Peranan Fauna Tanah Terhadap Dekomposisi Serasah

PERANAN FAUNA TANAH TERHADAP DEKOMPOSISI
SERASAH

HANIF FATAROH

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Fauna Tanah
Terhadap Dekomposisi Serasahadalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016
Hanif Fataroh
NIM E44110016

ABSTRAK
HANIF FATAROH. Peranan Fauna Tanah Terhadap Dekomposisi Serasah.
Dibimbing oleh NOOR FARIKHAH HANEDA.
Fauna tanah merupakan organisme pengurai bahan organik yang ada pada
permukaan dan dalam tanah. Keberadaan fauna tanah sangat berpengaruh
terhadap keberlangsungan siklus hara. Siklus hara pada suatu ekosistem dapat
dilihat dari kandungan C/N rasio.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
hubungan fauna tanah dengan siklus hara. Penelitian dilakukan pada empat
ekosistem, yaitu areal perkebunan kelapa sawit (oil palm plantation), hutan karet
(jungle rubber), hutan sekunder (secondary forest), dan kebun karet (rubber
plantation). Metode pengumpulan data dengan pemisahan serasahdan fauna tanah
dari keempat ekosistem di setiap panen, yaitu setiap 2 minggu sekali selama 12
minggu dan analisis kandungan C dan N. Korelasi kelimpahan fauna tanah
dengan C/N pada ekosistem rubber plantation dan secondary forest tidak nyata,
sedangkan pada ekosistem oil palm plantation dan jungle rubber bernilai negatif
yang menunjukkan hubungan antara keduanya berlawanan arah. Rasio C/N

dipengaruhi oleh kualitas serasah, kondisi fisik, dan non fisik lingkungan dari
masing-masing ekosistem, serta fauna tanah yang berperan sebagai dekomposer.
Kata kunci: Fauna tanah, C/N ratio, siklus hara

ABSTRACT
HANIF FATAROH.The Role of Soil Fauna on The Decomposition of Litter.
Supervised by NOOR FARIKHAH HANEDA.
Soil fauna is an organic material decomposing organisms that exist on the
surface of the soil. The existence of soil fauna influence on the sustainability of
nutrient cycling. Nutrient cycling in an ecosystem can be seen from the content of
the C/N ratio. This study aims to examine the relationship of soil fauna with
nutrient cycling. The study was conducted in four ecosystems; oil palm
plantations, jungle rubber, secondary forest, and rubber plantations. Methods of
data collection with the separation of litter and soil fauna of the four ecosystems
in each crop, is every 2 weeks for 12 weeks and the analysis of the content of C/N.
Correlation abundance of soil fauna with C/N in rubber plantation ecosystem
unreal and secondary forest, while on the ecosystem jungle oil palm and rubber
plantation negative values showing the relationship between the two in opposite
directions. Ratio of C/N is influenced by the quality of the litter, physical
environment, and non-physical environment of each ecosystem, as well as soil

fauna that act as decomposers.
Keywords: soil fauna, ratio of C/N, nutrient cycling

PERANAN FAUNA TANAH TERHADAP DEKOMPOSISI
SERASAH

HANIF FATAROH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang
berjudul “Peranan Fauna Tanah Terhadap Dekomposisi Serasah” ini merupakan
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan fauna tanah dengan siklus hara
di empat ekosistem di Jambi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Noor Farikhah Haneda, MS
selaku pembimbing yang telah sabar dalam membimbing, membantu,
mengarahkan, dan memberikan saran kepada penulis. Terima kasih kepada staf
Laboratorium Entomologi Hutan Kak Asep, Mbk Tutik, Teh Lia dan seluruh staf
Departemen Silvikultur IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Ayah Tukul Raharjo, Ibu Sugiyanti yang telah sabar dalam membesarkan,
mendidik, dan membimbing dengan penuh cinta dan kasih sayang. Terima kasih
atas perjuangan, pengorbanan dan doa-doa yang dicurahkan untuk anak-anaknya:
Hanif Fataroh, Aprillia Dien Hafisyah, dan Diah Ayu Tri Astuti. Terima kasih
kepada Paman Wiji Sulamto dan Bulek Hanif Mifrohah yang selalu memberikan
dukungan mulai dari penulis masih duduk di sekolah dasar hingga sekarang.
Terima kasih kepada seluruh keluarga besar yang selalu mendoakan dengan
sepenuh hati.

Penulis juga berterimakasih kepada Muhammad Hamdani dan Abdulah
S.Hut yang telah banyak membantu selama penelitian dan rela berjuang bersama
hingga saatini. Selain itu ucapan terima kasih dihaturkan kepada teman-teman
Silvikultur 48, teman-teman DKM Ibaadurrahmaan, teman-teman syiar IPB, serta
Keluarga Mahasiswa Klaten yang senantiasa memberikan dukungan, semangat,
doa, dan bantuan dalam berbagai hal. Penulis menghargai segala bentuk ktitik dan
saran yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Hanif Fataroh

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2


METODE

2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Alat dan Bahan

2

Metode Pengumpulan Data

2

Pengolahan Data

3


HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Hubungan Kelimpahan Fauna Tanah dengan Siklus Hara

4

Fauna Tanah yang Berperan dalam Siklus Hara

6

Kandugan Unsur Karbon pada Serasah di Empat Ekosistem

6

Kandugan Unsur Nitrogen pada Serasah di Empat Ekosistem

10


Kandungan C/N pada Serasah di Empat Ekosistem

11

Kadar Komponen Serat pada Serasah

13

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

15

Saran

15


DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR TABEL
1 Koefisien korelasi (r) antara kelimpahan fauna tanah dengan rasioC/N
2 Kandungan C organik (%) di berbagai ekosistem berdasarkan waktu
pemanenan serasah setiap dua minggu
3 Kandungan N (%) di berbagai ekosistem berdasarkan waktu
pemanenan serasah setiap dua minggu
4 Hasil analisis kadar komponen kimia serasah


6
9
10
13

DAFTARGAMBAR
1 Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara pada ekosistem
oil palm plantation
2 Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara pada
ekosistem rubber plantation
3 Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara pada
ekosistem jungle rubber
4 Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara pada
ekosistem secondary forest
5 Jenis semut yang mendominasi; (a) Anoplolepis sp., (b) Leptogenys
sp.
6 Jenis Collembola yang mendominasi; a) Callyntrura sp., (b)
Heteromorus sp., (c) Homidia sp.
7 Kondisi vegetasi ekosistem jungle rubber
8 Kondisi vegetasi (a) secondary forest, (b) oil palm plantation
9 Kandungan C/N pada ekosistem oil palm plantation berdasarkan
waktu panen serasah setiap dua minggu
10 Kandungan C/N pada ekosistem rubber plantation berdasarkan waktu
panen serasah setiap dua minggu
11 Kandungan C/N pada ekosistem secondary forest berdasarkan waktu
panen serasah setiap dua minggu
12 Kandungan C/N pada ekosistem jungle rubber berdasarkan waktu
panen serasah setiap dua minggu

