Aktivitas Pendaratan dan Pemasaran Hasil Tangkapan di Pangkalan-Pangkalan Pendaratan Ikan Kabupaten Ciamis

(1)

FAHMI FAHRIZAL, C44070050. Aktivitas Pendaratan dan Pemasaran Hasil Tangkapan di Pangkalan-Pangkalan Pendaratan Ikan Kabupaten Ciamis. Dibimbing oleh ANWAR BEY PANE dan DINARWAN.

Aktivitas perikanan tangkap di Kabupaten Ciamis didukung dengan adanya Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang tersebar di 5 kecamatan. Aktivitas kepelabuhanan perikanan yang terdapat di PPI tersebut diantaranya adalah aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan. Kedua aktivitas tersebut memerlukan fasilitas yang memadai dan penanganan yang cermat karena ikan merupakan komoditas perishable. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi aktual kepelabuhanan perikanan serta aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan di 5 lokasi PPI di Kabupaten Ciamis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi kepelabuhanan perikanan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis saat ini masih sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari fasilitas kepelabuhanan perikanan di 5 lokasi tersebut masih sangat minim. Semua PPI yang ada di Kabupaten Ciamis memanfaatkan tepi pantai atau muara sungai sebagai tempat pendaratan alami. PPI Batu Karas merupakan PPI dengan jumlah pendaratan dan volume pendaratan hasil tangkapan paling banyak dibandingkan dengan PPI lainnya. Hasil tangkapan yang didaratkan di hampir semua PPI yang ada di Kabupaten Ciamis dipasarkan melalui aktivitas pelelangan ikan kecuali di PPI Pangandaran. Hasil tangkapan tersebut dipasarkan untuk konsumsi masyarakat lokal di sekitar PPI, Kabupaten Ciamis dan luar Kabupaten Ciamis. Jenis ikan ekonomis penting yaitu udang, lobster dan layur diekspor ke Jepang, Cina dan Korea Selatan. Rasio NP/P dan indeks relatif nilai produksi yang diperoleh PPI Kalipucang pada tahun 2010 lebih besar dari PPI lainnya. Hal ini disebabkan karena hasil tangkapan yang didaratkan dan dipasarkan di PPI ini bersifat homogen, yaitu hanya terdiri dari udang lobster yang memiliki nilai ekonomis sangat tinggi.


(2)

FAHMI FAHRIZAL, C44070050. The Activity of Landing and Marketing of Fish Catches in Fishing Landing Bases at Ciamis Regency. Supervised by ANWAR BEY PANE and DINARWAN.

Marine fisheries activities at Ciamis Regency is supported by the fishing landing bases (PPI) spread out over 5 sub-district. Some of the activities in these PPI are landing and marketing of fish catches. Both of these activities require adequate facilities and careful handling because fish is a perishable commodity. The purpose of this research are to know the actual condition of the fishing ports, the activity of landing and marketing of fish catches in 5 locations of PPI at Ciamis Regency. This research used the survey method and descriptive data analysis. The results showed that fishing port facilities in 5 locations of PPI at Ciamis Regency is still very lacking. All of PPI at Ciamis Regency uses beach and estuary of the river as a place for landing of the fish catches. PPI Batu Karas has the most of number and volume of landing fish catches than the others. The fishes landed on all of PPI at Ciamis Regency are marketed through the fish-trading activity, except at PPI Pangandaran. The fishes are marketed for consumption of local communities around the PPI, inside and outside of the Ciamis Regency. Some types of fish that has high economic value such as shrimp, lobster and hairtails are exported to Japan, China and South Korea. NP/P ratio and relative value of production index gained PPI Kalipucang in 2010 is bigger than the others. This is because the fish were landed at this PPI are homogeneous, consisting only of lobster that has high economic value.

Keywords : Ciamis Regency, fish catches, fishing landing base (PPI), landing, marketing


(3)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Camis merupakan salah satu kabupaten yang terletak di selatan Jawa Barat, memiliki wilayah pesisir dan laut dengan panjang garis pantai sepanjang 91 km dengan luas laut mencapai 67.340 ha yang meliputi 6 kecamatan. Sejumlah alat tangkap seperti gillnet, trammel net, pukat pantai, jaring dogol, pancing rawai dan bagan beroperasi di perairan Kabupaten Ciamis (DKP Kabupaten Ciamis, 2011).

Aktivitas perikanan tangkap di Kabupaten Ciamis didukung dengan adanya Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang tersebar di 5 kecamatan, yaitu Pangandaran, Parigi, Cijulang, Cimerak dan Kalipucang. Selain itu, terdapat restoran seafood, hotel dan industri pengolahan ikan yang memanfaatkan produksi hasil tangkapan ikan di Kabupaten Ciamis.

Aktivitas yang terdapat di suatu Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) diantaranya adalah aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan. Kedua aktivitas tersebut memerlukan fasilitas yang memadai dan penanganan yang tepat karena ikan merupakan komoditas perishable atau mudah membusuk. Berdasarkan pengamatan awal peneliti, keberadaan fasilitas kepelabuhanan perikanan yang terkait dengan aktivitas pendaratan hasil tangkapan di beberapa lokasi PPI di Kabupaten Ciamis masih sangat minim. Sebagai contoh di PPI Pangandaran Kecamatan Pangandaran dan PPI Batu Karas Kecamatan Cijulang, nelayan menggunakan tepi pantai sebagai tempat untuk berlabuh dan mendaratkan hasil tangkapan karena tidak adanya kolam pelabuhan dan dermaga. Selain itu, proses penanganan hasil tangkapan di PPI tersebut masih sangat kurang.

Aktivitas pendaratan hasil tangkapan merupakan suatu proses yang pertama kali dilakukan setelah kapal kembali dari operasi penangkapan ikan dan bertambat di dermaga pendaratan di suatu pelabuhan perikanan. Dalam proses pendaratan hasil tangkapan, diperlukan pembongkaran cepat dan penanganan yang tepat agar kualitas hasil tangkapan dapat terjaga. Penyeleksian hasil tangkapan juga harus dilakukan secara cermat agar terseleksi dengan baik menurut spesies, ukuran dan


(4)

kualitas ikan tersebut. Hal ini disebabkan harga jual akan berbeda menurut spesies, ukuran dan atau kualitas.

Ikan yang telah didaratkan selanjutnya dipasarkan dan sebaiknya melalui pelelangan ikan. Lubis (2012) menjelaskan, pelabuhan perikanan sebagai pusat ekonomi perikanan merupakan satu komponen penting dalam sistem perikanan tangkap yang perlu dimanfaatkan, diorganisir dan dikelola sebaik-baiknya. Pemasaran hasil tangkapan melalui aktivitas pelelangan merupakan salah satu aktivitas terpenting di suatu pelabuhan perikanan, sehingga perlu dikelola secara optimal. Aktivitas lelang ini berpengaruh terhadap harga ikan yang dijual sehingga akan menentukan berapa besaran pendapatan nelayan (nelayan pemilik dan nelayan buruh). Pelelangan ikan merupakan satu-satunya mekanisme pemasaran ikan yang bertujuan untuk mendapatkan harga yang layak bagi nelayan dan pedagang. Berdasarkan hasil pengamatan awal peneliti, pemasaran hasil tangkapan di PPI Pangandaran tidak melalui aktivitas pelelangan ikan.

Hal-hal diatas mengindikasikan bahwa di PPI-PPI Kabupaten Ciamis masih memiliki permasalahan-permasalahan terkait dengan pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan. Oleh karena itu, penelitian “Aktivitas Pendaratan dan Pemasaran Hasil Tangkapan di Pangkalan-Pangkalan Pendaratan Ikan Kabupaten Ciamis” penting untuk dilakukan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada semua pihak yang terkait dalam aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan di 5 lokasi PPI yang terdapat di Kabupaten Ciamis.

1.2 Permasalahan

Permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah :

1) Belum diketahuinya kondisi aktual kepelabuhanan perikanan mengenai jumlah volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan, unit penangkapan ikan serta keberadaan fasilitas kepelabuhanan perikanan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis.

2) Belum diketahuinya kondisi aktual aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis.


(5)

1.3 Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1) Mengetahui kondisi aktual kepelabuhanan perikanan mengenai jumlah volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan, unit penangkapan ikan serta keberadaan fasilitas kepelabuhanan perikanan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis.

2) Mengetahui kondisi aktual aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

1) Memberikan informasi mengenai kondisi aktual kepelabuhanan perikanan mengenai jumlah volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan, unit penangkapan ikan serta keberadaan fasilitas kepelabuhanan perikanan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis.

2) Memberikan informasi mengenai aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis.

3) Memberikan informasi kepada nelayan, pedagang dan semua pihak yang terkait dalam aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis mengenai proses penanganan ikan selama ikan didaratkan sampai dengan ikan didistribusikan atau dipasarkan ke konsumen.


(6)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelabuhan Perikanan

2.1.1 Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan (Lubis, 2012).

Selanjutnya Lubis menjelaskan, pelabuhan perikanan di Indonesia diklasifikasikan secara administratif menjadi 4 tipe berdasarkan pada jenis perikanan yang beroperasi (tradisional, semi industri atau industri). Tipe perikanan ini akan mencirikan ukuran kapal, daerah penangkapan, jumlah hasil tangkapan dan daerah distribusinya. Selain itu, pengklasifikasian pelabuhan perikanan juga didasarkan pada daya tampung kolam pelabuhan, produksi hasil tangkapan yang didaratkan dan daerah tujuan pemasarannya. Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2006 tentang perikanan, maka pelabuhan perikanan diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS/Tipe A), dengan kriteria :

(1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan laut lepas.

(2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 GT.

(3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m.

(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus.

(5) Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor. (6) Terdapat industri perikanan.

2) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN/Tipe B), dengan kriteria :

(1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.


(7)

(2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT.

(3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m.

(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus.

(5) Terdapat industri perikanan.

3) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP/Tipe C), dengan kriteria :

(1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan kedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial.

(2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan sekurang-kurangnya 10 GT.

(3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m.

(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus.

4) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI/Tipe D), dengan kriteria :

(1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan.

(2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT.

(3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam minus 2 m.

(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus.

Lubis menyatakan, bila ditinjau dari fungsinya, pelabuhan perikanan mempunyai fungsi yang berbeda dengan jenis pelabuhan lainnya karena pelabuhan perikanan dikhususkan untuk aktivitas di bidang perikanan tangkap. Terdapat 2 jenis pengelompokan fungsi pelabuhan perikanan, ditinjau dari


(8)

pendekatan kepentingan dan aktivitasnya. Namun kedua jenis kelompok tersebut pada dasarnya mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan adalah sebagai berikut :

1) Fungsi maritim

Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat kemaritiman. Pelabuhan menjadi suatu kontak bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk semua aktivitasnya. Dengan adanya fungsi ini maka dapat diberikan contoh bahwa pada tipe pelabuhan perikanan besar atau samudera, dicirikan kemaritimannya melalui penyediaan fasilitas-fasilitas antara lain berupa kolam pelabuhan yang besar dan cukup dalam agar kapal besar dapat bergerak leluasa, dermaga yang cukup panjang agar kapal-kapal dapat bersandar tanpa antrean sehingga kapal dapat membongkar ikannya dengan cepat, serta adanya rambu-rambu navigasi agar kapal-kapal aman untuk masuk dan keluar pelabuhan. 2) Fungsi pemasaran

Fungsi pemasaran timbul karena pelabuhan perikanan menjadi tempat awal untuk mempersiapkan pemasaran produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan. Proses pemasaran ini berawal dari ikan-ikan yang telah didaratkan dibawa ke gedung pelelangan ikan untuk dicatat jumlah dan jenisnya. Setelah itu, ikan disortir dan diletakkan pada keranjang atau basket plastik, selanjutnya dilaksanakan pelelangan dan dicatat transaksinya.

