Metode Standar Adisi Titik-H untuk Analisis Simultan Cr(VI) dan Mo(VI)
METODE STANDAR ADISI TITIK-H UNTUK ANALISIS
SIMULTAN Cr(VI) DAN Mo(VI)
NITA AULINA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
2
ABSTRAK
NITA AULINA. Metode Standar Adisi Titik H untuk Analisis Simultan Cr(VI) dan
Mo(VI). Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan MOHAMAD RAFI.
Kromium heksavalen (Cr(VI)) diketahui sebagai salah satu zat toksik. Cr(VI) dapat
menyebabkan kerusakan hati dan ginjal, pendarahan dalam tubuh, dermatitis, kerusakan
saluran pernapasan, dan kanker paru-paru. Metode yang umum digunakan untuk
menentukan konsentrasi Cr(VI) dan kromium total adalah spektrofotometri sinar tampak
dengan pewarnaan menggunakan 1,5-difenilkarbazida. Molibdenum heksavalen atau
Mo(VI) merupakan logam pengganggu utama dalam analisis tersebut. Metode standar
adisi titik-H (HPSAM) digunakan sebagai metode alternatif untuk menentukan kadar
Cr(VI) dan Mo(VI) secara simultan.
HPSAM dilakukan berdasarkan penggunaan dua panjang gelombang pada
spektrofotometri dan metode standar adisi. Pasangan panjang gelombang yang digunakan
jika adisi Cr(VI) dilakukan adalah (541.8 nm, 562.3 nm), (525 nm, 588.4 nm), (517.1 nm,
611.9 nm), (533.8 nm, 571 nm), dan (530.6 nm, 571.8 nm), sedangkan untuk adisi
Mo(VI) adalah (524.5 nm, 558.8 nm), (518 nm, 567.4 nm), dan (526.6 nm dan 556.6 nm).
Panjang gelombang terpilih yang menghasilkan akurasi terbaik, yaitu (517.1 nm, 611.9
nm) untuk adisi Cr(VI) dan (518 nm, 567.4 nm) untuk Mo(VI). Kisaran konsentrasi
linear yang digunakan untuk adisi Cr(VI), yaitu 3x10-6–1.5x10-5 M, sedangkan untuk adisi
Mo(VI) 8.9x10-4–1.89x10-3 M. Aplikasi HPSAM pada contoh sintetik (Cr(VI), Mo(VI))
dengan konsentrasi (9x10-6 M, 2.9x10-4 M), (1x10-5 M, 8.9x10-4 M), (3x10-6 M, 2.9x10-4
M), (1.10-5 M, 1.14x10-3 M), dan (6x10-6 M, 1.49x10-3 M) belum menghasilkan
pengukuran yang teliti dan akurat ditandai dengan persentase simpangan baku relatif
diatas 5 dan %kesalahan relatif -3.1 hingga 83.79. Metode ini belum dapat
menghilangkan pengaruh Mo(VI) pada penentuan Cr(VI) maupun sebaliknya pada
komposisi campuran sintetik yang digunakan.
3
ABSTRACT
NITA AULINA. H-Point Standard Addition Method for Simultaneous Analysis of
Cr(VI) and Mo(VI). Supervised by ETI ROHAETI and MOHAMAD RAFI.
Hexavalent chromium (Cr(VI)) is known as a toxic metal. Cr(VI) can cause liver
and kidney disorder, bleeding, dermatitis, respiratory tract disorder, and lung cancer.
Chromium(VI) and the total amount of chromium concentration can be determined by
visible light spectrophotometry using 1,5-diphenylcarbazide as chromogenic reagent.
Hexavalent molibdenum or Mo(VI) is the major interferent metal in Cr(VI) analysis using
DPC. The H-point standard addition method (HPSAM) was perfomed as an alternative
method to determine Cr(VI) and Mo(VI) simultaneously.
The HPSAM is performed based on the use of two wavelengths in
spectrophotometry and the standard addition method. Wavelength pairs used in Cr(VI)
addition were (541.8 nm, 562.3 nm), (525 nm, 588.4 nm), (517.1 nm, 611.9 nm), (533.8
nm, 571 nm), and (530.6 nm, 571.8 nm), while in Mo(VI) addition were (524.5 nm, 558.8
nm), (518 nm, 567.4 nm), and (526.6 nm dan 556.6 nm). The selected wavelengths that
gave the highest accuracy were (517.1 nm, 611.9 nm) for Cr(VI) addition and (518 nm,
567.4 nm) for Mo(VI) addition. The linear concentration range used for Cr(VI) addition
was beetwen 3x10-6–1.5x10-5 M, whereas for Mo(VI) addition was beetwen 8.9x10-4–
1.89x10-3 M. Application of HPSAM for several synthetic samples with different
concentrations between Cr(VI) and Mo(VI) which was (9x10-6 M, 2.9x10-4 M), (1x10-5
M, 8.9x10-4 M), (3x10-6 M, 2.9x10-4 M), (1.10-5 M, 1.14x10-3 M), and (6x10-6 M, 1.49x103
M) did not gave good precise and accurate measurements. It was shown by relative
standard deviation over 5% and relative error percentage from -3.1 to 83.79. This method
could not remove Mo(VI) interference effect in Cr(VI) determination and neither in
synthetic mixtures which was used.
4
METODE STANDAR ADISI TITIK-H UNTUK ANALISIS
SIMULTAN Cr(VI) DAN Mo(VI)
NITA AULINA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
5
Judul
: Metode Standar Adisi Titik-H untuk Analisis Simultan Cr(VI) dan Mo(VI)
Nama : Nita Aulina
NIM
: G44202047
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Eti Rohaeti Azis, M.S.
NIP 131 663 015
Mohamad Rafi, S.Si.
NIP 132 321 454
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131 473 999
Tanggal Lulus:
6
PRAKATA
Alhamdulillahi robbil’aalamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini
disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan bulan Juli 2006 hingga April
2007 di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia
FMIPA IPB, dengan judul Metode Standar Adisi Titik-H untuk Analisis Simultan Cr (VI)
dan Mo (VI).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Eti Rohaeti Azis, M.S dan
Mohamad Rafi, S.Si. selaku pembimbing atas segala ilmu, arahan, perhatian, dan
motivasi selama penelitian, dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih
dihaturkan kepada kedua orang tua tercinta, Aa Gaos, Imam, Dery, dan Rima serta
seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang yang tulus dan tiada henti.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Om Eman dan Mbak Rachma
atas kemudahan dan bantuan yang diberikan kepada penulis, Ibu Enung, Mbak Wulan,
Bapak Ridwan, Bapak Manta, dan Bapak Kosasih atas bantuan dan motivasinya.
Ungkapan Terima kasih juga terucap untuk Mirah atas ilmu dan kebersamaan yang
lebih selama satu tahun ini. Teman-teman di Lab Analitik, Miranti, Yudi PH, Inung, Ari,
dan teman-teman Kimia 39 atas bantuan, motivasi, dan kebersamaannya. Teman-teman di
GreenHouse, Mbak Sri, Mbak Sekar, Mbak Aning, dan Lia atas doa, ilmu dan
kebersamaan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2007
Nita Aulina
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 2 November 1984 dari ayah Wawan
Alwan Gunawan dan ibu Etty Nurhayati. Penulis merupakan putri kedua dari lima
bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus SMA Negeri 3 Depok dan pada tahun yang sama lulus
seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program
Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia
Dasar D3 tahun ajaran 2005/2006, Kimia Analitik Dasar tahun ajaran 2005/2006, Kimia
TPB alih tahun ajaran 2006/2007 dan semester ganjil 2006/2007 serta Kimia Analitik
Instrumen 2006/2007. Tahun 2004 penulis melaksanakan praktik lapangan di SEAMEO
BIOTROP, Bogor. Selain itu, penulis juga pernah aktif di Ikatan Mahasiswa Kimia
(Imasika) sebagai staf Departemen Pengembangan Organisasi (2003/2004), staf
Departemen PSDM (2004/2005), dan Dewan Pengawas (2005/2006). Beasiswa
pendidikan diperoleh selama 2 tahun dari Mitsubishi.
8
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................ii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................iii
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Kromium(VI) ............................................................................................................ 1
Molibdenum(VI) ....................................................................................................... 2
Spektrofotometri ....................................................................................................... 3
Metode Standar Adisi Titik H ................................................................................... 3
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat.......................................................................................................... 5
Metode ...................................................................................................................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spektrum Serapan Cr(VI) dan Mo(VI) ..................................................................... 7
Kurva Kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI) ......................................................................... 7
Penentuan Panjang Gelombang Terpilih................................................................... 9
Penentuan Cr(VI) dan Mo(VI) Secara Simultan dengan HPSAM............................ 9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................................. 12
Saran........................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12
LAMPIRAN............................................................................................................ 14
9
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Persamaan garis kurva kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI) ..................................................... 8
2 Konsentrasi Cr(VI) pada beberapa pasangan λ untuk campuran Cr(VI) 3.10-6 M dan
Mo(VI) 2.9x10-4 M ....................................................................................................... 10
3 Hasil analisis Cr(VI)-Mo(VI) pada campuran sintetik dengan adisi Cr(VI)................. 11
4 Hasil analisis Cr(VI)-Mo(VI) pada campuran sintetik dengan adisi Mo(VI) ............... 11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Reaksi antara DPC dan kromium heksavalen ................................................................. 2
2 Spektrum untuk panjang gelombang terpilih .................................................................. 4
3 Plot HPSAM ................................................................................................................... 4
4 Spektrum serapan Cr(VI) dan Mo(VI)............................................................................ 7
5 Kurva kalibrasi Cr(VI) tunggal ...................................................................................... 8
6 Kurva kalibrasi Mo(VI) tunggal ..................................................................................... 8
7 Spektrum serapan dengan λ terpilih pada 517.1 nm dan 611.9 nm untuk penentuan
Cr(VI) dan Mo(VI) ..................................................................................................... 9
8 Plot HPSAM pada penentuan simultan Cr(VI) 9x10-6 M dan Mo(VI) 2.9x10-4 M ..... 10
10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir penelitian ................................................................................................... 15
2 Perhitungan preparasi larutan stok Cr(VI) dan Mo(VI)............................................... 16
3 Serapan Cr(VI) tanpa pengaruh Mo(VI) dan dengan pengaruh Mo(VI) pada λ 542 nm
.................................................................................................................................... 17
4 Serapan Mo(VI) tanpa pengaruh Cr(VI) dan dengan pengaruh Cr(VI) pada λ
561.8 nm ................................................................................................................... 17
5 Spektrum pasangan λ terpilih adisi Cr(VI) .................................................................. 18
6 Spektrum pasangan λ terpilih adisi Mo(VI)................................................................. 20
7 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 9x10-6 M dan
Mo(VI) 2.9x10-4 M pada berbagai pasangan λ terpilih .............................................. 22
8 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 1x10-5 M dan Mo(VI)
8.9x10-4 M pada berbagai pasangan λ terpilih............................................................ 23
9 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 3x10-6 M dan
Mo(VI) 2.9x10-4 M pada berbagai pasangan λ terpilih .............................................. 24
10 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 1x10-5 M dan
Mo(VI) 1.14x10-3 M pada berbagai pasangan λ terpilih ............................................ 25
11 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 6x10-6 M dan
Mo(VI) 1.49x10-3 M pada berbagai pasangan λ terpilih ............................................ 26
12 Persamaan garis adisi Mo(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 1x10-5 M dan Mo(VI)
8.9x10-4 M pada berbagai pasangan λ terpilih............................................................ 27
13 Persamaan garis adisi Mo(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 3x10-6 M dan
Mo(VI) 2.9x10-4 M pada berbagai pasangan λ terpilih .............................................. 28
14 Persamaan garis adisi Mo(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 6x10-6 M dan
Mo(VI) 1.49x10-3 M pada berbagai pasangan λ terpilih ............................................ 29
15 Kurva kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI) pada beberapa λ ................................................. 30
16 Penentuan campuran Cr(VI) 1x10-5 M dan Mo(VI) 1.14x10-3 M pada λ 541.8 nm dan
562.3 nm .................................................................................................................... 31
2
PENDAHULUAN
Kromium umumnya berada dalam 3
bentuk stabil, yaitu kromium logam, kromium
trivalen atau Cr(III), dan kromium heksavalen
atau Cr(VI). Perbedaan tingkat valensi antara
Cr(III) dan Cr(VI) memberikan efek yang
berbeda dalam hal toksisitas. Cr(VI) memiliki
toksisitas yang lebih tinggi dan bersifat
karsinogenik dibandingkan Cr(III). Cr(VI)
dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal,
pendarahan
dalam
tubuh,
dermatitis,
kerusakan saluran pernapasan, dan kanker
paru-paru (Kusnoputranto 1996). Banyaknya
kerugian yang diakibatkan oleh toksisitas
Cr(VI) yang cukup membahayakan kesehatan,
maka beberapa peraturan tentang ambang
batas kromium dalam berbagai macam sumber
pencemar kromium telah dibuat oleh lembaga
yang berwenang dengan tujuan melindungi
ekosistem dan terutama melindungi kesehatan
manusia. Baku mutu limbah kromium
maksimum yang ditetapkan oleh Keputusan
Menteri
Negara
Lingkungan
Hidup
(Kep51/MENLH/10/1995) adalah 1 ppm,
sedangkan menurut PP RI nomor 82 tahun
2001, nilai ambang batas kromium pada air
minum adalah 0.05 ppm. Hal inilah yang
menjadi alasan perlunya metode uji kromium
yang tepat, cepat, dan ekonomis agar kasus
pencemaran kromium di lingkungan dapat
terdeteksi.
Salah satu metode yang dapat digunakan
untuk menganalisis Cr(VI) dan kromium total
adalah spektrofotometri sinar tampak dengan
pewarnaan menggunakan 1,5-difenilkarbazida
(DPC). Reaksi kromium dengan DPC sangat
sensitif, dengan absorptivitas molar kira-kira
40.000 lmol-1cm-1 pada 540 nm (Clesceri et al.
1998). Molibdenum heksavalen atau Mo(VI)
merupakan logam pengganggu utama dalam
analisis Cr(VI) menggunakan DPC secara
spektrofotometri sinar tampak karena Mo(VI)
dapat berikatan dengan DPC, sehingga jika
terdapat
dalam
jumlah
besar
akan
mengganggu keakuratan kadar Cr(VI). Oleh
karena itu diperlukan suatu metode yang dapat
mengukur keduanya secara simultan agar
jumlah Cr(VI) sebenarnya dapat ditentukan
dengan metode ini walaupun terdapat Mo(VI)
dalam jumlah yang cukup tinggi.
Metode spesiasi Cr(VI) dan Mo(VI) yang
telah dikembangkan ialah
spektroskopi
serapan atom (AAS) dengan sumber eksitasi
penguapan termal (Campillo et al. 2002),
elektroforesis kapiler (Jia et al. 1996), dan
spektofotometri derivatif (Tutem et al. 2001).
Walaupun teknik AAS dan elektroforesis
kapiler lebih sensitif dan relatif bebas dari
adanya pengganggu akan tetapi membutuhkan
peralatan yang mahal dan rumit serta
membutuhkan operator yang handal dalam
mengoperasikannya. Metode spektrofotometri
derivatif mempunyai kelemahan dalam hal
rasio sinyal dan derau (noise) karena dengan
spektra turunannya akan meningkatkan derau
sehingga hasil analisis menjadi tidak akurat
lagi.