4
4
5
5
7
8
9
10
12
12
12
13

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fauna tanah merupakan fauna yang hidup di tanah, baik di permukaan
maupun yang ada di dalam tanah (Suin 1997). Menurut Suhardjono et al. (1997),
berdasarkan ukuran tubuh fauna tanah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
mikrofauna (< 0.15 mm), mesofauna (0.16-10.4 mm) dan makrofauna (> 10.5
mm). Keanekaragaman jenis dekomposer fauna tanah diduga dipengaruhi
kandungan bahan organik tanaman. Komposisi kimia yang berbeda dari bahan
organik tanaman menjadikan laju dekomposisinya juga akan berbeda.
Komponen jaringan pada tanaman tersusun atas berbagai unsur. Unsurunsur tersebut mempengaruhi proses dekomposisi bahan organik yang ada di
tanah. Bahan organik berperan penting dalam menciptakan kesuburan tanah baik
secara fisik, kimia, maupun biologi. Secara fisik bahan organik mampu menahan
air, secara kimia dapat meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation,
sedang secara biologi dapat mempengaruhi keanekaragaman jenis fauna tanah
(Notohadiprawiro 1999). Bahan organik dapat berasal dari jaringan tumbuhan,
jaringan hewan, sumber energi, dan nutrisi lainnya.
Laju dekomposisi bahan organik dipengaruhi oleh kandungan bahan
organik, kondisi lingkungan, serta jenis organisme dekomposer yang berperan
dalam proses penghancuran (Tian 1992). Hasil dari dekomposisi bahan organik
berupa hara serta unsur mineral. Menurut Anderson dan Ingram (1993), fauna
tanah merupakan organisme dekomposer yang keberadaannya berkaitan dengan
kandungan bahan organik tanaman serta faktor lingkungan tempat hidupnya.
Karbon (C), nitrogen (N) dan polyphenol merupakan komponen penting bahan
organik tanaman yang menentukan laju dekomposisi (Handayanto et al. 1997).
Penggunaan lahan yang berbeda akan mempengaruhi jumlah dan jenis
fauna tanah, serta laju dekomposisi karena bahan organik yang ada di setiap lahan
berbeda-beda.Desa Bungku merupakan salah satu desa di Provinsi Jambi, dimana
terdapat empat ekosistem yang menunjukkan penggunaan lahan yang
berbeda.Keempat ekosistem tersebut yaitu areal perkebunan kelapa sawit (oil
palm plantation), hutan karet (jungle rubber), hutan sekunder (secondary forest),
dan kebun karet (rubber plantation).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan fauna tanah dengan siklus
hara.

2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau gambaran
proses siklus hara dan jenis fauna tanah yang berperan dalam proses perombakan
bahan organik pada empatekosistem, yaitu areal perkebunan kelapa sawit (oil
palm plantation), hutan karet (jungle rubber), hutan sekunder (secondary forest),
kebun karet (rubber plantation).

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitiandilakukan selama 17 bulan (Februari2014 sampai Juli 2015), tahap
pertama merupakan pengambilan sampel fauna tanah yang dilakukan setiap dua
minggu sekali selama 6 bulan (Februari sampai Juli 2014). Pengambilan sampel
fauna tanah dilakukan di empat tipe ekosistemyang terletak di Desa Bungku,
Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.Kemudian tahap
kedua yaitu identifikasi fauna tanah pada bulan Agustus 2014 - Juli 2015 di
Laboratorium Entomologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan
IPB, analisis serasah di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen
Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB dan Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.
Alat dan Bahan
Alat
yang
digunakandalam
penelitian
ini
adalahbotolkoleksi,
bukuidentifikasiarthropoda Borror et al. (1996), Susanti (1998), Arnett dan
Jacques (1995), Corbert dan Penelbury (1945), cangkul,cawan petri, mikroskop,
laptop, pinset, kalkulator, kaca pembesar, lem, termometer tanah, termometer bola
basah dan kering, pita meter, bor tanah, plastik kecil, kertas label, bak plastik,
tally sheet, alat tulis, timbangan, kamera digital, dan optilab.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang berupa
koleksi fauna tanah dan serasah dari empat ekosistem berbeda yang diambil setiap
2 minggu sekali selama 12 minggu, kemudian dikoleksi di Laboratorium
Entomologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB dan alkohol
70% yang digunakan untuk mengawetkan spesimen selama identifikasi.
Metode Pengumpulan Data
Inventarisasi fauna tanah
Buat plot berukuran 1 m x 1 m pada setiap ekosistem. Ambil serasah yang
ada pada plot, kemudian taruh di dalam planstik. Ambil lapisan atas tanah
sedalam 5 cm, kemudian masukkan ke dalam plastik. Serasah dan tanah yang
diekstrak menggunakan Barlese-Tullgren untuk memisahkan fauna tanah.

3
Pembuatan litter trap
Litter trap dibuat dari trashbag yang ditempatkan di setiap ekosistem dan
diletakkan di tiga titik dengan jarak 150 meter untuk mengumpulkan serasah yang
jatuh.Tiga titik merepresentasikan pusat dari tegakan, keliling tegakan, dan area
antara pusat dengan keliling tegakan. Pembukaan trashbag dilakukan setiap dua
minggu sekali. Serasah hasil panen dikeringkan dengan angin dan ditimbang
sebanyak 50 gram, kemdian dimasukkan ke dalamlitterbag dengan ukuran mata
jala (lubang) 0.25 mm. Litterbag dipendam dalam tanah dengan kedalaman 5-7
cm di tiga titik dan dilakukan tiga pengulangan di setiap titik.
Pemanenan serasah
Pemanenan litterbag dilakukan setiap minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, dan 12.
Setiap panen diambil 3 litterbag dari setiap titik di masing-masing ekosistem,
sehingga dalam sekali panen terdapat 9 litterbag dari tiap ekosistem. Hasil panen
dimasukkan dalam bak plastik dan disimpan untuk diekstrak dengan corong
Barlese-Tullgren.
Identifikasi dengan teknik corong Barlese-Tullgren
Hasil panen serasah yang sudah disimpan dalam bak plastik dipindah ke
dalam corong Barlese-Tullgren, kemudian didiamkan selama 1 hari dengan
kondisi tutup corong diberi lampu 40 watt dengan tujuan menimbulkan panas di
dalam corong sehingga diasumsikan fauna tanah yang berada di dalam corong
akan mencari tempat yang lebih dingin, yaitu dengan cara turun ke bibir corong
dan terperangkap di dalam botol koleksi yang berisi alkolol 70%. Fauna tanah
yang diperoleh diidentifikasi sampai ordo, famili, dan morfospesies. Serasah yang
telah diekstrak ditimbang sebanyak 50 gram untuk diuji kandungan kimia berupa;
C, N, NDF, Hemiselulsa, ADF, Selulosa, Lignin, dan Silika.
Pengolahan Data
Korelasi Kelimpahan Serangga dengan Ratio C/N
Korelasi Pearson merupakan salah satu ukuran korelasi yang digunakan
untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan linier dari dua variabel. Dua
variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan salah satu variabel disertai
dengan perubahan variabel lainnya, baik dengan arah yang sama ataupun arah
yang sebaliknya.
Rumus yang digunakan untuk menghitung korelasi Pearson adalah sebagai
berikut (Pearson Product Moment):
r=

