201
ditelaah penulis terkait kehendak Sari untuk tetap bertahan dalam relasi yang menyakitkan baginya, yakni:
1. Adanya rasa mencintai dan dicintai
Salah satu alasan kuat yang membuat Sari terus bertahan dalam relasi pacaran dengan Doni ialah rasa cinta yang begitu besar yang dimilikinya
terhadap Doni. Ada keyakinan yang dipegang oleh Sari bahwa perasaan cinta terhadap Doni jauh lebih besar daripada perasaan sakit karena
menerima perlakuan yang kasar dari Doni, sehingga Sari tidak mampu untuk memutuskan hubungan dengannya. Sari beranggapan bahwa
kerelaannya untuk disakiti merupakan bentuk pengorbanan yang dapat ia lakukan untuk Doni dan juga sebagai upaya mengerti keadaan Doni
yang sedang mengalami konflik.
“Aduh gimana ya.. Saya tuh merasa saya sayang banget sama dia.. Jadi saya rasa tuh kalo saya putus dengan dia tuh saya yang nggak
kuat sendiri gitu, saya yang kehilangan, saya yang kangen, saya yang sedih... gitu kan yang galau. Pernah sih mencoba untuk ya... coba
break lah mungkin ya lebih ke menenangkan pikiran dan lain sebagainya, tapi rasa sayang saya sama dia lebih besar daripada rasa
sakit yang apa ya... ya saya sakit waktu saya dikasarin, tapi saya lebih sakit waktu saya nggak ada dia..”
2. Ada ya kece asa te ta g itos keperawa a
Alasan lain yang membuat Sari bertahan ialah karena Sari merasa kecemasan setiap kali ia memikirkan ancaman dari pasangan bahwa
tidak akan ada pria lain yang menerimanya karena Sari telah memiliki hubungan yang jauh dengan Doni. Ada keyakinan terkait stereotip
gender yang dianut Sari tentang perilaku seksual. Sari menganggap bahwa seorang perempuan yang belum menikah namun sudah tidak
perawan, tidak berharga lagi di mata laki-laki karena dianggap tidak dapat menjaga kekudusan tubuhnya. Sedangkan, menurut Sari, laki-laki
akan lebih mudah mendapatkan pasangan lagi meskipun ia sudah tidak perjaka karena tidak ada jejak yang membekas pada tubuh laki-laki
tersebut. Oleh sebab itu, Sari merasa bahwa Doni ialah satu-satunya laki-laki yang harus menjadi suaminya karena ia telah memberikan
keperawanannya kepada Doni.
202 “Soalnya gini lah mbak, saya kan sudah jauh pacarannya gitu kan,
saya juga ditekan sama dia.. misalnya, kamu tuh sama saya sudah sejauh ini.. siapa yang mau sama kamu kalo misalnya saya tinggal?
”
3. Adanya rasa nyaman dalam menjalani relasi
Alasan lain yang menjadi pertimbangan Sari untuk bertahan dalam relasi tersebut ialah karena Sari merasakan kenyamanan ketika bersama
dengan Doni selama 4 tahun ini. Doni merupakan sosok yang dapat mengisi kekosongan dalam hati dan keseharian Sari. Hampir dalam
semua kebutuhan, mulai dari kebutuhan finansial pemberian uang untuk makan sehari-hari dan belanja, kebutuhan fisik kebutuhan untuk
disentuh, kebutuhan untuk dicintai.
“Susah mba cari yang lain mah.. Apa ya.. Udah nyaman banget saya sama dia.. Sekarang dia perhatian banget orangnya kan, care gitu lho
sama hal-hal kecil aja care, saya makan apa, ada uang nggak, mau belanja apa.. Ya untungnya dia udah kerja juga..”
Gambaran Kelekatan Sari dan Orang Tua di Masa Lampau
Lingkaran kekerasan yang menjerat Sari dalam relasi pacaran dengan Doni yang menempatkan dirinya sebagai korban bertahun-tahun lamanya
membuat penulis perlu mengaji lebih dalam mengenai relasi lekat antara Sari dan kedua orangtuanya di masa lampau hingga kini. Telaah ini penting
untuk mendapatkan pemahaman mengenai ikatan emosi yang terjalin antara Sari dengan orang tua sebagai figur lekat pertama dalam
kehidupannya, karena aktif atau tidaknya ikatan emosi yang terjalin di awal- awal masa kehidupan tersebut terekam dalam memori jangka panjang dan
menghasilkan pola lekat yang serupa dengan relasi Sari dengan siapapun di rentang kehidupan berikutnya.
