana yang penting dalam usahatani adalah alat-alat pertanian yang digunakan dalam pengolahan lahan, pemeliharaan dan panen. Alat-alat pertanian yang digunakan di daerah penelitian ini adalah: gunting, parang, cangkul, pompa dan egrek. Peralatan tersebut dapat diperoleh dari pasar kota Pancur Batu. Rata-rata alat pertanian yang digunakan petani sampel adalah sebanyak 11 buah (Lampiran 3) dengan rata-rata harga alat pertanian adalah Rp.872.250,00/Ha (Lampiran 3).


(53)

5.1.2. Biaya Produksi, Penerimaan, dan pendapatan bersih

Biaya terdiri atas biaya tetap atau Fixed Cost (FC) dan biaya variabel atau Variable Cost (VC). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang nilainya relatif tetap walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit, yang termasuk biaya tetap (FC) adalah sewa tanah, pajak, biaya penyusutan dan yang lainnya. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang nilainya berubah bila produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel terdiri dari biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja, biaya panen, dan biaya lainnya yang dipengaruhi oleh besar kecilnya volume produksi.

Produksi, Produktivitas

Perkebunan kakao rakyat di daerah penelitian sebagian besar sudah mulai berproduksi pada saat tanaman berumur rata-rata 4-5 tahun. Tanaman kakao akan mengalami puncak produksi pada umur tanam ke-10 hingga tahun ke 15, untuk mengetahui besarnya produksi, produtivitas yang diperoleh petani dari tanaman kakao mereka dan penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan biji kakao kering mereka dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 17. Rata-rata Produksi, Produktivitas, Penerimaan Usahatani Kakao Selama 5 Tahun

No. Uraian Rataan

1. Produksi (Kg) 2.190,33 2. Produktivitas (Kg/Ha) 2.363,42 3. Penerimaan/Ha Rp. 56.722.190.48 Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2008, (Lampiran 12)

Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa produksi, produktivitas dan penerimaan rata-rata per Ha adalah produksi 2.190,33 Kg, produktivitas 2.363,42 Kg/Ha dan penerimaan sebesar Rp. 56.722.190,48 selama 5 tahun.


(54)

Biaya Tetap atau Fixed Cost (FC) 1. Pajak (PBB)

Petani sampel di daerah penelitian membayar pajak setiap tahunnya. Besar pajak yang dibayar petani tiap tahunnya berbeda-beda sesuai dengan luas lahan yang dimiliki petani. Rata-rata besar pajak petani sampel secara keseluruhan sebesar Rp.118.750 selama 5 tahun.

Biaya tetap (FC) merupakan penjumlahan dari nilai pajak dan biaya peralatan selama proses produksi dilakukan. Dimana hasil dari biaya tetap (FC) adalah sebesar Rp. 118.750.

Biaya Variabel atau Variable Cost (VC) 1. Bibit

Bibit yang digunakan petani sampel semuanya berasal dari PPL perkebunan. Harga bibit yang dibeli oleh petani sampel berkisar Rp. 1500 per bibit. Besar biaya bibit petani sampel sebesar Rp. 1.656.098,2/Ha.

2. Pupuk

Pupuk yang digunakan oleh petani sampel adalah pupuk Urea, KCl, dan

TSP. Besar biaya untuk pupuk selama proses produksi berlangsung sebesar Rp.

1.552.216,67/Ha. 3. Obat-obatan

Rata-rata pemakaian obat-obatan oleh petani dalam skala waktu 5 tahun adalah sebanyak 43,34 botol/Ha dengan biaya sebesar Rp. 1.154.660.


(55)

4. Biaya Penyusutan

Pada usahatani kakao alat-alat yang digunakan adalah cangkul, parang, egrek, gunting, dan pompa. Besar rata-rata biaya penyusutan yang dikeluarkan selama masa produksi sebesar Rp. 133.175/petani dan Rp. 153.376,59/Ha.

5. Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja yang terhitung selama proses produksi adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Besar biaya tenaga kerja Rp. 20.362.732/petani dan Rp. 21.924.626/Ha.

