. Kriteria Kematangan Pascapanen Pisang Raja Bulu Pada Beberapa Umur Petik

KRITERIA KEMATANGAN PASCAPANEN PISANG RAJA
BULU PADA BEBERAPA UMUR PETIK

MUSTIKA DWI RAHAYU

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kriteria Kematangan
Pascapanen Pisang Raja Bulu pada Beberapa Umur Petik adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Mustika Dwi Rahayu
A24100091

ABSTRAK
MUSTIKA DWI RAHAYU. Kriteria Kematangan Pascapanen Pisang Raja Bulu
pada Beberapa Umur Petik. Dibimbing oleh WINARSO D. WIDODO dan
KETTY SUKETI.
Pisang lebih disukai oleh masyarakat karena harganya yang terjangkau dan
banyak mengandung vitamin dan mineral, disamping itu buah pisang memiliki
permasalahan pascapanen buah yang cepat matang. Tujuan penelitian ini adalah
mempelajari kriteria kematangan pascapanen buah pisang Raja Bulu dari beberapa
umur petik dan menentukan saat panen terbaik untuk penanganan pascapanen.
Percobaan dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014. Penandaan bunga
pisang dilaksanakan pada bulan Januari di kebun pisang milik warga di Sumedang
Jawa Barat pada ketinggian 900 mdpl dan pengujian pascapanen dilaksanakan
pada bulan Mei hingga Juni di Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Percobaan
dilaksanakan dengan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal

dengan 6 umur petik sebagai perlakuan, yaitu 85, 90, 95, 100, dan 105 hari setelah
antesis (HSA) masing-masing dengan 5 ulangan dan 3 ulangan untuk 110 (HSA)
sehingga terdapat 28 satuan percobaan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
umur petik terbaik pisang Raja Bulu dicapai pada 85 HSA dengan umur simpan
terlama (11 hari) serta satuan panas sebesar 1305.5 °C hari. Buah pisang yang
dipetik tua lebih cepat mencapai kematangan pascapanen dibandingkan dengan
buah pisang yang dipetik muda. Pisang yang dipetik muda memiliki laju respirasi
yang rendah dibandingkan dengan buah pisang yang dipetik tua. Umur petik tidak
mempengaruhi mutu fisik dan kimia buah pisang pada tingkat kematangan
pascapanen yang sama.
Kata kunci: laju respirasi, skala warna, umur simpan

ABSTRACT
MUSTIKA DWI RAHAYU. Post-harvest Maturity Indices of Raja Bulu Banana
at Different Levels of Pick Period. Supervised by WINARSO D. WIDODO and
KETTY SUKETI.
Bananas are preferred by people because the price is affordable and contains
a lot of vitamins and minerals, mean while banana plantation has the harvest
problem the fruits which over riped. The aims of this study is to analyze the
criteria of Raja Bulu Banana’s (Mussa paradisiaca) ripeness in post-harvest with

several picking dates and to figure out the best picking date for favorable post
harvest handling. This study was held from January until June 2014. Tagging was
held in January at the owner of Bananas’ field located in Sumedang at 900 m
elevation, West Java. The examining on post-harverst was held from Mei until
June at the Postharvest Laboratory, Departement of Agronomy and Horticulture,
Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. The experiment was
conducted in a randomized complete block design using single factor with 5
replication for 5 picking dates, i.e. 85, 90, 95, 100, 105 and 3 replication for 110
days after anthesis (DAA). This study found that the best picking-time for Raja
Bulu Banana was achieved in 85 DAA with 11 days of shelf-life and heat units
1305.5 °C day. The greater the picking age negatively correlated with the length
of shelf life. The younger the picking age negatively correlated with the great of
respiration rate. Picking-age does not affect the quality of physical and chemical
of post-harvest fruit at the same maturity level.
Keywords: color scale, respiration rate, shelf life

KRITERIA KEMATANGAN PASCAPANEN PISANG RAJA
BULU PADA BEBERAPA UMUR PETIK

MUSTIKA DWI RAHAYU


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan bulan Januari
sampai Juni 2014 ini ialah Kriteria Kematangan Pascapanen Buah Pisang, dengan
judul penelitian Kriteria Kematangan Pascapanen Pisang Raja Bulu pada
Beberapa Umur Petik.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ir Winarso D. Widodo, MS,
PhD dan Dr Ir Ketty Suketi, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan serta perbaikan-perbaikan selama kegiatan
penelitian sampai penulisan skripsi, kepada Anggi Nindita, SP MSi atas saran yang
diberikan pada saat ujian. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Dr Ir
Suwarto, MSi sebagai dosen pembimbing akademik, keluarga Edelweiss 47,
Wapemala 47, Pondok Mona, serta teman-teman yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan dorongan yang tulus baik moril maupun
materil. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Mustika Dwi Rahayu

xvii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang

vii
vii
vii
1
1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Pisang

3
3

Syarat Tumbuh


3

Tingkat Ketuaan Buah

3

Umur Simpan dan Mutu Buah

4

Proses Pascapanen

4

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Percobaan

4
4


Bahan Percobaan

5

Peralatan Percobaan

5

Prosedur Percobaan

5

Pengamatan

6

Analisis Data

8


HASIL DAN PEMBAHASAN
Umur Simpan Buah

9
9

Laju Respirasi Buah

11

Kualitas Fisik Buah

13

Kualitas Kimia Buah

14

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

16
16
16
17
23

DAFTAR TABEL
1 Umur simpan pisang Raja Bulu pada beberapa umur petik
2 Satuan panas dan laju respirasi pisang Raja Bulu
3 Kualitas fisik pisang Raja Bulu dari beberapa umur petik pada skala
warna 6
4 Kualitas kimia pisang Raja Bulu pada skala warna 6

10
11

13
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Kriteria antesis bunga pisang Raja Bulu
Proses persiapan buah
Indeks skala warna kematangan pisang Cavendish
Indeks skala warna pisang Raja Bulu pada beberapa stadia kematangan
Pola klimakterik pisang Raja Bulu pada beberapa stadia kematangan
Gejala serangan penyakit
Kualitas fisik pisang Raja Bulu pada beberapa umur petik
Kualitas kimia pisang Raja Bulu pada beberapa umur petik

5
6
7
9
12
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Proses inkubasi pada pisang Raja Bulu
2 Keragaan pisang Raja Bulu skala warna 5, 6, 7 pada umur petik 110
HSA
3 Kelunakan pisang Raja Bulu skala warna 1 sampai 7
4 Susut bobot pisang Raja Bulu skala warna 1 sampai 7
5 Bagian buah yang dapat dimakan pisang Raja Bulu skala warna 1
sampai 7
6 Padatan terlarut total pisang Raja Bulu skala warna 1 sampai 7
7 Asam tertitrasi total pisang Raja Bulu skala warna 1 sampai 7

