Konstruksi Kapal Gillnet (KM. Karunia Nusantara) di Pangkalan Pendaratan Ikan Kabupaten Pidie Aceh

KONSTRUKSI KAPAL GILLNET (KM. KARUNIA
NUSANTARA) DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN
KABUPATEN PIDIE ACEH

DAVID DAMAYANA

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Konstruksi Kapal
Gillnet (KM. Karunia Nusantara) di Pangkalan Pendaratan Ikan Kabupaten Pidie
Aceh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2014
David Damayana
NIM C44100010

ABSTRAK
DAVID DAMAYANA. Konstruksi Kapal Gillnet (KM. Karunia Nusantara) di
Pangkalan Pendaratan Ikan Kabupaten Pidie Aceh. Dibimbing oleh YOPI
NOVITA dan VITA RUMANTI KURNIAWATI
Sebagian kapal di Aceh dibangun di galangan kapal tradisional. Kapal-kapal
yang dibangun secara tradisional biasanya tidak mengikuti standar yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Adapun badan yang berwenang untuk menetapkan
standar konstruksi kapal di Indonesia adalah Biro Klasifikasi Indononesia (BKI).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tahap pembuatan, ukuran
dan bahan konstruksi kapal di Pangkalan Pendaratan Ikan di Kabupaten Pidie,
Aceh. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Data diambil dengan cara
pengukuran langsung, wawancara dan studi literatur kemudian data dianalisis
secara deskriptif numerik. Tahap pembangunan KM. Karunia Nusantara terdiri
atas 8 tahap. Tahap pembangunan kapal di Aceh sebagian besar sama dengan di
daerah lain di Indonesia. Bahan yang digunakan untuk konstruksi utama kapal
adalah kayu laban (Vitex Pubesceus Vahl). Bagian konstruksi kapal yang diukur

pada penelitian terdiri atas lunas, linggi haluan, linggi buritan, gading-gading,
papan kulit, galar dan balok geladak. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 94,4%
ukuran konstruksi utama kapal yang tidak sesuai dengan standar BKI.
Kata kunci: BKI, kapal gillnet, konstruksi kapal, pembuatan kapal
ABSTRACT
DAVID DAMAYANA. Construction of Gillnetter (KM. Karunia Nusantara) in
Fish Landing Place Kabupaten Pidie Aceh. Supervised by YOPI NOVITA and
VITA RUMANTI KURNIAWATI.
Some boats in Aceh are built in traditional shipyards. Boats that built
traditionally usually are not following the governments standard. The authorized
body to make standards for boats construction in Indonesia is Biro Klasifikasi
Indonesia (BKI). The purpose of this study was to analyze the construction stages,
size, and construction material and dimension of construction parts of a gillnetter
in PPI Pidie, Aceh. The research method is case studies method. Data were
collected by measuring, interview, and literacy study then analyzed by numeric
descriptive method. The building stage of KM. Karunia Nusantara has 8 stages.
Board construction stages in Aceh was nearly the same as the others in Indonesia.
The main material for boat construction in Pidie was laban wood (Vitex
Pubesceus Vahl). Part of boat constructions measured were keel, bow frame,
stern frame, frames, hull plate, bilge stringer and deck beam. According to the

study, 94,4% dimension of main boats construction were not comply to BKI
standard.
Key words: BKI, gillnetter, boats construction, boat production

KONSTRUKSI KAPAL GILLNET (KM. KARUNIA
NUSANTARA) DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN
KABUPATEN PIDIE ACEH

DAVID DAMAYANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi
Nama
NIM
Program Studi

: Konstruksi Kapal Gillnet (KM. Karunia Nusantara) di
Pangkalan Pendaratan Ikan Kabupaten Pidie Aceh
: David Damayana
: C44100010
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Dr Yopi Novita, SPi, MSi
Pembimbing I

Vita Rumanti Kurniawati, SPi, MT
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 sampai Mei 2014 ini ialah
konstruksi kapal, dengan judul Konstruksi Kapal Gillnet (KM. Karunia
Nusantara) di Pangkalan Pendaratan Ikan Kabupaten Pidie Aceh.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Yopi Novita, SPi, MSi dan Vita
Rumanti Kurniawati, SPi, MT selaku pembimbing, serta Dr Deni Achmad
Soeboer, SPi, MSi yang telah banyak memberi saran, Dr Ir Ronny Irawan Wahyu,
M.Phil selaku penguji, dan Dr Iin Solihin S.Pi, MSi selaku ketua komisi
Pendidikan departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Di samping itu,
penghargaan penulis disampaikan kepada seluruh pihak yang membantu dalam
penyelesain skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah

(Nasiruddin), ibu (Hidayati), keluarga (Sova, Salim, Nurfuadi, Alfa, Ryan). Dewi
Kusumaningrum, serta seluruh keluarga PSP atas doa dan bantuannya. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
David Damayana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

PENDAHULUAN

1


Latar belakang

1

Tujuan penelitian

1

Manfaat penelitian

1

METODE

2

Waktu dan tempat penelitian

2


Alat

2

Metode pengumpulan data

2

Analisis data untuk konstruksi kapal

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3

Jenis kapal dan dimensi utama kapal

3


Tahap pembangunan konstruksi utama KM. Karunia Nusantara

4

Konstruksi utama kapal

7

Material konstruksi utama KM. Karunia Nusantara

7

Bagian konstruksi utama KM. Karunia Nusantara

8

Lunas

9


Linggi haluan

11

Linggi buritan

12

Papan kulit

13

Gading-gading

14

Galar

16


Balok geladak

17

KESIMPULAN DAN SARAN

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1 Spesifikasi teknis kapal gillnet

