Nematoda Entomopatogen Pada Lahan Jagung (Zea Mays L.) Di Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah

NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA LAHAN JAGUNG
(Zea mays L.) DI BANDAR MATARAM, KABUPATEN
LAMPUNG TENGAH

YUSUF ARDHIKA ATMAJI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Nematoda
Entomopatogen pada Lahan Jagung (Zea mays L.) di Bandar Mataram, Kabupaten
Lampung Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapaun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Yusuf Ardhika Atmaji
NIM A34100093

ABSTRAK

YUSUF ARDHIKA ATMAJI. Nematoda Entomopatogen pada Lahan Jagung
(Zea mays L.) di Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah. Dibimbing oleh
SUPRAMANA.
Penggerek batang jagung dan lundi merupakan hama penting yang
menyebabkan penurunan produksi jagung di Lampung. Salah satu musuh alami
yang potensial untuk menekan populasi hama tersebut adalah nematoda
entomopatogen. Penelitian bertujuan untuk mengeksplorasi dan mengetahui

distribusi nematoda entomopatogen sebagai musuh alami hama telah dilakukan
pada lahan pertanaman jagung di Lampung. Sampel tanah diambil dari 8 lahan
pertanaman jagung di Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah. Empat
lahan jagung menggunakan pestisida sintetik, sedangkan 4 lahan lainya tidak
menggunakan pestisida. Ekstraksi nematoda dari contoh tanah dilakukan dengan
menggunakan umpan larva Tenebrio molitor dan dilanjutkan dengan metode
perangkap White. Identifikasi nematoda dilakukan berdasarkan ciri morfologi
nematoda jantan dan betina. Nematoda entomopatogen berhasil ditemukan dari
empat desa, yaitu Terbanggi Mulya, Jati Datar, Mataram Udik, dan Sendang
Agung. Keberadaan nematoda dengan jumlah tertinggi ditemukan di Desa Jati
Datar (112 nematoda/500 ml tanah). Hasil identifikasi diperoleh dua famili
nematoda entomopatogen, yaitu Heterorhabditidae dan Steinernematidae. Hasil
analisis menggunakan korelasi Pearson menunjukkan bahwa aplikasi pestisida
sintetik secara intensif pada lahan pertanaman jagung dapat menurunkan jumlah
nematoda di dalam tanah.
Kata kunci: Heterorhabditidae, nematoda entomopatogen, Steinernematidae

4

ABSTRACT


YUSUF ARDHIKA ATMAJI. Entomopathogenic Nematodes on Corn (Zea mays
L.) Plantation in Bandar Mataram, Central Lampung District. Supervised by
SUPRAMANA.
Stem borer and white grubs are important pests that might be responsible for
the decreasing corn production in Lampung. Entomopathogenic Nematodes have
potential as biological control agents for those pests. Research to explore and
identify entomopathogenic nematodes as biological control agents was conducted
on corn plantation in Lampung. Soil samples were taken from 8 different corn
fields in Bandar Mataram, Central Lampung District. Four corn fields were
regularly applied by sinthetic insecticides, while 4 others fields were zero/no
insecticide apllication. Entomopatogenic nematode were trapped from soil with
larvae of Tenebrio molitor (mealworm) and recoverred by White trap method.
Identification of entomopathogenic nematodes was based on the morphological
characters of adult male and female. Entomopathogenic nematodes were
discovered from 4 villages, that were Terbanggi Mulya, Jati Datar, Mataram Udik,
and Sendang Agung. The highest number of nematodes was found (112
nematodes/500 ml soil) in Jati Datar. Two families of entomopathogenic
nematodes, that were Heterorhabditidae dan Steinernematidae, were identified.
According to Pearson analysis, pesticide application on the corn fields

significantly reduced the number of nematodes.
Keywords: entomopathogenic nematodes, Heterorhabditidae, Steinernematidae

©

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6

NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA LAHAN JAGUNG
(Zea mays L.) DI BANDAR MATARAM, KABUPATEN
LAMPUNG TENGAH


YUSUF ARDHIKA ATMAJI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

viii

PRAKATA

Bismillahirrohmanirrohim,

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi dengan judul “Nematoda Entomopatogen pada Lahan Jagung (Zea mays
L.) di Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah”. Skripsi ini disussun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada Dr. Ir. Supramana, M.Si selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan masukan, motivasi, dan bimbingan selama penelitian
dan penulisan skripsi. Terimakasih juga kepada Dr. Ir. Swastiko Priyambodo,
M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang banyak memberikan arahan,
motivasi dan bimbingan selama masa perkuliahan. Terimakasih penulis ucapkan
kepada pihak Sugar Group Companies yang telah memberikan bantuan berupa
biaya pendidikan dan biaya hidup selama masa perkuliahan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada Ayahanda
Samiaji, Ibunda Jariyah (Alm), Ibunda Anis Rosidah, Adik Nur Anisa Inayah,
Adik Muhammad Afif Rahmat, Adik Ata Zakiyal Fikar, serta keluarga besar
penulis yang telah mendoakan dan memberikan dukungan yang luar biasa kepada
penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Suci Addmas Kalasyank
yang selalu membantu dan memberikan semangat, serta seluruh civitas akademik

Departemen Proteksi Tanaman IPB yang telah memberi dorongan semangat dan
kebersamaan selama penulis menjalani penelitian.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, karena itu penulis
mengharapkan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pada bidang
Nematologi dalam penyusunan strategi pengendalian hama terpadu terhadap hama
penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis dan hama lundi Phylophaga hellen
pada jagung di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung.

Bogor, Juni 2015
Yusuf Ardhika Atmaji

9

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Metode Penelitian
Penentuan lahan dan pengambilan contoh tanah
Teknik ektraksi nematoda dan metode perangkap White
Identifikasi nematoda entomopatogen
Uji patogenisitas nematoda entomopatogen
Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi lahan dan isolasi nematoda dari sampel tanah
Identifikasi nematoda entomopatogen
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


vi
vii
viii
ix
1
2
2
3
3
3
3
4
4
4
5
10
14
15
17
28


10

DAFTAR TABEL

1
2

3

Jumlah nematoda entomopatogen pada lahan jagung
dalam 500 ml sampel tanah
Hubungan antara penggunaan pestisida di lahan jagung
dengan jumlah nematoda yang didapatkan dari hasil
perangkap White
Famili nematoda entomopatogen pada setiap lokasi
pengambilan sampel

6
7


13

DAFTAR GAMBAR

1
2

3
4
5
6

Ekstraksi nematoda entomopatogen dari sampel tanah
Nematoda entomopatogen hasi isolasi dari sampel tanah
(tanda panah) yang diamati dibawah mikroskop stereoskopik
binokuler
Hasil pengamatan Mikroorganisme pada bangkai larva T.
molitor dan miselium cendawan
Nematoda entomopatogen Heterorhabditidae
Nematoda entomopatogen Steinernematidae
Pengamatan mobilitas nematoda entomopatogen

