Seleksi Primer Simple Sequence Repeat (SSR) untuk Identifikasi 17 Klon Karet (Hevea brasiliensis)

SELEKSI PRIMER Simple Sequence Repeat (SSR) UNTUK
IDENTIFIKASI 17 KLON KARET (Hevea brasiliensis)

FARIZA ITSNA QURROTA A’YUN

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Seleksi Primer Simple
Sequence Repeat (SSR) untuk Identifikasi 17 Klon Karet (Hevea brasiliensis)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Fariza Itsna Qurrota A’yun
NIM G84100009

ABSTRAK
FARIZA ITSNA QURROTA A’YUN. Seleksi Primer Simple Sequence Repeat
(SSR) untuk Identifikasi DNA 17 Klon Karet (Hevea brasiliensis). Dibimbing
oleh EDY DJAUHARI PUWAKUSUMAH dan ASMINI BUDIANI.
Upaya pemuliaan karet mengalami kendala karena karet merupakan
tanaman tahunan sehingga diperlukan waktu seleksi yang sangat lama dan areal
seleksi yang luas. Di sisi lain, upaya peningkatan penanaman karet tidak diikuti
dengan ketersediaan jumlah bibit unggul yang memadai sehingga memicu
peredaran bibit palsu di masyarakat. Identifikasi secara cepat dan akurat
dibutuhkan untuk mengatasi kendala ini. Salah satu strategi yang dapat digunakan
untuk mengatasi kendala ini adalah dengan menggunakan teknik marka molekuler
Simple Sequence Repeat (SSR). Penelitian ini bertujuan melakukan seleksi primer
SSR yang secara spesifik dapat mengidentifikasi klon tanaman karet berdasarkan
pola pita DNA yang dihasilkan dan tingkat polimorfismenya. Sebanyak sembilan
primer SSR digunakan untuk mengamplifikasi 17 DNA klon karet. Hasil SSR

dievaluasi menggunakan gel agarosa 3% dan gel poliakrilamid 6%. Sebanyak
delapan primer yaitu primer SSRH403, SSRH548, gSSR165, gSSR212, gSSR268,
EHB109, EHB169, dan HBE280 dapat mengidentifikasi beberapa klon karet.
Primer paling informatif yaitu SSRH403 (PIC: 0.7069) dapat mengidentifikasi
lima klon karet, sedangkan primer HBE280 (PIC: 0) hanya dapat mengidentifikasi
satu klon karet.
Kata kunci: tanaman karet, Hevea brasiliensis, SSR, PIC

ABSTRACT
FARIZA ITSNA QURROTA A’YUN. Primer Simple Sequence Repeat (SSR)
Selection for Identification of 17 Rubber (Hevea brasiliensis) Clones. Supervised
by EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH and ASMINI BUDIANI.
Rubber tree (Hevea brasiliensis) breeding have problem because it takes
long time and wide area to select new superior clones. On the other hand, the
effort to increase rubber trees planting is not followed by availability of original
clone seeds. Quick and accurate identification is needed to solve these problems.
One of strategy that can be used to solve these problems is by using Simple
Sequence Repeats (SSR) molecular marker. The aim of this research was to select
SSR primer that identify the 17 rubber clones specifically by its DNA pattern and
polymorphism degree. Nine primers used to amplified the 17 DNA of rubber

clones. SSR results was evaluated by 3% agarose and 6% polyacrilamide. Eight of
nine primers in this research can identify some rubber clones. Those primers are
SSRH403, SSRH548, gSSR165, gSSR212, gSSR268, EHB109, EHB169, and
HBE280. The most informative primer that is SSRH403 (PIC: 0.7069) can
identify five clones, while the weakest primer that is HBE280 (PIC: 0) can
identify just one clone.
Keywords: rubber tree, Hevea brasiliensis, SSR, PIC

SELEKSI PRIMER Simple Sequence Repeat (SSR) UNTUK
IDENTIFIKASI 17 KLON KARET (Hevea brasiliensis)

FARIZA ITSNA QURROTA A’YUN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Seleksi Primer Simple Sequence Repeat (SSR) untuk Identifikasi 17
Klon Karet (Hevea brasiliensis)
Nama
: Fariza Itsna Qurrota A’yun
NIM
: G84100009

Disetujui oleh

Drs Edy Djauhari P, MSi
Pembimbing I

Dr Asmini Budiani, MSi
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari hingga April 2014 ini adalah
Seleksi Primer Simple Sequence Repeat (SSR) untuk Identifikasi 17 Klon Karet
(Hevea brasiliensis). Penelitian ini didanai oleh proyek penelitian atas nama Dr
Asmini Budiani, MSi di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia
(BPBPI).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Drs Edy Djauhari Purwakusumah,
MSi dan Dr Asmini Budiani, MSi selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan pengarahan dan saran. Penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada orang tua, adik, dan keluarga atas segala doa, kasih sayang, dan
motivasinya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Teh Niyyah,

Emi, Teh Rini, Teh Nida, Akhmad Aminullah, rekan-rekan Biokimia 47, keluarga
Pinus merkusii atas bimbingan, doa dan dukungannya sehingga penelitian ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Fariza Itsna Qurrota A’yun

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii


PENDAHULUAN

1

METODE

2

Alat dan Bahan

2

Metode Penelitian

3

HASIL

6


Kuantitas DNA Hasil Isolasi

6

Kualitas DNA Hasil Isolasi

7

Hasil Evaluasi Sembilan Primer SSR

7

Hasil Analisis Molekuler
PEMBAHASAN

11
13

Hasil Isolasi DNA Tanaman Karet


13

Evaluasi Sembilan Primer SSR

14

Profil Marka SSR

15

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran


17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL
1 Klon-klon karet yang digunakan dalam penelitian
2 Pasangan primer yang digunakan
3 Kemurnian dan konsentrasi DNA tanaman karet hasil isolasi yang
akan digunakan untuk SSR secara spektrofotometri

4 Deteksi hasil PCR dengan metode gel agarosa
5 Deteksi hasil PCR dengan metode gel poliakrilamid
6 Scoring hasil PCR dengan metode gel poliakrilamid
7 Hasil analisis primer menggunakan software PowerMarker V3.25

2
4
6
7
8
12
13

DAFTAR GAMBAR
1 Elektroforegram DNA karet hasil isolasi
2 Elektroforegram hasil amplifikasi DNA karet dengan primer SSRH403
(a) dengan metode elektroforesis gel agarosa (b) dengan metode
elektroforesis gel poliakrilamid
3 Elektroforegram hasil amplifikasi DNA karet dengan primer (a)
SSRH358 (b) SSRH403 (c) SSRH548 (d) gSSR165 pada gel
poliakrilamid
4 Elektroforegram hasil amplifikasi DNA karet dengan primer (a)
gSSR212 (b) gSSR268 pada gel poliakrilamid
5 Elektroforegram hasil amplifikasi DNA karet dengan primer (a)
EHB109 (b) EHB169 (c) HBE280 pada gel poliakrilamid