4

2 Dimensi konstruksi KM. Karunia Nusantara dengan ketentuan BKI

9

DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian

2

2 Skema pembangunan KM. Karunia Nusantara

5

3 Bentuk sambungan lunas

6

4 Linggi haluan pada lunas

6

5 Posisi penyambungan linggi buritan pada lunas

6

6 Gading-gading dan papan kulit dasar yang terpasang di bagian buritan

6

7 Gading-gading dan papan kulit dasar yang terpasang di bagian haluan

6

8 Gading-gading yang sudah terpasang sempurna

6

9 Galar, balok geladak dan papan geladak yang sudah terpasang

7

10 Rangka rumah kapal

7

11 Palka ikan yang sudah jadi

7

12 Memasukan palka ke dalam lambung kapal

7

13 Posisi konstruksi utama pada KM. Karunia Nusantara

8

14 Konstruksi lunas dan sambungannya KM. Karunia Nusantara

10

15 Konstruksi linggi haluan dan balok sambungannya KM. Karunia
Nusantara

11

16 Sambungan linggi haluan dengan lunas pada kapal payang di
pamekasan Madura

12

17 Konstruksi lubang poros, linggi buritan dan sambungannya antara
linggi buritan dan lunas KM. Karunia Nusantara

12

18 Papan kulit bagian haluan yang dilengkungkan dengan cara dipanaskan

13

19 Pemasangan seng pada bagian kapal yang terendam air

13

20 Konstruksi papan kulit dan sambungan antara papan kulit KM. Karunia
Nusantara

14

21 Konstruksi gading- gading yang terletak pada haluan KM. Karunia
Nusantara

14

22 Konstruksi gading-gading yang terletak di bagian midship KM. Karunia
Nusantara

15

23 Konstruksi gading-gading dan sambungannya di Pamekasan Madura

16

24 Konstruksi gading-gading dan sambungannya di daerah Bulukumba

16

25 Konstruksi dan posisi galar pada KM. Karunia Nusantara

17

26 Konstruksi dan posisi balok geladak pada KM. Karunia Nusantara

18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Luas penampang konstruksi utama menurut BKI (1996)

21

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Provinsi Aceh adalah provinsi paling barat Republik Indonesia yang
memiliki pantai yang cukup panjang yaitu ±1.660 km, luas laut territorial
mencapai 32.071 km2, dan wilayah laut Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) seluas
534.520 km2. Potensi perikanan yang terkandung di dalamnya diperkirakan
mencapai 423.410 ton/tahun dan total produksi perikanan tangkap Provinsi Aceh
sebesar 104.095 ton/tahun (DKP Aceh 2004).
Setelah terjadi peristiwa tsunami tahun 2004, produksi ikan menurun
menjadi 82.482 ton/tahun pada 2005, Sehingga pemerintah Aceh terus melakukan
pembangunan kembali di sektor perikanan salah satunya dengan melakukan
pengadaan kapal-kapal penangkap ikan yang berukuran 7 GT sampai dengan 30
GT untuk nelayan di Aceh. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan
umumnya kapal bantuan tersebut didominasi oleh kapal-kapal penangkap ikan
berukuran kurang dari 10 GT.
Pelaksanaan program pengadaan kapal di Aceh tidak berjalan dengan baik,
salah satu dampaknya adalah banyak kapal-kapal bantuan yang tidak digunakan
oleh nelayan, dengan alasan kapal tersebut dianggap tidak laik laut. Kelaiklautan
sebuah kapal diantaranya ditinjau dari material dan konstruksi (Fyson 1985).
Ditambahkan pula oleh Nomura dan Yamazaki (1997) salah satu persyaratan
teknis kapal penangkap ikan adalah mempunyai konstruksi yang kuat.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan konstruksi sebuah kapal
adalah jenis material dan ukuran konstruksi yang digunakan. Penelitian ini
mengangkat tema mengenai kontruksi kapal gillnet di Pangkalan Pendaratan Ikan
(PPI) Kabupaten Pidie, Aceh, yang diragukan kekuatan konstruksinya. Analisis
konstruksi pada kapal gillnet dilakukan dengan membandingkan ukuran
konstruksi dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia
(BKI). Biro Klasifikasi Indonesia merupakan badan milik pemerintah yang
berwenang untuk menetapkan ukuran kerangka kapal, cara penyambung dan
ukuran modulus penampang kapal yang diperbolehkan untuk konstruksi kapal.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menganalisis tahap pembuatan kapal
gillnet di PPI Kabupaten Pidie Aceh. 2) menganalisis bahan dan ukuran
konstruksi kapal gillnet di PPI Kabupaten Pidie Aceh.

Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada setiap
individu atau lembaga tentang konstruksi kapal perikanan di Aceh, mulai dari
pembuatannya hingga material yang digunakan dalam pembuatan kapal tersebut.
Penelitian ini menghasilkan manfaat yang lebih besar apabila penelitian serupa
dilakukan untuk daerah Aceh.

2
METODE
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2014 sampai dengan Maret
2014. Penelitian dilakukan di PPI Kabupaten Pidie, Aceh. Lokasi penelitian dapat
dilihat pada peta (Gambar 1).

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Alat
Peralatan yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain:
1) Alat ukur panjang (meteran dan penggaris) ;
2) Pendulum dan tali;
3) Paku payung;
4) Kamera; dan
5) Alat tulis (buku, pena, dan spidol)

Metode pengumpulan data
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus
dengan analisis deskriptif numerik. Data yang dikumpulkan adalah data primer.
Data primer diperoleh langsung dari pengukuran dan wawancara dengan nelayan
di tempat pendaratan ikan.
Data primer terdiri dari:
1) Dimensi utama kapal (
,
, B dan D); dan

3
2) Bagian-bagian dan dimensi konstruksi utama kapal (lunas, linggi haluan, linggi
buritan, papan kulit, gading-gading, galar, dan balok geladak)
Data dimensi kapal diperoleh melalui pengukuran. Data tersebut terdiri
atas panjang kapal, lebar maksimal kapal, draft kapal, volume palka dan
sambungan konstruksi kapal. Data konstruksi kapal didapatkan dengan cara
pengukuran terhadap bagian-bagian konstruksi kapal (lunas, linggi haluan, linggi
buritan, gading-gading, papan kulit, galar dan balok dek). Data ukuran luas
penampang konstruksi ini digunakan untuk membuat gambar rencana konstruksi
dan dibandingkan dengan aturan yang ditetapkan oleh BKI (1996).
Analisis data
Analisis data untuk konstruksi kapal
Analisis konstruksi kapal dilakukan dengan cara membandingkan hasil
pengukuran bagian-bagian konstruksi kapal dengan ukuran konstruksi kapal yang
direkomendasikan oleh BKI (1996). Ukuran konstruksi dinyatakan sesuai bila
angka yang diperoleh sesuai dari angka acuan BKI. Nilai acuan (scantling
number) yang digunakan BKI didapatkan dengan menggunakan rumus:
L(B/3+D) dan (B/3+D)
Keterangan:
L = panjang total kapal
B = lebar maksimal kapal
D = tinggi kapal