� ∑ − ∑ (∑ )
√{�∑ 2 − ∑ )2 {�∑ 2 − ∑ )2

Keterangan:
n
= Banyaknya pasangan data x dan y
∑x
= Total jumlah dari variabel x
∑y
= Total jumlah dari variabel y
∑x2 = Kuadrat dari total jumlah variabel x
∑y2 = Kuadrat dari total jumlah variabel y
∑xy = Hasil perkalian dari total jumlah variabel x dan variabel y

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan Kelimpahan Fauna Tanah dengan Siklus Hara

1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0

60
50
40
30
20

C/N (%)

Jumlah individu

Banyaknya individu pada suatu ekosistem akan mempengaruhi kegiatan
perombakan bahan organik, sehingga akan mempengaruhi kandungan unsur hara
pada tanah. Semakin tinggi kelimpahan fauna tanah maka kegiatan perombakan
bahan organik semakin tinggi dan akan memberikan dampak positif terhadap
kandungan unsur hara pada tanah. Apabila nilai kelimpahan fauna tanah rendah
maka akan menurunkan aktifitas perombakan bahan organik dan suplai nutrisi
untuk tanah berkurang.Hubungan kelimpahan fauna tanahdengan C/N rasiopada
masing-masing ekosistem dapat dilihat pada Gambar 1, 2, 3 dan 4.

10

Jumlah Individu
C/N

0

0 2 4 6 8 10 12
Waktu panen serasah
(Minggu ke)

Jumlah individu

600

60
50
40
30
20
10
0

400
200
0

C/N (%)

Gambar 1Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara pada
ekosistem oil palm plantation

Jumlah Individu
C/N

0 2 4 6 8 1012
Waktu panen serasah
(Minggu ke)

Gambar 2Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara
pada ekosistem rubber plantation

Jumlah individu

600

60
50
40
30
20
10
0

400
200
0

C/N (%)

5

Jumlah Individu
C/N

0 2 4 6 8 1012
Waktu panen serasah
(Minggu ke)

60
50
40
30
20
10
0

Jumlah individu

1000
800
600
400

200
0

C/N (%)

Gambar 3Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara
pada ekosistem jungle rubber

Jumlah Individu
C/N

0 2 4 6 8 1012
Waktu panen serasah
(Minggu ke)

Gambar 4 Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara
pada ekosistem secondary forest
Berdasarkan Gambar 1, ekosistem oil palm plantation memiliki jumlah
individu paling tinggi, yaitu 3197 individu dan kandungan C/N rasio tergolong
rendah dengan nilai 35.58 jika dibanding dengan ekosistem lainnya. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh ketersedian sumber bahan organik yang cenderung
homogen, sehingga persaingan antar fauna tanah dan tanaman untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya tinggi. Ekosistem secondary forest memiliki nilai C/N rasio
rata-rata tertinggi, dengan nilai 46.09 dan jumlah individu rata-rata pada
ekosistem ini sebanyak 2098. Ketersediaan bahan organik pada ekosistem
secondary forest banyak, karena jenis tanaman yang tumbuh lebih heterogen.
Ketersediaan sumber makanan bagi fauna tanah dan tanaman yang banyak akan
mengurangi persaingan untuk pemenuhan kebutuhan hidup, sehingga ketersediaan
nutrisi tercukupi. Rasio C/N merupakan indikator yang baik bagi kualitas bahan
organik tanaman yang merupakan sumber nutrisi dan energi bagi fauna tanah.
Perubahan komunitas dankomposisi vegetasi tertentu pada suatu ekosistem secara
tidak langsung menunjukkan pula adanya perubahan komunitas hewan dan
sebaliknya (Adisoemarto 1998). Setiap fauna tanah mempunyai kondisi spesifik
agar kinerjanya optimum, yaitu kondisi suhu, pH, udara, kelembaban dan objek
makanan (Sudarmin 1999).

6
Menurut Walpole (1995), analisis korelasi merupakan metode statistika
yang digunakan untuk mengukur besarnya hubungan linier antara dua variabel
atau lebih. Nilai korelasi populasi (p) berkisar pada interval -1 ≤ p ≤ 1.Jika
korelasi bernilai positif, maka hubungan antara dua variabel bersifat
searah.Sebaliknya, jika korelasi bernilai negatif, maka hubungan antara dua
variabel berlawanan arah. Hasil uji korelasi menggunakan model Pearson dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Koefisien korelasi (r) antara kelimpahan fauna tanah dengan
rasio C/N
Ekosistem
Oil palm plantation
Rubber plantation
Jungle rubber
Secondary forest

r
-0.789
(0.035)
-0.416
(0.353)
-0.822
(0.023)
0.008
(0.986)

Nilai di dalam kurung menunjukkan nilai p(peluang)
*. Korelasi signifikan pada tingkat 0.05

Hasil uji korelasi dengan rumus Pearson menunjukkan bahwa pada
ekosistem rubber plantation dan secondary forestrasio C/N memiliki korelasi
tidak nyata. Korelasi antara kelimpahan dengan rasio C/N terjadi pada ekosistem
oil palm plantation dan jungle rubber, namun nilai korelasi bernilai negatif. Hal
ini menunjukkan bahwa hubungan antara kelimpahan individu dengan rasio C/N
berlawanan arah. Kelimpahan fauna tanah berperan dalam proses dekomposisi
serasah dan penyediaan kandungan C/N. Yudi et al. (2003) menyatakan bahwa
padakandungan C/N yang rendah, akan ditemui lebih banyak fauna tanahkarena
fauna tanah yang berperan dalam proses dekomposisi semakin banyak. Besarnya
kandungan C/N berarti jumlah C yang terurai lebih sedikit begitu juga berlaku
sebaliknya, sehingga kandungan N yang dihasilkan dari proses dekomposisi akan
kecil. Hal tersebut akan menyebabkan persaingan antara fauna tanah dan
tumbuhan dalam memenuhi kebutuhan hidup (Yudi et al. 2003)
Fauna Tanah yang Berperan dalam Siklus Hara
Fauna tanah memegang peranan penting karena sisa organik yang telah mati
diurai menjadi unsur-unsur yang dikembalikan ke dalam tanah (N, P, K, Ca, Mg,
dan lain-lain) dan atmosfer (CH4 atau CO2) sebagai hara yang dapat digunakan
kembali oleh tanaman, sehingga siklus hara berjalan sebagaimana mestinya.
Fauna tanah disebut sebagai organisme perombak bahan organik atau
biodekomposer, artinya fauna tanah merupakan organisme pengurai nitrogen dan
karbon dari bahan organik. Fauna tanah berperan penting dalam mempercepat
penyediaan hara dan juga sebagai sumber bahan organik tanah.Menurut Arief
(2001), terdapat suatu peningkatan nyata terhadap siklus hara tanah, terutama
pada lahan-lahan yang ditambahkan fauna tanah sebesar 20%-50%.