Biaya variabel (VC) merupakan penjumlahan dari bibit, pupuk, obat-obatan, biaya penyusutan, dan biaya tenaga kerja. Dimana jumlah biaya variabel (VC) adalah sebesar Rp. 24.951.215,61

Total Biaya (TC)

Total biaya (TC) yang dikeluarkan oleh petani selama proses produksi berlangsung adalah hasil penjumlahan dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC) sebesar Rp. 25.509.125.18/petani dan 27.461.445,83/Ha

Total Penerimaan Usahatani Kakao (TR)

Total penerimaan usahatani yang diperoleh petani dari usahatani kakao adalah merupakan hasil perkalian dari produksi yang diperoleh dengan harga jual produksi, dimana hasilnya adalah sebesar Rp. 52.568.000.

Pendapatan Bersih (Pd)

Pendapatan bersih (Pd) usahatani kakao adalah jumlah penerimaan dikurangi dengan biaya produksi selama proses berlangsung. Pendapatan bersih (Pd) yang diperoleh petani kakao adalah merupakan pengurangan dari total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC), yaitu sebesar Rp. 27.684.866,49.


(56)

Tabel 18. Rata-rata Total Biaya (TC), Penerimaan (TR), dan Pendapatan Bersih (Pd) Petani Kakao Selama 5 Tahun

No. Keterangan Jumlah

1. Total Biaya (TC) Rp. 27.461.445,83

2. Penerimaan Usahatani (TR) Rp. 52.568.000

3. Pendapatan Bersih (Pd) Rp. 27.684.866,49

Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2008, (Lampiran 12)

Berdasarkan Tabel 17 dan 18 dapat dilihat bahwa produksi, produktivitas, dan pendapatan bersih yang diperoleh petani cukup tinggi, dengan demikian hipotesis 1 diterima.

5.1.3. Tingkat Kelayakan Perkebunan Kakao

Untuk mengetahui tingkat kelayakan perkebunan kakao rakyat di daerah penelitian ini, akan dianalisis dengan analisis finansial yaitu dengan menggunakan kriteria investasi, yaitu dengan melihat nilai Net Present Value (NPV), Net Benefit

Cost Ratio(B/C), dan Internal Rate of Return (IRR).

Nilai rata-rata Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio(B/C), dan


(57)

Tabel 19. Nilai Rata-rata NPV, Net B/C dan IRR Perkebunan Kakao Rakyat Per Ha

No. Uraian Per Ha

1. NPV 11.623.911,75

2. Net B/C 2,60

3. IRR 51,41

Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2008, ( Lampiran 14-16)

Suatu usahatani dikatakan layak jika ditinjau dari NPV nya adalah NPV dari usaha tersebut lebih besar dari 0 (NPV>0). Tabel 19 diatas diperoleh nilai NPV lebih besar dari 0 yaitu 11.623.911,75 pada tingkat suku bunga 15%. Dapat disimpulkan ushatani kakaodi daerah penelitian layak untuk diusahakan.

Kelayakan usahatani ditinjau dari Net B/C dikatakan layak atau bemanfaat bila nilai Net B/C > 1. Berdasarkan Tabel 19 di atas diperoleh nilai Net B/C lebih besar dari 1 yaitu 2,60 (Net B/C > 1). Dapat disimpulkan usahatani kakao di daerah penelitian layak untuk diteruskan.

Tabel 19 (Lampiran 16) juga dapat dilihat dengan batas tingkat suku bunga pinjaman sebesar 15 % diperoleh IRR sebesar 51,41 nilai IRR yang diperoleh usahatani kakao di daerah penelitian layak untuk diusahakan yaitu IRR > i (15%), artinya usahatani kakao layak untuk dikembangkan di daerah penelitian sampai tingkat suku bunga 40 %.

Dari semua analisis financial diperoleh bahwa usahatani kakao di daerah penelitian layak untuk diusahakan, maka hippotesis yang menyatakan secara ekonomi usahatani kakao di daerah penelitian layak untuk diusahakan dapat diterima.


(58)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

4. Teknis budidaya yang diterapkan petani masih menggunakan tenaga manusia, dan ketersediaan input (bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja) di daerah penelitian sudah cukup tersedia.

5. Manfaat yang diperoleh petani berupa hasil penjualan biji kakao mereka, dimana pendapatan bersih yang diperoleh petani adalah Rp. 27.684.866,49 per petani, Rp.29,979,618.06 per Ha dengan rata-rata panen pada tahun 5. 6. Usahatani kakao di daerah penelitian secara ekonomi layak diusahakan. Hal

ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis finansial diantaranya NPV > 1 yaitu sebesar Rp. 11.623.911,75; nilai Net B/C yaitu 2,60 dan nilai IRR sebesar 51,41.