Saat ini telah banyak dikembangkan
metode-metode analisis yang sensitif, selektif,
cepat, mudah, dan murah seperti kombinasi
teknik spektroskopi sinar tampak dengan
metode kemometrik untuk spesiasi maupun
analisis kuantitatif simultan suatu logam
berdasarkan tingkat oksidasinya tanpa adanya
proses prekonsentrasi maupun separasi. Salah
satu kombinasi metode tersebut yaitu
spektrofotometri sinar tampak dengan
pereaksi kromogenik untuk logam yang
dianalisis menggunakan kurva kalibrasi
standar adisi titik-H. Metode standar adisi
titik-H atau H-Point Standard Addition
Method (HPSAM) memberikan keuntungan
seperti
dapat
menghilangkan
dan
mengevaluasi kesalahan analisis yang
dihasilkan dari senyawa pengganggu maupun
bias akibat adanya serapan blanko (BoschReig & Campins-Falco 1988). HPSAM
memanfaatkan penggunaan matematika dalam
suatu proses analisis untuk penentuan kadar
zat kimia.
Pengembangan
metode
pengukuran
simultan logam Cr(VI) dan Mo(VI) perlu
dilakukan untuk mendapatkan metode yang
cepat dan ekonomis namun tetap selektif dan
akurat. Penelitian ini bertujuan menentukan
konsentrasi Cr(VI) dan Mo(VI) secara
simultan dengan pereaksi kromogenik DPC
dan analisis data kimia menggunakan
HPSAM.
TINJAUAN PUSTAKA
Kromium(VI)
Kromium merupakan logam mengkilap
dan bersifat tahan karat sehingga sering
digunakan sebagai pelindung logam lain,
memiliki massa jenis 7.9 g/cm3, titik didih
2658°C,
dan
titik
leleh
1875°C
(Kusnoputranto 1996). Menurut Clesceri et
al. (1998) kromium ditemukan sebagai bijih
besi
(FeO.Cr2O3).
Kelimpahan
rerata
kromium di kerak bumi adalah 122 ppm, di
tanah terdapat sekitar 11 sampai 22 ppm, di
3
aliran sungai terdapat sekitar 1 µg/l dan di air
tanah umumnya terdapat 100 µg/l.
Kromium merupakan salah satu logam
berat yang termasuk ke dalam unsur transisi
golongan VI B, bernomor atom 24 dan
bermassa atom 51.996 sma. Tingkat oksidasi
kromium yang paling banyak terdapat di alam
adalah +2, +3, dan +6. Secara umum kromium
dan
senyawaan
yang
dibentuknya
diklasifikasikan menjadi kromium logam,
kromium divalen, kromium trivalen dan
kromium heksavalen (Bastarache
2002).
Kromium heksavalen terdapat sebagai CrO42dan Cr2O72-, sedangkan bentuk trivalennya
terdapat sebagai Cr3+, [Cr(OH)]2+, [Cr(OH)2]+,
dan [Cr(OH)4]- (Clesceri et al. 1998). Di alam,
baik kromium trivalen maupun kromium
heksavalen bergabung dengan unsur-unsur
lain membentuk senyawa yang stabil.
Kromium heksavalen atau Cr(VI) adalah
suatu komponen utama yang terikat pada
oksigen seperti kromat (CrO42-) yang
berwarna kuning atau dikromat (Cr2O72-)
berwarna
jingga
merupakan
suatu
pengoksidasi yang kuat dan sangat mudah
tereduksi menjadi kromium trivalen dalam
kondisi asam (Patnalk 2003).
Kromium(VI) di lingkungan berasal dari
limbah
industri,
tambang
kromium,
pembakaran minyak bumi, kertas dan kayu.
Industri-industri logam memanfaatkan sifat
logam kromium yang sangat resisten terhadap
bahan kimia dan sifat oksidasi sehingga
kromium banyak digunakan dalam industri
baja tahan karat. Kromium(VI) dimanfaatkan
untuk produksi zat kimia kromium, pigmen
kromium untuk cat dan tekstil, penyamakan
kulit, pengawet kayu, dan digunakan dalam
pendingin pembangkit tenaga listrik untuk
mencegah karat (Kusnoputranto 1996).
Kromium heksavalen memiliki sifat yang
sangat toksik dibandingkan dengan bentuk
trivalennya. Kondisi kronis terjadi oleh uap
kromat yang dapat menyebabkan kanker paruparu. Hasil percobaan yang dilakukan pada
hewan menunjukkan pemberian kromat 50
ppm melalui mulut dapat meningkatkan
depresi dan menimbulkan kerusakan hati dan
ginjal. Pajanan jangka panjang terhadap
saluran
pernafasan
dan
kulit
dapat
menyebabkan peradangan rongga hidung,
pendarahan hidung yang sering, dan ulkus
jaringan kulit (Kusnoputranto 1996).
Pereaksi yang paling umum digunakan
untuk menentukan kadar Cr(VI) secara
spektrofotometri sinar tampak, yaitu DPC
(Clesceri et al. 1998) akan tetapi gangguan
dari Fe(III), Mo(VI), Cu(II), dan Hg(II)
sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh.
Pereaksi lain yang juga telah diteliti untuk
penentuan
kadar
Cr(VI)
adalah
bromopirogalol merah (Huang et al. 1997),
ferpenazin (Mohamed & El-Shahat 2000),
trifluoroperazin hidroklorida (Revanasiddappa
& Kumar 2002), dan variamin biru (Narayana
& Cherian 2005).
2
H
H
N
N
N
C
N
NH
Cr 6+
H
O
H
NH
+
N
N
C
O
Cr
O
NH
HN
C
NH
NH
Gambar 1 Reaksi antara DPC dan kromium
heksavalen (Vogel 1990).
Molibdenum(VI)
Molibdenum (Mo) adalah logam putihkeperakan, yang keras dan berat. Dalam
bentuk bubuk, warnanya abu-abu. Logam ini
melebur pada 2622 C. Logam ini tahan
terhadap alkali dan asam klorida. Asam nitrat
encer perlahan-lahan melarutkannya, asam
nitrat pekat membuatnya menjadi pasif. Mo
dengan mudah larut dalam campuran asam
nitrat pekat dan hidrogen flourida (Vogel
1990).
Molibdenum
membentuk
senyawasenyawa dengan bilangan oksidasi +2, +3, +4,
+5, dan +6. Senyawaan Mo yang paling
penting adalah molibdat (dengan bilangan
oksidasi +6). Molibdat merupakan garam dari
asam molibdat (H2MoO4). Asam ini
cenderung untuk berpolimerisasi dengan
mengeluarkan molekul-molekul air.
Molibdenum merupakan logam yang
dalam jumlah kecil dibutuhkan dalam nutrisi
tumbuhan. Selain itu, logam ini banyak
digunakan dalam industri-industri seperti
pembuatan baja, pigmen, minyak pelumas,
dan katalis (Andrade et al. 1998). Selain itu
Mo terdapat dalam jumlah besar di ekosistem
laut dan berperan dalam reaksi redoks
enzimatik.
Beberapa
teknik
analisis
telah
dikembangkan untuk penentuan Mo terutama
dengan bilangan oksidasi 6 dan teknik
spektrofotometri
menggunakan
tiosianat
4
sebagai pewarna merupakan yang paling
umum digunakan (Andrade et al. 1998).
Pewarna lain yang telah digunakan, yaitu
bromopirogalol merah (Huang et al. 1998),
isotipendil
hidroklorida dan pipazetat
hidroklorida (Melwanki et al. 2001), dan DPC
(Tutem et al. 2001). Analisis kuantitatif
penentuan Mo(VI) yang telah dilakukan
diantaranya menggunakan metode AAS
dengan sumber eksitasi tungku grafit
(Matsusaki et al. 1999) dan metode lain
seperti voltammetri (Jugade & Joshi 2004).
Spektrofotometri
Spektrofotometri
adalah
metode
pengukuran yang didasarkan pada interaksi
antara cahaya dengan materi. Bila materi
disinari, maka cahaya akan diserap dan
dipancarkan
kembali
dengan
panjang
gelombang yang sama atau berbeda.
Penyerapan sinar tampak oleh suatu molekul
dapat menyebabkan terjadinya eksitasi
elektron suatu molekul tersebut dari tingkat
energi dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi.
Spektrofotometri sinar tampak memiliki
sumber radiasi berupa sinar tampak, yaitu
radiasi elektromagnetik dengan panjang
gelombang 400 sampai 750 nm (Day &
Underwood 2002). Serapan maksimum dari
larutan berwarna terjadi pada daerah warna
yang berlawanan atau dapat diartikan warna
yang diserap adalah warna komplementer dari
yang diamati.
Penyerapan sinar tampak suatu molekul
menghasilkan transisi diantara tingkat energi
elektronik molekul tersebut (Sudjadi 1985).
Penyerapan radiasi ini dapat dihubungkan
dengan kandungan analit dalam contoh.
Hukum Lambert menyatakan bahwa fraksi
penyerapan sinar tergantung dari tebal media
yang dilalui sinar, sedangkan hukum Beer
menyatakan bahwa penyerapan sebanding
dengan jumlah molekul yang menyerap. Dari
hukum Lambert-Beer dapat diketahui
hubungan antara absorban, ketebalan media,
dan konsentrasi suatu bahan. Persamaan
Lambert-Beer:
A = . b. C
A adalah serapan analat (absorbans), adalah
absorptivitas molar (lmol-1cm-1), b adalah
ketebalan lapisan larutan analat atau panjang
jalur serapan (cm), dan C adalah konsentrasi
analat (mol/l). Besarnya bergantung pada
cahaya dan macam senyawaan.
Spektrofotometer adalah alat yang
digunakan untuk mengukur energi secara
relatif jika energi radiasi elektromagnetik
ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan
sebagai fungsi dari panjang gelombang.
Komponen-komponen
spektrofotometer
adalah sumber radiasi, monokromator, sel
absorpsi, dan detektor. Sumber radiasi yang
biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi
molekul
adalah
lampu
wolfram.
Monokromator yang digunakan adalah
monokromator prisma atau kisi. Sel yang
digunakan pada pengukuran daerah tampak
adalah kuvet kaca. Detektor yang digunakan
adalah tabung penggandaan sinar (Khopkar
1990).
Metode Standar Adisi Titik-H
Metode standar adisi titik-H atau HPSAM
yang dikembangkan oleh Bosch-Reig &
Campins-Falco (1988) merupakan modifikasi
dari metode standar adisi yang dapat
melakukan transformasi kesalahan yang tak
dapat diperbaiki akibat adanya interferensi
langsung pada penentuan suatu analat.
Kesalahan ini kemudian dapat dievaluasi dan
juga dihilangkan. Metode ini juga dapat
memperbaiki secara langsung kesalahan
proporsional dan konstan yang dihasilkan oleh
matriks sampel (Campins-Falco et al. 1992a;
Campins-Falco et al. 1992b; Bosch-Reig et al.
1994; Verdu-Andres et al. 1994). Dasar dari
HPSAM adalah mengembangkan prosedur
untuk menentukan jumlah spesi X dengan
kehadiran spesi Y sebagai pengganggu
langsung dan atau kehadiran total youden
blank yang mewakili galat tetap dari sebuah
metode.
Aplikasi dalam analisis dua komponen
dengan metode ini, membutuhkan dua
panjang gelombang sebagai daerah kerja
dengan serapan untuk spesi X mengalami
perubahan sedangkan serapan spesi lainnya Y
dibuat
konstan
ataupun
sebaliknya.
Komponen atau spesi yang serapannya
berubah dianggap sebagai analit, sedangkan
spesi yang serapannya dibuat konstan
dianggap sebagai pengganggu (CampinsFalco et al. 1995).
Metode ini membutuhkan spektrum dari
penggangu sebagai dasar dari pengukuran
persamaan garis standar adisi pada panjang
gelombang terpilih yaitu λ1 dan λ2. Panjang
gelombang terpilih adalah dua panjang
gelombang yang memberikan serapan yang
sama pada spektrum serapan penganggu
(Gambar 2). Spektrum S merupakan spektrum
serapan campuran X dan Y, λ1 dan λ2 dipilih
ketika spesi Y dianggap sebagai pengganggu,
5
sedangkan λ3 dan λ4 dipilih ketika spesi X
dianggap sebagai pengganggu.
Gambar 3 merupakan plot antara
absorbans
dan
konsentrasi
X
yang
ditambahkan dengan variasi konsentrasinya
pada dua panjang gelombang terpilih. A1
adalah plot serapan larutan (campuran X dan
Y) pada λ1, sedangkan A2 dalah plot serapan
larutan pada λ2. Dua garis lurus (A1 dan A2)
akan berpotongan pada titik-H (-CH, AH)
dengan CH adalah konsentrasi spesi X dalam
sampel dan AH adalah sinyal analitik dari
spesi Y. Metode ini
membolehkan
penambahan standar dari 2 spesi X dan Y
secara bersamaan dengan tujuan memperoleh
konsentrasi kedua spesi tersebut di dalam
sampel.
X dan spesi Y. Nilai ini dapat ditentukan
melalui persamaan matematik dari kedua garis
tersebut.
A λ1 = A0 X ,1 + A0Y ,1 + M X ,1C i X + M Y ,1C iY
= A0 X ,1 + A0Y ,1 + M X ,1C i X + M Y ,1
= A0 X ,1 + A0Y ,1 + M X ,1 + M Y ,1
2
Spektrum untuk
gelombang terpilih.
panjang
Nilai serapan dihasilkan pada dua panjang
gelombang masing-masing A 1 dan A 2 yang
merupakan nilai serapan dari campuran spesi
CiX
CiX
C iY
CiX
CiX
= A0 X ,1 + A0Y ,1 + M λ1C i X
(1)
Aλ 2 = A0 X , 2 + A0Y , 2 + M X , 2C i X + M Y , 2C iY
= A0 X , 2 + A0Y , 2 + M X , 2C i X + M Y , 2
= A0 X , 2 + A0Y , 2 + M X , 2 + M Y , 2
= A0 X , 2 + A0Y , 2 + M λ1C i X
Gambar
C iY
C iY
Ci X
C iY
Ci X
Ci X
Ci X
( 2)
dengan nilai i = 0,1,2......,n
Nilai A0X,1 dan A0X,2 merupakan nilai serapan
analat X sesungguhnya (tanpa penambahan
standar spesi X) masing-masing diukur pada
1 dan
2. M 1 dan M 2 merupakan nilai
kemiringan (slope) dari kurva penambahan
standar, CiX dan CiY adalah konsentrasi standar
spesi X dan Y yang ditambahkan pada
campuran.
Kedua garis pada Gambar 3 akan bertemu
pada suatu titik yang dinamakan titik-H. Pada
titik-H ini nilai A 1 akan sama dengan A 2 dan
CiX sama dengan CH, sehingga dari kedua
persamaan di atas dapat diperoleh:
Gambar 3 Plot HPSAM.
6
A0X,1 + A0Y,1 + Mλ1(−CH ) = A0X,2 + A0Y,2 + Mλ2(−CH )
(−CH ) =
(A0X,2 − A0X,1) + (A0Y,2 − A0Y,1)
Mλ1 − Mλ2
(−CH ) = C0X +
(A0Y,2 − A0Y,1)
Mλ1 − Mλ2
(3)
Titik-H bergantung pada nilai konsentrasi
analat C0X yang ditunjukkan oleh persamaan
3. Nilai 1 dan 2 ditentukan dengan cara
memilih dua panjang gelombang yang
memberikan nilai serapan yang sama untuk Y
(A0Y1 = A0Y2) dan absis dari titik H merupakan
konsentrasi analat X dalam sampel, sehingga
diperoleh persamaan 4.