7
Fauna tanah berperan besar dalam perbaikan kesuburan tanah. Fauna tanah
memakan tumbuhan-tumbuhan yang hidup dan yang sudah mati.Hasil dari
perombakan atau dekomposisi yang dilakukan oleh fauna tanah dimanfaatkan oleh
tumbuhan yang masih hidup dan sebagai sumber kehidupan bagi fauna tanah
lainnya. Ketersediaan sumber makanan (biomassa hidup dan bahan organik) yang
cukup akan lebih meningkatkan siklus hara. Ketersediaan sumber makanan akan
meningkatkan perkembangan dan aktivitas fauna tanah, sehingga akan
memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah.Menurut Mengel dan Kirkby
(1987) bahwa siklus hara merupakan suatu proses suplai dan penyerapan dari
senyawa kimia yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Proses ini mencakup proses
kualitas bahan kimia dari serasah, proses mikroklimat, status kimia dari tanah, dan
aktivitas fauna (Binkley 1987). Arief (2001) menyebutkan keberadaan fauna
dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan
untuk kelangsungan hidupnya. Tersedianya energi dan hara bagi fauna tanah
tersebut, maka perkembangan dan aktivitas fauna tanah akan berlangsung baik
dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah.
Menurut Abdulah (2015), fauna tanah yang paling mendominasi pada
empat ekosistem adalah semut (Formicidae) dan Collembola. Semut merupakan
fauna tanah yang mempunyai peran sebagai dekomposer bahan organik. Menurut
Andersen (2000) keberadaan semut sangat terkait dengan kondisi habitat dan
beberapa faktor pembatas utama yang mempengaruhi keberadaan semut yaitu
suhu rendah, habitat yang tidak mendukung untuk pembuatan sarang, sumber
makanan yang terbatas serta daerah jelajah yang kurang mendukung. Berdasarkan
hal tersebut, lingkungan fisik sangat mempengaruhi keberadaan semut pada suatu
ekosistem (Lampiran 1). Faktor suhu dan kelembaban udara mikro dalam
ekosistem turut mempengaruhi variasi kehidupan semut, karena titik optimum
suhu dan kelembaban untuk masing-masing semut pasti berbeda. Jenis semut
yang mendominasi disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5Jenis semut yang mendominasi; (a) Anoplolepis sp., (b) Leptogenys sp.
Data menunjukkan bahwa suhu tanah pada empat ekosistem berkisar
antara 26.1°C-27.8°C sehingga semut masih banyak dijumpai, sedangkan suhu
udara berkisar antara 28.0°C-30.0°C. Menurut (Riyanto 2007) kisaran suhu 25°C32°C merupakan suhu optimal dan toleran bagi aktifitas semut di daerah tropis.
Keempat ekosistem sama-sama memiliki pH sedikit asam yaitu 4 untuk secondary
forest, rubber plantation, oil palm plantation dan 5 (netral) untuk jungle rubber.
Kondisi pH tanah ini masih toleran untuk semut, artinya semut masih dapat hidup
dengan baik pada pH netral dan sedikit asam. Fauna tanah ada yang senang hidup
pada pH asam dan ada pula yang senang pada pH basa tergantung pada jenisnya
(Arief 2001).

8
Collembola merupakan salah satu ordo dari kelas hexapoda yang
keberadaan tersebar diseluruh daratan.Sebagian besar hidup di lapisan atas tanah,
semakin ke lapisan bawah populasinya semakin menurun hingga sampai di
lapisan 2 m. Collembola berperan dalam penghalusan sisa bahan
organik.Collembola paling banyak ditemukan pada ekosistem jungle rubber
dibanding ekosistem lainnya.Collembola biasanya hidup pada daerah dengan pH
masam (Boror et al. 1998).Collembola banyak ditemukan pada daerah yang
memiliki serasah tebal karena kelompok ini adalah pemakan serasah.Ekosistem
jungle rubber memiliki ketebalan serasah paling tebal jika dibanding ekosistem
lainnya (Lampiran 1), dengan kerapatan tajuk paling tinggi, yaitu sebesar
85%.Kondisi tajuk yang rapat sangat disenangi oleh Collembola. Menurut Suin
(1997), faktor suhu merupakan salah satu faktor penentu keberadaan Collembola
karena kelompok ini lebih menyukai habitat yang ternaungi. Jenis Collembola
yang mendominasi pada empat ekosistem ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Jenis Collembola yang mendominasi; a) Callyntrura sp.,
(b) Heteromorus sp., (c) Homidia sp.

Kandugan Unsur Karbon pada Serasah di Empat Ekosistem
Unsur C merupakan salah satu unsur makro yang dibutuhkan oleh tanaman
untuk penyusunan jaringan-jaringan tanaman. Besar kandungan nilai C di tanah
ditentukan oleh banyaknya ketersediaan bahan organik dan kualitas bahan organik.
Semakin bagus kualitas serasah, maka serasah tersebut akan mudah lapuk dan akan
menyumbangkan nilai atau kandungan unsur hara yang tinggi. Unsur C merupakan
hasil rombakan dari CO2, yang sumber utama berasal dari dekomposisi bahan organik
berupa sisa-sisa tanaman atau hewan dan dari respirasi invertebrata, bakteri, serta
fungi (Kononova 1966). Kandungan C organik yang terdapat di tanah pada setiap
panen di setiap ekosistem dapat dilihat pada Tabel 2.

