Laju Dekomposisi Serasah Rhizophora stylosa pada Berbagai Tingkat Salinitas

TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem pantai yang memiliki
produktivitas tinggi. Ekosistem ini berupa formasi hijau yang kompleks dan
dinamis dengan penyebaran yang terbatas hanya pada daerah tropik dan sub
tropik. Hutan mangrove berkembang di daerah intertidal seperti di daerah pantai
yang terlindung, lingkungan estuaria dan delta. Oleh karena itu ekosistem ini
sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut dengan fluktuasi lingkungan yang
lebar. Selain itu hutan mangrove dikenal juga sensitif terhadap pengaruh eksternal
karena sifatnya yang terbuka terhadap bahan dan energi yang masuk atau keluar
(Chapman, 1977).
Vegetasi penyusun hutan mangrove yang ada di Indonesia ini tergabung
dalam 37 suku tumbuhan, yang terdiri atas pohon (14 suku), perdu (4 suku), terna
(5 suku), liana (3 suku), epifit (10 suku ), dan parasit (1 suku). Untuk suku
Rhizophoraceae

yang semua anggotanya terdiri atas pohon:

Bruguiera

cylindrica, B. exaristata, B. gymnorrhiza, B. sexangula, Ceriops decandra, C.

tagal, Kandelia candel, Rhizophora apiculata, R. mucronata, dan R. stylosa
(Kartawinata dkk., 1978).
Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari
atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub
tropis. Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di
antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan
membentuk hutan yang ekstensif dan produktif. Karena hidupnya di dekat pantai,
mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau,

Universitas Sumatera Utara

atau hutan bakau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya
didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di
atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi
tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal
dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu
hijau dan terdiri atas bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai
ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri
pakan ternak, kertas, dan arang (Dedi, 2008).
Taksonomi dan Morfologi Rhizophora stylosa

Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Sub kingdom

: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)


Sub Kelas

: Rosidae

Ordo

: Myrtales

Famili

: Rhizophoraceae

Genus

: Rhizophora

Spesies

: Rhizophora stylosa Griff.
Rhizophora stylosa dapat tumbuh sampai dengan tinggi sekitar 10 m.


Permukaan batang berwarna abu-abu kehitaman, bercelah halus. Daun permukaan
atas halus mengkilap, ujung meruncing, dengan duri, bentuk lonjong dengan lebar
bagian tengah, ukuran panjang 8-12 cm, permukaan bawah tulang daun berwarna
kehijauan, berbintik-bintik hitam tidak merata.. Karangan bunga: terletak di ketiak

Universitas Sumatera Utara

daun, bercabang 2-3 kali, masing-masing cabang 4-16 bunga tunggal, kelopak 4,
berwarna kuning gading, mahkota 4, berwarna keputihan, benag sari 8, tangkai
putik jelas (stilus), panjang 0,4-0,6 cm. Buah: mirip dengan bentuk jambu air,
warna coklat, ukuran 1,5-2 cm, hipokotil berdiameter 2-2,5 cm, permukaan halus,
panjang dapat mencapai 30 cm. Akar: tunjang. Habitat: tanah basa, sedikit
berlumpur, berpasir. Penyebaran di Indonesia didapati mulai dari Sumatra, Jawa,
Bali,

Lombok,

Sumbawa,


Sumba,

Sulawesi,

Maluku

dan

Papua.

(Sudarmadji, 2004).

(A)

(B)

(C)

Gambar 1. (A) R. stylosa (B) Daun R. stylosa (C) Pohon R. stylosa


Universitas Sumatera Utara

Zonasi Mangrove
Menurut Odum (1972) struktur ekosistem mangrove, secara garis besar
dapat dibedakan menjadi tiga tipe formasi, yaitu:
1. Mangrove pantai: pada tipe ini dipengaruhi air laut dominan dari air sungai.
Struktur horizontal formasi ini dari arah laut ke arah darat adalah dari
tumbuhan pionir (Sonneratia alba), diikuti oleh komunitas campuran
Sonneratia alba, Avicennia sp, Rhizophora apiculata, selanjutnya komunitas
murni Rhizophora sp dan akhirnya komunitas campuran Rhizophora-Bruguera.
Bila genangan berlanjut, akan ditemukan komunitas murni Nypa fructicans di
belakang komunitas campuran yang terakhir.
2. Mangrove muara: pada tipe ini pengaruh air laut sama kuat dengan pengaruh air
sungai. Mangrove muara dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora sp. Di tepian
alur, diikuti komunitas komunitas campuran Rhizophora-Bruguera dan diakhiri
komunitas murni Nypa sp.
3. Mangrove sungai: pada tipe ini pengaruh air sungai lebih dominan dari pada air
laut dan berkembang pada tepian sungai yang relatif jauh dari muara.
Mangrove banyak berasosiasi dengan komunitas daratan.