7

8

9
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian
2 Elektroforegram hasil amplifikasi DNA karet menggunakan gel
agarosa 3%

21
22

PENDAHULUAN
Karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang penting bagi Indonesia baik dari segi ekonomi, dilihat dari devisa yang
dihasilkan, maupun dari banyaknya petani, tenaga kerja dan pengusaha yang
terlibat. Jumlah petani yang terlibat dalam usaha karet alam pada tahun 2006
mencapai 1.907 juta kepala keluarga (Ditjenbun 2006). Sumbangan devisa dari
komoditas ini mencapai US$ 5.23 milyar pada tahun 2013 (Pusdatin 2013) dengan
produksi karet sebanyak 3.18 juta ton dan luas areal perkebunan 3.49 juta hektar
(BPS 2012).
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi karet adalah dengan
penggunaan klon unggul yang berproduksi tinggi. Para pemulia tanaman karet
selama ini terus berupaya untuk mendapatkan klon-klon baru yang mempunyai
potensi hasil yang tinggi. Upaya pemuliaan karet untuk memperoleh klon-klon
unggul baru mengalami kendala karena karet merupakan tanaman tahunan
sehingga untuk mendapatkan klon unggul baru diperlukan waktu seleksi yang
sangat lama (20 hingga 25 tahun) dan areal seleksi yang luas (Novalina 2009).
Masalah lainnya yaitu usaha peningkatan penanaman karet tidak diikuti
dengan ketersediaan bibit unggul bermutu dalam jumlah yang memadai. Hal ini
mengakibatkan tersebarnya bibit palsu di masyarakat (Boerhendhy 2009). Dinas
Perkebunan Kalimantan Timur pada tahun 2013 menemukan sebanyak 28300
bibit karet palsu beredar di wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara
(Diskominfo Prov. Kaltim 2014). Identifikasi bibit karet asli dan palsu
membutuhkan waktu cukup lama. Bibit karet harus ditanam hingga dewasa untuk
mengetahui jumlah lateks dan morfologinya sesuai dengan seharusnya atau tidak.
Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi kendala tersebut
yaitu dengan menggunakan teknik marka molekuler (Novalina 2009). Data
molekuler yang diperoleh dapat dijadikan sebagai pangkalan data (database) sidik
jari DNA. Upaya pembuatan database sidik jari DNA untuk keperluan identifikasi
dan diskriminasi varietas telah dilakukan pada beberapa tanaman (Septiningsih et
al. 2004). Marka molekuler dapat memberikan hasil yang lebih cepat, efektif, dan
akurat dibandingkan dengan identifikasi secara morfologi. Identifikasi
menggunakan marka molekuler dapat dilakukan pada stadium awal (dapat
dilakukan pada benih) dan tidak merusak karena hanya membutuhkan sedikit
sampel serta tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Septiningsih et al. 2004).
Salah satu marka molekuler yang telah digunakan secara luas yaitu Simple
Sequence Repeat (SSR). SSR mendeteksi satu fragmen DNA yang mengandung
pola perulangan sederhana dari basa nitrogen (2-5 nukleotida) (Yuniarini 2013).
Marka ini telah banyak digunakan pada berbagai studi keragaman genetik,
verifikasi dan identifikasi varietas tanaman, dan uji kemurnian benih padi hibrida
(Mulsanti et al. 2013). SSR merupakan marka yang terdistribusi secara melimpah
dan merata dalam genom (Ilhami 2010), memiliki tingkat polimorfisme yang
tinggi sehingga metode ini ideal untuk digunakan dalam studi dengan jumlah
sampel yang banyak (Dualembang et al. 2011). Tujuan penelitian ini adalah
melakukan seleksi primer SSR yang dapat mengidentifikasi 17 klon tanaman karet
secara spesifik. Melalui penelitian ini diharapkan primer-primer yang digunakan
dalam teknik SSR (Simple Sequence Repeat) spesifik terhadap klon karet tertentu

2
sehingga menghasilkan pola pita DNA tertentu untuk setiap klon sehingga dapat
digunakan sebagai marka molekuler untuk identifikasi klon tanaman karet.

METODE
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan adalah gunting, timbangan, mortar, sudip, gelas
piala, bulp, pipet volumetrik, gelas ukur, tabung sentrifus, vortex, penangas,
sentrifus Beckman Coulter Allegra 64R, pipet mikro, kaca dengan ukuran
38x32.5x0.5 cm, lemari asam, lemari es, freezer, autoclave, Mutiskan Go Thermo
Scientific, perangkat elektroforesis Toylab, power supply, laminar air flow
cabinet, PCR Applied Biosystem Veriti, dan Sequi-Gen GT Nucleic Acid
Electrophoresis Cell BIORAD.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman
karet yang berasal dari 17 klon tanaman karet (Tabel 1), nitrogen cair, akuades,
poly(1-ethenylpyrrolidin-2-one) (PVPP), β merkaptoetanol, larutan CTAB 10%,
bufer Tris-HCl 1M pH 8, larutan EDTA 0.5M pH 8, NaCl 5M, akuades steril,
bufer ekstraksi, etanol 70%, isopropanol dingin, etanol absolut dingin, bufer TE
(Tris-HCl:EDTA), bufer TBE 0.5x, loading dye, gel red, larutan
kloroform:isoamilalkohol (24:1), Na-Asetat 3M pH 5.2, nuclease free water
(NFW), RNAse, urea, akuades, buffer TBE 10x, akrilamid/bis 40% (19:1), APS
10%, TEMED, asam asetat 10%, AgNO3, formaldehida, Na2CO3, Natrium
tiosulfat, agarosa, bufer TBE 5x, 10x DreamTaq buffer, DreamTaq DNA
polimerase, dNTPs 10 mM, 9 primer forward-reverse yaitu SSRH403, SSRH358,
SSRH548, gSSR165, gSSR212, gSSR268, EHB109, EHB169, dan HBE280
(susunan basanya dapat dilihat pada Tabel 2).
Tabel 1 Klon-klon karet yang digunakan dalam penelitian
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Klon
GT 1
IRR 220
PR 261
IRR 112
PB 5/51
IRR 118
PR 107
IRR 104
PB 260
IAN 873
IRR 5
BPM 101
RRIC 110
PB 330
PB 217
PB 340
RRIM 712