9
Tabel 2 Kandungan C organik (%) di berbagai ekosistem berdasarkan waktu
pemanenan serasah setiap dua minggu
Ekosistem
Oil palm plantation
Rubber plantation
Secondary forest
Jungle rubber

0
46.34
54.06
55.00
53.61

2
49.30
51.26
55.89
54.65

Minggu Ke4
6
8
47.89 49.19 49.08
50.25 45.23 46.33
52.53 47.63 43.94
53.73 52.41 51.39

10
49.67
44.95
42.79
52.11

12
50.42
44.66
42.08
50.32

RataRata
48.84
48.11
48.55
52.60

Kandungan unsur C rata-rata paling besar berada pada ekosistem jungle
rubber, dengan nilai 52.60. Nilai kandungan C dapat menunjukkan keaktifan
tanaman dalam berfotosintesis. Menurut Pratikno (2001), kecepatan dekomposisi
bahan organik berkolerasi sangat nyata dengan kandungan C organik. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan unsur C organik pada bahan organik akan
menurunkan kecepatan dekomposisi. Bahan organik dengan kandungan unsur C
tinggi menunjukkan banyaknya fraksi tahan lapuk, misalkan dikarenakan
kandungan lignin dan polyphenol. Hasil analisis kandungan lignin paling tinggi
terdapat pada ekosistem jungle rubber, yaitu sebesar 37.63. Kandungan lignin
yang tinggi merupakan salah satu faktor penyebab tingginya kandungan unsur C
karena tidak mudah diurai oleh fauna tanah. Kondisi vegetasi di ekosistem jungle
rubber cukup terbuka (Gambar 3), cahaya matahari yang masuk mencapai lantai
tanah. Hal seperti ini tidak terlalu disukai oleh fauna tanah, sehingga serasah yang
jatuh ke lantai hutan tidak diurai secara sempurna oleh fauna tanah.

Gambar 7Kondisi vegetasi ekosistem jungle rubber
Kandungan C terendah terdapat pada ekosistem rubber plantation sebesar
48.11. Hasil analisis kimia pada ekosistem rubber plantation memiliki kandungan
lignin paling rendah dibanding ekosistem lainnya (Tabel 4), sehingga bahan
organik lebih mudah terurai. Ekosistem rubber plantationmerupakan ekosistem
monokultur, sehingga produksi serasah cukup rendah.Kebun kelapa sawit
memiliki kandungan unsur C tergolong tinggi jika dibandingkan secondary forest,
yaitu dengan rata-rata C yaitu 48.84. Hal ini diduga karena material serasah pada
lahan kelapa sawit relatif keras sehingga sulit terdekomposisi. Kondisi vegetasi
ekosistem secondary forest dan oil palm plantation ditunjukkan pada Gambar 4.
Manurut Nurmailah (1999) kulit benih kelapa sawit yang sangat keras
menghambat perkecambahan yang dikarenakan tingginya kadar lignin, sehingga
potensi simpanan karbon pada serasah cenderung lebih tinggi daripada kelas
tutupan lahan lainnya. Hal yang serupa ditunjukan pada hasil kandungan C
tertinggi pada ekosistem jungle rubber dikarenakan kandungan ligninnya paling

10
tinggi (Tabel 4). Menurut Thom et al. (1996), degradasi lignin merupakan tahapan
pembatas bagi kecepatan dan efisiensi dekomposisi yang berhubungan dengan
selulosa. Lignin menjadi penghalang akses enzim pada dekomposisi bahan
organik, yang pada akhirnya menyebabkan penumpukan bahan organik yang tidak
terurai.

Gambar 8Kondisi vegetasi (a) secondary forest, (b) oil palm plantation
Bila dilihat hasil kandungan C pada minggu ke-0 hingga ke-12 disetiap
ekosistem, rata-rata memiliki kandungan C yang semakin menurun karena waktu
untuk pelapukan bahan organik lebih lama. Menurut Bambang dan Ellianawati
(2010), penurunan berat C akan berangsur-angsur turun menuju stabilitas menjadi
mineral tanah. Jumlah kadar air dalam serasah semakin lama semakin berkurang
karena suhu serasah dalam tanah semakin meningkat. Meningkatnya suhu
dikarenakan kandungan air dalam kompos digunakan untuk menjaga temperatur
serasah.
Kandugan Unsur Nitrogen pada Serasah di Empat Ekosistem
Unsur nitrogen (N) merupakan salah satu unsur hara makro utama yang
dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang besar, diserap dalam bentuk
amonium dan nitrat. Salah satu sumber N berasal dari hasil pelapukan bahan
organik. Nitrogen diketahui terdapat di semua bagian dari sel tumbuhan, baik itu
di dinding sel, sitoplasma ataupun di dalam inti sel, sehingga kebutuhan tumbuhan
akan N sangat tinggi. Kandungan N di berbagai karakteristik ekosistem disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan N (%) di berbagai ekosistem berdasarkan waktu pemanenan
serasah setiap dua minggu
Ekosistem
Oil palm plantation
Rubber plantation
Secondary forest
Jungle rubber

0
0.96
0.99
1.08
0.94

2
1.29
1.15
1.08
2.27

Minggu Ke4
6
8
1.31 2.27 1.17
1.15 1.10 1.15
0.94 1.06 0.96
1.08 2.26 2.26

10
1.64
1.34
1.11
1.48

12
1.57
1.41
1.25
1.48

RataRata
1.46
1.18
1.07
1.68

Nilai rata-rata N tertinggi ada pada ekosistem jungle rubber dan oil palm
ptantation, yaitu 1.68 dan 1.46. Tingginya kebutuhan N tumbuhan perkebunan,
membuat para petani menggunakan pemupukan dalam jumlah besar untuk
memenuhi kebutuhan N pada perkebunan (Lehmann et al. 2002).Terutama
perkebunan kelapa sawit yang memiliki keragaman tumbuhan yang sangat