Pembagian zonasi menurut Arif (2007) dapat dilakukan berdasarkan jenis
vegetasi yang mendominasi, dari arah laut ke daratan berturut-turut sebagai
berikut.
1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada
zona ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia
banyak ditemui berasosiasi dengan Sonnetaria spp. Karena tumbuh di bibir

Universitas Sumatera Utara

laut, jenis-jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan
dari hempasan air laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pionir,
karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkraman perakaran
dari jenis tumbuhan ini.
2. Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia dan Sonnetaria. Pada
zona ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran
tanaman terendam selama terjadinya pasang air laut.
3. Zona Bruguiera, terletak di belakang Zona Rhizophora. Pada zona ini tanah
berlumpur agak keras dan perakaran hanya terendam pasang dua kali sebulan.
4. Zona Nipah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini
sebenarnya tidak harus ada kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir dari

sungai ke laut.
Manfaat dan Fungsi Mangrove

Ekositem mangrove memiliki peranan penting untuk mendukung
kehidupan organisme yang terdapat di dalamnya. Adapun fungsi hutan mangrove
menurut Kusmana dkk (2005) dapat di bedakan kedalam tiga macam, yaitu fungsi
fisik, fungsi ekonomi dan biologi seperti yang berikut:
1. Fungsi fisik:
- Menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi agar tetap stabil.
- Mempercepat perluasan lahan.
- Mengendalikan intrusi air laut.
- Melindungi daerah belakang mangrove/pantai dari hempasan dan gelombang
angin kencang.
- Menjaga kawasan penyangga terhadap rembesan air laut (intrusi).

Universitas Sumatera Utara

- Mengolah bahan limbah organik.
2. Fungsi ekonomi:
- Merupakan penghasil kayu sebagai sumber bahan bakar (arang, kayu bakar),

bahan bangunan (balok, atap rumah.tikar).
- Memberikan hasil hutan bukan kayu seperti madu, obat-obatan, minuman serta

makanan.
- Merupakan lahan untuk produk pangan dan tujuan lain (pemukiman,
pertambambangan, industri, infrastruktur, rekreasi dan lain-lain).
3. Fungsi ekologi:
- Merupakan tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah
(spawning ground) dan tempat berkembang biak (nursery ground), berbagai
jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya.
- Merupakan tempat bersarang berbagai jenis satwa liar terutama burung.
- Merupakan sumber plasma nutfa.
Peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang arti penting
keberadaan mangrove dalam mendukung kehidupan perekonomian masyarakat
pesisir perlu terus ditingkatkan. Pengikutsertaan masyarakat dalam upaya
rehabilitasi dan pengelolaan mangrove dapat menjadi kunci keberhasilan
pelestarian mangrove. Upaya ini harus disertain dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakat, misalnya dengan kegiatan tambak ikan, pemanenan (seperti: kayu,
nira, nipah, kepiting bakau, kerang bakau dan lain-lain) secara lestari.
Laju Dekomposisi

Mangrove pada umumnya memproduksi serasah daun dalam jumlah yang
banyak untuk dimanfaatkan sebagai sumber hara bagi tanaman dan juga

Universitas Sumatera Utara

merupakan sumber makanan bagi ikan dan invertebrata yang penting. Serasah
daun mangrove masih miskin unsur hara ketika serasah itu baru jatuh karna belum
terdekomposisi, serasah daun mangrove harus mengalami proses dekomposisi
yang akan dibantu oleh makrobentos sehingga dapat dimanfaatkan oleh organisme
yang hidup di hutan mangrove tersebut, kecepatan proses dekomposisi tidak
hanya di pengaruhi oleh organisme pengurai tetapi juga dipengaruhi oleh faktor
iklimseperti curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya dan suhu di sekitar
kawasan tersebut.
Perubahan secara fisik maupun secara kimiawi yang sederhana oleh
mikroorganisme tanah disebut sebagai proses dekomposisi (pembusukan atau
pelapukan) atau kadang-kadang disebut mineralisasi. Hasil proses dekomposisi
sangat membantu tersedianya zat-zat organik tanah yang merupakan hara bagi
tanaman. Apabila residu tanaman dan hewan dimasukkan ke dalam tanah atau
dikumpulkan sebagai kompos, di bawah kondisi yang lembab dan serasi yang
menguntungkan atau baik, maka bahan-bahan tersebut akan diserang oleh