Tetua
Klon primer
PB 260 x IAN 873
TJIR 1 x PR 107
IAN 873 x RRIC 110
Klon primer
LCB 1320 x FX 2784
Klon primer
BPM 101 x RRIC 110
PB 5/51 x PB 49
PB 86 x F 1717
PBIG seedling
Klon primer
LCB 1320 x RRIC 7
PB 5/51 x PB 32/36
PB 5/51 x B 5/9
PB 235 x PR 107
RRIM 605 x RRIM 701

Asal
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Malaysia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Malaysia
Brazil
Indonesia
Indonesia
Sri Lanka
Malaysia
Malaysia
Malaysia
Malaysia

Keterangan
Penghasil lateks
Penghasil lateks kayu
Penghasil lateks
Penghasil lateks kayu
Penghasil lateks
Penghasil lateks kayu
Penghasil lateks kayu
Penghasil lateks
Penghasil lateks
Penghasil lateks kayu
Penghasil lateks kayu
Penghasil lateks kayu
Penghasil lateks kayu
Penghasil lateks kayu
Penghasil lateks
Penghasil lateks kayu
Penghasil lateks

Sumber: Penot et al. 1994; Chee et al. 1986; Pusat Penelitian Karet 2006.

3
Metode Penelitian
Pengembangan metode seleksi klon karet dengan teknik SSR ini terbagi
menjadi 6 tahapan penting, yaitu isolasi DNA dari daun karet, uji kualitatif dan
kuantitatif DNA hasil isolasi, PCR Simple Sequence Repeat (SSR), elektroforesis
gel agarosa 3%, elektroforesis gel poliakrilamid 6% dan analisis marka
mikrosatelit atau SSR.
Isolasi DNA (Castillo et al. 1994)
Daun karet dicuci bersih dan dikeringkan dengan kertas tisu lalu dibuang
tulang daunnya dan dipotong kecil-kecil. Daun karet digerus menggunakan mortar
sambil ditambahkan nitrogen cair dan 0.1 gram poly(1-ethenylpyrrolidin-2-one)
(PVPP). Setelah halus, sebanyak 1 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke
dalam tabung sentrifus yang telah direndam pada nitrogen cair. Sebanyak 5 mL
bufer ekstraksi yang telah dipanaskan dan β merkaptoetanol 1% ditambahkan
kemudian dikocok dengan vortex dan kemudian diinkubasi selama 30 menit pada
suhu 650C. Sampel dibiarkan dingin dalam lemari asam, kemudian ditambahkan 5
mL larutan kloroform:isoamilalkohol (24:1).
Sampel disentrifus dengan kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit pada
suhu 250C. Supernatan yang diperoleh dipindahkan, lalu ditambahkan 5 mL
larutan kloroform:isoamilalkohol (24:1), dikocok dengan vortex dan disentrifus
kembali dengan kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit pada suhu 250C.
Supernatan yang diperoleh dipindahkan lalu ditambahkan isopropanol dingin
sebanyak 1x volume. Sampel dihomogenkan dengan cara tabung dibolak-balik
lalu disimpan dalam lemari es (40C) selama 30 menit kemudian disentrifus
kembali dengan kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit pada suhu 250C.
Supernatan yang diperoleh dibuang sedangkan pelet yang diperoleh dikeringkan.
Setelah kering, pelet dilarutkan dengan bufer TE sebanyak 1 mL kemudian
dikocok. Sebanyak 1/10 volume Na-Asetat 3M pH 5.2 dan 2.5 mL etanol absolut
ditambahkan dan dikocok hingga terlihat sekumpulan serabut putih DNA. Sampel
disimpan dalam freezer -200C selama 30 menit atau semalam.
Sampel disentrifus dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada
suhu 40C. Supernatan yang diperoleh dibuang dan pelet dikeringkan. Pelet dicuci
dengan etanol 70% sebanyak 100 µL. Campuran disentrifus kembali dengan
kecepatan 8.000 rpm selama 5 menit pada suhu 250C. Supernatan dibuang dan
pelet dikeringkan dalam laminar air flow cabinet. Pelet yang sudah kering
dilarutkan dalam 100 µL nuclease free water (NFW) lalu ditambahkan RNAse
sebanyak 3 µL. Sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu 370C.
Uji Kuantitas DNA dengan Multiskan Go (Thermo Scientific)
Larutan stok DNA disiapkan untuk diukur kemurnian dan konsentrasinya
Nuclease free water (NFW) disiapkan sebagai blanko untuk dua lubang pada plat
Multiskan Go masing-masing sebanyak 1 µL. Larutan DNA sampel diambil
sebanyak 1 µL. Sebanyak 14 sampel dapat diukur sekaligus dengan menggunakan
satu plat Multiskan Go. Absorbansi (A) diukur pada panjang gelombang 230, 260
nm dan 280 nm. Rasio A260:A280 dan A260:A230 digunakan untuk pengukuran
kemurnian DNA. Konsentrasi DNA sampel dapat langsung dilihat pada hasil
pengukuran Multiskan Go.

4
Uji Kualitas DNA dengan Elektroforesis Gel Agarosa
Gel agarosa 0.8 % dibuat dengan cara 0.32 gr serbuk agarosa dilarutkan
dengan 40 mL bufer TBE 0.5x. Campuran dididihkan dalam microwave selama 2
menit lalu ditambahkan 2 µL gel red, dikocok perlahan dan dituang ke dalam
cetakan gel yang telah disiapkan. Gel dibiarkan memadat.
Gel diletakkan ke dalam perangkat elektroforesis dan direndam dalam
bufer TBE 0.5x hingga setinggi 1-2 mm di atas gel. Sebanyak 1 µL larutan stok
DNA sampel ditanbahkan dengan 1 µL loading buffer lalu dimasukkan ke dalam
sumur gel. Perangkat elektroforesis disambungkan pada power supply. Tegangan
yang digunakan sebesar 60 volt. Elektroforesis dilakukan selama 60 menit. Hasil
elektroforesis divisualisasikan dengan gel documentation.
Metode PCR Simple Sequence Repeat (SSR)
Larutan mix untuk satu kali reaksi dibuat dari campuran nuclease free water
(NFW) 14.2 µL, 10x DreamTaq buffer (mengandung MgCl2) 2.5 µL, 10 mM
dNTPs 0.5 µL, primer forward dan reverse masing-masing 1.25 µL, Taq
polimerase 0.3 µL, dan DNA sampel 5 µL. Proses amplifikasi dilakukan
menggunakan mesin PCR Applied Biosystem Veriti. Program running PCR yaitu
pradenaturasi 940 C selama 3 menit, dilanjutkan 35 siklus meliputi denaturasi 940
C selama 45 detik, annealing dengan suhu annealing masing-masing primer
(Tabel 2) selama 45 detik, extention 720 C selama 1 menit, dan terakhir post
extention 720 C selama 5 menit. Informasi mengenai sembilan primer yang
digunakan dalam penelitian ditampilkan secara jelas pada Tabel 2.
Tabel 2 Pasangan primer yang digunakan
Primer