20
20
20
21
21
21
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pisang merupakan buah yang banyak digemari masyarakat karena harganya
yang terjangkau, mudah dibudidayakan dan tidak bermusim. Buah pisang sangat
bermanfaat dalam menu makanan, karena mengandung vitamin, mineral, dan serat,
yang dapat dikonsumsi kapan saja untuk semua usia.
Pisang merupakan salah satu produk buah unggulan nasional,
perkembangan produksi nasional buah pisang meningkat dari 5.76 juta ton pada
tahun 2010, 6.13 juta ton pada tahun 2011 sampai 6.19 juta ton pada tahun 2012.
Pisang umumnya ditanam di pekarangan, ladang dan sebagian dalam bentuk
perkebunan. Indonesia memiliki 5 produsen utama buah pisang yaitu Jawa Timur,
Jawa Barat, Lampung, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara (Biro Pusat Statistik
2013).
Pisang merupakan buah yang mempunyai prospek cerah karena tingginya
permintaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Data dari Pusat Kajian
Hortikultura Tropika (2014) nilai ekspor pisang mengalami kenaikan dari 1.49
juta ton pada tahun 2012 menjadi 2.33 juta ton pada tahun 2013. Menurut
Cahyono (2009) peluang pengembangan agribisnis pisang masih terbuka luas
termasuk usaha pengembangan produk olahan pisang, seperti keripik pisang, dan
tepung pisang. Hasil penelitian Hanum et al. (2012) menunjukkan bahwa limbah
kulit buah pisang dapat dijadikan sebagai sumber pektin. Senyawa pektin banyak
digunakan dalam industri farmasi, makanan, dan minuman. Menurut Ferdaus et al.
(2008) kulit pisang Kepok dapat diolah sebagai penghasil asam laktat. Menurut
Dhalika et al. (2011) batang pisang dapat digunakan sebagai makanan untuk
meningkatkan produksi daging domba karena komposisinya yang lengkap.
Keberhasilan usaha tani pisang didukung oleh penerapan teknologi,
penggunaan varietas unggul, dan perbaikan varietas. Varietas unggul yang
dimaksud adalah varietas yang toleran atau tahan terhadap hama dan penyakit
penting pisang, mampu berproduksi tinggi, serta mempunyai kualitas buah yang
baik dan disukai masyarakat luas. Penelitian dari International Institute of
Tropical Agriculture menunjukkan bahwa bibit pisang hasil kultur jaringan
memiliki produksi yang lebih tinggi dan umur simpan yang lebih lama
dibandingkan dengan bibit pisang yang dibudidayakan secara konvensional
(Adeniji et al. 2006). Penggunaan zeolit dan ethylene-block komersial dapat
memperpanjang umur simpan pisang Raja Bulu 7 hari lebih lama dibandingkan
dengan perlakuan kontrol (Jannah 2008). Penggunaan campuran tanah liat dan
KMnO4 sebagai bahan penyerap etilen dapat memperpanjang umur simpan pisang
Raja Bulu selama 21 hari setelah perlakuan (Kholidi 2009). Penggunaan bahan
pembungkus serat nilon dengan 30 g bahan oksidator etilen direkomendasikan
untuk digunakan dalam penyimpanan buah pisang Raja Bulu (Mulyana 2011).
Bahan pembungkus oksidan etilen dengan dosis 30 g dapat menyimpan buah
pisang Raja Bulu selama 15 hari (Sugistiawati 2013). Penggunaan KMnO4 7.5%,
15%, dan 22.5% dapat menghambat laju respirasi pisang Raja Bulu selama
penyimpanan sehingga menunda puncak klimakterik pisang Raja Bulu 1-2 hari
dibandingkan kontrol (Arista 2014).

2
Buah pisang banyak dijumpai di pasar modern, supermarket dan pasar
tradisional. Kenyataannya sering dijumpai buah pisang yang secara visual tidak
menarik, seperti kulit yang kehitaman, terdapat bintik-bintik kecoklatan, tergores
dan tekstur yang lembek. Buah pisang termasuk bahan pangan yang mudah rusak
(perishable) karena masih berlangsungnya proses respirasi meskipun buah
tersebut sudah dipanen (Kuntarsih 2012). Kondisi demikian mengakibatkan nilai
jual pisang rendah dan berdampak pada rendahnya pendapatan petani (Suryana
2006). Hal ini menyebabkan perlunya upaya untuk meningkatkan dan menjaga
mutu pisang sejak on farm sampai off farm. Salah satunya dengan penanganan
pascapanen yang baik seperti yang diamanatkan dalam Permentan No. 44 Tahun
2009 tentang Pedoman Penanganan Pascapanen Hasil Pertanian Asal Tanaman
yang Baik (Good Handling Practices – GHP) (Kuntarsih 2012). Tujuan
penerapan GHP adalah agar buah dapat dipertahankan mutu, daya simpan, dan
menekan kehilangan hasil sehingga dapat meningkatkan daya saing pisang,
terutama untuk pisang bertujuan ekspor.
Karakteristik warna, tekstur, dan aroma serta penataan yang menarik
memberikan kesan produk yang segar dan sering dijadikan indikator kelayakan
produk tersebut untuk dibeli oleh konsumen. Faktor prapanen seperti varietas,
iklim, tanah, pupuk, pestisida, tingkat kematangan, dan status air selama
penanaman juga ikut mempengaruhi kondisi mutu buah dan sayur segar (Pardede
2009). Masalah penanganan pascapanen pada pisang salah satunya adalah
menentukan umur petik yang kurang tepat. Hal ini berdampak pada mutu dan
kualitas pisang akibat terlalu cepat atau lambatnya para petani dalam menentukan
umur petik, sehingga masalah tersebut menjadi tujuan terpenting diadakannya
penelitian ini. Penelitian kriteria kematangan pascapanen pisang Raja Bulu dan
pisang Kepok sebelumnya telah dilakukan oleh Sutowijoyo (2013) dan diperoleh
data umur petik terbaik untuk penanganan pascapanen dalam rangka
memperpanjang umur simpan pada pisang Raja Bulu adalah 95 HSA, dan untuk
pisang Kepok adalah 110 HSA. Penelitian ini dilanjutkan kembali untuk
mengetahui umur petik yang dicapai pisang Raja Bulu dari mulai antesis sampai
matang karena pada penelitian-penelitian sebelumnya tidak dilakukan proses
tagging sehingga umur panennya hanya diperkirakan oleh pemilik kebun, serta
untuk mengetahui faktor lain, seperti suhu maksimum dan minimum di lapangan
selama masa generatif sampai panen serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan pisang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari kriteria dan proses kematangan
pascapanen buah pisang Raja Bulu dari beberapa umur petik dan menentukan saat
panen terbaik untuk penanganan pascapanen.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Pisang
Pisang merupakan tanaman buah herba yang berasal dari kawasan Asia
Tenggara termasuk Indonesia kemudian menyebar ke Afrika Barat, Amerika
Selatan, Amerika Tengah dan menyebar ke seluruh daerah tropika dan sub tropika
dunia (Sunyoto 2011; Menegristek 2013). Menurut Sunyoto (2011) Indonesia
merupakan negara penghasil pisang nomor 4 di dunia dan sekitar 50% produksi
pisang Asia berasal dari Indonesia. Sentra pisang di Jawa Barat yaitu Sukabumi,
Cianjur, Bogor, Purwakarta, dan Serang. Sentra pisang di Jawa Tengah yaitu
Demak, Pati, Banyumas, Sidorejo, Kesugihan, Kutosari, Pringsurat, dan Pemalang.
Sentra pisang di Jawa Timur terdapat di 2 lokasi yaitu Banyuwangi dan Malang.
Sentra pisang di Sumatera Utara terdapat di Padang Sidempuan, Natal, Samosir,
dan Tarutung serta di Provinsi Lampung terdapat di Kayu Ageng dan Metro.
Pisang komersial merupakan hasil keturunan mutasi dari spesies Musa liar
yang menghasilkan buah tidak berbiji dan enak dimakan. Spesies liar itu adalah M.
acuminata dan M. balbisiana (Sastrahidayat dan Soemarno 1991). Jenis pisang
dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan cara konsumsinya. Pisang yang
dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. nana
atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya pisang Ambon, Susu, Raja,
Cavendish, Barangan, dan Mas. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak
atau diolah yaitu pisang Nangka, Tanduk, dan Kepok. Pisang berbiji yaitu M.
brachycarpa, di Indonesia dimanfaatkan daunnya, seperti pisang Batu dan Klutuk.
Pisang yang diambil seratnya yaitu pisang Manila (Menegristek 2013).