3) Fungsi jasa

Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi :

(1) Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan, antara lain : penyediaan alat-alat pengangkut ikan, keranjang-keranjang dan buruh untuk membongkar ikan.

(2) Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkapan ikan, antara lain : penyediaan bahan bakar, air bersih dan es.

(3) Jasa-jasa yang melayani mutu ikan, antara lain : fasilitas cold storage, cool room, pabrik es dan penyediaan air bersih.

(4) Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain : jasa pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan,


(9)

syahbandar dan douane/beacukai yang masing-masing berfungsi untuk memeriksa surat-surat kapal, jumlah serta jenis barang yang dibawa. (5) Jasa-jasa pemeliharaan kapal, antara lain : fasilitas docking, slipways

dan bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin serta peralatannya agar tetap dalam kondisi baik sehingga siap kembali melaut.

Selain fungsi pelabuhan berdasarkan kepentingannya, terdapat juga fungsi pelabuhan perikanan ditinjau dari segi aktivitasnya, yaitu sebagai pusat kegiatan perikanan baik ditijau dari aspek pendaratan atau pembongkaran, pengolahan dan pemasaran ikan, maupun pembinaan terhadap masyarakat nelayan. Fungsi-fungsi tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Lubis, 2012) :

1) Fungsi pendaratan dan pembongkaran

Pelabuhan perikanan merupakan tempat pemusatan armada penangkap ikan untuk mendaratkan hasil tangkapan, tempat berlabuh yang aman, menjamin kelancaran pembongkaran ikan dan penyediaan bahan perbekalan.

2) Fungsi pengolahan

Pelabuhan perikanan juga sebagai tempat untuk membina peningkatan mutu serta pengendalian mutu ikan dalam menghindari kerugian pascatangkap. Fungsi pengolahan ini merupakan salah satu fungsi yang penting terutama pada saat musim ikan, yaitu untuk menampung produksi perikanan yang tidak habis terjual dalam bentuk segar atau untuk memenuhi fungsi industri di pelabuhan melalui pengembangan industri pengolahan ikan.

3) Fungsi pemasaran ikan

Pelabuhan perikanan juga berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan, baik bagi nelayan maupun bagi pedagang. Dengan demikian sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur. Pelelangan ikan adalah kegiatan awal dari sistem pemasaran ikan di pelabuhan perikanan untuk mendapatkan harga yang layak, khususnya bagi nelayan.

4) Fungsi pembinaan terhadap masyarakat nelayan

Fungsi ini menunjukkan bahwa pelabuhan perikanan dapat dijadikan sebagai lapangan kerja bagi penduduk di sekitarnya dan sebagai tempat


(10)

pembinaan masyarakat perikanan seperti nelayan, pedagang, pengolah dan buruh agar mampu menjalankan aktivitasnya dengan baik. Melalui pembinaan ini, para pelaku atau pengguna di pelabuhan tersebut diharapkan dapat menguasai kegiatannya lebih baik lagi sehingga masing-masing pengguna memperoleh manfaat dan keuntungan yang optimal.

2.1.2 Fasilitas pelabuhan perikanan

Di dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Kapasitas dan jenis fasilitas yang ada umumnya akan menentukan skala atau tipe dari suatu pelabuhan perikanan yang berkaitan pula dengan skala usaha perikanannya. Fasilitas-fasilitas tersebut selanjutnya akan berkembang sesuai dengan kemajuan usaha perikanan. Berkembangnya fasilitas tersebut dapat diartikan bertambahnya fasilitas baru dan atau bertambahnya kapasitas dari fasilitas yang telah ada. Dengan kata lain, jenis dan kapasitas fasilitas yang ada bertambah sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, fasilitas pelabuhan perikanan dikelompokkan menjadi fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang (Lubis, 2012).

1) Fasilitas pokok

Fasilitas pokok atau juga dikatakan infrastruktur adalah fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal, baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas pokok tersebut terdiri dari :

(1) Dermaga adalah suatu bangunan kelautan yang berfungsi sebagai tempat labuh dan bertambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan, serta tempat mengisi bahan perbekalan untuk keperluan penangkapan ikan di laut.

(2) Kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal-kapal yang akan bersandar di dermaga. Kolam pelabuhan menurut fungsinya terbagi menjadi dua, yaitu alur pelayaran yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga (navigational channels); dan kolam putar, yaitu daerah perairan untuk berputarnya kapal (turning basin).


(11)

(3) Alat bantu navigasi adalah alat bantu yang berfungsi untuk memberikan peringatan atau tanda-tanda bahaya terhadap bahaya yang tersembunyi misalnya batu karang di suatu perairan; memberikan petunjuk agar kapal dapat berlayar dengan aman di sepanjang pantai, sungai dan perairan lainnya; dan memberikan petunjuk pada waktu kapal akan keluar masuk pelabuhan atau ketika kapal akan merapat dan membuang jangkar.

(4) Breakwater atau pemecah gelombang adalah suatu struktur bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut.

2) Fasilitas fungsional

Fasilitas fungsional yang dikatakan juga suprastruktur adalah fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas pelabuhan perikanan. Fasilitas-fasilitas fungsional ini dikelompokkan antara lain untuk :

(1) Penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya, yaitu : - Tempat Pelelangan Ikan (TPI);

- Fasilitas pemeliharaan dan pengolahan hasil tangkapan, seperti tempat penjemuran ikan dan gedung pengolahan;

- Pabrik es dan gudang es;

- Refrigerasi/fasilitas pendingin, seperti cool room dan cold storage; dan - Gedung-gedung pemasaran.

(2) Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkapan ikan, yaitu :

- Lapangan perbaikan alat penangkapan ikan; - Ruangan mesin;

- Tempat penjemuran alat penangkapan ikan;

- Bengkel : fasilitas untuk memperbaiki mesin kapal; - Slipways : tempat untuk memperbaiki bagian lunas kapal; - Gudang jaring : tempat untuk penyimpanan jaring; dan

- Vessel lift : fasilitas untuk mengangkat kapal dari kolam pelabuhan ke lapangan perbaikan kapal.


(12)

(3) Fasilitas perbekalan : tangki dan instalasi air minum, tangki bahan bakar. (4) Fasilitas komunikasi : stasiun jaringan telepon, radio SSB

3) Fasilitas penunjang

Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung akan meningkatkan peranan pelabuhan sehingga para pengguna mendapatkan kenyamanan melakukan aktivitas di pelabuhan. Fasilitas penunjang di suatu pelabuhan perikanan terdiri dari :

(1) Fasilitas kesejahteraan : fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK), poliklinik, tempat tinggal (perumahan nelayan), kantin/warung, mushola.

(2) Fasilitas administrasi : kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor syahbandar, kantor beacukai.

2.2 Aktivitas Pendaratan Hasil Tangkapan

Aktivitas pendaratan ikan merupakan suatu proses yang pertama kali dilakukan setelah kapal bertambat di dermaga pelabuhan dan setelah menyelesaikan perizinan bongkar (Nurjanah, 2000 vide Handani, 2008). Menurut Pane (2009), aktivitas pendaratan hasil tangkapan meliputi : 1). Pembongkaran hasil tangkapan dari palkah ke dek; 2). Penurunan hasil tangkapan dari dek ke dermaga; dan 3). Pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga ke TPI.

Pembongkaran hasil tangkapan merupakan proses mengeluarkan hasil tangkapan dengan menggunakan alat bantu atau tanpa menggunakan alat bantu dari dalam palkah kapal ke atas dek kapal yang selanjutnya dilakukan penyortiran kemudian diangkut menuju tempat lain (dermaga, TPI dan atau konsumen). Cara pembongkaran ikan dalam palkah dilakukan bermacam-macam, ada yang menggunakan alat bantu berupa peti, kantong-kantong yang terbuat dari jaring, sekop atau ganco (Ilyas, 1983 vide Ginting, 2011).

Pane (2009) menjelaskan bahwa pada tahap ini, ikan belum mengalami penyeleksian (penyortiran) berdasarkan mutu, berat, ukuran dan jenis ikan. Ikan yang dikeluarkan dari palkah ke dek masih bercampur satu sama lainnya. Namun ikan yang ada di dalam palkah biasanya telah mendapat perlakuan yaitu dengan pemberian es. Bahkan ada yang sengaja menambahkan es dengan jumlah tertentu


(13)

ke dalam palkah sebelum melakukan bongkar. Tujuannya adalah agar suhu ikan dibuat serendah mungkin pada saat pembongkaran hasil tangkapan.

Selanjutnya Pane mengungkapkan bahwa setelah ikan berada di atas dek, ikan mulai mengalami penyortiran. Nelayan melakukan penyortiran terhadap ikan hasil tangkapan yang ada di dek berupa pemisahan mutu, panjang dan jenis ikan. Belum ada pemisahan (penyortiran) berdasarkan berat ikan. Setelah semua ikan selesai dibongkar dan dipisahkan dalam keranjang-keranjang (basket) atau wadah lainnya, maka mulai dilakukan pemindahan hasil tangkapan dari dek ke dermaga.

Ikan yang akan dipindah dari dek ke darmaga biasanya telah mengalami penyeleksian terlebih dahulu seperti penyeleksian menurut jenis, berat dan mutu; walaupun seleksi ukuran, berat dan mutu masih bersifat relatif “berat kira-kira dan mutu kira-kira”. Ikan yang akan diturunkan atau dipindahkan dari dek ke dermaga biasanya selain telah mengalami penyeleksian, juga telah mengalami penanganan berupa pemberian es pada permukaan ikan. Pemberian es ini bertujuan untuk tetap menjaga suhu ikan agar tetap berada pada suhu rendah (Pane, 2009). Tahapan yang dilakukan selanjutnya adalah pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga ke TPI. Menurut Djulaeti (1994) vide Ginting (2011), alat bantu yang digunakan dalam pengangkutan hasil tangkapan adalah dapat berupa gerobak dorong, tong plastik (blong), keranjang plastik (basket / traise).

Menurut Fauzi (2009), PPI Pangandaran sampai saat ini belum mempunyai kolam khusus pelabuhan. Nelayan masih memanfaatkan daerah alami, yaitu Teluk Pananjung sebagai tempat untuk mendaratkan hasil tangkapannya, baik itu nelayan pantai timur maupun nelayan pantai barat. Nelayan Pangandaran mendaratkan perahunya dengan cara mengikatkan tali tambang yang ujungnya diikatkan pada tiang.

2.3 Aktivitas Pemasaran Hasil Tangkapan

Ditinjau dari fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan aktivitasnya, salah satu fungsi pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan, baik bagi nelayan maupun bagi pedagang. Dengan demikian sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur (Lubis, 2012).