11
rendah.Rosleine et al. (2006)mengemukakan kualitas dan kuantitas serasah
berbeda-beda pada berbagai karakteristik ekosistem, sehingga menimbulkan
dinamika hara termasuk dinamika unsur N. Pada perkebunan kelapa sawit,
pemberian pupuk merupakan bagian penting dalam pertahanan hara. Para petani
umumnya memberikan pemupukan dengan dosis yang cukup tinggi untuk
memenuhi kebutuhan hara tumbuhan, sehingga faktor pemupukan kemungkinan
merupakan salah satu faktor penyebab tingginya nilai rata-rata N pada ekosistem
oil palm plantation jika dibandingkan ekosistem rubber plantation dan secondary
forest.Kecepatan dekomposisi bahan organik yang kandungan nitrogennya rendah
dapat ditingkatkan dengan penambahan sumber nitrogen baru. Penambahan pupuk
kandang ke dalam bahan yang miskin unsur hara akan dapat rnenambah
ketersediaan unsur hara, karena di dalam pupuk kandang terdapat berbagai unsur
hara baik unsur hara makro maupun mikro yang sangat berguna bagi pertumbuhan
tanaman (Sutejo 1992). Pupuk kandang selain mengandung unsur hara makro dan
mikro juga mengandung berbagai mikroorganisme yang dapat membantu proses
dekomposisi bahan organik (Sutejo dan Kartasaputra l99l). Pupuk kandang dapat
memperbaiki kondisi dan struktur tanah, meningkatkan daya serap tanah terhadap
air,meningkatkan kondisi lingkungan kehidupan mikroorganisme dan
mengandung berbagai unsur hara (Buckman dan Brady 1969). Secara umum
kandungan N pada minggu ke-0 hingga ke-12 mengalami kenaikan.
Bertambahnya kandungan N disebabkan oleh suplai dari hasil dekomposisi
serasah. Sesui pernyataan Li dan Zang (2000), semakin lama waktu panen kompos
akan menyebabkan kenaikan kandungan N pada kompos.
Kandungan C/N pada Serasah di Empat Ekosistem
Hubungan antara karbon dan nitrogen di dalam tanah sangat penting.
Hubungan ini dinyatakan dengan istilah C/N rasio.Rasio C/N mempunyai arti
penting, misalnya untuk mengetahui terjadinya kompetisi antara fauna tanah dan
tumbuhan terhadap kebutuhan unsur N. Selain itu, C/N rasio berguna untuk
mengetahui tingkat pelapukan dan kecepatan penguraian bahan organik yang
dilakukan oleh fauna tanah dan ketersediaan unsur nitrogen di dalam tanah
(Bachtiar 2006). Tejoyuwono (1998) mengemukakan apabila perbandingan C/N
terlalu besar, berarti ketersediaan C sebagai sumber energi berlebihan menurut
perbandingannya dengan ketersediaan N sehingga aktifitas fauna tanah akan
melambat. Rasio C/N yang rendah menunjukkan proses dekomposisi bahan
organik yang dilakukan oleh fauna tanah berjalan baik, dan sebaliknya nilai C/N
yang tinggi menunjukkan proses dekomposisi tidak berjalan dengan baik,
sehingga akan mempengaruhi siklus hara pada tanah. Siklus hara pada suatu
ekosistem dapat dilihat dari kandungan C/N rasio. Kandungan C/N pada lokasi
penelitian disajikan pada Gambar 7, 8, 9 dan 10.

C/N (%)

12
60
50
40
30
20
10
0

y = -1,052x + 41,89
R² = 0,280
C/N
Linear (C/N)
0

2

4

6

8 10 12 14 16

Waktu panen serasah (Minggu ke)

C/N (%)

Gambar 9 Kandungan C/N pada ekosistem oil palm plantation
berdasarkan waktu panen serasah setiap dua minggu
60
50
40
30
20
10
0

y = -1,683x + 51,45
R² = 0,913
C/N
Linear (C/N)
0

2

4

6

8 10 12 14 16

Waktu panen serasah (Minggu ke)

C/N (%)

Gambar 10 Kandungan C/N pada ekosistem rubber plantation
berdasarkan waktu panen serasah setiap dua minggu
60
50
40
30
20
10
0

y = -1,534x + 55,29
R² = 0,758
C/N
Linear (C/N)
0

2

4

6

8 10 12 14 16

Waktu panen serasah (Minggu ke)

Gambar 11 Kandungan C/N pada ekosistem secondary forest
berdasarkan waktu panen serasah setiap dua minggu

C/N (%)

13
60
50
40
30
20
10
0

y = -1,318x + 43,05
R² = 0,174

C/N
Linear (C/N)
0

2

4

6

8 10 12 14 16

Waktu panen serasah (Minggu ke)

Gambar 12 Kandungan C/N pada ekosistem jungle rubber
berdasarkan waktu panen serasah setiap dua minggu
Siklus hara yang terjadi di masing-masing ekosistem sangat beragam.
Ekosistem jungle rubber dan oil palm plantation memiliki rata-rata C/N yang
rendah bila dibandingkan dengan dua ekosistem lainnya. Ekosistem oil palm
plantation merupakan ekosistem yang masih dilakukan pemanenan terhadap hasil
tanamann berupa kelapa sawit, sehingga di ekosistem ini masih dilakukan
perawatan berupa pemupukan tanaman. Pemupukan tanaman dapat meningkatkan
kandungan N tersedia untuk tanaman. Rasio C/N menentukan keberhasilan proses
pelapukan bahan organik, agar dapat diaplikasikan ketanah. Sesuai dengan
karakteristik SNI, rasio C/N kompos yang bagus untuk dijadikan pupuk adalah
10-20%. Menurut Hamoda et al. (1998), rasio C/N yang rendah menunjukkan
kandungan unsur hara pada suatu lahan mencukupi bagi tanaman untuk tumbuh,
karena proses dekomposi bahan organik berjalan cepat dan sumber makanan bagi
fauna tanah tercukupi. Rasio C/N yang rendah menyebabkan tidak adanya
persaingan mendapatkan unsur N antara tanaman dan fauna pengurai bahan
organik, sehingga tanaman lebih mudah menyerap N.Rata-rata rasio C/N dari
empat ekosistem >20%, sehingga menurut SNI kualitas dekomposisi serasah di
masing-masing ekosistem kurang bagus.
Kadar Komponen Serat pada Serasah
Selain kadar C dan N pada serasah, terdapat beberapa komponen kimia
penyusun serasah. Hasil analisis komponen kimia serasah dari empat ekosistem
dapat di lihat pada Tabel 4.
Tabel 4Hasil analisis kadar komponen kimia serasah
NDF Hemiselulosa ADF Selulosa Lignin Silika
Ekosistem
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
Rubber plantation

