Kriteria Kematangan Pascapanen Pepaya Sukma Berbasis Satuan Panas

i

KRITERIA KEMATANGAN PASCAPANEN PEPAYA
SUKMA BERBASIS SATUAN PANAS

TIA YANA PUTRI
A24134021

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kriteria Kematangan

Pascapanen Pepaya Sukma Berbasis Satuan Panas adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir karya ilmiah ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya ilmiah saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016

Tia Yana Putri
NIM A24134021

ii

iii

ABSTRAK
TIA YANA PUTRI. Kriteria Kematangan Pascapanen Pepaya Sukma
Berbasis Satuan Panas. Dibimbing oleh WINARSO DRAJAD WIDODO dan
KETTY SUKETI.

Pepaya merupakan salah satu buah klimakterik yang memiliki kandungan
vitamin dan mineral yang tinggi tetapi memiliki daya simpan yang pendek.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kriteria kematangan pascapanen
pepaya Sukma dan menentukan waktu panen terbaik berdasarkan satuan panas
untuk penanganan pascapanen dalam memperpanjang masa simpan buah.
Percobaan dilaksanakan bulan Maret 2015 sampai Oktober 2015 di Kebun
Percobaan Pasir Kuda, Pusat Kajian Hortikultura Tropika, Institut Pertanian
Bogor (PKHT IPB) dan Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan yang digunakan
adalah pepaya Sukma dengan umur panen yang berbeda. Percobaan menggunakan
rancangan kelompok lengkap teracak satu faktor dengan 5 umur panen 130, 135,
140, 145 dan 150 hari setelah antesis (HSA) dan 5 ulangan. Umur panen 135 HSA
(satuan panas 2.036,23 oC hari) merupakan umur panen terbaik dengan umur
simpan 10,60 hari. Umur panen tidak mempengaruhi mutu fisik tetapi
mempengaruhi mutu kimia seperti padatan terlarut total.
Kata kunci: Kualitas fisik, kualitas kimia, pematangan pascapanen, umur simpan.

ABSTRACT
TIA YANA PUTRI. Criteria of Postharvest Maturity of Sukma Papaya
Based of Heat Unit. Supervised by WINARSO DRAJAD WIDODO and KETTY

SUKETI.
Papaya is one of climacteric fruit that has a high content of vitamins and
minerals, but it has a short shelf life. The objective of this experiment was to
study criteria postharvest maturity of Sukma papaya and determine best
harvesting time according to heat unit for postharvest handling in order to prolong
the fruit's shelf life. The experiment was held on March 2015 until October 2015
at The Pasir Kuda Experimental Station of the Study Center for Tropical
Horticulture, Bogor Agricultural University and The Postharvest Laboratory,
Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor
Agricultural University. Sukma papaya with different harvesting time was used.
The research was conducted in a randomized complete block design
using single factor with 5 harvesting times 130, 135, 140, 145 and
150 day after anthesis (DAA) and 5 replication. Harvesting time 135 DAA
(2.036,23 oC day) is the best harvesting time with the shelf life of 10,60 days.
Harvesting time did not affect the physical quality but affect the chemical quality
as total soluble solids.
Keyword: physical quality, chemical quality, postharvest maturity, shelf life.

iv


v

KRITERIA KEMATANGAN PASCAPANEN PEPAYA
SUKMA BERBASIS SATUAN PANAS

TIA YANA PUTRI
A24134021

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


vi

viii

i

PRAKATA
Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT atas selesainya karya
ilmiah yang berjudul ”Kriteria Kematangan Pascapanen Pepaya Sukma Berbasis
Satuan Panas”. Karya ilmiah ini bagian dari tugas akhir sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing
Ir. Winarso Drajad Widodo, M.S., Ph.D. dan Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si. yang telah
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan karya
ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pusat Kajian
Hortikultura Tropika (PKHT) dan Laboratorium Pascapanen IPB yang
memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian. Ucapan terima
kasih juga kepada Dr. Ir. Suwarto, M.Si. sebagai dosen pembimbing akademik,
Dr. Ani kurniawati, S.P., M.Si. sebagai dosen penguji, keluarga AGH Dandelion

48, AGH Lotus 49, Nanang Tri Ardianto serta teman-teman yang telah membantu
dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada kedua orang tua penulis serta seluruh keluarga atas doa dan
dukungan yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Tia Yana Putri

i

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1

Latar Belakang ................................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................................. 2
Hipotesis ............................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Deskripsi Pepaya Sukma .................................................................................... 2
Ekologi Pepaya .................................................................................................. 2
Panen dan Pascapanen ........................................................................................ 3
Perubahan Fisiologi Pematangan Buah .............................................................. 4
Metode Satuan Panas.......................................................................................... 5
METODE
6
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................ 6
Bahan dan Alat ................................................................................................... 6
Rancangan Percobaan......................................................................................... 6
Prosedur Percobaan ............................................................................................ 7
Pengamatan Percobaan ....................................................................................... 8
Analisis Data .................................................................................................... 10
HASIL DAN PEMBAHASAN
10

Umur Simpan ................................................................................................... 10
Laju Respirasi ................................................................................................... 12
Mutu Fisik ........................................................................................................ 13
Mutu Kimia ...................................................................................................... 14
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
22

ii

vii

DAFTAR TABEL
1 Satuan panas, umur simpan dan laju respirasi buah pepaya Sukma
2 Kualitas fisik buah pepaya Sukma pada skala warna 6

3 Kualitas kimia buah pepaya Sukma pada skala warna 6

11
13
15

DAFTAR GAMBAR
1 Bunga hermafrodit mekar dan termometer maksimum minimum
2 Indeks kematangan buah pepaya Callina dengan skor warna
3 Indeks kematangan pascapanen buah pepaya Sukma dengan skor warna
4 Laju respirasi buah pepaya Sukma selama penyimpanan
5 Serangan cendawan pada buah pepaya Sukma saat penyimpanan

7
9
11
12
13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data curah hujan dan rata-rata suhu Tajur, Leuwisadeng 2014 dan
Cibalagung 2015

21
21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pepaya merupakan buah yang memiliki cita rasa manis dan menyegarkan,
sehingga sangat digemari hampir semua kalangan masyarakat. Pepaya dapat
dikonsumsi sebagai buah segar, olahan minuman, selai, saus, permen, manisan
dan buah kering. Nilai gizi pepaya cukup tinggi, karena setiap 100 g buah
mengandung 34 mg kalsium, 450 mg vitamin A, 74 mg vitamin C dan 0,7 g serat.
Getah pepaya memiliki kandungan papain yang mengandung enzim proteolitik
bermanfaat mengurangi gangguan jantung, obat anti amoeba, tekanan darah tinggi
dan penyakit saluran kemih. Papain juga sudah digunakan dalam berbagai industri
seperti tekstil, kosmetik dan biokimia (Villegas, 1997).
Penanganan pascapanen merupakan faktor penting dalam pemasaran

