Batas bawah nilai eigen terkecil dari matriks simetrik real

BATAS BAWAH NILAI EIGEN TERKECIL
DARI MATRIKS SIMETRIK REAL

ENDAH ARIYANTI
G05400028

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRACT
ENDAH ARIYANTI. Lower Bound of The Smallest Eigenvalues of Real Symmetric Matrices.
Supervised by FARIDA HANUM and TONI BAKHTIAR.
The growth of technology and sciences in daily life, it is found applications of
eigenvalues and eigenvectors such as within the fields of mathematics itself, mechanics, dynamical
system, etc. The eigenvalues of a matrix clearly depends on its entries. Therefore, the knowledge
of lower bound of its smallest eigenvalues of a matrix with respect to the change of its entries
becomes very important.
Types of matrix we discussed in this paper are symmetric real matrices with entries in a

given interval. The smallest eigenvalues lower bound of real symmetric matrices is determined
according to the size of the matrix and the value of certain interval ends point, and the method of
Faddeev-Leverrier is used to determine the characteristic polynomial of the matrices.

ABSTRAK
ENDAH ARIYANTI. Batas Bawah Nilai Eigen Terkecil dari Matriks Simetrik Real. Dibimbing
oleh FARIDA HANUM dan TONI BAKHTIAR.
Dalam perkembangan ilmu dan teknologi di kehidupan sehari-hari, banyak diterapkan
penggunaan nilai eigen (eigenvalues) dan vektor eigen (eigenvectors) seperti dalam bidang ilmu
matematika, mekanika, sistem dinamika, dan sebagainya. Nilai eigen dari suatu matriks sangat
dipengaruhi oleh entri-entri matriksnya. Oleh karena itu, mengetahui batas bawah nilai eigen
terkecil dari suatu matriks akibat perubahan entrinya menjadi sangat penting.
Matriks yang dibahas pada karya ilmiah ini merupakan matriks simetrik real yang entrientrinya terletak pada suatu selang tertentu. Penentuan batas bawah nilai eigen terkecil dari
matriks simetrik real tersebut ditinjau berdasarkan ukuran matriks dan nilai titik-titik ujung selang
serta digunakan metode Faddeev-Leverrier untuk menentukan polinomial karakteristik dari
matriks simetrik real tersebut.

BATAS BAWAH NILAI EIGEN TERKECIL
DARI MATRIKS SIMETRIK REAL


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

ENDAH ARIYANTI
G05400028

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul Skripsi : Batas Bawah Nilai Eigen Terkecil dari Matriks Simetrik Real
Nama
: Endah Ariyanti
NIM
: G05400028


Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dra. Farida Hanum, M.Si.
NIP. 131 956 709

Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc.
NIP. 132 158 750

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA
NIP. 131 578 806


Tanggal Lulus :

Kupersembahkan karya ilmiah ini
untuk keluargaku
dan orang-orang yang selalu menyayangiku

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat serta salam tidak lupa penulis curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, sahabat dan keluarga, serta para pengikutnya sampai akhir jaman.
Keterbatasan dan ketidaksempurnaan membuat penulis sangat membutuhkan bantuan,
dukungan dan semangat dari orang-orang yang secara langsung maupun tidak langsung
berkontribusi besar dalam pembuatan karya ilmiah ini. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua (ibu dan alm. bapak) yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, kasih
sayang, kesabaran, dan segalanya, terutama ibu. Terima kasih ibu. Semoga Allah selalu
melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada ibu dan bapak, dunia-akhirat. Amin.
2. Dra. Farida Hanum, M.Si. dan Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah
membantu, membimbing, mengarahkan, memberi kritik dan saran selama penulisan karya

ilmiah ini. Terima kasih atas bimbingannya yang penuh kesabaran dan ketekunan. Semoga
Allah membalas kebaikan ibu dan bapak berlipat ganda. Amin.
3. Drs. Siswandi, M.Si. selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan-masukannya yang
bermanfaat.
4. Drs. Agah D. Garnadi, Grad. Dipl. atas bantuannya mencari referensi bahan penunjang
penulisan skripsi. Terima kasih spesial penulis persembahkan untuk bapak. Semoga Allah
membalas kebaikan bapak berlipat ganda. Amin.
5. Drs. Effendi Syahril, Grad. Dipl. atas bimbingan dan masukannya. Penulis mohon maaf atas
segala kesalahan selama ini.
6. Bude Mami, Pakde Peno dan Mbah Tuminah atas segala doa, perhatian, dukungan, nasihat dan
semangatnya. Pak Kus dan Bulik Dwi atas doa, bantuan, dukungan dan kesabarannya karena
sering direpotkan selama penulis mencari bahan-bahan penunjang penulisan karya ilmiah ini di
Bandung. Hanya Allah yang mampu membalas semuanya.
7. Kakak-kakakku (Mas Agus dan Mbak Dwi serta Mbak Santi dan Mas Imam), Bude Er, Bulik
Har, Lik Preh atas dukungan, doa dan semangatnya. Keponakan-keponakanku (Nasywa, Puput,
Faiq, Rama dan Irsyad) atas canda tawa, tangis dan keceriaannya yang membuat kangen.
Sepupu-sepupuku (Wiwin, Mas Yudha, Etty, Fredy, Latif, Ikhsan) dan seluruh keluarga yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas semangat, dukungan dan doanya.
8. Ibu Susi, Ibu Ade, Mas Deni, Mas Yono, Mas Bono serta seluruh dosen dan staf Departemen
Matematika IPB atas informasi, bantuan administrasi, software, komputer, kebaikan, kelucuan

dan kesabarannya.
9. Cecep, Marita, Cahyadi, Wahyu, Rudi, Dwi Ade, Echi, Adi, Choy, Nina, dan semua teman
Matematika 37 atas bantuan, semangat, dukungan dan persahabatannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Amin.

Bogor, Januari 2008

Endah Ariyanti

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 08 Desember 1983 sebagai anak keempat dari
empat bersaudara. Ayah bernama Musaib bin Baderi (Alm.) dan Ibu bernama Hj. Kartini, S.Pd.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1994 di SD Negeri Malaka
Jaya 12 Pagi, Klender Jakarta Timur; Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada tahun 1997 di SLTP
Negeri 139 Duren Sawit, Klender Jakarta Timur; Sekolah Menengah Umum pada tahun 2000 di
SMU Negeri 103 Duren Sawit, Klender Jakarta Timur. Setelah lulus SMU, pada tahun yang sama,
penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama
mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Matematika Dasar dan
Kalkulus I pada tahun ajaran 2002 / 2003.


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................

ix

PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................................
Tujuan Penulisan ...................................................................................................
Metode Penulisan ..................................................................................................
Sistematika Penulisan ............................................................................................

1
1
1
1

LANDASAN TEORI
Matriks ..................................................................................................................

Matriks yang Serupa Akibat Permutasi .................................................................
Basis dan Rank Matriks .........................................................................................
Hasil Kali Dalam dan Norma ................................................................................
Vektor dan Nilai Eigen ..........................................................................................
Hasil Kali Kronecker dan Hasil Kali Hadamard ...................................................

1
3
5
8
11
14

BATAS BAWAH NILAI EIGEN TERKECIL DARI MATRIKS SIMETRIK REAL
Nilai Ekstrem ........................................................................................................
Metode Faddeev-Leverrier ....................................................................................

15
18


KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...........................................................................................................
Saran ......................................................................................................................

26
27

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................

27

LAMPIRAN ........................................................................................................................

28

viii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Penjabaran S = {v 1 , v 2 , v 3 } pada Ilustrasi 17 adalah himpunan ortonormal .............

Penjabaran penentuan invers dari matriks A pada Ilustrasi 19 ...................................
Penjabaran penentuan nilai dan vektor eigen dari Matriks A pada Ilustrasi 21 ..........
Penggunaan Software Mathematica 5.0 .......................................................................
Penjabaran penentuan nilai k sehingga Persamaan (35) bernilai minimum ................
Bukti Teorema 3 ...........................................................................................................

29
29
30
32
35
37

7. Penjabaran bahwa x T Ax = e T A o xxT e pada Teorema 6 .....................................
8. Penjabaran penentuan matriks B 2 dan teras B 2 pada bukti Teorema 6 .....................
9. Penjabaran penentuan nilai eigen matriks A = J (k ; a, b ) pada bukti Teorema 6 .........

39
40
43


10. Penjabaran penentuan P −1 dan polinomial karakteristik A , Ilustrasi 26(3) ...............

43

1.
2.
3.
4.
5.
6.

[ ( )]

ix

PENDAHULUAN
perubahan entri matriks menjadi sangat
penting.