A 0 X , 2 − A 0 X ,1
(−C H ) = C 0 X =
M λ1 − M λ 2
A 0 X ,1
A 0 X ,2
=−
( 4)
M λ1
M λ2
Nilai AH hanya akan bergantung pada serapan
yang diperoleh spesi Y dari pembacaan dua
panjang gelombang, sehingga diperoleh
persamaan 5 dan 6.
=−
A H = A 0 X ,1 + A 0 Y ,1 + M λ 1 ( − C H )
A
0
X ,1
( 5)
= M λ 1C H ( persamaan 4 ) maka :
A H = A 0 Y ,1 atau A H = A 0 Y , 2
(6)
Beberapa aplikasi HPSAM yang telah
berhasil dilakukan pada analisis simultan dua
komponen logam diantaranya Co(II) dan
Ni(II) (Afkhami & Bahram 2004), Fe(III) dan
Fe(II) (Safavi et al. 2001), Cr(VI) dan Fe(III)
(Abdollahi 2001), serta Cr dan V (Mohamed
& El-Shahat 2000). Selain digunakan untuk
analisis simultan logam, metode ini dapat juga
digunakan untuk analisis simultan bahan
organik seperti hidrazin dan asetalhidrazin
(Afkhami & Zarei 2004), serta fenol dan ocresol (Bosch-Reig et al. 1996).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah
K2Cr2O7
sebagai
sumber
Cr(VI),
Na2MoO4.2H2O sebagai sumber Mo(VI),
larutan contoh, 1,5-difenilkarbazida (DPC),
H2SO4 pekat, dan air bebas ion.
Alat-alat
yang
digunakan
adalah
spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 1700 PC
dengan perangkat lunak UV Probe versi 2.21
dan kuvet kuarsa dengan tebal 1 cm, serta
peralatan kaca.
Metode Penelitian
Penelitian meliputi pembuatan spektrum
absorpsi untuk Cr(VI) dan Mo(VI), pembuatan
kurva kalibrasi individu dan campuran dari
Cr(VI) dan Mo(VI) dan penentuan simultan
konsentrasi Cr(VI) dan Mo(VI) dalam contoh
sintetik dengan HPSAM.
Selanjutnya
dilakukan uji presisi dan akurasi (Lampiran
1). Beberapa parameter yang digunakan pada
penelitian ini yang meliputi suhu, waktu
inkubasi, konsentrasi H2SO4, dan konsentrasi
DPC merujuk pada Tutem et al. (2001).
Preparasi Larutan Stok Standar
Larutan stok standar Cr(VI) dan Mo(VI)
dengan konsentrasi masing-masing sebesar
2.0x10-4 M dan 2.0x10-2 M disiapkan dengan
menimbang K2Cr2O7 dan Na2MoO4.2H2O
yang ekivalen dengan 0.0118 g Cr(VI) dan
0.4840 g Mo(VI) dari masing-masing
garamnya tersebut dan dilarutkan dengan air
bebas ion hingga 100 ml pada labu takar
(Lampiran 2).
Preparasi Pereaksi
Larutan DPC dibuat setiap hari dengan
melarutkannya dalam aseton. Konsentrasi
yang dibuat sebesar 0.0714 M.
Larutan stok H2SO4 0.5 M dibuat dari
H2SO4pekat 98% dengan mengencerkannya
dalam air bebas ion.
Pembuatan Spektrum Serapan Cr(VI)
Sebanyak 1.25 ml larutan Cr(VI) 2x10-4 M
dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml, lalu
ditambahkan 1 ml H2SO4 0.07 M dan 1 ml
larutan DPC 0.0714 M. Larutan tersebut ditera
menggunakan air bebas ion hingga volume
total 25 ml. Setelah itu larutan dikocok dan
didiamkan
selama
60
menit
untuk
pembentukan warna sepenuhnya. Serapan
larutan diukur menggunakan spektrofotometer
UV-VIS pada kisaran panjang gelombang
400-900 nm. Data yang diperoleh berupa
kurva hubungan serapan larutan terhadap .
Pembuatan Spektrum Serapan Mo(VI)
Sebanyak 1.43 ml larutan Mo6+ 2.10-2 M
ppm dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml,
lalu ditambahkan 1 ml H2SO4 0.07 M dan 1
ml larutan DPC 0.0714 M. Larutan tersebut
ditera menggunakan air bebas ion hingga
volume total 25 ml. Setelah itu larutan
dikocok dan didiamkan selama 60 menit
untuk pembentukan warna sepenuhnya.
Serapan
larutan
diukur
menggunakan
spektrofotometer UV-VIS pada kisaran
panjang gelombang 400-900 nm. Data yang
7
diperoleh berupa kurva hubungan serapan
larutan terhadap .
kalibrasi ini dibandingkan
pengukuran Cr(VI) tunggal.
Pembuatan Kurva Kalibrasi
1. Pengukuran Cr(VI) tunggal
Larutan stok sebanyak 0.38 ml, 0.75 ml,
1.12 ml, 1.50 ml, dan 1.88 ml masing-masing
dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml.
Kemudian ditambahkan 1 ml larutan H2SO4
0.07 M diikuti dengan 1 ml larutan DPC
0.0714 M, lalu larutan ditera dengan air bebas
ion sehingga memberikan konsentrasi akhir
3.0x10-6–1.5x10-5 M. Larutan didiamkan
selama 60 menit, lalu diukur serapannya. Data
yang diperoleh berupa kurva hubungan
serapan larutan terhadap . Berdasarkan data
tersebut dibuat kurva kalibrasinya pada
panjang gelombang yang memberikan serapan
maksimum.
3. Pengukuran Mo(VI) dengan kehadiran
Cr(VI)
Larutan stok Mo(VI) sebanyak 1.11 ml,
1.36 ml, 1.61 ml, 1.86 ml, 2.11 ml, dan 2.36
ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu
takar 25 ml (dibuat 3 set), lalu masing-masing
set ditambahkan 0.38 ml, 0.75 ml, dan 1.25
ml. larutan stok Cr(VI). Kemudian 2 ml
larutan H2SO4 0.07 M diikuti dengan 2 ml
larutan DPC 0.0714 M ditambahkan ke
dalamnya, lalu ditera dengan air bebas ion
sehingga memberikan konsentarsi akhir
Mo(VI) 8.9x10-4–1.89x10-3 M. Larutan
didiamkan selama 60 menit, lalu diukur
serapannya. Data yang diperoleh berupa kurva
hubungan serapan larutan terhadap
.
Bedasarkan data tersebut dibuat kurva
kalibrasinya pada panjang gelombang yang
memberikan serapan maksimum. Kurva
kalibrasi ini dibandingkan dengan hasil
pengukuran Mo(VI) tunggal.
2. Pengukuran Mo(VI) tunggal
Larutan stok sebanyak 0.36 ml, 0.61 ml,
0.86ml, 1.11ml, 1.36 ml, dan 1.61 ml masingmasing dimasukkan ke dalam labu takar 25
ml. Kemudian ditambahkan 1 ml larutan
H2SO4 0.07 M diikuti dengan 1 ml larutan
DPC 0.0714 M, lalu larutan ditera dengan air
bebas ion sehingga memberikan konsentrasi
akhir
2.9x10-4–1.29x10-3
M.
Larutan
didiamkan selama 60 menit, lalu diukur
serapannya. Data yang diperoleh berupa
spektrum serapan larutan terhadap
.
Berdasarkan data tersebut lalu dibuat kurva
kalibrasinya pada panjang gelombang yang
memberikan serapan maksimum.
Selain itu dilakukan pula pada kisaran
konsentrasi 8.9x10-4–18.9x10-4 M dengan
prosedur yang sama seperti di atas.
3. Pengukuran Cr(VI) dengan kehadiran
Mo(VI)
Larutan stok Cr(VI) sebanyak 0.38 ml,
0.75 ml, 1.12 ml, 1.50 ml, dan 1.88 ml
masing-masing dimasukkan ke dalam labu
takar 25 ml (dibuat 3 set), lalu masing-masing
set ditambahkan 1.11 ml, 1.86 ml, dan 2.36 ml
larutan stok Mo(VI). Kemudian ditambahkan
2 ml larutan H2SO4 0.07 M diikuti dengan 2
ml larutan DPC 0.0714 M, lalu larutan ditera
dengan air bebas ion sehingga memberikan
konsentrasi akhir Cr(VI) 3.0x10-6–1.5x10-5 M.
Larutan didiamkan selama 60 menit, lalu
diukur serapannya. Data yang diperoleh
berupa kurva hubungan serapan larutan
terhadap . Berdasarkan data tersebut dibuat
kurva kalibrasinya pada panjang gelombang
yang memberikan serapan maksimum. Kurva
dengan
hasil
Penentuan Panjang Gelombang Terpilih
Spektrum serapan Cr(VI) dan Mo(VI)
ditumpangtindihkan, lalu dipilih sepasang
( 1 dan 2) yang memberikan nilai serapan
yang sama untuk Mo(VI) jika dilakukan adisi
Cr(VI), dan sepasang
memberikan nilai
serapan yang sama untuk Cr(VI) jika
dilakukan adisi Mo(VI).
Penentuan Cr(VI) dan Mo(VI) Secara
simultan
Beberapa campuran sintetik dibuat dengan
berbagai rasio konsentrasi Cr(VI)/Mo(VI).
Komposisi campuran (Cr, Mo) dinyatakan
dalam mol l-1 untuk contoh A, B, C, D, dan E
masing-masing adalah: (9x10-6 M, 2.9x10-4
M), (1x10-5 M, 8.9x10-4 M), (3x10-6 M,
2.9x10-4 M), (1.10-5 M, 1.14x10-3 M), dan
(6x10-6 M, 1.49x10-3 M). Campuran dibuat
dari larutan stok Cr dan Mo yang dimasukkan
ke dalam labu takar 25 ml. Masing-masing
komposisi dibuat lima ulangan. Setiap
komposisi campuran kemudian ditambahkan
masing-masing dengan 0.38 ml, 0.75 ml, 1.13
ml, 1.50 ml, dan 1.88 ml larutan Cr(VI)
2.0x10-4 M untuk adisi Cr, sedangkan untuk
adisi Mo campuran ditambahkan dengan 1.11
ml, 1.36 ml, 1.61 ml, 1.86 ml, 2.11 ml, dan
2.36 ml larutan Mo(VI) 2x10-2 M. Kemudian
3 ml larutan H2SO4 0.07 M diikuti dengan 3
ml larutan DPC 0.0714 M ditambahkan ke
dalamnya, lalu ditera dengan air bebas ion.
Larutan didiamkan selama 60 menit, lalu
8
diukur serapannya pada pasangan panjang
gelombang terpilih.
Berdasarkan data yang diperoleh, dibuat
kurva hubungan serapan larutan terhadap
penambahan konsentrasi Cr(VI) atau Mo(VI).
Konsentrasi Cr(VI) dan Mo(VI) kemudian
diperoleh dengan HPSAM.
Presisi
dievaluasi
dengan
ulangan
sebanyak 5 kali pada tiap konsentrasi contoh
yang digunakan dan dianalisis pada hari yang
sama. Persentase Simpangan Baku Relatif
(%SBR) data kemudian dihitung dengan
menggunakan rumus:
SBR (%) = 100 SB
x
SB dan x adalah simpangan baku dan rataan
hasil pengukuran.
Akurasi dievaluasi dengan ulangan
sebanyak 5 kali pada tiap konsentrasi contoh
yang digunakan. Persentase kesalahan relatif
data kemudian dihitung dengan menggunakan
rumus:
a−b
%Kesalahan relatif =
x 100%
b
Keterangan: a = konsentrasi terukur
b = konsentrasi teoritis
DPC lebih rendah dibandingkan reaksi Cr(VI)
dengan DPC. Menurut Clesceri (1998) nilai
absorptivitas molar kompleks Cr-DPC kirakira 40.000 lmol-1cm-1. Nilai yang besar ini
menunjukkan bahwa warna yang dibentuk
oleh
pengkompleksan
sangat
sensitif
meskipun pada konsentrasi sangat rendah.
Gambar 4 menunjukkan spektrum serapan
Cr(VI) dan Mo(VI) pada daerah 400-600 nm
bertumpang tindih sempurna, menandakan
serapan senyawa yang satu dapat mengganggu
serapan senyawa yang lain. Analisis
multikomponen
secara
spektrofotometri
ultraviolet maupun sinar tampak akan
melibatkan resolusi dari 2 komponen atau
lebih yang spektrumnya bertumpang tindih.
Semakin luas tumpang tindih maka akan
semakin sulit untuk membuat resolusi.
Metode standar adisi titik-H dapat digunakan
untuk resolusi 2 komponen yang memiliki
pola spektrum yang mirip ( Campins-Falco et
al. 1995).
Cr(VI)
Mo(VI)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spektrum Serapan Cr(VI) dan Mo(VI)
Spektrum serapan kompleks Cr-DPC dan
kompleks Mo-DPC dapat dilihat pada Gambar
4. Gambar tersebut menunjukkan bahwa
pengukuran serapan Cr-DPC menghasilkan
panjang gelombang yang memberikan serapan
maksimum (λ maks) pada 542 nm. Spektrum
kompleks Mo-DPC menghasilkan 2 panjang
gelombang yang memberikan serapan
maksimum yaitu pada 561.8 nm dan 814.6 nm
Nilai ini berbeda dengan nilai panjang
gelombang menurut Clesceri et al. (1998) dan
Tutem et al. (2001) untuk pengukuran Cr(VI)
yaitu 540 nm, sedangkan menurut Tutem et
al. (2001) pengukuran Mo(VI) memberikan
nilai λ maks pada 540 nm, 665nm, dan 755
nm.
Warna larutan yang terbentuk dari
kompleks Cr-DPC adalah ungu kemerahan
sedangkan kompleks Mo-DPC berwarna ungu
kebiruan. Intensitas warna ini terukur pada
spektrofotometer menghasilkan nilai serapan
untuk Cr(VI) 1.10-5 M sebesar 1.082 dan
kompleks Mo(VI) 1.14x10-3 M sebesar 0.423.
Nilai ini dapat diartikan bahwa Cr(VI) dan
Mo(VI) dapat bereaksi dengan DPC, tetapi
kesensitifan reaksi antara Mo(VI) dengan
Gambar 4 Spektrum serapan Cr(VI) dan
Mo(VI).
Kurva Kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI)
Empat kurva kalibrasi dibuat untuk
membuktikan ada tidaknya penyimpangan
hukum Lambert-Beer. Keempat kurva tersebut
yaitu kurva kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI)
secara terpisah dan kurva kalibrasi Cr(VI) dan
Mo(VI) dengan kehadiran sejumlah tertentu
dari Cr(VI) dan Mo(VI). Gambar 5
merupakan kurva kalibrasi dari Cr(VI) pada
kisaran konsentrasi 3x10-6–1.5x10-5 M.
Persamaan garis yang diperoleh untuk
Cr(VI) adalah y = 0.0508 + 0.1599x dengan
koefisien korelasi 0.9998. Gambar 6
menunjukkan kurva kalibrasi Mo(VI) pada
kisaran konsentrasi 8,9x10-4–1.89x10-3 M.