pepaya. Penentuan umur panen yang tepat disesuaikan dengan tujuan pemasaran.
Distribusi dalam pemasaran yang dekat atau jauh memiliki waktu panen yang
berbeda. Permasalahan utama dalam pascapanen pepaya adalah sifatnya yang
mudah rusak (perishable) dan daya simpan yang pendek. Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh pola pematangan buah pepaya yang merupakan buah klimakterik
(Parker, 2001). Buah klimakterik adalah buah yang memiliki laju respirasi dan
produksi etilen meningkat pada saat mencapai matang atau mature (Sudheer dan
Indira, 2007). Kecepatan respirasi yang tinggi berhubungan dengan umur simpan
yang pendek. Intensitas respirasi menunjukkan ukuran laju metabolisme untuk
menentukan daya simpan buah (Pantastico, 1989).
Tingkat kematangan buah saat dipanen mempengaruhi daya simpan dan
kualitas buah. Selama proses kematangan pascapanen buah mengalami perubahan
fisik dan kimia yang menentukan kualitas buah untuk dikonsumsi (Santoso dan
Purwoko, 1995). Daya simpan buah pepaya berbeda-beda tergantung dari jenis
dan tingkat kematangan buah itu sendiri (Rini, 2008). Penentuan umur panen
sangat penting untuk memperoleh tingkat kematangan buah yang tepat. Umur
panen yang berbeda akan menghasilkan buah dengan stadia kematangan yang
berbeda (Suketi et al., 2015). Buah yang dipanen tidak tepat akan mempengaruhi
mutu buah. Buah yang dipanen sebelum matang akan menghasilkan mutu buah
yang kurang baik serta proses pematangan yang kurang sempurna. Penundaan
waktu panen buah akan meningkatkan kepekaan buah terhadap proses
pembusukan, sehingga mutu dan nilai jualnya rendah (Pantastico, 1989).
Penentuan umur panen yang tepat pada pepaya Eksotika dapat menentukan
kualitas kimia seperti kandungan anti oksidan dan padatan terlarut total (Addai et
al., 2013).
Konsep satuan panas (heat unit) menentukan kebutuhan panas reaksi-reaksi
fisiologi dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman mulai dari tanam
sampai panen (Handoko, 1994). Satuan panas menunjukkan pengaruh suhu
terhadap pembungaan dan perkembangan buah untuk menentukan waktu panen
yang tepat (Sudheer dan Indira, 2007). Satuan panas dapat menentukan fase
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat di green house (Syakur, 2012).
Penggunaan satuan panas dapat menentukan umur panen yang tepat pada pepaya
Callina. Pepaya Callina yang dibudidayakan di Tajur dengan ketinggian

2

250 m dpl dapat dipanen setelah mencapai satuan panas berkisar 2.010,06 sampai
2.241,75 oC hari (Taris et al., 2014). Penentuan umur panen terbaik pepaya
Callina di Leuwisadeng dengan ketinggian 240 m dpl pada umur panen 125 HSA
dengan satuan panas 2.185,75 oC hari (Sugito, 2014). Pepaya Sukma dalam
penelitian ini di budidayakan di Pasir Kuda pada ketinggian 261 m dpl.
Tujuan
Tujuan penelitian adalah mengetahui jumlah satuan panas sejak bunga
mekar atau antesis hingga layak dipanen.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan yaitu tidak terdapat perbedaan kriteria kematangan
pascapanen dari buah yang dipanen berdasarkan satuan panas yang berbeda.

TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Pepaya Sukma
Pepaya Sukma (IPB 6 C) merupakan pepaya hasil pemuliaan IPB yang
berasal dari daerah Sukabumi dan rasanya relatif manis dibandingkan pepaya
besar lainnya. Pepaya Sukma termasuk jenis pepaya besar dengan bobot mencapai
2,8 kg, panjang buah 30 sampai 35 cm, buah berbentuk lonjong dengan pangkal
tegak (Sobir, 2009). Pepaya Sukma memiliki kulit buah berwarna hijau, bertekstur
licin, daging buah berwarna jingga dan bertekstur keras. Kandungan padatan
terlarut total daging buah ini berkisar 10 sampai 12 0brix. Diameter ujung pepaya
Sukma mencapai 12,42 cm, bagian tengah buah 13,48 cm dan bagian pangkal
buah 10,70 cm (Sujiprihati dan Suketi, 2014). Pepaya ini berbunga pada umur
120 hari setelah bibit ditanam di lahan (Sobir, 2009). Pepaya Sukma memiliki
potensi hasil 50 sampai 76 ton ha-1, bagian buah yang dapat dimakan atau edible
portion mencapai 80,2 sampai 85,7% dan memiliki daya simpan lebih dari satu
minggu (Siregar, 2013). Umur panen pepaya Sukma berkisar antara 140 sampai
150 hari setelah antesis (Sujiprihati dan Suketi, 2014).
Ekologi Pepaya
Pepaya dapat tumbuh pada ketinggian 200 sampai 500 m dpl, karena pada
ketinggian diatas 500 m dpl pertumbuhan pepaya menjadi lambat dan kurang
manis. Pepaya yang dibudidayakan di dataran tinggi juga mudah terserang
penyakit karena kondisi kelembaban udara relatif tinggi (Sujiprihati dan Suketi,
2014). Tanaman pepaya ideal ditanam pada tanah yang subur, gembur, banyak
mengandung bahan organik, aerasi dan drainase tanahnya baik. Tanah dengan pH
yang sesuai untuk pepaya adalah 6,0 sampai 7,0. Tanaman pepaya sesuai dengan
iklim yang hangat dengan sinar matahari penuh tanpa naungan. Suhu optimal