sejumlah besar mikroorganisme yang beragam, antara lain bakteri, cendawan,
protozoa, cacing dan larva serangga (Mulyani dkk., 1991).
Sebagai suatu proses yang dinamis, dekomposisi memiliki dimensi
kecepatan yang mungkin berbeda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut umumnya adalah faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dekomposer disamping faktor
bahan yang akan didekomposisi. Proses dekomposisi bahan organik secara alami
akan berhenti bila faktor-faktor pembatasnya tidak tersedia atau telah dihabiskan
dalam proses dekomposisi itu sendiri. Oksigen dan bahan organik, menjadi faktor

Universitas Sumatera Utara

kendali dalam proses dekomposisi. Kedua faktor ini terutama oksigen merupakan
faktor kritis bagi dekomposisi aerobik Ketersediaan bahan organik yang
berlimpah mungkin tidak berarti banyak dalam mendukung dekomposisi bila
faktor lain seperti oksigen tersedia dalam kondisi terbatas (Sunarto, 2003).
Serasah daun Rhizophora mucronata didapat jumlah jenis fungi terbesar
yaitu 13 jenis yang di dapat pada serasah yang telah mengalami proses
dekomposisi pada tingkat salinitas >30 ppt. Sedangkan yang terendah yaitu
terdapat pada kontrol dan salinitas 0-10 ppt.Hal ini dapat menjadi indikator bahwa
semakin banyak mikroorganisme pada serasa dapat membantu mempercepat laju
dekomposisi pada R. Mucronata. Dari hasil pengamatan terhadap laju
dekomposisi serasah R. mucronata pada berbagai tingkat salinitas, serasah pada
stasiun IV (salinitas >30 ppt) yang paling cepat terdekomposisi hal ini berbanding
lurus dengan jumlah jenis fungi sebagai dekomposer yang paling banyak terdapat
pada tingkat salinitas IV. Menurut Atlas & Bertha (1981) pada kepadatan fungsi
yang tinggi substansi terlarut yang diproduksi oleh fungi lebih bersifat efisien.
Berbagai interaksi antar koloni pada masing-masing fungi ini sangat berperan
dalam mendekomposisi senyawa seperti lignin, selulosa, pati, protein, dan lainlain (Silitonga, 2010).
Avicennia marina mengalami proses dekomposisi yang beragam pada
setiap tingkat salinitasnya diketahui laju dekomposisi serasah daun A. marina
pada tingkat salinitas 0-10 ppt adalah 0,18, tingkat salinitas 10-20 ppt adalah 0,19,
tingkat salinitas 20-30 ppt adalah 0,05, dan tingkat salinitas >30 ppt adalah 0,27.
Hal ini menunjukan bahwa tingkat salinitas berpengaruh terhadap laju
dekomposisi serasah A. marina Penurunan bobot kering dan laju dekomposisi

Universitas Sumatera Utara

serasah daun A. marina yang tertinggi terjadi pada tingkat salinitas >30 ppt dan
yang paling lama terdekomposisi adalah pada tingkat salinitas 20-30 ppt. Menurut
Sunarto (2003) bahwa kecepatan terdekomposisi mungkin berbeda dari waktu ke
waktu tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya. Serasah pada tingkat
salinitas >30 dilalui oleh aliran sungai. Diduga banyak mikroorganisme yang
terbawa oleh aliran sungai yang berperan sebagai pendekomposer (Dewi, 2009).
Faktor lingkungan berperan penting dalam proses pendekomposisian
serasah daun