4
5

9
10
11
12

11

DAFTAR LAMPIRAN

1
2

3
4
5
6
7
8
9

Suhu pada setiap titik sampel tanah di lahan
pertanaman jagung
Hubungan antara suhu tanah di lahan jagung dengan
jumlah nematoda yang didapatkan dari hasil
perangkap White
Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari
yang diperoleh setiap sampel Desa Jati Datar
Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari
yang diperoleh setiap sampel Desa Mataram Udik
Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari
yang diperoleh setiap sampel Desa Sendang Agung
Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari
yang diperoleh setiap sampel Desa Terbanggi Mulya
Perhitungan nilai korelasi Pearson
Foto wawancara dan lahan pengambilan sampel
Kondisi lahan pengambilan sampel

18
18

19
20
21
22
23
24
26

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang berkedudukan penting
setelah padi di Indonesia. Jagung memiliki kontribusi yang tinggi dalam
perkembangan ekonomi karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan
ternak, dan bahan baku industri. Perkembangan kebutuhan jagung yang terus
meningkat mendorong adanya perluasan areal tanam jagung di berbagai daerah di
Indonesia (BPPM 2008). Lampung merupakan salah satu daerah dengan potensi
areal tanam jagung yang saat ini terus dikembangkan baik oleh pemerintah
maupun masyarakat lokal.
Produktivitas jagung di Indonesia masih sangat rendah dengan rata-rata 3.7
ton/ha sedangkan negara-negara lain mencapai 8 ton/ha. Produksi jagung di
Lampung sejak tahun 2010 hingga tahun 2013 terus mengalami penurunan.
Menurut laporan BPS (2014) produksi jagung di Lampung menurun dari 2.13 juta
ton menjadi 1.76 juta ton. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan
produksi jagung, yaitu adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Organisme pengganggu tanaman yang mampu menimbulkan penurunan
produksi jagung antara lain hama penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis
Guenee dan hama lundi Phylophaga hellen (Surtikanti 2011). Penggerek batang
jagung merupakan salah satu hama utama yang berpotensi menghambat
produktivitas jagung di Indonesia. Serangan hama penggerek batang O. furnacalis
dapat menyebabkan kerugian dan kehilangan hasil berkisar antara 20-80% pada
umur jagung 40 hari setelah tanam (Ceballo dan Rejesus 1983). Hama lain yang
juga dapat menimbulkan kerugian yaitu hama lundi P. hellen. Luas lahan
pertanaman jagung khususnya di Kecamatan Bandar Mataram, Kabupaten
Lampung Tengah, Lampung yang terserang hama lundi tercatat mencapai 11
hektar, walaupun tingkat kehilangan hasil yang ditimbulkan masih tergolong
ringan yaitu dibawah 25% (BP3K 2014). Hama penggerek batang jagung O.
furnacalis dan hama lundi P. hellen merupakan jenis hama yang sering ditemukan
pada pertanaman jagung di Kecamatan Bandar Mataram.
Penurunan produksi tanaman jagung akibat serangan hama penggerek
batang maupun hama lundi menuntut adanya berbagai upaya pengendalian, yaitu
secara biologis, teknik budidaya, fisik mekanik, penggunaan varietas tahan, dan
aplikasi pestisida. Ketergantungan petani terhadap pestisida sintetik dalam
mengendalikan hama dapat menyebabkan efek negatif bagi lingkungan. Salah satu
metode pengendalian yang efektif dan ramah lingkungan, yaitu dengan
memanfaatkan potensi musuh alami bagi hama jagung. Nematoda entomopatogen
merupakan salah satu agens hayati yang secara alami berada di dalam tanah (Kaya
dan Thurston 1993).
Famili nematoda entomopatogen yang banyak digunakan sebagai agents
hayati, yaitu Steinernematidae dan Heterorhabditidae. Tercatat pengendalian
pertama dengan menggunakan nematoda entomopatogen dilakukan di Afrika
Selatan terhadap hama kumbang jagung Heteronychus arator (Malan et al. 2006).
Nematoda entomopatogen efektif dalam mengendalikan hama penggerek batang
jagung dan lundi. Aplikasi 200 juvenil infektif per tanaman jagung dengan
nematoda entomopatogen spesies Steinernema carpocapsae dapat mematikan

2
hingga 80-91% larva O. furnacalis (He et al. 1991). Penggunaan nematoda
entomopatogen (Heterorhabditidae dan Steinernematidae) menunjukan bahwa
nematoda mampu menekan jumlah populasi hama lundi yang berada pada lahan
pertanian dalam jangka waktu panjang (Koppenhofer dan Fuzy 2007).
Percobaan pengendalian menggunakan nematoda entomopatogen sudah
dilakukan di Indonesia terhadap hama penggerek umbi pada kentang dan
menunjukkan mortalitas 97.5% dan 100% berturut-turut dengan metode
penyemprotan (Uhan 2008). Aplikasi nematoda entomopatogen dalam sistem
pengendalian hama terpadu memiliki beberapa keunggulan, yaitu nematoda tidak
menimbulkan polusi sehingga aman bagi lingkungan dan dapat diterima di
berbagai lokasi (Smart 1995). Nematoda infektif dapat digunakan secara
konvensional dengan peralatan semprot standar dan dapat dibiakkan secara massal
dengan biaya relatif rendah (Shannag et al. 1995). Nematoda entomopatogen
mampu menemukan inang secara aktif maupun pasif dan kisaran inang relatif
sempit sehingga pengendalian akan lebih efektif pada serangga hama target
(Smart 1995). Kisaran inang yang tidak terlalu luas oleh nematoda
entomopatogen, sehingga dalam aplikasinya tidak menimbulkan pengaruh negatif
terhadap organisme bukan sasaran (Richardson 1996).
Kegiatan eksplorasi merupakan langkah awal dalam pengembangan
nematoda entomopatogen sebagai agen hayati yang potensial dalam
mengendalikan hama. Eksplorasi jenis nematoda entomopatogen di tempat asal
daerah hama akan meningkatkan tingkat keefektifan pengendalian dengan
menggunakan nematoda entomopatogen tersebut. Aplikasi nematoda
entomopatogen lebih efektif jika nematoda yang digunakan berasal dari lahan
pertanian yang akan diaplikasikan (Kung et al. 1990).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan ditribusi
nematoda entomopatogen pada lahan pertanaman jagung di Kecamatan Bandar
Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah baru terkait tentang
keberadaan dan distribusi nematoda entomopatogen sebagai musuh alami
potensial terhadap hama penggerek batang O. furnacalis dan hama lundi P. hellen
pada pertanaman jagung di Lampung Tengah. Informasi ini selanjutnya dapat
digunakan sebagai acuan dalam penyusunan strategi pengendalian hama terpadu
(Integrated Pest Management) secara hayati dengan memanfaatkan potensi
nematoda entomopatogen lokal pada pertanaman jagung di Kabupaten Lampung
Tengah, Lampung.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Eksplorasi nematoda entomopatogen dilakukan pada tanah lahan
pertanaman jagung yang tersebar di delapan desa di Kecamatan Bandar Mataram,
Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Ekstraksi dan identifikasi nematoda
entomopatogen dilakukan di Laboratorium Nematologi, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Januari hingga Juli 2014.
Metode Penelitian
Penentuan lahan dan pengambilan contoh tanah
Lahan yang dilakukan eksplorasi merupakan lahan pertanaman jagung yang
tersebar di delapan desa di Kecamatan Bandar Mataram yang dipilih berdasarkan
2 katagori, yaitu lahan tanpa aplikasi pestisida sintetik dan lahan dengan aplikasi
pestisida. Lahan pertanaman jagung tanpa menggunakan pestisida terdapat pada
Desa Terbanggi Mulya, Desa Terbanggi Ilir, Desa Jati Datar, dan Desa Sendang
Agung. Lahan pertanaman jagung yang menggunakan pestisida terdapat pada
Desa Mataram Udik, Desa Mataram Jaya, Desa Uman Agung, dan Desa Sriwijaya
Mataram.
Pada lahan contoh di masing-masing desa ditetapkan lima titik pengambalin
contoh dengan pola diagonal. Setiap titik dilakukan pengambilan contoh tanah
seberat ±100 ml yang disimpan dalam wadah plastik dengan tinggi 5 cm dan
diameter 6.5 cm. Wadah plastik yang digunakan diberi label tanggal, lokasi, dan
titik pengambilan contoh. Tanah contoh yang telah dikumpulkan dari setiap desa
dijaga kelembabannya dan dihindarkan dari sinar matahari. Pengukuran
temperatur tanah juga dilakukan pada setiap titik pengambilan contoh tanah di
masing-masing lahan pertanaman jagung.
Selain itu, data sekunder dikumpulkan melalui wawancara dengan petani
jagung dan Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K)
Kecamatan Bandar Mataram, Lampung Tengah. Data sekunder berisi informasi
lebih detail mengenai lokasi pertanaman jagung, varietas tanaman jagung, dan
manajemen pengendalian OPT di lahan pertanaman jagung.
Teknik ekstraksi dan metode perangkap White
Pada setiap tanah contoh yang didapatkan dari masing-masing desa,
diletakkan 3 larva Tenebrio molitor L. (Coleoptera: Tenebrionidae). Wadah
plastik tersebut kemudian dibalikkan dengan cawan petri (diameter 10 cm)
sebagai alas sehingga larva ditutupi tanah, selanjutnya ditempatkan pada suhu
kamar. Proses pengamatan dilakukan setiap hari dan setelah 3-7 hari, bangkai
larva yang tidak ditumbuhi cendawan diangkat dan dibilas dengan akuades atau
air mineral. Ekstraksi nematoda entomopatogen kemudian dilanjutkan dengan
menggunakan metode perangkap White. Larva T. molitor yang mati akibat
serangan cendawan tidak diproses lebih lanjut.
Metode perangkap White dilakukan dengan menggunakan cawan petri kecil
(diameter 5 cm) yang diletakkan secara terbalik pada cawan petri besar (diameter