Sekuen primer (5’

3`)

Ukuran dan
suhu
annealing

Referensi

SSRH358

TCCGCTCTAGCTTCTTCCTG (F)
GCCGCATAAGAGTGAACGA (R)

226 bp
55 0C

Garcia et al.
2011

SSRH403

TGCCATCCTGCAGTTATCAG (F)
GCACATATG AGGAAGCCACA (R)

242 bp
57 0C

Garcia et al.
2011

SSRH548

TGAGCAACGGAGGAGAGAA (F)
CCAAACACCCAAACCCAATTC (R)

250 bp
57 0C

Garcia et al.
2011

gSSR165

CAAGCATGTCATGTGTTTGG (F)
GGGAGGATGATTGGCTACCT (R)

230-270 bp
57 0C

Pootakham
et al. 2012

gSSR212

CCTTCCCCACTGATTCTTCA (F)
CTCTGCCTGGTCCTACTTGC (R)

250–260 bp
59 0C

Pootakham
et al. 2012

gSSR268

TGGCATGATCGTTTAAGAAAAA (F)
CGGTTTCCTACCTCAGCTTG (R)

230–280 bp
57 0C

Pootakham
et al. 2012

EHB 109

GAAAGCTAACGGTGGACTCG (F)
ACGAATCGGACTTTGGTGTT (R)

252-254 bp
55 0C

Twitayakorn
et al. 2011

TCACTTTTCACAACCCACCA (F)
GGCAAACCAGGAAATCAACA (R)
GGACACCTGGAGCAAAATAG (F)
TATGCTTCGATGTATATTCACAGT (R)

200-225 bp
57 0C
245 bp
52 0C

Twitayakorn
et al. 2011
Feng et al.
2012

EHB169
HBE 280

Keterangan: F= primer forward, R= primer reverse

5
Elektroforesis Gel Agarosa
Elektroforesis pada gel agarosa dilakukan dengan cara melakukan migrasi
pada gel agarosa 3% dengan pewarna gel red. Sampel hasil PCR sebanyak 3 µL
ditambahkan dengan 1 µL loading buffer kemudian dilakukan running pada
tegangan 50 volt selama 4-5 jam. Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan gel
documentation.
Elektroforesis Gel Poliakrilamid (modifikasi Diputra 2013)
Gel poliakrilamid 6% dibuat sebanyak 60 mL. Sebanyak 25.2 gram urea,
29 mL aquabidest steril, 3 mL buffer TBE 10x dan 9 mL akrilamid/bis 40%
(19:1) dihomogenkan sampai larutan berwarna bening. Sebanyak 300 µL APS
10% dan 40 µL TEMED ditambahkan ke dalam larutan yang sudah homogen
kemudian dimasukkan ke dalam chamber dan ditunggu hingga mengeras. Gel
yang sudah mengeras dipanaskan terlebih dahulu dengan cara pre-run pada daya
75 Watt selama 1 jam.
Produk PCR berkualitas baik ditambahkan 20 µL loading dye formamide
dan selanjutnya didenaturasi pada suhu 940C selama 3 menit di dalam mesin PCR.
Sebanyak 6 µL sampel kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel, diatur
sehingga suhu gel berkisar 500C. Gel dielektroforesis pada daya 65 Watt selama 1
jam 15 menit.
Visualisasi hasil elektroforesis gel poliakrilamid dilakukan dengan cara gel
dikeluarkan dari chamber kemudian dimasukkan ke dalam tray pewarnaan yang
telah ditambahkan 1 L larutan fiksasi (asam asetat 10%) dan dibiarkan selama 20
menit di atas shaker. Larutan fiksasi yang telah digunakan ditampung sejenak dan
gel dicuci dengan 1 L aquadest sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit.
Sebanyak 1 L larutan pewarna atau stainning (0.8 gram serbuk AgNO3 dan 1.2
mL formaldehida dilarutkan dengan aquadest hingga volume 1 L) ditambahkan
dan ditempatkan kembali dalam shaker selama 30 menit. Larutan pewarna
dibuang, gel dicuci dengan 1 L aquadest selama 10 detik kemudian direndam
dengan larutan developer (24 gram serbuk Na2CO3, 1.2 mL formaldehida, dan 160
µL larutan Natrium-tiosulfat 10 mg/mL dilarutkan dengan aquadest hingga
volume 1 L) sambil di-shaker hingga pita-pita DNA muncul. Proses pewarnaan
dihentikan setelah semua pita DNA muncul dengan menambahkan larutan fiksasi
dari tahap sebelumnya. Gel kemudian dicuci kembali dengan 1 L aquadest dan
dikeringkan. Selanjutnya pita DNA difoto dengan menggunakan kamera digital.
Analisis Marka Mikrosatelit (SSR)
Penilaian Hasil Amplifikasi (Scoring). Setiap pita yang muncul pada gel
merepresentasikan alel. Nilai (+) diberikan apabila terdapat pita dan nilai (-) bila
tidak terdapat pita. Penilaian muncul atau tidaknya pita genetik dilakukan secara
manual. Setiap pita DNA yang terbentuk pada marka SSR menunjukkan posisi
alel pada lokus. Satu marka SSR merupakan satu lokus (Mulsanti 2011).
Analisis Tingkat Polimorfisme (Polymorphic Information Content).
Tingkat polimorfisme (PIC) dari primer yang digunakan dihitung untuk masingmasing marka SSR, dengan rumus Botstein et al. (1980)

6
i= 1,2,3,........n, dimana pi2 dan pj2 adalah frekuensi alel ke-i dan ke-j. Rumus
Botstein et al. (1980) pada penelitian ini diimplementasikan dengan menggunakan
software PowerMarker V3.25.