Syarat Tumbuh
Pisang dapat tumbuh di daerah tropis baik di dataran rendah maupun dataran
tinggi dengan ketinggian tidak lebih dari 1.600 mdpl. Suhu optimum untuk
pertumbuhan pisang adalah 27 °C dan masih dapat tumbuh pada suhu maksimum
38 °C dan suhu minimum 10 °C. Keasaman tanah (pH) 4.5 sampai 7.5 dan curah
hujan berkisar antara 2000 sampai 2500 mm/tahun (BP2TP 2008). Menurut Kader
(2013) suhu optimum untuk penyimpanan dan transportasi setelah panen yaitu 13
sampai 14 °C sedangkan untuk pematangan yaitu 15 sampai 20 °C. Perbedaan
musim memiliki pengaruh yang besar pada pola pematangan buah pisang. Pisang
yang dipanen pada musim panas menunjukkan peningkatan laju pematangan,
sementara buah yang dipanen di musim dingin dan musim semi tidak mengalami
peningkatan laju pematangan.

Tingkat Ketuaan Buah
Menurut Satuhu dan Supriyadi (1992) tingkat ketuaan buah digolongkan
menjadi beberapa tingkatan. Tujuan penggolongan ini untuk menentukan saat
panen yang tepat agar sesuai dengan tujuan pemasaran. Tingkat pematangan buah
dilihat dari perubahan lingir. Tingkat kematangan buah ¾ penuh bentuk lingir

4
buah tampak jelas buah ini kurang lebih berumur 80 hari dari keluarnya jantung.
Tingkat ketuaan buah hampir penuh beberapa lingir buah masih tampak, umur
buah ini kurang lebih 90 hari dari keluarnya jantung. Tingkat ketuaan penuh
ditandai dengan lingir buah sudah tidak tampak lagi, umurnya kurang lebih 100
hari dari keluarnya jantung. Tingkat kematangan buah benar-benar penuh bentuk
lingir buah sudah tidak tampak lagi, sebagian buah pecah dan 1 sampai 2 buah
berwarna kuning. Buah ini berumur 110 hari dari keluarnya jantung.
Umur Simpan dan Mutu Buah
Umur simpan buah merupakan lamanya masa simpan buah sampai buah
masih layak untuk dikonsumsi. Umur simpan buah berhubungan dengan tingkat
kematangan buah. Kualitas buah ditentukan oleh perubahan fisik dan kimia buah
yang terjadi setelah panen. Perubahan fisik yang terjadi diantaranya adalah
perubahan warna kulit buah, ukuran buah, struktur permukaan, serta kekerasan
buah. Proses pematangan juga menyebabkan perubahan kimia seperti perubahan
komposisi karbohidrat, asam organik, serta aroma yang disebabkan oleh senyawa
volatil. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat dijadikan penduga umur simpan
dan mutu buah. Pisang merupakan buah klimakterik yang memiliki tingkat
respirasi yang tinggi dan produksi etilen yang cukup besar untuk pematangan
buah (Kader 2008).

Proses Pascapanen
Pascapanen merupakan tahap yang sangat rentan terhadap kerusakan, setelah
tahap pemanenan buah masih mengalami proses respirasi dan transpirasi, karena
produk tersebut pada dasarnya merupakan jaringan yang belum mati. Mutu
konsumsi maksimal buah tercapai jika perubahan-perubahan kimia selesai. Hal
tersebut dapat dicapai ketika buah dipanen pada saat kematangan yang tepat,
namun jika buah dipanen pada kondisi yang tidak tepat seperti terlalu muda maka
akan menghasilkan buah dengan mutu yang tidak maksimum. Menurut
Sutowijoyo (2013) tingkat umur petik pisang Raja Bulu yang semakin tua
menunjukkan pencapaian kematangan pascapanen yang semakin cepat, sehingga
semakin tua umur petik pisang umur simpan semakin pendek, persentase susut
bobot yang berkurang, persentase edible part yang bertambah, kandungan ATT
yang secara umum mengalami penurunan, dan kandungan Vitamin C yang
berfluktuaktif.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Percobaan
Percobaan dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni 2014. Penandaan
bunga pisang dilaksanakan pada bulan Januari di kebun pisang milik warga di

5
Sumedang Jawa Barat pada ketinggian 900 mdpl, sedangkan pengujian
pascapanen dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di Laboratorium
Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Bahan Percobaan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu pisang Raja Bulu
dengan umur petik 85, 90, 95, 100, 105 dan 110 HSA, kain saring, kertas koran,
bahan aktif Natrium Hipoklorit, larutan phenoftalein, aquades, dan NaOH 0.1 N.
Peralatan Percobaan
Alat-alat yang digunakan yaitu termometer, penetrometer, refraktometer,
timbangan analitik, kosmotektor, wadah plastik, labu takar, buret, dan gelas ukur.
Prosedur Percobaan
Penandaan bunga
Penandaan bunga pisang Raja Bulu dilakukan pada awal bulan Januari 2014
di kebun pisang milik warga di Sumedang, Jawa Barat pada ketinggian 900 mdpl.
Penandaan bunga pisang dilakukan pada saat antesis (Gambar 1) untuk
mendapatkan buah pisang dengan umur petik yang diinginkan. Penandaan
dilakukan setiap 5 hari dengan menandai 5-7 bunga pisang untuk dijadikan faktor
umur petik pertama (110 HSA), 5 hari berikutnya faktor umur petik kedua (105
HSA) dan 5 hari berikutnya untuk umur petik ketiga sampai umur petik keenam
(85 HSA). Selama masa generatif dilakukan pengukuran suhu maksimum dan
minimum setiap hari untuk mengetahui heat unit (°C hari) pada pisang sampai
umur petik sesuai dengan perlakuan.

Gambar 1 Kriteria antesis bunga pisang Raja Bulu
Persiapan Buah
Buah pisang Raja Bulu yang telah dipanen disortasi, kemudian dibersihkan
dengan larutan desinfektan Natrium Hipoklorit dengan konsentrasi 10% untuk
mengendalikan cendawan yang terdapat pada kulit buah, lalu dikering-anginkan.
Buah yang telah selesai dikeringkan diletakkan di atas koran atau kardus di dalam

6
ruangan dengan suhu 25 sampai 30 °C dengan kelembapan 70 sampai 80%
(Gambar 2).