Latar Belakang
Nilai eigen (eigenvalues) dan vektor eigen
(eigenvectors) memiliki peranan yang sangat
penting dalam perkembangan ilmu dan
teknologi dan banyak diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam bidang ilmu
matematika, masalah nilai eigen dan vektor
eigen memperoleh pembahasan yang sangat
intensif. Dalam ilmu mekanika, konsep sumbu
inersia diperoleh dengan menghitung vektor
eigen dari suatu matriks yang disebut tensor
inersia, sedangkan nilai eigen dari matriks
tersebut dikenal sebagai momen inersia.
Mesin pencari Google juga memanfaatkan
variasi dari permasalahan nilai eigen dan
vektor eigen dalam menentukan tingkat
popularitas website. Selain itu, beberapa kasus
yang menggunakan analisis faktor seperti
banyak dijumpai pada riset pemasaran juga
bersinggungan dengan pencarian nilai eigen
dan vektor eigen.
Secara lebih khusus, dalam bidang sistem
dinamika, keberadaan nilai eigen sangat
penting dalam menentukan kestabilan sistem
tersebut. Sistem dikatakan stabil jika semua
nilai eigen dari matriks sistemnya bernilai
negatif. Nilai eigen sangat dipengaruhi oleh
entri dari matriks sistem. Perubahan pada entri
matriks akan mengubah nilai eigen dan sangat
mungkin akan mempengaruhi kestabilan
sistem secara keseluruhan.
Teknik robust control diperkenalkan
dengan tujuan salah satunya adalah
mempertahankan kestabilan suatu sistem
akibat terjadi perubahan pada entri matriks.
Oleh karena itu, mengetahui batas bawah dan
batas atas nilai eigen suatu matriks akibat

Tujuan Penulisan
Karya ilmiah ini bertujuan mempelajari
penentuan batas bawah nilai eigen terkecil
dari suatu matriks simetrik real yang entrientrinya terletak di sebuah selang tertentu.
Metode Penulisan
Metode penulisan karya ilmiah ini adalah
studi literatur. Materi karya ilmiah ini diambil
dari jurnal utama yang berjudul “Extremal
Eigenvalues of Real Symmetric Matrices with
Entries in an Interval“ [Zhan, 2006] dan
buku-buku yang terkait dengan tulisan ini.
Sistematika Penulisan
Karya ilmiah ini terdiri atas empat bagian.
Pada bagian pertama dijelaskan latar belakang
masalah, tujuan penulisan, metode penulisan
yang digunakan, dan sistematika penulisan
karya ilmiah. Bagian kedua menyajikan
landasan teori yang berupa definisi-definisi,
ilustrasi-ilustrasi, serta beberapa teorema
penting yang diperlukan dalam pembahasan
karya ilmiah. Bagian ketiga menyajikan
pembahasan mengenai batas bawah nilai eigen
terkecil dari matriks simetrik real beserta
ilustrasi-ilustrasinya. Bagian terakhir dari
karya ilmiah ini menyajikan kesimpulan
berdasarkan dari hasil pembahasan, serta
saran yang terkait dengan penulisan karya
ilmiah ini.

LANDASAN TEORI
Landasan teori ini menyajikan hal-hal
yang menjadi dasar penulisan karya ilmiah ini
dan diberikan dalam bentuk definisi-definisi,
ilustrasi-ilustrasi, serta beberapa teorema
penting.
Matriks
Berikut ini adalah definisi-definisi dan
ilustrasi-ilustrasi yang berkaitan dengan
matriks.

Definisi 1 [Leon, 2001]
Suatu persamaan linear dengan n peubah
adalah persamaan dengan bentuk
a1 x1 + a 2 x 2 + L + a n x n = b
dengan a1 , a 2 ,..., a n dan b adalah bilanganbilangan real dan x1 , x 2 ,..., x n adalah peubah.
Sistem persamaan linear dari m persamaan
dengan n peubah merupakan suatu sistem
berbentuk

2

a11 x1 + a12 x 2 + L + a1n x n = b1
a 21 x1 + a 22 x 2 + L + a 2n x n = b2

(1)

M
a m1 x1 + a m 2 x 2 + L + a mn x n = bm
dengan a ij dan bi adalah bilangan-bilangan

real serta i = 1,2,..., m dan j = 1,2,..., n .
Sistem dengan bentuk seperti pada Persamaan
(1) disebut sebagai sistem persamaan linear
m × n , yang secara ringkas dapat ditulis
sebagai
AX = B
dengan
⎡ a11 a12 L a1n ⎤

⎢a
21 a 22 L a 2 n ⎥


A=
⎢ M
M
M ⎥


⎣a m1 a m 2 L a mn ⎦

⎡ x1 ⎤
⎡ b1 ⎤
⎢x ⎥
⎢b ⎥
X = ⎢ 2 ⎥ dan B = ⎢ 2 ⎥ .
⎢M⎥
⎢ M ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ xn ⎦
⎣b m ⎦
Definisi 2 [Anton, 1997]
Matriks yang diperbesar untuk sistem
persamaan linear m × n adalah jajaran empat
persegi panjang dari bilangan-bilangan pada
sistem tersebut dengan memperhatikan posisi
tanda +, x, dan =, yaitu
⎡ a11 a12 L a1n b1 ⎤
⎢a
b2 ⎥⎥
21 a 22 L a 2 n

AB =
.
⎢ M
M
M
M ⎥


⎣a m1 a m 2 L a mn bm ⎦

[ ]

Definisi 3 [Anton, 1997]
Operasi baris elementer dari matriks A
berukuran m × n yang diperbesar merupakan
operasi yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan
sistem-sistem
persamaan
linear, yaitu:
1. Kalikan sebuah baris ke-i dari matriks
A dengan konstanta k yang tidak sama
dengan nol. Operasi ini dinotasikan
dengan Ei (k ) ( A) .
2. Pertukarkan baris ke-i dengan baris ke-j
dari matriks A, dengan i ≠ j . Operasi

ini dinotasikan dengan Eij ( A) .
3. Tambahkan perkalian dari baris ke-j
dengan konstanta k ≠ 0 , pada baris kei dari matriks A. Operasi ini dinotasikan
dengan Eij (k ) ( A) ,

dengan i, j = 1,2,..., m dan k adalah bilangan
real.
Ilustrasi 1
Misalkan diberikan sistem persamaan linear
x + y + 2z = 9
2 x + 4 y − 3z = 1
3x + 6 y − 5 z = 0 .
Matriks yang diperbesar untuk
persamaan linear tersebut adalah
2 9⎤
⎡1 1

A B = ⎢2 4 − 3 1⎥⎥ .
⎢⎣3 6 − 5 0⎥⎦

sistem

[ ]

Sistem persamaan linear tersebut dapat
diselesaikan dengan melakukan operasi baris
elementer pada matriks yang diperbesar di
atas, yaitu
⎡1 0 0 1 ⎤
E23(7 2 )E13(−11 2 ) L E21(− 2 )[A B ] = ⎢⎢0 1 0 2⎥⎥.
⎢⎣0 0 1 3⎥⎦
Jadi, penyelesaian sistem persamaan linear
tersebut adalah
x = 1 , y = 2 , dan z = 3 .
Definisi 4 [Anton, 1997]
Matriks yang berada dalam bentuk eselon
baris tereduksi merupakan matriks yang
mempunyai sifat-sifat:
1. Jika baris tidak terdiri seluruhnya dari
nol, maka bilangan taknol pertama
dalam baris tersebut adalah satu dan
disebut sebagai satu utama.
2. Jika terdapat baris yang seluruhnya
terdiri dari nol, maka semua baris
seperti itu dikelompokkan bersamasama di bagian bawah matriks.
3. Dalam sembarang dua baris yang
berurutan yang seluruhnya tidak terdiri
dari nol, maka satu utama dalam baris
yang lebih rendah terdapat lebih jauh
ke kanan daripada satu utama dalam
baris yang lebih tinggi.
4. Masing-masing kolom matriks yang
mengandung satu utama mempunyai
nol di tempat lain.
Sebuah matriks yang mempunyai sifat-sifat 1,
2, dan 3 dikatakan berada dalam bentuk
eselon baris. Matriks yang berada dalam
bentuk eselon baris harus mempunyai nol di
bawah setiap satu utama. Sedangkan matriks
yang berada dalam bentuk eselon baris
tereduksi harus mempunyai nol di atas dan di
bawah masing-masing satu utama.

3

Ilustrasi 2
Matriks-matriks yang berada dalam bentuk
eselon baris tereduksi yaitu
⎡1 0 0⎤ ⎡1 0 0 1⎤
⎢0 1 0⎥ , ⎢0 1 0 2⎥ .