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis kapal dan dimensi utama kapal
Kapal yang diteliti adalah KM. Karunia Nusantara dengan ukuran 7 GT.
Kapal tersebut digunakan untuk pengoperasian alat tangkap gillnet (spesifikasi
dapat dilihat pada Tabel 1). Kecepatan kapal pada alat tangkap gillnet bukanlah
merupakan suatu faktor yang penting karena alat tangkap ini bekerja secara statis,
yaitu dengan cara menurunkan alat tangkap dari kapal (setting), setelah itu alat
tangkap dan kapal dibiarkan mengapung selama 4-5 jam (drifting), selanjutnya
dilakukan pengangkatan alat tangkap ke atas kapal (hauling). Oleh karena itu,
kekuatan konstruksi kapal sangat dibutuhkan mengingat kapal lebih sering
drifting. Pada saat drifting, kapal akan sangat dipengaruhi oleh hempasan
gelombang yang mengenai badan kapal.

4
Tabel 1 Spesifikasi teknis kapal gillnet
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10

12

Nama
Jenis kapal
Bahan kapal
LOA
Lpp
Lebar max
Dalam (D)
Draft (d)
Tonase
Jenis mesin:
1.Mesin induk
2.Mesin bantu(Genset)
Palka
Dimensi palka
a. Panjang
b. Lebar
c. Tinggi

Keterangan
KM. Karunia Nusantara
Kapal gillnet
Kayu laban
1210 cm
975 cm
275 cm
107 cm
90 cm
7 GT
MITSUBISHI (4D56TC/ AJ5109/ 105 PK)
JIANGDONG (R175A/ 18805050296/ 6,6 PK)
1 Palka
180 cm
120 cm
130 cm

Jenis tenaga penggerak kapal ini adalah inboard engine bermerek
Mitsubishi tipe 4D56TC dengan kekuatan 105 PK dilengkapi dengan gearbox,
poros dan propeller. Selain itu, kapal tersebut dilengkapi juga dengan mesin bantu
(genset) bermerek Jiangdong tipe R175A dengan kekuatan 6,6 PK. Kapal
dilengkapi pula dengan alat bantu lampu sorot, GPS garmin dan radio untuk
proses penangkapan ikan.
Menurut Novita dan Iskandar (2008), teridentifikasi sebanyak 4 bentuk
kasko kapal ikan di Indonesia, yaitu bentuk U-bottom, round bottom, round flat
bottom dan bentuk akatsuki. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa
kasko KM. Karunia Nusantara di bagian haluan berbentuk V-bottom, di tengah
berbentuk round bottom dan di buritan berbentuk round flat bottom. Bentuk kasko
V-bottom di bagian haluan sangat efektif untuk memecah ombak yang datang dari
depan kapal (Iskandar, 1990). Menurut Novita dan Iskandar (2008), bentuk kasko
round bottom akan menghasilkan tahanan gerak yang lebih besar dibandingkan
bentuk kasko round flat bottom. Berdasarkan hasil kajian tersebut dapat diketahui
bahwa bentuk kasko KM. Karunia Nusantara bagian tengah kapal menghasilkan
tahanan gerak yang lebih besar dibandingkan bentuk kasko lain. Jadi kapal
tersebut sudah sesuai digunakan untuk pengoperasian alat tangkap gillnet, karena
alat tangkap gillnet membutuhkan kapal yang memiliki tahanan gerak yang besar.
Bentuk kasko KM. Karunia Nusantara memiliki beberapa perbedaan dengan
bentuk kasko kapal gillnet di Indramayu, seperti bentuk kasko bagian tengah
kapal gillnet di Indramayu berbentuk round flat bottom (Iskandar, 1990).
Tahap pembangunan konstruksi utama KM. Karunia Nusantara
Tahap pembangunan KM. Karunia Nusantara terdiri atas 8 tahap.
Pembangunan diawali dengan penyambungan lunas dan terakhir memasukkan
palka ke lambung kapal, skema pembangunan KM. Karunia Nusantara dapat
dilihat pada Gambar 2

5
Peletakan lunas dan sebelumnya dilakukan penyambungan antara balok
lunas

Pemasangan linggi haluan dan linggi buritan pada lunas

Pemasangan kulit dasar di sisi kiri dan kanan lunas

Pemasangan gading-gading dasar dan dilanjutkan dengan pemasangan
gading-gading tegak dan kulit lambung secara keseluruhan

Pemasangan galar, balok dek dan papan geladak

Pemasangan rangka rumah kapal dan pada waktu bersamaan dilakukan
pembuatan palka

Pemasangan atau memasukkan palka ke dalam badan kapal
Gambar 2 Skema pembangunan KM. Karunia Nusantara
Dokumentasi pembangunan bagian konstruksi KM. Karunia Nusantara
dapat dilihat pada Gambar 3 sampai dengan Gambar 12. Tahap pembuatan kapal
di Aceh relatif sama dengan beberapa daerah lain di Indonesia. Tahapan
pembangunan kapal yang demikian umum dilakukan oleh galangan kapal
tradisional di Indonesia (Cirebon, Serang, Palabuhanratu, Prigi dan Kupang),
sebagaimana disampaikan oleh Iskandar dan Novita (2000).

6

Gambar 3 Bentuk sambungan lunas

Gambar 4 linggi haluan pada lunas

Gambar 5 posisi penyambungan linggi
buritan pada lunas

Gambar 6 Gading-gading dan papan kulit
dasar yang terpasang di bagian buritan

Gambar 7 Gading-gading dan papan kulit
yang terpasang di bagian haluan

Gambar 8 Gading-gading yang sudah
terpasang sempurna

7

Gambar 9 Galar, balok geladak dan papan
geladak yang sudah terpasang

Gambar 10 Rangka rumah kapal

Lubang palka
Gambar 11 Kotak palka ikan yang sudah
jadi

Gambar 12 lubang palka pada
lambung kapal

Konstruksi utama kapal
Material konstruksi utama KM. Karunia Nusantara
Biro Klasifikasi Indonesia (1996) menyebutkan bahwa dalam pemilihan
material, beberapa sifat penting yang harus diperhatikan adalah tidak ada celah,
tidak ada cacat yang membahayakan, tahan binatang laut, serta tahan terhadap
perubahan kondisi kering dan basah. Sifat-sifat kayu tersebut dapat dilihat
berdasarkan kelas awet (KA) dan kelas kuatnya (KK). Oleh karena itu, untuk
menjamin kekuatan konstruksi kapal, BKI telah merekomendasikan jenis kayu
tertentu untuk bagian-bagian konstruksi kapal.