4
10 cm). Air steril atau akuades dituangkan ke dalam cawan petri besar.
Selanjutnya, kertas saring diletakkan di atas cawan petri ukuran kecil dengan
ujungnya mencapai permukaan dasar cawan petri besar. Bangkai larva T. molitor
diletakkan di atas kertas saring lembab. Nematoda yang terperangkap di air
dipanen setiap 2 hari selama 14 hari. Hasil panen diamati dengan menggunakan
mikroskop binokuler dan dihitung jumlahnya dengan hand counter.

a

b

c

d

Gambar 1 Ekstraksi nematoda entomopatogen dari sampel tanah; sampel tanah
dalam wadah diberikan .tiga T. molitor dan dibalikkan di atas cawan
petri (a), bangkai larva T. .molitor pada tanah sampel (b), bangkai
larva .T. molitor pada perangkap White (c), botol penyimpanan
nematoda (d)
Identifikasi nematoda entomopatogen
Kegiatan identifikasi dilakukan dilakukan secara morfologi, yaitu dengan
cara membuat preparat untuk mengamati karakter kunci nematoda. Pembuatan
preparat dilakukan dengan cara mengambil isolat nematoda yang telah dihasilkan
dan diletakkan pada preparat cekung, kemudian ditutup menggunakan gelas
penutup atau cover glass. Pengamatan dalam bentuk preparat ini dilakukan
menggunakan mikroskop cahaya dengan peralatan fotografi, meliputi pengamatan
bentuk kepala, bentuk ekor, dan struktur tubuh. Pedoman untuk identifikasi
nematoda digunakan Entomopathogenic Nematology (Adams dan Nguyen 2002)
dan Identification of Entomopathogenic Nematodes in the Steinernematidae and
Heterorhabditidae (Nemata: Rhabditida) (Nguyen dan Smart 1996).
Uji patogenisitas nematoda entomopatogen
Nematoda entomopatogen yang telah berhasil diisolasi dilakukan uji
patogenisitas dengan menggunakan larva T. molitor sebagai inang. Nematoda
entomopatogen yang diperoleh dari hasil isolasi diinfeksikan pada larva T.
molitor. Setiap wadah plastik berisikan 5 ekor larva T. molitor ditetesi suspensi
nematoda entomopatogen sebanyak 1 ml. Pengamatan dilakukan selama 5 hari,
kemudian larva yang terinfeksi diproses dengan menggunakan metode perangkap
White untuk mendapatkan nematoda. Nematoda yang didapatkan disimpan dalam
tabung reaksi dan kemudian diletakkan di lemari pendingin.
Analisis data
Analisis data dilakukan untuk mencari ada tidaknya hubungan atau korelasi
antara praktik budidaya yang berkaitan dengan pemakaian pestisida oleh petani
dan suhu tanah pada setiap titik contoh tanah terhadap jumlah nematoda
entomopatogen yang didapatkan. Pengolahan data tersebut dianaliss
menggunakan korelasi Pearson dengan bantuan program SPSS versi 22.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi lahan dan isolasi nematoda dari sampel tanah
Keadaan lahan pertanaman jagung yang tersebar di Kecamatan Bandar
Mataram, Lampung Tengah, Lampung merupakan lahan kering. Lokasi
pengambilan sampel tanah dipilih berdasarkan perbedaan praktik budidaya yang
dilakukan petani berkaitan dengan penggunaan pestisida sintetik di lahan. Lahan
yang menggunakan pestisida terdapat pada Desa Mataram Udik, Desa Mataram
Jaya, Desa Uman Agung, dan Desa Sriwijaya Mataram. Pada empat desa lainya,
yaitu Desa Terbanggi Mulya, Desa Terbanggi Ilir, Desa Jati Datar, dan Desa
Sendang Agung tidak menggunakan pestisida sintetik pada lahan pertanaman
jagung. Jenis tanaman jagung yang dibudidayakan pada masing-masing desa,
yaitu jagung pakan (dent corn) dan jagung manis (sweet corn). Sebagian besar
lahan pertanaman jagung di setiap desa melakukan sistem rotasi tanaman jagung
dengan singkong, kecuali Desa Sriwijaya Mataram dan Desa Terbanggi Mulya.
Berdasarkan data survei Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan
(BP3K) di Kecamatan Bandar Mataram terdapat beberapa hama yang menyarang
pertanaman jagung, yaitu penggerek tongkol, penggerek batang, uret, dan tikus.
Hasil pengamatan isolat dari setiap sampel tanah diperoleh nematoda dari
empat desa, yaitu Jati Datar, Terbanggi Mulya, Sendang Agung, dan Mataram
Udik. Hasil pemerangkapan nematoda dari setiap sampel tanah dengan
menggunakan umpan larva T. molitor menunjukkan bahwa larva mengalami
kematian 3-7 hari setelah terinfeksi nematoda. Pengamatan secara mikroskopis
pada hasil metode perangkap White ditemukan adanya nematoda entomopatogen
(Gambar 2). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah nematoda betina lebih
banyak jika dibandingkan dengan jumlah nematoda jantan. Nematoda
entomopatogen pada fase juvenil infektif (j.i.) bergerak lebih aktif dibandingkan
dengan nematoda dewasa tampak saat pengamatan pada cawan petri.