⎥ ⎢

⎢⎣0 0 1⎥⎦ ⎢⎣0 0 1 3⎥⎦
Matriks-matriks yang berada dalam bentuk
eselon baris yaitu
⎡1 1 0⎤ ⎡1 4 3 7⎤
⎢0 1 0⎥ , ⎢0 1 6 2⎥ .


⎥ ⎢
⎢⎣0 0 0⎥⎦ ⎢⎣0 0 1 5⎥⎦
Definisi 5 [Anton, 1997]
Misalkan diberikan matriks
⎡ a11 a12 L a1n ⎤
⎢a
a 22 L a 2n ⎥⎥
A = ⎢ 21
⎢ M
M
M ⎥


⎣ a n1 a n 2 L a nn ⎦
berukuran n × n . Entri-entri a11 , a 22 ,..., a nn
dikatakan berada pada diagonal utama dari
matriks A.
Definisi 6 [Anton, 1997]
Teras dari matriks A seperti pada Definisi 5
dinyatakan oleh
tr ( A) = a11 + a 22 + L + a nn .
Definisi 7 [Anton, 1997]
Jika A adalah sembarang matriks berukuran
m × n , maka transpos A dinyatakan oleh
AT adalah matriks berukuran n × m yang
kolom pertamanya merupakan baris pertama
dari A , kolom keduanya merupakan baris
kedua dari A , demikian juga dengan kolom
ketiga merupakan baris ketiga dari A , dan
seterusnya.

Definisi 8 [Leon, 2001]
Suatu matriks A berukuran n × n dikatakan
simetrik jika
A= A
dan simetrik real jika A adalah matriks
simetrik dan entrinya berupa bilangan real.

Matriks yang Serupa Akibat Permutasi
Berikut ini adalah definisi-definisi dan
ilustrasi-ilustrasi yang berkaitan dengan
matriks yang serupa akibat permutasi.
Definisi 10 [Anton, 1997]
Permutasi himpunan bilangan-bilangan bulat
{1,2,..., n} adalah susunan bilangan-bilangan
bulat ini menurut suatu aturan tanpa
menghilangkan atau mengulangi bilanganbilangan tersebut.
Ilustrasi 3
Ada enam permutasi yang berbeda dari
himpunan bilangan-bilangan bulat
{1,2,3} .
Permutasi-permutasi tersebut adalah
(1,2,3) (1,3,2) (2,1,3)
(2,3,1) (3,1,2) (3,2,1) .
Definisi 11 [Horn & Johnson, 1999]
Suatu matriks P berukuran n × n disebut
sebagai matriks permutasi jika terdapat tepat
satu entri yang bernilai satu pada setiap baris
dan kolom, dan semua entri yang lain bernilai
nol.
Ilustrasi 4
Misalkan diberikan suatu matriks P berukuran
3× 3 dengan
⎡0 1 0 ⎤
P = ⎢⎢1 0 0⎥⎥ .
⎢⎣0 0 1⎥⎦
Matriks P disebut sebagai matriks permutasi.
Definisi 12 [Anton, 1997]
Jika A dan B merupakan matriks-matriks yang
berukuran n × n , maka dikatakan bahwa A dan
B serupa jika terdapat suatu matriks P yang
dapat dibalik, sehingga
P −1 AP = B .

T

Definisi 9[Anton, 1997]
Jika A adalah matriks berukuran n × n , maka
A dikatakan dapat dibalik dan B dinamakan
invers dari A jika dapat dicari matriks B
sehingga
AB = BA = I .
Notasi invers B dapat dituliskan sebagai A

−1

.

Ilustrasi 5
Matriks-matriks A dan B berikut adalah
serupa, yaitu
⎡ 2 1⎤
⎡ − 1 − 2⎤
,
A=⎢
⎥ dan B = ⎢ 6
0
3
6 ⎥⎦



⎡5 3⎤
karena terdapat matriks P = ⎢
⎥ sehingga
⎣3 2 ⎦

P −1 AP = B , yaitu

4

⎡ 2 − 3⎤ ⎡2 1⎤ ⎡5 3⎤ ⎡ − 1 − 2⎤
.
=
⎢− 3
5 ⎥⎦ ⎢⎣0 3⎥⎦ ⎢⎣3 2⎥⎦ ⎢⎣ 6
6 ⎥⎦

Definisi 13 [Wikipedia, 2006]
Matriks A disebut serupa akibat permutasi
(permutation similar) dengan B jika A dan B
serupa dan P merupakan matriks permutasi.
Definisi 14 [Lancaster & Tismenetsky, 1985]
Diberikan suatu matriks A berukuran m × n
dengan

A =

[aij ]

serta 1 ≤ i ≤ m dan 1 ≤ j ≤ n . Jika satu atau
beberapa baris atau kolom dari A dihapus,
maka matriks baru yang diperoleh disebut
sebagai suatu submatriks dari A.
Ada cara khusus membagi suatu matriks ke
dalam submatriks-submatriks, yaitu dengan
menyisipkan garis-garis pembagi antara baris
dan kolom yang ditentukan. Pembagian
seperti itu dikenal sebagai suatu sekatan dari
matriks. Submatriks-submatriks dari suatu
matriks sekatan dikenal sebagai entri-entri
dari matriks blok. Jadi, matriks sekatan
disebut juga sebagai matriks blok.
Ilustrasi 6
Diberikan suatu matriks
3 − 2 4⎤
⎡2

A = ⎢0
1
1 0⎥⎥ .
⎢⎣2 − 1
0 0⎥⎦
Matriks A dapat disekat menjadi
3 − 2 4⎤
⎡2
A = ⎢⎢0
1
1 0⎥⎥
⎢⎣2 − 1
0 0⎥⎦
atau
3 − 2 4⎤
⎡2

A = ⎢0
1
1 0⎥⎥
⎢⎣2 − 1
0 0⎥⎦
dan dengan beberapa cara lainnya. Pada kasus
pertama, matriks disekat ke dalam submatrikssubmatriks (atau blok-blok) sebagai berikut
A12 ⎤
⎡A
A = ⎢ 11
(2)

A
A
22 ⎦
⎣ 21

dengan
⎡ − 2 4⎤
⎡2 3⎤
, A12 = ⎢
A11 = ⎢

⎥,
⎣ 0 1⎦
⎣ 1 0⎦
A21 = [2 −1] dan A22 = [0 0] .
Submatriks-submatriks
A11 , A12 , A21 dan A22

dari Persamaan (2) dapat dinyatakan sebagai
entri-entri dari matriks blok A berukuran
2× 2 .
Pada sekatan yang kedua, A dapat ditulis
dalam bentuk
A12 A13 ⎤
⎡A
A = ⎢ 11
(3)

⎣ A21 A22 A23 ⎦
dengan
A11 = [2] , A12 = [3 −2] , A13 = [4] ,
⎡ 1 1⎤
⎡0 ⎤
⎡0 ⎤
A21 = ⎢ ⎥ , A22 = ⎢
⎥ dan A23 = ⎢0⎥ .

1
0
2


⎣ ⎦
⎣ ⎦
Submatriks-submatriks
A11 , A12 , A13 , A21 , A22 , dan A23
dari Persamaan (3) dapat dinyatakan sebagai
entri-entri dari matriks blok A berukuran
2×3 .
Perhatikan bahwa beberapa blok dapat berupa
matriks berukuran 1×1 , yaitu, skalar.

Definisi 15 [Anton, 1997]
Jika A adalah matriks berukuran n × n , maka
minor entri a ij dinyatakan oleh M ij dan
didefinisikan sebagai determinan submatriks
yang tetap setelah baris ke i dan kolom ke j
dihapus dari A dengan i, j = 1,2,..., n .
Bilangan
cij := (− 1)i + j M ij
dan dinamakan kofaktor entri a ij .
Definisi 16 [Anton, 1997]
Ekspansi
kofaktor
sepanjang
baris
pertama adalah suatu metode menghitung
determinan dari matriks A berukuran n × n ,
dinotasikan det ( A) , dengan cara mengalikan
entri-entri pada baris pertama A dengan
kofaktor-kofaktornya dan menjumlahkan hasil
kalinya sebagai berikut:
det ( A) = a11c11 + a12 c12 + L + a1n c1n .
Definisi 17 [Anton, 1997]
Jika A adalah sembarang matriks berukuran
n × n dan cij merupakan kofaktor a ij , maka
matriks
⎡ c11 c12 L
⎢c
c
L
C = cij = ⎢ 21 22
⎢ M
M

⎣cn1 cn 2 L
dinamakan matriks kofaktor
i, j = 1,2,..., n .