8
Material yang digunakan untuk membuat KM. Karunia Nusantara adalah
kayu laban (Vitex pubesceus Vahl). Pengrajin kapal di Aceh biasanya
menggunakan jenis kayu ini, karena menurut mereka kayu laban kuat dan mudah
didapatkan. Menurut BKI (1996), kayu laban dapat digunakan untuk seluruh
bagian konstruksi kapal. Kelas awet kayu laban adalah I sedangkan kelas kuatnya
adalah I-II. Hasil kajian Ahmad dan Nofrizal (2009) menunjukkan bahwa kayu
laban dengan volume 112,5 cm3 memiliki masa 101,80 gr, berat jenis 0,90 gr/cm3,
kuat tekanan 52,71 kN dan memiliki kuat bahan 585,82 kN/m2.
Karakteristik kayu laban menurut BKI (1996) adalah sebagai berikut;
1) Kayu laban yang selalu berhubungan dengan tanah lembab, dapat bertahan
hingga 8 tahun;
2) Kayu laban hanya terbuka terhadap angin dan iklim tetapi dilindungi
terhadap pemasukan air dan kelemasan, dapat bertahan hingga 20 tahun;
3) kayu laban yang digunakan dibawah atap tidak berhubungan dengan tanah
lembab dan dilindungi terhadap kelemasan, maka umur kayu tak terbatas;
dan
4) kayu laban tidak dimakan oleh rayap.
Bagian konstruksi utama KM. Karunia Nusantara
Bagian utama konstruksi kapal adalah bagian yang menentukan kekuatan
kapal dan kemampuan kapal dalam melakukan operasi penangkapan ikan, bagian
konstruksi kapal haruslah menggunakan bahan yang kuat dan ringan. Bagianbagian konstruksi kapal juga sebaiknya tidak menggunakan banyak sambungan.
Menurut Pasaribu (1987), sistem konstruksi kapal yang tidak memiliki sambungan
akan memberikan beban konstruksi merata, sehingga badan kapal menjadi lebih
kuat dan tegar. Sistem konstruksi yang menggunakan sambungan akan
menimbulkan kelemahan akibat lubang baut dan mengurangi luas penampang.
Bagian konstruksi yang diteliti adalah 1) lunas, 2) linggi haluan, 3) linggi
buritan, 4) papan kulit, 5) gading-gading, 6) galar, dan 7) balok geladak. Ke-tujuh
bagian konstruksi yang dimaksud, disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Posisi konstruksi utama pada kapal KM. Karunia Nusantara (Gambar
non skala)

9
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai penunjuk L(B/3+D)
untuk KM. Karunia Nusantara adalah 24 m2 dan untuk nilai penunjuk (B/3+D)
adalah 2 m2. Berdasarkan nilai penunjuk tersebut, diperoleh ukuran-ukuran
penampang yang disarankan oleh BKI, seperti yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Dimensi konstruksi KM. Karunia Nusatara dengan ketentuan BKI
No

1.

Bagian
konstruksi

12
14

13,3
19,2

(-) 1,3
(-) 5,2

12
16

13,3
20,3

(-) 1,3
(-) 4,3

4
15

3
34

(+) 1
(-) 19

4,5
9
52,1

6,08
9,43
29,6

(-) 1,58
(-) 0,43
(+) 22,5

9,0
4,5

16,1
4,3

(-) 5,1
(+) 0,2

9,0
4,5

18,9
4,5

(-) 9,9
0

4,5 dan 6,0
9,0
36 –41

4,4
5,7
44,1

(+) 0,1- 1,6
(+) 3,3
(-)8,1-3,1

Galar balok
tinggi
tebal

Galar kim
tinggi
tebal
7.

(-) 3,8
(-) 9,1
-

Gading-gading
tebal
tinggi
jarak gading

6.

15,8
23,1
-

Papan kulit
tebal
lebar

5.

12
14
9100

Linggi buritan
lebar
tinggi

4.

Selisih antara
kapal KM. Karunia
Nusantara dan BKI
(cm)

Linggi haluan
lebar
tinggi

3.

Nilai BKI (cm)*

Lunas
lebar
tinggi
panjang

2.

Ukuran konstruksi
KM. Karunia
Nusantara (cm)

Balok geladak

lebar
tinggi
jarak balok
*)
Sumber BKI (1996)

1) Lunas
Lunas merupakan bagian konstruksi kapal yang pertama dibangun dalam
proses pembuatan kapal. Lunas merupakan konstruksi bagian bawah berbentuk
balok yang dipasang memanjang dari belakang kapal hingga bagian depan kapal.
Bagian ini merupakan konstruksi utama sebuah kapal yang berfungsi sebagai
penyangga dan melekatnya bagian-bagian kapal seperti linggi haluan,linggi
buritan dan gading-gading.
Hasil penelitian diketahui bahwa KM. Karunia Nusantara memiliki panjang
12,10 m dengan panjang lunas kapal 9,10 m. Kapal ini tidak memiliki lunas
dalam. Hal tersebut sudah sesuai dengan yang disarankan oleh BKI, bahwa kapal

10
yang memiliki nilai penunjuk L(B/3+D) lebih kecil dari 140 tidak perlu
menggunakan lunas dalam. Menurut BKI kapal yang panjangnya kurang dari 14
m, disarankan untuk menggunakan satu balok saja dalam pembuatan lunasnya.
Akan tetapi, KM. Karunia Nusantara menggunakan 2 buah balok yang disambung
untuk pembuatan lunasnya. Hal tersebut dikhawatirkan dapat menyebabkan kapal
memiliki titik lemah pada lunas di bagian sambungannya. Menurut keterangan
pengrajin kapal, lunas KM. Karunia Nusantara terpaksa menggunakan 2 buah
balok karena sulit untuk mendapatkan balok dengan ukuran panjang mencapai
9,10 meter.
Sambungan pada lunas pada KM. Karunia Nusantara berada di bagian
tengah kapal dengan tinggi sambungan 7 cm dan panjang sambungan 120 cm
seperti yang terlihat pada Gambar 14. Menurut BKI panjang sambungan antara
lunas sudah sesuai karena panjangnya lebih dari 5 kali tinggi balok. Posisi
sambungan berada di bagian tengah kapal, posisi tersebut sudah tepat karena tidak
berada pada bagian buritan kapal atau di bawah mesin utama. Bentuk sambungan
pada lunas KM. Karunia Nusantara adalah plain scarph (Soekarsono, 1995),
bentuk sambungan tersebut sudah sesuai dengan aturan BKI.