Gambar 2 Nematoda entomopatogen hasil isolasi dari sampel tanah (tanda panah)
yang diamati di bawah mikroskop stereoskopik binokuler

6
Hasil perhitungan jumlah nematoda entomopatogen yang didapatkan dari
perangkap White menunjukkan hasil yang bervariasi pada setiap sampel tanah.
Nematoda entomopatogen didapatkan dari empat lokasi, yaitu Desa Terbanggi
Mulya, Desa Jati Datar, Desa Mataram Udik, dan Desa Sendang Agung. Pada
Desa Terbanggi Ilir, Desa Mataram Jaya, Desa Uman Agung, dan Desa Sriwijaya
Mataram tidak diperoleh nematoda dari hasil isolasi sampel tanah. Keberadaan
nematoda entomopatogen dengan jumlah tertinggi berada di Desa Jati Datar
dengan jumlah 112 ekor per 500 ml tanah (Tabel 1).
Tabel 1 Jumlah nematoda entomopatogen pada lahan jagung dalam 500 ml
sampel tanah
Jumlah nematoda per titik sampel
Desa
1
2
3
4
5
Terbanggi Ilir
0
0
0
0
0
Terbanggi Mulya
0
9
28
0
21
Jati Datar
0
37
14
61
0
Mataram Udik
14
0
0
11
0
Mataram Jaya
0
0
0
0
0
Uman Agung
0
0
0
0
0
Sendang Agung
16
0
38
18
5
Sriwijaya Mataram
0
0
0
0
0
Jumlah nematoda yang berbeda dari hasil perangkap White pada setiap
sampel lokasi dapat dipengaruhi oleh kemampuan nematoda entomopatogen
dalam menginfeksi T. molitor sebagai serangga perangkap. Pada proses infeksi
serangga inang, selain melalui lubang-lubang alami maka akan sangat bergantung
pada kemampuan nematoda entomopatogen dalam melakukan penetrasi langsung.
Proses penetrasi yang dilakukan terhadap inang terjadi karena nematoda
melakukan proses enzimatis dengan menghasilkan enzim proteolitik (protease)
yang bekerja sebagai pendegradasi susunan kutikula inang (Boemare et al. 1996).
Semakin banyak nematoda entomopatogen di lahan yang menginfeksi inang,
maka jumlah nematoda yang diperoleh dari perangkap White akan semakin
banyak. Hal tersebut disebabkan nematoda mampu bereproduksi, sehingga
menghasilkan generasi yang lebih banyak.
Kondisi lahan pertanaman jagung berkaitan dengan cara budidaya yang
dilakukan oleh petani dapat mempengaruhi jumlah nematoda. Berdasarkan hasil
analisis hubungan antara kondisi lahan pertanaman jagung dengan jumlah
nematoda didapatkan nilai korelasi Pearson sebesar - 0.683 (P = 0.062) (Tabel 2).
Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa penggunaan pestisida di lahan
pertanaman jagung memiliki pengaruh kuat terhadap jumlah nematoda. Nilai
negatif (-) menandakan korelasi ke arah yang berlawanan, yaitu jika penggunaan
pestisida di lahan semakin tinggi maka jumlah nematoda akan semakin rendah.
Menurut Radova (2011) penggunaan pestisida dapat menimbulakan efek negatif
berupa penurunan tingkat virulensi dan patogenisitas nematoda entomopatogen
terhadap inang, sehingga nematoda entomopatogen tidak dapat berkembang
dengan baik.

7
Hubungan antara penggunaan aplikasi pestisida di lahan pertanaman jagung
menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah nematoda. Jumlah ratarata nematoda entomopatogen yang diperoleh dari empat desa yang tidak
menggunakan pestisda sebanyak 61 ekor, sedangkan dari empat desa yang
menggunakan pestida sebanyak 6 ekor. Perbedaan jumlah nematoda yang sangat
signifikan tersebut disebabkan oleh tingginya intensitas penggunaan pestisida di
lahan pertanaman jagung. Aplikasi pestisida yang digunakan petani pada lahan
pertanaman di Desa Uman Agung, Sriwijaya Mataram, dan Mataram Jaya
dilakukan dengan frekuensi penyemprotan sebanyak 3-7 kali selama satu musim
tanam, sehingga diduga meninggalkan residu tinggi di lahan yang mampu
menekan perkembangan nematoda. Jenis pestisida yang digunakan berupa
insektisida dan fungisida dengan kandungan bahan aktif, yaitu fipronil,
deltamethrin, alfametrin, mankozeb, dan matalaksil.
Tabel 2

Hubungan antara penggunaan pestisida di lahan jagung dengan jumlah
nematoda yang didapatkan dari hasil perangkap White
Jumlah nematoda
Aplikasi pestisida
Desa
NKPa
per 500 ml tanah
di lahan
uji
Jati Datar
Tidak
112
(-) 0.683
Terbanggi Mulya
Tidak
58
Terbanggi Ilir
Tidak
0
Sendang Agung
Tidak
77
Uman Agung
Aplikasi
0
Sriwijaya Mataram
Aplikasi
0
Mataram Udik
Aplikasi
25
Mataram Jaya
Aplikasi
0
a
NKP= Nilai Korelasi Person, ada korelasi jika NKP mendekati 1 dan signifikan
jika nilai P≤0.05
Hasil perangkap White yang berbeda pada sampel tanah dari lahan di Desa
Mataram Udik diperoleh nematoda entomopatogen meskipun petani
menggunakan pestisida. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa
penggunaan pestisida oleh petani hanya dilakukan satu kali selama satu musim
tanam berupa herbisida berbahan aktif isopropilamina glifosat untuk
mengendalikan gulma, sehingga diduga residu yang tertinggal di lahan rendah.
Hasil perangkap White tidak ditemukan adanya nematoda pada sampel tanah dari
Desa Terbanggi Ilir yang tidak menggunakan pestisida di lahan. Hal ini diduga
berkaitan dengan pengolahan tanah intensif yang dilakukan petani sehingga
nematoda dalam tanah langsung terpapar sinar matahari. Sinar matahari
mengandung ultraviolet (UV) yang dapat membunuh nematoda entomopatogen
secara singkat, sehingga UV merupakan komponen penting yang dapat
mempengaruhi keefektifan aplikasi nematoda sebagai musuh alami (Gaugler et al.
1992).
Pengukuran suhu tanah dilakukan di setiap titik pengambilan sampel tanah.
Hasil pengukuran diperoleh kisaran suhu tanah pada lahan per titik sampel

