PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH

19

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH

BERDASAR PERJANJIAN UTANG PIUTANG 1. Perjanjian Utang Piutang Sebagai Perjanjian Pokok Buku ketiga KUHPerdata membicarakan perutangan-perutangan akan tetapi lalai menunjukkan apa yang dimaksud dengan perutangan itu. Dari isinya ternyata bahwa perutangan itu ada seringkali seseorang si berhutangdebitur terhadap seseorang lain si berpiutangkreditur diwajibkan untuk sesuatu prestasi yang dapat dipaksakan melalui peradilan atau dengan perkataan lain perutangan itu merupakan hubungan hukum yang atas dasar itu seseorang dapat mengharapkan suatu prestasi dari seseorang yang lain, jika perlu dengan perantara hakim. Perutangan-perutangan yang diatur dalam buku ketiga KUHPerdata, dikatakan: - Semua perutangan yang tertuju pada suatu prestasi yang dapt dipaksakan melalui pengadilan, selama tidak diatur secara khusus ditempat lain, baik di dalam KUHPerdata maupun di dalam kitab Undang-undang atau Undang-undang yang lain, sebab juga di luar BW dan terutama dalam WvK KUHD terdapat banyak hukum perutangan. Tentang sifat perutangan hendaknya diperhatikan bahwa itu terdiri dari hubungan hukum antara orang-orang. Hak-hak yang timbul dari perutangan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 20 termasuk hak-hak relatif hak-hak nisbi masih dapat ditunjukkan bahwa hak yang timbul dari perutangan itu sendiri juga dapat dipandang sebagai suatu ”anak”. Ciri perbedaan antara hak atas suatu benda dan hak yang timbul dari perutangan ialah bahwa hak atas benda itu lebih bersifat tetap, sedangkan tujuan yang normal dari perutangan ialah pemenuhannya, yang karenanya perutangan itu hapus. Jika jumlah hal-hal kebendaan terbatas maka jumlah perutangan-perutangan, terutama perutangan-perutangan yang timbul dari perjanjian adalah tak terbatas. Beberapa hal pokok dalam hukum perutangan : a. Dalam hubungan hukum yang diwujudkan oleh perutangan senantiasa terdapat sekurang-kurangnya dua orang, kreditur yang berpiutang dan debitur yang berutang, tetapi dapat juga ada lebih dari seorang kreditur dan atau debitur. Debitur harus selalu diketahui, karena tidak dapat orang menagih dari seorang yang tak diketahui. Berlainan halnya tentang kreditur, ia tidak hanya secara sepihak artinya tanpa turut sertanya debitur dapat diganti terutama dengan jalan cessi daripada piutangnya. b. Debitur wajib untuk suatu prestasi, yang dapat berupa memberi, berbuat, atau tidak berbuat Pasal 1234 KUHPerdata. c. Prestasi harus tertentu atau dapat ditentukan, tak dapat orang diwajibkan untuk sesuatu yang isinya tidak diketahui dan juga tidak dapat ditetapkan. Syarat ini, yang praktis hanya penting bagi perutangan-perutangan berdasarkan perjanjian. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 21 d. Selanjutnya prestasi itu harus mungkin dan halal. e. Prestasi dapat berupa suatu perbuatan satu kali, jadi sifatnya sepintaslalu misal levering daripada sebuah benda, atau serentetan perbuatan- perbuatan sehingga sifatnya sedikit banyak terus menerus, itu antara lain halnya pada perjanjian sewa menyewa dan perjanjian kerja. Dapat juga prestasi itu berupa tingkah laku yang pasif belaka perutangan untuk tidak berbuat Pasal 1234 KUHPerdata. f. Kebanyakan perutangan tidak berdiri sendiri melainkan bersama-sama dengan perutangan lain-lain yang sifatnya berlain-lainan secara timbal balik merupakan suatu hubungan hukum yang dapat dipandang sebagai satu keseluruhan. g. Untuk pemenuhan perutangan-perutangan si debitur bertanggung-gugat dengan seluruh harta kekayaannya : Pasal dalam hal-hal pengecualian dapat diterapkan paksaan badan. Pembedaaan perutangan, perutangan-perutangan dapat dibeda-bedakan menurut berbagai cara, salah satunya ialah perutangan prinsipal atau pokok dan perutangan accesoir atau tambahan. Yang pertama merupakan pokok sesuatu hubungan hukum, seperti misalnya pada perjanjian jual-beli, kewajiban si penjual melever dan menanggung bebas vrijewaren Pasal 1474 KUHPerdata dan kewajiban si pembeli untuk membayar pasal 1513 KUHPerdata. Disamping