Tabel 2. Kelekatan Sari dengan Orang Tua di Masa Lampau Sari-Ayah
Sari-Ibu Proximity
Maintenance Mencari
Kedekatan Kedekatan fisik dan emosional tidak
pernah
terjalin dengan
ayah, melainkan kebutuhan finansial yang
mendekatkan dirinya dengan ayah. Tidak
ada upaya
untuk mencari
kedekatan dan membina relasi lekat dengan sang ayah karena Sari merasa
ayah telah mengecewakan dirinya dengan
perilaku kekerasan
yang Sari memiliki kedekatan yang lebih
erat kepada ibu daripada kepada ayah karena Sari melihat ayah menyiksa
ibu, membuat
ibu menangis.
Kedekatan Sari
dengan ibunya
mencakup kedekatan emosional dan kedekatan fisik. Sari merasa sangat
menyayangi ibunya dan ia merasa tidak bisa berada dalam situasi yang
203
dilakukan terhadap ibunya, juga karena penelantaran yang dilakukan ayah
karena keputusannya menikah lagi dengan perempuan lain.
terpisah dari ibunya. Meskipun Sari tergolong dekat dengan ibunya, Sari
tidak
menunjukkan keterbukaan
kepada ibunya. Ia tidak menceritakan persoalan yang bersifat pribadi kepada
ibunya agar tidak menjadi masalah.
Safe Haven Tempat
perlindungan Ayah
tidak berperan
dalam pemenuhan
kebutuhan emosional
maupun fisik bagi Sari sejak kecil. Sari tidak mendapatkan kehangatan atau
rasa nyaman dari sang ayah karena Sari sangat jarang menerima sentuhan fisik
dari ayah seperti dipeluk, digendong, dicium, dan lainnya. Hal ini juga
menyebabkan Sari seringkali merasa canggung dengan sang ayah dan
merasa jauh dengan ayah. Selain itu, ayah menunjukkan inkonsistensi dalam
hal pemenuhan kebutuhan finansial Sari setelah sang ayah menikah lagi. Hal
ini kerap menimbulkan kecemasan bagi Sari untuk membiayai hidupnya sendiri.
Sosok ayah bukan tempat Sari mencari perlindungan ketika Sari berada dalam
situasi yang sulit dan menekan dirinya. Berbanding terbalik dengan sang ayah,
ibu Sari lebih memenuhi kebutuhan fisik dan emosional Sari. Sang ibu
cenderung hangat
dan mudah
mengungkapkan rasa
sayangnya melalui kata-kata maupun sentuhan
fisik seperti pelukan atau ciuman. Bagi Sari, sejak kecil sang ibu merupakan
sosok yang dapat diandalkan karena ibu selalu hadir dalam setiap Sari
membutuhkan pertolongan.
Secure Base Menjadi Basis
Aman
Sari menunjukkan bahwa sosok ayah tidak dapat dijadikan basis aman oleh
Sari. Selain karena relasi keduanya tidak dekat, Sari juga merasa tidak
aman dengan keberadaan ayah karena Sari
telah menanamkan
persepsi negatif tentang figur ayah yang erat
dengan kekerasan
terhadap perempuan.
Meskipun kekerasan
tersebut tidak ditujukan kepada dirinya, namun hal tersebut tetap membuat
Sari merasa tidak aman karena ia dapat menyaksikan ibunya dilukai oleh sang
ayah kapanpun. Meskipun Sari memiliki kedekatan
dengan ibunya, namun Sari juga tidak nampak menjadikan ibu sebagai basis
aman bagi dirinya. Ibu dianggap sebagai sosok yang over-protective.
Hal ini menunjukkan bahwa sang ibu sebenarnya
membatasi ruang
eksplorasi Sari. Sikap ibu yang over- protective membuat Sari tertekan, dan
merasa tidak dapat menjadi diri sendiri. Sari ingin memberontak dan
bebas. Hal ini juga membuat Sari menutupi atau menyembunyikan diri
yang asli dan berharap agar dapat secepatnya lepas dari pengawasan
ibunya.