Gambar 14 Konstruksi lunas dan sambungannya KM. Karunia Nusantara
(Gambar non skala)
Balok lunas yang digunakan mempunyai tinggi 14 cm dan lebar 12 cm.
Menurut ketentuan yang diajukan oleh BKI, seharusnya lunas memiliki ukuran
tinggi 23,1 cm dan lebar 115,8 cm. Dengan demikian, ukuran lunas kapal tersebut
memiliki deviasi, sebesar (-) 9,1 cm untuk tinggi lunas dan (-) 3,8 cm untuk lebar
lunas. Kondisi ini menunjukkan bahwa luas penampang lunas KM. Karunia
Nusantara lebih kecil jika dibandingkan dengan aturan BKI. Hal ini akan
berdampak pada kekuatan memanjang kapal di bagian lunas berkurang, akan
tetapi membuat kapal lebih ringan. Ukuran balok yang kecil dan memiliki
sambungan membuat kapal rawan untuk mengangkut beban berat terlebih pada
bagian sambungannya. Lunas adalah penyangga beberapa konstruksi utama kapal
seperti linggi haluan, linggi buritan, papan kulit dan gading-gading. Jadi ukuran
konstruksi lunas KM. Karunia Nusantara yang lebih kecil dari ketentuan BKI
dapat mempengaruhi beberapa kekuatan konstruksi utama kapal tersebut.

11
2) Linggi haluan
Linggi haluan adalah bagian konstruksi utama kapal yang terletak di
bagian haluan kapal dan merupakan salah satu kekuatan memanjang kapal. Salah
satu fungsi dari linggi haluan adalah untuk memecah ombak ketika berlayar. Di
dalam bahasa Aceh linggi haluan biasa disebut “ule susop”. Umumnya kapalkapal di Aceh dilengkapi ban yang dipasang di ujung linggi. Ban tersebut
berfungsi untuk mengurangi dampak benturan terhadap kapal. Pada KM. Karunia
Nusantara sambungan antara lunas dan linggi haluan menggunakan balok yang
diletakkan pada bagian dalam (balok sambungan) dan dilengkapi dengan plat baja
pada setiap sisinya (plat sambungan), untuk melekatkan balok sambungan dan plat
sambungan nelayan menggunakan mur dan baut (Gambar 15).

Gambar 15 Konstruksi linggi haluan dan balok sambungannya KM. Karunia
Nusantara (Gambar non skala)
Hasil pengukuran diketahui bahwa panjang balok linggi haluan 2,70 m
dengan tinggi 14 cm dan lebar 12 cm. Menurut ketentuan yang diajukan oleh BKI,
maka seharusnya linggi haluan pada KM. Karunia Nusantara memiliki tinggi 19,2
cm dan lebar 13,3 cm. Kondisi ini menunjukkan bahwa ukuran balok linggi
haluan KM. Karunia Nusantara lebih kecil jika dibandingkan dengan standar BKI.
Hal ini mengakibatkan luas penampang linggi haluan KM. Karunia Nusantara
lebih kecil dari standar BKI, sehingga kekuatan linggi haluan pada KM. Karunia
Nusantara menjadi lebih lemah apabila kapal terkena benturan di area linggi
haluan.
Sambungan linggi haluan di daerah Aceh berbeda dengan sambungan yang
ada di Pamekasan Madura, seperti pada Gambar 16. Di tempat tersebut, bentuk
potongan ujung lunas dan linggi haluan yang saling bertautan berbentuk plain
scarph. Lain halnya dengan di Aceh, dimana bentuk potongan ujung lunas dan
linggi haluan yang saling bertautan berbentuk datar. Sambungan linggi haluan di
Aceh lebih baik, karena sambungannya menggunakan plat besi dan balok di
bagian dalam, hal tersebut dapat menambah kekuatan sambungan lunas dan linggi
haluan.

12

Sumber: Arofik (2007)

Gambar 16 Sambungan linggi haluan dengan lunas pada kapal payang di
Pamekasan Madura
3) Linggi buritan
Linggi buritan merupakan konstruksi utama kapal yang terletak di
buritan kapal. Linggi buritan juga sebagai tempat melekatkan papan kulit dan juga
berfungsi sebagai lubang poros untuk propeller kapal. Konstruksi linggi,
sambungan antara linggi dan lunas beserta poros yang terdapat di bagian tengah
linggi disajikan pada Gambar 17.
Linggi buritan memiliki tinggi 16 cm dan lebar 12 cm. Menurut ketentuan
BKI ukuran tinggi dan lebar linggi buritan seharusnya 20,3 cm dan 13,3 cm.
Artinya, luas penampang linggi buritan KM. Karunia Nusantara lebih kecil dari
aturan BKI. Kondisi ini diperkirakan akan mengurangi kekuatan konstruksi kapal.
Lubang poros untuk propeller pada KM. Karunia Nusantara memiliki luas
lingkaran 12,56 cm2 dengan diameter 4 cm. Menurut BKI (1996), lebar linggi
baling-baling harus sedemikian rupa, sehingga pada samping lubang untuk tabung
buritan masih ada tebal kayu paling sedikit 0,25 kali lebar linggi pada setiap sisi
dan sekurang-kurangnya sama dengan tebal papan kulit. Jika dihitung 0,25 kali
lebar dari 12 cm maka nilainya adalah 3 cm, sedangkan untuk KM. Karunia
Nusantara memiliki masing-masing lebar sisi disamping lubang adalah 4 cm. Jadi
untuk konstruksi lubang poros sudah sesuai dengan aturan BKI.

