Gambaran histologis sel spermatogenik pada tikus setelah pemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica)

GAMBARAN HISTOLOGIS SEL SPERMATOGENIK
PADA TIKUS SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK PEGAGAN
(Centella asiatica)

IRFAN REFANGGA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Histologis
Sel Spermatogenik pada Tikus Setelah Pemberian Ekstrak Pegagan (Centella
asiatica) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Irfan Refangga
NIM B04090091

ABSTRAK
IRFAN REFANGGA. Gambaran Histologis Sel Spermatogenik pada Tikus
Setelah Pemberian Ekstrak Pegagan (Centella asiatica). Dibimbing oleh ADI
WINARTO.
Pegagan (Centella asiatica) adalah tanaman obat yang banyak digunakan
sebagai brain tonic namun belum banyak diketahui efeknya terhadap organ
reproduksi jantan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran histologis
testis tikus pada berbagai tahap spermatogenesis dan kepadatan spermatozoa
dalam epididimis setelah pemberian ekstrak pegagan. Penelitian ini menggunakan
16 ekor tikus yang dikelompokkan dalam 4 perlakuan. Setiap perlakuan diberikan
ekstrak pegagan dengan dosis yang berbeda (0 mg/kg berat badan (bb) sebagai
kontrol, 100 mg/kg bb, 300 mg/kg bb, dan 600 mg/kg bb) secara peroral selama 8
minggu. Masing-masing perlakuan secara umum mengalami penurunan jumlah sel
spermatogenik dan kepadatan spermatozoa dalam epididimis setelah pemberian
ekstrak pegagan. Persentase pengurangan jumlah sel spermatogenik terus

meningkat seiring dengan peningkatan dosis ekstrak pegagan yang diberikan.
Jumlah sel spermatogenik dan kepadatan spermatozoa dalam epididimis dapat
diturunkan dengan pemberian ekstrak pegagan.
Kata kunci: Centella asiatica, histologis, pegagan, spermatogenesis.

ABSTRACT
IRFAN REFANGGA. Histological Appereance Spermatogenic Cell of Rats After
Given of Pegagan (Centella asiatica) Extract. Supervised by ADI WINARTO.
Pegagan (Centella asiatica) is a medicinal plant that is widely used as a
brain tonic but not yet known its effects on the male reproductive organs. The
purpose of this study was to determine the histological appereance of
spermatogenesis stages that found in testes and density of spermatozoa in the
epididymis after giving a pegagan extract. This study using 16 rats that were
divide into 4 treatment groups. Each treatment is given pegagan extract in
different dose (0 mg/kg body weight (bw) as a control, 100 mg/kg bw, 300 mg/kg
bw, and 600 mg/kg bw) orally for 8 weeks. The results showed that each pegagan
extract treatment generally decreased spermatogenic cell number and density of
spermatozoa in the epididymis. The percentage number of spermatogenic cells
reduction in parallel to the increasing level of extract doses. The number of
spermatogenic cells and density of spermatozoa in the epididymis can be reduced

by giving of pegagan extract.
Keywords: Centella asiatica, histological, pegagan, spermatogenesis

GAMBARAN HISTOLOGIS SEL SPERMATOGENIK
PADA TIKUS SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK PEGAGAN
(Centella asiatica)

IRFAN REFANGGA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Gambaran Histologis Sel Spermatogenik pada Tikus Setelah
Pemberian Ekstrak Pegagan (Centella asiatica)
Nama
: Irfan Refangga
NIM
: B04090091

Disetujui oleh

drh Adi Winarto Phd, PAVet
Pembimbing

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono MS, Phd, APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah
gambaran histologis sel spermatogensis tikus setelah pemberian ekstrak pegagan
(Centella asiatica).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak drh Adi Winarto Phd, PAVet
selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan, kepada Bapak
drh Andriyanto MSi selaku dosen pembimbing akademik, serta Bapak Dr
Iskandar Mirza yang telah memberi kesempatan untuk menggunakan sampel
penelitan beliau sebagai objek penelitan penulis. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada semua dosen di laboratorium histologi veteriner serta
para laboran yang telah membantu selama proses penelitian. Rasa terima kasih
juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi nusa dan bangsa.

