Pencantuman Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah Dikaitkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Studi Pada PT.Bank Muamalat CAB.Medan

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Guna Melemperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

RIZKY FAUZI

NIP : 070200373

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Ketua Departemen Hukum Perdata

NIP. 196603031985081001

Dr.Hasyim Purba,SH,M.Hum

Dosen Pembimbing I

DosenPembimbing II

Prof.Dr.Tan Kamello, SH, MS

NIP. 196204211988031004

NIP. 197501142002122022

Dr.Utary Maharany B, SH. M,Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KONSUMEN (STUDI PADA PT.BANK MUAMALAT CABANG UTAMA MEDAN”

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

ABSTRAKSI

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang B. Permasalahan

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan D. Keaslian Penulisan

E. Tinjauan Kepustakaan F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan

BAB II: LATAR BELAKANG PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM AKAD PEMBIAYAAN PADA PT. BANK MUAMALAT CABANG UTAMA MEDAN

A. Gambaran Umum PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan 1). Sejarah Perbankan Syariah Di Indonesia

2). Sejarah PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan

B. Alasan Pencantuman Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan


(4)

3). Akibat Hukum Perjanjian Dengan Pencantuman Klausula Baku Terhadap Konsumen

BAB III: PENERAPAN KLAUSULA BAKU DALAM AKAD PEMBIAYAAN SYARIAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI PADA PT. BANK MUAMALAT CABANG UTAMA MEDAN)

A. Penerapan Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah Dikatikan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi PT. Bank Muamalat Cabang Medan)

B. Upaya Yang Dilakukan Oleh Konsumen Jika Klausul Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah Melanggar Ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen

BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan B. Saran

LAMPIRAN

Dosen Pembimbing I DosenPembimbing II

Prof.Dr.Tan Kamello, SH, MS

NIP. 196204211988031004 NIP.197501142002122022


(5)

berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah

“PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM AKAD PEMBIAYAAN

SYARIAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN STUDI PADA PT.BANK MUAMALAT CABANG MEDAN”.

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi

ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian

penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan

penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis

terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan

terima kasih kapada :

1.

Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, karena sudah berusaha untuk memberikan

perubahan yang maksimal kepada fakultas dengan meningkatkan sarana dan

prasarana pendidikan di lingkungan kampus Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.


(6)

3.

Bapak Pembantu Dekan II Safrudin Hasibuan, SH, MHum. Yang telah

membantu mahasiswa di dalam pembayaran SPP dan sumbangan-sumbangan

kegiatan kampus.

4.

Bapak Pembantu Dekan III Muhammad Husni, SH, MHum yang telah banyak

membantu mahasiswa di bidang kemahasiswaan dan beasiswa.

5.

Bapak Dr.Hasyim Purba SH, M.Hum sebagai Pelaksana Ketua Departemen

Hukum Keperdataan yang telah banyak membantu dan memudahkan saya

dalam pengajuan judul skripsi.

6.

Bapak Prof. Dr.Tan Kamello, SH,MS sebagai Pembimbing I yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7.

Ibu Dr.Utary Maharany SH, M.Hum sebagai Pembimbing II yang turut

memberikan petunjuk yang sangat banyak serta bimbingan pada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

8.

Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi

menuntun dan membombing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai

dengan menyelesaikan skripsi ini.

9.

Terima kasih yang sebesar-besarnya dari penulis kepada Almarhum atok dan

nenek,juga tante saya yang telah memberikan sangat banyak dukungan


(7)

memberikan dukungan, doa, dan kasih sayang yang tidak pernah putus sampai

sekarang.”MOM,YOU ARE THE QUEEN OF MY HEART”

11.

Terimah kasih buat pacar tersayang Ojita aziziyah yang selama ini selalu

memberi semangat yang tidak pernah berhenti sampai sekarang kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.

Seluruh sahabat sahabat saya yang telah banyak membantu dan membimbing

dalam penulisan skripsi ini.Gordon,Dayan,Dandie,Ridho,KikyTM,Enza dan

semuanya.

13.

Teman-teman saya di luar kegiatan kampus FOT ,Honda

Etawa,R-Management ,AMPI yang banyak memberikan inspirasi. Anif Fauzi, Bedha

Siregar, Syabra Buana dan semuanya

14.

Terima kasih buat Saudara-saudara dan Sahabat-sahabat ku yang telah

mengarahkan dan memberikan semangat, nasehat kepada penulis sehinggga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

15.

Semua pihak yang membantu penulis dalam berbagai hal yang tidak dapat

disebut satu persatu.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita

lakukan mendapat Rahmat dan Ridho Allah SWT. Penulis memohon maaf kepada

Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang

tidak berkenan selama penulisan skripsi ini. Semoga ilmu yang penulis telah


(8)

Medan, September 2012

Penulis,


(9)

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAKSI ... viii

BAB I

: PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang ... 1

B.

Perumusan Masalah ... 10

C.

Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10

D.

Keaslian Penulisan ... 11

E.

Tinjauan Kepustakaan ... 12

F.

Metode Penelitian ... 16

G.

Sistematika Penulisan ... 17

BAB II

: TINJAUAN UMUM TENTANG PENGATURAN HUKUM

JAMINAN, KREDIT SERTA PRINSIP-PRINSIP HUKUM

JAMINAN DI INDONESIA

A.

Tinjauan Umum Hukum Jaminan ... 19

1.

Sejarah Hukum Jaminan ... 19

2.

Pengertian Hukum Jaminan ... 21

3.

...

P

enggolongan Hukum Jaminan ... 29


(10)

4.

Hukum Jaminan Kredit ... 47

5.

Hubungan Hukum Perjanjian Kredit Dengan Jaminan ... 50

C.

Prinsip-Prinsip Dalam Hukum Jaminan ... 52

D.

Peranan Hukum Jaminan Di Indonesia ... 58

BAB III : TINJAUAN UMUM PENGATURAN USAHA KECIL

MENENGAH KOPERASI DAN LEMBAGA PENJAMIN

KREDIT

A.

Tinjauan Umum Pengaturan Usaha Kecil dan Menengah ... 61

1.

Pengertian Usaha Kecil Menengah ... 61

2.

Karakteristik Usaha Kecil Menengah ... 64

3.

Peran Usaha Kecil Menengah ... 68

B.

Tinjauan Umum Pengaturan Koperasi ... 72

1.

Pengertian Koperasi ... 72

2.

Hakikat Koperasi ... 75

3.

Tujuan Koperasi ... 76

4.

Nilai dan Prinsip-Prinsip Koperasi ... 77

5.

Bentuk dan Jenis Koperasi ... 79

C.

Tinjauan Umum Lembaga Penjamin Kredit ... 82


(11)

5.

Kondisi Lembaga Penjamin Kredit di Indonesia ... 98

D.

Hubungan Lembaga Penjamin Kredit Dengan Usaha Kecil,

Menengah, dan Koperasi ... 102

BAB IV : PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM JAMINAN

DALAM PENJAMINAN KREDIT USAHA KECIL

MENENGAH DAN KOPERASI OLEH LEMBAGA

PENJAMIN KREDIT

A.

Peranan Lembaga Penjamin Kredit Pada Usaha Kecil

Menengah dan Koperasi Dalam Penjaminan Kredit ... 107

1.

Peranan PT. Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO) ... 107

2.

