Elida Khairani : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat LAFI DITKESAD, 2009.
8. Laboratorium luar
Seluruh hasil pengujian yang dilakukan oleh laboratorium lain di luar pabrik, tanggung jawab tetap berada di tangan pabrik. Sifat dan luas
analisis hendaknya disepakati dan persetujuan akhir merupakan wewenang pabrik yang bersangkutan.
9. Penilaian terhadap pemasok
Bagian pengawasan mutu bertanggung jawab menentukan pemasok yang dipercaya, yang sebelumnya dievaluasi dan diinspeksi bersama oleh
bagian pengawasan mutu, bagian produksi dan bagian pembelian secara berkala.
2.4.8 Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi standar CPOB. Program
inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri
dilakukan secara indepeden dan dirinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu pada situasi
khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah
didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Elida Khairani : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat LAFI DITKESAD, 2009.
Inspeksi meliputi personil, bangunan, penyimpanan, bahan awal, obat jadi, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi dan pemeliharaan gedung serta
peralatan. 1.
Tim inspeksi diri Tim ini ditunjuk oleh manajemen perusahaan terdiri dari sekurangnya tiga
orang dari bidang yang berlainan yang paham mengenai CPOB. 2.
Pelaksanaan dan selang waktu inspeksi diri sesuai kebutuhan, sekurang-kurangnya sekali setahun.
3. Laporan inspeksi diri mencakup hasil inspeksi, penilaian, kesimpulan dan
usulan tindakan perbaikan. 4.
Tindak lanjut inspeksi diri berdasarkan laporan dilakukan oleh pimpinan perusahaan.
2.4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat dan Penarikan Kembali Obat Serta Obat Kembalian
Penarikan kembali obat adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa batch atau seluruh batch obat tertentu dari peredaran. Penarikan
kembali obat dilakukan apabila ditemukan obat yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap
kesehatan. Obat kembalian adalah obat jadi yang beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik pembuatnya karena adanya keluhan, kerusakan,
kadaluwarsa, masalah keabsahan atau sebab-sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, khasiat
atau mutu obat.
Elida Khairani : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat LAFI DITKESAD, 2009.
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga
cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. 1.
Penarikan kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch. Hal ini dilakukan bila ada produk yang tidak memenuhi persyaratan
kualitas atau adanya efek samping yang merugikan kesehatan. 2.
Keluhan dan laporan yang menyangkut kualitas produk, efek samping atau masalah medik lainnya menyangkut fisik, reaksi-reaksi alergi, efek toksik,
dan akibat yang fatal. Penanganan keluhan dan laporan hendaklah dicatat dan secepatnya ditangani, kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi.
Tindak lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, penarikan obat dan dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang.
3. Obat kembalian dapat digolongkan sebagai berikut: yang masih memenuhi
spesifikasi dapat digunakan, yang masih dapat diolah ulang dan yang tidak dapat diolah ulang.
4. Prosedur penanganan obat kembalian mencakup jumlah, karantina,
penelitian, pengolahan kembali, pemeriksaan dan pengujian mutu yang seksama.
5. Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan dan
dibuat prosedurnya.
Elida Khairani : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat LAFI DITKESAD, 2009.
6. Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian, dilaporkan dan
setiap pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana dan saksi.
2.4.10 Dokumentasi