Gambar 2 Proses persiapan buah; kiri: pencucian buah pisang menggunakan
desinfektan, kanan: penyimpanan buah pisang pada suhu ruang
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap 9 parameter, yang meliputi: (1) suhu harian,
(2) indeks skala warna kulit buah, (3) umur simpan, (4) susut bobot, (5)
perbandingan daging dan kulit buah (edible part), (6) kelunakan buah, (7) padatan
terlarut total, (8) asam tertitrasi total dan (9) laju respirasi. Parameter pengamatan
di atas mengacu pada penelitian yang telah dilaksanakan oleh Mulyana (2011),
Sugistiawati (2013) dan Sutowijoyo (2013) dan bersumber dari Wills et al.
(1989).
Suhu harian
Pencatatan suhu harian dilakukan dengan cara memasang termometer
maksimum-minimum di lapangan. Suhu setiap hari dicatat dan dirata-ratakan
untuk mendapatkan suhu harian rata-rata dalam 1 siklus fase generatif (dari
antesis sampai dengan umur petik).
Suhu Harian Rata-Rata = ∑ (Trata-rata - 10 °C)
Keterangan: 10 °C merupakan suhu minimum pertumbuhan pisang
Indeks skala warna kulit buah
Perubahan skala warna kulit buah pisang digunakan sebagai petunjuk untuk
mengetahui tahapan kematangan buah pisang. Nilai derajat kekuningan kulit buah
pisang mengacu pada indeks skala warna pisang Cavendish oleh Kader (2008).
Derajat kekuningan kulit buah dinilai dari skala 1 sampai 7 (Gambar 3).
Nilai derajat kekuningan kulit buah pisang Cavendish (Kader 2008):
1 : Hijau
5 : Kuning dengan ujung hijau
2 : Hijau dengan sedikit kuning
6 : Kuning penuh
3 : Hijau kekuningan
7 : Kuning dengan bintik coklat
4 : Kuning lebih banyak dari hijau

7

Gambar 3 Indeks skala warna kematangan pisang Cavendish
(Sumber: Kader 2008)
Umur simpan
Umur simpan digunakan untuk mengetahui perbandingan lamanya
penyimpanan buah pada setiap umur petik dalam proses mempertahankan
kesegaran buah. Parameter yang digunakan dalam mengukur umur simpan yaitu
dengan cara melihat perubahan secara fisik buah pisang terutama perubahan
indeks skala warna buah. Pengamatan umur simpan dilakukan setiap hari hingga
kulit buah mencapai skala warna 7.
Susut bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan
analitik. Pengukuran susut bobot buah dilakukan dengan membandingkan bobot
setiap 2 buah pisang sebelum penyimpanan dan saat pengamatan. Rumus yang
digunakan:

Perbandingan daging dan kulit buah
Pengukuran perbandingan daging dan kulit buah dilakukan menggunakan
timbangan analitik. Pengukuran perbandingan daging dan kulit buah diukur
dengan menimbang bobot buah pisang sebelum dikupas dan setelah dikupas.
Bagian buah yang dapat dimakan (edible part) dihitung dengan
menggunakan rumus :

Kelunakan buah
Kelunakan buah diukur menggunakan penetrometer. Pengukuran dilakukan
pada buah pisang yang belum dikupas kulitnya. Buah diletakkan tegak lurus
dengan jarum penetrometer sampai stabil. Jarum penetrometer ditusukkan pada 3
tempat, yaitu ujung, tengah, dan pangkal buah. Dari 3 data yang diperoleh
kemudian diambil rata-ratanya.

8
Padatan terlarut total (PTT)
Pengukuran padatan terlarut total (PTT) dilakukan untuk mengetahui kadar
kemanisan buah dengan menggunakan refraktometer. Kandungan PTT diukur
dengan menghancurkan daging buah pisang, kemudian diambil sarinya dengan
menggunakan kertas saring. Sari buah yang telah diperoleh diteteskan pada lensa
refraktometer. Kadar PTT dapat dilihat pada alat dalam satuan °Brix.
Asam tertitrasi total (ATT)
Asam tertitrasi total (ATT) digunakan sebagai parameter dalam mengukur
kandungan asam yang terdapat di dalam buah. ATT diukur berdasarkan netralisasi
ekstrak buah oleh basa kuat NaOH. Kandungan ATT diukur dengan
menghancurkan daging buah sebanyak 25 g, kemudian hancuran buah disaring
dengan menambahkan aquades dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml.
Larutan diambil sebanyak 25 ml dan ditambahkan indikator penoftalein 3 tetes,
kemudian dititrasi dengan NaOH 0.1 N hingga larutan berubah warna menjadi
merah muda. Kandungan ATT dihitung dengan menggunakan rumus :

Fp : faktor pengenceran (100 ml/25 ml)
Laju respirasi
Pengukuran laju respirasi dilakukan berdasarkan laju produksi gas CO2 yang
dihasilkan oleh buah pisang. Pengamatan laju respirasi dilaksanakan setiap hari.
Alat yang digunakan adalah kosmotektor. Pengukuran laju respirasi dilakukan
dengan cara: buah pisang dimasukkan ke dalam wadah tertutup yang dihubungkan
dengan 2 pipa plastik sebagai saluran pengeluaran CO2 (Lampiran 1). Pengukuran
respirasi dilakukan setelah buah diinkubasi selama 2 jam. Laju respirasi dihitung
dengan rumus:

Keterangan:
L = Laju respirasi (mg CO2/kg/jam)
V = Volume udara bebas dalam stoples (ml)
K = Kadar CO2 (%)
W = Waktu inkubasi (jam)
B = Bobot bahan (kg)
Nilai 1.76 merupakan konstanta gas
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap
teracak (RKLT) faktor tunggal dengan 6 umur petik pisang. Pisang Raja Bulu
yang digunakan yaitu umur petik 85, 90, 95, 100, 105 dan 110 HSA masingmasing dengan 5 ulangan dan 3 ulangan untuk 110 HSA, sehingga terdapat 28
satuan percobaan. Dari setiap tandan diambil 2 sampai 3 sisir.

9
Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = μ + αi + βj + εij
Keterangan :
Yij = Pengamatan pada umur petik ke-i dan ulangan ke-j
μ = Nilai tengah populasi
αi = Pengaruh umur petik ke-i (i=1, 2, 3, 4, 5)
βj = Pengaruh ulangan ke-j (j=1, 2, 3, 4, 5)
εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan umur petik ke-i dan ulangan ke-j
Percobaan terdiri atas penandaan bunga, persiapan buah dan pengamatan. Data
yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji F pada aplikasi SAS versi 9.1 dan
jika menunjukkan adanya pengaruh nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%

HASIL DAN PEMBAHASAN
Umur Simpan Buah
Umur simpan merupakan parameter utama untuk mengetahui daya simpan
buah pisang dalam mempertahankan kesegarannya sampai ke tangan konsumen.
Umur simpan diamati dari perubahan skala warna kulit buah pisang dimulai dari
skala warna 1, 2, 3, 4, 5, 6 sampai skala warna 7 (Gambar 4).