3

untuk pertumbuhan tanaman pepaya berkisar antara 22 sampai 26 °C. Curah hujan
berkisar 1.000 sampai 2.000 mm/tahun, dengan bulan kering 3 sampai 4 bulan,
serta beriklim basah. Daerah yang mempunyai curah hujan yang merata sepanjang
tahun lebih baik bagi pertumbuhan tanaman pepaya (PKBT, 2004).
Panen dan Pascapanen
Pepaya mulai berbunga pada umur 3 sampai 4 bulan setelah tanam. Pepaya
Sukma dapat dipanen pada umur 140 sampai 150 hari setelah antesis (HSA).
Pemanenan biasanya dilakukan pada buah yang telah memenuhi tingkat
kematangan optimal atau disesuaikan dengan kebutuhan (Sujiprihati dan Suketi,
2014). Pepaya memiliki pola pematangan klimakterik dan produksi etilen yang
tinggi setelah pemanenan. Pepaya mengalami perubahan warna kulit, kelunakan
dan komposisi karbohidrat selama proses pematangan (Jimenez et al., 2014). Laju
respirasi pepaya perlahan meningkat setelah panen, stabil, menuju puncak
maksimum dan perlahan turun sampai akhir pematangan (Pantastico, 1989).
Pepaya merupakan buah klimakterik yang masih dapat mencapai puncak respirasi
meski telah dipanen, selain itu buah juga masih melakukan proses metabolisme
yang menunjukkan proses kehidupan masih berlangsung. Penentuan umur panen
yang tepat diperlukan agar memperoleh kualitas buah yang baik dengan umur
simpan yang lama (Arrifiya et al., 2015).
Kriteria kematangan pepaya dapat dilihat dari warna kulit pepaya, tekstur
dan tingkat kemanisannya. Perlakuan perbedaan waktu panen dapat memberikan
analisis bahwa waktu pemanenan akan mempengaruhi tingkat kematangan buah.
Pepaya memiliki tujuh stadia kematangan buah, yaitu matang fisiologis (mature
green), semburat kuning (colour break), 25% kuning (quarter ripe), 50% kuning
(halp ripe), 75% kuning (ripe), 100% kuning (full ripe), dan terlalu matang (over
ripe). Panen yang tepat untuk memenuhi permintaan pasar lokal yaitu buah
pepaya yang sudah tua dengan kondisi buah 95% berwarna hijau, disertai
semburat warna kuning diantara tengah dan ujung pepaya. Penampakan luar buah
kelihatan mengkal, tetapi apabila dibelah bagian dalamnya sudah menunjukkan
warna merah kekuningan (Sujiprihati dan Suketi, 2014).
Pemanenan pepaya dilakukan pada waktu pagi pukul 07.00 sampai
10.00 WIB atau sore hari pukul 15.00 sampai 17.00 WIB dalam keadaan cuaca
cerah. Pemanenan pepaya dilakukan dengan memutar buah menggunakan tangan
sampai buah terlepas dari tangkainya. Pemanenan dengan cara lain juga dapat
dilakukan dengan memotong tangkai buah sepanjang satu buku menggunakan
pisau tajam. Pemanenan buah dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari buah
luka, memar dan terjatuh. Pemanenan buah pada pohon yang tinggi dapat
menggunakan tangga. Setiap buah yang dipanen idealnya dibungkus dengan
kertas koran, untuk mencegah memar. Pengangkutan buah dilakukan dengan
wadah yang dilapisi daun atau kertas koran sebagai bantalan buah dan posisi buah
diletakkan berdiri dengan tangkai buah menghadap kebawah. Penumpukan buah
dalam wadah maksimal 2 sampai 3 susun (Sujiprihati dan Suketi, 2014).
Pascapanen meliputi kegiatan yang dilakukan setelah pemanenan seperti
pencucian, pemilahan, penyimpanan, pengemasan, transportasi dan distribusi.
Penanganan pascapanen yang tepat penting dilakukan untuk menghambat
kerusakan komoditi hortikultura dalam waktu relatif singkat (Samad, 2006).

4

Pencucian pepaya dilakukan dengan air mengalir (Sugito, 2014). Pembersihan
buah dilakukan dengan pemberian larutan desinfektan natrium hipoklorit
konsentrasi 10% untuk mengendalikan penyakit selama penyimpanan. Buah yang
sudah bersih, dikering-anginkan di atas koran dengan suhu ruangan 25 sampai
30 °C dengan kelembapan 70 sampai 80% (Suketi et al., 2015). Penyimpanan
merupakan salah satu faktor penting dalam pascapanen. Penyimpanan dilakukan
agar buah tetap memiliki tingkat kesegaran yang lebih lama. Suhu ruang
penyimpanan diatur agar tetap kering dengan sirkulasi yang baik dan
menggunakan pendingin ruangan (Sujiprihati dan Suketi, 2014).
Pengemasan buah pepaya dilakukan untuk mempertahankan mutu buah,
terutama pada saat pengangkutan atau penyimpanan. Pengemasan juga bertujuan
agar penampilan buah menjadi lebih menarik. Pengemasan yang baik yaitu
menggunakan alat kemas seperti kotak karton atau kardus yang memiliki sekat.
Kemasan diberi lubang atau celah untuk sirkulasi udara (Sujiprihati dan Suketi,
2014).
Susut bobot diakibatkan oleh penguapan air dari produk hortikultura segar
yang sudah dikemas sehingga menyebabkan isi kemasan longgar. Guncangan
selama pengangkutan berpotensi menimbulkan memar dan patah akibat produk
berbenturan satu sama lain. Susut bobot dapat diminimalkan dengan cara
penyimpanan suhu rendah, kemasan tidak terkena air, terlindung dari luka, memar
dan mempercepat pengiriman ke pasar (Usman, 2013).
Perubahan Fisiologi Pematangan Buah
Perubahan yang terjadi dalam buah yang sudah dipanen berhubungan
dengan metabolisme oksidatif, termasuk didalamnya respirasi. Respirasi
merupakan proses pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, asam piruvat
dan asam organik secara aerobik menjadi karbondioksida (CO2), air dan energi
(Pantastico, 1989). Proses pematangan buah mempengaruhi perubahan fisiologi
pepaya. Perubahan yang nyata dalam pematangan buah adalah perubahan warna
kulit dan kelunakan buah. Penggunaan kriteria umur panen dengan penghitungan
hari setelah antesis di daerah Bogor menghasilkan perubahan warna kulit buah
yang tidak teratur dan tidak sama pada setiap waktu panen buah sehingga tingkat
kematangan fisiologis buah diduga berbeda (Suketi et al., 2010a).
Perubahan warna terjadi karena degradasi klorofil yang dipengaruhi pH,
kondisi oksidatif, sintesis karotenoid atau antosianin (Sudheer dan Indira, 2007).
Stadia kematangan saat buah dipanen mempengaruhi karakter kimia buah.
Karakter kimia buah yang dipengaruhi oleh stadia kematangan buah saat dipanen
yaitu kandungan padatan terlarut total (PTT) dan kandungan vitamin C buah.
Kandungan padatan terlarut total daging buah bertambah dengan meluasnya
warna kuning pada permukaan sampai tingkat 80%, setelah itu menurun dengan
meluasnya warna kulit karena hidrolisis gula menjadi asam organik yang
digunakan untuk proses respirasi (Suketi et al., 2010a).
Proses kematangan menyebabkan kandungan karbohidrat dan gula berubah.
Perubahan gula dalam buah menyangkut kandungan sukrosa, glukosa dan
fruktosa. Kematangan akan menyebabkan peningkatan kadar gula sederhana
untuk memberikan rasa manis, penurunan asam organik dan senyawa fenolik
untuk mengurangi rasa sepat. Buah-buahan yang masih muda banyak