Peranan Perum Jaminan Kredit Indonesia

(JAMKRINDO) ... 116

B.

Penerapan Prinsip – Prinsip Hukum Jaminan Oleh Lembaga

Penjamin Kredit Dalam Penjaminan Kredit Usaha Kecil

Menengah Dan Koperasi ... 120

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan ... 124

B.

Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA


(12)

dunia secara umum. Hal ini disebabkan karena sistem keuangan syariah salah satu diantara yang mampu bertahan dalam krisis ekonomi dan keuangan global yang terjadi saat ini. Timbulnya perjanjian baku di dalam lalu lintas Hukum Perjanjian Nasional dan Internasional dilandasi oleh kebutuhan akan pelayanan yang efektif dan efisien terhadap kegiatan transaksi. Oleh karena itu, karakter utama dari sebuah perejanjian baku adalah pelayanan yang cepat (efisien) terhadap kegiatan transaksi yang berfrekuensi tinggi, namun tetap dapat memberikan kekuatan serta kepastian hukum (efektif). Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi latar belakang pencantuman klausula baku dalam akad pembiayaan pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan serta bagaimana penerapan klausula baku dalam akad pembiayaan di PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan dikaitkan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif, pendekatan masalah yang digunakan yaitu jenis normatif analistis teori hukum. Data yang digunakan adalah data skunder. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara kulitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa penerapan klausula baku dalam akad pembiayaan syariah dikaitkan dengan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan adalah tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 UU No.8 Tahun 1999 karena klausula baku yang terdapat di dalam akad murabahah tidak melanggar UU, ketertiban umum, norma susila dan iktikad baik serta prinsip-prinsip syariah. Pada bagian akhir penulis memberikan saran agar Bank Indonesia selaku bank sentral hendaknya mengeluarkan regulasi yang lengkap dan tegas sehingga mampu menjawab semua permasalahan dalam operasional perbankan syariah secara umum, termasuk kegiatan pembiayaan bank syariah secara khusus. Selain itu juga bagi Syariah khususnya PT. Bank Syariah Muamalat Cabang Utama Medan, hendaknya lebih mengoptimalkan segala produknya, khususnya produk produk pembiayaan, agar dapat menjadi produk perbankan yang dapat diandalkan bagi kemajuan perekonomian masyarakat serta tetap mampu menjaga kemurnian syariahnya.


(13)

dunia secara umum. Hal ini disebabkan karena sistem keuangan syariah salah satu diantara yang mampu bertahan dalam krisis ekonomi dan keuangan global yang terjadi saat ini. Timbulnya perjanjian baku di dalam lalu lintas Hukum Perjanjian Nasional dan Internasional dilandasi oleh kebutuhan akan pelayanan yang efektif dan efisien terhadap kegiatan transaksi. Oleh karena itu, karakter utama dari sebuah perejanjian baku adalah pelayanan yang cepat (efisien) terhadap kegiatan transaksi yang berfrekuensi tinggi, namun tetap dapat memberikan kekuatan serta kepastian hukum (efektif). Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi latar belakang pencantuman klausula baku dalam akad pembiayaan pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan serta bagaimana penerapan klausula baku dalam akad pembiayaan di PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan dikaitkan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif, pendekatan masalah yang digunakan yaitu jenis normatif analistis teori hukum. Data yang digunakan adalah data skunder. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara kulitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa penerapan klausula baku dalam akad pembiayaan syariah dikaitkan dengan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan adalah tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 UU No.8 Tahun 1999 karena klausula baku yang terdapat di dalam akad murabahah tidak melanggar UU, ketertiban umum, norma susila dan iktikad baik serta prinsip-prinsip syariah. Pada bagian akhir penulis memberikan saran agar Bank Indonesia selaku bank sentral hendaknya mengeluarkan regulasi yang lengkap dan tegas sehingga mampu menjawab semua permasalahan dalam operasional perbankan syariah secara umum, termasuk kegiatan pembiayaan bank syariah secara khusus. Selain itu juga bagi Syariah khususnya PT. Bank Syariah Muamalat Cabang Utama Medan, hendaknya lebih mengoptimalkan segala produknya, khususnya produk produk pembiayaan, agar dapat menjadi produk perbankan yang dapat diandalkan bagi kemajuan perekonomian masyarakat serta tetap mampu menjaga kemurnian syariahnya.


(14)

Melihat semakin berkembangnya teknologi dan informasi, maka bisa dikatakan bahwa keberadaan bank dalam kehidupan masyarakat dewasa ini mempunyai peran yang cukup penting. Bank sebagai sarana dalam bertransaksi terutama transaksi yang mempunyai nilai yang tinggi. Dengan demikian kehadiran bank terutama bagi pelaku bisnis sangatlah diperlukan. Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Hal ini semakin tampak jika diperhatikan fenomena transaksi bisnis yang dilakukan oleh masyarakat khususnya di kalangan pebisnis dalam decade terakhir ini dimana sistem pembayaran yang dilakukan mengarah kepada sistem pembayaran giral yakni menggunakan instrument surat berharga. Pembayaran dalam transaksi bisnis dengan menggunakan lembaga perbankan dianggap cukup aman dibandingkan jika mereka melakukan pembayaran secara langsung1

Fenomena yang berkembang saat ini menunjukkan makin berkembangnya pertumbuhan sistem keuangan dan perbankan syariah di tanah air secara khusus dan di dunia secara umum. Hal ini disebabkan karena sistem keuangan syariah salah satu diantara yang mampu bertahan dalam krisis ekonomi dan keuangan global yang terjadi saat ini. Di satu sisi hal ini merupakan sesuatu yang sangat menggembirakan dan patut mendapatkan apresiasi, namun di sisi lain perlu adanya peningkatan pemahaman dari seluruh masyarakat tentang informasi yang lengkap mengenai produk pembiayaan berdasarkan akad-akad syariah, sehingga masyarakat menyadari betul manfaat dan keunggulannya dibanding dengan sistem konvensional

.

2

1

Hermansya.Hukum Perbankan Nasional Indonesia. (Jakarta: Kencana. 2005). Hal 68

.

2

Muhamad Djumhana. Hukum Perbankan di Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti. 1996). Hal. 248-249


(15)

Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, yang para pelakunya meliputi baik pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang besar. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis dalam pengadaan dana tersebut adalah Perbankan. Berbagai lembaga keuangan, terutama bank konvensional, telah membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang antara lain dalam bentuk akad pembiayaan dalam perbankan syariah3

Dengan kesadaran yang muncul dari pemahaman ini diharapkan mampu menghantarkan mereka menjadi konsumen/nasabah yang loyal terhadap produk-produk syariah. Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

.

Sedangkan di Indonesia sendiri perbankan syariah baru lahir pada tahun 1991 dan secara

resmi dioperasikan tahun 1992. Berbagai

dengan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang

3

M. Bahsan. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Syariah Di Indonesia. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007). Hal. 22


(16)

sesuai dengan syariah. Adapun peminjam dana dan jasa untuk penyimpan dana4

Dalam dunia usaha yang selalu bergerak dinamis, pelaku usaha selalu mencari terobosan-terobosan baru dalam mengembangkan usahanya. Hal ini semakin terasa di era global saat ini dimana ekspansi dunia bisnis telah menembus batas ruang, waktu dan teritorial suatu negara. Terobosan yang dilakukan oleh pelaku bisnis dalam pengembangan usaha telah melahirkan berbagai bentuk format bisnis. Munculnya berbagai bentuk bisnis tersebut tentu membawa suatu konsekuensi logis terhadap dunia hukum, diperlukan pranata hukum yang memadai untuk mengatur suatu bisnis di suatu negara, demi terciptanya kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam bisnis ini

.