perutangan-perutangan pokok ini terdapat perutangan-perutangan tambahan, seperti misalnya kewajiban-kewajiban yang timbul bagi pembeli daripada janji membeli kembali jika itu diadakan Pasal Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 22 1519 KUHPerdata. Akan tetapi dalam hal lain lagi masih terdapat pembedaan yang disebut dengan nama-nama yang sama. Suatu perutangan dapat mempunyai sifat berdiri sendiri, jadi terwujud tanpa sesuatu hubungan hukum yang lain, tetapi dapat juga mempunyai sifat accesoir oleh sebab adanya tergantung daripada adanya perutangan pokok yang lain. Suatu perutangan jenis terakhir ini ialah perutangan yang timbul daripada bergtocht : itu tidak dapat ada tanpa perutangan pokok. Perutangannya yang accesoir batal jikalau perutangannya yang prinsipal tidak sah menurut hukum perutangan si borg misalnya dapat digugat jikalau debitur pokok terikatnya tidak sah menurut hukum. Sumber-sumber dari perutangan dalam Pasal 1233 KUHPerdata terjadi dari perjanjian atau dari Undang-undang. Perhutangan-perhutangan dari perjanjian merupakan pokok dari title-title II dan V sampai dengan XVIII, sedang title III mengatur perhutangan-perhutangan yang timbul dari Undang- undang. Yang terakhir ini dibedakan Pasal 1352 KUHPerdata antara perutangan-perutangan yang timbul dari Undang-undang belaka dan perutangan-perutangan yang timbul dari Undang-undang karena perbuatan manusia. Pokok perjanjian biasanya terdiri dari kewajiban pokok dan kewajiban pelengkap. Pokok perjanjian ini biasanya dibuat secara tertulis untuk tujuan pembuktian. Kewajiban pokok adalah kewajiban yang fundamental dalam setiap perjanjian, jika tidak dipenuhi kewajiban pokok akan mempengaruhi tujuan perjanjian. Pelanggaran kewajiban pokok fundamental akan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 23 memberikan pada pihak yang dirugikan hak untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian, atau meneruskan perjanjian pokok merupakan dasar keseluruhan perjanjian. Suatu perjanjian dapat mencapai tujunya atau tidak tergantung pada pemenuhan kewajiban pokok. Kewajiban pelengkap adalah kewajiban yang kurang penting, yang sifatnya hanya melengkapi kewajiban pokok saja. Tidak ditaati kewajiban pelengkap, tidak akan mempengaruhi tujuan utama perjanjian dan tidak akan membatalkan atau memutuskan perjanjian, melainkan mungkin hanya menimbulkan kerugian dan memberi hak kepada pihak yang dirugikan untuk menuntut ganti rugi. Untuk mengetahui mana kewajiban pokok dan mana kewajiban pelengkap ditentukan dalam Undang-undang atau dalam perjanjian. 2. Terjadinya Perjanjian Jual-Beli Unsur-unsur pokok perjanjian jual-beli adalah barang dan harga sesuai dengan asas “konsensualisme” yang menjiwai hukum perjanjian KUHPerdata, perjanjian jual-beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya sepakat mengenai barang dan harga. Begitu kedua pihak telah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual-beli yang sah. 10 Sifat konsensual dari jual-beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi : ”Jual-beli dianggap sudah tercapai antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar”. 10 Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan X, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, h. 2. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 24 Konsensualisme berasal dari kata konsensus yang berarti kesepakatan. Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara para pihak-pihak yang bersangkutan dicapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang dikehendaki oleh yang satu adalah pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendak itu bertemu dalam sepakat tersebut. Tercapainya sepakat ini dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan perkataan-perkataan misalnya : “setuju”, “accord”, ”ok”, dan lain-lain sebagainya ataupun dengan bersama-sama menaruh tanda tangan di bawah pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda bukti bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala apa yang tertera di atas tulisan itu. Dapat diketahui dan disimpulkan bahwa