5

mengandung asam-asam organik. Asam-asam organik yang terkandung pada buah
dapat mempengaruhi rasa dan aroma. Asam-asam organik yang biasa terdapat
pada buah-buahan adalah asam askorbat, asetat, malat dan sitrat (Muchtadi dan
Sugiono, 1992). Kandungan asam tertitrasi meningkat selama pematangan sampai
buah mencapai stadia warna kuning berkisar 75%, setelah itu mengalami
penurunan selama pematangan. Asam tertitrasi total semakin meningkat pada
umur simpan yang lama (Suketi et al., 2010b).
Metode Satuan Panas
Metode satuan panas merupakan salah satu metode untuk mempelajari
hubungan suhu tanaman dari akumulasi suhu rata-rata harian diatas suhu dasar
tanaman selama musim tanam (Wang, 1963). Penggunaan satuan panas digunakan
pada tanaman dengan menghitung jumlah unit panas dalam satu hari yang
diperoleh dengan pengurangan suhu aktual dengan suhu dasar pada hari itu
(Hawker dan Jenner, 1993). Konsep satuan panas hanya untuk tanaman netral
yaitu tanaman yang tidak responsif terhadap panjang hari, dengan menganggap
faktor lain seperti panjang hari tidak berpengaruh (Handoko, 1994).
Hasil penelitian Miller et al. (2001) menunjukkan bahwa masing-masing
fase perkembangan organisme memiliki kebutuhan panas sendiri. Perkembangan
tanaman dapat diperkirakan dengan mengumpulkan derajat hari (degree days)
antara suhu tinggi dan rendah sepanjang musim. Penelitian Syakur et al. (2012)
menunjukkan bahwa nilai satuan panas yang diperlukan untuk mencapai tingkat
pertumbuhan masak fisiologis pada tomat sejak semai tercatat 1.692 °C hari.
Satuan panas dapat menentukan saat tanam, indeks kematangan, panen,
penanganan pascapanen dan pengolahan tanaman kedelai (Estiningtyas dan
Irianto, 1994). Waktu mekar atau antesis bunga jantan dan betina pada jagung
juga dapat ditentukan oleh pemulia tanaman dengan metode satuan panas (Ismail
et al., 1981). Waktu bunga mekar atau antesis pertama yang sempurna pada buah
melon ditentukan dengan catatan suhu udara. Informasi ini memudahkan rencana
waktu tanam dan memprediksi waktu antesis pertama (Jenni et al., 1996).
Perbedaan nilai akumulasi satuan panas dipengaruhi pula oleh faktor-faktor
lingkungan seperti tingkat kesuburan tanah, populasi tanaman, tipe tanah, dan
suhu tanah (Estiningtyas dan Irianto, 1994).
Satuan panas digunakan untuk menentukan umur tanaman jagung mencapai
pertumbuhan. Jagung hibrida dan Genjah Madura memperlihatkan tanggapan
yang berbeda terhadap lingkungan yang dicerminkan oleh tinggi tempat, terutama
terhadap suhu rata-rata harian. Nilai satuan panas yang dibutuhkan jagung hibrida
matang fisiologis (50% black layer) di Cikarawang yaitu 58,2 oC hari (Ismail et
al., 1981). Varietas tanaman tidak berpengaruh terhadap besar kecilnya akumulasi
satuan panas (Estiningtyas dan Irianto, 1994). Variasi lokasi sangat signifikan
untuk setiap tahap perkembangan jagung pada setiap tahun (Major et al., 1983).
Satuan panas dapat menentukan umur panen terbaik pepaya Callina yaitu
120 HSA (2.102,13 oC hari) dengan suhu dasar 10 oC (Taris et al., 2014). Pepaya
Callina dapat mulai dipanen 2.107,67 sampai 2.437,67 °C hari dengan suhu dasar
10 oC (Sugito, 2014). Satuan panas dapat menentukan umur panen terbaik pisang
Raja Bulu yaitu 85 HSA dengan umur simpan terlama 11 HSP serta satuan panas
sebesar 1.305,5 °C hari dan suhu dasar 10 oC (Rahayu et al., 2014). Suhu dasar

6

yang digunakan pada penelitian pepaya Sukma ini adalah 15 oC. Menurut
Almeida et al. (2003) dan Jimenez et al. (2014) suhu minimum dibawah 15 oC
pada pepaya Hawai dapat menghambat pertumbuhan, pembungaan dan
perkembangan buah. Hasil penelitian Estiningtyas dan Irianto (1994) pada kedelai
dengan suhu dasar 10 oC menggunakan persamaan rumus satuan panas yaitu
sebagai berikut:


Keterangan:
SP
= Satuan panas
TM
= Suhu maksimum harian
Tm
= Suhu minimum harian
TDs
= Suhu dasar tanaman 15 oC
i=1
= Awal tanaman
n
= Panen

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT)
Pasir Kuda Ciomas dan Laboratorium Pascapanen, Laboratorium Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan dari Maret sampai Oktober 2015.
Bulan Maret sampai Juli penandaan bunga mekar. Bulan Agustus sampai Oktober
pengamatan pascapanen.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah pepaya Sukma,
desinfektan natrium hipoklorit, aquades, phenolphtalein, NaOH 0,1 N, iodine
0,01 N, amilum, kertas koran dan kain saring. Alat-alat yang digunakan yaitu
penetrometer, refraktometer, kosmotektor XP-314, termometer, labu takar, labu
erlenmeyer, buret, timbangan analitik, label dan kamera.
Rancangan Percobaan
Percobaan dilaksanakan dengan faktor tunggal yang terdiri dari 5 taraf
perlakuan waktu panen pepaya yaitu 130, 135, 140, 145 dan 150 (HSA).
Percobaan dilakukan dengan 5 ulangan dan jumlah satuan percobaan adalah
25 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 2 buah pepaya sehingga
terdapat 50 buah pengamatan satuan percobaan. Pengamatan dimulai setiap terjadi
perubahan visual dalam 6 indeks skala warna kulit pepaya. Rancangan percobaan
yang dilakukan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT).

7

Yij = µ+ɑi+βj+ɛij
Keterangan:
Yij
= Pengamatan pada waktu panen ke-i dan kelompok ke-j (i=1,2,3,4,5;
= j=1,2,3,4,5)
µ
= Nilai tengah populasi
ɑi
= Pengaruh umur panen ke-i
βj
= Pengaruh kelompok ke-j
ɛij
= Pengaruh galat percobaan pada waktu panen ke-i dan kelompok ke-j
Perlakuan umur panen yang digunakan dalam percobaaan ini mengacu pada
Sujiprihati dan Suketi (2014), pepaya Sukma dapat dipanen berkisar antara 140
sampai 150 HSA.
Prosedur Percobaan
Penandaan Bunga Mekar dan Suhu Harian
Penandaan dilakukan pada bunga hermafrodit atau sempurna pada tanaman
pepaya. Pengukuran suhu harian menggunakan termometer maksimum minimum
(Gambar 1). Penandaan bunga dilakukan pada tanaman pepaya berumur 3 sampai
4 bulan setelah tanam. Menurut PKBT (2007) bunga pertama pepaya banyak
bermunculan pada umur tersebut.

Gambar 1. Bunga hermafrodit mekar dan termometer
maksimum minimum
Metode pengukuran suhu harian mengacu pada penelitian Sugito (2014) dan
Taris et al. (2014). Suhu dasar yang digunakan pada pepaya Sukma sebesar 15 °C
(Almeida et al., 2003; Jimenez et al., 2014).
Pemanenan
Pemanenan buah dilakukan pada pagi hari (pukul 07.00 sampai 10.00 WIB)
atau sore hari (pukul 15.00 sampai 17.00 WIB) dalam keadaan cerah. Pemanenan
dilakukan sesuai dengan beberapa umur panen. Prosedur pemanenan pepaya
mengacu pada PKBT (2004) dengan memotong tangkai buah menggunakan pisau
atau memutar buah dengan tangan. Pemanenan harus dihindari dari luka, memar
dan jatuh. Prosedur pascapanen mengacu pada Taris et al. (2014) dan Suketi et al.
(2015) setiap buah pepaya yang sudah dipanen dibungkus dengan koran lalu
dimasukkan dalam kardus. Buah diangkut ke Laboratorium Pascapanen,
Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura. Buah yang telah dibawa