8
berkisar antara 29.1oC – 36oC. Rata-rata suhu tanah tertinggi berada pada lahan
pertanaman jagung di Desa Uman Agung dengan suhu 34.2oC dan rata-rata suhu
tanah terendah berada di Desa Jati Datar dengan suhu 31.1oC (Lampiran 1). Selain
dipengaruhi oleh intensitas aplikasi pestisida, keberadaan nematoda yang ada di
lokasi lahan survei dapat juga dipengaruhi oleh suhu tanah.
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara suhu tanah pada lahan
pertanaman jagung dengan jumlah nematoda didapatkan nilai korelasi Pearson
sebesar - 0.927 (P = 0.001) (Lampiran 2). Hasil analisis tersebut menunjukan
bahwa suhu tanah di lahan pertanaman jagung memiliki pengaruh kuat dan
signifikan terhadap jumlah nematoda. Nilai negatif (-) menandakan korelasi ke
arah yang berlawanan, yaitu jika suhu tanah di lahan semakin tinggi maka jumlah
nematoda akan semakin rendah. Berdasarkan hasil penelitian Hang et al. (2007)
mengenai pengaruh beberapa tingkat temperatur terhadap nematoda
entomopatogen menunjukkan bahwa pada temperatur ≤13oC dan ≥35oC nematoda
entomopatogen tidak dapat bereproduksi. Semakin tinggi suhu tanah pada lahan
pertanaman tersebut akan mempengaruhi nematoda entomopatogen dalam
menghasilkan generasi menjadi lebih rendah.
Pada lahan pertanian tanpa aplikasi pestisida di Desa Terbanggi Ilir tidak
ditemukan nematoda, diduga selain disebabkan pengolahan tanah intesif juga
dipengaruhi oleh tingginya rata-rata suhu tanah di lahan yang mencapai 33.24oC.
Begitu juga pada Desa Mataram Udik yang ditemukan nematoda meskipun petani
menggunakan aplikasi pestisida di lahan, hal tersebut terjadi selain persentase
residu rendah juga dipengaruhi oleh rata-rata suhu tanah yang lebih rendah sekitar
32.32oC bila dibandingkan dengan suhu tanah di desa lain dengan lahan
berpestisida (Lampiran 2). Pada temperatur yang tinggi juvenil infektif (j.i.)
nematoda entomopatogen mengalami peningkatan aktivitas metabolisme,
sehingga nematoda kehilangan energi yang mengakibatkan lama hidup nematoda
menjadi semakin pendek (Brown dan Gaugler 1996; Hazir et al. 2003).
Pengamatan hasil isolasi tanah menggunakan inang umpan berupa larva T.
molitor dari setiap sampel tanah, menunjukan beberapa larva inang yang mati
namun bukan disebabkan oleh infeksi nematoda entomopatogen. Pada sampel
tanah Desa Jati Datar, Desa Mataram Jaya, dan Desa Sriwijaya Mataram
ditemukan adanya infeksi cendawan pada serangga umpan. Tampak pada bangkai
larva T. molitor ditumbuhi miselium cendawan berwarna putih yang
menyebabkan larva menjadi kempis dan berkerut. Keberadaan mikroorganisme
mirip protozoa juga diduga menjadi penyebab kegagalan nematoda
entomopatogen berkembangbiak. Bangkai larva T. molitor yang terinfeksi
mikroorganisme tersebut tampak sedikit berlendir dan menimbulkan bau
menyengat yang tajam (Gambar 3).

9

a

b

Gambar 3 Mikroorganisme pada bangkai larva T. molitor dengan menggunakan
mikroskop cahaya .(a), miselium cendawan berwarna putih pada larva
T. molitor hasil .isolasi tanah (b)
Pengamatan menggunakan mikroskop cahaya binokuler memperlihatkan
mikroorganisme bergerak aktif dengan cepat dan berjumlah banyak pada bangkai
larva T. molitor dari sampel tanah Desa Sendang Agung dan Desa Jati Datar.
Populasi mikroorganisme menyebabkan kompetisi dalam memperebutkan sumber
makanan di dalam bangkai serangga inang semakin tinggi. Hal tersebut dapat
menyebabkan kegagalan sibiosis yang terjadi antara nematoda entomopatogen
dengan bakteri simbionnya, sehingga nematoda entomopatogen tidak mampu
untuk berkembangbiak.

10
Identifikasi nematoda entomopatogen
Identifikasi nematoda entomopatogen dilakukan berdasarkan karakter
morfologi betina dan jantan dewasa (Adams dan Nguyen 2002; Nguyen dan
Smart 1996). Pengamatan preparat terhadap hasil perangkap White dari setiap
tanah sampel, diperoleh kelompok nematoda entomopatogen dari ordo Rhabditida
yang terdiri atas dua famili, yaitu Heterorhabditidae dan Steinernematidae.
Perbedaan kedua famili dapat dilihat berdasarkan karakter morfologinya.
Nematoda entomopatogen dari famili Heterorhabditidae memiliki ciri morfologi
yang khas, yaitu memiliki bentuk kepala yang kerucut terpotong pada bagian
depan atau agak membulat. Nematoda betina mempunyai ekor panjang dan
meruncing, sedangkan ekor jantan memiliki bursa kopulatrik yang merupakan
salah satu karakter pembeda antara Heterorhabditidae dengan Steinernematidae
(Gambar 4).

a

b

d
e
c
Gambar 4 Nematoda entomopatogen Heterorhabditidae; kepala agak membulat
(a), ekor betina panjang meruncing (b), ekor jantan dengan bursa
kopulatik (c), kepala (d), ekor betina (e) (d – e, Malan et al. 2008)
Nematoda entomopatogen famili Steinernematidae memiliki perbedaan
morfologi dengan Heterorhabditidae yang tampak, yaitu kepala Steinernematidae
set-off, nematoda betina memiliki vulva dengan ekor yang pendek dan membulat.
Nematoda ini memiliki stoma melebar, diikuti corpus panjang dan isthmus yang
pendek. Bagian ekor nematoda jantan terdapat spikula (Gambar 5).Ciri lain yang
membedakan, yaitu pada Steinernematidae pori ekskretori terletak di depan cincin
syaraf, sedangkan pori ekskretori Heterorhabditidae terletak di belakang cincin
syaraf. Nematoda entomopatogen Steinernematidae memiliki tubuh yang relatif
lebih panjang berkisar antara 438-1448 mikron, bila dibandingkan dengan
Heterorhabditidae yang panjangnya berkisar 520-800 (Wouts 1991). Pengamatan

11
preparat terhadap suspensi nematoda entomopatogen yang didapatkan tampak
nematoda Heterorhabditidae dan Steinernematidae sama-sama memiliki gerak
yang sangat aktif.
5

3
4

1

2

a

b

d

c

e
v

f

g

Gambar 5 Nematoda entomopatogen Steinernematidae; kepala set-off: 1. stoma,
2. corpus, 3. ishmus, 4. cincin syaraf, 5. basalbulb (a), spikula jantan
(b), ekor pendek (c), vulva betina (d), perbesaran anterior kepala (e),
ekor betina (f) (e & f, Nguyen & Smart 1994), tipe spikula pada ekor
jantan (g) (g, Nguyen & Duncan 2002)
Pengamatan preparat terhadap suspensi nematoda entomopatogen tampak
selain nematoda yang bergerak aktif, terdapat juga nematoda dalam posisi
istirahat, dan mati (Gambar 6). Nematoda pada posisi istirahat mempunyai
karakteristik membentuk “J”. Posisi istirahat yang dilakukan nematoda
merupakan respon terhadap kondisi nematoda kekurangan oksigen atau berada
pada suhu yang rendah sehingga nematoda tidak dapat bergerak aktif (Georgis
dan Gaugler 1991). Nematoda mati ditunjukkan dengan tidak adanya pergerakan
(Gambar 6).