Persamaan garis yang diperoleh untuk Mo(VI)
adalah y = -0.2901 + 0.0592x dengan
koefisien korelasi 0.9992. Koefisien korelasi
9
yang tinggi ini menunjukkan tidak terjadi
penyimpangan hukum Lambert-Beer yang
menyebabkan
ketidaklinieran
hasil
pengukuran, sehingga untuk mengetahui
konsentrasi analat dalam suatu contoh dapat
langsung diketahui dengan memasukkan nilai
serapan pada persamaan kurva kalibrasi yang
memberikan koefisien korelasi paling baik.
3
A b s o rb a n s
2.5
y = 0.1599x + 0.0508
R = 0.9998
2
1.5
1
0.5
0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Konsentrasi (10-6 M)
Absorbans
Gambar 5 Kurva kalibrasi Cr(VI) tunggal.
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
y = 0.0592x - 0.2901
R = 0.9992
0
5
10
15
20
kurva kalibrasi Mo(VI) dengan kehadiran
sejumlah tertentu Cr(VI) dimaksudkan untuk
melihat pengaruh Cr(VI) atau Mo(VI) dalam
campuran pada kisaran konsentrasi linier dari
salah satu spesi. Hal ini digunakan sebagai
dasar penentuan simultan kedua spesi dengan
metode standar adisi titik-H.
Pengaruh yang ditimbulkan dapat dilihat
dari nilai koefisien korelasi. Persamaan kurva
kalibrasi Cr(VI) dengan kehadiran Mo(VI)
dan kurva kalibrasi Mo(VI) dengan kehadiran
Cr(VI) menunjukkan adanya penurunan nilai
koefisien korelasi dibandingkan koefisien
korelasi pada kurva tunggal masing-masing
(Tabel 1). Semakin besar konsentrasi Mo(VI)
atau Cr(VI) yang ditambahkan, nilai koefisien
korelasinya akan semakin kecil. Selain itu,
nilai kemiringan yang berbeda antara kurva
kalibrasi Cr(VI) tunggal dan dengan
penambahan Mo(VI) memberikan
arti
bahwa serapan Mo(VI) dapat meng- ganggu
pengukuran Cr(VI), dengan kata lain,
sensitivitas pengukuran Cr(VI) menurun
dengan adanya Mo(VI). dengan DPC. Hal
yang sama terjadi pula pada kurva kalibrasi
Mo(VI) sehingga analisis simultan Cr(VI) dan
Mo(VI) sebaiknya dilakukan dengan metode
standar adisi. Data serapan kurva kalibrasi
dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
Konsentrasi (10-4 M)
Gambar 6 Kurva kalibrasi Mo(VI) tunggal.
Tabel 1 Persamaan garis kurva kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI)
Tanpa pengaruh Mo(VI)
y = 0.1599x + 0.0508
Koefisien
Korelasi
0.9998
Pengaruh Mo(VI) 8.9x10-4 M
y = 0.0692x + 0.1425
0.9951
-3
y = 0.0636x + 0.5179
0.9962
-3
y = 0.0698x + 0.7580
0.9858
Perlakuan
Cr(VI)
Persamaan Garis
Pengaruh Mo(VI) 1.49x10 M
Pengaruh Mo(VI) 1.89x10 M
Mo(VI)
Tanpa pengaruh Cr(VI)
y = 0.0592x - 0.2901
0.9992
Pengaruh Cr(VI) 3x10-6 M
y = 0.0710x - 0.3635
0.9986
Pengaruh Cr(VI) 6x10-6 M
y = 0.0533x + 0.0495
0.9953
y = 0.0661x + 0.0531
0.9949
-5
Pengaruh Cr(VI) 1x10 M
Pembuatan kurva kalibrasi Cr(VI) dengan
kehadiran sejumlah tertentu Mo(VI) ataupun
Penentuan Panjang Gelombang Terpilih
Spektrum absorpsi kompleks Cr-DPC dan
Mo-DPC (Gambar 4) digunakan untuk
menentukan pasangan λ terpilih. Persamaan
garis standar adisi yang digunakan pada
10
HPSAM diukur pada panjang gelombang
terpilih λ1 dan λ2. Dua λ dipilih ketika serapan
dari pengganggu memberikan nilai yang
sama, tetapi berbeda untuk analit(CampinsFalco et al. 1995). Ketika Cr(VI) sebagai
analit maka dapat dipilih beberapa pasangan λ
yang memberikan nilai serapan yang sama
untuk Mo(VI). Begitu pula sebaliknya ketika
Mo(VI) sebagai analit maka dapat dipilih
beberapa pasangan λ yang memberikan nilai
serapan yang sama untuk Cr(VI).
Beberapa pasangan λ terpilih (λ1,λ2) yang
digunakan saat Cr(VI) sebagai analit, yaitu
(541.8 nm, 562.3 nm), (525 nm, 588.4 nm),
(517.1 nm, 611.9 nm), (533.8 nm, 571 nm),
dan (530.6 nm, 571.8 nm). Sedangkan
pasangan λ yang digunakan saat Mo(VI)
sebagai analit, yaitu (524.5 nm, 558.8 nm),
(518 nm, 567.4 nm), dan (526.6 nm dan 556.6
nm). Gambar 7 memperlihatkan spektrum
serapan dengan λ terpilih 541.8 nm dan 562.3
nm. Pada λ 517.1 nm dan 611.9 nm Mo(VI)
mempunyai nilai serapan yang sama yaitu
0.212. Spektrum λ terpilih lainnya dapat
dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6.
Pasangan λ terpilih yang digunakan pada
HPSAM adalah yang memberikan koefisien
korelasi yang tinggi pada persamaan garis
sehingga menghasilkan akurasi yang baik.
Menurut Safavi et al. (2001) pada pasangan λ
terpilih serapan dari analit harus linear dengan
konsentrasinya dan serapan pengganggu tetap
sama meskipun konsentrasi analit berubah.
Cr(VI)
Mo(VI)
(a)
(b)
Gambar 7 Spektrum serapan dengan λ terpilih
pada 517.1 nm (a) dan 611.9 nm
(b) untuk penentuan Cr(VI) dan
Mo(VI).
Penentuan Cr(VI) dan Mo(VI) Secara
Simultan dengan HPSAM
Ketika Cr(VI) dipilih sebagai analit
persamaan garis didapatkan pada λ1 dan λ2
yang merupakan hubungan antara serapan
pada absis dengan penambahan konsentrasi
Cr(VI) pada ordinat. Kedua garis bertemu
pada satu titik yang dinamakan titik-H. TitikH merupakan koordinat (–CH,AH). Titik CH
menunjukkan konsentrasi dari Cr(VI),
sedangkan AH adalah serapan yang digunakan
untuk menentukan konsentrasi Mo(VI). Nilai
CH dapat dilihat sebagai rasio kenaikan
serapan ( A) dan kenaikan slope ( M). Nilai
M bergantung pada karakteristik serapan
A
Cr(VI) dan Mo(VI), sedangkan
bergantung
pada
konsentrasi
Cr(VI)
(Persamaan 4 dan 5). Begitupun sebaliknya,
ketika Mo(VI) dipilih sebagai analit, titik CH
menunjukkan konsentrasi dari Mo(VI),
sedangkan AH adalah serapan yang digunakan
untuk menentukan konsentrasi Cr(VI).
Pasangan λ yang telah dipilih untuk adisi
Cr(VI) (Lampiran 5) diseleksi menjadi satu
pasangan λ terpilih. Tabel 2 menunjukkan
nilai akurasi pengukuran konsentrasi Cr(VI)
pada beberapa pasangan λ. Semakin besar
nilai M maka nilai akurasi dari konsentrasi
analit akan semakin baik (Campins-Falco et
al. 1995). Oleh karena itu, pasangan λ 517.1
nm dan 611.9 nm dipilih untuk menghasilkan
akurasi yang baik. Hal yang sama berlaku
juga untuk adisi Mo(VI), pasangan λ
(Lampiran 6) yang memiliki M terbesar,
yaitu 518 nm dan 567.4 nm.
11
Tabel 2 Konsentrasi Cr(VI) pada beberapa
pasangan λ untuk campuran Cr(VI)
3x10-6 M dan Mo(VI) 2.9x10-4 M
λ1,λ2 (nm)
541.8;562.3
525;588.40
517.1;611.9
533.8;571
530.6;571.8
M
0.0148
0.0514
0.0864
0.0292
0.0278
[Cr(VI)]
(10-6 M)
3.62
2.67
2.71
2.57
2.5
%
Kesalahan
relatif
20.67
-11
-9.67
-14.33
-16.67
Gambar 8 menunjukkan hubungan antara
serapan dan penambahan konsentrasi spesi
Cr(VI) dari campuran Cr(VI) 9x10-6 M dan
Mo(VI) 2.9x10-4 M. Titik-H memiliki nilai
absis (-CH) -9.10 yang merupakan konsentrasi
Cr(VI) yaitu 9.10x10-6 M. Nilai ordinat pada
titik-H -0.0037 merupakan nilai AH.
Konsentrasi Mo(VI) dihitung melalui kurva
kalibrasi pada λ1 atau λ2 dengan mensubtitusi
nilai AH pada persamaan kurva kalibrasi
(Lampiran 15). Perhitungan konsentrasi secara
matematik dilakukan dengan menggunakan
persamaan 4 dan 5. Persamaan garis untuk
penentuan titik-H pada beberapa campuran
sintetik lainnya dapat dilihat pada Lampiran
8–14.
3.5
3
Serapan Larutan
2.5
2
1.5
1
0.5
-15
-10
-5
0
-0.5 0
5
10
15
20
Penambahan konsentrasi Cr(VI) (10-6 M)
Gambar 8 Plot HPSAM pada penentuan
simultan Cr(VI) 9x10-6 M dan
Mo(VI) 2.9x10-4 M.
Penentuan simultan Cr(VI) dan Mo(VI)
dilakukan pada beberapa campuran sintetik
yang mengandung Cr(VI) dan Mo(VI) dengan
rasio konsentrasi tertentu. Contoh A, B, C, D,
dan E dilakukan adisi Cr(VI), sedangkan adisi
Mo(VI) hanya dilakukan pada contoh B, C,
dan E. Adisi Cr(VI) pada campuran sintetik
dilakukan dengan penambahan konsentrasi
Cr(VI) sesuai kisaran konsentrasi linear
Cr(VI), yaitu 3x10-6–1.5x10-5 M, sedangkan
pada adisi Mo(VI) kisaran konsentrasi Mo(VI)
yang ditambahkan, yaitu 8,9x10-4–1.89x10-3
M. Pada adisi ini Cr(VI) bertindak sebagai
analit dalam campuran, sedangkan Mo(VI)
bertindak sebagai pengganggu.
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis
campuran Cr(VI) dan Mo(VI) pada berbagai
rasio konsentrasi dengan menganggap Cr(VI)
sebagai analit. Pengukuran Contoh A
menghasilkan konsentrasi yang cukup akurat
untuk Cr(VI) tetapi tidak akurat untuk
Mo(VI), sedangkan pengukuran Contoh B
menghasilkan konsentrasi yang cukup akurat
untuk Mo(VI) tetapi tidak akurat untuk
Cr(VI). Contoh C, D, dan E tidak dapat
ditentukan secara akurat komposisinya.
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis
campuran Cr(VI) dan Mo(VI) pada berbagai
rasio konsentrasi dengan menganggap Mo(VI)
sebagai analit. Pada adisi Mo(VI) pengukuran
konsentrasi campuran Cr(VI) dan Mo(VI)
tidak dapat ditentukan secara akurat.
Ketidakakuratan hasil pengukuran disebabkan
rasio konsentrasi Cr(VI):Mo(VI) pada contoh
terlalu besar, sehingga konsentrasi Mo(VI)
sangat berpengaruh terhadap sensitivitas
pengukuran campuran. Selain itu, pada adisi
Cr(VI) kisaran konsentrasi Cr(VI) yang
ditambahkan terlalu besar menyebabkan
pengukuran Mo(VI) tidak akurat. Nilai %SBR
lebih dari 5 menandakan pengukuran tidak
teliti. Perhitungan konsentrasi Cr(VI) dan
Mo(VI) dapat dilihat pada Lampiran 16.
11
Tabel 3 Hasil analisis Cr(VI)-Mo(VI) pada campuran sintetik dengan adisi Cr(VI)
Konsentrasi
contoh teoritis
λ1
(nm)
λ2
(nm)
[Cr(VI)]
rerata*
(10-6 M)
[Mo(VI)]
rerata*
(10-4 M)
(M)
% SBR
% Kesalahan relatif
Cr(VI)
Mo(VI)
Cr(VI)
Mo(VI)
A
Cr: 9x10-6
Mo: 2.9x10-4
525
517.1
533.8
530.6
588.4
611.9
571
571.8
9.46
9.45
8.58
8.1
4.46
4.23
9.07
10.48
3.48
4.4
8.87
2.7
11.14
8.17
16.26
10.43
5.1
5
-4.67
-10
53.79
45.86
-
B
Cr: 1x 10-5
Mo: 8.9x10-4
541.8
525
517.1
533.8
530.6
562.3
588.4
611.9
571
571.8
7.93
7.35
7.55
7.04
6.87
8.04
8.73
8.41
9.22
9.44
4.39
7.64
7.64
8.31
7.82
12.35
6.1
6.66
3.86
4.5
-20.68
-26.5
-24.48
-29.56
-31.34
-9.66
-1.91
-5.46
3.6
6.11
C
Cr: 3x10-6
Mo: 2.9x10-4
541.8
525
517.1
533.8
530.6
562.3
588.4
611.9
571
571.8
3.62
2.67
2.71
2.57
2.5
1.93
4.66
4.38
5.04
5.33
18.2
7.67
7.3
7.43
7.03
41.3
10.85
2.42
3.9
4.12
20.67
-11
-9.67
-14.33
-16.67
-33.45
60.62
51.03
73.8
83.79
D
Cr: 1x 10-5
Mo: 1.14x10-3
541.8
525
517.1
533.8
562.3
588.4
611.9
571
9.29
8.01
8.29
7.34
8.13
11.24
10.47
13.51
5.48
4.12
4.52
4.54
26.89
8.95
12.32
7.44
-7.1
-19.9
-17.1
-26.6
-32.7
-1.6
-9.3
21.1
530.6
571.8
7.13
14.14
5.64
9.14
-28.7
27.4
E
Cr: 6x10-6
Mo: 1.49 x10-3
541.8
525
517.1
533.8
562.3
588.4
611.9
571
2.37
2.94
3.89
2.68
15.74
15.13
14.24
15.82
29.9
20.96
17.08
36.38
1.44
0.98
0.99
3.34
-60.5
-51
-35.17
-55.33
5.64
1.54
-4.43
6.17
530.6
571.8
1.25
16.61
45.85
1.34
-79.17
11.48
Keterangan: *sebanyak lima kali ulangan
Tabel 4 Hasil analisis Cr(VI)-Mo(VI) pada campuran sintetik dengan adisi Mo(VI)
Konsentrasi
contoh teoritis
λ1
(nm)
λ2
(nm)
[Cr(VI)]
rerata*
(10-6 M)
[Mo(VI)]
rerata*
(10-4 M)
(M)
B
Cr: 1x 10-5
Mo: 8.9x10-4
C
Cr: 3x10-6
Mo: 2.9x10-4
E
Cr: 6x10-6
Mo: 1.49 x10-3
524.5
518
526.6
524.5
518
526.6
524.5
518
526.6
558.8
567.4
556.6
558.8
567.4
556.6
558.8
567.4
556
SIMULTAN Cr(VI) DAN Mo(VI)
NITA AULINA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
2
ABSTRAK
NITA AULINA. Metode Standar Adisi Titik H untuk Analisis Simultan Cr(VI) dan
Mo(VI). Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan MOHAMAD RAFI.