8

ke Laboratorium dicuci dengan air mengalir. Buah dicuci menggunakan natrium
hipoklorit 10% dengan cara melarutkan 10 ml ditera sampai 100 ml air sebagai
desinfektan, kemudian buah diletakkan diatas kertas koran dan dikering-anginkan.
Pengamatan Percobaan
Pengamatan yang dilakukan meliputi susut bobot, laju respirasi, warna
kulit, kekerasan daging dan kulit buah, kandungan padatan terlarut total (PTT),
kandungan asam tertitrasi total (ATT), bagian yang dapat dimakan (edible
portion), rasio PTT/ATT dan kandungan vitamin C. Pengamatan kriteria
pascapanen mengacu pada penelitian Suketi et al. (2010a; 2010b), Sugito (2014),
Taris et al. (2014) dan Suketi et al. (2015) setelah buah pepaya mencapai stadia
kematangan kuning penuh atau stadia 6, sedangkan pengukuran laju respirasi
mengacu pada penelitian Suketi et al. (2015) pada awal dan akhir pengamatan
pascapanen.
Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan dengan penimbangan buah pepaya pada
hari ke-0 setelah panen (bobot awal) dan pada saat buah mencapai skala warna 6
(bobot akhir). Susut bobot diperoleh dengan merata-ratakan susut bobot kedua
buah dari setiap ulangan.
usut bobot

bobot a al bobot akhir
bobot a al

Laju Respirasi
Pengukuran laju respirasi dilakukan berdasarkan produksi gas CO2 yang
dihasilkan oleh pepaya. Pengamatan laju resirasi dilaksanakan setiap hari. Alat
yang digunakan adalah kosmotektor tipe XP-314 skala tinggi (0-100). Pengukuran
laju respirasi dilakukan dengan cara memasukkan buah pepaya kedalam wadah
tertutup dan diinkubasi selama 3 jam kemudian dihubungkan dengan 2 pipa
plastik pada alat kosmotektor sebagai saluran pengeluaran CO2. Laju respirasi
diukur sampai jarum pada skala kosmotektor tidak berubah. Laju respirasi
dihitung dengan rumus:
K

Keterangan:
L
= Laju respirasi (mg CO2/kg/jam)
V
= Volume udara bebas dalam wadah plastik (ml)
K
= Kadar CO2 (%)
W
= Waktu inkubasi (jam)
B
= Bobot bahan (kg)
Nilai 1,76 merupakan konstanta gas

9

Warna Kulit
Warna kulit buah dijadikan sebagai acuan tingkat kematangan buah pepaya.
Pengamatan warna kulit dengan melihat indeks skala warna yang dinilai dari skala
1 sampai 6. Pengamatan kriteria pascapanen dilakukan pada saat buah
menunjukkan skala warna kulit buah 6 (Gambar 2).

Gambar 2. Indeks kematangan buah pepaya Callina dengan skor warna:
1:Hijau, 2:Hijau dengan sedikit kuning, 3:Hijau kekuningan,
4:Kuning lebih banyak dari pada hijau,5:Kuning dengan ujung
sedikit hijau, 6:Kuning penuh. (Sumber: Taris et al., 2014)
Kekerasan Kulit dan Daging Buah
Kekerasan buah diukur menggunakan penetrometer dalam satuan
mm/g/detik. Pengukuran kekerasan kulit dilakukan pada buah pepaya yang belum
dikupas kulitnya. Pengukuran kekerasan daging buah dengan mengupas kulit
buah. Jarum penetrometer ditusukkan pada tiga tempat yaitu ujung, tengah dan
pangkal buah. Ketiga data yang diperoleh kemudian diambil rata-ratanya. Nilai
kekerasan kulit buah didapatkan dari nilai penetrasi jarum penetrometer terhadap
buah, semakin besar nilai penetrasi maka buah semakin lunak.
Pengukuran Padatan Terlarut Total (PTT)
Pengukuran padatan terlarut total dilakukan dengan ekstraksi buah dan
meneteskan sari buah pada lensa refraktometer. Padatan terlarut total dengan
melihat angka yang tertera pada skala alat dengan satuan 0brix.
Pengukuran Asam Tertitrasi Total (ATT)
Pengukuran asam tertitrasi total (ATT) untuk mengetahui kandungan asam
pada buah. Buah yang diekstraksi 25 g dimasukkan kedalam labu takar, kemudian
diencerkan dengan 250 ml aquades dan disaring. Larutan diambil 25 ml dan
ditambahkan indikator phenolphtalein 3 tetes, kemudian dititrasi dengan NaOH
0,1 N hingga larutan berubah menjadi warna merah muda stabil. Asam tertitrasi
total dihitung dengan rumus:
sam ertitrasi otal

Keterangan:
fp: Faktor Pengenceran = 10

ml a
fp
obot contoh mg

10

Pengukuran Perbandingan Daging dan Kulit (edible portion)
Pengukuran dilakukan dengan menimbang bobot buah sebelum dikupas dan
setelah dikupas dengan membuang kulit serta biji pepaya. Pengamatan
perbandingan daging dan kulit (edible portion) dilakukan pada saat buah sudah
mencapai skala warna 6. Bagian buah yang dimakan (edible portion) dihitung
dengan menggunakan rumus:
obot daging buah
obot buah
Kandungan Vitamin C
Pepaya yang telah diekstraksi sebanyak 25 g ditera dan diencerkan dengan
aquades 250 ml, kemudian disaring. Larutan diambil 25 ml, kemudian diberi 3
tetes larutan indikator amilum dan dititrasi dengan iodine 0,01 N. Indikator
amilum dibuat dengan melarutkan 1 g amilum kedalam 100 ml aquades yang
dididihkan. Titrasi dilakukan sampai larutan berubah menjadi warna biru tua yang
stabil. Kandungan vitamin C dihitung dengan menggunakan rumus:
itamin

mg

g bahan

ml iodine

fk
obot contoh g

Keterangan:
fk: faktor konversi (250ml/25ml)
Analisis Data
Data hasil pengamatan kriteria kematangan pascapanen akan dianalisis
menggunakan analisis ragam (uji F). Apabila umur panen menunjukkan pengaruh
nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (DMRT) pada
taraf α = 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Umur Simpan
Umur simpan merupakan kemampuan pepaya mempertahankan masa
simpan dari hari setelah panen (HSP) sampai siap dikonsumsi. Pengamatan umur
simpan dengan melihat perubahan skala warna kulit dari berwarna hijau (skala 1)
sampai berwarna kuning penuh (skala 6). Skala warna kulit dapat dilihat pada
(Gambar 3). Perubahan warna kulit pepaya Sukma selama penyimpanan
menunjukkan tanda kematangan pepaya. Menurut Pantastico (1989) sintesis
karotenoid pada tahap pematangan akhir menyebabkan hilangnya klorofil atau
warna hijau pada kulit buah.