Saran

Kepada Petani

Hendaknya petani kakao di daerah penelitian menekan biaya produksi agar biaya yang digunakan lebih efisien sehingga dapat menambah pendapatan petani. Kepada Peneliti Selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian tentang kemungkinan yang bisa meningkatkan nilai tambah buah kakao.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Daniel, M., 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Bumi Aksara. Gray, C.dkk. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Gramedia. Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jaa: LP3ES

PT Perkebunan Nusantara IV, 1996. Kakao. Bahjambi – Pematang Siantar, Sumatera Utara.

Prawirokusumo,S., 1990 .Ilmu Usaha Tani. Yogyakarta: BPFE.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004. Panduan Lengkap Budidaya

Kakao. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Rahardi,f., Iman,S.,Rina,N.S.,1995. Agribisnis Tanaman Perkebunan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sevilla C. G., dkk, 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta:UI Press. Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press.

Soekarawi, 1994. Pembangunan Pertanian. Jakarta: Raya Grafindo Persada. Sudarmo, S., 1989. Tanaman Perkebunan. Pengendalian Hama dan Penyakit.

Yogyakarta: Kanisius.

Susanto, F.X., 1994. Tanaman Kakao. Yogyakarta:Kanisius.

Tohir, K.A., 1991. Seuntai Pengetahuan Usahatani Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Tumpal H.S. Siregar, 2003. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Cokelat. Jakarta.

Tumpal H.S. Siregar, 2000. Slamet Riyadi. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran


(1)

Biaya Tetap atau Fixed Cost (FC) 1. Pajak (PBB)

Petani sampel di daerah penelitian membayar pajak setiap tahunnya. Besar pajak yang dibayar petani tiap tahunnya berbeda-beda sesuai dengan luas lahan yang dimiliki petani. Rata-rata besar pajak petani sampel secara keseluruhan sebesar Rp.118.750 selama 5 tahun.

Biaya tetap (FC) merupakan penjumlahan dari nilai pajak dan biaya peralatan selama proses produksi dilakukan. Dimana hasil dari biaya tetap (FC) adalah sebesar Rp. 118.750.

Biaya Variabel atau Variable Cost (VC) 1. Bibit

Bibit yang digunakan petani sampel semuanya berasal dari PPL perkebunan. Harga bibit yang dibeli oleh petani sampel berkisar Rp. 1500 per bibit. Besar biaya bibit petani sampel sebesar Rp. 1.656.098,2/Ha.

2. Pupuk

Pupuk yang digunakan oleh petani sampel adalah pupuk Urea, KCl, dan

TSP. Besar biaya untuk pupuk selama proses produksi berlangsung sebesar Rp.

1.552.216,67/Ha.

3. Obat-obatan

Rata-rata pemakaian obat-obatan oleh petani dalam skala waktu 5 tahun adalah sebanyak 43,34 botol/Ha dengan biaya sebesar Rp. 1.154.660.


(2)

4. Biaya Penyusutan

Pada usahatani kakao alat-alat yang digunakan adalah cangkul, parang, egrek, gunting, dan pompa. Besar rata-rata biaya penyusutan yang dikeluarkan selama masa produksi sebesar Rp. 133.175/petani dan Rp. 153.376,59/Ha.

5. Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja yang terhitung selama proses produksi adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Besar biaya tenaga kerja Rp. 20.362.732/petani dan Rp. 21.924.626/Ha.

Biaya variabel (VC) merupakan penjumlahan dari bibit, pupuk, obat-obatan, biaya penyusutan, dan biaya tenaga kerja. Dimana jumlah biaya variabel (VC) adalah sebesar Rp. 24.951.215,61

Total Biaya (TC)

Total biaya (TC) yang dikeluarkan oleh petani selama proses produksi berlangsung adalah hasil penjumlahan dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC) sebesar Rp. 25.509.125.18/petani dan 27.461.445,83/Ha

Total Penerimaan Usahatani Kakao (TR)

Total penerimaan usahatani yang diperoleh petani dari usahatani kakao adalah merupakan hasil perkalian dari produksi yang diperoleh dengan harga jual produksi, dimana hasilnya adalah sebesar Rp. 52.568.000.