Kromium heksavalen (Cr(VI)) diketahui sebagai salah satu zat toksik. Cr(VI) dapat
menyebabkan kerusakan hati dan ginjal, pendarahan dalam tubuh, dermatitis, kerusakan
saluran pernapasan, dan kanker paru-paru. Metode yang umum digunakan untuk
menentukan konsentrasi Cr(VI) dan kromium total adalah spektrofotometri sinar tampak
dengan pewarnaan menggunakan 1,5-difenilkarbazida. Molibdenum heksavalen atau
Mo(VI) merupakan logam pengganggu utama dalam analisis tersebut. Metode standar
adisi titik-H (HPSAM) digunakan sebagai metode alternatif untuk menentukan kadar
Cr(VI) dan Mo(VI) secara simultan.
HPSAM dilakukan berdasarkan penggunaan dua panjang gelombang pada
spektrofotometri dan metode standar adisi. Pasangan panjang gelombang yang digunakan
jika adisi Cr(VI) dilakukan adalah (541.8 nm, 562.3 nm), (525 nm, 588.4 nm), (517.1 nm,
611.9 nm), (533.8 nm, 571 nm), dan (530.6 nm, 571.8 nm), sedangkan untuk adisi
Mo(VI) adalah (524.5 nm, 558.8 nm), (518 nm, 567.4 nm), dan (526.6 nm dan 556.6 nm).
Panjang gelombang terpilih yang menghasilkan akurasi terbaik, yaitu (517.1 nm, 611.9
nm) untuk adisi Cr(VI) dan (518 nm, 567.4 nm) untuk Mo(VI). Kisaran konsentrasi
linear yang digunakan untuk adisi Cr(VI), yaitu 3x10-6–1.5x10-5 M, sedangkan untuk adisi
Mo(VI) 8.9x10-4–1.89x10-3 M. Aplikasi HPSAM pada contoh sintetik (Cr(VI), Mo(VI))
dengan konsentrasi (9x10-6 M, 2.9x10-4 M), (1x10-5 M, 8.9x10-4 M), (3x10-6 M, 2.9x10-4
M), (1.10-5 M, 1.14x10-3 M), dan (6x10-6 M, 1.49x10-3 M) belum menghasilkan
pengukuran yang teliti dan akurat ditandai dengan persentase simpangan baku relatif
diatas 5 dan %kesalahan relatif -3.1 hingga 83.79. Metode ini belum dapat
menghilangkan pengaruh Mo(VI) pada penentuan Cr(VI) maupun sebaliknya pada
komposisi campuran sintetik yang digunakan.
3
ABSTRACT
NITA AULINA. H-Point Standard Addition Method for Simultaneous Analysis of
Cr(VI) and Mo(VI). Supervised by ETI ROHAETI and MOHAMAD RAFI.
Hexavalent chromium (Cr(VI)) is known as a toxic metal. Cr(VI) can cause liver
and kidney disorder, bleeding, dermatitis, respiratory tract disorder, and lung cancer.
Chromium(VI) and the total amount of chromium concentration can be determined by
visible light spectrophotometry using 1,5-diphenylcarbazide as chromogenic reagent.
Hexavalent molibdenum or Mo(VI) is the major interferent metal in Cr(VI) analysis using
DPC. The H-point standard addition method (HPSAM) was perfomed as an alternative
method to determine Cr(VI) and Mo(VI) simultaneously.
The HPSAM is performed based on the use of two wavelengths in
spectrophotometry and the standard addition method. Wavelength pairs used in Cr(VI)
addition were (541.8 nm, 562.3 nm), (525 nm, 588.4 nm), (517.1 nm, 611.9 nm), (533.8
nm, 571 nm), and (530.6 nm, 571.8 nm), while in Mo(VI) addition were (524.5 nm, 558.8
nm), (518 nm, 567.4 nm), and (526.6 nm dan 556.6 nm). The selected wavelengths that
gave the highest accuracy were (517.1 nm, 611.9 nm) for Cr(VI) addition and (518 nm,
567.4 nm) for Mo(VI) addition. The linear concentration range used for Cr(VI) addition
was beetwen 3x10-6–1.5x10-5 M, whereas for Mo(VI) addition was beetwen 8.9x10-4–
1.89x10-3 M. Application of HPSAM for several synthetic samples with different
concentrations between Cr(VI) and Mo(VI) which was (9x10-6 M, 2.9x10-4 M), (1x10-5
M, 8.9x10-4 M), (3x10-6 M, 2.9x10-4 M), (1.10-5 M, 1.14x10-3 M), and (6x10-6 M, 1.49x103
M) did not gave good precise and accurate measurements. It was shown by relative
standard deviation over 5% and relative error percentage from -3.1 to 83.79. This method
could not remove Mo(VI) interference effect in Cr(VI) determination and neither in
synthetic mixtures which was used.
4
METODE STANDAR ADISI TITIK-H UNTUK ANALISIS
SIMULTAN Cr(VI) DAN Mo(VI)
NITA AULINA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
5
Judul
: Metode Standar Adisi Titik-H untuk Analisis Simultan Cr(VI) dan Mo(VI)
Nama : Nita Aulina
NIM
: G44202047
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Eti Rohaeti Azis, M.S.
NIP 131 663 015
Mohamad Rafi, S.Si.
NIP 132 321 454
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131 473 999
Tanggal Lulus:
6
PRAKATA
Alhamdulillahi robbil’aalamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini
disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan bulan Juli 2006 hingga April
2007 di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia
FMIPA IPB, dengan judul Metode Standar Adisi Titik-H untuk Analisis Simultan Cr (VI)
dan Mo (VI).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Eti Rohaeti Azis, M.S dan
Mohamad Rafi, S.Si. selaku pembimbing atas segala ilmu, arahan, perhatian, dan
motivasi selama penelitian, dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih
dihaturkan kepada kedua orang tua tercinta, Aa Gaos, Imam, Dery, dan Rima serta
seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang yang tulus dan tiada henti.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Om Eman dan Mbak Rachma
atas kemudahan dan bantuan yang diberikan kepada penulis, Ibu Enung, Mbak Wulan,
Bapak Ridwan, Bapak Manta, dan Bapak Kosasih atas bantuan dan motivasinya.
Ungkapan Terima kasih juga terucap untuk Mirah atas ilmu dan kebersamaan yang
lebih selama satu tahun ini. Teman-teman di Lab Analitik, Miranti, Yudi PH, Inung, Ari,
dan teman-teman Kimia 39 atas bantuan, motivasi, dan kebersamaannya. Teman-teman di
GreenHouse, Mbak Sri, Mbak Sekar, Mbak Aning, dan Lia atas doa, ilmu dan
kebersamaan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2007
Nita Aulina
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 2 November 1984 dari ayah Wawan
Alwan Gunawan dan ibu Etty Nurhayati. Penulis merupakan putri kedua dari lima
bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus SMA Negeri 3 Depok dan pada tahun yang sama lulus
seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program
Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia
Dasar D3 tahun ajaran 2005/2006, Kimia Analitik Dasar tahun ajaran 2005/2006, Kimia
TPB alih tahun ajaran 2006/2007 dan semester ganjil 2006/2007 serta Kimia Analitik
Instrumen 2006/2007. Tahun 2004 penulis melaksanakan praktik lapangan di SEAMEO
BIOTROP, Bogor. Selain itu, penulis juga pernah aktif di Ikatan Mahasiswa Kimia
(Imasika) sebagai staf Departemen Pengembangan Organisasi (2003/2004), staf
Departemen PSDM (2004/2005), dan Dewan Pengawas (2005/2006). Beasiswa
pendidikan diperoleh selama 2 tahun dari Mitsubishi.
8
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................ii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................iii
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Kromium(VI) ............................................................................................................ 1
Molibdenum(VI) ....................................................................................................... 2
Spektrofotometri ....................................................................................................... 3
Metode Standar Adisi Titik H ................................................................................... 3
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat.......................................................................................................... 5
Metode ...................................................................................................................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spektrum Serapan Cr(VI) dan Mo(VI) ..................................................................... 7
Kurva Kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI) ......................................................................... 7
Penentuan Panjang Gelombang Terpilih................................................................... 9
Penentuan Cr(VI) dan Mo(VI) Secara Simultan dengan HPSAM............................ 9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................................. 12
Saran........................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12
LAMPIRAN............................................................................................................ 14
9
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Persamaan garis kurva kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI) ..................................................... 8
2 Konsentrasi Cr(VI) pada beberapa pasangan λ untuk campuran Cr(VI) 3.10-6 M dan
Mo(VI) 2.9x10-4 M ....................................................................................................... 10
3 Hasil analisis Cr(VI)-Mo(VI) pada campuran sintetik dengan adisi Cr(VI)................. 11
4 Hasil analisis Cr(VI)-Mo(VI) pada campuran sintetik dengan adisi Mo(VI) ............... 11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Reaksi antara DPC dan kromium heksavalen ................................................................. 2
2 Spektrum untuk panjang gelombang terpilih .................................................................. 4
3 Plot HPSAM ................................................................................................................... 4
4 Spektrum serapan Cr(VI) dan Mo(VI)............................................................................ 7
5 Kurva kalibrasi Cr(VI) tunggal ...................................................................................... 8
6 Kurva kalibrasi Mo(VI) tunggal ..................................................................................... 8
7 Spektrum serapan dengan λ terpilih pada 517.1 nm dan 611.9 nm untuk penentuan
Cr(VI) dan Mo(VI) ..................................................................................................... 9
8 Plot HPSAM pada penentuan simultan Cr(VI) 9x10-6 M dan Mo(VI) 2.9x10-4 M ..... 10
10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir penelitian ................................................................................................... 15
2 Perhitungan preparasi larutan stok Cr(VI) dan Mo(VI)............................................... 16
3 Serapan Cr(VI) tanpa pengaruh Mo(VI) dan dengan pengaruh Mo(VI) pada λ 542 nm
.................................................................................................................................... 17
4 Serapan Mo(VI) tanpa pengaruh Cr(VI) dan dengan pengaruh Cr(VI) pada λ
561.8 nm ................................................................................................................... 17
5 Spektrum pasangan λ terpilih adisi Cr(VI) .................................................................. 18
6 Spektrum pasangan λ terpilih adisi Mo(VI)................................................................. 20
7 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 9x10-6 M dan
Mo(VI) 2.9x10-4 M pada berbagai pasangan λ terpilih .............................................. 22
8 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 1x10-5 M dan Mo(VI)
8.9x10-4 M pada berbagai pasangan λ terpilih............................................................ 23
9 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 3x10-6 M dan
Mo(VI) 2.9x10-4 M pada berbagai pasangan λ terpilih .............................................. 24
10 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 1x10-5 M dan
Mo(VI) 1.14x10-3 M pada berbagai pasangan λ terpilih ............................................ 25
11 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 6x10-6 M dan
Mo(VI) 1.49x10-3 M pada berbagai pasangan λ terpilih ............................................ 26
12 Persamaan garis adisi Mo(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 1x10-5 M dan Mo(VI)
8.9x10-4 M pada berbagai pasangan λ terpilih............................................................ 27
13 Persamaan garis adisi Mo(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 3x10-6 M dan
Mo(VI) 2.9x10-4 M pada berbagai pasangan λ terpilih .............................................. 28
14 Persamaan garis adisi Mo(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 6x10-6 M dan
Mo(VI) 1.49x10-3 M pada berbagai pasangan λ terpilih ............................................ 29
15 Kurva kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI) pada beberapa λ ................................................. 30
16 Penentuan campuran Cr(VI) 1x10-5 M dan Mo(VI) 1.14x10-3 M pada λ 541.8 nm dan
562.3 nm .................................................................................................................... 31
2
PENDAHULUAN
Kromium umumnya berada dalam 3
bentuk stabil, yaitu kromium logam, kromium
trivalen atau Cr(III), dan kromium heksavalen
atau Cr(VI). Perbedaan tingkat valensi antara
Cr(III) dan Cr(VI) memberikan efek yang
berbeda dalam hal toksisitas. Cr(VI) memiliki
toksisitas yang lebih tinggi dan bersifat
karsinogenik dibandingkan Cr(III). Cr(VI)
dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal,
pendarahan
dalam
tubuh,
dermatitis,
kerusakan saluran pernapasan, dan kanker
paru-paru (Kusnoputranto 1996). Banyaknya
kerugian yang diakibatkan oleh toksisitas
Cr(VI) yang cukup membahayakan kesehatan,
maka beberapa peraturan tentang ambang
batas kromium dalam berbagai macam sumber
pencemar kromium telah dibuat oleh lembaga
yang berwenang dengan tujuan melindungi
ekosistem dan terutama melindungi kesehatan
manusia. Baku mutu limbah kromium
maksimum yang ditetapkan oleh Keputusan
Menteri
Negara
Lingkungan
Hidup
(Kep51/MENLH/10/1995) adalah 1 ppm,
sedangkan menurut PP RI nomor 82 tahun
2001, nilai ambang batas kromium pada air
minum adalah 0.05 ppm. Hal inilah yang
menjadi alasan perlunya metode uji kromium
yang tepat, cepat, dan ekonomis agar kasus
pencemaran kromium di lingkungan dapat
terdeteksi.
Salah satu metode yang dapat digunakan
untuk menganalisis Cr(VI) dan kromium total
adalah spektrofotometri sinar tampak dengan
pewarnaan menggunakan 1,5-difenilkarbazida
(DPC). Reaksi kromium dengan DPC sangat
sensitif, dengan absorptivitas molar kira-kira
40.000 lmol-1cm-1 pada 540 nm (Clesceri et al.
1998). Molibdenum heksavalen atau Mo(VI)
merupakan logam pengganggu utama dalam
analisis Cr(VI) menggunakan DPC secara
spektrofotometri sinar tampak karena Mo(VI)
dapat berikatan dengan DPC, sehingga jika
terdapat
dalam
jumlah
besar
akan
mengganggu keakuratan kadar Cr(VI). Oleh
karena itu diperlukan suatu metode yang dapat
mengukur keduanya secara simultan agar
jumlah Cr(VI) sebenarnya dapat ditentukan
dengan metode ini walaupun terdapat Mo(VI)
dalam jumlah yang cukup tinggi.
Metode spesiasi Cr(VI) dan Mo(VI) yang
telah dikembangkan ialah
spektroskopi
serapan atom (AAS) dengan sumber eksitasi
penguapan termal (Campillo et al. 2002),
elektroforesis kapiler (Jia et al. 1996), dan
spektofotometri derivatif (Tutem et al. 2001).
Walaupun teknik AAS dan elektroforesis
kapiler lebih sensitif dan relatif bebas dari
adanya pengganggu akan tetapi membutuhkan
peralatan yang mahal dan rumit serta
membutuhkan operator yang handal dalam
mengoperasikannya. Metode spektrofotometri
derivatif mempunyai kelemahan dalam hal
rasio sinyal dan derau (noise) karena dengan
spektra turunannya akan meningkatkan derau
sehingga hasil analisis menjadi tidak akurat
lagi.