12

a

b

c
Gambar 6 Pengamatan mobilitas nematoda entomopatogen; nematoda aktif
bergerak (a), posisi istirahat “J” (b), mati (c)
Hasil uji patogenisitas dari suspensi nematoda yang berasal dari sampel
tanah terhadap lima larva T. molitor sebagai serangga umpan menunjukkan
kematian larva setelah 3-5 hari. Nematoda entomopatogen pada fase juvenil
infektif menginfeksi inang melalui lubang alami atau penetrasi langsung melalui
kutikula inang. Juvenil infektif (j.i.) yang berada dalam tubuh inang masuk ke
hemosel inang dengan membawa bakteri spesifik ke dalam hemosel, kemudian
melepaskan bakteri simbion yang berkembang biak dengan cepat serta
menghasilkan endotoksin dan eksotoksin yang membunuh inang (Forst dan
Nelason 1996).
Nematoda entomopatogen yang keluar dari bangkai larva pada perangkap
White merupakan nematoda fase juvenil infektif yang sangat aktif bergerak,
sedangkan di dalam tubuh bangkai merupakan nematoda fase dewasa. Hal
tersebut menunjukkan bahwa nematoda bersifat patogen karena berhasil
menginfeksi larva T. molitor dan mampu bereproduksi menghasilkan generasi
nematoda entomopatogen. Generasi nematoda juvenil infektif diproduksi dan
akan keluar mancari inang yang baru ketika nutrisi dalam tubuh inang habis.
Sampel tanah yang diambil dari lahan pertanaman jagung di delapan desa, hanya
empat desa yang terdapat nematoda entomopatogen. Nematoda entomopatogen
Heterorhabditidae dan Steinernematidae yang ditemukan dari lokasi pengambilan
sampel, hidup di dalam tanah sebagai habitatnya.

13
Tabel 3 Famili nematoda entomopatogen pada setiap lokasi pengambilan sampel
Famili nematoda entomopatogen
Desa
Heterorhabditidae
Steinernematidae
Terbanggi Ilir
Terbanggi Mulya
+
+
Jati Datar
+
+
Mataram Udik
+
Mataram Jaya
Uman Agung
Sendang Agung
+
+
Sriwijaya Mataram
Nematoda dari famili Heterorhabditidae ditemukan pada sampel tanah dari
empat desa, yaitu Desa Terbanggi Mulya, Desa Jati Data, Desa Mataram Udik,
dan Desa Sendang Agung. Sedangkan untuk famili Steinernematidae hanya
ditemukan pada sampel tanah dari tiga desa, yaitu Desa Terbanggi Mulya, Desa
Jati Data, dan Desa Sendang Agung (Tabel 3). Heterorhabditidae lebih banyak
ditemukan di lahan sampel daripada Steinernematidae. Hal tersebut diduga
berkaitan erat dengan perilaku Heterorhabditidae yang umumnya dikenal
memiliki sifat penjelajah (cruiser), sedangkan Steinernematidae lebih banyak
yang bersifat menunggu inang (ambusher). Menurut Kaya dan Thurston (1993),
nematoda Heterorhabditidae bersifat lebih aktif memencar bila dibandingkan
dengan Steinernematidae.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Hasil isolasi nematoda dari tanah sampel dengan menggunakan inang
umpan larva T. molitor, diperoleh kelompok nematoda entomopatogen dari Famili
Heterorhabditidae dan Steinernematidae. Nematoda entomopatogen diperoleh dari
sampel tanah di empat desa, yaitu Desa Terbanggi Mulya, Desa Jati Datar, Desa
Mataram Udik, dan Desa Sendang Agung. Keberadaan nematoda entomopatogen
dengan jumlah tertinggi berada di Desa Jati Datar dengan 112 ekor per 500 ml
tanah. Aplikasi pestisida sintetik secara intensif pada lahan pertanaman jagung
dapat menurunkan jumlah nematoda entomopatogen di dalam tanah.
Saran
Perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui invasi dan kemampuan
berkembang biak nematoda entomopatogen dalam hama target, penghitungan
kelimpahan nematoda entomopatogen setiap famili, serta identifikasi nematoda
entomopatogen hingga tingkat genus dan spesies.

DAFTAR PUSTAKA

Adams BJ, Nguyen KB. 2002. Taxonomy and systematics. Di dalam: Gaugler R,
editor. Entomopatogenic Nematology. New York [US]: CABI Publishing.
hlm 1-33.
Boemare NC, Laomond, Mauleon H. 1996. The entomopathogenic nematodebacterium complex: biology, life cycle and vertebrata savety. Biol Contr Sci
Technol. 6(3):333-345.
[BP3K] Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kecamatan
Bandar Mataram – Lampung Tengah. 2014. Keadaan Serangan OPT dan
Pengendaliannya. Lampung Tengah [ID]: BP3K Bandar Mataram.
[BPPM] Badan Perijinan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Timur. 2008.
Budidaya Tanaman Jagung Terintegrasi dengan Industri Pakan Ternak.
Samarinda [ID]: Badan Perijinan Penanaman Modal Daerah.
[BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2014. Produksi Jagung Indonesia
[Internet]. Jakarta [ID]: Badan Pusat Statistik; [diunduh 2014 Mei 29].
Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3.
Brown IM, Gaugler R. 1996. Cold tolerance of Steinernemaitid and
Heterorhabditid nematodes. J Therm Biol. 21(2):115-121.
Ceballo FA, BM Rejesus. 1983. Tryptophan and lysine supplemented artificial
diet for corn borer (Ostrinia furnacalis Guenee). Phillipp Entomol.
6(5/6):531-538.
Forst S, Nealson K. 1996. Molecular biology of the symbiotic pathogenic bacteria
Xenorhabdus spp. and Photorhabdus spp. Microbiol Rev. 60(1):21-43.
Gaugler R, Bednarek A, Campbell JF. 1992. Ultraviolet inactivation of
Heterorhabditid and Steinernematid Nematodes. J Invertebr Pathol.
59(1):155-160.
Georgis R, Gaugler R. 1991. Predictability in biological control using
entomopathogenic nematodes. J Econ Entomol. 84(3):713-720.
Hang DT, Choo HY, Lee DW, Lee SM, Kaya HK, Park CG. 2007. Temperature
effects on korean entomopathogenic nematodes, Steinernema glaseri and S.
longicaudum, and their symbiotic bacteria. J Microbiol Biotechnol.
17(3):420-427.
Hazir S, Kaya HK, Stock SP, Keskin N. 2003. Entomopathogenic nematodes
(Steinernematidae and Heterorabditidae) for biological control of soil pests.
Turk J Biol. 27(1):181-202.
He KL, Zhou DR, Yang HW. 1991. Biological control of Asian corn borer with
the entomopathogenic nematode Steinernema feltiae agriotos Chinese. J Bio
Contr. 7(2):1-6.
Kaya HK, Thurston GS. 1993. Soil microorganisms affecting entomopathogenic
nematodes. Di dalam: Bedding RA, Akhurst RJ, Kaya HK, editor.
Nematodes and the Biological Control of Insect Pests. Victoria [US]:
CSIRO. hlm 97-113.
Koppenhofer AM, Fuzy EM. 2007. Rutgers University scientists investigate soil
effects on nematode suppression of white grubs. Di dalam: Koppenhofer
AM, Fuzy EM, editor. Nematodes for White Grub Control. New Brunswick
[ CA]: Green Section Record. hlm 26-31.