(14)

Lubis menjelaskan, pelelangan ikan adalah kegiatan awal dari sistem pemasaran ikan di pelabuhan perikanan untuk mendapatkan harga yang layak, khususnya bagi nelayan. Di TPI tersebut terjadi pertemuan antara penjual (nelayan atau pemilik kapal) dan pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan). Letak dan pembagian ruang di gedung pelelangan harus direncanakan supaya aliran produk (flow of product) berjalan dengan cepat. Hal ini yang mempertimbangkan bahwa produk perikanan merupakan produk yang secara cepat mengalami penurunan mutu apabila penanganannya tidak baik dan terganggunya aliran produk ini. Ruangan yang ada pada gedung pelelangan adalah sebagai berikut :

1) Ruang sortir adalah tempat membersihkan, menyortir dan memasukkan ikan basah ke dalam peti, keranjang atau wadah lainnya.

2) Ruang pelelangan adalah tempat menimbang, memperagakan dan melelang ikan.

3) Ruang pengepakan adalah tempat untuk memasukkan ikan ke dalam wadah pengiriman, diberi es, garam dan lain-lain kemudian selanjutnya ikan basah siap untuk dikirim.

4) Ruang administrasi pelelangan adalah ruang yang terdiri dari loket pembayaran, ruang pencatatan dan pengolahan data, serta gudang peralatan lelang.

Pada saat proses pelelangan, ikan tidak boleh diletakkan begitu saja di atas lantai, dilangkahi atau diinjak. Ikan ditempatkan dalam wadah yang bersih dan diberi es. Selain itu, memindahkan wadah yang berisi ikan sebaiknya diangkat, tidak diseret di atas lantai. Bangunan TPI harus memenuhi persyaratan kebersihan karena kebersihan sangat berpengaruh terhadap mutu ikan. Lantai TPI harus memiliki kemiringan yang cukup agar air tidak menggenang dan dapat mengalir keluar (Indrianto, 2006).

Ikan yang telah dilelang kemudian diangkut untuk selanjutnya didistribusikan hingga sampai ke konsumen. Indrianto (2006) menjelaskan, selama proses pendistribusian dilakukan, suhu ikan dipertahankan dengan cara memberinya es selama di perjalanan. Sebelum pendistribusian, ikan dimasukkan ke dalam styrofoam tertutup untuk mempertahankan suhunya agar tetap dingin.


(15)

Transportasi jarak jauh sebaiknya dilakukan pada malam hari untuk menjaga kualitas ikan. Sistem pemasaran rantai dingin (cold chain system) meliputi penggunaan metode pengesan, pendinginan, dan pembekuan pada hasil perikanan selama proses pengangkutan, penyimpanan dan penjualan sehingga mutunya dapat dipertahankan.

Menurut Rahardiansyah (2003), pemasaran hasil tangkapan di Kawasan Teluk Parigi Kabupaten Ciamis sudah cukup baik. Sarana pendukung utama utama bagi proses pemasaran hasil tangkapan adalah TPI yang terdapat di PPI Pangandaran, PPI Parigi dan PPI Batu Karas. Ketiga TPI tersebut telah melakukan kegiatannya dengan cukup baik, apalagi setelah keluarnya PERDA yang mengharuskan nelayan menjual hasil tangkapannya melalui TPI. Pada hari-hari tertentu seperti hari libur dan hari-hari besar nasional, harga ikan di TPI PPI Pangandaran lebih tinggi dibandingkan dengan harga ikan di TPI PPI lainnya. Hal ini disebabkan karena TPI PPI Pangandaran berada di kawasan pariwisata pantai Pangandaran.


(16)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan September 2011 bertempat di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis, yaitu PPI Pangandaran, PPI Parigi, PPI Batu Karas, PPI Cimerak dan PPI Kalipucang.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian pangkalan-pangkalan pendaratan ikan di Kabupaten Ciamis tahun 2011

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa kuisioner, sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah data hasil kuisioner, data pengamatan lapangan dan data sekunder dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kebupaten Ciamis.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode survei. Pada penelitian ini diteliti mengenai kondisi kepelabuhanan perikanan, aktivitas


(17)

pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan di 5 lokasi PPI yang tersebar di Kabupaten Ciamis, meliput i :

1) Kondisi kepelabuhanan perikanan

Objek yang diteliti pada kondisi kepelabuhanan perikanan meliputi :

(1) Jumlah volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di masing-masing PPI.

(2) Jumlah unit penangkapan ikan di masing-masing PPI.

(3) Fasilitas kepelabuhanan perikanan di masing-masing PPI terkait keberadaan fasilitas (ada/tidak), kondisi fasilitas (baik/rusak), pemanfaatan fasilitas (dimanfaatkan/tidak dimanfaatkan).

2) Aktivitas pendaratan hasil tangkapan

Objek yang diteliti pada aktivitas pendaratan hasil tangkapan meliputi : (1) Tahapan/proses pendaratan hasil tangkapan di masing-masing PPI. (2) Pelaku dan tugas masing-masing pelaku dalam proses pendaratan hasil

tangkapan.

(3) Fasilitas atau alat yang digunakan dalam proses pendaratan hasil tangkapan.

(4) Penanganan hasil tangkapan pada proses pendaratan hasil tangkapan. (5) Banyaknya pendaratan per hari dan volume hasil tangkapan yang

didaratkan.

(6) Jenis hasil tangkapan yang didaratkan. 3) Aktivitas pemasaran hasil tangkapan

Objek yang diteliti pada aktivitas pemasaran hasil tangkapan meliputi : (1) Daerah pemasaran hasil tangkapan di masing-masing PPI.

(2) Rantai pemasaran hasil tangkapan di masing-masing PPI. (3) Jenis ikan yang dipasarkan di masing-masing PPI.

(4) Alat transportasi yang digunakan dalam pemasaran hasil tangkapan. (5) Proses penanganan yang dilakukan dalam pemasaran hasil tangkapan. Untuk itu dilakukan identifikasi dan pengumpulan data melalui :

1) Pengamatan di lapangan terkait fasilitas kepelabuhanan perikanan, aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis. Pada penelitian ini, pengamatan lapangan hanya


(18)

dilakukan di 3 lokasi PPI saja, yaitu PPI Pangandaran, PPI Parigi dan PPI Batu Karas. Hal ini disebabkan karena kendala yang dialami peneliti selama berada di lapangan yaitu lokasi PPI yang jauh, kondisi jalan yang rusak dan sulitnya mendapatkan alat transportasi untuk menjangkau 2 lokasi PPI lainnya serta keterbatasan dana dalam melakukan penelitian. Data terkait fasilitas kepelabuhanan perikanan, aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan di PPI Cimerak dan PPI Kalipucang diperoleh dari hasil wawancara terhadap pengelola Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) PPI Parigi yang membawahi PPI Cimerak dan UPTD PPI Pangandaran yang membawahi PPI Kalipucang serta data sekunder dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis.

2) Wawancara dilakukan terhadap responden yang terkait dengan aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis, pengelola TPI, nelayan dan pedagang ikan. Pengambilan responden dilakukan dengan cara purposive sampling. Rincian jumlah responden yang diambil pada penelitian di masing-masing PPI dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rincian jumlah responden yang diambil pada penelitian pada setiap PPI sampel di Kabupaten Ciamis tahun 2011

Jenis Responden Jumlah (orang)

1. Pihak PPI 3

2. Nelayan 5

3. Pedagang ikan 5

Jumlah 13

3) Pengumpulan data sekunder berupa data Ciamis dalam angka dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis, laporan tahunan statistik perikanan tangkap Kabupaten Ciamis dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis.

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu data utama dan data tambahan :


(19)

1) Data utama, yaitu :

(1) Kondisi aktual kepelabuhanan perikanan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis, mengenai jumlah volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan, unit penangkapan ikan dan fasilitas kepelabuhanan perikanan.

(2) Kondisi aktual aktivitas pendaratan hasil tangkapan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis, meliputi proses/tahapan pendaratan hasil tangkapan yang dilakukan, pelaku yang terlibat dan tugas dari masing pelaku, fasilitas/alat yang digunakan, penanganan ikan pada proses pendaratan hasil tangkapan dan jenis hasil tangkapan yang didaratkan.

(3) Kondisi aktual aktivitas pemasaran hasil tangkapan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis, meliput i daerah pemasaran hasil tangkapan, rantai pemasaran hasil tangkapan, jenis ikan yang dipasarkan, alat transportasi yang digunakan dan penanganan yang dilakukan dalam pemasaran hasil tangkapan.

2) Data tambahan, yaitu :

(1) Keadaan umum Kabupaten Ciamis, meliputi letak geografis, jenis topografi, iklim, kependudukan, pendidikan, ketenagakerjaan, sarana dan prasarana umum seperti transportasi, listrik, air bersih dan telekomunikasi.

(2) Keadaan umum perikanan tangkap Kabupaten Ciamis, meliputi musim dan daerah penangkapan ikan, produksi dan nilai produksi serta unit penangkapan ikan.

3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif melalui tabulasi, penghitungan rata-rata dan analisis grafik untuk mengetahui kondisi kepelabuhanan perikanan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis yaitu perkembangan jumlah volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan serta perkembangan jumlah unit penangkapan ikan.


(20)

Analisis kondisi aktual fasilitas kepelabuhanan perikanan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan melihat keberadaan fasilitas (ada/tidak), kondisi fasilitas (baik/rusak) dan pemanfaatan fasilitas (dimanfaatkan/tidak dimanfaatkan). Analisis deskriptif kualitatif juga dilakukan untuk mengetahui kondisi aktual aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan hasil tangkapan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis, meliputi :

1) Aktivitas pendaratan hasil tangkapan :

(1) Tahapan/proses pendaratan hasil tangkapan di masing-masing PPI. (2) Pelaku dan tugas masing-masing pelaku dalam proses pendaratan hasil

tangkapan.

(3) Fasilitas atau alat yang digunakan dalam proses pendaratan hasil tangkapan.

(4) Penanganan hasil tangkapan pada proses pendaratan hasil tangkapan. (5) Banyaknya pendaratan per hari dan volume hasil tangkapan yang

didaratkan.

(6) Jenis hasil tangkapan yang didaratkan. 2) Aktivitas pemasaran hasil tangkapan :

(1) Daerah pemasaran hasil tangkapan di masing-masing PPI. (2) Rantai pemasaran hasil tangkapan di masing-masing PPI. (3) Jenis ikan yang dipasarkan di masing-masing PPI.

(4) Alat transportasi yang digunakan dalam pemasaran hasil tangkapan. (5) Proses penanganan yang dilakukan dalam pemasaran hasil tangkapan. Untuk mengetahui harga jual ikan serta kualitas pemasaran hasil tangkapan di 5 lokasi PPI yang ada di Kabupaten Ciamis pada tahun 2010 digunakan pendekatan dengan menggunakan rasio nilai produksi/produksi (NP/P) dan indeks relatif nilai produks i. Menurut Pane (2010) vide Ginting (2011), rasio NP/P adalah perbandingan nilai produksi terhadap jumlah produksi pada waktu tertentu rasio ini merupakan suatu indikator bagi harga jual ikan hasil tangkapan yang didaratkan di suatu pelabuhan perikanan pada waktu tertentu dan bukan merupakan harga riil ikan yang dijual pada saat transaksi antara penjual dan pembeli.