HASIL
Kuantitas DNA Hasil Isolasi
Sebanyak 17 sampel hasil isolasi DNA diukur konsentrasi dan
kemurniannya. Kemurnian diperoleh dari perbandingan nilai absorbansi 260 dan
280 nm (perbandingan DNA dengan protein) dan nilai absorbansi 260 dan 230 nm
(perbandingan DNA dengan polisakarida). Berdasarkan penelitian, konsentrasi
DNA berkisar antara 350.80 – 3228.35 µg/mL, perbandingan A260/A280 antara
1.11 – 2.44 dan perbandingan A260/A230 antara 1.13 dan 2.45. Klon GT 1
merupakan klon dengan nilai konsentrasi tertinggi yaitu 3228.35 µg/mL dan klon
PB 217 merupakan klon dengan konsentrasi terendah yaitu sebesar 350.80 µg/mL.
Konsentrasi DNA yang diperoleh tidak seragam, oleh karena itu dilakukan
pengenceran untuk menyeragamkan konsentrasi DNA hasil isolasi. Konsentrasi
DNA diseragamkan menjadi 100 ng/µL. Sampel DNA murni akan menghasilkan
nilai kemurnian yang berkisar antara 1.8-2.0 (Walker and Wilson 2000).
Perbandingan nilai A260/A280 merupakan perbandingan nilai kemurnian DNA
dengan protein, sedangkan perbandingan nilai A260/A230 merupakan perbandingan
nilai kemurnian DNA dengan polisakarida. Kemurnian DNA hasil isolasi cukup
baik karena banyak yang memenuhi nilai 1.8-2.0. Nilai kemurnian beberapa klon
yang tidak sesuai dengan literatur disebabkan karena DNA tidak terlarut sempurna
sehingga mempengaruhi pembacaan nilai absorbansi (Wulansari 2014).
Tabel 3 Kemurnian dan konsentrasi DNA tanaman karet hasil isolasi yang akan
digunakan untuk SSR secara spektrofotometri
Sampel

Jenis klon karet

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

GT 1
IRR 220
PR 261
IRR 112
PB 5/51
IRR 118
PR 107
IRR 104
PB 260
IAN 873
IRR 5
BPM 101
RRIC 110
PB 330
PB 217.
PB 340
RRIM 712

Kemurnian
260/280
260/230
1.79
1.85
2.07
2.45
1.40
1.44
2.25
2.17
1.28
1.29
2.01
2.36
2.44
2.12
2.19
2.21
1.47
1.40
1.11
1.13
2.04
2.02
2.30
2.28
2.29
2.22
2.26
2.24
2.04
2.21
2.19
2.34
2.28
2.28

Konsentrasi (µg/mL)
3228.35
953.65
575.45
2576.00
437.00
2396.95
2823.00
1455.10
570.15
2955.25
3055.50
1738.20
1886.20
2207.60
350.80
1083.90
1171.30

7
Kualitas DNA Hasil Isolasi
Kualitas DNA hasil isolasi yang dielektroforesis menggunakan gel agarosa
0.8% ditunjukkan pada Gambar 1. Pita yang dihasilkan cukup jelas menunjukkan
bahwa DNA berhasil diisolasi dan tidak rusak atau terfragmentasi sehingga dapat
digunakan untuk analisis SSR. Smear seperti yang terlihat pada gambar dapat
disebabkan karena terlalu banyak volume DNA yang dielektroforesis atau
penggunaan tegangan yang terlalu besar (Ausubel 1990).

Gambar 1 Elektroforegram DNA karet hasil isolasi (Keterangan: M= Marker, 1=
GT 1, 2= IRR 220, 3= PR 261, 4= IRR 112, 5= PB 5/51, 6= IRR 118,
7= PR 107, 8= IRR 104, 9= PB 260, 10= IAN 873, 11= IRR 5, 12=
BPM 101, 13= RRIC 110, 14= PB 330, 15= PB 217, 16= PB 340, dan
17= RRIM 712)
Hasil Evaluasi Sembilan Primer SSR
Elektroforesis menggunakan gel agarosa tidak dapat digunakan untuk
mengidentifikasi klon-klon karet yang digunakan. Pita DNA pada elektroforesis
gel agarosa tidak terpisahkan secara sempurna dibandingkan dengan hasil
elektroforesis gel poliakrilamid (Gambar 2). Berdasarkan penelitian, hanya hasil
elektroforesis gel poliakrilamid yang dapat digunakan untuk scoring dan analisis
tingkat polimorfisme.
Total pita yang dihasilkan pada elektroforesis gel agarosa adalah 13 pita.
Lima primer menghasilkan hanya satu pita (SSRH403, SSRH548, gSSR212, EHB
109 dan HBE280) dengan ukuran 150-350 bp dan empat primer menghasilkan
dua pita (SSRH358, gSSR165, gSSR268, dan EHB169) dengan ukuran 180-280
bp (Tabel 4). Seluruh pita yang terbentuk merupakan pita monomorfis (Lampiran
2).
Tabel 4 Deteksi hasil PCR dengan metode gel agarosa
Primer

Kisaran basa (bp)

SSRH358
SSRH403
SSRH548
gSSR165
gSSR212
gSSR268
EHB109
EHB169
HBE280
Jumlah

220-270
230
250
230-280
180
150-190
240
200-230
350

Jumlah pita
Total
2
1
1
2
1
2
1
2
1
13

Polimorfis
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

8

400 bp
300 bp
200 bp
75 bp

(a)

200 bp
150 bp
100 bp

(b)
Gambar 2 Elektroforegram hasil amplifikasi DNA karet dengan primer SSRH403
(a) dengan metode elektroforesis gel agarosa (b) dengan metode
elektroforesis gel poliakrilamid (Keterangan: M= Marker 1 kb, (-)
=kontrol negatif, 1= GT 1, 2= IRR 220, 3= PR 261, 4= IRR 112, 5= PB
5/51, 6= IRR 118, 7= PR 107, 8= IRR 104, 9= PB 260, 10= IAN 873,
11= IRR 5, 12= BPM 101, 13= RRIC 110, 14= PB 330, 15= PB 217,
16= PB 340, dan 17= RRIM 712)
Total pita yang dihasilkan pada elektroforesis gel poliakrilamid adalah 27
pita. Sebanyak delapan primer menghasilkan pita polimorfis (SSRH403,
SSRH548, gSSR165, gSSR212, gSSR268, EHB109, EHB169, dan HBE280)
dengan ukuran 105-245 bp dan satu primer menghasilkan pita yang tidak terlihat
jelas (SSRH358). Polimorfis pita per primer bervariasi mulai dari 1-5 dengan
jumlah pita polimorfis sebanyak 24. Primer gSSR268 dan EHB169 merupakan
primer yang menghasilkan pita polimorfis terbanyak yaitu lima pita. Primer
HBE280 merupakan primer dengan jumlah pita polimorfis terendah yaitu satu pita
(Tabel 5). Primer yang baik digunakan untuk membedakan antar klon adalah
primer yang menghasilkan pita polimorfis.
Tabel 5 Deteksi hasil PCR dengan metode gel poliakrilamid
Primer

Kisaran basa (bp)