[ ]

c1n ⎤
c2n ⎥⎥
M ⎥

cnn ⎦
A dengan

5

Transpos matriks tersebut dinamakan adjoin
A dan dinotasikan dengan adj( A) .
Basis dan Rank Matriks
Berikut ini adalah definisi-definisi dan
ilustrasi-ilustrasi yang berkaitan dengan basis
dan rank matriks.
Definisi 18 [Leon, 2001]
Misalkan V adalah himpunan yang operasioperasinya didefinisikan, yakni penjumlahan
dan perkalian dengan skalar (bilangan real).
Dengan ini diartikan bahwa untuk setiap
pasang elemen x dan y di dalam V, dapat
diasosiasikan dengan elemen x + y yang
tunggal yang juga berada di dalam V, dan
setiap elemen x di V dan setiap skalar α ,
dapat diasosiasikan dengan elemen αx yang
tunggal di dalam V. Himpunan V bersamasama dengan penjumlahan dan perkalian
dengan skalar dikatakan membentuk suatu
ruang vektor jika aksioma-aksioma dan sifat
ketertutupan berikut dipenuhi. Aksiomaaksioma tersebut yaitu
A1. x + y = y + x untuk setiap x dan y di V.

A2. (x + y ) + z = x + (y + z ) untuk setiap x, y,
dan z di V.
A3. Terdapat elemen vektor 0 di V sehingga
x + 0 = 0 + x = x untuk setiap x ∈ V .
A4. Untuk setiap x ∈ V terdapat elemen −x
di V sehingga x + (−x ) = (−x ) + x = 0 .
A5. α (x + y ) = αx + αy untuk setiap skalar α
dan setiap x dan y di V.
A6. (α + β )x = αx + βx untuk setiap skalar
α dan β dan setiap x ∈ V .

A7. (αβ )x = α (βx ) untuk setiap skalar α dan
β dan setiap x ∈ V .
A8. 1⋅ x = x untuk setiap x ∈ V .
Terdapat sifat ketertutupan dari kedua operasi.
Sifat-sifat tersebut yaitu
C1. Jika x ∈ V dan α adalah suatu skalar,
maka αx ∈ V .
C2. Jika x dan y ∈ V , maka x + y ∈V .
Elemen-elemen dari V disebut vektor dan
biasanya dinyatakan oleh huruf-huruf pada
bagian akhir abjad, yaitu u, v, w, x, y, dan z.

Definisi 19 [Leon, 2001]
Jika S adalah subhimpunan takkosong dari
suatu ruang vektor V, dan S memenuhi syaratsyarat
(i) αx ∈ S jika x ∈ S dan α adalah suatu
sembarang skalar,
(ii). x + y ∈ S jika x ∈ S dan y ∈ S ,

maka S disebut subruang dari V.
Ilustrasi 7
Misalkan diberikan

{

}

S = (x1 , x 2 , x 3 )T x1 = x 2 ∈ R 3

serta

x = (a, a, b )T ∈ S dan y = (c, c, d )T ∈ S .
Berikut ini akan ditunjukkan bahwa S adalah

subruang dari R 3 .

(i) αx = α (a, a, b )T = (αa, αa, αb )T ⇒ αx ∈ S
dengan α suatu sembarang skalar.
(ii) x + y = (a, a, b )T + (c, c, d )T
= (a + c, a + c, b + d )T ⇒ x + y ∈ S .
Jadi, karena αx ∈ S dan x + y ∈ S maka S

merupakan subruang dari R 3 .
Definisi 20 [Anton, 1997]
Misalkan diberikan matriks
⎡ a11 a12 L a1n ⎤
⎢a
a 22 L a 2n ⎥⎥
A = ⎢ 21
⎢ M
M
M ⎥


⎣a m1 a m 2 L a mn ⎦
berukuran m × n . Vektor-vektor
r1 = (a11 , a12 ,..., a1n )
r2 = (a 21 , a 22 ,..., a 2n )

M

rm = (a m1 , a m 2 ,..., a mn )
terbentuk dari baris-baris A dan dinamakan
vektor-vektor baris A, sedangkan vektorvektor
⎡ a11 ⎤
⎡ a12 ⎤
⎡ a1n ⎤
⎢a ⎥
⎢a ⎥
⎢a ⎥
c 1 = ⎢ 21 ⎥ , c 2 = ⎢ 22 ⎥ ,..., c n = ⎢ 2n ⎥
⎢ M ⎥
⎢ M ⎥
⎢ M ⎥






⎣a m1 ⎦
⎣a m 2 ⎦
⎣a mn ⎦
terbentuk dari kolom-kolom A dan dinamakan

vektor-vektor kolom A. Subruang R n yang
direntang oleh vektor-vektor baris dinamakan
ruang baris A dan subruang R m yang
direntang oleh vektor-vektor kolom disebut
sebagai ruang kolom A.
Ilustrasi 8
Misalkan diberikan matriks
⎡1 0 0 ⎤
A=⎢
⎥.
⎣0 1 0 ⎦
Ruang baris dari A adalah himpunan semua
vektor yang berbentuk
α (1,0,0) + β (0,1,0) = (α , β ,0)

6

dengan (α , β ,0 ) ∈ R 3 .
Ruang kolom dari A adalah himpunan semua
vektor yang berbentuk
⎡0⎤ ⎡α ⎤
⎡0 ⎤
⎡1 ⎤
α⎢ ⎥ + β⎢ ⎥ +γ ⎢ ⎥ = ⎢ ⎥
0
1
⎣0⎦ ⎣ β ⎦
⎣ ⎦
⎣ ⎦
⎡α ⎤
dengan ⎢ ⎥ ∈ R 2 .
⎣β ⎦

Definisi 21 [Anton, 1997]
Sebuah vektor w disebut kombinasi linear
dari vektor-vektor v 1 , v 2 ,..., v r jika vektor
tersebut dapat diungkapkan dalam bentuk
w = k1 v 1 + k 2 v 2 + L + k r v r
dengan k1 , k 2 ,..., k r adalah skalar.
Ilustrasi 9
Misalkan diberikan vektor-vektor u = (1,2,−1)
dan v = (6,4,2) pada R 3 .
Berikut ini akan ditunjukkan bahwa vektor
w = (9,2,7 ) merupakan kombinasi linear dari
vektor-vektor u dan v.
Agar w merupakan kombinasi linear dari u
dan v, harus ada skalar k1 dan k 2 sehingga
w = k1u + k 2 v .
Selanjutnya akan ditentukan nilai k1 dan k 2 .

(9,2,7 ) = k1 (1,2,−1) + k 2 (6,4,2)
⇔ (9,2,7 ) = (k1 + 6k 2 ,2k1 + 4k 2 ,− k1 + 2k 2 ).

Berdasarkan entri-entri yang letaknya saling
bersesuaian, maka
k1 + 6 k 2 = 9
(4)
2 k1 + 4 k 2 = 2

(5)

(6) .
− k1 + 2 k 2 = 7
Dengan menggunakan metode eliminasi pada
Persamaan (4) dan Persamaan (6), maka
k1 + 6 k 2 = 9
− k1 + 2k 2 = 7

+

8k 2 = 16
⇒ k 2 = 16 8 = 2 .

Substitusikan nilai k 2 = 2 ke Persamaan (4)
sehingga diperoleh
k1 + 6k 2 = 9 ⇔ k1 + 6(2 ) = 9
⇔ k1 + 12 = 9 ⇔ k1 = 9 − 12 = −3.

Jadi, karena ada skalar k1 = −3 dan k 2 = 2
sehingga
w = −3u + 2 v
maka vektor w adalah kombinasi linear dari
vektor-vektor u dan v.

Definisi 22 [Anton, 1997]
Jika v 1 , v 2 ,..., v r adalah vektor-vektor pada
ruang vektor V dan jika masing-masing vektor
pada V dapat dinyatakan sebagai kombinasi
linear dari v 1 , v 2 ,..., v r , maka dikatakan
bahwa v 1 , v 2 ,..., v r merentang V.
Ilustrasi 10
Misalkan diberikan vektor-vektor i = (1,0,0) ,
j = (0,1,0) , dan k = (0,0,1) pada R 3 .
Berikut ini akan ditunjukkan bahwa setiap

vektor (a, b, c ) pada R 3 dapat dinyatakan
sebagai kombinasi linear dari i, j, dan k.
Agar (a, b, c ) adalah kombinasi linear dari i, j,
dan k, harus ada skalar k1 , k 2 , dan k 3
sehingga
(a, b, c ) = k1i + k 2 j + k 3 k .
Selanjutnya akan ditentukan nilai k1 , k 2 , dan
k3 .