Saat ini telah banyak dikembangkan
metode-metode analisis yang sensitif, selektif,
cepat, mudah, dan murah seperti kombinasi
teknik spektroskopi sinar tampak dengan
metode kemometrik untuk spesiasi maupun
analisis kuantitatif simultan suatu logam
berdasarkan tingkat oksidasinya tanpa adanya
proses prekonsentrasi maupun separasi. Salah
satu kombinasi metode tersebut yaitu
spektrofotometri sinar tampak dengan
pereaksi kromogenik untuk logam yang
dianalisis menggunakan kurva kalibrasi
standar adisi titik-H. Metode standar adisi
titik-H atau H-Point Standard Addition
Method (HPSAM) memberikan keuntungan
seperti
dapat
menghilangkan
dan
mengevaluasi kesalahan analisis yang
dihasilkan dari senyawa pengganggu maupun
bias akibat adanya serapan blanko (BoschReig & Campins-Falco 1988). HPSAM
memanfaatkan penggunaan matematika dalam
suatu proses analisis untuk penentuan kadar
zat kimia.
Pengembangan
metode
pengukuran
simultan logam Cr(VI) dan Mo(VI) perlu
dilakukan untuk mendapatkan metode yang
cepat dan ekonomis namun tetap selektif dan
akurat. Penelitian ini bertujuan menentukan
konsentrasi Cr(VI) dan Mo(VI) secara
simultan dengan pereaksi kromogenik DPC
dan analisis data kimia menggunakan
HPSAM.
TINJAUAN PUSTAKA
Kromium(VI)
Kromium merupakan logam mengkilap
dan bersifat tahan karat sehingga sering
digunakan sebagai pelindung logam lain,
memiliki massa jenis 7.9 g/cm3, titik didih
2658°C,
dan
titik
leleh
1875°C
(Kusnoputranto 1996). Menurut Clesceri et
al. (1998) kromium ditemukan sebagai bijih
besi
(FeO.Cr2O3).
Kelimpahan
rerata
kromium di kerak bumi adalah 122 ppm, di
tanah terdapat sekitar 11 sampai 22 ppm, di
3
aliran sungai terdapat sekitar 1 µg/l dan di air
tanah umumnya terdapat 100 µg/l.
Kromium merupakan salah satu logam
berat yang termasuk ke dalam unsur transisi
golongan VI B, bernomor atom 24 dan
bermassa atom 51.996 sma. Tingkat oksidasi
kromium yang paling banyak terdapat di alam
adalah +2, +3, dan +6. Secara umum kromium
dan
senyawaan
yang
dibentuknya
diklasifikasikan menjadi kromium logam,
kromium divalen, kromium trivalen dan
kromium heksavalen (Bastarache
2002).
Kromium heksavalen terdapat sebagai CrO42dan Cr2O72-, sedangkan bentuk trivalennya
terdapat sebagai Cr3+, [Cr(OH)]2+, [Cr(OH)2]+,
dan [Cr(OH)4]- (Clesceri et al. 1998). Di alam,
baik kromium trivalen maupun kromium
heksavalen bergabung dengan unsur-unsur
lain membentuk senyawa yang stabil.
Kromium heksavalen atau Cr(VI) adalah
suatu komponen utama yang terikat pada
oksigen seperti kromat (CrO42-) yang
berwarna kuning atau dikromat (Cr2O72-)
berwarna
jingga
merupakan
suatu
pengoksidasi yang kuat dan sangat mudah
tereduksi menjadi kromium trivalen dalam
kondisi asam (Patnalk 2003).
Kromium(VI) di lingkungan berasal dari
limbah
industri,
tambang
kromium,
pembakaran minyak bumi, kertas dan kayu.
Industri-industri logam memanfaatkan sifat
logam kromium yang sangat resisten terhadap
bahan kimia dan sifat oksidasi sehingga
kromium banyak digunakan dalam industri
baja tahan karat. Kromium(VI) dimanfaatkan
untuk produksi zat kimia kromium, pigmen
kromium untuk cat dan tekstil, penyamakan
kulit, pengawet kayu, dan digunakan dalam
pendingin pembangkit tenaga listrik untuk
mencegah karat (Kusnoputranto 1996).
Kromium heksavalen memiliki sifat yang
sangat toksik dibandingkan dengan bentuk
trivalennya. Kondisi kronis terjadi oleh uap
kromat yang dapat menyebabkan kanker paruparu. Hasil percobaan yang dilakukan pada
hewan menunjukkan pemberian kromat 50
ppm melalui mulut dapat meningkatkan
depresi dan menimbulkan kerusakan hati dan
ginjal. Pajanan jangka panjang terhadap
saluran
pernafasan
dan
kulit
dapat
menyebabkan peradangan rongga hidung,
pendarahan hidung yang sering, dan ulkus
jaringan kulit (Kusnoputranto 1996).
Pereaksi yang paling umum digunakan
untuk menentukan kadar Cr(VI) secara
spektrofotometri sinar tampak, yaitu DPC
(Clesceri et al. 1998) akan tetapi gangguan
dari Fe(III), Mo(VI), Cu(II), dan Hg(II)
sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh.
Pereaksi lain yang juga telah diteliti untuk
penentuan
kadar
Cr(VI)
adalah
bromopirogalol merah (Huang et al. 1997),
ferpenazin (Mohamed & El-Shahat 2000),
trifluoroperazin hidroklorida (Revanasiddappa
& Kumar 2002), dan variamin biru (Narayana
& Cherian 2005).
2
H
H
N
N
N
C
N
NH
Cr 6+
H
O
H
NH
+
N
N
C
O
Cr
O
NH
HN
C
NH
NH
Gambar 1 Reaksi antara DPC dan kromium
heksavalen (Vogel 1990).
Molibdenum(VI)
Molibdenum (Mo) adalah logam putihkeperakan, yang keras dan berat. Dalam
bentuk bubuk, warnanya abu-abu. Logam ini
melebur pada 2622 C. Logam ini tahan
terhadap alkali dan asam klorida. Asam nitrat
encer perlahan-lahan melarutkannya, asam
nitrat pekat membuatnya menjadi pasif. Mo
dengan mudah larut dalam campuran asam
nitrat pekat dan hidrogen flourida (Vogel
1990).
Molibdenum
membentuk
senyawasenyawa dengan bilangan oksidasi +2, +3, +4,
+5, dan +6. Senyawaan Mo yang paling
penting adalah molibdat (dengan bilangan
oksidasi +6). Molibdat merupakan garam dari
asam molibdat (H2MoO4). Asam ini
cenderung untuk berpolimerisasi dengan
mengeluarkan molekul-molekul air.
Molibdenum merupakan logam yang
dalam jumlah kecil dibutuhkan dalam nutrisi
tumbuhan. Selain itu, logam ini banyak
digunakan dalam industri-industri seperti
pembuatan baja, pigmen, minyak pelumas,
dan katalis (Andrade et al. 1998). Selain itu
Mo terdapat dalam jumlah besar di ekosistem
laut dan berperan dalam reaksi redoks
enzimatik.
Beberapa
teknik
analisis
telah
dikembangkan untuk penentuan Mo terutama
dengan bilangan oksidasi 6 dan teknik
spektrofotometri
menggunakan
tiosianat
4
sebagai pewarna merupakan yang paling
umum digunakan (Andrade et al. 1998).
Pewarna lain yang telah digunakan, yaitu
bromopirogalol merah (Huang et al. 1998),
isotipendil
hidroklorida dan pipazetat
hidroklorida (Melwanki et al. 2001), dan DPC
(Tutem et al. 2001). Analisis kuantitatif
penentuan Mo(VI) yang telah dilakukan
diantaranya menggunakan metode AAS
dengan sumber eksitasi tungku grafit
(Matsusaki et al. 1999) dan metode lain
seperti voltammetri (Jugade & Joshi 2004).
Spektrofotometri
Spektrofotometri
adalah
metode
pengukuran yang didasarkan pada interaksi
antara cahaya dengan materi. Bila materi
disinari, maka cahaya akan diserap dan
dipancarkan
kembali
dengan
panjang
gelombang yang sama atau berbeda.
Penyerapan sinar tampak oleh suatu molekul
dapat menyebabkan terjadinya eksitasi
elektron suatu molekul tersebut dari tingkat
energi dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi.
Spektrofotometri sinar tampak memiliki
sumber radiasi berupa sinar tampak, yaitu
radiasi elektromagnetik dengan panjang
gelombang 400 sampai 750 nm (Day &
Underwood 2002). Serapan maksimum dari
larutan berwarna terjadi pada daerah warna
yang berlawanan atau dapat diartikan warna
yang diserap adalah warna komplementer dari
yang diamati.
Penyerapan sinar tampak suatu molekul
menghasilkan transisi diantara tingkat energi
elektronik molekul tersebut (Sudjadi 1985).
Penyerapan radiasi ini dapat dihubungkan
dengan kandungan analit dalam contoh.
Hukum Lambert menyatakan bahwa fraksi
penyerapan sinar tergantung dari tebal media
yang dilalui sinar, sedangkan hukum Beer
menyatakan bahwa penyerapan sebanding
dengan jumlah molekul yang menyerap. Dari
hukum Lambert-Beer dapat diketahui
hubungan antara absorban, ketebalan media,
dan konsentrasi suatu bahan. Persamaan
Lambert-Beer:
A = . b. C
A adalah serapan analat (absorbans), adalah
absorptivitas molar (lmol-1cm-1), b adalah
ketebalan lapisan larutan analat atau panjang
jalur serapan (cm), dan C adalah konsentrasi
analat (mol/l). Besarnya bergantung pada
cahaya dan macam senyawaan.
Spektrofotometer adalah alat yang
digunakan untuk mengukur energi secara
relatif jika energi radiasi elektromagnetik
ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan
sebagai fungsi dari panjang gelombang.
Komponen-komponen
spektrofotometer
adalah sumber radiasi, monokromator, sel
absorpsi, dan detektor. Sumber radiasi yang
biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi
molekul
adalah
lampu
wolfram.
Monokromator yang digunakan adalah
monokromator prisma atau kisi. Sel yang
digunakan pada pengukuran daerah tampak
adalah kuvet kaca. Detektor yang digunakan
adalah tabung penggandaan sinar (Khopkar
1990).
Metode Standar Adisi Titik-H
Metode standar adisi titik-H atau HPSAM
yang dikembangkan oleh Bosch-Reig &
Campins-Falco (1988) merupakan modifikasi
dari metode standar adisi yang dapat
melakukan transformasi kesalahan yang tak
dapat diperbaiki akibat adanya interferensi
langsung pada penentuan suatu analat.
Kesalahan ini kemudian dapat dievaluasi dan
juga dihilangkan. Metode ini juga dapat
memperbaiki secara langsung kesalahan
proporsional dan konstan yang dihasilkan oleh
matriks sampel (Campins-Falco et al. 1992a;
Campins-Falco et al. 1992b; Bosch-Reig et al.
1994; Verdu-Andres et al. 1994). Dasar dari
HPSAM adalah mengembangkan prosedur
untuk menentukan jumlah spesi X dengan
kehadiran spesi Y sebagai pengganggu
langsung dan atau kehadiran total youden
blank yang mewakili galat tetap dari sebuah
metode.
Aplikasi dalam analisis dua komponen
dengan metode ini, membutuhkan dua
panjang gelombang sebagai daerah kerja
dengan serapan untuk spesi X mengalami
perubahan sedangkan serapan spesi lainnya Y
dibuat
konstan
ataupun
sebaliknya.
Komponen atau spesi yang serapannya
berubah dianggap sebagai analit, sedangkan
spesi yang serapannya dibuat konstan
dianggap sebagai pengganggu (CampinsFalco et al. 1995).
Metode ini membutuhkan spektrum dari
penggangu sebagai dasar dari pengukuran
persamaan garis standar adisi pada panjang
gelombang terpilih yaitu λ1 dan λ2. Panjang
gelombang terpilih adalah dua panjang
gelombang yang memberikan serapan yang
sama pada spektrum serapan penganggu
(Gambar 2). Spektrum S merupakan spektrum
serapan campuran X dan Y, λ1 dan λ2 dipilih
ketika spesi Y dianggap sebagai pengganggu,
5
sedangkan λ3 dan λ4 dipilih ketika spesi X
dianggap sebagai pengganggu.
Gambar 3 merupakan plot antara
absorbans
dan
konsentrasi
X
yang
ditambahkan dengan variasi konsentrasinya
pada dua panjang gelombang terpilih. A1
adalah plot serapan larutan (campuran X dan
Y) pada λ1, sedangkan A2 dalah plot serapan
larutan pada λ2. Dua garis lurus (A1 dan A2)
akan berpotongan pada titik-H (-CH, AH)
dengan CH adalah konsentrasi spesi X dalam
sampel dan AH adalah sinyal analitik dari
spesi Y. Metode ini
membolehkan
penambahan standar dari 2 spesi X dan Y
secara bersamaan dengan tujuan memperoleh
konsentrasi kedua spesi tersebut di dalam
sampel.
X dan spesi Y. Nilai ini dapat ditentukan
melalui persamaan matematik dari kedua garis
tersebut.
A λ1 = A0 X ,1 + A0Y ,1 + M X ,1C i X + M Y ,1C iY
= A0 X ,1 + A0Y ,1 + M X ,1C i X + M Y ,1
= A0 X ,1 + A0Y ,1 + M X ,1 + M Y ,1
2
Spektrum untuk
gelombang terpilih.
panjang
Nilai serapan dihasilkan pada dua panjang
gelombang masing-masing A 1 dan A 2 yang
merupakan nilai serapan dari campuran spesi
CiX
CiX
C iY
CiX
CiX
= A0 X ,1 + A0Y ,1 + M λ1C i X
(1)
Aλ 2 = A0 X , 2 + A0Y , 2 + M X , 2C i X + M Y , 2C iY
= A0 X , 2 + A0Y , 2 + M X , 2C i X + M Y , 2
= A0 X , 2 + A0Y , 2 + M X , 2 + M Y , 2
= A0 X , 2 + A0Y , 2 + M λ1C i X
Gambar
C iY
C iY
Ci X
C iY
Ci X
Ci X
Ci X
( 2)
dengan nilai i = 0,1,2......,n
Nilai A0X,1 dan A0X,2 merupakan nilai serapan
analat X sesungguhnya (tanpa penambahan
standar spesi X) masing-masing diukur pada
1 dan
2. M 1 dan M 2 merupakan nilai
kemiringan (slope) dari kurva penambahan
standar, CiX dan CiY adalah konsentrasi standar
spesi X dan Y yang ditambahkan pada
campuran.
Kedua garis pada Gambar 3 akan bertemu
pada suatu titik yang dinamakan titik-H. Pada
titik-H ini nilai A 1 akan sama dengan A 2 dan
CiX sama dengan CH, sehingga dari kedua
persamaan di atas dapat diperoleh:
Gambar 3 Plot HPSAM.
6
A0X,1 + A0Y,1 + Mλ1(−CH ) = A0X,2 + A0Y,2 + Mλ2(−CH )
(−CH ) =
(A0X,2 − A0X,1) + (A0Y,2 − A0Y,1)
Mλ1 − Mλ2
(−CH ) = C0X +
(A0Y,2 − A0Y,1)
Mλ1 − Mλ2
(3)
Titik-H bergantung pada nilai konsentrasi
analat C0X yang ditunjukkan oleh persamaan
3. Nilai 1 dan 2 ditentukan dengan cara
memilih dua panjang gelombang yang
memberikan nilai serapan yang sama untuk Y
(A0Y1 = A0Y2) dan absis dari titik H merupakan
konsentrasi analat X dalam sampel, sehingga
diperoleh persamaan 4.