Gambar 17 Konstruksi lubang poros, linggi buritan dan sambungannya antara
linggi buritan dan lunas KM. Karunia Nusantara (Gambar non skala)

13

4) Papan kulit
Papan kulit adalah bagian penentu kekuatan membujur badan kapal. Papan
kulit dipasang mulai bagian buritan hingga bagian haluan, papan kulit juga
berfungsi untuk mencegah air masuk ke badan kapal sehingga kapal mempunyai
daya apung.
Pada pembuatan kapal ini pemasangan papan kulit mendahului
pemasangan gading-gading. Pengerjaan papan kulit dimulai dengan
melengkungkan papan yang letaknya di bagian haluan. Pelengkungan papan ini
dilakukan dengan memanaskan papan pada api dan sebagai alat bantu digunakan
tiang dan tali sebagai penahan agar sesuai dengan bentuk yang dibutuhkan seperti
yang terlihat pada Gambar 18.

Gambar 18 pelengkungan papan kulit pada
bagain haluan

Gambar 19 Pemasangan seng pada bagian
kapal yang terendam air

Gambar 20 menunjukkan bentuk konstruksi papan kulit dan
sambungannya. Menurut BKI (1996), menyebutkan bahwa sambungan papan
lajur sisi atas dengan sambungan galar balok dan tutup sisi geladak tidak boleh
terletak dalam satu bidang. Hasil penelitian di atas kapal menunjukkan bahwa
sambungan antara papan kulit berbentuk plain scarph dan sambungan antara
papan kulit pada lambung kapal tidak berada pada satu bidang sedangkan
sambungan antara galar berada di haluan kapal. Sambungan antara kulit kapal
pada KM. Karunia Nusantara sudah sesuai dengan ketentuan BKI. Bentuk
sambungan papan kulit pada KM. Karunia Nusantara yang berada di Aceh sama
dengan beberapa daerah lain di Indonesia, seperti halnya pada penelitian Umam
(2007) di Pulau Tidung dan penelitian Nofriyan (2012) di Muara Baru, Jakarta
Utara.
Papan kulit KM. Karunia Nusantara memiliki tebal 4 cm dan lebar 15 cm.
Menurut ketentuan yang diajukan oleh BKI dengan penunjuk L(B/3+D)
seharusnya tebal papan kulit adalah 3 cm dan lebar 34 cm. Jadi secara keseluruhan
pemasangan papan kulit dan konstruksinya sudah sesuai dengan ketentuan BKI
tetapi ukurannya tidak sesuai dengan standar BKI. Setelah papan kulit di pasang,

14
maka bagian papan kulit yang terendam air akan dilapisi oleh ter (aspal cair),
kertas semen dan terakhir dilapisi oleh seng, seperti yang terlihat pada Gambar 19.

Gambar 20 Konstruksi papan kulit dan sambungan antara papan kulit KM.
Karunia Nusantara (Gambar non skala).
5) Gading gading
Gading-gading adalah konstruksi pada kapal yang memiliki peranan yang
sangat penting. Soegiono (2006) dalam kamus teknik perkapalan menyebutkan
bahwa gading-gading adalah salah satu anggota kerangka kapal melintang yang
dipasang pada sisi kapal mulai dari bilge sampai geladak atau dari geladak sampai
geladak di atasnya. Gading-gading merupakan tempat melekatnya kulit atau
lambung kapal agar bentuknya tidak berubah atau dengan kata lain bahwa gadinggading adalah pembentuk badan kapal. Selain sebagai tempat melekatnya kulit
atau lambung kapal, gading-gading juga berfungsi sebagai tempat melekatnya
galar dan sekaligus sebagai tumpuan balok geladak kapal.
Gading-gading KM. Karunia Nusantara terdiri atas tiga balok yang
kemudian disambung untuk membentuk konstruksi gading-gading. Konstruksi
gading-gading bagian haluan cenderung berbentuk V (Gambar 21), sedangkan
bagian tengah hingga buritan, gading-gading kapal berbentuk U, seperti yang
disajikan Gambar 22.

Gambar 21 Konstruksi gading-gading yang terletak pada haluan KM. Karunia
Nusantara (Gambar non skala)

15

Gambar 22 Konstruksi gading yang terletak di Bagian Midship (nomor 16,17,18)
KM. Karunia Nusantara (Gambar non skala)
Hasil pengukuran diketahui bahwa gading-gading KM. karunia Nusantara
masing-masing memiliki tebal 4,5 cm x tinggi 9 cm dan jarak antar gading-gading
sebesar 52,1 cm. Berdasarkan ketentuan yang diajukan BKI, seharusnya gadinggading memiliki tebal 6,08 cm x tinggi 9,43 cm dan jarak antara gading-gading
adalah 29,6 cm. Jadi terdapat nilai deviasi masing-masing tebal (-)1,57 cm x
tinggi (-)0,43 cm dan jarak antara gading-gading memiliki deviasi sebesar
(+)22,5 cm. Secara keseluruhan gading-gading pada KM. Karunia Nusantara lebih
kecil dari aturan BKI, sehingga mengurangi kekuatan konstruksi gading-gading
dan mengurangi kekuatan kasko kapal terhadap hempasan ombak.
Sambungan antara gading-gading di daerah Aceh berbeda dengan
sambungan yang ada di Pamekasan Madura dan di Balukumba, Sulawesi Selatan,
seperti yang terlihat pada Gambar 23 dan Gambar 24. Di kedua tempat tersebut
sambungan antara konstruksi gading-gading berbentuk scraph. Lain halnya
dengan di Aceh, dimana bentuk sambungan antara konstruksi gading-gading
tersebut berbentuk datar.