(a, b, c ) = k1 (1,0,0) + k 2 (0,1,0) + k 3 (0,0,1)
⇔ (a, b, c ) = (k1 + 0 + 0,0 + k 2 + 0,0 + 0 + k 3 )
⇔ (a, b, c ) = (k1 , k 2 , k 3 ) .

Berdasarkan entri-entri yang letaknya saling
bersesuaian, maka diperoleh
k1 = a , k 2 = b , dan k 3 = c .
Jadi, karena ada skalar k1 = a , k 2 = b , dan
k 3 = c sehingga
(a, b, c ) = ai + bj + ck
maka vektor (a, b, c ) dapat disebut sebagai
kombinasi linear dari i, j, dan k dan dikatakan
bahwa i, j, dan k merentang R 3 .
Definisi 23 [Anton, 1997]
Jika S = {v 1 , v 2 ,..., v r } merupakan himpunan
vektor, maka persamaan vektor
k1 v 1 + k 2 v 2 + L + k r v r = 0
mempunyai paling sedikit satu penyelesaian,
yaitu
k1 = 0, k 2 = 0,..., k r = 0 .
Jika penyelesaian di atas adalah satu-satunya
penyelesaian, maka S dinamakan himpunan
bebas linear. Jika ada penyelesaian lain,
maka S dinamakan himpunan takbebas
linear.
Ilustrasi 11
Misalkan diberikan vektor-vektor i = (1,0,0) ,
j = (0,1,0) , dan k = (0,0,1) pada R 3 .

7

Berikut ini akan ditunjukkan bahwa
S = {i, j, k}
merupakan himpunan bebas linear.
Selanjutnya akan ditentukan penyelesaian dari
persamaan vektor
k1i + k 2 j + k 3 k = 0 .
k1 (1,0,0 ) + k 2 (0,1,0 ) + k 3 (0,0,1) = (0,0,0 )

⇔ (k1 + 0 + 0,0 + k 2 + 0,0 + 0 + k 3 ) = (0,0,0 )

⇔ (k1 , k 2 , k 3 ) = (0,0,0) .
Berdasarkan entri-entri yang letaknya saling
bersesuaian, maka diperoleh
k1 = 0 , k 2 = 0 , dan k 3 = 0 .

Jadi, karena k1 = 0 , k 2 = 0 , dan k 3 = 0
merupakan satu-satunya penyelesaian, maka
S = {i, j, k} adalah himpunan bebas linear.
Uraian serupa dapat digunakan untuk
memperlihatkan bahwa vektor-vektor
e 1 = (1,0,...,0) , e 2 = (0,1,...,0 ) ,...,
e n = (0,0,...,1)
membentuk himpunan bebas linear pada R n .
Definisi 24 [Anton, 1997]
Jika V adalah sembarang ruang vektor dan
S = {v 1 , v 2 ,..., v r }
merupakan himpunan berhingga dari vektorvektor pada V, maka S dinamakan basis untuk
V jika
(i)
S bebas linear.

(ii)

S merentang V.

Ilustrasi 12
Misalkan diberikan
S = {e 1 , e 2 ,..., e n }
yang merupakan himpunan dari vektor-vektor
pada R n , dengan
e 1 = (1,0,...,0) , e 2 = (0,1,...,0) ,...,
e n = (0,0,...,1) .
Berikut ini akan ditunjukkan bahwa S adalah
basis untuk R n .
Pada Ilustrasi 11 telah ditunjukkan bahwa
S = {e 1 , e 2 ,..., e n }
merupakan himpunan bebas linear pada R n .
Selanjutnya akan diperlihatkan bahwa S
merentang R n , yaitu setiap vektor
w = (w1 , w2 ,..., wn )
pada R n dapat dinyatakan sebagai kombinasi
linear dari vektor-vektor e 1 , e 2 ,..., e n .
Agar w merupakan kombinasi linear dari
e 1 , e 2 ,..., e n , harus ada skalar k1 , k 2 ,..., k n
sehingga
w = k 1e 1 + k 2 e 2 + L + k n e n .
Selanjutnya akan ditentukan nilai dari skalar
k1 , k 2 ,..., k n .

(w1 , w2 ,..., wn ) = k1 (1,0,...,0) + k 2 (0,1,...,0) + L + k n (0,0,...,1)
⇔ (w1 , w2 ,..., wn ) = (k1 + 0 + L + 0,0 + k 2 + L + 0,0 + 0 + L + k 3 )
⇔ (w1 , w2 ,..., wn ) = (k1 , k 2 ,..., k n ) .
Berdasarkan entri-entri yang letaknya saling
bersesuaian, maka diperoleh
k1 = w1 , k 2 = w2 ,..., k n = wn .
Jadi, karena ada skalar
k1 = w1 , k 2 = w2 ,..., k n = wn
sehingga
w = w1e 1 + w2 e 2 + L + wn e n
maka vektor w dapat dinyatakan sebagai
kombinasi linear dari vektor-vektor
e 1 , e 2 ,..., e n
dan dikatakan bahwa
S = {e 1 , e 2 ,..., e n }
merentang R n .
Jadi, karena S bebas linear dan S merentang
R n maka S merupakan sebuah basis. Basis

tersebut dinamakan basis baku untuk R n .

Definisi 25 [Anton, 1997]
Sebuah ruang vektor taknol V dikatakan
berdimensi berhingga jika ruang vektor
tersebut mengandung sebuah himpunan
berhingga dari vektor-vektor {v 1 , v 2 ,..., v n }
yang membentuk sebuah basis. Jika tidak ada
himpunan seperti itu, maka V dikatakan
berdimensi takberhingga. Ruang vektor nol
dianggap sebagai ruang vektor berdimensi
berhingga walaupun ruang vektor tersebut
tidak mempunyai himpunan bebas linear,
sehingga basis pun tidak ada.
Definisi 26 [Anton, 1997]
Dimensi sebuah ruang vektor V yang
berdimensi berhingga didefinisikan sebagai
banyaknya vektor pada basis untuk V.
Didefinisikan pula bahwa ruang vektor nol
mempunyai dimensi nol.

8

Definisi 27 [Anton, 1997]
Dimensi ruang baris atau ruang kolom dari
matriks A dinamakan rank A dan dinyatakan
dengan rank(A).
Untuk menentukan rank dari matriks A,
matriks A tersebut dapat direduksi menjadi
bentuk eselon baris. Jumlah baris taknol dari
matriks eselon baris menyatakan dimensi
ruang baris dari matriks A.
Ilustrasi 13
Misalkan diberikan matriks
2 9⎤
⎡1 1

A = ⎢2 4 − 3 1⎥⎥ .
⎢⎣3 6 − 5 0⎥⎦
Berdasarkan Ilustrasi 1, dengan melakukan
operasi baris elementer, matriks A dapat
direduksi menjadi bentuk eselon baris yaitu
⎡1 0 0 1⎤
⎢0 1 0 2⎥
⎥.

⎢⎣0 0 1 3⎥⎦

Karena matriks eselon baris tersebut
mempunyai tiga baris taknol, maka ruang
baris dari matriks A berdimensi tiga sehingga
rank(A)=3.
Hasil Kali Dalam dan Norma

Berikut ini adalah definisi-definisi, ilustrasiilustrasi, dan beberapa teorema yang berkaitan
dengan hasil kali dalam dan norma.
Definisi 28 [Leon, 2001]
Hasil kali dalam pada ruang vektor V adalah
sebuah operasi pada V yang menunjuk setiap
pasang vektor x dan y di dalam V sebuah
bilangan real x, y yang memenuhi syarat-

syarat berikut:
(i) x, x ≥ 0 dengan persamaan jika dan
hanya jika x = 0 .
(ii) x, y = y, x untuk semua x dan y di
dalam V.
(iii) αx + βy, z = α x, z + β y, z
untuk semua x, y, dan z di dalam V serta
semua skalar α dan β .
Sebuah ruang vektor V dengan hasil kali
dalamnya disebut ruang hasil kali dalam.
Definisi 29 [Leon, 2001]
Himpunan semua matriks berukuran n × 1 dari
bilangan-bilangan real dinamakan ruang-n
Euclid dan dinyatakan dengan R n .

Definisi 30 [Leon, 2001]
Jika vektor

x = (x1 ,..., x n )T

dan vektor

y = ( y1 ,..., y n )T ,

maka
x T y = x1 y1 + x 2 y 2 + L + x n y n .