Gambar 4 Indeks skala warna pisang Raja Bulu pada beberapa stadia kematangan
Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin tua umur petik, semakin
cepat mencapai kematangan pascapanen sehingga masa simpannya menjadi lebih
pendek. Umur petik tidak mempengaruhi umur simpan pisang Raja Bulu pada
skala warna 1 sampai 3. Umur petik mempengaruhi umur simpan pisang Raja
Bulu pada skala warna 4 sampai 7. Skala warna 6 digunakan sebagai parameter
layak konsumsi dan menjadi tolok ukur untuk pengamatan fisik dan kimia buah
(Tabel 1).

10
Tabel 1 Umur simpan pisang Raja Bulu pada beberapa umur petik
Umur petik
85 HSA
90 HSA
95 HSA
100 HSA
105 HSA
1110 HSA b

Skala 1 Skala 2
3.00
4.00
3.00
4.00
3.00
4.00
3.00
4.00
3.00
4.00
-

Umur simpan (hari)a
Skala 3 Skala 4 Skala 5 Skala 6 Skala 7
5.00
7.40a
9.20a 10.80a 11.80a
4.00
4.40b
5.20bc 6.40b
7.60bc
4.20
4.60b
5.60b
5.80b
8.60ab
4.20
4.60b
5.80b
6.20b
8.40ab
4.20
5.00b
5.20bc 6.60b
7.60bc
3.00c
4.00b
4.00c

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
DMRT taraf 5%, b Angka-angka pada baris yang sama hanya diamati pada buah yang masih dapat
dianalisis, HSA = Hari setelah antesis.

Pada skala warna 6 umur simpan paling lama terdapat pada umur petik 85
HSA yaitu 11 hari masa simpan dan paling pendek terdapat pada umur petik 110
HSA dengan lama masa simpan 4 hari. Umur petik 110 HSA tidak dilakukan
pengamatan pada skala warna 1 sampai 4 karena pada waktu dipetik, warna kulit
buah telah kuning (skala warna 4), sehingga pengamatan hanya dilakukan untuk
skala warna 5, 6 dan 7 (Lampiran 2). Buah pisang yang berwarna hijau memiliki
laju respirasi yang lebih rendah dan pemasakan yang lebih lambat dibandingkan
buah yang telah matang (kuning), sehingga semakin muda umur petik maka daya
simpannya menjadi lebih panjang. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
Sutowijoyo (2013) bahwa semakin tua umur petik pisang Raja Bulu maka daya
simpannya menjadi lebih pendek dan sebaliknya.
Penelitian dalam rangka memperpanjang umur simpan buah banyak
dilakukan oleh beberapa peneliti untuk mendapatkan masa konsumsi yang lebih
lama. Penelitian Arista (2014) penggunaan KMnO4 7.5%, 15%, dan 22.5% dapat
menghambat laju respirasi pisang Raja Bulu selama penyimpanan sehingga
menunda puncak klimakterik pisang Raja Bulu 1-2 hari dibandingkan kontrol.
Pratiwi (2014) perlakuan dosis oksidan etilen tidak memberikan pengaruh
terhadap umur simpan buah pepaya IPB Callina karena umur buah yang
digunakan berbeda. Febridayanti (2011) pisang Mas yang direndam dengan
larutan asam giberalat dengan dosis larutan 300 ppm mencapai masa simpan
selama 11 hari dibandingkan kontrol selain itu pemberiaan asam giberelat dengan
dosis 300 ppm efektif dalam menunda terjadinya puncak klimakterik selama 40
jam sehingga dapat memperlambat proses pematangan dan umur simpan. Menurut
Yassin et al. (2013) penyimpanan atmosfer termodifikasi dapat mempertahankan
umur pisang Janten selama 12 hari pada suhu ruang dan 26 hari pada suhu dingin.
Hasil penelitian Dumadi (2001) pengemasan menggunakan plastik polietilen pada
penyimpanan suhu 15 °C mampu memperpanjang umur simpan pisang Cavendish
sampai 6 minggu. Menurut Suaharyani et al. (2003) hydrocooling adalah salah
satu cara pengawetan yang dapat memperpanjang masa simpan pisang Raja serta
memperlambat perubahan fisik buah pisang Raja. Pada suhu 13 °C perombakan
pati menjadi gula berlangsung lebih lambat sehingga dapat menunda kemasakan
buah pisang Raja. Widodo et al. (2012) perlakuan kitosan 2.5% mampu memperpanjang masa simpan buah jambu biji Crystal 2.56 dan 6.45 hari lebih lama
dibandingkan perlakuan kontrol. Garnida (2007) umur simpan buah durian dengan

11
edible coating yang terbuat dari campuran pektin, isolat protein kedelai dan wax
(lilin cair) mempunyai umur simpan yang lebih panjang (44 hari) dibandingkan
buah durian tanpa edible coating (30 hari).

Laju Respirasi Buah
Respirasi merupakan proses utama dan penting yang terjadi pada hampir
semua makhluk hidup, seperti halnya pada buah. Pada buah klimakterik selain
terjadi kenaikan laju respirasi juga terjadi kenaikan kadar etilen selama proses
pematangan. Jumlah satuan panas dan laju respirasi pisang Raja Bulu pada
beberapa umur petik disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Satuan panas dan laju respirasi pisang Raja Bulu
Umur petik
85 HSA
90 HSA
95 HSA
100 HSA
105 HSA
110 HSA

Satuan panas
(°C hari)
1305.5
1383.5
1459.0
1530.0
1601.5
1674.5

Laju respirasi
(mg CO2/kg/jam)a
829.1c
1434.4b
1221.3bc
1191.5bc
1367.3bc
1959.3a

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada DMRT taraf 5%, HSA = Hari setelah antesis

Pada percobaan ini, umur petik berpengaruh terhadap laju respirasi. Laju
respirasi terrendah terdapat pada umur petik 85 HSA sebesar 829.1 mg
CO2/kg/jam dan tertinggi terdapat pada umur petik 110 HSA sebesar 1959.3 mg
CO2/kg/jam. Satuan panas terendah terdapat pada umur petik 85 HSA yaitu
1305.5 °C hari dan tertinggi terdapat pada umur petik 110 HSA yaitu 1674.5 °C
hari. Satuan panas berkorelasi positif dengan laju respirasi dimana buah pisang
yang memiliki satuan panas tinggi menghasilkan laju respirasi yang besar dan
sebaliknya. Umur petik berkorelasi positif dengan laju respirasi, semakin muda
umur petik menghasilkan laju respirasi yang semakin rendah. Dengan demikian
dapat diambil kesimpulan bahwa buah pisang Raja Bulu dapat dipanen pada umur
petik 85 HSA dengan jumlah satuan panas 1305.5 °C hari. Menurut Julianti
(2011) semakin tinggi tingkat kematangan buah terong, maka laju respirasi akan
semakin meningkat, tetapi setelah buah mencapai kematangan optimum laju
respirasi akan kembali menurun. Hasil penelitian Sumantra et al. (2014) satuan
panas pada salak yang ditanam di Tabanan Bali sebesar 1635.12 °C hari dengan
umur petik 166 HSA. Menurut Syakur (2012) satuan panas pada buah tomat yang
ditanam di green house sebesar 1661 °C hari dengan umur petik 97 hari setelah
semai. Stenzel et al. (2006) satuan panas yang dibutuhkan tanaman jeruk selama
masa generatif yaitu sebesar 4900 °C hari dengan umur petik 245 HSA. Menurut
Panhwar (2005) buah pepaya yang ditanam di German dengan iklim subtropis
membutuhkan satuan panas sebesar 3700 sampai 4500 °C hari selama masa
generatif sampai pemanenan.