Avicenia marina dimana lingkungan mempengaruhi kandungan

oksigen diperlukan dekomposer untuk mendekomposisikan bahan organik dimana
dekomposer ini sangat besar peranannya. Berawal dari anaerobik yang mencacah
bahan organik menjadi partikel kecil kemudian dilanjutkan oleh aerobik
membutuhkan

oksigen

dan

sama-sama

melakukan

proses

dekomposisi

(Anas, 2011).
Jenis-jenis fungi yang terdapat pada serasah daun A. marina yang
mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 20 – 30 ppt. Dari serasah
daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas
20 – 30 ppt berhasil diisolasi sebanyak 8 jenis fungi. Jenis-jenis fungi tersebut
adalah Aspergillus sp. 1, Aspergillus sp. 2, Aspergillus sp. 3, Trichoderma sp,
Aspergillus sp. 4, Penicillium sp. 1, Aspergillus sp .6, Penicillium sp. 3
(Yunasfi, 2008).
Laju dekomposisi setiap tingkatan salinitas yang terjadi sampai hari ke 105
mengalami perbedaan dimana penurunan bobot kering rata-rata serasah daun di
hari ke-105 pada serasah R.mucronata yang tertinggi terjadi pada tingkat salinitas
20-30 ppt dan yang paling lama terdekomposisi adalah pada tingkat salinitas 0-10

Universitas Sumatera Utara

ppt. Setiap minggu terjadi perubahan bobot serasah daun R.mucronata di dalam
kantong serasah. Diduga hal ini diakibatkan oleh keberadaan makrobentos yang
membutuhkan bahan makanan dan berperan sebagai dekomposer yang tinggi serta
faktor lingkungan yang mempengaruhi akibat pasang surut air laut (Putra, 2011)
Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove
Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan mangrove menurut Arif
(2003) adalah sebagai berikut : .
Salinitas
Perkembangan salinitas berpengaruh terhadap perkembangan jenis
makrobentos yang membantu dalam proses dekomposisi serasah R. stylosa.
Adanya masukan air sungai atau hujan akan menurunkan kadar salinitas, yang
akan mengakibatkan kematian beberapa jenis makrobentos tersebut Kehidupan
beberapa

makrobentos

tergantung

pada

rendahnya

salinitas.

Aktivitas

makroorganisme yang tahan terhadap salinitas yang tinggi dan mikroorganisme
membantu dalam proses pendekomposisian bahan organik dalam tanah. Kadar
salinitas jenis tegakan Rhizophora spp. Berkisaran antara 32 ppt-36 ppt, pada saat
keadaan air laut tidak pasang/surut.
Iklim
1. Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi utama dalam ekosistem perairan.
Diperairan, cahaya memiliki fungsi utama, yaitu : Merupakan sumber energi bagi
proses fotosintesis mangrove dan tumbuhan air (Efendi, 2003)

Universitas Sumatera Utara

2. Suhu
Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi).
0

Produksi daun baru A. marina terjadi pada suhu 18-20 C dan jika suhu lebih
tinggi maka produksi menjadi berkurang. Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria,
0

Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-28 C. Bruguiera tumbuh optimal pada
0

suhu 27C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26 C.
Unsur-unsur hara yang terkandung di dalam serasah daun Rhizophora
stylosa
Karbon (C)
Lautan mengandung karbon lima puluh kali lebih banyak daripada karbon
di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi terjadi melalui
proses difusi. Karbo yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah menjadi
karbon organik melalui proses fotosintesis, kemudian masuk kembali ke atmosfer
melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis
makhluk hidup. (Efendi, 2003)
Nitrogen
Unsur N di dalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organik sisasisa tanaman maupun binatang. Pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat)
dan air hujan. Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan terhadap tanaman
tergantung pada laju proses dekomposisi (Hanafiah, 2003).
Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Lapisan
atmosfer bumi mengandung sekitar 78% gas nitrogen. Bebatuan juga mengandung
nitrogen. Pada tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai

Universitas Sumatera Utara

penyusun protein dan klorofil. Meskipun ditemukan dalam jumlah yang yang
melimpah di lapisan atmosfer, akan tetapi nitrogen tidak dapat dimanfaatkan
secara langsung. Nitrogen harus mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi NH3,
NH4 dan NO3. (Efendi, 2003).
Fospor (P)
Fosfor merupakan salah satu senyawa nutrien yang penting karena akan
diabsorbsi oleh fitoplankton dan masuk ke dalam rantai makanan (Hutagalung dan
Rozak, 1997 dalam Bahri, 2007). Fosfor dalam bentuk fosfat merupakan
mikronutrien yang diperlukan dalam jumlah kecil namun sangat esensial bagi
organisme akuatik. Kekurangan fosfat juga dapat menghambat pertumbuhan
fitoplankton (Zulfitria, 2003 dalam Bahri, 2007). Sumber-sumber alami fosfor di
perairan adalah pelapukan batuan mineral dan dekomposisi bahan organik.
Sumbangan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor (Effendi, 2003).

Universitas Sumatera Utara