(21)

Indeks relatif nilai produksi (I) adalah indeks yang menggambarkan kualitas pemasaran hasil tangkapan. Indeks relatif nilai produksi dapat dicari dengan rumus (Lubis, 2003 vide Indrianto, 2006) :

Keterangan : I : Indeks relatif nilai produksi; Np : Nilai produks i di PP/PPI (Rp)

Nt : Nilai produksi di tingkat kabupaten (Rp) Qp : Volume produksi di PP/PPI (ton)

Qt : Volume produksi di tingkat kabupaten (ton)

Jika nilai I = 1 : maka nilai relatif produks i ikan di PP/PPI sama dengan nilai relatif produksi ikan di tingkat kabupaten, yang berarti bahwa kualitas pemasaran ikan di PP/PPI sama dengan kualitas pemasaran ikan di tingkat kabupaten;

I > 1 : maka nilai relatif produks i ikan di PP/PPI lebih besar daripada nilai relatif produksi ikan di tingkat kabupaten, yang berarti bahwa kualitas pemasaran ikan di PP/PPI lebih baik dibandingkan dengan kualitas pemasaran ikan di tingkat kabupaten;

I < 1 : maka nilai relatif produks i ikan di PP/PPI lebih kecil daripada nilai relatif produksi ikan di tingkat kabupaten, yang berarti bahwa kualitas pemasaran ikan di PP/PPI kurang baik dibandingkan dengan kualitas pemasaran ikan di tingkat kabupaten.


(22)

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim

Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108o20’ sampai dengan 108o40’ Bujur Timur (BT) dan 7o40’20’’ sampai dengan 7o

Selanjutnya BPS Kabupaten Ciamis (2010) menyatakan bahwa wilayah Kabupaten Ciamis memiliki bentuk topografi yang terbagi ke dalam 3 kategori, yaitu :

41’20’’ Lintang Selatan (LS). Wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah Timur berbatasan dengan Kota Banjar dan Provinsi Jawa Tengah serta sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Ciamis secara keseluruhan mencapai 244.479 ha (BPS Kabupaten Ciamis, 2010).

1) Wilayah Utara merupakan pegunungan dan perbukitan dengan ketinggian antara 500 – 1.100 m di atas permukaan laut yang di dalamnya banyak terdapat sumber mata air.

2) Wilayah Tengah merupakan persawahan dan daratan dengan ketinggian antara 25 – 500 m di atas permukaan laut yang di dalamnya selain banyak terdapat persawahan juga terdapat perkampungan penduduk.

3) Wilayah Selatan merupakan daerah pantai dengan ketinggian antara 0 – 25 m di atas permukaan laut.

Wilayah selatan Kabupaten Ciamis berbatasan langsung dengan Semudera Indonesia yang berada di 6 kecamatan dengan garis pantai mencapai 91 km yang terbentang dari Kecamatan Kalipucang sampai dengan Kecamatan Cimerak. Dengan adanya garis pantai tersebut maka Kabupaten Ciamis memiliki wilayah laut seluas 67.340 ha (DKP Kabupaten Ciamis, 2011).

Letak geografis Kabupaten Ciamis yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia dan bentuk topografi berupa pantai, wilayah Selatan Kabupaten Ciamis sangat potensial untuk pengembangan perikanan tangkap. Hal ini didukung dengan sebagian besar penduduknya yang bekerja sebagai nelayan


(23)

dan beroperasinya berbagai jenis alat penangkapan ikan di wilayah selatan Kabupaten Ciamis.

Dengan letak geografis yang dimilikinya, Kabupaten Ciamis secara umum beriklim tropis yang terdiri dari 2 (dua) musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan kelembaban udara antara 60 % - 90 %. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Maret bersamaan dengan bertiupnya angin barat atau barat laut, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April sampai dengan September selama periode angin tenggara. Keadaan curah hujan sebagian wilayah Kabupaten Ciamis menurut klasifikasi Schmidt – Ferguson umumnya beriklim tipe C (agak basah), beberapa wilayah memiliki tipe iklim B, D, dan E. Keadaan suhu udara berkisar antara 20oC - 30o

Di wilayah Selatan keadaan iklim sangat dipengaruhi oleh kondisi laut, hal ini disebabkan karena letak wilayahnya yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Pada saat musim barat angin bertiup dari arah laut dengan kekuatan yang cukup besar dan menimbulkan gelombang laut yang cukup besar. Pada saat musim timur angin bertiup dari arah tenggara dengan kekuatan sedang dan tidak menimbulkan gelombang laut yang cukup besar (BPS Kabupaten Ciamis, 2010).

C dengan kelembaban udara antara 80 % - 90 %. Curah hujan rata-rata sebesar 114 ml per bulan dan curah hujan tertinggi mencapai 227 ml per bulan dengan jumlah hari hujan bervariasi antara 31 hari/tahun sampai dengan 175 hari/tahun (DKP Kabupaten Ciamis, 2011).

Kondisi iklim wilayah Kabupaten Ciamis yang beriklim tropis mengakibatkan matahari dapat menyinari wilayah ini hampir sepanjang tahun sehingga sangat mendukung aktivitas penduduk, salah satunya adalah kegiatan perikanan tangkap yang didukung oleh letak geografis wilayah selatan Kabupaten Ciamis sebagaimana telah dikemukakan di atas. Nelayan di Kabupaten Ciamis dapat melakukan kegiatan perikanan tangkap terutama pada musim timur saat gelombang laut dan angin tidak terlalu besar.

4.1.2 Kependudukan, pendidikan dan ketenagakerjaan

Jumlah penduduk Kabupaten Ciamis pada tahun 2010 berjumlah 1.616.778 orang dengan sex ratio 98%, artinya setiap 100 orang penduduk berjenis kelamin


(24)

perempuan terdapat 98 orang laki-laki. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2009, jumlah penduduk Kabupaten Ciamis pada tahun 2010 mengalami peningkatan sejumlah 5,04% (DKP Kabupaten Ciamis, 2011).

Pendidikan dan lapangan pekerjaan merupakan aspek penting untuk meningkatkan kualitas hidup penduduknya. Di Kabupaten Ciamis terdapat Sekolah Dasar (SD) sederajat sebanyak 1.264 unit dengan jumlah guru sebanyak 10.246 orang dan murid sebanyak 173.507 orang. Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat sebanyak 254 unit dengan jumlah guru sebanyak 3.665 orang dan murid sebanyak 76.515 orang. Sekolah Menangah Atas (SMA) sederajat sebanyak 126 unit dengan jumlah guru sebanyak 2.692 orang dan murid sebanyak 3.440 orang. Perguruan Tinggi sebanyak 5 unit dengan jumlah dosen sebanyak 496 orang dan mahasiswa sebanyak 11.175 orang (BPS Kabupaten Ciamis, 2010). Tidak terdapat informasi adanya sekolah kejuruan atau perguruan tinggi bidang perikanan tangkap di Kabupaten Ciamis. Adanya sekolah kejuruan atau perguruan tinggi bidang perikanan tangkap akan sangat mendukung pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Ciamis.

Selanjutnya BPS Kabupaten Ciamis (2010) manyatakan bahwa jumlah penduduk usia kerja (usia 15 – 64 tahun) di Kabupaten Ciamis adalah sebanyak 1.163.945 orang. Pasar tenaga kerja Kabupaten Ciamis ditandai dengan tingginya persentase penduduk usia kerja yang bekerja yang besarnya mencapai 94,1% dan dengan tingkat pengangguran sebesar 5,9%. Berdasarkan perbandingan menurut 3 sektor utama yaitu sektor pertanian, sektor jasa, dan sektor manufaktur. Sektor pertanian yang termasuk di dalamnya subsektor perikanan mempunyai jumlah pekerja paling banyak yaitu sebesar 42,9%, sektor jasa sebesar 38,8% dan sektor manufaktur sebesar 18,3% .

Subsektor perikanan di Kabupaten Ciamis memiliki jumlah tenaga aktif sebanyak 97.224 orang atau sekitar 8,4% dari seluruh penduduk usia kerja, yang terdiri dari (DKP Kabupaten Ciamis, 2011) :

1) Pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis berjumlah 93 orang yang terdiri dari 56 orang tenaga struktural dan 37 orang tenaga honorer.

2) Jumlah Rumah Tangga Kelautan dan Perikanan berjumlah 97.131 orang yang terdiri dari 89.436 orang pembudidaya ikan kolam air tenang, 65 orang


(25)

pembudidaya ikan kolam air deras, 1.562 orang pembudidaya ikan mina padi, 156 orang pembudidaya tambak, 35 orang pembudidaya jaring apung, 1.952 orang nelayan di perairan umum, 3.826 orang nelayan di laut, 62 orang pedagang ikan (bakul) dan 37 orang pengolah.

Berdasarkan pengamatan peneliti, keadaan perikanan tangkap di Kabupaten Ciamis belum begitu berkembang. Hal ini diindikasikan oleh armada penangkapan ikan yang didominasi oleh perahu motor tempel (subsubbab 4.2.3). Kurang berkembangnya perikanan tangkap di Kabupaten Ciamis diduga kurangnya dukungan sumberdaya manusia yang berkualitas. Hal ini diindikasikan dengan tidak terdapatnya sarana pendidikan atau pelatihan bidang perikanan tangkap di Kabupaten Ciamis. Hal ini juga diduga menyebabkan berbagai jabatan struktural di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis belum mempunyai basis pendidikan perikanan, khususnya perikanan tangkap. Selain itu, tidak terdapatnya pelatihan keterampilan bidang perikanan tangkap diduga menyebabkan keahlian yang dimiliki oleh nelayan terbatas dan pada umumnya diperoleh secara turun-temurun.

4.1.3 Sarana dan prasarana umum 1) Transportasi

Transportasi yang digunakan masyarakat di Kabupaten Ciamis meliputi transportasi darat, air (sungai) dan udara. Jalan sebagai prasarana transportasi memiliki peran penting khususnya dalam transportasi darat. Panjang jalan di seluruh wilayah Kabupaten Ciamis adalah sepanjang 4.809,54 km dengan rincian yaitu Jalan Nasional sepanjang 106,58 km (2,2%), Jalan Provinsi sepanjang 109,99 km (2,3%), Jalan Kabupaten sepanjang 772,30 km (16,1%) dan Jalan Desa sepanjang 3.820,67 km (79,4%). Menurut kondisinya, jalan yang ada di Kabupetan Ciamis secara umum dalam kondisi baik kecuali di lokasi tertentu. Kondisi jalan di Kabupaten Ciamis secara rinci terdiri dari jalan dengan kondisi baik sepanjang 4.324,11 km (89,9%), kondisi sedang sepanjang 130,95 km (2,7%), kondisi rusak sepanjang 197,39 km (4,1%) dan kondisi rusak berat sepanjang 157,09 km (3,3%) (BPS Kabupaten Ciamis, 2010).


(26)

Prasarana transportasi jalan yang baik di atas perlu didukung oleh sarana transportasi atau kendaraan bermotor yang memadai agar aktivitas perekonomian masyarakat dapat berkembang, termasuk aktivitas perikanan tangkap di Kabupaten Ciamis. BPS Kabupaten Ciamis (2010) menjelaskan bahwa jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di Kepolisian Resort Kabupaten Ciamis pada tahun 2009 berjumlah 238.716 unit yang terdiri dari mobil penumpang sebanyak 12.251 unit (5,2%), mobil barang sebanyak 13.943 unit (5,8%), bus sebanyak 3.621 unit (1,5%) dan sepeda motor sebanyak 208.901 unit (87,5%). Pada tahun 2010 jumlah kendaraan di Kabupaten Ciamis diperkirakan bertambah sebesar 32,3% menjadi 315.829 unit dengan rincian mobil penumpang sebanyak 14.741 unit (4,7%), mobil barang sebanyak 20.451 unit (6,5%), bus sebanyak 7.031 unit (2,2%) dan sepeda motor 273.606 unit (86,6%).