16

Sumber: Arofik (2007)

Gambar 23 Konstruksi gading-gading dan sambungannya di Pamekasan Madura

Sumber: Rahman (2009)

Gambar 24 Konstruksi gading-gading dan sambungannya di daerah Bulukumba,
Sulawesi selatan
6) Galar
Galar adalah balok yang letaknya memanjang dari haluan hingga ke
buritan kapal, galar merupakan kekuatan konstruksi kapal secara memanjang.
Galar berfungsi untuk mengikat dan menambah kekuatan kapal secara
memanjang. Menurut BKI (1996), ada dua jenis galar berdasarkan letaknya yaitu
galar kim dan galar balok seperti yang terlihat pada Gambar 25. Dalam bahasa
daerah Aceh galar sering disebut dengan “kaye panyang”
Galar kim terletak di sisi kapal. Jumlah galar kim pada KM. Karunia
Nusantara 2 balok untuk tiap sisinya. Berdasarkan hasil pengukuran, diketahui
bahwa luas penampang galar kim 1 dan galar kim 2 sama yaitu tinggi 9,0 cm dan
tebal 4,5 cm. Menurut ketentuan yang diajukan oleh BKI, seharusnya galar kim
memiliki ukuran tinggi 18,9 cm dan tebal 4,5 cm. Dengan demikian, ukuran galar
kim pada kapal tersebut memiliki deviasi sebesar (-)9,9 cm dan untuk tingginya
sudah sesuai dengan standar BKI. Namun ukuran tersebut dapat diperkecil hingga
10%.
Galar balok terletak di bawah balok geladak kapal. Selain berfungsi
sebagai penyambung dan penguat gading-gading kapal, galar balok juga berfungsi
sebagai tempat bertumpunya balok geladak. Hasil pengukuran didapatkan bahwa
balok yang digunakan mempunyai panjang 9 cm dan tebal 4,5 cm. Menurut BKI,
maka seharusnya galar balok memiliki ukuran tinggi 16,1 cm dan tebal 5,01 cm.
Dengan demikian ukuran galar balok kapal tersebut memiliki deviasi sebesar ()5,1 cm untuk tingginya dan (+) 0,2 cm untuk tebalnya . Jarak antara galar adalah
57 cm.
Ukuran galar kim dan galar balok pada KM. Karunia Nusantara secara
keseluruhan lebih kecil dari ukuran yang ditentukan oleh BKI, hal tersebut

17
dikawatirkan akan mengurangi kekuatan memanjang kapal. Ukuran balok yang
kecil pada galar balok sangat mempengaruhi kekuatan dari dek kapal karena galar
balok berfungsi sebagai penumpu balok dek. Secara umum, konstruksi galar di
beberapa daerah di Indonesia hampir sama, tetapi jumlah galar yang digunakan
berbeda disesuaikan dengan ukuran kapal. Sebagai contoh pada penelitian Arofik
(2012), kapal yang berukuran 3 GT hanya menggunakan 1 buah galar di setiap
sisinya.

Gambar 25 Konstruksi dan posisi galar pada KM. Karunia Nusantara (Gambar
tanpa skala)
7) Balok geladak
Balok geladak merupakan tempat di mana papan geladak dipasang. Balok
geladak terletak pada bagian sisi gading-gading dan di bawah papan geladak
sebagai penumpu. Konstruksi ini dipasang mulai dari haluan hingga buritan kapal
dan selalu terangkai dengan gading-gading. Balok geladak dirangkai ke gadinggading menggunakan mur dan baut, seperti yang terlihat pada Gambar 26. Dalam
bahasa daerah Aceh balok geladak biasa disebut “lager dek”
Menurut BKI (1996), jarak antara satu balok geladak dengan balok
geladak yang lain dapat diperbesar sampai 10% dari pada jarak rata-rata asalkan
jarak balok pada sisi yang lain dikurangi dengan persentase yang sama. Jarak ratarata antara balok dek KM. Karunia Nusantara adalah 39,6 cm . Jadi jika
diperbesar ukuran maksimum antar balok seharusnya adalah 43,5 cm, sedangkan
jarak maksimum antara balok geladak pada KM. Karunia Nusantara adalah 41 cm.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa jarak antara balok geladak
sudah sesuai dengan aturan BKI.
Hasil pengukuran dapat diketahui bahwa panjang balok geladak pada
bagian terbesar kapal adalah 2,30 m dengan tinggi 9 cm, lebar 4,5 cm dan 6 cm.
Menurut ketentuan yang diajukan oleh BKI dengan penunjuk L(B/3+D) 41,95 m2,
maka seharusnya balok geladak memiliki ukuran tinggi 5,7 cm dan lebar 4,4 cm,
sehingga ukuran geladak balok kapal tersebut memiliki deviasi dibandingkan
dengan BKI. Secara keseluruhan luas penampang balok geladak KM. Karunia

18
Nusantara sudah sesuai aturan BKI. Ukuran balok dek berbeda-beda karena
disesuaikan dengan posisinya pada kapal. Ukuran balok yang paling besar terletak
pada bagian palka, rumah kapal, dan di atas mesin utama

Gambar 26 Konstruksi dan posisi balok dek pada KM. Karunia Nusantara
(Gambar tanpa skala)

Berdasarkan hasil kajian terhadap KM. Karunia Nusantara sebagaimana
telah dipaparkan di atas, diketahui bahwa sebagian besar bentuk konstruksi utama
dan bentuk sambungan konstruksi kapal relatif sama dengan kapal-kapal ikan di
Pemekasan dan Bulukumba, kecuali linggi haluan dan gading-gading. Adapun
berdasarkan telaah terhadap ukuran penampang konstruksi utama kapal, ukuran
penampang konstruksi utama KM. Karunia Nusantara yang lebih kecil jika
dibandingkan dengan ketentuan yang ditetapkan BKI sebesar 94,4%. Ukuran
penampang konstruksi KM Karunia Nusantara yang lebih kecil dari ukuran yang
ditetapkan BKI, juga terjadi pada beberapa kapal-kapal ikan di Indonesia
sebagaimana hasil kajian terhadap kapal ikan di Pamekasan Madura oleh Arofik
(2007), di Indramayu oleh Iskandar (1990), di Pulau Tidung oleh Umam (2007),
di PPN Palabuhanratu oleh Mullah (2010) dan di PPI Muara Angke oleh
Febriyansyah (2009). Lebih kecilnya ukuran penampang konstruksi KM Karunia
Nusantara jika dibandingkan dengan standar BKI, diduga akan mengakibatkan
kekuatan konstruksi kapal tidak sebaik apabila dibangun mengikuti standar BKI.
Akan tetapi, walaupun memiliki ukuran penampang konstruksi yang lebih kecil
jika dibandingkan dengan standar BKI, kapal-kapal ikan di Indonesia telah
menunjukkan kemampuan untuk beroperasi di berbagai perairan di Indonesia
dalam jangka waktu yang cukup lama (Iskandar dan Pujiati,1995). Di sisi lain,
lebih kecilnya ukuran penampang konstruksi kapal tersebut memberikan
keuntungan pada bobot kapal. Bobot kapal akan menjadi lebih ringan jika