88.49

10.42

78.07

37.97

27.23

2.26

Secondary forest

86.35

7.51

78.84

32.98

37.17

0.26

Jungle rubber

82.20

3.08

79.12

30.92

37.63

2.56

Oil palm plantation 81.34

8.89

72.45

32.82

33.84

7.78

NDF: Neutral Detergent Fiber; ADF: Acid Detergent Fiber

14
Lignoselulosa
merupakan
komponen
utama
tanaman
yang
menggambarkanjumlah sumber bahan organik yang dapat diperbaharui.
Lignoselulosa terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan beberapa bahan
ekstraktif lain. Semua komponen lignoselulosa terdapat pada dinding sel
tanaman.Komponen-komponen penyusun dinding sel inilah yang diuraikan oleh
mikroorganisme pada proses dekomposisi serasah, sehingga dapatdihasilkan unsur
hara yang diperlukan pada suatu ekosistem.Selulosa merupakan struktur dasar selsel tumbuhan, sekitar 40% karbon tumbuhan terikat dalam selulosa (Fengel dan
Wegener 1995). Komponen yang paling pertama diurai pada proses dokomposisi
ialah selulosa.
Neutral Detergent Fiber (NDF) merupakan serat kasar yang mewakili
kandungan dinding sel yang terdiri dari lignin, selulosa, hemiselulosa dan protein
yang berikatan dengan dinding sel. Hasil analisis menunjukkan ekosistem rubber
plantation memiliki nilai NDF tertinggi jika dibandingkan ekosistem lainnya,
karena kandungan lignin pada ekosistem rubber plantation paling rendah.
Menurunnya kadar NDF disebabkan karena meningkatnya lignin dan
mengakibatkan menurunnya hemiselulosa. Tingginya kadar lignin menyebabkan
mikroba tidak mampu mengurai hemiselulosa dan selulosa secara sempurna
(Crampton dan Haris 1969). Lignin berbeda dari selulosa dan hemiselulosa karena
lebih tahan terhadap biodegradasi. Urutan penguraian sisa tumbuhan dimulai
dengan penguraian selulosa dan penggunaaan karbon terlarut yang selanjutnya
diikuti oleh penguraian protein dan terakhir lignin. Tingginya kadar lignin
mengakibatkan laju dekomposisi serasah lambat dan menyebabkan kandungan C
tinggi. Acid Detergent Fiber (ADF) mewakili selulosa dan lignin dinding sel
tanaman. Serat kasar terutama mengandung selulosa dan hanya sebagian lignin.
Analisis ADF dibutuhkan untuk evaluasi kualitas serat.
Kadar hemiselulosa merupakan selisih antara NDF dan ADF. Kadar
hemiselulosa biasanya antara 15-30% dari kadar lignoselulosa (Crampton dan
Haris 1969). Hasil analsis menunjukkan hal serupa, kadar hemiselulosa berkisar
antara 15-30%. Kadar lignin rata-rata paling tinggi diantara kadar serat lainnya
pada lignoselulosa. Menurut Thom et al. (1996), degradasi lignin merupakan
tahapan pembatas bagi kecepatan dan efisiensi dekomposisi yang berhubungan
dengan selulosa. Menurut SNI kadar C dalam kompos yang telah matang yaitu
9,8-32%, jika dilihat hasil analisis C rata-rata lebih dari 45%. Lignin menjadi
penghalang akses enzim pada dekomposisi bahan organik, yang pada akhirnya
menyebabkan penumpukan bahan organik yang tidak terurai sehingga kandungan
C tinggi. Hasil uji kandungan silika paling tinggi berada pada ekosistem oil palm
plantation, yaitu 7.78%. Silika merupakan salah satu mineral yang sulit
didekomposisi oleh fauna tanah, sesuai pernyataan Devendra (1990) bahwa
limbah kelapa sawit diselimuti oleh kristal silika yang sulit dicerna oleh fauna
tanah.

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Fauna tanah merupakan organisme dekomposer yang keberadaannya sangat
berpengaruh terhadap keberlangsungan siklus hara pada suatu ekosistem. Siklus
hara pada suatu ekosistem dapat dilihat dari kandungan C/N rasio. Korelasi
kelimpahan fauna tanah dengan C/N pada ekosistem rubber plantation dan
secondary forest tidak nyata, sedangkan pada ekosistem oil palm plantation dan
jungle rubberbernilai negatif yang menunjukkan hubungan antara keduanya
berlawanan arah.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang siklus hara pada empat
ekosistem tersebut secara kontinu, berkaitan dengan perubahan penggunaan
lahan.
2. Penelitian ini membuka peluang untuk pengkajian jenis fauna tanah yang dapat
meningkatkan perombakan bahan organik sehingga dapat memberikan suplai
lebih terhadap kesuburan tanah.

DAFTAR PUSTAKA
Abdulah. 2015. Perbandingan Fenologi Dekomposer pada Empat Tipe Ekositem
yang Berbeda. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Adisoemarto S. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Jakarta(ID): Airlangga.
Andersen AN. 2000. Global ecology of rainforest ants: functional groups in
relation to environmental stress and disturbance. Di dalam: Agosti D, Majer
JD, Alonso LE, Schultz TR, editor. Ants: Standard Methods for Measuring
and Monitoring Biodiversity. Volume 3. Amerika Serikat (US): Smithsonian
Inst.hlm 25-34.
Anderson JM,Ingram JSI. 1993. Tropical Soil Biology and Fertility, A Handbook
of Methods. Bergamon (GB): OxfordCAB International.
Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Jakarta (ID) : Kanisius.
Arnett RH, Jacques RL. 1995. Guide to Insect. New York (US): Library of
Congress Cataloging in Publication Data.
Bachtiar E. 2006. Ilmu Tanah. Medan (ID): Fakultas Pertanian USU.
Bambang S, Ellianawati. 2010. Pengaruh Waktu Pengomposan Terhadap Rasio
Unsur C/N dan Jumlah Kadar Air Dalam Kompos. Prosiding Pertemuan
Ilmiah HFI Jateng dan DIY. Semarang. Hal: 49-53.

16
Binkley CS. 1987. When is the optismal economic rotation longer than the
rotation of maximum sustained yield. Enviromen Econimoc Management.
14: 152-158.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga
Edisi ke-6.Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
Univ Pr. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insect.
Borror DJ, De Long DM. 1998. An Introduction to the Study of Insect. London
(UK): Sounders College Publishing.
Buckman HO, Brady NC. 1969. Ilmu Tanah. Volume ke-1.Soegiman, penerjemah.
Jakarta (ID): Bhratara Aksara. Terjemahan dari:Soil Science
Corbert AS, Pendelbury HM. 1945.The Butterflies of The Malay Peninsula.
Malaysia (MY): Malayan Nature Society.
Crampton EW, Haris LE. 1969. Applied Animal Nutrision. California (CA): The
Engsminger Publishing Campany.
Devendra C. 1990. Utilization of Feedingstuff from Oil Palm. Malaysia (MY):
Malaysian Agricultural Research and Development Institute Serdang
Malaysia.
Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu Kimia Ultrastruktur Reaksi-Reaksi.
Yogyakarta (ID): Gajah Mada Univ Pr. Terjemahan dari: Ultrastruktur
Chemical Wood.
Hamoda MF, Abu Qdais HA,Newham J. 1998.Evaluation of municipal solid
waste composting kinetics.Conservation and Recycling. 2: 209-223.
Handayanto E, Giller KE, Cadish G. 1997. Manipulation of Nitrogen
mineralization from mixtures of legume tree pruning of differrent quality
and recovery of nitrogen by maize.Soil Biology and Biochemistry. 29(1):
1417-1426.
Howard RL, Abotsi E, Rensburg JV,Howards. 2003. Lignocellulose
biotechnology: issues of bioconversion and enzyme production. African
Journal of Biotechnology. 2(1): 602-619.
Kononova MM. 1966. Soil Organic Matter, Its Nature, Role in Soil Formation
and in Soil Fertility. Oxford (GB): Oxford Univ Press.
Lehmann J, Gebauer G, Zech W. 2002. Nitrogen cycling assessment in a
hedgerow intercropping system using 15N enrichment.Nut Cycl Agroeco.
62:1–9.
Li G, Zhang F. 2000. Solid Wastes Composting and Organic Fertilizer Production.
Beijing (CN): Chemical Engineering Press.
Mengel K, Kirkby EA. 1987. Principles of Plant Nutrition. Switzelan(CH):
International Potash Institute.
Notohadiprawiro T. 1999. Tanah dan Lingkungannya. Jakarta (ID): Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Nurmailah ES.1999. Pengaruh Matriconditioning Plus Inokulasi dengan
Trichoderma sp. Terhadap Perkecambahan, Kadar Lignin dan Asam Absisat
Benih Kelapa Sawit (Elaeis gineensis Jacq.) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Petal J. 1998.The Influence of ants on Carbon and Nitrogen Mineralization in
Drained Fen Soil.Soil Ecol. 9: 271-272..
Pratikno H. 2001. Studi Pemanfaatan Berbagai Biomasa Flora untuk Peningkatan
Ketersediaan P dan Bahan Organik Tanah Berkapur di DAS Brantas Malang