12

Laju respirasi (mg CO2/kg/jam)

Pola klimakterik pisang Raja Bulu pada beberapa stadia kematangan
terdapat pada gambar 5.
3500,00
3000,00
2500,00
2000,00
1500,00
1000,00
500,00
0,00
0

1

2

3

4

5

6

7

Umur simpan (hari)
85 HSA
100 HSA

90 HSA
105 HSA

95 HSA
110 HSA

Gambar 5 Pola klimakterik pisang Raja Bulu pada beberapa stadia
kematangan
Puncak klimakterik pisang Raja Bulu pada umur petik 85, 90, 95, 100 dan
105 hari yaitu pada 6, 6, 6, 4, 4 hari masa simpan. Puncak klimakterik tertinggi
terlihat pada umur petik 110 HSA pada umur simpan 1 hari hal ini disebabkan
oleh umur panen yang terlalu lama sehingga pada waktu dipetik buah telah
matang penuh dan laju respirasi telah mencapai klimakterik serta jumlah satuan
panas (heat unit) yang besar (Tabel 2). Pengamatan laju respirasi pada semua
perlakuan terjadi penurunan puncak klimakterik secara bersamaan pada 7 hari
masa simpan. Hal tersebut terjadi karena buah mulai membusuk sehingga diduga
kandungan CO2 yang dikeluarkan tidak murni dari pisang tetapi juga dari
cendawan dan penyakit yang terdapat pada pisang. Penyakit yang menyerang
pisang selama penyimpanan setelah 7 hari masa simpan yaitu crown end root dan
antraknosa (Gambar 6).
Puncak klimakterik pisang Raja Bulu ditandai oleh adanya kematangan
secara fisiologi dan morfologi (Arista et al. 2013). Menurut Phan et al. (1986) laju
respirasi merupakan petunjuk yang baik bagi daya simpan buah setelah panen
karena intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju proses metabolisme dan
sering dianggap sebagai petunjuk potensi daya simpan buah. Laju respirasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suhu, ketersediaan air dan faktor
fisik pada pisang, seperti luka goresan, memar dan kondisi buah pisang yang
sudah mulai membusuk. Menurut Turner et al. (2008) pisang sangat sensitif
terhadap defisit air tanah yang akan mempengaruhi pertumbuhan daun dan
pembungaan. Hasil penelitian Paramita (2010) menunjukkan bahwa memar
berpengaruh terhadap perubahan pola respirasi dan produksi etilen buah mangga
(Mangifera indica L.) varietas Gedong Gincu selama penyimpanan. Buah mangga
yang mengalami memar memiliki laju respirasi dan produksi etilen yang cepat.
Menurut Sumantra et al. (2014) satuan panas berkorelasi positif dengan proses
pematangan buah salak, sehingga buah salak yang mempunyai satuan panas tinggi
akan lebih cepat dipanen dari buah salak yang mempunyai satuan panas rendah.

13
Penelitian Arista (2014) dan Sutowijoyo (2013) penyakit crown end root
dan antraknosa muncul pada 6 sampai 7 hari masa simpan. Menurut Cahyono
(2009) penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan Colletotrichum musae.
Infeksi cendawan tersebut akan mempercepat kerusakan buah ketika sudah
matang dalam penyimpanan sehingga cepat membusuk.

Gambar 6 Gejala serangan penyakit; kiri: crown and rot, kanan: antraknosa
Kualitas Fisik Buah
Indeks skala warna kulit buah digunakan sebagai parameter dalam
mengukur kualitas fisik buah dengan mengamati pisang secara visual. Pisang
yang telah mencapai indeks skala warna 6 ditentukan sebagai kriteria layak
konsumsi. Hasil pengukuran kelunakan buah, susut bobot dan bagian buah yang
dapat dimakan pada skala warna 6 disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kualitas fisik pisang Raja Bulu dari beberapa umur petik pada skala
warna 6
Umur petik
85 HSA
90 HSA
95 HSA
100 HSA
105 HSA
110 HSA

Kelunakan
(mm/g/detik)
0.12
0.10
0.09
0.08
0.08
0.14

Susut bobot
(%)a
18.31a
18.25a
18.53a
18.42a
18.28a
9.10b

Bagian buah yang dapat
dimakan (%)
61.19
56.02
55.17
62.82
60.49
62.23

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
DMRT taraf 5%, HSA = Hari setelah antesis

Umur petik tidak mempengaruhi kelunakan dan bagian buah yang dapat
dimakan. Umur petik 85 HSA sampai 105 HSA memiliki nilai yang tidak berbeda
pada susut bobot buah. Umur petik hanya mempengaruhi susut bobot pada 110
HSA karena buah telah mencapai skala warna 5 dan tidak dapat dilakukan
pengukuran bobot awal pada saat buah masih berwarna hijau sehingga susut
bobotnya menjadi lebih rendah dari umur petik yang lain. Kelunakan buah
berhubungan dengan umur simpan, semakin lama umur simpan maka semakin

14

0,30

Susut bobot (%)

Kelunakan (mm/g/detik)

lunak buah tersebut (Gambar 7; Lampiran 3). Susut bobot buah mengalami
kenaikan selama penyimpanan buah sampai buah tersebut matang (Gambar 7).
Data susut bobot buah pada skala warna 1 sampai 7 terdapat pada Lampiran 4.
Bagian yang dapat dimakan mengalami kenaikan seiring dengan perubahan skala
warna kulit pada buah pisang (Gambar 7; Lampiran 5).
Perubahan tekstur atau kelunakan pada saat pematangan dihubungkan
dengan beberapa proses. Pertama proses penguraian pati menjadi gula, kedua
pemecahan dinding sel yang diakibatkan perombakan protopektin yang larut
dalam air dan terakhir adalah perombakan selulosa. Perubahan senyawa-senyawa
tersebut selama pematangan sangat berpengaruh terhadap kekerasan buah, yang
menyebabkan buah menjadi lunak (Pantastico 1986).
Proses transpirasi menyebabkan kadar air pada kulit buah lebih cepat
berkurang sehingga mengakibatkan semakin turunnya bobot kulit buah pisang
(Jannah 2008). Menurut Sutowijoyo (2013) dan Sugistiawati (2013) semakin
matang buah pisang, rasio daging dan kulitnya semakin tinggi, karena kulit buah
semakin tua semakin tipis dan mengkerut. Menurut Pantastico (1986) kandungan
gula dalam daging buah selama pematangan meningkat dengan cepat sehingga
tekanan osmotik meningkat dengan ditandai penyerapan air dari kulit buah oleh
daging buah, menyebabkan perubahan perbandingan daging buah dan kulitnya.