5

Hubungan bisnis tersebut dalam pelaksanaannya tentunya di dasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam lapangan kehidupan sehari-hari seringkali dipergunakan istilah perjanjian, meskipun hanya dibuat secara lisan saja. Tetapi di dalam dunia usaha, perjanjian adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut bidang usaha yang digeluti. Mengingat akan hal tersebut dalam hukum perjanjian merupakan suatu bentuk manifestasi adanya kepastian hukum. Oleh karena itu dalam prakteknya setiap perjanjian dibuat secara tertulis agar diperoleh suatu kekuatan hukum, sehingga tujuan kepastian hukum dapat terwujud.

.

Sehubungan dengan perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Dalam hukum perjanjian dikenal asas

4

Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum, Bisnis-Suatu Pengantar. (Yogyakarta: Liberty.1993). Hal. 97

5

Soeyono dan Siti Ummu Adillah, 2003, Diktat Mata Kuliah Hukum Pembiayaan


(17)

kebebasan berkontrak, maksudnya adalah setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian berupa apa saja, baik bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian itu ditujukan. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”. Tujuan dari Pasal di atas bahwa pada umumnya suatu perjanjian itu dapat dibuat secara bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun, bebas untuk menentukan bentuknya maupun syarat-syarat, dan bebas untuk menentukan bentuknya, yaitu tertulis atau tidak tertulis dan seterusnya. Jadi dari Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (tentang apa saja) dan perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu Undang-Undang. Kebebasan berkontrak dari para pihak untuk membuat perjanjian itu meliputi6

a. Perjanjian yang telah diatur oleh Undang-Undang.

:

b. Perjanjian-perjanjian baru atau campuran yang belum diatur dalam Undang-Undang. Namun dalam perkembangannya di Indonesia muncul bentuk-bentuk kontrak standar atau baku, dimana suatu kontrak telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak dan pihak yang lainnya hanya dihadapkan pada pilihan untuk menerima atau menolak perjanjian tersebut. Perjanjian baku atau standar lahir sebagai bentuk dari perkembangan dan tuntutan dunia usaha7. Kontrak standar telah banyak diterapkan dalam dunia usaha seperti perbankan, lembaga pembiayaan konsumen, dan berbagai bentuk usaha lainya8

Kontrak standar atau baku dipandang lebih efisien dari sisi waktu dan biaya. Secara formal di Indonesia aturan hukum mengenai perjanjian baku atau standar belum

.

6

Purwahid Patrik. Dasar-dasar Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian

dan dari Undang-Undang. (Jakarta: Mandar Maju. 1986). Hal. 45-47 7

Abdul Kadir Muhammad, 1986, Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, Bandung . 1997) Hal. 95

8


(18)

diatur dengan jelas, sehingga perlu mendapatkan kajian lebih lanjut. Hukum pada dasarnya adalah untuk perlindungan kepentingan manusia. Dalam setiap hubungan hukum, termasuk perjanjian harus ada keseimbangan antara para pihak supaya tidak terjadi konflik kepentingan. Namun dalam realitasnya tidak selalu demikian. Selalu terdapat kemungkinan salah satu pihak mempunyai posisi yang lebih kuat baik dari sisi ekonomis maupun dari penguasaan teknologi atau suatu penemuan yang spesifik. Dalam kondisi ini salah satu pihak lebih mempunyai peluang untuk lebih diuntungkan dalam suatu perjanjian. Seringkali pihak penyusun menentukan syarat-syarat yang cukup memberatkan apalagi kontrak tersebut disajikan dalam bentuk kontrak standard, karena ketentuan-ketentuan dalam perjanjian dapat dipakai untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian pada pihaknya. Dalam hal demikian salah satu pihak hanya punya pilihan untuk menerima atau menolak perjanjian tersebut9

Timbulnya perjanjian baku di dalam lalu lintas Hukum Perjanjian Nasional dan Internasional dilandasi oleh kebutuhan akan pelayanan yang efektif dan efisien terhadap kegiatan transaksi. Oleh karena itu, karakter utama dari sebuah perejanjian baku adalah pelayanan yang cepat (efisien) terhadap kegiatan transaksi yang berfrekuensi tinggi, namun tetap dapat memberikan kekuatan serta kepastian hukum (efektif). Agar perjanjian baku dapat memberikan pelayanan yang cepat, isi dan syarat (conditional) perjanjian baku harus ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis dalam bentuk formulir, kemudian digandakan dalam jumlah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Formulir-formulir tersebut kemudian ditawarkan kepada para konsumen secara massal, tanpa memperhatikan perbedaan kondisi mereka satu dengan yang lain. Adapun dimaksud dengan perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Perjanjian baku ini pada umumnya hanya menguntungkan pihak kreditur sedangkan

.

9


(19)

konsumen (debitur) seringkali dirugikan dengan perjanjian baku ini. Untuk melindungi hak-hak konsumen agar tidak dirugikan dengan perjanjian baku, maka pemerintah mengatur hal ini dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dimana Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini mengatur tentang pencantuman klausula baku.

Hubungan bisnis tersebut dalam pelaksanaannya tentunya di dasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam lapangan kehidupan sehari-hari seringkali dipergunakan istilah perjanjian, meskipun hanya dibuat secara lisan saja. Dalam hukum perjanjian dikenal asas kebebasan berkontrak, maksudnya adalah setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian berupa apa saja, baik bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian itu ditujukan10

Namun dalam perkembangannya di Indonesia muncul bentuk-bentuk kontrak standar atau baku, dimana suatu kontrak telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak dan pihak yang lainnya hanya dihadapkan pada pilihan untuk menerima atau menolak perjanjian tersebut

.

11

Perjanjian baku atau standar lahir sebagai bentuk dari perkembangan dan tuntutan dunia usaha. Kontrak standar telah banyak diterapkan dalam dunia usaha seperti perbankan, lembaga pembiayaan konsumen, dan berbagai bentuk usaha lainya. Kontrak standar atau baku dipandang lebih efisien dari sisi waktu dan biaya.

.

Sebagian besar masyarakat umum tidak memahami apa itu klausula baku, meskipun didalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut telah

10

Op.Cit Hal 48

11


(20)

membubuhkan tandatangannya pada suatu perjanjian pada menerima/ menyetujuinya setiap dokumen yang isisnya memuat klausula baku12

Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam perjanjian atau dokumen yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen

.

13

. Setiap perjanjian baku atau perjanjian standar (standard contract) merupakan suatu ketentuan yang menjadi tolak ukur yang memuat hak dan kewajiban bagi para pihak dalam suatu transaksi baik barang atau jasa yang dibuat secara tertulis yang harus dipatuhi14

Pengertian kredit dalam norma hukum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 angka (11) menyebutkan :

.

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persutujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Perjanjian kredit yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pihak debitur dan pihak kreditur dalam tenggat waktu yang telah ditentukan akan melunasi atau mengembalikan pinjaman uang tersebut kepada bank disertai pembayaran sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan imbalan jasanya15

Didalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, tidak menentukan bentuk perjanjian kredit sehingga pihak debitur

.