11

Gambar 3 Indeks kematangan pascapanen buah pepaya Sukma dengan
skor warna: 1:Hijau, 2:Hijau dengan sedikit kuning, 3: Hijau
kekuningan, 4:Kuning lebih banyak dari pada hijau, 5:
Kuning dengan ujung sedikit hijau, 6:Kuning penuh.
Hasil penelitian menunjukkan pepaya Sukma di Pasir kuda pada ketinggian
261 m dpl dapat dipanen setelah mencapai satuan panas 1.967,03 sampai
2.269,80 °C hari dengan suhu dasar 15 °C. Pepaya Sukma dengan umur panen tua
150 HSA (2.269,80 °C hari) memiliki umur simpan yang paling singkat sebesar
9,00 HSP dibandingkan dengan umur panen muda 130 HSA (1.967,03 °C hari)
memiliki umur simpan yang paling lama sebesar 12,70 HSP. Berdasarkan umur
simpan yang dicapai, umur panen 130 dan 135 HSA merupakan umur panen
terbaik pepaya Sukma untuk pemasaran jarak jauh dengan waktu pemasaran
12 HSP (Tabel 1).
Tabel 1. Satuan panas, umur simpan dan laju respirasi buah pepaya Sukma
Umur panen
(HSA)
130
135
140
145
150

Satuan panas
(°C hari) a
1.967,03
2.036,23
2.101,90
2.201,00
2.269,80

Umur Simpan
(HSP) a
12,70a
10,60ab
10,50ab
9,90ab
9,00b

Laju Respirasi
(ml CO2/kg/jam)
104,14
101,40
93,67
96,54
120,16

Keterangan: aAngka-angka pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
pada uji DMRT taraf 5%; HSA = Hari setelah antesis, HSP=Hari setelah panen.

Umur panen tua memiliki akumulasi satuan panas yang lebih tinggi
dibandingkan umur panen muda. Akumulasi satuan panas yang tinggi diduga
mempercepat kematangan, sehingga umur simpan menjadi lebih singkat. Menurut
Pantastico (1989) jumlah satuan panas menunjukkan kebutuhan suhu setiap hari
untuk pertumbuhan tanaman. Pemanenan dapat dilakukan pada setiap daerah
pertanaman apabila jumlah total derajat-hari atau satuan panasnya sudah tercapai.
Suhu merupakan kondisi iklim yang mempengaruhi umur simpan dan kualitas
buah. Hasil penelitian Sugito (2014) menunjukkan semakin tua umur panen
pepaya Callina, maka semakin tinggi satuan panas yang diperoleh, sehingga
mempengaruhi umur simpan. Pepaya Callina yang dipanen tua 140 HSA
(2.437,67 °C hari) lebih cepat mencapai kematangan sehingga memiliki umur

12

simpan yang lebih singkat sebesar 4,61 HSP dibandingkan umur panen muda
120 HSA (2.107,67 °C hari) dengan umur simpan paling lama sebesar 9,83 HSP.
Hasil penelitian Taris et al. (2014) juga menunjukkan bahwa umur panen pepaya
Callina mempengaruhi satuan panas dan umur simpan. Pepaya Callina dengan
umur panen tua 130 HSA (2.241,75 oC hari) memiliki daya simpan yang paling
singkat sebesar 4,08 HSP dibandingkan umur panen muda 115 HSA
(2.010,06 oC hari) memiliki umur simpan paling lama sebesar 7,92 HSP.
Laju Respirasi
Laju respirasi tertinggi pepaya Sukma terdapat pada umur panen tua
150 HSA (2.269,80 °C hari) sebesar 120,16 ml CO2/kg/jam dengan umur simpan
9,00 HSP dan laju respirasi terendah pada umur panen 140 HSA
(1.967,03 °C hari) sebesar 93,67 ml CO2/kg/jam dengan umur simpan 10,50 HSP.
Satuan panas mempengaruhi jumlah laju respirasi, semakin tinggi satuan panas
semakin cepat repirasi sehingga umur simpan menjadi lebih singkat. Respirasi
akan meningkat pada puncak klimaterik, kemudian perlahan menurun seiring
pematangan buah. Puncak klimaterik umur panen pepaya Sukma berbeda-beda
pada grafik laju respirasi. Umur panen 130 dan 135 HSA mencapai puncak
respirasi paling lama pada hari ke 8 HSP. Umur panen 145 dan 150 HSA
mencapai puncak respirasi paling singkat yaitu pada hari ke 5 HSP. Umur panen
tua lebih cepat melakukan respirasi dibandingkan dengan pepaya umur panen
muda yang menyebabkan umur simpannya lebih pendek. Rata-rata laju respirasi
diambil sampai 9 HSP (Gambar 4).

Gambar 4. Laju respirasi buah pepaya Sukma selama penyimpanan
Laju respirasi yang meningkat sampai 13 HSP diduga karena kerusakan
buah pepaya selama pengangkutan, sehingga menyebabkan serangan cendawan
(Gambar 5). Menurut Pantastico (1989) laju respirasi dipengaruhi oleh faktor
internal buah seperti tingkat perkembangan buah, susunan kimiawi jaringan,
pelapis alami dan ukuran produk. Pengaruh faktor eksternal yang mempengaruhi
jumlah laju respirasi seperti suhu, etilen, O2 yang tersedia, zat pengatur tumbuh,
kerusakan buah dan kadar CO2. Menurut Basulto et al. (2009) pada hari ke 8 HSP
merupakan puncak respirasi tertinggi yang kemudian menurun sampai 13 HSP
pada pepaya Maradol.

13

Gambar 5. Serangan cendawan pada buah pepaya Sukma saat penyimpanan
Penelitian Taris et al. (2014) menunjukkan pepaya Callina selama
penyimpanan mengalami memar saat transportasi ke laboratorium yang
menyebabkan serangan cendawan, sehingga mempengaruhi laju respirasi. Hasil
penelitian Mudiksari (2015) pelapisan lilin dan kitosan pada pepaya Callina dapat
menghambat respirasi buah dan meningkatkan daya simpan.
Mutu Fisik
Pepaya yang telah mencapai skala warna 6 (kuning penuh) dapat ditentukan
sebagai kriteria siap konsumsi yang telah sempurna proses pematangannya.
Kualitas fisik pepaya seperti susut bobot, kelunakan daging, kekerasan kulit dan
bagian buah yang dapat dimakan. Visual atau penampilan buah merupakan
kriteria pascapanen yang penting (Tabel 2).
Tabel 2. Kualitas fisik buah pepaya Sukma pada skala warna 6
Umur Bobot Bobot
panen
awal akhir
(HSA)a (kg)
(kg)
130
1,36
1,24
135
1,39
1,27
140
1,28
1,11
145
1,48
1,36
150
1,44
1,34

Susut
bobot
(%)
4,88
5,13
8,48
5,10
5,06

Kelunakan
daging
(mm/g/detik)
0,24
0,29
0,27
0,28
0,30

Kelunakan
kulit
(mm/g/detik)
0,12
0,15
0,11
0,12
0,17

Bagian yang
dapat
dimakan (%)
72,63
76,37
72,30
73,88
70,13

Keterangan: HSA = Hari setelah antesis, HSP=Hari setelah panen.