SSRH358
SSRH403
SSRH548
gSSR165
gSSR212
gSSR268
EHB109
EHB169
HBE280
Jumlah

226 bp
125-180 bp
180-190 bp
110-215 bp
120-130 bp
105-140 bp
140-160 bp
145-160 bp
245 bp

(Jumlah pita
Total
5
2
3
3
5
3
5
1
27

Polimorfis
4
2
2
3
5
2
5
1
24

9
Elektroforegram hasil amplifikasi DNA dengan primer SSRH358
menunjukkan bahwa pita yang dihasilkan tidak jelas sehingga tidak dapat
ditentukan ukuran pitanya (Gambar 3a), sedangkan hasil amplifikasi dengan
primer SSRH403 menghasilkan lima pita dengan kisaran ukuran pita 125-180 bp
(Gambar 3b). Elektroforegram hasil amplifikasi DNA dengan primer SSRH548
menghasilkan dua pita dengan ukuran berkisar 180-190 bp (Gambar 3c).
Elektroforegram hasil amplifikasi DNA dengan primer gSSR165 menghasilkan
tiga pita dengan ukuran yang lebih besar yaitu 110-215 bp (Gambar 3d).

200 bp
150 bp

100 bp

(a)

200 bp
150 bp
100 bp

(b)
200 bp

150 bp

(c)

200 bp
150 bp

100 bp

(d)
Gambar 3

Elektroforegram hasil amplifikasi DNA karet dengan primer (a)
SSRH358 (b) SSRH403 (c) SSRH548 (d) gSSR165 pada gel
poliakrilamid (Keterangan: M= Marker 1 kb, (-)= kontrol negatif, 1=
GT 1, 2= IRR 220, 3= PR 261, 4= IRR 112, 5= PB 5/51, 6= IRR
118, 7= PR 107, 8= IRR 104, 9= PB 260, 10= IAN 873, 11= IRR 5,
12= BPM 101, 13= RRIC 110, 14= PB 330, 15= PB 217, 16= PB
340, dan 17= RRIM 712)

10
200 bp

150 bp

100 bp

(a)
150 bp

100 bp

(b)
Gambar 4

Elektroforegram hasil amplifikasi DNA karet dengan primer (a)
gSSR212 (b) gSSR268 pada gel poliakrilamid (Keterangan: M=
Marker 1 kb, (-)= kontrol negatif, 1= GT 1, 2= IRR 220, 3= PR 261,
4= IRR 112, 5= PB 5/51, 6= IRR 118, 7= PR 107, 8= IRR 104, 9=
PB 260, 10= IAN 873, 11= IRR 5, 12= BPM 101, 13= RRIC 110,
14= PB 330, 15= PB 217, 16= PB 340, dan 17= RRIM 712)

Elektroforegram hasil amplifikasi DNA dengan primer gSSR212
ditunjukkan pada Gambar 5a. Amplifikasi menghasilkan pita sebanyak tiga pita.
Ukuran pita hasil amplifikasi berkisar antara 120-130 bp. Berbeda dengan primer
gSSR212, hasil amplifikasi DNA dengan primer gSSR268 menghasilkan lima
pita. Elektroforegram hasil amplifikasi DNA dengan primer gSSR268 ditunjukkan
pada Gambar 5b. Ukuran pita yang dihasilkan berkisar antara 105-140 bp.
Amplifikasi DNA dengan primer EHB109 menghasilkan pita sebanyak tiga
pita. Elektroforegram hasil amplifikasinya dapat dilihat pada Gambar 6a. Ukuran
pita yang dihasilkan berkisar antara 140-160 bp. Primer selanjutnya yaitu
EHB169 menghasilkan pita hasil amplifikasi sebanyak lima pita (Gambar 6b).
Pita-pita tersebut memiliki ukuran 145-160 bp.
Elektroforegram hasil amplifikasi DNA dengan primer HBE280
ditunjukkan pada Gambar 6c. Jumlah pita yang dihasilkan pada amplifikasi ini
hanya satu pita. Primer HBE280 menghasilkan pita dengan ukuran paling besar
yaitu 245 bp. Pita yang dihasilkan antara satu klon dengan klon lainnya memiliki
ukuran yang sama sehingga hasil amplifikasi dengan primer ini terlihat seperti
monomorfis. Namun klon ke-4 yaitu IRR 112 pada elektroforegram tidak
menghasilkan pita. Perbedaan pola pita ini menunjukkan bahwa pita hasil
amplifikasi dengan primer HBE280 bukan bersifat monomorfis tetapi polimorfis.
Pola pita dikatakan bersifat monomorfis jika semua klon menghasilkan pita dan
berukuran sama.

11
200 bp
150 bp

100 bp

(a)
200 bp

150 bp

100 bp

(b)

250 bp

200 bp

(c)
Gambar 5

Elektroforegram hasil amplifikasi DNA karet dengan primer (a)
EHB109 (b) EHB169 (c) HBE280 pada gel poliakrilamid
(Keterangan: M= Marker 1 kb, (-)= kontrol negatif, 1= GT 1, 2=
IRR 220, 3= PR 261, 4= IRR 112, 5= PB 5/51, 6= IRR 118, 7= PR
107, 8= IRR 104, 9= PB 260, 10= IAN 873, 11= IRR 5, 12= BPM
101, 13= RRIC 110, 14= PB 330, 15= PB 217, 16= PB 340, dan 17=
RRIM 712)

Hasil Analisis Molekuler
Penilaian Hasil Amplifikasi (Scoring)
Sebanyak delapan dari sembilan primer yang digunakan menghasilkan pita
yang polimorfis. Pita DNA yang dihasilkan memiliki ukuran yang berbeda untuk
masing-masing primer. Ukuran pita yang dihasilkan pada penelitian ini (Tabel 6)
berbeda dengan kisaran ukuran pita berdasarkan penelitian sebelumnya.
Perbedaan ukuran pita yang diperoleh diduga karena penggunaan sampel yang
berbeda.
Klon karet dapat diidentifikasi berdasarkan pola pita yang terbentuk (Tabel
6). Klon yang dapat diidentifikasi menunjukkan pola pita yang berbeda dengan