A 0 X , 2 − A 0 X ,1
(−C H ) = C 0 X =
M λ1 − M λ 2
A 0 X ,1
A 0 X ,2
=−
( 4)
M λ1
M λ2
Nilai AH hanya akan bergantung pada serapan
yang diperoleh spesi Y dari pembacaan dua
panjang gelombang, sehingga diperoleh
persamaan 5 dan 6.
=−
A H = A 0 X ,1 + A 0 Y ,1 + M λ 1 ( − C H )
A
0
X ,1
( 5)
= M λ 1C H ( persamaan 4 ) maka :
A H = A 0 Y ,1 atau A H = A 0 Y , 2
(6)
Beberapa aplikasi HPSAM yang telah
berhasil dilakukan pada analisis simultan dua
komponen logam diantaranya Co(II) dan
Ni(II) (Afkhami & Bahram 2004), Fe(III) dan
Fe(II) (Safavi et al. 2001), Cr(VI) dan Fe(III)
(Abdollahi 2001), serta Cr dan V (Mohamed
& El-Shahat 2000). Selain digunakan untuk
analisis simultan logam, metode ini dapat juga
digunakan untuk analisis simultan bahan
organik seperti hidrazin dan asetalhidrazin
(Afkhami & Zarei 2004), serta fenol dan ocresol (Bosch-Reig et al. 1996).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah
K2Cr2O7
sebagai
sumber
Cr(VI),
Na2MoO4.2H2O sebagai sumber Mo(VI),
larutan contoh, 1,5-difenilkarbazida (DPC),
H2SO4 pekat, dan air bebas ion.
Alat-alat
yang
digunakan
adalah
spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 1700 PC
dengan perangkat lunak UV Probe versi 2.21
dan kuvet kuarsa dengan tebal 1 cm, serta
peralatan kaca.
Metode Penelitian
Penelitian meliputi pembuatan spektrum
absorpsi untuk Cr(VI) dan Mo(VI), pembuatan
kurva kalibrasi individu dan campuran dari
Cr(VI) dan Mo(VI) dan penentuan simultan
konsentrasi Cr(VI) dan Mo(VI) dalam contoh
sintetik dengan HPSAM.
Selanjutnya
dilakukan uji presisi dan akurasi (Lampiran
1). Beberapa parameter yang digunakan pada
penelitian ini yang meliputi suhu, waktu
inkubasi, konsentrasi H2SO4, dan konsentrasi
DPC merujuk pada Tutem et al. (2001).
Preparasi Larutan Stok Standar
Larutan stok standar Cr(VI) dan Mo(VI)
dengan konsentrasi masing-masing sebesar
2.0x10-4 M dan 2.0x10-2 M disiapkan dengan
menimbang K2Cr2O7 dan Na2MoO4.2H2O
yang ekivalen dengan 0.0118 g Cr(VI) dan
0.4840 g Mo(VI) dari masing-masing
garamnya tersebut dan dilarutkan dengan air
bebas ion hingga 100 ml pada labu takar
(Lampiran 2).
Preparasi Pereaksi
Larutan DPC dibuat setiap hari dengan
melarutkannya dalam aseton. Konsentrasi
yang dibuat sebesar 0.0714 M.
Larutan stok H2SO4 0.5 M dibuat dari
H2SO4pekat 98% dengan mengencerkannya
dalam air bebas ion.
Pembuatan Spektrum Serapan Cr(VI)
Sebanyak 1.25 ml larutan Cr(VI) 2x10-4 M
dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml, lalu
ditambahkan 1 ml H2SO4 0.07 M dan 1 ml
larutan DPC 0.0714 M. Larutan tersebut ditera
menggunakan air bebas ion hingga volume
total 25 ml. Setelah itu larutan dikocok dan
didiamkan
selama
60
menit
untuk
pembentukan warna sepenuhnya. Serapan
larutan diukur menggunakan spektrofotometer
UV-VIS pada kisaran panjang gelombang
400-900 nm. Data yang diperoleh berupa
kurva hubungan serapan larutan terhadap .
Pembuatan Spektrum Serapan Mo(VI)
Sebanyak 1.43 ml larutan Mo6+ 2.10-2 M
ppm dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml,
lalu ditambahkan 1 ml H2SO4 0.07 M dan 1
ml larutan DPC 0.0714 M. Larutan tersebut
ditera menggunakan air bebas ion hingga
volume total 25 ml. Setelah itu larutan
dikocok dan didiamkan selama 60 menit
untuk pembentukan warna sepenuhnya.
Serapan
larutan
diukur
menggunakan
spektrofotometer UV-VIS pada kisaran
panjang gelombang 400-900 nm. Data yang
7
diperoleh berupa kurva hubungan serapan
larutan terhadap .
kalibrasi ini dibandingkan
pengukuran Cr(VI) tunggal.
Pembuatan Kurva Kalibrasi
1. Pengukuran Cr(VI) tunggal
Larutan stok sebanyak 0.38 ml, 0.75 ml,
1.12 ml, 1.50 ml, dan 1.88 ml masing-masing
dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml.
Kemudian ditambahkan 1 ml larutan H2SO4
0.07 M diikuti dengan 1 ml larutan DPC
0.0714 M, lalu larutan ditera dengan air bebas
ion sehingga memberikan konsentrasi akhir
3.0x10-6–1.5x10-5 M. Larutan didiamkan
selama 60 menit, lalu diukur serapannya. Data
yang diperoleh berupa kurva hubungan
serapan larutan terhadap . Berdasarkan data
tersebut dibuat kurva kalibrasinya pada
panjang gelombang yang memberikan serapan
maksimum.
3. Pengukuran Mo(VI) dengan kehadiran
Cr(VI)
Larutan stok Mo(VI) sebanyak 1.11 ml,
1.36 ml, 1.61 ml, 1.86 ml, 2.11 ml, dan 2.36
ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu
takar 25 ml (dibuat 3 set), lalu masing-masing
set ditambahkan 0.38 ml, 0.75 ml, dan 1.25
ml. larutan stok Cr(VI). Kemudian 2 ml
larutan H2SO4 0.07 M diikuti dengan 2 ml
larutan DPC 0.0714 M ditambahkan ke
dalamnya, lalu ditera dengan air bebas ion
sehingga memberikan konsentarsi akhir
Mo(VI) 8.9x10-4–1.89x10-3 M. Larutan
didiamkan selama 60 menit, lalu diukur
serapannya. Data yang diperoleh berupa kurva
hubungan serapan larutan terhadap
.
Bedasarkan data tersebut dibuat kurva
kalibrasinya pada panjang gelombang yang
memberikan serapan maksimum. Kurva
kalibrasi ini dibandingkan dengan hasil
pengukuran Mo(VI) tunggal.
2. Pengukuran Mo(VI) tunggal
Larutan stok sebanyak 0.36 ml, 0.61 ml,
0.86ml, 1.11ml, 1.36 ml, dan 1.61 ml masingmasing dimasukkan ke dalam labu takar 25
ml. Kemudian ditambahkan 1 ml larutan
H2SO4 0.07 M diikuti dengan 1 ml larutan
DPC 0.0714 M, lalu larutan ditera dengan air
bebas ion sehingga memberikan konsentrasi
akhir
2.9x10-4–1.29x10-3
M.
Larutan
didiamkan selama 60 menit, lalu diukur
serapannya. Data yang diperoleh berupa
spektrum serapan larutan terhadap
.
Berdasarkan data tersebut lalu dibuat kurva
kalibrasinya pada panjang gelombang yang
memberikan serapan maksimum.
Selain itu dilakukan pula pada kisaran
konsentrasi 8.9x10-4–18.9x10-4 M dengan
prosedur yang sama seperti di atas.
3. Pengukuran Cr(VI) dengan kehadiran
Mo(VI)
Larutan stok Cr(VI) sebanyak 0.38 ml,
0.75 ml, 1.12 ml, 1.50 ml, dan 1.88 ml
masing-masing dimasukkan ke dalam labu
takar 25 ml (dibuat 3 set), lalu masing-masing
set ditambahkan 1.11 ml, 1.86 ml, dan 2.36 ml
larutan stok Mo(VI). Kemudian ditambahkan
2 ml larutan H2SO4 0.07 M diikuti dengan 2
ml larutan DPC 0.0714 M, lalu larutan ditera
dengan air bebas ion sehingga memberikan
konsentrasi akhir Cr(VI) 3.0x10-6–1.5x10-5 M.
Larutan didiamkan selama 60 menit, lalu
diukur serapannya. Data yang diperoleh
berupa kurva hubungan serapan larutan
terhadap . Berdasarkan data tersebut dibuat
kurva kalibrasinya pada panjang gelombang
yang memberikan serapan maksimum. Kurva
dengan
hasil
Penentuan Panjang Gelombang Terpilih
Spektrum serapan Cr(VI) dan Mo(VI)
ditumpangtindihkan, lalu dipilih sepasang
( 1 dan 2) yang memberikan nilai serapan
yang sama untuk Mo(VI) jika dilakukan adisi
Cr(VI), dan sepasang
memberikan nilai
serapan yang sama untuk Cr(VI) jika
dilakukan adisi Mo(VI).
Penentuan Cr(VI) dan Mo(VI) Secara
simultan
Beberapa campuran sintetik dibuat dengan
berbagai rasio konsentrasi Cr(VI)/Mo(VI).
Komposisi campuran (Cr, Mo) dinyatakan
dalam mol l-1 untuk contoh A, B, C, D, dan E
masing-masing adalah: (9x10-6 M, 2.9x10-4
M), (1x10-5 M, 8.9x10-4 M), (3x10-6 M,
2.9x10-4 M), (1.10-5 M, 1.14x10-3 M), dan
(6x10-6 M, 1.49x10-3 M). Campuran dibuat
dari larutan stok Cr dan Mo yang dimasukkan
ke dalam labu takar 25 ml. Masing-masing
komposisi dibuat lima ulangan. Setiap
komposisi campuran kemudian ditambahkan
masing-masing dengan 0.38 ml, 0.75 ml, 1.13
ml, 1.50 ml, dan 1.88 ml larutan Cr(VI)
2.0x10-4 M untuk adisi Cr, sedangkan untuk
adisi Mo campuran ditambahkan dengan 1.11
ml, 1.36 ml, 1.61 ml, 1.86 ml, 2.11 ml, dan
2.36 ml larutan Mo(VI) 2x10-2 M. Kemudian
3 ml larutan H2SO4 0.07 M diikuti dengan 3
ml larutan DPC 0.0714 M ditambahkan ke
dalamnya, lalu ditera dengan air bebas ion.
Larutan didiamkan selama 60 menit, lalu
8
diukur serapannya pada pasangan panjang
gelombang terpilih.
Berdasarkan data yang diperoleh, dibuat
kurva hubungan serapan larutan terhadap
penambahan konsentrasi Cr(VI) atau Mo(VI).
Konsentrasi Cr(VI) dan Mo(VI) kemudian
diperoleh dengan HPSAM.
Presisi
dievaluasi
dengan
ulangan
sebanyak 5 kali pada tiap konsentrasi contoh
yang digunakan dan dianalisis pada hari yang
sama. Persentase Simpangan Baku Relatif
(%SBR) data kemudian dihitung dengan
menggunakan rumus:
SBR (%) = 100 SB
x
SB dan x adalah simpangan baku dan rataan
hasil pengukuran.
Akurasi dievaluasi dengan ulangan
sebanyak 5 kali pada tiap konsentrasi contoh
yang digunakan. Persentase kesalahan relatif
data kemudian dihitung dengan menggunakan
rumus:
a−b
%Kesalahan relatif =
x 100%
b
Keterangan: a = konsentrasi terukur
b = konsentrasi teoritis
DPC lebih rendah dibandingkan reaksi Cr(VI)
dengan DPC. Menurut Clesceri (1998) nilai
absorptivitas molar kompleks Cr-DPC kirakira 40.000 lmol-1cm-1. Nilai yang besar ini
menunjukkan bahwa warna yang dibentuk
oleh
pengkompleksan
sangat
sensitif
meskipun pada konsentrasi sangat rendah.
Gambar 4 menunjukkan spektrum serapan
Cr(VI) dan Mo(VI) pada daerah 400-600 nm
bertumpang tindih sempurna, menandakan
serapan senyawa yang satu dapat mengganggu
serapan senyawa yang lain. Analisis
multikomponen
secara
spektrofotometri
ultraviolet maupun sinar tampak akan
melibatkan resolusi dari 2 komponen atau
lebih yang spektrumnya bertumpang tindih.
Semakin luas tumpang tindih maka akan
semakin sulit untuk membuat resolusi.
Metode standar adisi titik-H dapat digunakan
untuk resolusi 2 komponen yang memiliki
pola spektrum yang mirip ( Campins-Falco et
al. 1995).
Cr(VI)
Mo(VI)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spektrum Serapan Cr(VI) dan Mo(VI)
Spektrum serapan kompleks Cr-DPC dan
kompleks Mo-DPC dapat dilihat pada Gambar
4. Gambar tersebut menunjukkan bahwa
pengukuran serapan Cr-DPC menghasilkan
panjang gelombang yang memberikan serapan
maksimum (λ maks) pada 542 nm. Spektrum
kompleks Mo-DPC menghasilkan 2 panjang
gelombang yang memberikan serapan
maksimum yaitu pada 561.8 nm dan 814.6 nm
Nilai ini berbeda dengan nilai panjang
gelombang menurut Clesceri et al. (1998) dan
Tutem et al. (2001) untuk pengukuran Cr(VI)
yaitu 540 nm, sedangkan menurut Tutem et
al. (2001) pengukuran Mo(VI) memberikan
nilai λ maks pada 540 nm, 665nm, dan 755
nm.
Warna larutan yang terbentuk dari
kompleks Cr-DPC adalah ungu kemerahan
sedangkan kompleks Mo-DPC berwarna ungu
kebiruan. Intensitas warna ini terukur pada
spektrofotometer menghasilkan nilai serapan
untuk Cr(VI) 1.10-5 M sebesar 1.082 dan
kompleks Mo(VI) 1.14x10-3 M sebesar 0.423.
Nilai ini dapat diartikan bahwa Cr(VI) dan
Mo(VI) dapat bereaksi dengan DPC, tetapi
kesensitifan reaksi antara Mo(VI) dengan
Gambar 4 Spektrum serapan Cr(VI) dan
Mo(VI).
Kurva Kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI)
Empat kurva kalibrasi dibuat untuk
membuktikan ada tidaknya penyimpangan
hukum Lambert-Beer. Keempat kurva tersebut
yaitu kurva kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI)
secara terpisah dan kurva kalibrasi Cr(VI) dan
Mo(VI) dengan kehadiran sejumlah tertentu
dari Cr(VI) dan Mo(VI). Gambar 5
merupakan kurva kalibrasi dari Cr(VI) pada
kisaran konsentrasi 3x10-6–1.5x10-5 M.
Persamaan garis yang diperoleh untuk
Cr(VI) adalah y = 0.0508 + 0.1599x dengan
koefisien korelasi 0.9998. Gambar 6
menunjukkan kurva kalibrasi Mo(VI) pada
kisaran konsentrasi 8,9x10-4–1.89x10-3 M.