Keberadaan prasarana dan sarana transportasi di Kabupaten Ciamis di atas sangat mendukung untuk kegiatan perikanan tangkap di daerah ini, khususnya dalam distribusi dan pemasaran hasil tangkapan ikan. Hal ini dapat dilihat dari lebih banyaknya kondisi jalan dengan kondisi baik dan jumlah kendaraan yang terdapat di Kabupaten Ciamis.

2) Listrik

Kebutuhan listrik di Kabupaten Ciamis dilayani oleh PT. PLN (Persero). Pada tahun 2009, jumlah listrik yang dikelola oleh PT. PLN (Persero) adalah sebesar 380.424.775 kwh sedangkan jumlah listrik yang terjual sebesar 331.974.165 kwh (87,3%), dan pada tahun 2010 jumlah listrik yang dikelola diperkirakan meningkat 6,6% menjadi 405.428.229 kwh dan jumlah listrik yang terjual meningkat 8,1% menjadi 358.863.751 kwh (88,5%) (Anonymous, 2010).

Selanjutnya BPS Kabupaten Ciamis (2010) menjelaskan jumlah penggunaan listrik tertinggi adalah pelanggan rumah tangga sebesar 279.899.625 kwh (84,4%), sedangkan jumlah penggunaan listrik terendah adalah instansi pemerintah sebesar 2.021.556 kwh (0,6%). Jumlah penggunaan listrik menurut kategori pelanggan lainnya adalah perhotelan sebesar 29.276.818 kwh (8,8%), pelanggan sosial sebesar 11.352.283 kwh (3,4%), industri sebesar 4.012.875 kwh (1,2%) dan penerangan jalan umum sebesar 5.411.008 kwh (1,6%).


(27)

Menurut pengamatan peneliti, listrik di Kabupaten Ciamis telah mencapai wilayah pantai selatan Kabupaten Ciamis. Hal ini diindikasikan oleh banyaknya rumah tangga dan hotel di wilayah pantai yang telah menggunakan listrik. Keberadaan listrik di wilayah pantai sangat penting untuk mendukung kegiatan perikanan tangkap seperti untuk mendukung penerangan dan berbagai aktivitas di pelabuhan perikanan seperti industri pengolahan ikan, pembuatan es, rambu-rambu navigasi dan penerangan jalan.

3) Air bersih

Kebutuhan air bersih di Kabupaten Ciamis sebagian besar menggunakan sumur yang terdapat di rumah tangga dengan menggunakan bantuan pompa air. Namun ada juga yang memanfaatkan fasilitas air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Jumlah pelanggan PDAM di Kabupaten Ciamis masih terbatas, diperkirakan baru sekitar 3,8% dari seluruh jumlah keluarga di Kabupaten Ciamis. Pelanggan PDAM di Kabupaten Ciamis setiap tahunnya terus meningkat. Pada tahun 2009 jumlah pelanggan PDAM di Kabupaten Ciamis adalah sebanyak 19.434 pelanggan dengan jumlah konsumsi air sebanyak 3.627.607 m3. Jumlah ini diperkirakan meningkat 5,2% pada tahun 2010 dengan jumlah pelanggan sebanyak 20.444 pelanggan dengan jumlah konsumsi air meningkat 2,7% menjadi 3.725.691 m3

Menurut pengamatan peneliti, sebagian besar masyarakat pesisir Kabupaten Ciamis menggunakan sumur untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Kualitas sumur di wilayah pantai ini cukup baik sehingga dapat digunakan masyarakat untuk mandi, mencuci, memasak dan kebutuhan lainnya. Keberadaan air bersih di wilayah pantai sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan perikanan tangkap di daerah ini seperti penggunaan air bersih untuk berbagai aktivitas di pelabuhan perikanan, penyediaan air untuk kebutuhan nelayan dalam melaut, pencucian hasil tangkapan, industri pengolahan ikan, bahan baku industri pembuatan es untuk menjaga kualitas hasil tangkapan ikan dan lain-lain.


(28)

4) Telekomunikasi

Sarana telekomunikasi yang dapat diakses oleh masyarakat Kabupaten Ciamis adalah telepon yang disediakan oleh PT. Telkom. Pada tahun 2009 jumlah pelanggan jasa telekomunikasi PT. Telkom adalah sebanyak 24.340 pelanggan, jumlah ini diperkirakan menurun -6,4% pada tahun 2010 dengan jumlah pelanggan sebanyak 22.774 pelanggan (Anonymous, 2010). Diduga penurunan jumlah pelanggan PT. Telkom dikarenakan oleh semakin banyaknya penggunaan handphone oleh masyarakat di Kabupaten Ciamis. Hal ini diakibatkan semakin terjangkaunya harga handphone.

BPS Kabupaten Ciamis (2010) menjelaskan selain menggunakan jasa telekomunikasi yang disediakan oleh PT. Telkom, masyarakat Kabupaten Ciamis menggunakan jasa pos yang disediakan oleh PT. Pos Indonesia untuk kebutuhan surat-menyurat, mengirim barang dan mengirim uang (wesel pos). Pada tahun 2009 jumlah surat yang dikirim oleh PT. Pos Indonesia Kabupaten Ciamis adalah sebanyak 71.919 buah, jumlah ini diperkirakan menurun -20,3% pada tahun 2010 dengan jumlah surat yang dikirim sebanyak 57.336 buah .

Keberadaan sarana telekomunikasi di Kabupaten Ciamis sangat penting untuk mendukung kegiatan perikanan tangkap diantaranya komunikasi antar pelaku usaha perikanan tangkap dan kemudahan mengakses informasi terkait perikanan tangkap bagi Dinas Kelautan dan Perikanan.

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.2.1 Musim dan daerah penangkapan ikan

Musim penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis dipengaruhi oleh 2 (dua) musim, yaitu musim puncak dan musim paceklik. Musim puncak terjadi pada bulan-bulan tertentu yang terdapat di musim timur yang berlangsung pada bulan Mei – Oktober, sedangkan musim paceklik terjadi pada bulan-bulan tertentu yang terdapat di musim barat yang berlangsung pada bulan November – April (DKP Kabupaten Ciamis, 2011).

Kondisi armada penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis yang didominasi oleh perahu motor tempel sehingga kegiatan penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh musim timur dan musim barat. Kegiatan penangkapan ikan


(29)

sebagian besar dilakukan pada musim timur. Pada musim barat nelayan hanya menangkap ikan dalam jumlah yang sedikit bahkan pada waktu-waktu tertentu tidak mendapatkan ikan sama sekali, hal ini disebabkan gelombang dan angin yang besar sehingga nelayan mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan, bahkan tidak sedikit nelayan yang memilih untuk tidak melaut.

Kondisi serupa seperti yang dialami oleh nelayan di Kabupaten Ciamis di atas juga dialami oleh nelayan yang menggunakan perahu motor tempel di Pandansimo Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yang juga berbatasan dengan Samudera Indonesia. Pane et al (2002) menjelaskan, pada waktu-waktu tertentu di musim barat, nelayan tidak melakukan aktivitas melaut atau menangkap ikan. Bahkan selama 3 – 4 bulan dalam setahun terutama pada saat musim barat nelayan sama sekali tidak melaut. Pada periode waktu tersebut, nelayan beralih profesi manjadi pengumpul dan penjual pasir di muara sungai Kulon Progo.

Menurut DKP Kabupaten Ciamis (2011), nelayan di Kabupaten Ciamis biasa menangkap ikan di perairan Teluk Pananjung, Teluk Parigi, Karapyak, Nusakambangan dan Cilacap. Jarak yang ditempuh nelayan dari fishing base ke fishing ground berkisar antara 1 – 5 mil dengan waktu tempuh antara 40 – 60 menit. Nelayan menentukan daerah penangkapan ikan berdasarkan pengalaman, kebiasaan nelayan, tanda-tanda yang terdapat di alam serta informasi dari nelayan lainnya.

Jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan di Kabupaten Ciamis sangat beragam seperti udang jerbung, lobster, manyung, bawal hitam, bawal putih, kakap merah, kakap putih, kembung, tongkol, tenggiri, layur, cucut, pari dan lain-lain (DKP Kabupaten Ciamis, 2011).

4.2.2 Volume dan nilai produksi

Menurut DKP Kabupaten Ciamis (2011), volume produksi hasil tangkapan Kabupaten Ciamis pada tahun 2010 adalah sebesar 441,77 ton dengan nilai produksi senilai Rp 24.036.717.614,00. Perkembangan jumlah volume produksi dan nilai produksi dapat dilihat pada Tabel 2.


(30)

Tabel 2 Perkembangan volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Ciamis tahun 2001 – 2010

Tahun Volume

(ton) Nilai (Rp)

Pertumbuhan (%) Rasio NP/P (Rp per kg) Volume Nilai

2001 2.529,80 24.036.717.614,00 - - 9.501,43

2002 2.168,20 20.398.056.640,00 -14,3 -15,1 9.407,83 2003 2.599,61 21.590.704.390,00 19,9 5,8 8.305,36 2004 1.871,04 18.749.273.800,00 -28,0 -13,2 10.020,78 2005 1.205,68 11.933.037.000,00 -35,6 -36,4 9.897,35 2006 1.605,62 16.664.982.880,00 33,2 39,7 10.379,16 2007 1.665,52 21.508.369.145,00 3,7 29,1 12.913,91 2008 1.997,11 29.455.193.290,00 19,9 36,9 14.748,91 2009 1.231,88 19.125.676.043,00 -38,3 -35,1 15.525,60 2010 441,77* 7.415.710.065,00 -64,1 -61,2 16.786,36

Rata-rata -11,5 -5,5 -

Kisaran -64,1 – 33,2 -61,2 – 39,7 - Keterangan : * = Angka sementara

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Perkembangan kurva volume produksi hasil tangkapan di Kabupaten Ciamis pada tahun 2001 – 2010 cenderung menurun (Gambar 2). Pertumbuhan volume produksi tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 33,2%, sedangkan pertumbuhan volume produksi terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar -64,1%. Rata-rata pertumbuhan volume produksi hasil tangkapan di Kabupaten Ciamis pada tahun 2001 – 2010 adalah -11,5% dengan kisaran -64,1% – 33,2%.

Pertumbuhan volume produksi terbesar yang terjadi pada tahun 2006 di atas mengindikasikan bahwa bencana tsunami yang terjadi pada tahun 2006 di wilayah selatan Kabupaten Ciamis tidak membuat pertumbuhan produksi hasil tangkapan menurun. Padahal pada tahun 2005 terjadi pertumbuhan yang negatif (-35,6%). Dengan demikian berdasarkan data di atas, pertumbuhan volume produksi hasil tangkapan pada tahun 2006 seharusnya jauh lebih besar dari 33,2%.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, pertumbuhan volume produksi hasil tangkapan di Kabupaten Ciamis cenderung menurun, hal ini disebabkan karena berkurangnya jumlah trip nelayan karena besarnya gelombang dan angin sehingga nelayan tidak melaut untuk menangkap ikan (subsubbab 4.2.1). Pada tahun 2010 jumlah trip nelayan di Kabupaten Ciamis adalah sebanyak 379.146 trip atau mengalami penurunan sebesar -15,7% dibandingkan jumlah trip pada


(31)

tahun 2009 (449.928 trip; DKP Kabupaten Ciamis, 2011). Selain itu, banyaknya pendaratan hasil tangkapan yang tidak tercatat di PPI Pangandaran (subsubbab 5.1.1) mengakibatkan jumlah volume produksi hasil tangkapan yang tercatat di Kabupaten Ciamis tahun 2010 menurun sebesar -64,1%.