Pola kelekatan yang terjalin antara Sari dan kedua orangtuanya
tergolong dalam jenis ambivalent-insecure attachment. Hal ini dapat dilihat dari pola perilaku lekat yang tidak konsisten ditunjukkan oleh orang tua
sebagai figur lekat maupun Sari. Pemenuhan kebutuhan yang inkonsisten
204
dari kedua orang tua terhadap Sari baik dari segi emosional, fisik, maupun finansial turut memicu munculnya kecemasan yang berkelanjutan untuk
menjalankan hidupnya. Selain itu, inkonsistensi emosi juga ditunjukkan oleh Sari terhadap ibunya. Di satu waktu, Sari merasa sangat menyayangi ibunya
dan rela berkorban demi kebahagiaan ibunya, namun di sisi lain Sari merasa sangat terkekang dan tidak suka dengan cara ibu memperlakukannya
seperti anak kecil. Pola lekat yang insecure ini membuat Sari tumbuh dengan kebingungan. Sari tidak pernah yakin apakah ekspresi kecemasan
atau stress yang dirasakannya perlu untuk ditunjukkan. Ada hambatan dari pola perilaku lekat dan perlindungan yang konsisten oleh orang tua
sehingga muncul perasaan pada Sari bahwa mengeksplorasi dunia dan lingkungan sekitar bukanlah pilihan yang tepat. Hal ini berdampak pada
rendahnya keinginan Sari untuk mengeksplorasi hal-hal baru dan sempitnya cara pandang Sari terhadap sesuatu.
Dialektika Kelekatan Sari dengan Orang Tua dan Kebertahanan Sari dalam Lingkaran Kekerasan
Setelah mendapatkan gambaran tentang pola kelekatan Sari dengan orang tua sejak kecil hingga dewasa dan juga melihat alasan di balik
kebertahanan Sari dalam lingkaran kekerasan, penulis melihat fenomena ini sebagai satu rangkaian pola sebab-akibat yang berkesinambungan.
Tabel 3. Karakteristik Figur Lekat Sari AYAH SARI-DONI
IBU SARI-DONI
Ayah Sari dan Doni memiliki karakteristik yang serupa, yakni keduanya melakukan tindak
kekerasan terhadap perempuan. Sang ayah melakukan kekerasan pada ibunya, sedangkan
Doni melakukan kekerasan terhadap dirinya. Respons yang ditunjukkan Sari kepada Doni
dalam situasi kekerasan yang dialaminya juga serupa dengan respons ibu menanggapi
kekerasan oleh sang ayah, yakni diam, tidak ada perlawanan, dan berharap bahwa suatu hari
pasangannya pasti berubah. Melihat sang ibu mengalami kekerasan dari ayahnya juga hanya
membuat Sari diam, meskipun Sari merasa sangat sedih dan ada keinginan untuk
menggantikan posisi ibunya. Kemiripan lainnya ialah sosok kedua laki-laki ini merupakan sosok
yang dapat memenuhi kebutuhan finan-sialnya. Ibu Sari sebagai figur lekat memiliki karakteristik
dengan Doni, yakni sifat yang over-protective terhadap Sari. Ibu sejak kecil melarang Sari
untuk bermain
bersama teman-temannya,
bahkan dilarang untuk hadir di acara ulang tahun temannya. Hal kecil seperti pemilihan baju yang
hendak dikenakan pun diatur oleh sang ibu. Sari meyakini bahwa hal tersebut dilakukan ibunya
demi kebaikan dirinya. Sifat tersebut juga ditunjukkan Doni terhadap Sari. Doni melarang
Sari untuk bermain dengan teman-teman kuliahnya, dan tidak boleh satu kelompok
dengan teman laki-laki dalam mengerjakan tugas kuliah. Sari juga diminta untuk membatasi
pergaulannya. Situasi terpisah yang dimunculkan antara relasi Sari dengan ibu maupun Doni
membuat Sari merasakan kesedihan yang mendalam
dan terbawa
dalam perasaan
205
Interpretasi: 1.Ayah
memberikan model
pencetakan imprint yang buruk tentang konsep laki-laki
yang baik sehingga Sari tidak mendapatkan pemahaman yang benar tentang pemilihan
pasangan.
2. Ada rasa bersalah terhadap figur ibu karena Sari tidak berdaya menolong ibu ketika
mengalami kekerasan. Rasa bersalah ini termanifestasi dalam bentuk penerimaan diri
sebagai korban kekerasan.
3.Adanya internalisasi terhadap konsep stereotip gender dalam persepsi Sari yang
meletakkan perempuan sebagai pihak yang tidak berdaya untuk keluar dari lingkaran
kekerasan. kehilangan.
Interpretasi: 1.I u
e e tuk ko sep a a de ga
perlunya proteksi atau perlindungan yang berlebihan. Proteksi berlebih yang juga
diberikan Doni dapat diterima dengan mudah oleh Sari sebagai wujud dari cinta dan
perhatian.
2.Sari tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk
eksplorasi. Tidak
ada dukungan
eksternal dari para figur lekat bagi Sari untuk dapat mengeksplor lingkungan sekitar.
3. Adanya kecemasan dan sikap depresif dalam merespons situasi terpisah dengan figur lekat
sehingga Sari terus mencari cara untuk mendekatkan diri dengan figur lekat.