Bogor, Agustus 2013

Irfan Refangga


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN



Latar Belakang



Tujuan Penelitian




METODE



Waktu dan Tempat Penelitian

2

Alat dan Bahan



Prosedur Penelitian

3

Prosedur Analisis Data




HASIL DAN PEMBAHASAN



Hasil



Pembahasan



SIMPULAN DAN SARAN

10 

Simpulan

10 


Saran

10 

DAFTAR PUSTAKA

11 

RIWAYAT HIDUP

12

DAFTAR TABEL
1 Rataan jumlah sel-sel spermatogenik dan sel Sertoli pada setiap
kelompok perlakuan
2 Kepadatan spermatozoa dalam epididimis pada masing-masing
perlakuan





DAFTAR GAMBAR
1 Gambaran histologis sel spermatogenik
2 Persentase pengurangan jumlah sel spermatogenik pada setiap tahap
spermatogenesis
3 Kepadatan spermatozoa dalam epididimis





PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kajian terhadap morfologi dan fungsi alat reproduksi telah banyak
dilakukan. Berbagai percobaan yang melibatkan perubahan fisiologis akibat
paparan fisik dan kimia terus dievaluasi untuk mengetahui efeknya terhadap
morfologi dan fungsi alat reproduksi. Salah satu tujuan dari kajian tersebut adalah
sebagai usaha dalam mengendalikan populasi, yaitu meningkatkan ataupun
menurunkan populasi.

Peningkatan populasi ternak perlu dilakukan untuk mewujudkan ketahanan
pangan nasional. Sampai tahun 2008, hanya 70% kecukupan daging yang mampu
secara mandiri dipenuhi Indonesia dan sisanya 30% diperoleh melalui import
daging dari negara lain (Talib dan Noor 2008). Di sisi lain, kajian alat reproduksi
terkait pengendalian populasi penduduk dapat diterapkan sebagai program
keluarga berencana. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk
tahun 2010 adalah sebesar 237 juta jiwa dengan jumlah penduduk berjenis
kelamin laki-laki sekitar 50.37% (BPS 2012).
Spermatogenesis merupakan salah satu titik penentu dalam penilaian
reproduksi jantan. Spermatogenesis adalah proses pembentukan spermatozoa yang
terdiri dari beberapa proses perkembangan dan pembelahan. Proses
spermatogenesis terdiri dari berbagai morfologi sel yang berbeda. Sel-sel
spermatogenik yang terlibat dalam proses spermatogenesis tersebut adalah
spermatogonia, spermatosit, dan spermatid.
Masing-masing sel spermatogenik memiliki ciri khusus yang menjadi
pembeda dalam pengamatan tahapan spermatogenesis. Sel spermatogonia secara
umum berbentuk oval sampai bulat dengan nukleus bulat berukuran besar. Sel
spermatosit adalah sel dengan ukuran terbesar yang mengisi bagian tengah
epitelium spermatogenik. Sel-sel spermatid merupakan bagian paling aktif
berkembang, paling banyak jumlahnya, dan paling memenuhi lapisan epitel
tubulus seminiferus. Spermatid berada pada zona luminal pada epitel tubulus
seminiferus yang dikenal sebagai zona metamorfosis, di mana pada daerah
tersebut aktif terjadi perubahan dari spermatid menjadi spermatozoa (Banks 1993).
Herba yang dapat memengaruhi proses spermatogenesis diantaranya adalah
pegagan (Centella asiatica). Banyak penelitan dan laporan telah mengungkap
manfaat tanaman pegagan. Triterpenoid dan saponin merupakan kandungan
primer dari pegagan yang dipercaya mampu memberikan efek terapeutik dari
berbagai masalah seperti penyakit kulit liprosis, lupus, varicose ulcers, eksim,
psoriasis, diare, demam, amenorrhea, dan berbagai masalah traktus genitalis
betina (Gohil et al. 2010). Selain itu, pegagan juga dikenal sebagai sediaan herba
yang mampu meningkatkan fungsi kognitif (Mirza 2012). Secara lengkap zat
kimia yang dikandung dalam pegagan sebagai herba yang bermanfaat diantaranya
adalah aciaticosida, thankuniside, isothankuniside, madecassoside, brahmoside,
brahmid acid, madasiatic acid, meso-inositol, centteloside, carotenoid,
hydrocotylin, dan velleryn (Widiastuti dan Sulistyowati 2008).
Pemberian pegagan diduga dapat memengaruhi sel-sel spermatogenik yang
ada pada tubulus seminiferus (Mahanem dan Norazalia 2004). Hingga saat ini