Umur panen tidak mempengaruhi kualitas fisik pepaya Sukma seperti susut
bobot, kelunakan daging, kekerasan kulit dan bagian buah yang dapat dimakan
pada tingkat kematangan yang sama antar umur panen. Hasil penelitian Taris et
al. (2014) menunjukkan kualitas fisik pepaya Callina tidak dipengaruhi umur
panen (115, 120, 125 dan 130 HSA). Penelitian Sugito (2014) menunjukkan umur
panen 120 sampai 140 HSA tidak mempengaruhi kualitas fisik pepaya Callina
tetapi mempengaruhi kelunakan daging dan kekerasan kulit buah.
Umur panen tidak mempengaruhi bobot awal dan akhir pengamatan. Susut
bobot pepaya Sukma tidak dipengaruhi umur panen sebesar 4,88 sampai 5,06%.
Keragaman bobot pepaya Sukma saat panen juga diduga mempengaruhi susut
bobot tidak berbeda antar umur panen. Bobot buah pepaya Sukma yang beragam

14

saat penelitian diduga karena curah hujan yang tinggi sebesar 467 mm. Hasil
penelitian Fardilawati (2008) menunjukkan bobot buah pepaya Sukma beragam
saat panen karena curah hujan yang tinggi sebesar 475 mm. Penelitian Sugito
(2014) menunjukkan susut bobot pepaya Callina tidak dipengaruhi umur panen
dari 120 sampai 140 HSA sebesar 9,53 sampai 5,55%. Penelitian Taris et al.
(2014) juga menunjukkan umur panen 115 sampai 130 HSA tidak mempengaruhi
susut bobot pepaya Callina sebesar 4,72 sampai 3,03%.
Kelunakan daging dan kulit pepaya Sukma tidak dipengaruhi oleh umur
panen dari 130 sampai 150 HSA. Nilai kelunakan kulit sebesar 0,12 sampai
0,17 mm/g/detik dan nilai kelunakan daging sebesar 0,24 sampai 0,30 mm/g/detik.
Pengamatan pascapanen pada tingkat kematangan yang sama diduga
mempengaruhi kelunakan kulit dan daging buah tidak berbeda antar umur panen.
Menurut Suketi et al. (2010b) buah yang dipanen pada jumlah hari setelah antesis
berbeda, ada yang menunjukkan keragaan warna kulit buah yang sama dan diduga
mempunyai tingkat kematangan buah yang sama pula, sehingga menyebabkan
kekerasan kulit buah tidak berbeda. Hasil penelitian Taris et al. (2014)
menunjukkan pepaya Callina dengan umur panen yang berbeda 115 sampai
130 HSA tidak mempengaruhi kelunakan kulit sebesar 0,12 sampai
0,13 mm/g/detik dan kelunakan daging sebesar 0,36 sampai 0,38 mm/g/detik.
Hasil penelitian Sugito (2014) menunjukkan pepaya Callina dengan umur panen
berbeda 120 sampai 140 HSA mempengaruhi kelunakan kulit sebesar 0,11
sampai 0,19 mm/g/detik dan kelunakan daging sebesar 0,21 sampai
0,31 mm/g/detik. Kelunakan kulit dan daging pepaya yang berbeda antar pepaya
Callina dan Sukma tersebut diduga karena perbedaan varietas, waktu, tempat
penelitian dan kondisi prapanen. Menurut Workneh et al. (2012) kelunakan buah
pepaya dipengaruhi faktor prapanen seperti varietas, iklim, jenis tanah, irigasi dan
pemupukan. Pemupukan unsur Ca yang tinggi dapat menghambat laju respirasi,
etilen, pematangan, susut bobot dan meningkatkan kekerasan buah.
Umur panen pepaya Sukma dari 130 sampai 150 HSA tidak mempengaruhi
bagian buah yang dapat dimakan (edible portion). Hasil pengukuran edible
portion yang rendah pada umur panen 150 HSA sebesar 70,13% diduga karena
serangan cendawan sehingga bagian buah yang dapat dikonsumsi lebih sedikit.
Umur panen 135 HSA memiliki edible portion tertinggi sebesar 76,37% yang
dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Bobot buah pepaya Sukma saat panen
berkisar antara 1,28 sampai 1,48 kg. Bobot saat panen juga diduga mempengaruhi
hasil pengukuran edible portion. Hasil penelitian Fardilawati (2008) menunjukkan
pepaya Sukma memiliki edible portion yang tinggi sebesar 77,89 sampai 79,01%
dengan bobot saat panen berkisar 1,65 sampai 1,94 kg.
Mutu Kimia
Mutu kimia sangat mempengaruhi kualitas pepaya. Kualitas pepaya yang
baik mempengaruhi harga jual buah di Pasar. Perubahan komposisi kimia terjadi
seiring dengan pematangan buah. Mutu kimia mempengaruhi kualitas rasa, aroma
dan kandungan gizi buah. Hasil pengukuran mutu kimia dilakukan pada pepaya
Sukma yang sudah mencapai skala warna 6 atau kuning penuh (Tabel 3).

15

Tabel 3. Kualitas kimia buah pepaya Sukma pada skala warna 6
Umur
panen
(HSA)
130
135
140
145
150
Keterangan:

Padatan
terlarut total
(0brix) a
9,9c
10,53abc
10,07bc
11,50ab
11,88a

Asam
tertitrasi
total (%)
0,08
0,12
0,09
0,10
0,11

Rasio
PTT/ATT
128,73
109,26
120,00
129,38
117,51

Kandungan
vitamin C
(mg/100 g)
148,19
155,11
172,60
142,61
168,49

a

Angka-angka pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
pada uji DMRT taraf 5%; HSA:Hari Setelah Antesis.

Umur panen (130 sampai 150 HSA) mempengaruhi padatan terlarut total
tetapi tidak mempengaruhi asam tertitrasi total, rasio PTT/ATT dan kandungan
vitamin C pada tingkat kematangan yang sama. Hasil penelitian Taris et al. (2014)
menunjukkan pepaya Callina dengan umur panen (115, 120, 125 dan 130 HSA)
mempengaruhi padatan terlarut total dan kandungan vitamin C. Penelitian Sugito
(2014) menunjukkan umur panen 120 sampai 140 HSA tidak mempengaruhi
kualitas kimia pepaya Callina, tetapi mempengaruhi padatan terlarut total dan
kandungan vitamin C.
Hasil penelitian menunjukkan pepaya Sukma dengan umur panen tua
150 HSA memiliki padatan terlarut total paling tinggi sebesar 11,88 0brix. Kondisi
tersebut menunjukkan semakin tua umur panen maka semakin tinggi akumulasi
satuan panas yang diperoleh, sehingga diduga meningkatkan kemanisan buah.
Menurut Pantastico (1989) suhu mempengaruhi hasil asimililat fotosintesis yang
diperoleh tanaman. Satuan panas yang tinggi mempengaruhi proses kematangan,
respirasi dan perombakan pati menjadi gula lebih cepat, sehingga buah yang
dipanen tua memiliki umur simpan pendek dengan kemanisan yang tinggi. Hasil
penelitian Sugito (2014) pada pepaya Callina menunjukkan umur panen
mempengaruhi akumulasi satuan panas yang diperoleh, sehingga mempengaruhi
kemanisan. Umur panen tua 140 HSA dengan akumulasi satuan panas terbesar
2. 241,75 oC hari memiliki padatan terlarut total tertinggi yaitu 10.96 0brix. Hasil
penelitian Taris et al. (2014) juga menunjukkkan semakin tua umur panen pepaya
Callina maka semakin tinggi padatan terlarut total yang diperoleh. Umur panen
tua 130 HSA dengan akumulasi satuan panas terbesar 2.437,67 °C hari memiliki
padatan terlarut total yang semakin meningkat sebesar 12,62 0brix.
Umur panen 130 sampai 150 HSA tidak mempengaruhi asam tertitrasi total
pepaya Sukma sebesar 0,08 sampai 0,11%. Kondisi tersebut diduga karena
pengukuran dilakukan saat tingkat kematangan yang sama. Faktor prapanen
seperti curah hujan dan suhu (Lampiran 1) saat penelitian diduga mempengaruhi
asam tertitrasi total. Faktor pascapanen seperti serangan cendawan diduga juga
mempengaruhi peningkatan asam tertitrasi total selama penyimpanan. Menurut
Pantastico (1989) asam-asam organik terdapat dalam proses laju respirasi dari
oksidasi gula menjadi asam organik. Asam organik meningkat seiring dengan
pematangan buah lalu menurun untuk mengurangi rasa sepat atau fenolik. Lama
penyimpanan saat pascapanen juga mempengaruhi tingkat asam tertitrasi total.
Penelitian Sugito (2014) pada pepaya Callina menunjukkan bahwa asam tertitrasi
total tidak dipengaruhi umur panen dari 120 sampai 140 HSA sebesar 2,32 sampai