17
Selatan [Skripsi]. Malang (ID): Program Pascasarjana, Universitas
Brawijaya Malang.
Riyanto. 2007. Kepadatan, pola distribusi dan peranan semut pada tanaman di
sekitar lingkungan tempat tinggal. Jurnal Penelitian Sains. 10(2): 241-253.
Rosleine D, Devi N, Choesin, Sulistyawati E. 2006. The contribution of dominant
tree species to nutrient cycling in a mixed forest ecosystem on mount
tangkuban perahu, West Java, Indonesia.International Conference on
Mathematics and Natural Sciences (ICMNS). 29-30 November 2006.
Bandung-Indonesia.hlm 378-380.
Sudarmin.1999. Pemanfaatan EM4 sebagai Biofermentasi pada Sampah Organik
Rumah Tangga. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Suhardjono YR, Pudji A, Erniwati. 1997. Keanekaragaman Takson Arthropoda
Tanah pada Lahan Terdegradasi di Jampang Jawa Barat. Prosiding Seminar
Biologi XIV dan Kongres Nasional Biologi XI perhimpunan Biologi
Indonesia, Cabang Jakarta. Depok. Hal: 290-293.
Suin MN. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Susanti S. 1998. Mengenal Capung. Bogor (ID): Puslitbang Biologi-LIPI
Sutejo MM, Kartasapoetra AG. 1991. Mikrobiologi Tanah. Jakarta (ID): Rineka
Cipta.
Sutejo MM. 1992. Pupuk dnn Curu Penurpukun. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Tejoyuwono N. 1998. Tanah dan Lingkungan. Jakarta (ID): Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Thorn RG,Reddy CA, Harris D, Paul EA. 1996.Isolation of Saprophytic
Basidiomycetes from soil.Microbiology. 62: 4.288-4.292.
Tian G. 1992.Biologi Effect of Plant Residues With Contrasting Chemical
Composition on Plant and Soil Under Humid Tropical Conditions. London
(UK): Kluwer Academic Publisher.
Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta (ID): Gramedia.
Yudi S, Sugiyarto, Wiryanto. 2003. Hubungan populasi makrofauna dan
mesofauna dengan kandungan C, N, dan Polyphenol, serta rasio C/N dan
Polyphenol/N bahan organik tanaman. BioSMART. 5(2):134-137I.

18

LAMPIRAN
Lampiran 1Perbandingan faktor lingkungan pada empat ekosistem
Secondary
Rubber
Oil palm
Faktor
forest
plantation plantation
Strata vegetasi
III
II
I
Spesies pohon
4
1
1
Ketebalan serasah (cm)
5.20
4.15
0.31
Suhu tanah (°C)
26.8
27.6
27.8
Suhu udara (°C)
29.0
29.1
30.0
Kerapatan tajuk (%)
84
78
64
pH tanah
4
4
4
Kelembaban udara
86.20
85.40
75.00

Jungle
rubber
III
1
5.85
26.1
28.0
85
5
91.00

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 12
Juni 1993. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Tukul
Raharjo dan Sugiyanti. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu TK ABA
Dukuh (1998), SDN 1 Dukuh (1999), Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1
Bayat pada tahun 2008. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cawas dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri jalur Undangan dan diterima di Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa Bidik Misi dari
DIKTI.
Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif mengikuti berbagai organisasi,
yaitu anggota Organisasi Mahasiwa Daerah (OMDA) Keluarga Mahasiswa Klaten
(KMK) tahun 2011-2015, Dewan Mushola Asrama A1 tahun 2011-2012,
Pengurus DKM Ibaadurrahmaan Fakultas Kehutanan tahun 2012-2014, anggota
Forum Silaturahim Lembaga Dakwah IPB (FSLDKI) tahun 2013-2014, anggota
Group Seedling Himpunan Profesi Tree Grower Community (TGC) tahun 20122013, serta anggota Group Entomologi Himpunan Profesi Tree Grower
Community (TGC) tahun 2013-2014. Selain itu, penulis juga aktif dalam
kepanitiaan Lets Fight Again Drugs tahun 2012, Masa Perkenalan Kampus
Mahasiswa Baru 49 (MPKMB 49) tahun 2012, Bersatu dalam Orientasi Anak
Rimba (BELANTARA) tahun 2013, Semarak Dunia Kehutanan tahun 2013, TGC
In Action (TIA) tahun 2013, TGC In Action (TIA) tahun 2014, Ekspedisi Flora
dan Studi Ilmiah (EKSFLORASI) tahun 2014, Muktamar FSLDKI tahun 2014,
Ibaad Goes to Nature tahun 2014, serta Proud To Be Forester tahun 2014. Selain
aktif dalam organisasi dan kepanitiaan, penulis juga aktif sebagai asisten
Pendidikan Agama Islam tahun 2013 dan 2014, asisten Pengelolaan Nutrisi Hutan
tahun 2014, asisten Ilmu Hama Hutan tahun 2014 dan 2015, asisten Perlindungan
Hutan tahun 2014 dan 2015, asisten Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH)
sub jalur Baturraden tahun 2015. Penulis pernah melakukan PPEH di BaturradenCilacap pada tahun 2013, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan
Gunung Walat (HPGW) pada tahun 2014, serta Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT
Jorong Barutama Greston, Kalimantan Selatan pada tahun 2015. Penulis membuat
skripsi untuk mendapatkan gelar sarjana Fakultas Kehutanan IPB dengan judul
“Peranan Fauna Tanah Terhadap Dekomposisi Serasah” di bawah bimbingan Dr
Ir Noor Farikhah Haneda, MS.