2
belum diketahui secara spesifik tahapan apa dari perkembangan sel spermatogenik
yang dipengaruhi akibat pemberian pegagan. Penelitian mengenai morfologi dan
efek pegagan sebagai antifertilitas masih dapat digali lebih dalam. Penelitian ini
diharapkan dapat menambah data kajian ilmiah dari efek pemberian ekstrak
pegagan terhadap gambaran histologis testis pada berbagai tahap spermatogenesis
dan kepadatan spermatozoa dalam epididimis.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui tahap spermatogenesis
yang dipengaruhi dan tingkat persentase perubahan yang terjadi pada tahap
spermatogenesis setelah pemberian ekstrak pegagan. Selain itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kepadatan spermatozoa dalam epididimis setelah
pemberian ekstak pegagan.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2013 di Laboratorium
Histologi Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Sampel testis dan epididimis yang digunakan berasal dari tikus jantan galur
Wistar berumur 2 bulan. Sampel diperoleh atas budi baik Dr Mirza (2012) dalam
penelitian doktor beliau mengenai pengaruh penggunaan ekstrak pegagan
terhadap fungsi kognitif tikus. Penelitian ini dilakukan dalam rangka mendapatkan
manfaat seoptimal mungkin dari jaringan hewan coba yang telah dikorbankan.
Sampel terdiri dari 4 perlakuan. Tikus diberikan ekstrak pegagan secara
peroral dengan dosis yang berbeda pada masing-masing kelompok perlakuan,
yaitu 0 mg/kg berat badan (BB) sebagai kontrol (AD1), 100 mg/kg BB (AD2),
300 mg/kg BB (AD3), dan 600 mg/kg BB (AD4). Setiap perlakuan dilakukan
pengulangan sebanyak 4 kali, sehingga total sampel yang digunakan adalah 16
sampel.
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain alkohol 70%,
alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 95%, alkohol absolut, parafin, zat warna
hematoksilin dan eosin, aquades, air keran, entelan®, tissu, cover glass, object
glass, pisau/blade, pinset, blok kayu, lemari pendingin, Tissue-Tek® TEC untuk
proses immersing, inkubator, box preparat, mikrotom, dino-lite®, dan mikroskop.

3
Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan untuk pembuatan preparat histologis pada
penelitian ini adalah metode parafin. Sampel testis dan epididimis yang diperoleh
telah berada pada tahap fiksasi dalam larutan parafolmaldehid 4%. Prosedur
penelitian dimulai dengan sampling/trimming, dehidrasi, clearing, immersing,
blocking, pemotongan, dan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE).
Dehidrasi
Dehidrasi dilakukan dengan cara merendam jaringan testis dan epididimis
yang telah terfiksasi sebelumnya ke dalam larutan alkohol bertingkat mulai dari
alkohol 70%, 80%, 90%, dan 95% masing-masing selama 24 jam. Selanjutnya
dilakukan perendaman di dalam alkohol absolut I, II, dan III masing-masing
selama 1 jam.
Clearing
Clearing dilakukan dengan cara merendam jaringan testis dan epididimis
pada larutan xylol. Sampel testis dan epididimis yang sebelumnya dari larutan
alkohol absolut III dipindahkan dan ditiriskan sebentar kemudian direndam ke
dalam larutan xylol I, II, dan III masing-masing selama 1 jam.
Immersing
Pada pembuatan preparat histologis menggunakan metode parafin, tahap
immersing merupakan suatu proses penting untuk dilakukan. Immersing
merupakan proses pemasukkan parafin cair ke dalam jaringan. Proses immersing
diawali dengan perendaman jaringan testis dan epididimis ke dalam larutan
parafin I, II, dan III masing-masing selama 45 menit dalam mesin inkubator yang
bertemperatur lebih dari 60oC.
Blocking
Blocking yaitu penanaman jaringan di dalam parafin yang dilakukan dengan
alat khusus immersing yaitu Tissue-Tek® TEC. Organ testis dan epididimis
disusun di dalam cetakan, kemudian dituang dengan parafin cair. Parafin
dibiarkan memadat dan menyatu dengan jaringan pada suhu ruang selama 1 hari.
Setelah dingin dan dapat dikeluarkan dari cetakannya, block yang terbentuk
dibersihkan dan dirapikan bentuk parafinnya agar dapat ditempelkan pada blok
kayu yang sesuai.
Pemotongan
Tahapan selanjutnya adalah pemotongan organ yang telah diblok dengan
menggunakan mikrotom. Blok parafin dipasangkan pada block holder mikrotom,
kemudian dilakukan pemotongan untuk mendapatkan potongan jaringan testis dan
epididimis dengan ketebalan 5 mikron. Pita-pita hasil potongan selanjutnya
dimasukkan ke dalam aquades yang bersuhu ruang untuk dipilih dan diambil hasil
potongan yang bagus.
Selanjutnya potongan terpilih direntang pada air hangat (suhu 37°C) hingga
kerutan-kerutan parafin hilang. Hasil potongan yang telah hilang kerutannya