12
klon-klon karet lainnya dilihat dari hasil amplifikasi. Primer SSRH403 dapat
mengidentifikasi klon GT 1, IRR 220, PR 261, IRR 118, dan IAN 873. Primer
gSSR165 hanya dapat mengidentifikasi klon PR 107. Primer gSSR212 dapat
mengidentifikasi klon GT 1 dan BPM 101. Primer gSSR268 dapat
mengidentifikasi klon GT 1, PR 107, dan PB 217. Primer EHB109 hanya dapat
mengidentifikasi klon PB 340. Primer EHB169 dapat mengidentifikasi klon PR
261, IRR 112, PR 107, IRR 104, BPM 101, dan PB 340. Primer HBE280 hanya
dapat mengidentifikasi klon IRR 112. Primer SSRH548 hanya dapat membedakan
17 klon karet menjadi tiga kelompok yang memiliki pola pita berbeda. Klon-klon
dalam satu kelompok tidak dapat dibedakan karena memiliki pola pita yang sama.
Kelompok pertama terdiri dari klon GT 1, IRR 112, PB260, IAN 873 dan RRIC
110. Kelompok kedua terdiri dari klon IRR 220, PR 261, PB 5/51, IRR 118, PR
107, IRR 104, IRR 5, BPM 101, PB 340, dan RRIM 712. Kelompok ketiga terdiri
dari klon PB 330 dan PB 217. Primer SSRH358 tidak dapat membedakan antar
klon.
Tabel 6 Scoring hasil PCR dengan metode gel poliakrilamid
Primer
SSRH358
SSRH403

SSRH548
gSSR165

gSSR212

gSSR268

EHB109

EHB169

HBE280

No.
Pita
1
2
3
4
5
1
2
1
2
3
1
2
3
1
2
3
4
5
1
2
3
1
2
3
4
5
1

Keterangan:

Ukuran
(bp)
1
180
165
+
155
140
+
125
190
+
180
215
+
145
+
110
+
130
+
125
120
140
135
130
115
+
105
+
160
+
155
140
+
160
+
157
153
+
148
145
245
+

Klon
2
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

3
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

4
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-

5
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

6
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

7
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

8
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

9 10
- + - +
+ +
+ - + +
- + +
- + +
- - - - + +
- + +
- + +
- + +
+ +
+ - +
- - + +

11
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

12
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

13
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

14
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

15
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

= klon yang dapat diidentifikasi berdasarkan pola pitanya

16
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

17
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

13
Polymorphic Information Content (PIC)
Tingkat polimorfisme (PIC) diperlukan untuk memilih marka yang dapat
membedakan antar klon yang digunakan (Mulsanti 2011). De Vicente dan Fulton
(2003) mengatakan bahwa nilai polimorfisme ditentukan oleh frekuensi
kemunculan pitanya. Berdasarkan hasil analisis diperoleh rata-rata PIC sebesar
0.4807. Primer SSRH403 merupakan primer dengan nilai PIC paling tinggi yaitu
0.7069, sedangkan primer HBE280 merupakan primer dengan nilai PIC terendah
yaitu 0. Primer SSRH358 tidak dapat dihitung nilai PIC-nya karena hasil
amplifikasi yang tidak terlihat dengan jelas.
Tabel 7 Hasil analisis primer menggunakan software PowerMarker V3.25
Primer
SSRH358
SSRH403
SSRH548
gSSR165
gSSR212
gSSR268
EHB109
EHB169
HBE280
Rata-rata

Jumlah pita
Total
5
2
3
3
5
3
5
1
3.3750

Polimorfis
4
2
2
3
5
2
5
1
3.0000

PIC
0.7069
0.3719
0.5818
0.4918
0.5066
0.5307
0.6559
0.0000
0.4807

PEMBAHASAN
Hasil Isolasi DNA Tanaman Karet
Isolasi DNA tanaman karet dilakukan menggunakan metode Castillo et al.
(1994) yang umum digunakan pada tanaman perkebunan (Ying dan Zaman 2006).
Ain (2010) menyatakan bahwa metode ini termasuk praktis dan dapat
menghasilkan DNA yang baik dari tanaman karet dibandingkan dengan metode
yang lain. Bagian tanaman karet yang digunakan untuk isolasi adalah bagian daun
yang masih muda. Daun yang masih muda banyak mengandung DNA karena
bagian ini sedang aktif melakukan proses pembelahan dan pertumbuhan sel. Daun
muda juga lebih memudahkan dalam penggerusan karena daun muda memiliki
tekstur yang lebih lunak (Wulansari 2014).
DNA daun karet hasil isolasi diuji secara kuantitatif dan kualitatif untuk
menjamin tidak adanya kontaminan. Kemurnian DNA dilihat dari rasio A260:A280
dan A260:A230. Panjang gelombang 230, 260, dan 280 nm merupakan serapan
untuk polisakarida, asam nukleat, dan protein (Husniyati 2012). Nilai kemurnian
DNA yang diperoleh beragam, berada di antara 1.8-2.0. Nilai kemurnian di bawah
1.8 menunjukkan masih adanya kontaminan berupa protein, sedangkan nilai
kemurnian di atas 2.0 menunjukkan masih adanya kontaminan berupa RNA.
Konsentrasi DNA yang diperoleh beragam, sehingga dilakukan proses
pengenceran untuk menyeragamkan konsentrasi DNA menjadi 100 ng/µL.

14
Penyeragaman konsentrasi DNA dilakukan agar jumlah DNA yang digunakan
diperkirakan sama untuk setiap tahapan PCR (Wulansari 2014). Konsentrasi DNA
mempengaruhi kualitas fragmen hasil amplifikasi. Konsentrasi DNA yang rendah
dapat menghasilkan fragmen sebagai pita yang tipis pada gel atau bahkan pita
tidak terlihat secara visual, sedangkan konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat
menghasilkan fragmen sebagai pita yang terlalu tebal (Nurhaimi-Haris 2003).
Uji kualitatif DNA hasil isolasi dilakukan dengan menggunakan
elektroforesis gel agarosa 0.8%. Kualitas DNA pada elektrofregram menunjukkan
bahwa DNA hasil isolasi sudah cukup baik, namun terdapat smear pada beberapa
klon yaitu klon PB 5/51, klon IRR 118, dan klon IAN 873. Smear terbentuk akibat
degradasi DNA menjadi potongan-potongan pendek. Hal ini dapat terjadi karena
perlakuan DNA selama isolasi. Smear juga dapat disebabkan oleh volume DNA
yang digunakan terlalu besar saat elektroforesis, penggunaan tegangan yang
terlalu besar (Ausubel 1990) atau sifat dari klon karet itu sendiri. Menurut
Dualembang et al. (2011), metode SSR tidak mengharuskan menggunakan DNA
yang murni sehingga DNA hasil isolasi sudah dapat digunakan untuk amplifikasi
PCR-SSR. Kelebihan lain dari penggunaan metode SSR adalah konsentrasi DNA
yang dibutuhkan relatif rendah, serta mampu menggunakan DNA dengan kualitas
sedang (Dualembang et al. 2011).