Persamaan garis yang diperoleh untuk Mo(VI)
adalah y = -0.2901 + 0.0592x dengan
koefisien korelasi 0.9992. Koefisien korelasi
9
yang tinggi ini menunjukkan tidak terjadi
penyimpangan hukum Lambert-Beer yang
menyebabkan
ketidaklinieran
hasil
pengukuran, sehingga untuk mengetahui
konsentrasi analat dalam suatu contoh dapat
langsung diketahui dengan memasukkan nilai
serapan pada persamaan kurva kalibrasi yang
memberikan koefisien korelasi paling baik.
3
A b s o rb a n s
2.5
y = 0.1599x + 0.0508
R = 0.9998
2
1.5
1
0.5
0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Konsentrasi (10-6 M)
Absorbans
Gambar 5 Kurva kalibrasi Cr(VI) tunggal.
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
y = 0.0592x - 0.2901
R = 0.9992
0
5
10
15
20
kurva kalibrasi Mo(VI) dengan kehadiran
sejumlah tertentu Cr(VI) dimaksudkan untuk
melihat pengaruh Cr(VI) atau Mo(VI) dalam
campuran pada kisaran konsentrasi linier dari
salah satu spesi. Hal ini digunakan sebagai
dasar penentuan simultan kedua spesi dengan
metode standar adisi titik-H.
Pengaruh yang ditimbulkan dapat dilihat
dari nilai koefisien korelasi. Persamaan kurva
kalibrasi Cr(VI) dengan kehadiran Mo(VI)
dan kurva kalibrasi Mo(VI) dengan kehadiran
Cr(VI) menunjukkan adanya penurunan nilai
koefisien korelasi dibandingkan koefisien
korelasi pada kurva tunggal masing-masing
(Tabel 1). Semakin besar konsentrasi Mo(VI)
atau Cr(VI) yang ditambahkan, nilai koefisien
korelasinya akan semakin kecil. Selain itu,
nilai kemiringan yang berbeda antara kurva
kalibrasi Cr(VI) tunggal dan dengan
penambahan Mo(VI) memberikan
arti
bahwa serapan Mo(VI) dapat meng- ganggu
pengukuran Cr(VI), dengan kata lain,
sensitivitas pengukuran Cr(VI) menurun
dengan adanya Mo(VI). dengan DPC. Hal
yang sama terjadi pula pada kurva kalibrasi
Mo(VI) sehingga analisis simultan Cr(VI) dan
Mo(VI) sebaiknya dilakukan dengan metode
standar adisi. Data serapan kurva kalibrasi
dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
Konsentrasi (10-4 M)
Gambar 6 Kurva kalibrasi Mo(VI) tunggal.
Tabel 1 Persamaan garis kurva kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI)
Tanpa pengaruh Mo(VI)
y = 0.1599x + 0.0508
Koefisien
Korelasi
0.9998
Pengaruh Mo(VI) 8.9x10-4 M
y = 0.0692x + 0.1425
0.9951
-3
y = 0.0636x + 0.5179
0.9962
-3
y = 0.0698x + 0.7580
0.9858
Perlakuan
Cr(VI)
Persamaan Garis
Pengaruh Mo(VI) 1.49x10 M
Pengaruh Mo(VI) 1.89x10 M
Mo(VI)
Tanpa pengaruh Cr(VI)
y = 0.0592x - 0.2901
0.9992
Pengaruh Cr(VI) 3x10-6 M
y = 0.0710x - 0.3635
0.9986
Pengaruh Cr(VI) 6x10-6 M
y = 0.0533x + 0.0495
0.9953
y = 0.0661x + 0.0531
0.9949
-5
Pengaruh Cr(VI) 1x10 M
Pembuatan kurva kalibrasi Cr(VI) dengan
kehadiran sejumlah tertentu Mo(VI) ataupun
Penentuan Panjang Gelombang Terpilih
Spektrum absorpsi kompleks Cr-DPC dan
Mo-DPC (Gambar 4) digunakan untuk
menentukan pasangan λ terpilih. Persamaan
garis standar adisi yang digunakan pada
10
HPSAM diukur pada panjang gelombang
terpilih λ1 dan λ2. Dua λ dipilih ketika serapan
dari pengganggu memberikan nilai yang
sama, tetapi berbeda untuk analit(CampinsFalco et al. 1995). Ketika Cr(VI) sebagai
analit maka dapat dipilih beberapa pasangan λ
yang memberikan nilai serapan yang sama
untuk Mo(VI). Begitu pula sebaliknya ketika
Mo(VI) sebagai analit maka dapat dipilih
beberapa pasangan λ yang memberikan nilai
serapan yang sama untuk Cr(VI).
Beberapa pasangan λ terpilih (λ1,λ2) yang
digunakan saat Cr(VI) sebagai analit, yaitu
(541.8 nm, 562.3 nm), (525 nm, 588.4 nm),
(517.1 nm, 611.9 nm), (533.8 nm, 571 nm),
dan (530.6 nm, 571.8 nm). Sedangkan
pasangan λ yang digunakan saat Mo(VI)
sebagai analit, yaitu (524.5 nm, 558.8 nm),
(518 nm, 567.4 nm), dan (526.6 nm dan 556.6
nm). Gambar 7 memperlihatkan spektrum
serapan dengan λ terpilih 541.8 nm dan 562.3
nm. Pada λ 517.1 nm dan 611.9 nm Mo(VI)
mempunyai nilai serapan yang sama yaitu
0.212. Spektrum λ terpilih lainnya dapat
dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6.
Pasangan λ terpilih yang digunakan pada
HPSAM adalah yang memberikan koefisien
korelasi yang tinggi pada persamaan garis
sehingga menghasilkan akurasi yang baik.
Menurut Safavi et al. (2001) pada pasangan λ
terpilih serapan dari analit harus linear dengan
konsentrasinya dan serapan pengganggu tetap
sama meskipun konsentrasi analit berubah.
Cr(VI)
Mo(VI)
(a)
(b)
Gambar 7 Spektrum serapan dengan λ terpilih
pada 517.1 nm (a) dan 611.9 nm
(b) untuk penentuan Cr(VI) dan
Mo(VI).
Penentuan Cr(VI) dan Mo(VI) Secara
Simultan dengan HPSAM
Ketika Cr(VI) dipilih sebagai analit
persamaan garis didapatkan pada λ1 dan λ2
yang merupakan hubungan antara serapan
pada absis dengan penambahan konsentrasi
Cr(VI) pada ordinat. Kedua garis bertemu
pada satu titik yang dinamakan titik-H. TitikH merupakan koordinat (–CH,AH). Titik CH
menunjukkan konsentrasi dari Cr(VI),
sedangkan AH adalah serapan yang digunakan
untuk menentukan konsentrasi Mo(VI). Nilai
CH dapat dilihat sebagai rasio kenaikan
serapan ( A) dan kenaikan slope ( M). Nilai
M bergantung pada karakteristik serapan
A
Cr(VI) dan Mo(VI), sedangkan
bergantung
pada
konsentrasi
Cr(VI)
(Persamaan 4 dan 5). Begitupun sebaliknya,
ketika Mo(VI) dipilih sebagai analit, titik CH
menunjukkan konsentrasi dari Mo(VI),
sedangkan AH adalah serapan yang digunakan
untuk menentukan konsentrasi Cr(VI).
Pasangan λ yang telah dipilih untuk adisi
Cr(VI) (Lampiran 5) diseleksi menjadi satu
pasangan λ terpilih. Tabel 2 menunjukkan
nilai akurasi pengukuran konsentrasi Cr(VI)
pada beberapa pasangan λ. Semakin besar
nilai M maka nilai akurasi dari konsentrasi
analit akan semakin baik (Campins-Falco et
al. 1995). Oleh karena itu, pasangan λ 517.1
nm dan 611.9 nm dipilih untuk menghasilkan
akurasi yang baik. Hal yang sama berlaku
juga untuk adisi Mo(VI), pasangan λ
(Lampiran 6) yang memiliki M terbesar,
yaitu 518 nm dan 567.4 nm.
11
Tabel 2 Konsentrasi Cr(VI) pada beberapa
pasangan λ untuk campuran Cr(VI)
3x10-6 M dan Mo(VI) 2.9x10-4 M
λ1,λ2 (nm)
541.8;562.3
525;588.40
517.1;611.9
533.8;571
530.6;571.8
M
0.0148
0.0514
0.0864
0.0292
0.0278
[Cr(VI)]
(10-6 M)
3.62
2.67
2.71
2.57
2.5
%
Kesalahan
relatif
20.67
-11
-9.67
-14.33
-16.67
Gambar 8 menunjukkan hubungan antara
serapan dan penambahan konsentrasi spesi
Cr(VI) dari campuran Cr(VI) 9x10-6 M dan
Mo(VI) 2.9x10-4 M. Titik-H memiliki nilai
absis (-CH) -9.10 yang merupakan konsentrasi
Cr(VI) yaitu 9.10x10-6 M. Nilai ordinat pada
titik-H -0.0037 merupakan nilai AH.
Konsentrasi Mo(VI) dihitung melalui kurva
kalibrasi pada λ1 atau λ2 dengan mensubtitusi
nilai AH pada persamaan kurva kalibrasi
(Lampiran 15). Perhitungan konsentrasi secara
matematik dilakukan dengan menggunakan
persamaan 4 dan 5. Persamaan garis untuk
penentuan titik-H pada beberapa campuran
sintetik lainnya dapat dilihat pada Lampiran
8–14.
3.5
3
Serapan Larutan
2.5
2
1.5
1
0.5
-15
-10
-5
0
-0.5 0
5
10
15
20
Penambahan konsentrasi Cr(VI) (10-6 M)
Gambar 8 Plot HPSAM pada penentuan
simultan Cr(VI) 9x10-6 M dan
Mo(VI) 2.9x10-4 M.
Penentuan simultan Cr(VI) dan Mo(VI)
dilakukan pada beberapa campuran sintetik
yang mengandung Cr(VI) dan Mo(VI) dengan
rasio konsentrasi tertentu. Contoh A, B, C, D,
dan E dilakukan adisi Cr(VI), sedangkan adisi
Mo(VI) hanya dilakukan pada contoh B, C,
dan E. Adisi Cr(VI) pada campuran sintetik
dilakukan dengan penambahan konsentrasi
Cr(VI) sesuai kisaran konsentrasi linear
Cr(VI), yaitu 3x10-6–1.5x10-5 M, sedangkan
pada adisi Mo(VI) kisaran konsentrasi Mo(VI)
yang ditambahkan, yaitu 8,9x10-4–1.89x10-3
M. Pada adisi ini Cr(VI) bertindak sebagai
analit dalam campuran, sedangkan Mo(VI)
bertindak sebagai pengganggu.
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis
campuran Cr(VI) dan Mo(VI) pada berbagai
rasio konsentrasi dengan menganggap Cr(VI)
sebagai analit. Pengukuran Contoh A
menghasilkan konsentrasi yang cukup akurat
untuk Cr(VI) tetapi tidak akurat untuk
Mo(VI), sedangkan pengukuran Contoh B
menghasilkan konsentrasi yang cukup akurat
untuk Mo(VI) tetapi tidak akurat untuk
Cr(VI). Contoh C, D, dan E tidak dapat
ditentukan secara akurat komposisinya.
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis
campuran Cr(VI) dan Mo(VI) pada berbagai
rasio konsentrasi dengan menganggap Mo(VI)
sebagai analit. Pada adisi Mo(VI) pengukuran
konsentrasi campuran Cr(VI) dan Mo(VI)
tidak dapat ditentukan secara akurat.
Ketidakakuratan hasil pengukuran disebabkan
rasio konsentrasi Cr(VI):Mo(VI) pada contoh
terlalu besar, sehingga konsentrasi Mo(VI)
sangat berpengaruh terhadap sensitivitas
pengukuran campuran. Selain itu, pada adisi
Cr(VI) kisaran konsentrasi Cr(VI) yang
ditambahkan terlalu besar menyebabkan
pengukuran Mo(VI) tidak akurat. Nilai %SBR
lebih dari 5 menandakan pengukuran tidak
teliti. Perhitungan konsentrasi Cr(VI) dan
Mo(VI) dapat dilihat pada Lampiran 16.
11
Tabel 3 Hasil analisis Cr(VI)-Mo(VI) pada campuran sintetik dengan adisi Cr(VI)
Konsentrasi
contoh teoritis
λ1
(nm)
λ2
(nm)
[Cr(VI)]
rerata*
(10-6 M)
[Mo(VI)]
rerata*
(10-4 M)
(M)
% SBR
% Kesalahan relatif
Cr(VI)
Mo(VI)
Cr(VI)
Mo(VI)
A
Cr: 9x10-6
Mo: 2.9x10-4
525
517.1
533.8
530.6
588.4
611.9
571
571.8
9.46
9.45
8.58
8.1
4.46
4.23
9.07
10.48
3.48
4.4
8.87
2.7
11.14
8.17
16.26
10.43
5.1
5
-4.67
-10
53.79
45.86
-
B
Cr: 1x 10-5
Mo: 8.9x10-4
541.8
525
517.1
533.8
530.6
562.3
588.4
611.9
571
571.8
7.93
7.35
7.55
7.04
6.87
8.04
8.73
8.41
9.22
9.44
4.39
7.64
7.64
8.31
7.82
12.35
6.1
6.66
3.86
4.5
-20.68
-26.5
-24.48
-29.56
-31.34
-9.66
-1.91
-5.46
3.6
6.11
C
Cr: 3x10-6
Mo: 2.9x10-4
541.8
525
517.1
533.8
530.6
562.3
588.4
611.9
571
571.8
3.62
2.67
2.71
2.57
2.5
1.93
4.66
4.38
5.04
5.33
18.2
7.67
7.3
7.43
7.03
41.3
10.85
2.42
3.9
4.12
20.67
-11
-9.67
-14.33
-16.67
-33.45
60.62
51.03
73.8
83.79
D
Cr: 1x 10-5
Mo: 1.14x10-3
541.8
525
517.1
533.8
562.3
588.4
611.9
571
9.29
8.01
8.29
7.34
8.13
11.24
10.47
13.51
5.48
4.12
4.52
4.54
26.89
8.95
12.32
7.44
-7.1
-19.9
-17.1
-26.6
-32.7
-1.6
-9.3
21.1
530.6
571.8
7.13
14.14
5.64
9.14
-28.7
27.4
E
Cr: 6x10-6
Mo: 1.49 x10-3
541.8
525
517.1
533.8
562.3
588.4
611.9
571
2.37
2.94
3.89
2.68
15.74
15.13
14.24
15.82
29.9
20.96
17.08
36.38
1.44
0.98
0.99
3.34
-60.5
-51
-35.17
-55.33
5.64
1.54
-4.43
6.17
530.6
571.8
1.25
16.61
45.85
1.34
-79.17
11.48
Keterangan: *sebanyak lima kali ulangan
Tabel 4 Hasil analisis Cr(VI)-Mo(VI) pada campuran sintetik dengan adisi Mo(VI)
Konsentrasi
contoh teoritis
λ1
(nm)
λ2
(nm)
[Cr(VI)]
rerata*
(10-6 M)
[Mo(VI)]
rerata*
(10-4 M)
(M)
B
Cr: 1x 10-5
Mo: 8.9x10-4
C
Cr: 3x10-6
Mo: 2.9x10-4
E
Cr: 6x10-6
Mo: 1.49 x10-3
524.5
518
526.6
524.5
518
526.6
524.5
518
526.6
558.8
567.4
556.6
558.8
567.4
556.6
558.8
567.4
556