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Gambar 2 Kurva perkembangan volume produksi hasil tangkapan di Kabupaten Ciamis tahun 2001 – 2010

Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Ciamis pada tahun 2001 – 2010 cenderung fluktuatif (Gambar 3). Rata-rata pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Ciamis pada periode tersebut adalah sebesar -5,5% dengan kisaran -61,2% – 39,7%. Pertumbuhan nilai produksi tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 39,7%, sedangkan pertumbuhan nilai produksi terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar -61,2%.

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Gambar 3 Kurva perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Ciamis tahun 2001 – 2010

0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

V o lu m e P ro duk si ( ton ) Tahun 0 5 10 15 20 25 30

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

N il a i P ro d u k si ( R p x 10 9) Tahun


(32)

4.2.3 Unit penangkapan ikan 1) Armada penangkapan ikan

Menurut DKP Kabupaten Ciamis (2011), jenis armada penangkapan ikan yang terdapat di Kabupaten Ciamis terdiri dari perahu tanpa motor, perahu motor tempel, dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.897 unit, yang terdiri dari perahu tanpa motor sebanyak 33 unit (1,7%), perahu motor tempel sebanyak 1.863 unit (98,2%) dan kapal motor sebanyak 1 unit (0,1%). Perahu motor tempel merupakan jenis armada yang dominan digunakan oleh nelayan, hal ini menunjukkan bahwa kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Ciamis masih tradisional.

Tabel 3 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis tahun 2001 – 2010

Tahun Jenis Armada (unit) Jumlah (unit) Pertumbuhan (%)

KM PMT PTM

2001 4 1.142 38 1.184 -

2002 4 1.244 38 1.286 8,6

2003 4 1.510 30 1.544 20,1

2004 4 1.548 122 1.674 8,4

2005 4 1.548 122 1.674 0,0

2006 4 962 114 1.080 -35,5

2007 4 2.071 114 2.189 102,7

2008 4 1.863 33 1.900 -13,2

2009 4 1.863 33 1.900 0,0

2010 1 1.863 33 1.897 -0,2

Rata-rata 10,1

Kisaran -35,5 – 102,7

Keterangan : 1.KM = Kapal Motor; 2.PMT = Perahu Motor Tempel; 3.PTM = Perahu Tanpa Motor

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Perkembangan kurva jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis pada kurun waktu tahun 2001 – 2010 cenderung fluktuatif dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 10,1% dan kisaran pertumbuhan per tahun sebesar -35,5% – 102,7% (Tabel 3 dan Gambar 4). Pertumbuhan jumlah armada penangkapan ikan terendah terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar -35,5%, hal ini disebabkan oleh bencana tsunami yang terjadi di wilayah Selatan Kabupaten Ciamis khususnya di Kecamatan Pangandaran sehingga menyebabkan rusaknya


(33)

armada penangkapan ikan. Pertumbuhan armada penangkapan ikan tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 102,7%, hal ini disebabkan oleh adanya bantuan perahu motor tempel ukuran 1 GT sebanyak 1.000 unit ke wilayah Kabupaten Ciamis dari Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai salah satu upaya pemulihan setelah terjadinya bencana tsunami tahun 2006. Penurunan jumlah armada penangkapan ikan juga terjadi pada tahun 2010 yaitu berkurangnya kapal motor sebanyak -75%. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, hal ini disebabkan biaya operasional yang tinggi sehingga nelayan memilih untuk menjual kapal motornya ke nelayan Cilacap.

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Gambar 4 Kurva perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis tahun 2001 – 2010

2) Alat penangkapan ikan

Jumlah alat penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis pada tahun 2010 adalah sebanyak 3.415 unit yang didominasi oleh alat tangkap gillnet (gillnet monofilament dan gillnet multifilament) sebanyak 2.395 unit (70,1%). Alat tangkap lain yang terdapat di Kabupaten Ciamis adalah pancing rawai sebanyak 469 unit (13,7%), trammel net sebanyak 303 unit (8,9%), dogol sebanyak 201 unit (5,9%), pukat pantai sebanyak 27 unit (0,8%) dan bagan sebanyak 20 unit (0,6%) (DKP Kabupaten Ciamis, 2011).

0 500 1000 1500 2000 2500

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jum

la

h (

uni

t)


(34)

Tabel 4 Perkembangan jumlah alat penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis tahun 2001 – 2010

Tahun

Jenis Alat Tangkap (unit)

Jumlah (unit)

Pertumbuhan (%) Pancing

Rawai

Pukat

Pantai Gillnet Dogol

Trammel

net Bagan

2001 551 31 1.686 195 661 - 3.124 -

2002 551 31 1.686 195 661 13 3.137 0,4

2003 253 53 1.309 141 203 36 1.995 -36,4

2004 242 22 1.359 160 219 36 2.038 2,2

2005 242 22 1.359 160 219 36 2.038 0,0

2006 153 32 926 97 144 16 1.368 -32,9

2007 205 43 2.806 110 276 20 3.460 152,9

2008 469 27 2.395 201 303 20 3.415 -1,3

2009 469 27 2.395 201 303 20 3.415 0,0

2010 469 27 2.395 201 303 20 3.415 0,0

Rata-rata 9,4

Kisaran -36,4 – 152,9

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Perkembangan jumlah alat penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis tahun 2001 – 2010 cenderung meningkat setelah mengalami penurunan pada tahun 2001 – 2003. Rata-rata pertumbuhan per tahun pada periode tahun 2001 – 2010 adalah sebesar 9,4% dengan kisaran pertumbuhan per tahun sebesar -36,4% – 152,9% (Tabel 4 dan Gambar 5).

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Gambar 5 Kurva perkembangan jumlah alat penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis tahun 2001 – 2010

0 1000 2000 3000 4000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jum

la

h (

uni

t)


(35)

Pertumbuhan jumlah alat tangkap terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar -36,4%. Penurunan jumlah alat tangkap juga terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar -32,9%, hal ini disebabkan karena bencana tsunami yang terjadi di wilayah Selatan Kabupaten Ciamis sehingga mengakibatkan banyaknya alat tangkap yang rusak dan hilang terbawa gelombang tsunami. Pertumbuhan jumlah alat tangkap terbesar terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 152,9%. Hal ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk menstabilkan kembali kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Ciamis dengan memberikan bantuan berupa alat tangkap gillnet kepada nelayan.

3) Nelayan

Jumlah nelayan di Kabupaten Ciamis pada tahun 2010 adalah sebanyak 3.826 orang (DKP Kabupaten Ciamis, 2011). Rata-rata pertumbuhan per tahun jumlah nelayan di Kabupaten Ciamis pada tahun 2001 – 2010 adalah 1,4% dengan kisaran -21,3% – 18,6% (Tabel 5).

Tabel 5 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Ciamis tahun 2001 – 2010

Tahun Jumlah (orang) Pertumbuhan (%)

2001 3.531 -

2002 3.876 9,8

2003 4.598 18,6

2004 4.709 2,4

2005 4.709 0,0

2006 4.619 -1,9

2007 4.619 0,0

2008 4.860 5,2

2009 4.860 0,0

2010 3.826 -21,3

Rata-rata 1,4

Kisaran -21,3 – 18,6

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Pada periode tahun 2001 – 2004, perkembangan jumlah nelayan cenderung meningkat dengan nilai peningkatan yang relatif tidak terlalu besar (Gambar 6). Pertumbuhan jumlah nelayan tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 18,6%. Namun pada periode tahun 2004 – 2010 pertumbuhan jumlah nelayan


(36)

cenderung mengalami penurunan dengan nilai yang relatif tidak terlalu besar. Pertumbuhan jumlah nelayan terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar -21,3%. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, bertambah atau berkurangnya jumlah nelayan di Kabupaten Ciamis disebabkan karena banyaknya nelayan yang beralih profesi seperti menjadi pedagang, pemandu wisata dan tukang ojek. Tidak adanya syarat dan keahlian khusus menyebabkan seseorang dengan mudah menjadi nelayan. Begitu juga sebaliknya, ketika produksi hasil tangkapan sedang menurun atau pada saat nelayan tidak mempunyai modal melaut, nelayan dapat dengan mudah beralih profesi seperti menjadi pedagang, tukang ojek, pemandu wisata atau pekerjaan lainnya.

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Gambar 6 Kurva perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Ciamis tahun 2001 – 2010

Hampir seluruh nelayan yang terdapat di Kabupaten Ciamis merupakan nelayan asli yang bersifat menetap. Jika ditinjau dari klasifikasi nelayan berdasarkan waktu yang digunakan untuk menangkap ikan, sebagian besar nelayan di Kabupaten Ciamis merupakan nelayan penuh. Disamping nelayan penuh juga terdapat nelayan sambilan utama, hal ini dapat dilihat pada saat produksi hasil tangkapan sedang menurun atau pada saat nelayan tidak mempunyai modal untuk melaut, nelayan beralih profesi menjadi pedagang, tukang ojek, pemandu wisata atau pekerjaan lainnya.

0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Ju

m

la

h

(

o

ra

n

g)


(37)

5 KONDISI KEPELABUHANAN PERIKANAN

DI KABUPATEN CIAMIS

5.1 PPI Pangandaran

5.1.1 Volume dan nilai produksi

Menurut DKP Kabupaten Ciamis (2011), jumlah volume produksi hasil tangkapan di PPI Pangandaran pada tahun 2010 adalah sebesar 42,63 ton dengan nilai produksi senilai Rp 954.503.800,00. Perkembangan jumlah volume produksi dan nilai produksi dapat dilihat Tabel 6.