16

2,86 mg. Penelitian Taris et al. (2014) juga menunjukkan pepaya Callina dengan
umur panen yang berbeda 115 sampai 135 tidak mempengaruhi asam tertitrasi
total sebesar 8,27 sampai 9,96 mg pada tingkat kematangan yang sama.
Hasil penelitian pepaya Sukma menunjukkan rasio PTT/ATT tidak
dipengaruhi umur panen. Rasio PTT/ATT pepaya Sukma sebesar 128,73 sampai
117,51. Hasil penelitian menunjukkan nilai ATT pepaya Sukma berbanding lurus
dengan nilai PTT yang diperolehnya. Hasil pengukuran PTT pepaya Sukma
meningkat bersamaan dengan ATT sampai 12,70 HSP. Hasil penelitian Suketi et
al. (2006) menunjukkan bahwa rasio perbandingan PPT/ATT pepaya Arum tidak
dipengaruhi oleh umur panen sebesar 143,00 sampai 128,89. Hasil penelitian
Sugito (2014) menunjukkan pepaya Callina memiliki nilai ATT yang meningkat
bersamaan dengan nilai PTT dan tidak dipengaruhi umur panen sebesar 3,63
sampai 3,83.
Umur panen 130 sampai 150 HSA tidak mempengaruhi kandungan
vitamin C. Kandungan vitamin C pepaya Sukma sebesar 148,19 sampai
168,49 mg/100 g. Hasil pengukuran vitamin C pepaya Sukma yang tinggi diduga
karena penggunaan iodine cair dengan normalitas 0,1 N yang diencerkan lagi
menjadi 0,01 N, sehingga mempengaruhi hasil akhir pengukuran vitamin C. Hal
lain yang diduga mempengaruhi kandungan vitamin C seperti varietas, waktu,
tempat penelitian, rata-rata curah hujan dan suhu yang berbeda. Penelitian pepaya
Sukma di Pasir Kuda pada bulan Maret sampai Juli 2015 memiliki curah hujan
yang tinggi sebesar 426,6 mm dan suhu 25,3 oC. Menurut Lee dan Kader (2000)
kandungan vitamin C dipengaruhi oleh prapanen seperti perbedaan genotipe,
kondisi iklim seperti curah hujan, suhu, cara bercocok tanam, pemupukan,
kematangan, cara panen dan prosedur penanganan pascapanen. Penelitian Sugito
(2014) pada pepaya Callina di Leuwisadeng pada bulan April sampai September
2014 dengan curah hujan 298,9 mm dan suhu 24,6 oC, memiliki vitamin C sebesar
40,05 sampai 56,01 mg/100 g. Penelitian Taris et al. (2014) pada pepaya Callina
di Tajur pada bulan Maret sampai Juni 2014 dengan curah hujan 280,6 mm dan
suhu 23,7 oC (Lampiran 1) memiliki vitamin C sebesar 40,68 sampai
55,07 mg/100 g. Menurut Taris et al. (2014) perbedaan waktu, tempat penelitian
dan kondisi iklim ini menunjukkan waktu pertumbuhan buah pepaya yang
berbeda, sehingga dapat menyebabkan perbedaan komposisi kimia buah.

KESIMPULAN
Umur panen 130 sampai 150 HSA tidak mempengaruhi kriteria mutu fisik
dan kimia buah pepaya Sukma pada kematangan pascapanen yang sama
berdasarkan satuan panas yang berbeda. Mutu kimia yang dipengaruhi umur
panen adalah kandungan padatan terlarut total (PTT), semakin tua umur panen
maka semakin tinggi tingkat kemanisan atau padatan terlarut total buah. Umur
simpan terlama buah pepaya pada umur panen 130 HSA (1.967,03 °C hari)
dengan umur simpan 12,70 HSP. Umur panen 150 HSA (2.269,80 °C hari)
memiliki umur simpan tersingkat 9,00 HSP. Pepaya Sukma mulai dapat dipanen

17

saat jumlah satuan panas sekitar 1.967,03 °C hari pada ketinggian 261 m dpl.
Umur panen 135 HSA (2.036,23 °C hari) merupakan umur panen terbaik untuk
perlakuan memperpanjang daya simpan dengan umur simpan 10,60 HSP yang
memiliki kualitas fisik dan kimia yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Addai Z.R., Abdullah A., Mutalib S.A., Musa K.H. and Duqan E.M.A. 2013.
Antioxidant activity and physico chemical properties of mature papaya fruit
(Carica papaya L. cv. Eksotika). J. Food Science and Technology. 5 (7):
859-865.
Arrifiya N., Purwanto Y.A. dan Budiastra I.W. 2015. Analisis perubahan kualitas
pascapanen pepaya varietas IPB 9 pada umur petik yang berbeda. JTEP. 3
(1): 41-48.
Almeida F.T., Bernardo S., Sousa E.F., Lucio S., Marin D. and Grippa S. Growth
and yield of papaya under irrigation. J. Scientia Agricola. 60 (2): 419-424.
Basulto F.S., Duch E.S., Gil F.E., Plaza R.D.P., Saavedra A.L. and Santamari
J.M. 2009. Postharvest ripening and maturity indices for Maradol papaya.
Interciencia. 34 (8): 583-587.
Estiningtyas W. dan Irianto G. 1994. Akumulasi satuan panas dalam budidaya
tanaman kedelai di Lombok, Nusa Tenggara Barat. J. Agromet. 10 (1-2):814.
Fardilawati N. 2008. Pengaruh perbedaan umur pohon induk terhadap karakter
morfologi tanaman, kualitas, dan produksi buah pepaya IPB 6 C. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer
untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, F-MIPA. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Hawker J.S and Jenner D.F. 1993. High temperature affects the activity of
enzymes in commited pathways of starch synthesis in development wheat
endosperm. J. Plant Physiol. 20: 197-209.
Ismail G., Rumawas F. dan Koswara J. 1981. Penggunaan metode satuan panas
untuk menentukan umur jagung. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Jenni S., Argal J.F. and Stewart K.A. 1996. The influence of mulch/t