4
selajutnya ditempelkan pada object glass lalu dikeringkan pada hot plate dan siap
diwarnai.
Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)
Pewarna yang digunakan pada penelitian ini adalah hematoksilin eosin (HE).
Pewarnaan dimulai dengan melakukan perendaman preparat dalam larutan xylol
III, II, dan I masing-masing selama 3 menit. Tahapan selanjutnya adalah rehidrasi
atau mengembalikan air ke dalam jaringan agar jaringan dapat menerima zat
warna yaitu dengan merendam preparat ke dalam larutan alkohol absolut III,
absolut II, absolut I, 95%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3 menit.
Setelah perendaman dalam alkohol 70%, selanjutnya preparat direndam dalam air
keran dan aquades masing-masing selama 10 menit dan 5 menit agar terjadi
penyerapan air yang baik.
Pewarnaan HE terdiri dari dua zat warna yaitu hematoksilin dan eosin.
Hematoksilin mampu mewarnai struktur jaringan yang bersifat basa sehingga
bagian sel yang bersifat basa seperti inti sel akan terwarnai biru atau keunguan.
Sedangkan eosin merupakan pewarna asam yang akan mewarnai bagian sel yang
bersifat asam seperti sitoplasma sel. Warna yang dihasilkan oleh pewarnaan eosin
adalah merah muda.
Preparat yang telah direndam dalam air keran selama 5 menit, selanjutnya
ditetesi dengan hematoksilin selama 1 menit. Setelah 1 menit, preparat direndam
dalam wadah berisi air keran dan aquades masing-masing selama 10 menit dan 5
menit hingga jaringan berwarna kebiruan. Selanjutnya dilakukan pewarnaan eosin
selama 1 menit. Kemudian dilanjutkan dengan proses dehidrasi kembali dimana
preparat testis dan epididimis dicelupkan ke dalam larutan alkohol bertingkat
dimulai dari alkohol 70% , 80%, 90%, 95%, alkohol absolut I, II, dan III masingmasing selama 1 menit.
Tahap selanjutnya preparat direndam dalam larutan xylol bertingkat mulai
dari xylol I, II, dan III masing-masing selama 1 menit. Perendaman dalam xylol
berfungsi untuk membersihkan preparat dari sisa-sisa alkohol. Tahapan terakhir
adalah penempelan cover glass menggunakan entelan® sebagai bahan perekat
sekaligus pengisi ruang antara cover glass dengan bagian object glass yang akan
ditempel.
Prosedur Analisis Data
Pengamatan preparat jaringan testis mengunakan mikroskop cahaya dengan
perbesaran 40 kali lensa objektif. Dilakukan penghitungan jumlah sel-sel
spermatogenik yang meliputi spermatogonia, spermatosit, dan spermatid, serta
menghitung jumlah sel Sertoli. Penghitungan dilakukan sebanyak 5 lapang
pandang untuk setiap preparat testis.
Hasil perhitungan terhadap jumlah sel-sel spermatogenik dan sel Sertoli
selanjutnya dilakukan analisis statistik. Analisis statistik dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak SPSS® 16.0 metode One Way ANOVA dan
selanjutnya dilakukan Uji Duncan untuk mengetahui perbedaan yang nyata antara
ulangan kelompok kontrol dengan berbagai kelompok perlakuan yang diberi
ekstrak pegagan. Persentase perubahan ditentukan dengan membandingkan
perubahan jumlah sel spermatogenik pada kelompok perlakuan dengan kontrol.