0,20
0,10
0,00
1

2

3

4

5

6

25
20
15
10
5
0

7

1

2

3

Skala
90 HSA
105 HSA

Bagian yang dapat
dimakan (%)

85 HSA
100 HSA

95 HSA
110 HSA

85 HSA
100 HSA

4
5
Skala
90 HSA
105 HSA

6

7
95 HSA
110 HSA

70
60
50

0
40
1

2

85 HSA
100 HSA

3

4
Skala

5

90 HSA
105 HSA

6

7

95 HSA
110 HSA

Gambar 7 Kualitas fisik pisang Raja Bulu pada beberapa umur petik
Kualitas Kimia Buah
Mutu buah berkaitan dengan perubahan komposisi kimia buah yang akan
mempengaruhi rasa buah. Kualitas kimia menjadi sangat penting diamati karena

15
merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat penerimaan konsumen.
Hasil pengukuran padatan terlarut total, asam tertitrasi total dan rasio PTT/ATT
pada skala warna 6 disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Kualitas kimia pisang Raja Bulu pada skala warna 6
Padatan terlarut total
(°Brix)
29.63
26.09
25.72
27.38
27.96
27.33

Umur petik
85 HSA
90 HSA
95 HSA
100 HSA
105 HSA
110 HSA

Asam tertitrasi total
(mg/100 g bahan)
27.52
21.44
19.52
21.28
23.31
27.20

Rasio PTT/ATT
1.09
1.26
1.34
1.60
1.25
1.02

HSA = Hari setelah antesis, PTT = Padatan terlarut total, ATT = Asam tertitrasi total

Padatan terlarut total
( Brix)

40

20

0
1
85 HSA
100 HSA

2

3

4
5
Skala

90 HSA
105 HSA

6

7

95 HSA
110 HSA

Asam tertitrasi total
(mg/100 g bahan)

Umur petik tidak mempengaruhi kandungan padatan terlarut total,
kandungan asam tertitrasi total dan rasio PTT/ATT. Padatan terlarut total
menunjukkan kadar glukosa yang terdapat pada buah pisang. Semakin tinggi
kandungan PTT yang dimiliki buah, maka semakin manis rasa buah yang
dihasilkan (Lampiran 6). Asam tertitrasi total menunjukkan tingkat keasaman
buah. Semakin tinggi nilai ATT, semakin asam rasa buah tersebut (Lampiran 7).
Warna kulit buah dengan kriteria kematangan yang sama pada umur petik yang
berbeda memiliki hasil uji fisik dan kimia yang tidak berbeda (Tabel 3 dan 4),
sehingga pisang Raja Bulu sebaiknya dipetik pada umur 85 HSA dengan lama
masa simpan 11 hari (Tabel 1).
35
25
15
5
1
85 HSA
100 HSA

2

3

4
5
Skala

90 HSA
105 HSA

6

7

95 HSA
110 HSA

Gambar 8 Kualitas kimia pisang Raja Bulu pada beberapa umur petik
Padatan terlarut total mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya
umur simpan (Gambar 8) hal tersebut terjadi karena kandungan glukosa dan
fruktosa yang meningkat selama proses pematangan. Kandungan asam buah
rendah pada buah yang masih muda dan meningkat selama proses pematangan
sama seperti pada percobaan Sugistiawati (2013) yang mengalami kenaikan
seiring dengan lamanya umur simpan. Menurut Santoso dan Purwoko (1995)
kandungan asam organik pisang yang sangat tinggi diperoleh pada stadia matang
penuh (skala warna 6).

16

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Umur petik terbaik pisang Raja Bulu dicapai pada 85 HSA dengan umur
simpan terlama (11 hari) serta satuan panas sebesar 1305.5 °C hari. Buah pisang
yang dipetik tua lebih cepat mencapai kematangan pascapanen dibandingkan
dengan buah pisang yang dipetik muda. Pisang yang dipetik muda memiliki laju
respirasi yang rendah dibandingkan dengan buah pisang yang dipetik tua. Umur
petik tidak mempengaruhi mutu fisik dan kimia buah pisang pada tingkat
kematangan pascapanen yang sama.
Saran
Pisang Raja Bulu sebaiknya dipanen pada umur petik 85 HSA untuk
penanganan pascapanen yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan buah.

17

DAFTAR PUSTAKA
Adeniji TA, Sanni LO, Barimala IS, Hart AD. 2006. Determination of
micronutrients and colour variability among new plantain and banana hybrids
flour. World Journal of Chemistry. 1(1):23-27.
Arista M, Suketi K, Widodo WD. 2013. Penggunaan kalium permanganat sebagai
oksidan etilen untuk memperpanjang daya simpan pisang Raja Bulu. Di
dalam: Kartika JG, Suwarno WB, Ardhie SW, Sanura CPE, Fitriana FN,
editor. Membangun Sistem Baru Agribisnis Hortikultura Indonesia pada Era
Pasar Global. Prosiding Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura Indonesia
(PERHORTI); 2013 Okt 9; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): PERHORTI. Hlm
63-72.
Arista M. 2014. Penggunaan kalium permanganat sebagai oksidan etilen untuk
memperpanjang daya simpan pisang Raja Bulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor. 33 hal.
[B2P2TP] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Teknologi
budidaya pisang [Internet]. [diunduh 2014 Jan 23]. Tersedia pada: http://
deptan.go.id/penyuluhan/syarat-tumbuh-tanaman-pisang.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produktivitas pisang Indonesia [Internet].
[diunduh 2013 Okt 28]. Tersedia pada: http://www.bps. go.id.
Cahyono B. 2009. Pisang Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen. Yogyakarta
(ID): Kanisius.112 hal.
Dhalika T, Budiman A, Ayuningsih B, Mansyur. 2011. Nilai nutrisi batang pisang
dari produk bioproses (ensilage) sebagai ransum lengkap. Jurnal Ilmu Ternak
UNPAD. 11(1):17-23.
Dumadi SR. 2001. Penggunaan kombinasi adsorban untuk memperpanjang umur
simpan buah pisang Cavendish. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.
12(1):13-21.
Febridayanti L. 2011. Penggunaan asam giberalat (GA3) untuk memperpanjang
umur simpan buah pisang Mas (Musa acuminata) [skripsi]. Padang (ID):
Universitas Andalas.
Ferdaus F, Wijayanti MA, Retnoningtyas ES, Irawati W. 2008. Pengaruh pH
konsentrasi substrat penambahan kalsium karbonat dan waktu fermentasi
terhadap perolehan asam laktat dari kulit pisang. Widya Teknik. 7(1):1-14.
Garnida Y. 2007. Memperpanjang umur simpan buah durian terolah minimal
dengan formulasi bahan edible coating pada suhu beku. Jurnal Infomatek.
9(2):77-150.
Hanum F, Tarigan MA, Deviliany IM. 2012. Ekstraksi pektin dari kulit buah
pisang Kepok. J Teknik Kimia USU.
Jannah UF. 2008. Pengaruh bahan penyerap larutan kalium permanganat terhadap
umur simpan pisang Raja Bulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor. 54 hal.
Julianti E. 2011. Pengaruh tingkat kematangan dan suhu penyimpanan terhadap
mutu buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea). J Hort. Indonesia.
2(1):14-20.