16
Kung PA, Gaugler R, Kaya HK. 1990. Influence of soil pH and oxygen on
persistence of Steinernema spp. J Nematol. 22(4):440-445.
Malan AP, Nguyen KB, Addison MF. 2006. Entomopathogenic nematodes
(Steirnematidae and Heterorhabditidae) from the Southwestern parts of
South Africa. African Plant Protection. 12(1):65-69.
Malan AP, Nguyen KB, Waal JY, Tiedt L. 2008. Heterorhabditis safricana n. sp.
(Rhabditida: Heterorhabditidae), a new entomopathogenic nematode from
South Africa. Nematol. 10(3):381-396
Nguyen KB, GC Smart Jr. 1994. Neosteinernema longicurvicauda n. gen., n. sp.
(Rhabditida: Steirnematidae), a parasite of the termite Reticulitermes
flavipes (Koller). J Nematol. 26(2):162-174.
Nguyen KB, Duncan LW. 2002. Steinernema diaprepesi n. sp. (Rhabditida:
Steinernematidae), a parasite of the citrus root weevil Diaprepes
abbreviatus (L) (Coleoptera: Curculionidae). J Nematol. 34(2):159-170.
Nguyen KB, GC Smart Jr. 1996. Identification of entomopatogenic nematodes in
the Steirnematidae and Heterorhabditidae (Nemata: Rhabditida). J Nematol.
28(3):286-300.
Radova S. 2011. Effects of selected pesticides on survival and virulence of two
nematode species. J of Environ. 20(1):181-185.
Richardson PN. 1996. British and European legislation regulating Rhabditida
nematodes. Biol Contr Sci Technol. 6(3):449-463.
Shannag HK, Webb SE, Capinera JL. 1995. Entomopathogenic nematodes effect
on pickleworm (Lepidoptera: Pyralidae) under laboratory and field
conditions. J Econ Entomol. 87(5):1205-1212.
Smart GC Jr. 1995. Entomophatogenic nematodes or the biological control of
insect. J Nematol. [Supplement]. 27(4S):529-534.
Surtikanti. 2011. Hama dan Penyakit Penting Tanaman Jagung dan
Pengendaliannya. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Serealia. 2011
Oktober 4. Maros (ID): Balitsereal. hlm 497-508.
Uhan TS. 2008. Keefektifan nematoda entomopatogen Steinernema carpocapsae
(Rhabditida: Steinernematidae) isolat Lembang terhadap mortalitas larva
Agrotis ipsilon Hufn. (Lepidoptera: Noctuidae) pada tanaman kubis di
rumah. J Hort. 18(2):165-174.
Wouts WM. 1991. Steirnema (Neoplectana) and Heterorhabditis species. Di
dalam: Nickle WR, editor. Manual of Agricultural Nematology. New York
[US]: Marcel Dekker. hlm 883-884.

LAMPIRAN

18
Lampiran 1 Suhu pada setiap titik sampel tanah di lahan pertanaman jagung
Suhu tanah per titik sampel (oC)

Desa
Jati Datar
Terbanggi Mulya
Terbanggi Ilir
Mataram Udik
Mataram Jaya
Uman Agung
Sendang Agung
Sriwijaya Mataram

1

2

3

4

5

32.40
33.20
34.10
32.00
35.30
34.20
31.60
33.40

31.30
32.00
35.10
31.50
32.80
33.60
32.60
33.80

29.10
31.40
31.80
29.50
32.90
33.50
31.60
31.50

31.40
32.70
31.20
32.70
33.60
35.80
33.20
36.00

31.30
32.60
34.00
31.40
31.80
33.90
32.60
33.40

Rata-rata
suhu tanah
(oC)
31.10
32.38
33.24
31.42
33.28
34.20
32.32
33.62

Lampiran 2 Hubungan antara suhu tanah di lahan jagung dengan jumlah
nematoda yang didapatkan dari hasil perangkap White
Jumlah nematoda
Rata-rata
Desa
per 500 ml tanah
NKPa
suhu tanah (oC)
uji
Jati Datar
112
(-) 0.927
31.10
Terbanggi Mulya
58
32.38
Terbanggi Ilir
0
33.24
Sendang Agung
77
31.42
Uman Agung
0
33.28
Sriwijaya Mataram
0
34.20
Mataram Udik
25
32.32
Mataram Jaya
0
33.62
a
NKP= Nilai Korelasi Person, ada korelasi jika NKP mendekati 1 dan signifikan
jika nilai P≤0.05

3
19
Lampiran 3 Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari yang diperoleh
setiap sampel Desa Jati Datar
Sampel tanah Desa Jati Datar

Heterorhabditidae

Heterorhabditidae

Heterorhabditidae

Steinernematidae

Suhu tanah Desa Jati Datar

32.4 oC

31.3 oC

31.4 oC

31.3 oC

29.1 oC

20
Lampiran 4 Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari yang diperoleh
setiap sampel Desa Mataram Udik
Sampel tanah Desa Mataram Udik

Heterorhabditidae

Heterorhabditidae

Heterorhabditidae

Heterorhabditidae

Suhu tanah Desa Mataram Udik

32 oC

31.5 oC

32.7 oC

31.4 oC

29.5 oC

20

21

Lampiran 5 Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari yang diperoleh
setiap sampel Desa Sendang Agung
Sampel tanah Desa Sendang Agung

Heterorhabditidae

Heterorhabditidae

Steinernematidae

Steinernematidae

Suhu tanah Desa Sendang Agung

31.6 oC

32.6 oC

31.6 oC

22
Lampiran 6 Foto nematoda entomopatogen dan suhu tanah dari yang diperoleh
setiap sampel Desa Terbanggi Mulya
Sampel tanah Desa Terbanggi Mulya

Steinernematidae

Steinernematidae

Steinernematidae

Heterorhabditidae

Suhu tanah Desa Terbanggi Mulya

33.2 oC

32 oC

31.4 oC

23
Lampiran 7 Perhitungan nilai korelasi Pearson
Hipotesis hubungan aplikasi pestisida di lahan jagung dengan jumlah nematoda
yang didapatkan dari hasil perangkap White
H0: Tidak ada hubungan antara aplikasi pestisida dengan jumlah nematoda
H1: Hubungan antara aplikasi pestisida dengan jumlah nematoda
Korelasi