12

R Subekti dan, R Tjitrosudibio, Terjemahan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. (Jakarta: PT Pradnya Paramita.1997)

13

Marhainis Abdul hay. Perjanjian Baku, (Jakarta: Sumur Bandung, 1989). Hal 19

14 Mariam Darus Badrulzaman, Keputusan-Keputusan Tentang Perkara Perdata,

(Medan: Bappit Cabang Sumatra Utara. 1978). Hal 48

15

Sutan Remy Sjahdeini, Perjanjian Kredit Antar Bank¸(Bandung: Binacipta, 1999). Hal 55


(21)

yang diberikan pinjaman uang oleh pihak kreditur tidak diberikan keleluasaan dalam menentukan isi perjanjian sehingga yang dilemahkan dalam hal ini adalah pihak debitur.

Keadaan tersebut diatas adalah kenyataan pada era sebelum berlakunya Undang-Undang perlindungan konsumen, dimana belum ada suatu produk peraturan Perundang-Undangan yang melarang pelaku usaha untuk mencantumkan klausula baku yang bersifat pembebasan atau pengalihan tanggung jawab pelaku usaha sehingga pelaku usaha mempunyai kebebasan untuk membuat klausula baku yang merugikan konsumen. Namun dalam era perlindungan konsumen dibawah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 keberadaan klausula baku yang merugikan konsumen secara limitatif dilarang.

Dengan adanya pengaturan klausula baku dalam Undang-Undang perlindungan konsumen, maka dalam hal ini membatasi pengertian dan pemberlakuan asas kebebasan berkontrak yang dianut dalam Pasal 1338 KUH Perdata16

Beranjak pada pengertian debitur dalam perjanjian kredit perbankan maka tidak akan terlepas dari ketentuan yang ada berkaitan dengan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang . Hal ini berarti asas kebebasan berkontrak jangan lagi dipahami dalam pengertian secara mutlak. Oleh sebab itu, asas kebebasan berkontrak hanya dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan Undang-Undang perlindungan konsumen. Dengan demikian kedudukan diharapkan dapat setara atau seimbang dalam menghadapi pelaku usaha dalam membuat suatu perjanjian. Perjanjian baku (standard contract) dalam sisi hukum menjadikan kedudukan para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut tidak pada posisi seimbang, ada pihak tertentu yang didudukan dengan status yang lebih lemah dibandingkan pihak lainnya, hal ini seringkali terjadi dalam perjanjian kredit perbankan atau perjanjian perburuhan, ada pihak-pihak dengan kondisi atas-bawah dala dimensi hukum.

16

. Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: ALUMNI, 1992), Hal.203


(22)

No.8 tentang Perlindungan Konsumen, yang mengatur arti konsumen disebutkan bahwa: “konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”17

Berdasarkan pengertian tersebut, debitur dapat dikatakan juga sebagai konsumen, hal tersebut karena dalam dunia perbankan debitur telah memakai/pemakai jasa dari lembaga perbankan yang tersedia di masyarakat, sebagaimana pengertian Jasa dalam pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

.

Pengertian Konsumen juga tidak terbatas kepada mereka yang mendapatkan barang dan /atau jasa atas dasar perjanjian saja (misalnya jual beli), namun termasuk di dalamnya yaitu setiap orang yang mendapatkan sesuatu barang dan/atau jasa atas dasar pemberian (misalnya memperoleh kiriman/parcel).

Di atur dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi18

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini membahas tentang akad pembiayaan yang dilakukan pada perbankan syariah yaitu PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan. Akad pembiayaan pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan

.”

17

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Undang-Undang Hukum Perlindungan Konsumen

dan Komentar-Komentarnya. ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004). Hal 81 18

. Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta, PT Grasindo, 2004), hal. 80


(23)

dilakukan selain berdasarkan ketentuan UU No. 10/1998 tentang Perbankan, UU No.21/2008 tentang Perbankan Syariah dan hukum perjanjian. Adapun akad-akad pembiayaan pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan didasarkan pada prinsip-prinsip syariah, seperti murabahah. Sedangkan jenis produk akad pembiayaan syariahnya bervariasi, ada yang bersifat jasa dan ada pula yang bersifat investasi. Semua jenis produk ini dibuat dengan bentuk pembiayaan yang menggunakan klausula baku. Begitu juga dengan akad murabahah sebagai salah satu akad yang paling diminati oleh konsumen . Sepanjang keberadaan PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan, akad murabahah ini juga merupakan akad yang paling pesat perkembangannya di hampir seluruh bank syariah di Indonesia karena akad ini menawarkan pembiayaan-pembiayaan konsumtif kepada konsumen. Berdasarkan hal tersebut di atas serta untuk lebih mengetahui tentang alasan dimasukannya klausula baku dalam perjanjian akad pembiayaan pada perbankan syariah dan untuk meneliti lebih lanjut materi yang ada, maka penelitian dengan judul

”Pencantuman Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah Dikaitkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Pada PT.Bank Muamalat Cabang Utama Medan)”menjadi penting untuk dilakukan.

B. Permasalahan

Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

1.

Apakah yang menjadi latar belakang pencantuman klausula baku dalam

akad pembiayaan paa PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan?

2.

Bagaimanakah penerapan klausula baku dalam akad pembiayaan di PT.

Bank Muamalat Cabang Utama Medan dikaitkan dengan Undang-Undang

No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?


(24)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun hal yang menjadi tujuan dilakukannya penulisan hukum ini adalah

sebagai berikut:

1.

Untuk mengetahui latar belakang pencantuman klausula baku dalam akad

pembiayaan paa PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan

2.

Untuk mengetahui penerapan klausula baku dalam akad pembiayaan di

PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan dikaitkan dengan

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Sedangkan yang menjadi manfaat dilakukannya penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

1.

Teoritis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan akan menambah dan memperluas

wawasan dan pengetahuan di bidang ilmu hukum, khususnya hukum

perbankan.

2.

Praktis

a.

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan

sumbangan pemikiran upaya pembaharuan hukum ekonomi,

khususnya dalam memberikan masukan bagi dunia perbankan

mengenai Pencantuman Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan

Syariah Dikaitkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen

b.

Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi dunia


(25)

Pencantuman Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah

Dikaitkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen

c.

Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pedoman bagi

masyarakat, khususnya bagi nasabah untuk lebih mengetahui tentang

Pencantuman Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah

Dikaitkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pencantuman Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah Dikaitkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Pada PT.Bank Muamalat Cabang Utama Medan)”. Jadi penelitian ini dapat disebut “asli” sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data tentang “Pencantuman Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah Dikaitkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Pada PT.Bank Muamalat Cabang Utama Medan)”, dan juga pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal-hal di atas, ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama oleh peneliti lainnya baik di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

E. Tinjauan Kepustakaan

Untuk mengetahui tentang Pencantuman Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah Dikaitkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi


(26)

Pada PT.Bank Muamalat Cabang Utama Medan) perlu didasarkan kepada kerangka pemikiran dari berbagai literatur yang ada sehingga didapatkan hasil penelitian yang maksimal dan seimbang dalam tataran teori dan praktek.