Hasil kali x T y disebut hasil kali skalar dari
x dan y.
Definisi 31 [Leon, 2001]

Hasil kali dalam baku untuk R n atau hasil
kali dalam Euclid adalah hasil kali skalar
x, y = x T y .
Ilustrasi 14
Misalkan diberikan vektor-vektor
⎛ 4⎞
⎛ 3⎞
⎜ ⎟
⎜ ⎟
x = ⎜ − 2 ⎟ dan y = ⎜ 3 ⎟ ∈ R 3 .
⎜ 2⎟
⎜ 1⎟
⎝ ⎠
⎝ ⎠

Hasil kali dalam Euclid dari x dan y adalah
⎛ 4⎞
⎜ ⎟
x, y = xT y = (3,−2,1) ⎜ 3 ⎟
⎜ 2⎟
⎝ ⎠

= (3 ⋅ 4 ) + (− 2 ⋅ 3) + (1 ⋅ 2) = 12 + (− 6 ) + 2 = 8.

Definisi 32 [Leon, 2001]

Jika x ∈ R n , maka norma Euclid atau
panjang Euclid dari vektor x didefinisikan
dengan

( )

x = xT x

12

= x1 2 + x 2 2 + ... + x n 2 .

Ilustrasi 15

Misalkan diberikan vektor x = (1,3,−2 )T pada
R 3 . Norma Euclid dari vektor x yaitu
x = x T x = 12 + 3 2 + (− 2)2
= 1 + 9 + 4 = 14 .

Definisi 33 [Anton, 1997]
Jarak Euclid antara vektor-vektor
u = (u1 , u 2 ,..., u n ) dan v = (v1 , v 2 ,..., v n )

pada R n didefinisikan oleh
d (u, v ) = u − v
=

(u1 − v1 )2 + (u2 − v2 )2 + ... + (un − vn )2 .

Ilustrasi 16

9

Jika diberikan vektor-vektor
u = (1,3,−2,7 ) dan v = (0,7,2,2) ,
maka jarak Euclid antara u dan v yaitu
d (u, v ) =

(1 − 0)2 + (3 − 7 )2 + (− 2 − 2)2 + (7 − 2)2
2

2

Definisi 34 [Anton, 1997]
Dalam ruang hasil kali dalam, dua vektor u
dan v dinamakan ortogonal jika u, v = 0 .
Selanjutnya, jika u ortogonal terhadap setiap
vektor pada himpunan W, maka dikatakan
bahwa u ortogonal terhadap W.
Definisi 35 [Anton, 1997]
Sebuah himpunan vektor pada ruang hasil kali
dalam dinamakan himpunan ortogonal jika
semua pasangan vektor-vektor yang berbeda
dalam himpunan tersebut adalah ortogonal.
Sebuah himpunan ortogonal yang setiap
vektornya mempunyai norma bernilai satu
dinamakan ortonormal.
Ilustrasi 17
Misalkan diberikan vektor-vektor

(

(

v3 = 1

2 ,0, 1

2 ,0,− 1

2

)T

(8)

Karena S = {v 1 , v 2 ,..., v n } adalah himpunan
ortonormal, maka diperoleh

= 1 + 16 + 16 + 25 = 58 .

v 1 = (0,1,0)T , v 2 = 1

Berdasarkan Syarat (iii) Definisi 28, maka
u , v i = k1 v 1 , v i + L + k n v n , v i .

= 12 + (− 4 ) + (− 4 ) + (5)
2

Untuk setiap vektor v i pada S dan dengan
mensubstitusikan Persamaan (7), diperoleh
u, vi = k1v1 + k2 v2 + L + kn vn , vi .

2

)T , dan

pada R 3 .
Karena

S = {v 1 , v 2 , v 3 }
merupakan himpunan ortogonal dan
v1 = v 2 = v 3 = 1
(lihat Lampiran 1),
maka S adalah himpunan ortonormal.

Teorema 1 [Anton, 1997]
Jika
S = {v 1 , v 2 ,..., v n }
adalah basis ortonormal untuk ruang hasil kali
dalam V, dan u adalah sembarang vektor pada
V, maka
u = u, v1 v1 + u, v2 v2 + L + u, vn vn .

Bukti
Karena S = {v 1 , v 2 ,..., v n } merupakan basis,
maka S merentang V sehingga vektor u pada V
dapat disebut sebagai kombinasi linear dari
v 1 , v 2 ,..., v n , yaitu
u = k1 v 1 + k 2 v 2 + L + k n v n .
(7)
Selanjutnya akan diperlihatkan bahwa
ki = u, vi untuk i = 1,2,..., n .

vi , vi = vi

2

= 1 dan v i , v j = 0 jika j ≠ i

sehingga Persamaan (8) dapat disederhanakan
menjadi
(9)
u, vi = ki .
Dengan mensubstitusikan Persamaan (9) ke
Persamaan (7), maka diperoleh
u = u, v1 v1 + u, v 2 v 2 + L + u, vn vn .

Jadi, karena S = {v 1 , v 2 ,..., v n } adalah basis
ortonormal untuk ruang hasil kali dalam V,
dan u adalah sembarang vektor pada V, maka
u = u, v1 v1 + u, v2 v2 + L + u, vn vn . ■

Definisi 36 [Anton, 1997]
Misalkan V adalah ruang hasil kali dalam dan
{v 1 , v 2 ,..., v n } adalah himpunan ortonormal
dari vektor-vektor V. Jika W menyatakan
ruang yang direntang oleh vektor-vektor
v 1 , v 2 ,..., v n , maka untuk setiap vektor u
dalam V, proyeksi ortogonal u pada W,
dinotasikan dengan proyW u , yaitu
proyW u = u, v1 v1 + u, v 2 v 2 + L + u, vn vn .

Komponen u yang ortogonal terhadap W,
dinotasikan dengan u − proyW u , yaitu
u − proyW u = u − u, v1 v1 − u, v 2 v 2 − L − u, vn vn .

Definisi 37 [Anton, 1997]
Misalkan V merupakan sembarang ruang hasil
kali dalam berdimensi n taknol. Misalkan
S = {u 1 , u 2 ,..., u n }
adalah sembarang basis untuk V. Langkahlangkah berikut akan menghasilkan basis
ortonormal
{v 1 , v 2 ,..., v n }
untuk V, yaitu
1. Misalkan vektor v 1 = u 1 u 1 . Vektor
v 1 mempunyai norma bernilai satu.
2. Agar vektor v 2 ortogonal terhadap
vektor v 1 dan mempunyai norma yang
bernilai satu, maka
u 2 − proy W1 u 2
v2 =
u 2 − proy W1 u 2

10

=

u 2 − u 2 , v1 v1
u 2 − u 2 , v1 v1

.

3. Agar vektor v 3 ortogonal terhadap
vektor v 1 maupun vektor v 2 dan
mempunyai norma yang bernilai satu,
maka
v3 =
=

dan matriks koordinat dari v relatif terhadap
S yaitu

u 3 − proy W2 u 3

[u]s

u 3 − proy W2 u 3
u 3 − u 3 , v 1 v1 − u 3 , v 2 v 2
u 3 − u 3 , v 1 v1 − u 3 , v 2 v 2

.

Dengan meneruskan cara ini, maka
akan diperoleh himpunan ortonormal
{v 1 , v 2 ,..., v n } .
Karena V berdimensi n dan setiap
himpunan ortonormal bebas linear,
maka {v 1 , v 2 ,..., v n } akan merupakan
basis ortonormal untuk V.
Pembentukan langkah demi langkah di atas
untuk mengubah sembarang basis menjadi
basis ortonormal dinamakan proses GramSchmidt.
Definisi 38 [Anton, 1997]
Jika S = {v 1 , v 2 ,..., v n } adalah basis untuk
ruang vektor V yang berdimensi berhingga,
dan
v = c1 v 1 + c 2 v 2 + L + c n v n
merupakan pernyataan untuk vektor v dalam
basis S, maka skalar
c1 , c 2 ,..., c n
dinamakan koordinat v relatif terhadap basis
S. Vektor koordinat dari v relatif terhadap S
dinyatakan oleh (v )s dan merupakan vektor
R n yang didefinisikan oleh
(v )s = (c1 , c 2 ,..., c n ) .

Matriks koordinat dari v relatif terhadap S
yang dinyatakan oleh [v ]s dan merupakan

matriks berukuran n × 1 didefinisikan oleh
⎡ c1 ⎤
⎢c ⎥
[v]s = ⎢⎢ 2 ⎥⎥ .
M
⎢ ⎥
⎣c n ⎦
Ilustrasi 18
Jika

u = u, v1 v1 + u, v 2 v 2 + L + u, vn vn
yang berarti bahwa vektor koordinat dari v
relatif terhadap S yaitu
(u )s = ( u, v 1 , u, v 2 ,..., u, v n )

S = {v 1 , v 2 ,..., v n }
adalah basis ortonormal untuk ruang hasil kali
dalam V, maka menurut Teorema 1, ungkapan
untuk vektor u pada basis S adalah

⎡ u, v 1

u, v 2
=⎢
⎢ M

⎣⎢ u, v n



⎥.