18
Kader AA. 2008. Maturity and quality - banana ripening chart [Internet]. [diunduh
2014 Jan 22]. Tersedia pada: http://postharvest .ucdavis. edu/ Produce/
ProduceFacts/Fruit/banana.shtml.
Kader AA. 2013. Recommendations for maintaining postharvest quality
[Internet]. [diunduh 2014 Jan 23]. Tersedia pada: http://postharvest .ucdavis.
edu/Produce/ ProduceFacts/Fruit/banana.shtml.
Kholidi. 2009. Studi tanah liat sebagai pembawa kalium permanganat pada
penyimpanan pisang Raja Bulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor. 31 hal.
Kuntarsih S. 2012. Pedoman Penanganan Pascapanen Pisang. Jakarta (ID):
Direktorat Budidaya dan Pascapanen Buah Kementerian Pertanian. 93 hal.
[Menegristek] Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. 2013. Pisang [Internet]. [diunduh pada 2014 Jan
23]. Tersedia pada: www.ristek.go.id.
Mulyana E. 2011. Studi pembungkus bahan oksidator etilen dalam penyimpanan
pascapanen pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB GROUP) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor. 41 hal.
Pantastico EB. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan, dan Pemanfaatan
Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Kamariyani,
penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr. Terjemahan dari:
Postharvest Physiology, Handling, and Utilization of Tropical and Sub
Tropical Fruits and Vegetables.
Paramita O. 2010. Pengaruh memar terhadap perubahan pola respirasi, produksi
etilen dan jaringan buah mangga (Mangifera indica L.) var Gedong Gincu
pada berbagai suhu penyimpanan. J Kompetensi Teknik. 2(1):29-37.
Pardede E. 2009. Buah dan sayur olahan secara minimalis. VISI. 17(3):245-254.
Panhwar F. 2005. Genetically evolved papaya (carica) and its future in Sindh,
Pakistan. Germany: Digital Verlag Gmbh.
Phan CT, Pantastico EB, Ogata K, Chachin K. 1986. Respirasi dan Puncak
Respirasi. Di dalam: Pantastico EB, editor. Fisiologi Pascapanen,
Penanganan, dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika
dan Sub Tropika. Kamariyani, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Pr. Terjemahan dari: Postharvest Physiology, Handling, and
Utilization of Tropical and Sub Tropical Fruits and Vegetables.
[PKHT] Pusat Kajian Hortikultura Tropika. 2014. Nilai ekspor pisang Indonesia
[Internet]. [diunduh 2014 July 3]. Tersedia pada http://pkht.deptan.go.id/.
Pratiwi HE. 2014. Aplikasi kalium permanganat sebagai oksidan etilen dalam
penyimpanan buah pepaya IPB Callina [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Santoso B, Purwoko BS. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen Tanaman
Hortikultura Indonesia. Indonesia Australia Eastern Universities Project.
Sastrahidayat IR, Soemarno. 1991. Budidaya Berbagai Jenis Tanaman Tropika.
Surabaya (ID). Universitas Brawijaya-Press.
Satuhu S, Supriyadi A. 1992. Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar Pisang.
Yogyakarta (ID): Penebar Swadaya. 126 hal.
Stenzel NMC, Neves CSVJ, Marur CJ, Schole MBDS, Gomes JC. 2006.
Maturation curves and degree-days accumulation for fruits of ‘Folha murcha’
orange trees. Sci. Agric. 63(3):219-225.

19
Suaharyani A, Wasis, Candra TH, Narsih. 2003. Pengaruh hydrocooling (13 °C,
15 °C, 18 °C) terhadap masa simpan dan perubahan fisik buah pisang Raja.
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Rekayasa. 2(1):47-55.
Sugistiawati. 2012. Studi penggunaan oksidator etilen dalam penyimpanan
pascapanen pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor. 29 hal.
Sumantra IK, Suyasdi P, Sumeru A. 2014. Heat unit, phenology and fruit quality
of salak (Salacca zalacca var. Amboinensis) cv. gula pasir on different
elevation in tabanan regency-bali. Agriculture, Forestry and Fisheries.
3(2):102-107. doi: 10.11648/j.aff.20140302.18.
Sunyoto A. 2011. Budidaya Pisang Cavendish. Yogyakarta (ID): Berlian Media.
Suryana A. 2006. Peran Teknologi Pascapanen dan Sistem Keamanan Pangan
dalam Meningkatkan Nilai Tambah Hasil Pertanian. Jakarta (ID): Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. 268 hal.
Sutowijoyo D. 2013. Kriteria kematangan pascapanen pisang Raja Bulu dan
pisang Kepok [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 22 hal.
Syakur A. 2012. Pendekatan satuan panas (heat unit) untuk penentuan fase
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat di dalam rumah tanaman
(greenhouse). Jurnal Agroland. 19(2):96-101.
Turner DW, Jeanie AF, Thomas DS. 2008. Environmental physiology of the
bananas (Musa spp.). Braj. J. Plant Physiology. 19(4):463-484.
Widodo SE, Zulferiyenni, Maretha I. 2012. Pengaruh penambahan indole acetic
acid (IAA) pada pelapis kitosan terhadap mutu dan masa simpan buah jambu
biji (Psidium guajava L.) Crystal. Jurnal Agrotropika. 17(1):14-18.
Wills RHH, Lee TH, Graham D, Mc. Glasson WB, Hall EG. 1989. Postharvest
and Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables.
New York (US): Van Nostrand Reinhold.
Yassin T, Hartanto F, Haryanto A, Tamrin. 2013. Pengaruh komposisi gas
terhadap laju respirasi pisang Janten pada penyimpanan atmosfer
termodifikasi. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 2(3):147-160.

20
Lampiran 1 Proses inkubasi pada pisang Raja Bulu

Lampiran 2 Keragaan pisang Raja Bulu skala warna 5, 6, 7 pada umur petik 110
HSA

5

6

7

Lampiran 3 Kelunakan pisang Raja Bulu skala warna 1 sampai 7
Kelunakan (mm/g/detik) a
Umur
petik
Skala 1 Skala 2 Skala 3 Skala 4 Skala 5
85 HSA
0.05
0.04
0.03
0.06
0.09ab
90 HSA
0.05
0.04
0.05
0.05
0.06c
95 HSA
0.05
0.03
0.04
0.04
0.07bc
100 HSA
0.05
0.04
0.04
0.04
0.07bc
105 HSA
0.05
0.03
0.04
0.04
0.05c
b
110 HSA
0.12a
a

Skala 6 Skala 7
0.12
0.12
0.10
0.19
0.09
0.16
0.08
0.12
0.08
0.10
0.14
0.15

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
DMRT taraf 5%, b angka-angka pada baris yang sama hanya diamati pada buah yang masih dapat
dianalisis, HSA = Hari setelah antesis.

21
Lampiran 4 Susut bobot pisang Raja Bulu skala warna 1 sampai 7
Umur
petik
85 HSA
90 HSA
95 HSA
100 HSA
105 HSA
110 HSAb

Skala 1