Timbulnya perjanjian baku di dalam lalu lintas Hukum Perjanjian Nasional dan Internasional dilandasi oleh kebutuhan akan pelayanan yang efektif dan efisien terhadap kegiatan transaksi. Oleh karena itu, karakter utama dari sebuah perejanjian baku adalah pelayanan yang cepat (efisien) terhadap kegiatan transaksi yang berfrekuensi tinggi, namun tetap dapat memberikan kekuatan serta kepastian hukum (efektif). Agar perjanjian baku dapat memberikan pelayanan yang cepat, isi dan syarat (conditional) perjanjian baku harus ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis dalam bentuk formulir, kemudian digandakan dalam jumlah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Formulir-formulir tersebut kemudian ditawarkan kepada para konsumen secara massal, tanpa memperhatikan perbedaan kondisi mereka satu dengan yang lain. Yang dimaksud dengan perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Perjanjian baku ini pada umumnya hanya menguntungkan pihak kreditur sedangkan konsumen (debitur) seringkali dirugikan dengan perjanjian baku ini. Untuk melindungi hak-hak konsumen agar tidak dirugikan dengan perjanjian baku, maka pemerintah mengatur hal ini dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dimana Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini mengatur tentang pencantuman klausula baku.

Hukum dan sistem sosial masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, dimana hukum ada karena kehendak dari mayarakat dan tujuan dari dibentuknya hukum adalah untuk masyarakat. Hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami sistem sosial terlebih dahulu, karena hukum merupakan suatu proses dan sistem hukum merupakan pencerminan daripada suatu sistem sosial sebagai bagian dari


(27)

sistem sosial itu sendiri. Hukum secara sosiologis adalah penting, dan merupakan suatu lembaga kemasyarakatan (social institution) yang merupakan himpunan nilai- nilai, kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia.

Klausula baku merupakan aturan sepihak yang dilakukan oleh pelaku usaha yang biasanya dicantumkan ke dalam bentuk kwitansi, faktur atau bon, dan perjanjian atau dokumen lainnya dalam jual beli yang di dalamnya biasanya menyatakan bahwa “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan”, “Barang tidak diambil dalam waktu 2 minggu dalam nota penjualan kami batalkan”, dan sebagainya. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Penerapan klausula baku yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lemah yaitu konsumen, atau hal ini biasa dikenal dengan istilah “penyalahgunaan keadaan” (misbruik

van omstadigheden). Perjanjian baku dengan klausula eksonerasi yang meniadakan atau

membatasi kewajiban salah satu pihak untuk membayar kerugian pada pihak lain memiliki ciri sebagai berikut:

1. Pada umumnya isinya ditetapkan oleh pihak yang posisinya lebih kuat;

2. Pihak lemah pada umumnya tidak ikut dalam menentukan isi perjanjian yang merupakan unsur aksidentalia dalam perjanjian;

3. Terdorong oleh kebutuhannya, pihak lemah terpaksa menerima perjanjian tersebut;

4. Bentuknya tertulis;


(28)

F. Metode Penelitian

Di dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, dimana penelitian normatif cukup dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dan penelitian lapangan hanya berfungsi sebagai penunjang data sekunder tersebut.

1. Metode pendekatan

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif analitis. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas tentang permasalahan yang ada pada masyarakat yang kemudian dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku, sehingga akhirnya dapat diperoleh simpulan.

2. Spesifikasi Penelitian

Dalam pengumpulan data diusahakan sebanyak mungkin data yang diperoleh guna penyusunan penulisan hukum lebih lanjut yang meliputi :

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari informan dengan cara wawancara bebas terpimpin, yaitu dengan terlebih dahulu mempersiapkan pokok-pokok pertanyaan (guide interview) sebagai pedoman dan variasi-variasi dengan situasi ketika wawancara.

b. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teoretis terhadap Pencantuman Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah Dikaitkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Pada PT.Bank Muamalat Cabang Utama Medan). Disamping itu tidak menutup kemungkinan diperoleh


(29)

bahan hukum lain, dimana pengumpulan bahan hukumnya dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, serta menelaah data yang terdapat dalam buku, literatur, tulisan-tulisan ilmiah, dokumen-dokumen hukum dan peraturan Perundang-Undangan yang berhubungan dengan objek penelitian. Bahan-bahan hukum tersebut berupa:

1). Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri atas: (a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(b) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

(c) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (d) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

2). Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer antara lain buku, tulisan ilmiah, hasil penelitian ilmiah, laporan makalah lain yang berkaitan dengan materi penelitian.

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri atas: (a) Kamus Hukum

(b) Kamus Umum Bahasa Indonesia

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah PT. Bank Muamalat Cabang Utama yang berada di Medan . Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik non random sampling, karena tidak semua unsur dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi wakil dari populasi. Jenis sampel yang digunakan adalah purposive

sampling, yaitu penelitian dengan menggunakan pertimbangan dalam menentukan sampel

berdasarkan pengetahuan yang cukup serta ciri-ciri tertentu yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.


(30)

Data yang telah diperoleh dari penelitian lapangan akan dihubungkan dengan studi kepustakaan. Kemudian data tersebut dianalisis secara logis dan disusun dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu apa yang dinyatakan oleh informan secara tertulis maupun lisan diteliti dan dipelajari kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif yang tersusun dalam kalimat yang sistematis.

5. Metode Analisis Data

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab yang tiap-tiap babnya terdiri pula dari beberapa sub bab. Bab satu sebagai pendahuluan meliputi latar belakang yang berisi isu-isu yang mengantarkan sampai pada permasalahan, tentang keaslian penulisan, tujuan secara umum dan secara khusus dilakukannya penilisan dan manfaat penulisan. Selanjutnya diuraikan tentang metode penelitian yang digunakan, sera sistematika penulisan.

Bab dua menjelaskan mengenai analisis mengenai latar belakang pencantuman klausula dalam akad pembiayaan pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan. Sub bab yang dibahas adalah antara lain tentang gambaran umum PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan, serta jenis akad pembiayaan syariah paa PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan.

Kemudian pada bab tiga diuraikan tentang Penerapan Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah Dikaitkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan). Adapun sub bab yang dibahas adalah tentang Penerapan Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah, Upaya yang dilakukan konsumen jika klausul baku dalam akad pembiayaan syariah melanggar ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen


(31)

Bab empat berisi kesimpulan dan saran dari berbagai hal yang penting dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, serta menyampaikan saran sebagai wujud rekomendasi dari skripsi berdasarkan analisis yang dilakukan.


(32)

A. Gambaran Umum PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan

1). Sejarah Perbankan Syariah Di Indonesia

Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan

nama Islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan

melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El

Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing

(pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini

berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep

serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga,

sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara

langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat

dengan para penabung

19

Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social Bank didirikan

dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam

akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.

.

Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974

disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi

Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang

bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara

19


(33)

anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk

negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah

islam

20

Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam

kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank

(1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977)

serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank

didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983

berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka

yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.

.

Indonesia yang sebagian besar penduduknya adalah Muslim membuat

negara ini menjadi pasar terbesar di dunia bagi perbankan syariah. Besarnya

populasi muslim itu memberikan ruang yang cukup lebar bagi perkembangan

bank syariah di Indonesia.