Aplikasi pestisida

Nilai korelasi Pearson (NPK)
Signifikansi (P-value)
N

Nematoda
- 0.683
0.062
8

Hipotesis hubungan suhu tanah di lahan jagung dengan jumlah nematoda yang
didapatkan dari hasil perangkap White
H0: Tidak ada hubungan antara suhu tanah dengan jumlah nematoda
H1: Hubungan antara suhu tanah dengan jumlah nematoda
Korelasi

Suhu tanah

Nilai korelasi Pearson (NPK)
Signifikansi (P-value)
N

Nematoda
- 0.927
0.001
8

Interpretasi: Jika suatu hubungan tidak sama dengan nol maka artinya terdapat
hubungan di antara keduanya.
Menurut Jonathan Sarwono, interval kekuatan hubungannya sebagai berikut:
Interval
Keterangan
0
Tidak ada korelasi
0.1-0.25
Korelasi sangat lemah
0.26-0.50
Korelasi cukup
0.51-0.75
Korelasi kuat
0.76-0.99
Korelasi sangat kuat
1
Korelasi sempurna
Nilai (+) menandakan korelasi kearah yang sama, yaitu jika satu turun maka yang
satu turun atau sebaiknya.
Nilai (-) menandakan korelasi kearah yang berlawanan, yaitu jika satu naik maka
yang satu turun atau sebaliknya.
Signifikansi (P-value): jika nilainya ≤0.05 maka artinya hubungan dianggap
signifikan mempengaruhi satu dengan yang lain.

24
Lampiran 8 Foto wawancara dan lahan pengambilan sampel
Desa

Terbanggi
Mulya

Wawancara petani

Lahan jagung

Koordinat
lahan
La: -4o
42’13.99”S
Lo: 105o
23’8.44”E
La: -4o
43’35.04”S

Jati Datar
Lo: 105o
23’2.94”E

Uman
Agung
24

Sendang
Agung

Sriwijaya
Mataram

Mataram
Udik

La: -4o
45’6.21”S
Lo: 105o
25’33.51”E
La: -4o
44’29.79”S
Lo: 105o
26’1.23”E
La: -4o
45’34.02”S
Lo: 105o
26’1.65”E
La: -4o
43’31.56”S
Lo: 105o
25’5.65”E

27
25

Mataram
Jaya

Terbanggi
Mulya

Balai
Pertanian
Perikanan
dan
Kehutanan
(BP3K)
Bandar
Mataram

La: -4o
44’17.64”S
Lo: 105o
27’35.46”E
La: -4o
43’40.74”S
Lo: 105o
24’5.45”E

26
Lampiran 9 Kondisi lahan pengambilan sampel

Desa

Terbanggi
Ilir

Umur
tanaman
(hari)

52

Luas
lahan
tanam
(m2)

2500

Uman
Agung

50

2500

Jati Datar

58

5000

Sendang
Agung

55

5000

Sriwijaya
Mataram

48

2500

Cara budidaya
Pemupukan
dilakukan
sebanyak dua kali dengan
pupuk urea pada umur 15
dan 25 hari. Pemeliharaan
dengan
melakukan
pencangkulan tanah rutin
setiap 1 minggu untuk
membersihkan gulma.
Pemupukan urea dan TSP
pada saat 1 MST dan
ponska
2.5
MST.
Pemeliharaan
menggunakan
pestisida
antara 3-7 kali aplikasi dan
penggunaan herbisida di
awal.

Sistem
pengendalian
(bahan aktif)
Tidak ada

Herbisida
(Isopropilamina
Glifosat),
Insektisida
(Fipronil,
Deltamethrin)
Fungisida
(Mankozeb,
Matalaksil)
Pemupukan pada umur 1 Tidak ada
dan 3 MST dengan urea,
serta penambahan kapur
dilahan. Pupuk kandang
diberikan pada awal tanam
dan kadang diberikan
kembali
3
minggu
stelahnya. Pemeliharaan
dengan pembabatan gulma
dan membuat guludan.
Awal tanam lahan diberi Tidak ada
pupuk
kandang
dan
pemupukan
selanjutnya
pada 14 hari dan 70 hari
dengan
urea+ponska.
Pemeliharaan
dengan
pencabutan gulma (koret).
Pemberian furadan saat Herbisida
awal
tanam
dan (Isopropilamina
pemupukan urea saat 7 Glifosat),
hari, KCL 30 hari. Furadan,
Herbisida digunakan di Insektisida
awal tanam dan biasanya (Fipronil,
saat 20 hari dilakukan Deltamethrin)
penyemprotan herbisida

27

Mataram
Udik

Mataram
Jaya

Terbanggi
Mulya

42

55

58

5000

2500

2500

kembali jika gulma mulai
tinggi. Pestisida diaplikasi
sebanyak 2-3 kali per
musim tanam.
Pemupukan urea pada saat
umur 10 dan 20 hari
dengan
tambahan
KCL+TSP.
Kompos
biasanya diberikan diawal
dan saat umur 25 hari.
Pengendalian
gulma
dicangkul saat awal dan
jika sudah lebat di aplikasi
herbisida.
Pemberian kapur, furadan
dan ponska di awal tanam.
Pupuk urea ditambahkan
saat umur 1 dan 2 MST.
Pestisida digunakan saat
ada serangan hama atau
penyakit
biasanya
maksimal 3 kali dan
herbisida saat gulma lebat.
Pemberian kapur dan
pupuk urea saat umur
jagung 10 dan 25 hari.
Pupuk KCL ditambahkan
saat umur 35 hari.
Penyiangan
gulma
dilakukan secara manual
dengan
dibabat
atau
dicabut.

Herbisida
(Isopropilamina
Glifosat)

Herbisida
(Isopropilamina
Glifosat),
Insektisida
(Fipronil,
Alfametrin),
Furadan

Tidak ada

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro, Lampung pada 20 Juli 1992 dari seorang ibu
bernama Jariyah (Alm) dan bapak bernama Samiaji. Penulis adalah anak pertama
dari empat bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di
SMA Sugar Group Companies pada tahun 2010. Penulis resmi menjadi
mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Juli 2010 melalui jalur Ujian Talenta
Mandiri IPB (UTMI). Penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian. Selama masa perkuliahan, penulis merupakan penerima
Beasiswa dari Sugar Group Companies.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti organisasi dan kepanitiaan.
Penulis aktif sebagai ketua umum Biro Perwakilan Angkatan Himpunan
Mahasiswa Proteksi Tanaman (BPA HIMASITA) periode kepengurusan
2010/2011 dan 2011/2012, anggota Keluarga Mahasiswa Lampung (KEMALA),
dan anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Merpati Putih. Kepanitiaan yang
pernah diikuti oleh penulis di antaranya adalah National Plant Protection Event
(NPV) oleh departemen Proteksi Tanaman pada tahun 2013 sebagai ketua divisi
Sponsorship dan Pemilihan Raya Ketua HIMASITA oleh BPA HIMASITA
sebagai ketua pelaksana pada tahun 2011 dan 2012. Selain itu, penulis juga
menjadi asisten dosen praktikum mata kuliah Dasar Proteksi Tanaman pada tahun
ajaran 2012/2013 dan 2013/2014, serta mata kuliah Entomologi Umum pada
tahun ajaran 2012/2013.