5
permatozoa dalam luumen epididimis
Penggamatan teerhadap keepadatan sp
dilakukan dengan meengunakan mikroskop
m
cahaya
c
denggan perbesaaran 40 kali lensa
objektif. Kepadatan
K
spermatozooa dalam lu
umen epididdimis selanj
njutnya dian
nalisis
secara sem
mikuantitatiif dan disam
mpaikan seecara deskriiptif berdassarkan gamb
baran
histologis yang didappat. Parameter nilai kep
padatan speermatozoa ddalam epididimis
diantaranyya adalah jumlah
j
lum
men yang terisi
t
sperm
matozoa, keepadatan lu
umen,
kepekatann warna poppulasi sperm
matozoa, daan luas lumeen epididim
mis. Pengam
mbilan
gambar untuk
u
dokuumentasi daan implem
mentasi dataa dilakukann menggun
nakan
kamera digital dino-liite®.

HASIL DAN PEM
MBAHAS
SAN
Hasill
Gambaraan Histologis dan Perssentase Sel Spermatoggenik
Gam
mbaran histtologis sel spermatog
genik pada masing-m
masing perlaakuan
disajikan dalam
d
Gam
mbar 1. Berddasarkan pengamatan mikroskopis
m
s pada Gam
mbar 1
terlihat baahwa pembberian eksttrak pegagaan dengan dosis yangg berbeda pada
masing-m
masing perlaakuan mennunjukkan perubahan yang berbbeda pula pada
gambaran histologis sel
s spermatoogeniknya.
I

II

III

IV

Gambbar 1 Gambbaran histollogis sel sp
permatogeniik. I: AD1, II: AD2, III:
I
AD3, IV: AD4. a:
a Spermato
ogonia, b: Spermatosit,
S
, c: spermatid,
d: seel Sertoli. Jumlah seel spermatoogenik padda kelompok
perlakkuan tampaak mengalaami penuruunan dibannding kontrrol.
Bar: 20
2 µm.

6
AD1 mem
miliki lapis sel
s spermatoosit yang paaling banyakk dibandingg perlakuan
lainnnya. Perubaahan gambaaran histoloogis sel sp
permatogennik pada A
AD2 belum
menggalami peruubahan yanng signifikaan dibandin
ng kontrol. Gambaran histologis
AD3 dan AD
D4 menunjuukkan bahhwa telah terjadi peenurunan juumlah sel
sperm
matosit yanng sangat siignifikan naamun jumlaah spermatidd AD3 tam
mpak relatif
lebihh banyak dibbanding AD
D4.
Berdasarkkan perbedaaan gambaraan histologiis tersebut selanjutnya
s
a dilakukan
pengghitungan teerhadap jum
mlah sel speermatogenik
k pada masiing-masing perlakuan.
Haslii penghitunngan jumlaah sel sperm
matogenik pada masiing-masing perlakuan
selannjutnya diannalisis secaara statistikk dan diperroleh data yang
y
disajikkan dalam
Tabeel 1. Selanjuutnya penurrunan jumlaah sel sperm
matogenik pada
p
AD2, AD3, dan
AD44 dibandingkan dengann AD1 untuuk mengetaahui persenttase pengurrangannya.
Perseentase penggurangan jum
mlah sel speermatogenik
k tersaji padda Gambar 22.
Tabeel 1 Rataan jumlah
j
sel-sel spermattogenik dan sel Sertoli pada setiapp kelompok
perlakuan setelah pemberian
p
e
ekstrak
pegaagan
Perlak
kuan
Penngamatan
Sperm
matogonia

Kontroll
(AD1)
12.85±2.003a

100 mg/kg bb
(
(AD2)
12.005±2.21a,b

300 mg/kgg bb
(AD3)
11.15±2.772b

600 m
mg/kg bb
(AD4)
7.550±2.40c

Sperm
matosit

71.80±7.991a

66.445±10.87a

59.50±11.002b

32.770±8.52c

Sperm
matid

112.70±24.58a

109.660±29.15a

97.15±21.332a,b

85.440±19.53b

Sel Sertoli

1.85±0.05a

1.880±0.76a

1.55±0.600a

1.550±0.61a

Keterangan: Huruff superscript yang berbedaa pada setiap
p baris yang sama
s
menyattakan adanya
perbeedaan yang nyyata (p