Di Indonesia, bank syariah pertama baru lahir tahun 1991 dan beroperasi

secara resmi tahun 1992. Padahal, pemikiran mengenai hal ini sudah terjadi sejak

dasawarsa 1970-an. Namun, sejak 2000-an, setelah terbukti keunggulan bank

syariah (bank Islam) dibandingkan bank konvensional – antara lain, Bank

Muamalat tidak memerlukan suntikan dana, ketika bank-bank konvensional

menjerit minta Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ratusan triliunan akibat

negative spread – bank-bank syariah pun bermunculan di Indonesia. Hingga akhir

20

Antonio dan Purwataatmadja.Apa dan Bagaimana Bank Islam. (Yogyakarta: PT. Dana Bakhti Wakaf. 1997). Hal 44


(34)

Desember 2006, di Indonesia terdapat tiga Bank Umum Syariah (BUS) dan 20

Unit Usaha Syariah (UUS)

21

Fungsi-fungsi bank sudah dipraktikkan oleh para sahabat di zaman Nabi

SAW, yakni menerima simpanan uang, memberikan pembiayaan, dan jasa

transfer uang. Namun, biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja.

Baru kemudian, di zaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan

oleh satu individu.

.

Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali

dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940-an, namun usaha tersebut

tidak berhasil. Berikutnya, eksperimen dilakukan di Pakistan pada akhir 1950-an.

Namun, eksperimen pendirian bank syariah yang paling sukses dan

inovatif di masa modern dilakukan di Mesir pada 1963, dengan berdirinya Mit

Ghamr Local Saving Bank. Kesuksesan Mit Ghamr memberi inspirasi bagi umat

Muslim di seluruh dunia, sehingga muncul kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam

ternyata masih dapat diaplikasi dalam bisnis modern.

Salah satu tonggak perkembangan perbankan Islam adalah didirikannya

Islamic Development Bank (IDB, atau Bank Pembangunan Islam) pada tahun

1975, yang berpusat di Jeddah. Bank pembangunan yang menyerupai Bank Dunia

(World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (Asia Development Bank, ADB) ini

dibentuk oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang anggota-anggotanya

adalah negara-negara Islam, termasuk Indonesia.

21

Antonio, M. Syafii. Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Pres. 2001). Hal 19


(35)

Pada era 1970-an, usaha-usaha untuk mendirikan bank Islam sudah

menyebar ke banyak negara. Misalnya, Dubai Islamic Bank (1975) dan Kuwait

Finance House (1977) di Timur Tengah. Beberapa negara seperti Pakistan, Iran,

dan Sudan, bahkan mengubah seluruh sistem keuangan di negara tersebut menjadi

nur-bung, sehingga semua lembaga keuangan di negara tersebut beroperasi tanpa

menggunakan bunga.

Kini perbankan syariah sudah menyebar ke berbagai negara, bahkan

negara-negara Barat. The Islamic Bank International of Denmark tercatat sebagai

bank syariah pertama yang beroperasi di Eropa, tepatnya Denmark, tahun 1983

22

Di Asia Tenggara, tonggak perkembangan perbankan terjadi pada awal

dasawarsa 1980-an, dengan berdirinya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) pada

tahun 1983

.

23

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara

bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan

usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

.

Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara

lain

24

a. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.

:

b. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.

22

Arifin, Bustanul. Pelembagaan Hukum Islam Di Indonesia-Akar Sejarah Hambatan

Dan Prosesnya. (Jakarta : Gema Insani Press. 2006) Hal 75 23

Ibid

24


(36)

c. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.

d. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.

Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah25

Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain .

26

Jasa untuk peminjam dana

:

a. Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha.

Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.

b. Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau

joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan

c. Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan

membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya

25

Djatnika, Rahmat, dkk. Hukum Islam di Indonesia : Perkembangan dan Pembentukan . (Bandung : Remaja Rosda Karya.1994). Hal 18

26

Azis, Amin Hm. Mengembangkan Bank Islam Di Indonesia Buku 2. (Jakarta: Bangkit. 1992). Hal 28


(37)

kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.

d. Takaful (asuransi islam) Jasa untuk penyimpan dana

a. Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat

mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. b. Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi 2). Sejarah PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan


(38)

peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar27

Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan

.

28

Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal

.

29

Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni

.

30

27

http://www.muamalatbank.com/home/about/profile terakhir kali diakses pada tanggal 21 Juni 2012

. 28 Ibid 29 Ibid 30

Lebih lanjut lihat juga pada Dokumen Sejarah Bank Muamalat (PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan)


(39)

Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada (i) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham, (ii) tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak Kru Muamalat sedikitpun, (iii) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri Kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru, (iv) peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, dan (v) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan seterusnya.

Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabah melalui 275 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4000 Kantor Pos Online/SOPP di seluruh Indonesia, 32.000 ATM, serta 95.000 merchant debet. BMI saat ini juga merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment Sistem (MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 ATM di Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya comply terhadap syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media massa, lembaga nasional dan internasional serta masyarakat luas melalui lebih dari 70 award


(40)

bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun Terakhir. Penghargaan yang diterima antara lain sebagai Best Islamic Bank in Indonesia 2009 oleh Islamic Finance News (Kuala Lumpur), sebagai Best Islamic Financial Institution in Indonesia 2009 oleh

Global Finance (New York) serta sebagai The Best Islamic Finance House in Indonesia

2009 oleh Alpha South East Asia (Hong Kong)31

Adapun yang menjadi Visi dan Misi PT. Bank Muamalat Cabang Medan adalah sebagai berikut

.

32

1. Visi

:

Menjadi Bank Syari’ah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar rasional.

2. Misi

Menjadi role model Lembaga Keuangan Syari’ah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai kepada stakeholder.

Sementara itu yang menjadi tujuan didirikannya PT. Bank Muamalat Cabang Medan adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, sehingga

semakin berkurang kesenjangan sosial ekonomi, dan dengan demikian akan melestarikan pembangunan nasional, antara lain melalui:

a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha b. Meningkatkan kesempatan kerja

c. Meningkatkan penghasilan masyarakt banyak

2. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan terutama dalam

bidang ekonomi keuangan, yang selama ini masih cukup banyak masyarakat yang

31

Ibid

32


(41)

enggan berhubungan dengan bank karena masih menganggap bahwa bunga bank itu riba.

3. Mengembangkan lembaga bank dan sistem Perbankan yang sehat berdasarkan

efisiensi dan keadilan, mampu meningkatkan partisipasi masyarakat sehingga menggalakkan usaha-usaha ekonomi rakyat antara lain memperluas jaringan lembaga Perbankan ke daerah-daerah terpencil.

4. Mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir secara ekonomi, berperilaku

bisnis dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Sementara itu yang menjadi susunan struktur organisasi PT. Bank Muamalat adalah sebagai berikut33:

1. Dewan Pengawas Syari’ah:

a. KH. M. A. Sahal Mahfudh Ketua b. KH. Ma’ruf Amin Anggota c. Prof. Dr. Umar Shihab Anggota d. Prof. Dr. H. Muardi Chatib Anggota

2. Dewan Komisaris:

a. Drs. H. Abbas Adhar Komisaris Utama b. Prof. Korkut Ozal Komisaris

c. DR. Ahmed Abisoursour Komisaris

d. H. Iskandar Zulkarnain, SE. Msi Komisaris e. Drs. Aulia Pohan, MA Komisaris

3. Direksi:

a. H.A. Riawan Amin, Msc Direktur Utama b. Ir. H. Arviyan Arifin Direktur

33


(42)

c. H. M. Hidayat, SE, Ak. Direktur d. Ir. H. Andi Buchari, MM Direktur e. Drs. U. Saefudin Noer Direktur

4. Kepala Grup:

a. Afrid Wibisono Administration

b. Avantiono Hadhianto Business Development c. Muchtar MD. Siswoyo financing Support d. Zulkarnain Hasibuan Internal Audit

5. Rapat Umum Pemegang Saham (Shareholders Meeting)

Adalah dewan tertinggi yang ada di Bank Muamalat Indonesia. Tugasnya memimpin rapat pemegan saham serta mengawasi jalannya kegiatan yang dilaksanakan oleh Bank Muamalat Indonesia.