19
dibandingkan dengan kapal yang dibangun dengan ukuran konstruksi sesuai
dengan standar BKI. Lebih ringannya bobot kapal, pada akhirnya akan
meningkatkan kapasitas tampung muatan di atas kapal.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1) KM. Karunia Nusantara dibangun secara tradisional dan tahap
pembuatannya diawali dengan pemasangan linggi haluan dan lunas,
pemasangan linggi buritan, pemasangan gading-gading dasar,
pemasangan papan kulit lambung secara keseluruhan, pemasang gadinggading secara keseluruhan pemasangan galar, balok geladak dan rangka
rumah kapal, dan selanjutnya pemasangan papan geladak dan palka;
2) Bahan yang digunakan untuk pembuatan KM. Karunia Nusantara adalah
kayu laban (Vitex pubesceus vahl), kayu tersebut digunakan untuk semua
bagian konstruksi utama kapal dan penggunaan kayu tersebut sudah
sesuai dengan rekomendasi BKI; dan
3) Ukuran konstruksi utama kapal yang tidak sesuai dari rekomendasi BKI
sebesar 94,4%
Saran
1) Perlu adanya pembaharuan dalam rekomendasi yang diajukan oleh BKI
dan rekomendasi seharusnya tidak digeneralisasi untuk setiap daerah;
2) Perlunya penelitian yang lebih lanjut dengan mengambil beberapa sampel
kapal untuk di daerah Aceh agar dapat diketahui apakah pembangunan
kapal di Aceh secara keseluruhan sesuai atau tidak dengan aturan BKI.
Karena menurut penulis kapal di Aceh bertahan hingga 10-20 tahun; dan
3) Pemerintah dan pengrajin harus bekerja sama untuk menentukan ukuran
konstruksi yang sesuai.
4) Seharusnya sambungan antara konstruksi utama kapal menggunakan
bentuk sambungan hook scraph.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad M, Nofrizal. 2009. Tentang Pelapukan Kapal Kayu. Jurnal Perikanan dan
Kelautan. Volume 14(2):135-146.
Arofik. 2007. Desain dan Konstruksi Kapal Payang di Pamekasan Madura.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BKI] Biro Klasifikasi Indonesia. 1996. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu.
Jakarta(ID).

20
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. 2004. Laporan Tahunan
Statistik Perikanan Tangkap 2004. Banda Aceh (ID): DKP Provinsi Aceh
Febriyansyah B. 2009. Kesesuain Ukuran Beberapa Bagian Konstruksi Kapal
Ikan di PPI Muara Angke Jakarta Utara dengan Aturan Biro Klasifikasi
Indonesia.[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessel. Rome : FAO of UnitedNation.
320p.
Iskandar BH. 1990. Studi Tentang Desain dan Konstruksi Kapal Gillnet di
Indramayu. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Iskandar BH, Novita Y. 2000. Tingkat Teknologi Pembangunan Kapal Ikan Kayu
Tradisional di Indonesia. Jurnal Buletin PSP. IX(2):53-67.
Iskandar BH, Pujiati S. 1995. Keragaan Teknis Kapal Perikanan di Beberapa
Wilayah Indonesia. Laporan Penelitian (tidak dipublikasikan). Bogor(ID):
Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Mullah A. 2010. Kesesuaian Ukuran Beberapa Bagian Konstruksi Kapal
Penangkap Ikan di PPN Palabuhanratu Jawa Barat dengan Aturan Biro
Klasifikasi Indonesia. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nofriyan N. 2012. Desain dan Konstruksi Kapal Penangkap Cumi-Cumi KM.
Cahaya Alam Tiga di Galangan Kapal PT. Proskuneo Kadarusman Muara
Baru, Jakarta Utara. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nomura M, Yamazaki T. 1977. Fishing Techniques. Tokyo : Japan Internasional
Cooperasion Agency (JICA).
Novita Y, Iskandar BH. 2008. Hubungan Antara Bentuk Kasko Model Kapal Ikan
Dengan Tahanan Gerak. Jurnal Buletin PSP. XVII(3):315-324.
Pasaribu BP. 1987. Material Kayu Utuh dan Kayu Sambungan untuk Konstruksi
Kapal Penangkapan Ikan. Jurnal Buletin PSP. 1(2):30-46.
Soekarsono NA. 1995. Bangunan Kapal dan Ilmu Kemaritiman. Jakarta: PT
Pamator Pressindo.
Umam M. 2007. Desain dan Konstruksi Kapal Purse seine ”Semangat Baru” di
Galangan Kapal Pulau Tidung. [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

21

LAMPIRAN
1) Luas penampang konstruksi utama menurut BKI (1996)
Luas penampang lunas dan linggi haluan

22
Luas penampang kulit luar

23
Luas penampang gading-gading

24

lanjutan

lanjutan

25
Luas penampang galar balok dan galar kim

26
Lanjutan

27
Luas penampang balok geladak

28
Lanjutan

29
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Langsa, Aceh pada tanggal 27 April tahun 1992
dari pasangan Bapak Nasiruddin dan Ibu Hidayati. Penulis merupakan anak
pertama dari enam bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar
pada tahun 2004 di SD Negeri 7 Langsa, pada tahun 2007 penulis menyelesaikan
pendidikan sekolah menengah pertamanya di SMP Negeri 1 Langsa. Tahun 2010
penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Plus Al-Azhar,
sempat menjadi ketua OSIS di SMA Plus Al-Azhar Medan dan menjadi delegasi
dari Indonesia untuk mengikuti perkemahan peringkat kebangsaan di Pulau
Pinang, Malaysia. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur
USMI di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Selama masa perkuliahan penulisi aktif berorganisasi di Badan Eksekutif
Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) IPB. penulis juga pernah menjabat
sebagai President of IPB Business Festival 2013 (IBF). Menjabat sebagai wakil
ketua To Be The Fishermen (TBTF). Pernah menjadi pengurus Leadership and
Entrepreneurship School IPB (LES). Menjadi pengurus Career Development
Training (CDT). Menjadi pengurus Pengembangan Minat dan Bakat (PMB) dan
Badan Pengawas Himpro di Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan (Himafarin).