⎦⎥

Teorema 2 [Anton, 1997]
Jika S adalah basis ortonormal untuk ruang
hasil kali dalam berdimensi n dan jika
(u )s = (u1 , u 2 ,..., u n )
dan

(v )s = (v1 , v 2 ,..., v n )

maka
(a) u = u1 2 + u 2 2 + ... + u n 2 .
(b) d (u, v ) =

(u1 − v1 )2 + ... + (un − vn )2 .

(c) u, v = u1v1 + u2v2 + L + unvn .
Bukti
Karena
dan

(u )s = (u1 , u 2 ,..., u n )
(v )s = (v1 , v 2 ,..., v n )

adalah vektor-vektor koordinat dari u dan v
yang relatif terhadap S, dan S merupakan basis
untuk ruang hasil kali dalam, maka u dan v
adalah vektor-vektor di dalam sebuah ruang
hasil kali dalam.
(a) Berdasarkan definisi norma vektor di
dalam sebuah ruang hasil kali dalam,
maka norma dari vektor u didefinisikan
sebagai

u =

u, u = u12 + u 2 2 + ... + u n 2 .

(b) Berdasarkan definisi jarak antara dua
vektor di dalam sebuah ruang hasil kali
dalam, maka jarak antara vektor u dan
vektor v yang dinyatakan oleh d (u, v )
didefinisikan oleh
d (u, v ) = u − v =
=

u − v, u − v

(u1 − v1 )2 + ... + (un − vn )2 .

(c) Karena S adalah basis ortonormal yang
berdimensi n, maka S terdiri dari n vektor.
Misalkan S adalah basis baku untuk R n .
Karena S merupakan basis untuk ruang

11

hasil kali dalam, maka terdapat hasil kali
n

dalam baku untuk R .
Berdasarkan Definisi 30 dan 31, hasil kali
dalam baku untuk R n dari vektor-vektor
u dan v di dalam R n adalah hasil kali
dalam Euclid yaitu
u, v = u v T

= u1v1 + u 2 v 2 + L + u n v n . ■

Vektor dan Nilai Eigen

Definisi 40 [Anton, 1997]
Matriks diagonal adalah matriks berukuran
n × n dengan semua entri takdiagonalnya
bernilai nol.
Ilustrasi 20
Matriks-matriks
⎡1 0 0⎤
⎡2 0⎤
⎢0 3 0⎥
dan
⎢0 3⎥




⎢⎣0 0 1⎥⎦
merupakan matriks diagonal.

Berikut ini adalah definisi-definisi, ilustrasiilustrasi, dan beberapa teorema yang berkaitan
dengan vektor dan nilai eigen.

Definisi 41 [Kerami & Sitanggang, 2003]
Vektor nol merupakan vektor yang semua
entrinya bernilai nol dan panjangnya nol.

Definisi 39 [Anton, 1997]
Sebuah matriks A berukuran n × n yang
mempunyai sifat

Definisi 42 [Kerami & Sitanggang, 2003]
Penyelesaian taktrivial merupakan suatu
penyelesaian dari persamaan linear sehingga
sekurang-kurangnya terdapat satu peubah
penyelesaian yang tidak bernilai nol.

A −1 = AT
dinamakan matriks ortogonal.

Ilustrasi 19
Misalkan diberikan matriks
⎡1 2
1 2 0⎤


A=⎢ 0
0
1⎥ .
⎢1 2 − 1 2 0⎥


Berikut ini akan ditunjukkan bahwa A adalah
matriks ortogonal.
Transpos dari matriks A yaitu
⎡1 2 0 1 2 ⎤


T
A = ⎢1 2 0 − 1 2 ⎥ .
⎢ 0
1
0 ⎥


Selanjutnya akan ditentukan invers dari
matriks A dengan cara menggabungkan
matriks identitas I ke kanan A, dinotasikan
dengan A I , dan melakukan operasi baris

[ ]

elementer pada kedua ruas sehingga diperoleh
bentuk ⎡ I A −1 ⎤ (lihat Lampiran 2).
⎢⎣
⎥⎦
Jadi, invers dari matriks A yaitu
⎡1 2 0
1 2⎤

−1 ⎢
A = ⎢1 2 0 − 1 2 ⎥.
⎢ 0
1
0 ⎥


Karena
⎡1 2 0 1 2 ⎤


−1
T
A = A = ⎢1 2 0 − 1 2 ⎥ ,
⎢ 0
1
0 ⎥


maka A merupakan matriks ortogonal.

Definisi 43 [Leon, 2001]
Misalkan A adalah matriks berukuran n × n .
Suatu skalar λ disebut sebagai nilai eigen
atau nilai karakteristik dari A jika terdapat
vektor taknol x di dalam R n , sehingga
Ax = λx .
(10)
Vektor x disebut vektor eigen atau vektor
karakteristik yang bersesuaian dengan λ .
Persamaan (10) dapat dituliskan dalam bentuk
Ax = λ I x ,
yang ekuivalen dengan
( A − λI )x = 0 .
(11)
Jadi, λ merupakan nilai eigen dari A jika
dan hanya jika Persamaan (11) memiliki suatu
penyelesaian taktrivial.
Persamaan (11) akan mempunyai suatu
penyelesaian taktrivial jika dan hanya jika
( A − λI ) adalah singular, atau secara
ekuivalen,
det ( A − λI ) = 0 .
(12)
Persamaan (12) disebut sebagai persamaan
karakteristik dari A dan
det ( A − λI )
dinamakan polinomial karakteristik dari A .
Skalar yang memenuhi persamaan tersebut
merupakan nilai eigen dari A .
Nilai-nilai eigen λ1 , λ 2 ,..., λ n dari matriks A
mempunyai dua sifat, yaitu:
1. Hasil kali nilai eigen dari matriks A
akan menghasilkan determinan dari
matriks A, yaitu
λ1 ⋅ λ2 ⋅ L ⋅ λn = det ( A) .

12

2. Jumlah nilai eigen dari matriks A akan
menghasilkan teras dari matriks A, yaitu
λ1 + λ2 + L + λn = tr ( A) .
Definisi 44 [Anton, 1997]
Ruang eigen dari matriks A yang bersesuaian
dengan nilai eigen λ merupakan ruang
penyelesaian dari persamaan
( A − λI )x = 0 .
Definisi 45 [Anton, 1997]
Matriks A berukuran n × n dikatakan dapat
didiagonalisasi jika terdapat matriks P yang
dapat dibalik sehingga
P −1 AP diagonal.
Matriks P dikatakan mendiagonalisasi A.
Langkah-langkah untuk mendiagonalisasi
matriks A berukuran n × n yaitu:
1. Carilah n vektor eigen p 1 , p 2 ,..., p n
yang bebas linear dari matriks A.
2. Bentuklah matriks P yang mempunyai
p 1 , p 2 ,..., p n sebagai vektor-vektor
kolomnya.

3. Matriks P −1 AP akan diagonal dengan
λ1 , λ 2 ,..., λ n merupakan entri-entri
diagonalnya yang berurutan, dengan
p i merupakan vektor eigen yang
bersesuaian dengan nilai eigen λ i
untuk i = 1,2,..., n .
Definisi 46 [Anton, 1997]
Matriks A berukuran n × n dikatakan dapat
didiagonalisasi secara ortogonal jika
terdapat matriks P yang ortogonal sehingga

(

)

P −1 AP = P T AP diagonal.
Matriks P dikatakan mendiagonalisasi A
secara ortogonal.
Langkah-langkah untuk mendiagonalisasi
matriks simetrik A secara ortogonal yaitu:
1. Carilah basis untuk masing-masing
ruang eigen dari matriks A.
2. Terapkanlah proses Gram-Schmidt
pada masing-masing basis tersebut
untuk mendapatkan basis ortonormal
untuk setiap ruang eigen.
3. Bentuklah matriks P yang kolomkolomnya adalah vektor-vektor basis
yang dibangun pada langkah 2. Matriks
ini akan mendiagonalisasi A secara
ortogonal.