6. Dewan Komisaris (Board of Commissioner)

Adalah wakil dari pemegang saham yang mempunyai peran sebagai pengawas dan bersama Dewan Direksi merumuskan strategi jangka panjan perusahaan. Adapun tugas Dewan Komisaris adalah sebagai berikut:

1) Mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan Perseroan serta memberi nasihat kepada Dewan Direksi.

2) Melakukan tugas-tugas secara kusus diberikan kepadanya menurut Anggaran Dasar. 3) Melakukan pengawasan aatas tugas-tugas yang diputuskan oleh Rapat Umum


(43)

4) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja dan anggaran dasar Perseroan serta menyampaikan hasil penilaian serta pendapatnya kepada Rapat Umum Pemegang Saham.

5) Mengikuti perkembangan kegiatan Perseroan, dan dalam hal Perseroan menunjukkan gejala kemunduran, segera melaporkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham dengan disertai saran mengenai langkah perbaikan yang harus ditempuh.

6) Memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham mengenai setiap persoalan yang dianggap penting bagi pengelolaan Perseroan.

7) Melakukan tugas-tugas pengawasan lainnya yang ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham dan tugas lain yang berhubungan dengan pemeriksaan dan pengawasan.

7. Dewan Pengawas Syari’ah (Sharia Supervisory Board)

Dewan Pengawas Syari’ah dalam organisasi bank bersifat independen dan terpisah dari pengurus bank, sehingga tidak mempunyai akses terhadap operasional Bank. Adapun tugas dan wewenang Dewan Pengawas Syari’ah adalah sebagai berikut:

1) Melakukan pengawasan atas produk Perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat agar berjalan sesuai dengan prinsip Syari’ah.

2) Memberikan pedoman dan garis-garis besar Syari’ah.

3) Mengadakan perbaikan atas produk yang tidak sesuai dengan Syari’ah.

4) Memberikan jawaban dalam bentuk fatwa atas permasalahan yang dihadapi pihak eksekutif dan operasi.

5) Memeriksa Buku Laporan Tahunan dan kesesuaian Syari’ah disemua produk dan operasi selama tahun berjalan.


(44)

6) Memberikan nasihat kepada Direksi dan Komisaris agaar seluruh kegiatan Perbankan sesuai dengan Syari’ah Islam.

8. Operation Director

Mempunyai wewenang dan tanggung jawab membuat kebijakan khususnya dalam bidang operasional, melaksanakan koordinasi dan pembinaan bawahan serta pengawasan kegiatan operasional. Tugas pokok Direksi adalah:

1) Memimpin dan mengurus Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan dan senantias berusaha meningkatkan efisiensi dan efektifitas Perseroan.

2) Menguasai, memelihara dan mengurus kekayaan Perseroan. 9. Administration Group

Ruang lingkup kerja:

1) melakukaan supervisi dan monitoring terhadap segenap Kantor Cabang atas pelaksanaan atau jalannya operasional.

2) Melakukan konsolidasi terhadap pembuatan dan monitoring Laporan-laporan Bulanan Keuangan Bank dan menyampaikannya pada pihak intern atau ekstern yang berkepentingan.

3) Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan repegawaiitmen dan seleksi calon karyawan, proses administrasi kegiatan penempatan dan penempatan kembali karyawan, proses terminasi atau pengunduran diri karyawan serta memonitor dan memeliharaa data

base kepersonaliaan.

4) Melakuakn proses dan administrasi pembiayaan karyawan, pembayaran gaji serta pembayaran JAMSOSTEK dan pajak (pph 21) seluruh karyawan serta pengurus Bank.


(45)

5) Melakukan koordinasi dalam penyediaan sarana logistik dalam rangka persiapan pembukaan atau pengembangan Kantor Cabang meliputi jaringan komuniaksi dan sarana penunjang operasional lainnya.

6) Melakukan koordinasi terhadap pengelola sistem komunikasi data untuk mendukung operasional online pusat pengolahan data keseluruhan Cabang Bank Muamalat Indonesia serta berkoordinasi dengan pihak ekstern.

10. Corporate Support Group

Ruang lingkup kerja:

1) Menyiapkan dan melaksanakan legal action atas kebijakan manajemen.

2) Memberikan masukan dalam penyusunan manual, prodik, akad, dan keputusan yang terkait dengan aspek hokum.

3) Meningkatkan pengetahuan dalam positif masyarakat tentang Bank Muamalat Indonesia.

4) Membangun pendekatan dan citra positif Bank Muamalat Indonesia pada emotional

market.

5) Meraih dukungan moril maupun materil dari stakeholder maupun new investor.

11. Internal Audit Group

Ruang lingkup kerja:

1) Berwenang untuk melakukan akses terhadap catatan karyawan, sumber daya dan dana serta asset bank lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan audit.

2) Memeriksa dan menilai atas kecukupan dari struktur pengendalian intern.

3) Memeriksa dan menilai kualitas kerja dalam melaksanakan tanggung jawab yang telah dilaksanakan.

4) Memberikan saran perbaikan baik untuk kecukupan dan efefktifitas atau kehandalan struktur pengendalian intern maupun perbaikan pelaksanaan.


(46)

5) Memberikan informasi dan saran kepada manajemen mengenai hal-hal yang berkaitan dengan upaya menjadikan Bank lebih maju.

B. Alasan Pencantuman Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan

Usaha pengembangan Bank Syariah di Indonesia direalisasikan pada tahun 1991 yang ditandai dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia. Usaha pengembangan Bank Syariah kemudian mendapat dukungan dari pemerintah, dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Di dalam Undang-Undang Perbankan tersebut terdapat pengertian tentang Bank Urnum dan Bank Perkreditan Rakyat yang kemudian disempurnakan dengan disertai penjelasan mengenai Prinsip Syariah. Sejalan dengan usaha pengembangan Bank Syariah, dalam hal produk yang ditawarkan oleh Bank Syariah khususnya produk pembiayaan mudharabah, diperlukan adanya suatu pengaturan yang mengatur Akad pembiayaan mudharabah itu sendiri untuk menghindari kemungkinan adanya berbagai penafsiran dalam penyusunan Akad yang dapat menimbulkan iklim usaha yang kurang sehat bagi Bank Syariah yang bersangkutan maupun ketidakpastian hukum bagi para pihak yang terkait. Untuk Itu perlu diteliti peraturan-peraturan yang menjadi dasar pemberian pembiayaan mudharabah dan pelaksanaan ketentuan yang mengatur akad pembiayaan mudharabah pada Bank Syariah dalam hal ini Bank Muamalat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode studi literatur dan wawancara pada pihak Bank Muamalat dan Bank Indonesia, diperoleh hasil bahwa di dalam pelaksanaan ketentuan akad pengatur pembiayaan mudharabah terdapat masalah yakni masih adanya ketentuan-ketentuan yang belum dilaksanakan oleh Bank Muamalat seperti dalam pencantuman klausula baku dalam akad pembiayaan. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pencantuman klausula baku dalam akad pembiayaan


(47)

syariah pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan, ada baiknya terlebih dahulu dijelaskan mengenai aspek yuridis pencantuman klausula baku serta akibat hukum pelaksanaan perjanjian dengan pencantuman klausula baku.