hukum perjanjian KUHPerdata menganut asas konsensualisme. Menurut Subekti, asas tersebut harus disimpulkan dari Pasal 1320 KUHPerdata yaitu Pasal yang mengatur tentang syarat sahnya suatu perjanjiian dan tidak dari Pasal 1338 1 KUHPerdata seperti diajarkan oleh beberapa penulis karena dengan kata lain kekuatan seperti itu diberikan kepada semua perjanjian yang dibuat secara sah. Bukankah oleh Pasal 1338 1 KUHPerdata yang berbunyi: ”semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, itu dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu Undang-undang. Kekuatan seperti itu diberikan kepada ”semua perjanjian yang dibuat secara sah”. Perjanjian yang dibuat secara sah itu diberikan oleh Pasal 1320 KUHPerdata dengan hanya mengenai ketentuan pertama yaitu sepakat saja disebutkan tanpa dituntut suatu bentukcara formalitas apapun. Sepertinya dapat disimpulkan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 25 bahwa bilamana sudah tercapai kata sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai Undang-undang yang membuatnya. 11 Kesepakatan berarti persesuaian kehendak. Namun kehendak atau keinginan ini harus dinyatakan. Kehendak atau keinginan yang disimpan di dalam hati, tidak mungkin diketahui pihak lain dan karenanya tidak mungkin melahirkan sepakat yang diperlukan untuk melahirkan suatu perjanjian. Menyatakan kehendak ini tidak terbatas pada mengucapkan perkataan- perkataan, ia dapat dicapai pula dengan memberikan tanda-tanda apa saja yang dapat menterjemahkan kehendak itu, bai oleh pihak yang mengambil prakarsa yaitu pihak yang ”menawarkan” melakukan ”offerte” maupun oleh pihak yang menerima penawaran tersebut. 12 Dengan demikian, maka yang akan menjadi alat pengukur tentang tercapainya persesuaian kehendak tersebut adalah pernyataan-pernyataan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Undang-undang berpangkal pada asas konsensualisme, namun untuk menilai apakah telah tercapai konsensus dan ini adalah maha penting karena merupakan saat lahirnya perjanjian yang mengikat laksana suatu Undang- undang, kita terpaksa berpijak pada pernyataan-pernyataan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Ini pula nerupakan suatu tuntutan kepastian hukum. Bukankah dari ketentuan bahwa kita harus berpijak pada apa yang telah dinyatakan itu timbul perasaan aman pada setiap orang yang telah membuat suatu perjanjian bahwa ia tidak mungkin dituntut memenuhi 11 Ibid. , h. 4 12 Ibid ., h. 6. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 26 kehendak-kehendak pihak lawan yang tidak pernah dinyatakan kepadanya. Apabila timbul perselisihan tentang apakah terdapat konsensus atau tidak yang berarti apakah telah dilahirkan suatu perjanjian atau tidak, maka hakim atau pengadilanlah yang menetapkannya 13 Pernyataan timbal balik dari kedua belah pihak merupakan sumber untuk menetapkan hak dan kewajiban bertimbal balik di antara mereka. Semua pernyataan dapat tidaknya dipertanggung jawabkan pada menimbulkan kewajiban-kewajiban bagi pihak yang melakukan pernyataan itu. Dapat dikatakan bahwa menurut ajaran yang sekarang dianut dan juga menurut yurisprudensi, pernyataan yang boleh dipegang untuk dijadikan dasar sepakat adalah pernyataan yang secara obyektif dapat dipercaya. Suatu pernyataan yang kentara dilakukan secara tidak sungguh-sungguh atau mengandung sutu kekhilafan atau kekeliruan tidak boleh dipegang untuk dijadikan dasar kesepakatan. Dalam perjanjian sungguh-sungguh dituntut tercapainya suatu perjumpaan kehendak, sudah lampau. Perjumpaan kehendak atau konsensus itu diukur dengan pernyataan- pernyataan yang secara bertimbal balik telah dikeluarkan. Berdasarkan pernyataaan-pernyataan timbal balik itu dianggap bahwa sudah dihasilkan sepakat yang sekaligus melahirkan perjanjian yang mengikat seperti Undang- undang. Sekali sepakat itu dianggap ada, maka hakimlah yang akan menafsirkan apa yang telah disetujui, perjanjian apa yang telah dilahirkan dan apa saja hak dan kewajiban para pihak. 13 Ibid. , h. 6. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 27

BAB III PUTUSAN HAKIM ATAS JUAL BELI RUMAH