Tabel 6 Perkembangan volume dan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Pangandaran tahun 2001 – 2010

Tahun Volume

(ton) Nilai (Rp)

Pertumbuhan (%) Rasio NP/P (Rp per kg) Volume Nilai

2001 1.209,63 9.614.172.120,00 - - 7.948,03

2002 975,69 9.179.125.488,00 -19,3 -4,5 9.407,83 2003 782,80 6.749.074.985,00 -19,8 -26,5 8.621,71 2004 875,00 8.607.356.000,00 11,8 27,5 9.836,98 2005 577,60 5.158.743.600,00 -34,0 -40,1 8.931,34 2006 471,50 5.661.834.900,00 -18,4 9,8 12.008,13 2007 547,42 7.731.140.820,00 16,1 36,5 14.122,87 2008 590,80 10.759.627.380,00 7,9 39,2 18.211,96 2009 215,50 4.831.965.944,00 -63,5 -55,1 22.422,12 2010 42,63* 934.503.800,00 -80,2 -80,7 21.921,27

Rata-rata -22,2 -10,4 -

Kisaran -80,2 – 16,1 -80,7 – 39,2 - Keterangan : * = Angka sementara

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Perkembangan kurva jumlah volume produksi hasil tangkapan di PPI Pangandaran pada tahun 2001 – 2010 cenderung mengalami penurunan (Gambar 7). Penurunan volume produksi hasil tangkapan di PPI Pangandaran telah terjadi sebelum bencana tsunami yang terjadi pada tahun 2006, hal ini diduga disebabkan karena terus berkurangnya jumlah alat tangkap pada periode tahun 2001 – 2006. Pertumbuhan volume produksi terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar -80,2%. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, hal ini disebabkan karena berkurangnya jumlah trip nelayan karena besarnya gelombang


(38)

dan angin sehingga nelayan tidak melaut untuk menangkap ikan. Selain itu, menurunnya volume produksi hasil tangkapan di PPI Pangandaran pada tahun 2010 disebabkan karena banyaknya pendaratan yang tidak tercatat oleh petugas karena tidak beroprasinya tempat pelelangan ikan sejak tahun 2009 dan pengurus KUD Minasari yang di non-aktifkan karena terlibat kasus korupsi dalam pengadaan bantuan perahu motor tempel pasca tsunami. Pertumbuhan volume produksi tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 16,1%, kenaikan jumlah volume produksi ini diduga karena adanya bantuan dari Departemen Kelautan dan Perikanan berupa perahu motor tempel, alat tangkap dan rumpon sebagai upaya pemulihan setelah bencana tsunami yang terjadi pada tahun 2006. Rata-rata pertumbuhan volume produksi hasil tangkapan di PPI Pangandaran pada tahun 2001 – 2010 adalah sebesar -22,2% dengan kisaran -80,2% – 16,1% (Tabel 6).

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Gambar 7 Kurva perkembangan volume produksi hasil tangkapan di PPI Pangandaran tahun 2001 – 2010

Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Pangandaran pada periode tahun 2001 – 2010 cenderung fluktuatif (Gambar 8). Rata-rata pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Pangandaran pada periode tahun 2001 – 2010 adalah sebesar -10,4% dengan kisaran -80,7% – 39,2%. Pertumbuhan nilai produksi tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 39,2%, sedangkan pertumbuhan nilai produksi terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu

0 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

P

ro

duk

si

(t

on

)


(39)

sebesar -80,7%. Tidak beroperasinya tempat pelelangan ikan menyebabkan nelayan menjual hasil tangkapannya langsung kepada pedagang ikan (bakul) dengan harga yang lebih rendah jika dibandingkan nelayan menjual hasil tangkapannya melalui aktivitas pelelangan ikan, yaitu lebih murah Rp 3.000,00 – Rp 7.000,00 per kg. Nelayan mengungkapkan bahwa dengan tidak adanya pelelangan ikan, mereka tidak memperoleh informasi yang benar mengenai harga ikan yang dimilikinya.

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Gambar 8 Kurva perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Pangandaran tahun 2001 – 2010

Menurut DKP Kabupaten Ciamis (2011), jenis ikan dominan menurut volume di PPI Pangandaran pada tahun 2010 antara lain layur sebesar 9,74 ton (22,85%), bawal hitam sebesar 5,57 ton (13,07%), tenggiri sebesar 4,04 ton (9,48%) dan ikan rucah sebesar 5,76 ton (13,51%). Jenis ikan dominan menurut harga (nilai produksi) antara lain udang lobster senilai Rp 206.473.750,00 (22,09%), bawal hitam senilai Rp 186.096.350,00 (19,91%), layur senilai Rp 145.818.500,00 (15,60%) dan tenggiri senilai Rp 127.706.850,00 (13,67%). Volume dan nilai produksi hasil tangkapan menurut jenis ikan di PPI Pangandaran pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 7.

0 2 4 6 8 10 12

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

N

il

a

i P

ro

d

u

k

si

(

R

p

x 10

9)


(40)

Tabel 7 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan menurut jenis ikan di PPI Pangandaran tahun 2010

Jenis Ikan Volume

(ton) Nilai (Rp)

Persentase (%) Rasio NP/P (Rp per kg) Volume Nilai

1. Udang Jerbung 0,02 1.488.000,00 0,05 0,16 74.400,00 2. Udang Lobster 1,36 206.473.750,00 3,19 22,09 151.818,93 3. Manyung 2,11 22.704.600,00 4,95 2,43 10.760,47

4. Selar 0,68 3.400.000,00 1,60 0,36 5.000,00

5. Ikan Kuwe 2,68 29.578.900,00 6,29 3,17 11.036,90 6. Tetengek 0,10 1.446.850,00 0,23 0,15 14.468,50 7. Bawal Hitam 5,57 186.096.350,00 13,07 19,91 33.410,48 8. Bawal Putih 0,04 1.593.000,00 0,09 0,17 39.825,00 9. Kakap Putih 0,77 13.517.250,00 1,81 1,45 17.554,87 10. Ikan Terbang 0,18 2.611.800,00 0,42 0,28 14.510,00 11. Peperek/Petek 2,53 51.600.500,00 5,93 5,52 20.395,45 12. Kakap Merah 2,97 54.398.300,00 6,97 5,82 18.315,93 13. Kembung 1,80 14.960.700,00 4,22 1,60 8.311,50 14. Tenggiri 4,04 127.706.850,00 9,48 13,67 31.610,61 15. Kerapu 0,96 30.554.100,00 2,25 3,27 31.827,19 16. Layur 9,74 145.818.500,00 22,85 15,60 14.971,10 17. Cucut 0,36 5.315.000,00 0,84 0,57 14.763,89

18. Pari 0,96 6.472.200,00 2,25 0,69 6.741,88

19. Ikan Rucah 5,76 28.767.150,00 13,51 3,08 4.994,30 Jumlah 42,63 934.503.800,00 100,00 100,00 - Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

5.1.2 Unit penangkapan ikan 1) Armada penangkapan ikan

Armada penangkapan ikan yang terdapat di PPI Pangandaran terdiri dari perahu tanpa motor, perahu motor tempel, dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.089 unit, yang terdiri dari perahu tanpa motor sebanyak 22 unit (2,0%), perahu motor tempel sebanyak 1.066 unit (97,9%), dan kapal motor sebanyak 1 unit (0,1%) (DKP Kabupaten Ciamis, 2011).

Perkembangan kurva jumlah armada penangkapan ikan di PPI Pangandaran tahun 2001 – 2010 cenderung fluktuatif (Gambar 9) dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 12,5% dan kisaran pertumbuhan per tahun sebesar -43,7% – 136,3% (Tabel 8). Pertumbuhan jumlah armada penangkapan ikan terendah


(41)

terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar -43,7%, hal ini disebabkan oleh bencana tsunami menyebabkan rusaknya armada penangkapan ikan. Pertumbuhan armada penangkapan ikan tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 136,3%, hal ini diakibatkan karena adanya bantuan perahu motor tempel ukuran 1 GT dari Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai salah satu upaya pemulihan setelah terjadinya bencana tsunami pada tahun 2006.

Tabel 8 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPI Pangandaran tahun 2001 – 2010

Tahun Jenis Armada (unit) Jumlah (unit) Pertumbuhan (%)

KM PMT PTM

2001 4 694 - 698 -

2002 4 756 - 760 8,9

2003 4 946 - 950 25,0

2004 4 946 - 950 0,0

2005 4 946 - 950 0,0

2006 4 531 - 535 -43,7

2007 4 1.260 - 1.264 136,3

2008 4 1.066 22 1.092 -13,6

2009 4 1.066 22 1.092 0,0

2010 1 1.066 22 1.089 -0,3

Rata-rata 12,5

Kisaran -43,7 – 136,3

Keterangan : 1.KM = Kapal Motor; 2.PMT = Perahu Motor Tempel; 3.PTM = Perahu Tanpa Motor

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Gambar 9 Kurva perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPI Pangandaran tahun 2001 – 2010

0 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Ju

m

la

h

(

u

n

it

)


(42)

2) Alat penangkapan ikan

Menurut DKP Kabupaten Ciamis (2011), jumlah alat penangkapan ikan di PPI Pangandaran pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.797 unit yang terdiri dari gillnet (gillnet monofilament dan gillnet multifilament) sebanyak 1.221 unit (67,9%), pancing rawai sebanyak 201 unit (11,2%), dogol sebanyak 198 unit (10,7%), trammel net sebanyak 147 unit (8,2%), bagan sebanyak 20 unit (1,1%) dan pukat pantai sebanyak 15 unit (0,8%).

Tabel 9 Perkembangan jumlah alat penangkapan ikan di PPI Pangandaran tahun 2001 – 2010

Tahun

Jenis Alat Tangkap (unit)

Jumlah (unit)

Pertumbuhan (%) Pancing

Rawai

Pukat

Pantai Gillnet Dogol

Trammel

net Bagan

2001 183 22 1.086 195 270 - 1.756 -

2002 183 22 1.086 195 270 13 1.769 0,7%

2003 84 37 843 141 83 36 1.224 -30,8%

2004 85 12 737 158 94 36 1.122 -8,3%

2005 85 12 737 158 94 36 1.122 0,0%

2006 50 14 475 97 52 16 704 -37,3%

2007 85 14 1.648 97 52 20 1.916 172,2%

2008 201 15 1.221 193 147 20 1.797 -6,2%

2009 201 15 1.221 193 147 20 1.797 0,0%

2010 201 15 1.221 193 147 20 1.797 0,0%

Rata-rata 10,0%

Kisaran -37,3 – 172,2

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Perkembangan jumlah alat penangkapan ikan di PPI Pangandaran pada periode tahun 2001 – 2010 cenderung meningkat setelah mengalami penurunan pada tahun 2001 – 2006 (Gambar 10). Pertumbuhan jumlah alat tangkap terendah terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar -37,3%, hal ini disebabkan karena bencana tsunami yang menyebabkan banyaknya alat tangkap yang rusak dan hilang terbawa gelombang tsunami. Pertumbuhan jumlah alat tangkap tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 172,2%, hal ini disebabkan karena adanya bantuan berupa alat tangkap gillnet dari Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai salah satu upaya pemulihan setelah terjadinya bencana tsunami pada tahun 2006. Rata-rata pertumbuhan per tahun pada periode tahun 2001 – 2010 adalah sebesar 10,0% dengan kisaran -37,3% – 172,2% (Tabel 9).


(43)

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Gambar 10 Kurva perkembangan jumlah alat penangkapan ikan di PPI Pangandaran tahun 2001 – 2010

3) Nelayan

Jumlah nelayan di PPI Pangandaran pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.935 orang (DKP Kabupaten Ciamis, 2011). Rata-rata pertumbuhan per tahun jumlah nelayan di PPI Pangandaran pada periode tahun 2001 – 2010 adalah sebesar -0,2% dengan kisaran -27,4% – 19,7% (Tabel 10). Pada tahun 2001 – 2004, pertumbuhan jumlah nelayan cenderung meningkat dengan nilai peningkatan yang relatif tidak terlalu besar (Gambar 11). Pertumbuhan jumlah nelayan tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 19,7%. Namun pada tahun 2004 – 2010 pertumbuhan jumlah nelayan cenderung mengalami penurunan dengan nilai yang relatif tidak terlalu besar. Pertumbuhan jumlah nelayan terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar -27,4%.

Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, bertambah atau berkurangnya jumlah nelayan di PPI Pangandaran disebabkan karena nelayan yang beralih profesi seperti menjadi pedagang, pemandu wisata dan tukang ojek ataupun sebaliknya. Tidak adanya syarat dan keahlian khusus menyebabkan seseorang dengan mudah menjadi nelayan. Begitu juga sebaliknya, ketika produksi hasil tangkapan sedang menurun, nelayan dapat dengan mudah beralih

0 500 1.000 1.500 2.000 2.500

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Ju

m

la

h

(

u

n

it

)


(44)

profesi seperti menjadi pedagang, tukang ojek, pemandu wisata atau pekerjaan lainnya.

Tabel 10 Perkembangan jumlah nelayan di PPI Pangandaran tahun 2001 – 2010

Tahun Jumlah (orang) Pertumbuhan (%)

2001 2.116 -

2002 2.304 8,9

2003 2.757 19,7

2004 2.833 2,8

2005 2.833 0,0

2006 2.769 -2,3

2007 2.769 0,0

2008 2.665 -3,8

2009 2.665 0,0

2010 1.935 -27,4

Rata-rata -0,2

Kisaran -27,4 – 19,7

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali

Gambar 11 Kurva perkembangan jumlah nelayan di PPI Pangandaran tahun 2001 – 2010

0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Ju

m

la

h

(

o

ra

n

g

)


(45)

5.1.3 Fasilitas kepelabuhanan perikanan 1) Fasilitas pokok

Fasilitas pokok adalah fasilitas utama yang diperlukan dalam melakukan aktivitas di pelabuhan perikanan. Fasilitas pokok berfungsi untuk menjamin kelancaran kapal atau perahu ketika berlayar, keluar masuk maupun tambat labuh di area pelabuhan perikanan (Lubis, 2012). Menurut DKP Kabupaten Ciamis (2011), fasilitas pokok yang terdapat di PPI Pangandaran terdiri dari :

(1) Turap

Turap adalah bangunan yang berfungsi sebagai dinding penahan tergerusnya tanah di pinggir pantai akibat abrasi. Turap di PPI Pangandaran dibuat dari tumpukan batu dan susunan beton berbentuk silinder; memiliki panjang 1 km atau sepanjang pantai timur Pangandaran. Selain turap terdapat tumpukan batu yang berfungsi sebagai groin untuk pemutar arus (Gambar 11). PPI Pangandaran tidak memiliki dermaga dan kolam pelabuhan sebagai tempat untuk tambat labuh perahu atau kapal penangkap ikan. Nelayan menggunakan pantai barat dan pantai timur sebagai tempat tambat labuh perahu dengan cara mengaitkan tali tambang ke tumpukan batu groin.

Gambar 12 Turap di PPI Pangandaran tahun 2011

(2) Lampu mercusuar

Mercusuar adalah bangunan berbentuk menara yang mempunyai lampu di puncak menara sebagai alat bantu navigasi ketika nelayan melaut pada malam


(46)

hari. Menara mercusuar di PPI Pangandaran terdapat di pantai barat dan pantai timur Pangandaran dengan tinggi 13 m. Mercusuar tersebut dalam kondisi baik dan dimanfaatkan.

Gambar 13 Lampu mercusuar di PPI Pangandaran tahun 2011

2) Fasilitas fungsional

Fasilitas fungsional merupakan fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari pelabuhan perikanan sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan perikanan tersebut (Lubis, 2012). Menurut DKP Kabupaten Ciamis (2011), fasilitas fungsional yang terdapat di PPI Pangandaran terdiri dari :

(1) Tempat pelelangan ikan

Gedung TPI Pangandaran didirikan pada tahun 1973 oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis yang bertujuan untuk mengembangkan pemasaran hasil tangkapan dari aktivitas perikanan tangkap di Pangandaran khususnya dalam pengaturan tataniaga. Gedung TPI PPI Pangandaran memiliki luas 299 m2

Sumber pendapatan yang diperoleh TPI PPI Pangandaran berasal dari retribusi sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2005

. Pengelolaan TPI Pangandaran diserahkan kepada Koperasi Unit Desa (KUD) Minasari yang bertindak sebagai penyelenggara pelelangan ikan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis sebagai penanggung jawabnya (UPTD PPI Pangandaran, 2005).


(47)

dan Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 13 Tahun 2006 tentang retribusi. Besarnya retribusi lelang adalah sebesar 5% dengan rincian 3% dibebankan kapada pedagang ikan (bakul) dan 2% dibebankan kepada nelayan.

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran mempunyai 2 TPI, yaitu TPI lama dan TPI baru. TPI lama terletak di pantai timur Pangandaran yang letaknya berdekatan dengan tempat pendaratan ikan, sedangkan TPI baru terletak di PPI Pangandaran baru yang berjarak 3 km dari tempat pendaratan ikan. Tidak ada aktivitas pelelangan ikan di kedua TPI tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan dan penduduk sekitar PPI Pangandaran, hal ini disebabkan karena dinon-aktifkannya pengurus KUD Minasari karena terlibat dalam kasus korupsi dalam pengadaan bantuan perahu motor tempel pasca tsunami.

a. Gedung TPI lama b. Gedung TPI baru Gambar 14 Gedung TPI PPI Pangandaran tahun 2011

(2) Fasilitas air bersih

Kebutuhan air bersih di PPI Pangandaran disediakan oleh KUD Minasari. Fasilitas air bersih ini terletak di belakang gedung TPI lama dengan menggunakan sumur pompa dan bak air berukuran 3 x 0,5 x 1 m.

(3) Fasilitas perbaikan alat tangkap dan mesin

Fasilitas perbaikan alat tangkap dan mesin PPI Pangandaran terletak di pantai timur yang berdekatan dengan tempat pendaratan ikan. Fasilitas ini berupa bangunan berukuran 3 x 3 m. Nelayan menggunakan fasilitas ini untuk memperbaiki maupun untuk menyimpan alat tangkap dan mesin perahu.


(48)

3) Fasilitas penunjang

Fasilitas penunjang atau fasilitas tambahan merupakan fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan perikanan dan menberikan kenyamanan kepada para pelaku dalam menjalankan aktivitas di pelabuhan perikanan (Lubis, 2012). Menurut DKP Kabupaten Ciamis (2011), fasilitas penunjang yang terdapat di PPI Pangandaran terdiri dari :

(1) Gedung kantor pelabuhan

Gedung kantor PPI Pangandaran terletak di PPI Pangandaran baru yang berjarak 3 km dari tempat pendaratan ikan. Pangkalan Pendaratan Ikan Pangandaran saat ini menjadi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pangkalan Pendaratan Ikan wilayah Kabupaten Ciamis di bawah pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis. UPTD PPI Pangandaran ini juga membawahi PPI Kalipucang.

Gambar 15 Gedung kantor PPI Pangandaran tahun 2011

(2) KUD Minasari

Gedung KUD Minasari terletak di depan gedung TPI lama yang terletak di pantai timur Pangandaran. KUD Minasari didirikan pada tanggal 2 Januari 1962 dengan nama KPL (Koperasi Perikanan Laut). Dalam perkembangannya, KUD Minasari telah mengalami tiga kali perubahan nama. Dalam pelaksanaannya, KUD Minasari diawasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis, koperasi serta instansi terkait di Kabupaten Ciamis. Selain sebagai penyelenggara


(49)

pelelangan ikan, KUD Minasari juga membantu nelayan dalam pelayanan usaha simpan pinjam (UPTD PPI Pangandaran, 2005).

Gambar 16 Gedung kantor KUD Minasari tahun 2011

(3) Syahbandar

Gedung kantor syahbandar PPI Pangandaran terletak di samping gedung TPI lama. Syahbandar ini bertugas dalam pendataan jumlah kapal atau perahu yang ada di PPI Pangandaran.

Gambar 17 Gedung kantor Syahbandar PPI Pangandaran tahun 2011

(4) Waserda

Waserda terletak di pantai timur Pangandaran menyediakan bahan dan alat perikanan seperti bahan bakar minyak (BBM), pelumas, suku cadang mesin, jaring dan kebutuhan melaut lainnya. Waserda ini dikelola secara perorangan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar PPI Pangandaran.


(50)

5.2 PPI Parigi

5.2.1 Volume dan nilai produksi

Menurut DKP Kabupaten Ciamis (2011), jumlah volume produksi hasil tangkapan di PPI Parigi pada tahun 2010 adalah sebesar 135,14 ton dengan nilai produksi senilai Rp 2.517.299.040,00. Perkembangan volume produksi dan nilai produksi dapat dilihat pada Tabel 11.

Perkembangan volume produksi hasil tangkapan di PPI Parigi pada tahun 2001 – 2010 cenderung fluktuatif (Gambar 18). Pertumbuhan volume produksi tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 82,5%. Bencana tsunami yang terjadi di wilayah selatan Kabupaten Ciamis pada tahun 2006 tidak membuat volume produksi hasil tangkapan menurun, hal ini disebabkan karena kerusakan yang terjadi di PPI Parigi tidak terlalu parah seperti yang terjadi di PPI Pangandaran. Pertumbuhan volume produksi terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar -65,2%. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, hal ini disebabkan karena berkurangnya jumlah trip nelayan karena besarnya gelombang dan angin sehingga nelayan tidak melaut untuk menangkap ikan. Rata-rata pertumbuhan volume produksi hasil tangkapan di PPI Parigi pada tahun 2001 – 2010 adalah sebesar -3,7% dengan kisaran -65,2% – 82,5% (Tabel 11).

Tabel 11 Perkembangan volume dan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Parigi tahun 2001 – 2010

Tahun Volume

(ton) Nilai (Rp)

Pertumbuhan (%) Rasio NP/P (Rp per kg) Volume Nilai

2001 556,56 4.997.984.860,00 - - 8980,20

2002 515,28 4.468.740.302,00 -7,4 -10,6 8672,41 2003 778,27 6.097.214.919,00 51,0 36,4 7834,36 2004 411,63 3.937.347.498,00 -47,1 -35,4 9565,29 2005 251,38 2.597.822.154,00 -38,9 -34,0 10334,07 2006 458,89 4.402.888.476,00 82,5 69,5 9594,73 2007 409,45 5.144.453.070,00 -10,8 16,8 12564,30 2008 528,04 7.404.997.950,00 29,0 43,9 14023,55 2009 388,45 5.779.556.724,00 -26,4 -22,0 14878,51 2010 135,14 2.517.299.040,00 -65,2 -56,4 18627,34

Rata-rata -3,7 0,9 -

Kisaran -65,2 – 82,5 -56,4 – 69,5 - Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2011); diolah kembali


(1)

(2)

Lampiran 1 Contoh perhitungan produktivitas alat penangkapan ikan di 5 lokasi PPI Kabupaten Ciamis tahun 2010

1. PPI Pangandaran

2. PPI Parigi

3. PPI Batu Karas

4. PPI Cimerak


(3)

(4)

Lampiran 2 Contoh perhitungan rasio NP/P dan indeks relatif nilai produksi (I) di 5 lokasi PPI Kabupaten Ciamis tahun 2010

1. PPI Pangandaran 1) Rasio NP/P

2) Indeks Relatif Nilai Produksi

2. PPI Parigi 1) Rasio NP/P


(5)

3. PPI Batu Karas 1) Rasio NP/P

2) Indeks Relatif Nilai Produksi

4. PPI Cimerak 1) Rasio NP/P


(6)

5. PPI Kalipucang 1) Rasio NP/P