Sari membentuk proses pembiasaan dengan perlakuan orang tua, khusus ya i u terhadap diri ya da e jadika ya sta dar asis a a
yang harus dimilikinya, meskipun sebenarnya sikap over-protective dan kekangan yang diberikan oleh itu justru berdampak buruk bagi optimalisasi
perkembangan kognisi dan afeksi Sari. Sari menjadi cemas jika berhadapan dengan situasi baru karena Sari tidak pernah mendapatkan kesempatan
untuk eksplorasi dan membentuk pemahaman subjektif bahwa dunia adalah tempat yang aman untuk bereksplorasi dan mengembangkan diri.
Hal ini menyebabkan Sari sulit untuk mengambil keputusan-keputusan pe ti g u tuk ke aika diri ya se diri kare a rasa a a ha ya dapat
dirasakan Sari ketika berada dalam proteksi dan perlindungan ketat dari ibu dan Doni sebagai figur lekat, bukan melalui proses eksplorasi. Oleh karena
sejak kecil Sari tidak pernah diberi kesempatan untuk melakukan eksplorasi, proses adaptasi dan kemampuan mengelola konflik internal terkait pikiran
dan perasaan maupun eksternal relasi dengan orang lain dan lingkungan sekitar juga menjadi tumpul. Ketumpulan ini berimplikasi pada kegagalan
untuk mengatasi situasi sulit yang menekan dan menyakitkan. Situasi keterpisahan dengan Doni sebagai figur lekat pengganti juga menimbulkan
kecemasan yang mendalam pada diri Sari meskipun Sari menyadari bahwa relasinya dengan Doni yang mengandung kekerasan tidak baik untuk
diteruskan. Kecemasan terhadap perpisahan ini tidak dapat dikelola dengan baik oleh Sari sehingga lebih mudah bagi Sari untuk merasionalisasikan
kecemasan tersebut menjadi bentuk pengorbanan dalam mencintai Doni. Disimpulkan bahwa pola kelekatan Sari dengan ibu sebagai figur lekat
206
pertama membuat Sari tumbuh menjadi individu yang insecure dan tidak berdaya untuk keluar dari jerat lingkaran kekerasan yang dialaminya dengan
Doni.
Narasi Kasus Kedua Jerat Lingkaran Kekerasan dalam Relasi Pacaran Dinda-Rendi
Dinda bukan nama sebenarnya berusia 24 tahun dan telah menjalani relasi pacaran dengan Rendi selama kurang lebih 5 tahun. Tidak
ada komitmen berpacaran yang disepakati oleh Dinda dan Rendi. Keduanya terbiasa bersama-sama hingga muncul rasa memiliki dan mengikat satu
dengan lain. Namun seiring berjalannya relasi pacaran diantara mereka, Dinda menemukan bahwa Rendi seringkali berselingkuh. Dinda beberapa
kali memutuskan Rendi karena Rendi telah berselingkuh darinya. Namun, ketika Dinda mengetahui bahwa Rendi telah berhubungan intim sexual
intercourse dengan Sinta maupun Becca, Dinda terus mengurungkan niat untuk meninggalkan Rendi. Dinda kini tengah hamil 7 bulan dan Rendi
meninggalkannya. Berikut ini kekerasan yang dialami Dinda dalam relasinya dengan Rendi:
Tabel 4. Identifikasi Kekerasan dalam Relasi Dinda-Rendi Kekerasan Verbal
Name Calling
ego , a ji g , a i Blaming melimpahkan kesalahan, menuduh
Making threats e ga a aka alika de ga a ta
Interrogating pencemburu, posesif, suka mengatur Breaking items melempar hand phone, memukul atau membanting pintu,
melempar botol
Kekerasan Emosional Diselingkuhi berulang kali, dibohongi.
Kekerasan Seksual Meninggalkan
Dinda dalam keadaan
hamil, permintaan untuk
menggugurkan kandungan.
Serupa dengan kasus kekerasan dalam pacaran lainnya, relasi pacaran Dinda dan Rendi juga membentuk suatu pola tarik menarik dan terhubung erat
seperti lingkaran. Selama lima tahun Dinda berada dalam lingkaran kekerasan yang terus berputar seperti siklus yang rutin, namun Dinda tidak
menyadarinya. Perselingkuhan berulang sebenarnya bukanlah hal yang dapat ditolerir oleh Dinda, namun rasa cinta Dinda kepada Rendi lebih besar
sehingga Dinda memutuskan untuk terus memaafkan Rendi.
2. BATTERING - RENDI