Ilustrasi 21
Misalkan diberikan matriks simetrik

⎡ 4 2 2⎤
A = ⎢⎢2 4 2⎥⎥ .
⎢⎣2 2 4⎥⎦
Berikut ini akan ditentukan matriks ortogonal
P yang mendiagonalisasi A secara ortogonal.
Nilai-nilai eigen dari A adalah
λ1 = 8; λ 2 = 2; λ3 = 2
(lihat Lampiran 3a),
sehingga diperoleh dua ruang eigen dari A.
⎡ x1 ⎤
Misalkan x = ⎢⎢ x 2 ⎥⎥ .
⎢⎣ x3 ⎥⎦

Berdasarkan definisi vektor eigen, x adalah
vektor eigen A yang bersesuaian dengan λ
jika dan hanya jika x merupakan penyelesaian
taktrivial dari
( A − λI )x = 0
yaitu

2
2 ⎤ ⎡ x1 ⎤ ⎡0⎤
⎡4 − λ
⎢ 2
4−λ
2 ⎥⎥ ⎢⎢ x 2 ⎥⎥ = ⎢⎢0⎥⎥ . (13)

⎢⎣ 2
2
4 − λ ⎥⎦ ⎢⎣ x 3 ⎥⎦ ⎢⎣0⎥⎦
Jika λ = 8 , maka Persamaan (13) menjadi
2
2 ⎤
⎡4 − 8
⎢ 2


4
8
2


⎢⎣ 2
2
4 − 8⎥⎦

⎡ x1 ⎤ ⎡0⎤
⎢ ⎥ = ⎢0 ⎥
⎢x2 ⎥ ⎢ ⎥
⎢⎣ x 3 ⎥⎦ ⎢⎣0⎥⎦

2
2⎤
⎡− 4

2 ⎥⎥
⇔ ⎢ 2 −4
⎢⎣ 2
2 − 4⎥⎦

⎡ x1 ⎤ ⎡0⎤
⎢ x ⎥ = ⎢0 ⎥
⎢ 2⎥ ⎢ ⎥
⎢⎣ x 3 ⎥⎦ ⎢⎣0⎥⎦
sehingga diperoleh vektor eigen
⎡s ⎤
⎡1⎤


x = ⎢ s ⎥ = s ⎢⎢1⎥⎥
⎢⎣ s ⎥⎦
⎢⎣1⎥⎦

yang bersesuaian dengan nilai eigen λ = 8
(lihat Lampiran 3b).
⎡1⎤
Misalkan u 1 = ⎢⎢1⎥⎥ . Vektor u 1 adalah vektor
⎢⎣1⎥⎦
bebas linear karena
⎡1⎤ ⎡0⎤
k1u 1 = 0 ⇔ k1 ⎢⎢1⎥⎥ = ⎢⎢0⎥⎥
⎢⎣1⎥⎦ ⎢⎣0⎥⎦

mempunyai satu-satunya penyelesaian yaitu
k1 = 0 . Oleh karena itu, u 1 akan membentuk
basis untuk ruang eigen yang bersesuaian
dengan λ = 8 .

13

Selanjutnya lakukan proses Gram-Schmidt
terhadap {u 1 } sehingga diperoleh vektor
eigen ortonormal
⎡1⎤
⎡1⎤
⎢1⎥
⎢1⎥
⎢⎥
⎢⎥
⎢⎣1⎥⎦
⎢⎣1⎥⎦
u1
v1 =
=
=
u1
1+1+1
1 2 + 12 + 1 2

⎡ − 1⎤
⎢ ⎥
⎢ 1⎥
⎣⎢ 0⎦⎥

⎡ − 1⎤
⎢ ⎥
⎢ 1⎥
⎢⎣ 0⎥⎦
u
=
v2 = 2 =
u2
1+1+ 0
(− 1)2 + 12 + 0 2
⎡ − 1⎤

⎢ ⎥
1
⎢−
⎢ ⎥
⎡ − 1⎤ ⎢
⎢⎣ 0⎥⎦
1 ⎢ ⎥ ⎢
=
=
1 =
2
2 ⎢⎢ ⎥⎥ ⎢
⎣ 0⎦ ⎢

⎣⎢

⎡1⎤
⎢1⎥
⎢⎥
⎢⎣1⎥⎦



⎡1⎤ ⎢
1 ⎢⎥ ⎢
1 =⎢
=
=
3
3 ⎢⎢ ⎥⎥ ⎢
⎣1⎦

⎢⎣

1 ⎤

3⎥
1 ⎥
⎥.
3⎥
1 ⎥
3 ⎥⎦
Jika λ = 2 , maka Persamaan (13) menjadi

2
2 ⎤
⎡4 − 2
⎢ 2
4−2
2 ⎥⎥

⎢⎣ 2
2
4 − 2⎥⎦

⎡ x1 ⎤ ⎡0⎤
⎢ x ⎥ = ⎢0 ⎥
⎢ 2⎥ ⎢ ⎥
⎢⎣ x 3 ⎥⎦ ⎢⎣0⎥⎦

⎡2 2 2⎤ ⎡ x1 ⎤ ⎡0⎤
⇔ ⎢⎢2 2 2⎥⎥ ⎢⎢ x 2 ⎥⎥ = ⎢⎢0⎥⎥
⎢⎣2 2 2⎥⎦ ⎢⎣ x 3 ⎥⎦ ⎢⎣0⎥⎦
sehingga diperoleh vektor eigen
⎡ − 1⎤
⎡− s ⎤
⎡ − 1⎤
⎡− s ⎤






x = ⎢ s ⎥ = s ⎢ 1⎥ dan x = ⎢ 0 ⎥ = s ⎢⎢ 0⎥⎥
⎢⎣ 0⎥⎦
⎢⎣ 0 ⎥⎦
⎢⎣ 1⎥⎦
⎢⎣ s ⎥⎦

yang bersesuaian dengan nilai eigen λ = 2
(lihat Lampiran 3c).
Misalkan
⎡ − 1⎤
⎡ − 1⎤


u 2 = ⎢ 1⎥ dan u 3 = ⎢⎢ 0⎥⎥ .
⎣⎢ 1⎦⎥
⎣⎢ 0⎦⎥

Vektor-vektor u 2 dan u 3 merupakan vektorvektor bebas linear karena
⎡ − 1⎤ ⎡0⎤
⎡ − 1⎤
k2u 2 + k3u 3 = 0 ⇔ k2 ⎢⎢ 1⎥⎥ + k3 ⎢⎢ 0⎥⎥ = ⎢⎢0⎥⎥
⎢⎣ 1⎥⎦ ⎢⎣0⎥⎦
⎢⎣ 0⎥⎦
mempunyai satu-satunya penyelesaian yaitu
k 2 = 0 dan k 3 = 0 . Oleh karena itu, u 2 dan
u 3 akan membentuk basis untuk ruang eigen
yang bersesuaian dengan λ = 2 .
Selanjutnya lakukan proses Gram-Schmidt
terhadap {u 2 , u 3 } sehingga diperoleh vektorvektor eigen ortonormal

1 ⎤

2⎥
1 ⎥
.
2⎥
0 ⎥

⎥⎦

u 3 − proy W2 u 3 = u 3 − u 3 , v 2 v 2


⎡− 1⎤ ⎜

⎜⎛ ⎛ −1 ⎞ ⎛ 1 ⎞
⎟⎟ + 0⎜⎜
⎟⎟ + 1.0 ⎟⎟
= ⎢⎢ 0 ⎥⎥ − ⎜ ⎜⎜ − 1⎜⎜
2⎠ ⎝ 2⎠

⎢⎣ 1 ⎥⎦ ⎜ ⎝ ⎝






⎡ − 1⎤ ⎜
⎜⎛ 1

= ⎢⎢ 0⎥⎥ − ⎜ ⎜⎜
+ 0 + 0 ⎟⎟
2

⎢⎣ 1⎥⎦ ⎜ ⎝





⎢−








⎢−







1 ⎤⎞
⎥⎟
2 ⎥⎟
1 ⎥⎟

2 ⎥⎟
0 ⎥⎟
⎥⎟
⎦⎠

1 ⎤⎞
⎥⎟
2 ⎥⎟
1 ⎥⎟

2 ⎥⎟

0 ⎟
⎥⎟
⎦⎠


⎡ 1 ⎤⎞
⎡ 1⎤ ⎡ 1⎤



⎥⎟
⎢−
2 ⎥ ⎟ ⎡ − 1⎤ ⎢ 2 ⎥ ⎢ 2 ⎥
⎡ − 1⎤ ⎜




⎜ 1 ⎢ 1 ⎥⎟ ⎢ ⎥
1
1⎥
= ⎢ 0⎥ − ⎢ ⎥ = ⎢− ⎥
= ⎢⎢ 0⎥⎥ − ⎜

⎢ 2 ⎥ ⎢ 2⎥
2 ⎢ 2 ⎥⎟
⎢⎣ 1⎥⎦ ⎢ 0 ⎥ ⎢ 1 ⎥
⎢⎣ 1