Evaluasi Sembilan Primer SSR
Identifikasi genetik dengan pendekatan molekuler sangat dibutuhkan
dalam kegiatan pemuliaan tanaman agar memperoleh hasil yang tepat. Marka
molekuler merupakan solusi untuk pemecahan masalah dalam pemuliaan
konvensional. Penemuan marka molekuler dapat membantu kelancaran pekerjaan
seleksi. Marka molekuler DNA yang ideal harus memiliki tingkat polimorfisme
yang sedang sampai tinggi, terdistribusi merata di seluruh genom, secara teknik
sederhana, cepat dan murah, membutuhkan sedikit jaringan dan DNA sampel
(Agarwal et al. 2008).
SSR merupakan marka DNA berbasis PCR yang dapat digunakan untuk
menentukan genotipe individu dengan mendeteksi suatu segmen DNA yang
mengandung pola perulangan sederhana dari basa nitrogen (Fadlilah 2014).
Identifikasi 17 klon karet pada penelitian ini menggunakan sembilan primer yang
mengacu pada penelitian sebelumnya. Primer-primer tersebut memiliki tingkat
polimorfisme yang tinggi dan efektif membedakan klon Asia, klon dari
Guetamala, dan klon Amerika (Garcia et al. 2011). Penggunaan mikrosatelit
relatif mudah dengan menggunakan PCR karena dapat menjangkau seluruh
kromosom (Prasetiyono dan Tasliah 2003).
Produk PCR tersebut dipisahkan dengan elektroforesis gel agarosa dan gel
poliakrilamid. Elektroforesis menggunakan gel agarosa merupakan modifikasi
dari metode analisis PCR-SSR. Modifikasi ini dilakukan untuk membandingkan
hasil pemisahan produk PCR-SSR menggunakan elektroforesis gel agarosa dan
gel poliakrilamid. Jika elektroforesis gel agarosa dapat menghasilkan
elektroforegram yang dapat membedakan antar klon, maka analisis yang
dilakukan dapat lebih mudah dan murah. Konsentrasi gel agarosa yang digunakan

15
yaitu 3%. Ukuran produk PCR-SSR tergolong kecil sehingga digunakan
konsentrasi gel yang tinggi.
Elektroforegram hasil amplifikasi DNA pada penelitian ini digunakan untuk
membedakan klon-klon karet. Chen (1998) mengemukakan bahwa kemampuan
suatu primer dalam mengungkapkan keragaman genetik koleksi plasma nutfah
ditunjukkan oleh jumlah pita DNA polimorfis yang dihasilkan. Primer polimorfis
dibutuhkan untuk dapat menganalisis keragaman genetik satu populasi tanaman
dengan memperlihatkan keragaman pola pita yang terbentuk (Chakravarthi dan
Naravaneni 2006).
Hasil elektroforesis menggunakan gel poliakrilamid 6% mampu
memisahkan DNA lebih sempurna dibandingkan dengan gel agarosa 3%. Hal ini
disebabkan gel poliakrilamid memiliki pori-pori yang lebih kecil daripada gel
agarosa (Diputra 2013). Gel poliakrilamid dapat memisahkan DNA meski
perbedaan ukuran DNA-nya hanya 1 bp. Hal ini ditunjukkan dari jumlah dan pola
pita yang terbentuk pada penelitian ini. Hasil elektroforesis dengan gel agarosa
menghasilkan jumlah pita yang lebih sedikit (13 pita) dibandingkan dengan pita
yang terbentuk pada elektroforesis gel poliakrilamid (27 pita).
Hasil elektroforesis gel agarosa menunjukkan bahwa pita DNA yang
terbentuk bersifat monomorfis, sehingga tidak dapat digunakan untuk analisis
selanjutnya. Pita-pita polimorfis pada penelitian ini ditunjukkan oleh hasil
elektroforesis gel poliakrilamid. Sebanyak 24 dari 27 pita yang terbentuk bersifat
polimorfis dengan variasi ukuran 105-245 bp. Pola pita polimorfis tersebut
dihasilkan oleh delapan primer. Hanya primer SSRH358 yang menghasilkan pita
yang tidak jelas (meragukan). Pita yang tidak jelas dapat terjadi karena
kontaminasi urea pada permukaan sumur gel poliakrilamid (Millah et al. 2010),
konsentrasi gel yang kurang tinggi atau tegangan yang digunakan terlalu besar
sehingga pita DNA tidak terpisah secara sempurna. Optimasi konsentrasi gel dan
besarnya tegangan diperlukan untuk menghasilkan pita yang jelas dan terpisah
dengan sempurna.
Berdasarkan hasil penelitian, hampir seluruh klon karet dapat diamplifikasi
oleh delapan primer kecuali klon IRR 112, klon PB 5/51, klon IRR 104, PB 260,
IAN 873, RRIC 110, PB 330, PB 217, PB 340, dan RRIM 712 tidak dapat
diamplifikasi oleh primer gSSR212. Hal ini dapat disebabkan primer yang tidak
dapat menempel pada DNA target, DNA polimerase gagal memperpanjang daerah
yang ditempeli primer untuk menyempurnakan daerah target (Lai et al. 2003), dan
kemungkinan urutan basa nukleotida primer tersebut bukan merupakan
komplemen dari basa nukleotida pada cetakan DNA target (Hartati et al. 2007).
Keberhasilan amplifikasi mikrosatelit dipengaruhi oleh kualitas DNA genom,
primer, konsentrasi larutan, dan kondisi suhu pada siklus PCR terutama pada suhu
annealing (Brown 1991).

Profil Marka SSR
Kemampuan marka dalam menghasilkan alel polimorfis tercermin dalam
nilai PIC (Hidayatun et al. 2011). Nilai PIC menunjukkan tingkat kemampuan
dari penanda SSR untuk membedakan antar aksesi yang diteliti, tingkat
heterosigositas, dan keragaman genetik. Nilai ini ditentukan oleh frekuensi

16
kemunculan alelnya (De Vicente and Fulton 2003). Marka yang menghasilkan
pita lebih sedikit memiliki kemampuan yang lebih kecil untuk membedakan
sampel yang diuji. Nilai PIC yang tinggi ditunjukkan pada marka yang
menghasilkan banyak pita.
Nilai PIC merupakan standar yang baik untuk mengevaluasi marka genetik
(Emrani et al. 2011). Rata-rata nilai PIC pada penelitian ini yaitu sebesar 0.4807.
Nilai ini menunjukkan bahwa primer-primer yang digunakan mampu untuk
membedakan klon-klon karet. Botstein et al. (1980) menggolongkan nilai PIC
menjadi tiga kelas yaitu PIC>0.5 termasuk sangat informatif, 0.25>PIC>0.5
termasuk sedang dan PIC