(3)

Tabel 18. Rata-rata Total Biaya (TC), Penerimaan (TR), dan Pendapatan Bersih (Pd) Petani Kakao Selama 5 Tahun

No. Keterangan Jumlah

1. Total Biaya (TC) Rp. 27.461.445,83

2. Penerimaan Usahatani (TR) Rp. 52.568.000

3. Pendapatan Bersih (Pd) Rp. 27.684.866,49

Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2008, (Lampiran 12)

Berdasarkan Tabel 17 dan 18 dapat dilihat bahwa produksi, produktivitas, dan pendapatan bersih yang diperoleh petani cukup tinggi, dengan demikian hipotesis 1 diterima.

5.1.3. Tingkat Kelayakan Perkebunan Kakao

Untuk mengetahui tingkat kelayakan perkebunan kakao rakyat di daerah penelitian ini, akan dianalisis dengan analisis finansial yaitu dengan menggunakan kriteria investasi, yaitu dengan melihat nilai Net Present Value (NPV), Net Benefit

Cost Ratio(B/C), dan Internal Rate of Return (IRR).

Nilai rata-rata Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio(B/C), dan


(4)

Tabel 19. Nilai Rata-rata NPV, Net B/C dan IRR Perkebunan Kakao Rakyat Per Ha

No. Uraian Per Ha

1. NPV 11.623.911,75

2. Net B/C 2,60

3. IRR 51,41

Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2008, ( Lampiran 14-16)

Suatu usahatani dikatakan layak jika ditinjau dari NPV nya adalah NPV dari usaha tersebut lebih besar dari 0 (NPV>0). Tabel 19 diatas diperoleh nilai NPV lebih besar dari 0 yaitu 11.623.911,75 pada tingkat suku bunga 15%. Dapat disimpulkan ushatani kakaodi daerah penelitian layak untuk diusahakan.

Kelayakan usahatani ditinjau dari Net B/C dikatakan layak atau bemanfaat bila nilai Net B/C > 1. Berdasarkan Tabel 19 di atas diperoleh nilai Net B/C lebih besar dari 1 yaitu 2,60 (Net B/C > 1). Dapat disimpulkan usahatani kakao di daerah penelitian layak untuk diteruskan.

Tabel 19 (Lampiran 16) juga dapat dilihat dengan batas tingkat suku bunga pinjaman sebesar 15 % diperoleh IRR sebesar 51,41 nilai IRR yang diperoleh usahatani kakao di daerah penelitian layak untuk diusahakan yaitu IRR > i (15%), artinya usahatani kakao layak untuk dikembangkan di daerah penelitian sampai tingkat suku bunga 40 %.


(5)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

4. Teknis budidaya yang diterapkan petani masih menggunakan tenaga manusia, dan ketersediaan input (bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja) di daerah penelitian sudah cukup tersedia.

5. Manfaat yang diperoleh petani berupa hasil penjualan biji kakao mereka, dimana pendapatan bersih yang diperoleh petani adalah Rp. 27.684.866,49 per petani, Rp.29,979,618.06 per Ha dengan rata-rata panen pada tahun 5. 6. Usahatani kakao di daerah penelitian secara ekonomi layak diusahakan. Hal

ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis finansial diantaranya NPV > 1 yaitu sebesar Rp. 11.623.911,75; nilai Net B/C yaitu 2,60 dan nilai IRR sebesar 51,41.

Saran

Kepada Petani

Hendaknya petani kakao di daerah penelitian menekan biaya produksi agar biaya yang digunakan lebih efisien sehingga dapat menambah pendapatan petani.

Kepada Peneliti Selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian tentang kemungkinan yang bisa meningkatkan nilai tambah buah kakao.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Daniel, M., 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Bumi Aksara. Gray, C.dkk. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Gramedia. Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jaa: LP3ES

PT Perkebunan Nusantara IV, 1996. Kakao. Bahjambi – Pematang Siantar, Sumatera Utara.

Prawirokusumo,S., 1990 .Ilmu Usaha Tani. Yogyakarta: BPFE.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004. Panduan Lengkap Budidaya

Kakao. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Rahardi,f., Iman,S.,Rina,N.S.,1995. Agribisnis Tanaman Perkebunan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sevilla C. G., dkk, 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta:UI Press. Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press.

Soekarawi, 1994. Pembangunan Pertanian. Jakarta: Raya Grafindo Persada. Sudarmo, S., 1989. Tanaman Perkebunan. Pengendalian Hama dan Penyakit.

Yogyakarta: Kanisius.

Susanto, F.X., 1994. Tanaman Kakao. Yogyakarta:Kanisius.

Tohir, K.A., 1991. Seuntai Pengetahuan Usahatani Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Tumpal H.S. Siregar, 2003. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Cokelat. Jakarta.