1. Jenis-Jenis Akad Pembiayaan Syariah Pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan

1. Produk Penghimpuanan Dana (Funding Products)34 a. Shar-‘e

Shar-‘e adalah tabungan instan investasi syari’ah yang memadukan kemudahan akses ATM, Debit dan Phone Banking dalam satu kartu dan dapat dibeli di kantor pos seluruh Indonesia. Hanya dengan Rp 125.000, langsung dapat diperoleh satu kartu Shar-‘e dengan saldo awal tabungan Rp 100.000, sebagai sarana menabung berinvestasi di Bank Muamalat. Shar-‘e dapat dibeli melalui kantor pos. diinvestasikan hanya untuk usaha halal dengan bagi hasil kompetitif. Tarik tunai bebas biaya di lebih dari 8.888 jaringan ATM BCA/PRIMA dan fasilitas SalaMuamalat. (phone banking 24 jam untuk layanan otomatis cek saldo, informasi history transaksi, transfer antara rekening sampai dengan 50 juta dan berbagai pembayaran).

b. Tabungan Ummat

Merupakan investasi tabungan dengan aqad Mudharabah di Counter Bank Muamalat di seluruh Indonesia maupun di Gerai Muamalat yang penarikannya dapat dilakukan di seluruh Counter Bank Muamalat, ATM Muamalat, jaringan ATM BCA/PRIMA dan jaringan ATM Bersama. Tabungan Ummat dengan Kartu Muamalat juga berfungsi sebagai akses debit di seluruh Merchant Debit BCA/PRIMA di seluruh Indonesia. Nasabah memperoleh bagi hasil yang berasal dari pendapatan Bank atas dana tersebut.

34


(48)

c. Tabungan Haji Arafah

Merupakan tabungan yang dimaksudkan untuk mewujudkan niat nasabah untuk menunaikan ibadah haji. Produk ini akan membantu nasabah untuk merencanakan ibadah haji sesuai dengan kemampuan keuangan dan waktu pelaksanaan yang diinginkan. Dengan fasilitas asuransi jiwa, Insya Allah pelaksanaan ibadah haji tetap terjamin. Dengan keistimewaan tersebut, nasabah Tabungan Arafah bisa memilih jadwal waktu keberangkatannya sendiri dengan setoran tetap tiap bulan, keberangkatan nasabah terjamin dengan asuransi jiwa, apabila penabung meninggal dunia, maka ahli waris otomatis dapat berangkat. Tabungan haji Arafah juga menjamin nasabah untuk memperoleh porsi keberangkatan (sesuai dengan ketentuan Departemen Agama) dengan jumlah dana Rp 32.670.000 (Tiga puluh dua juta enam ratus tujuh puluh ribu rupiah), karena Bank Muamalat telah on-line dengan Siskohat Departemen Agama Republik Indonesia. Tabungan haji Arafah memberikan keamanan lahir batin karena dana yang disimpan akan dikelola secara Syari’ah.

d. Deposito Mudharabah

Merupakan jenis investasi bagi nasabah perorangan dan Badan Hukum dengan bagi hasil yang menarik. Simpanan dana masyarakat akan dikelola melalui pembiayaan kepada sektor riil yang halal dan baik saja, sehingga memberikan bagi hasil yang halal. Tersedia dalam jangka waktu 1, 3, 6 dan 12 bulan.

e. Deposito Fulinves

Merupakan jenis investasi yang dikhususkan bagi nasabah perorangan, dengan jangka waktu enam dan 12 bulan dengan nilai nominal minimal Rp 2.000.000,- atau senilai USD 500 dengan fasilitas asuransi jiwa yang dapat dipergunakan sebagai jaminan pembiayaan atau untuk referensi Bank Muamalat. Nasabah memperoleh bagi hasil yang menarik tiap bulan.


(49)

f. Giro Wadi‘ah

Merupakan titipan dana pihak ketiga berupa simpanan giro yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet, giro, dan pemindahbukuan. Diperuntukkan bagi nasabah pribadi maupun perusahaan untuk mendukung aktivitas usaha. Dengan fasilitas kartu ATM dan Debit, tarik tunai bebas biaya di lebih dari 8.888 jaringan ATM BCA/PRIMA dan ATM Bersama, akses di lebih dari 18.000 Merchant Debit BCA/PRIMA dan fasilitas SalaMuamalat. (phone banking 24 jam untuk layanan otomatis cek saldo, informasi history transaksi, transfer antar rekening sampai dengan 50 juta dan berbagai pembayaran).

g. Dana Pensiun Muamalat

Dana Pensiun Muamalat dapat diikuti oleh mereka yang berusia minimal 18 tahun, atau sudah menikah, dan pilihan usia pensiun 45-65 tahun dengan iuran sangat terjangkau, yaitu minimal Rp 20.000 per bulan dan pembayarannya dapat didebet secara otomatis dari rekening Bank Muamalat atau dapat ditransfer dari Bank lain. Peserta juga dapat mengikuti program WASIAT UMMAT, dimana selama masa kepesertaan, peserta dilindungi asuransi jiwa sebesar nilai tertentu dengan premi tertentu. Dengan asuransi ini, keluarga peserta akan memperoleh dana pensiun sebesar yang diproyeksikan sejak awal jika peserta meninggal dunia sebelum memasuki masa pensiun.

2. Produk Penanaman Dana (Invesment Product35 a. Konsep Jual Beli

)

1) Murabahah

Adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian.

35


(50)

2) Salam

Adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari dimana pembayaran dilakukan di muka/tunai.

3) Istishna

Adalah jual beli barang dimana Shani’ (produsen) ditugaskan untuk membuat suatu barang (pesanan) dari Mustashni’ (pemesan). Istishna’ sama dengan Salam yaitu dari segi obyek pesanannya yang harus dibuat atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus. Perbedaannya hanya pada sistem pembayarannya yaitu Istishna’ pembayaran dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir pesanan.

b. Konsep Bagi Hasil 1). Musyarakah

Adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung sesuai kesepakatan.

2). Mudharabah

Adalah kerjasama antara bank dengan Mudharib (nasabah) yang mempunyai keahlian atau keterampilan untuk mengelola usaha. Dalam hal ini pemilik modal

(Shahibul Maal) menyerahkan modalnya kepada pekerja/pedagang (Mudharib) untuk

dikelola. c. Konsep Sewa 1). Ijarah

Adalah perjanjian antara bank (muajjir) dengan nasabah (mustajir) sebagai penyewa suatu barang milik bank dan bank mendapatkan imbalan jasa atas barang yang disewakannya.


(51)

2). Ijarah Muntahia Bittamlik

Adalah perjanjian antara Bank (muajjir) dengan nasabah sebagai penyewa.

Mustajir/penyewa setuju akan membayar uang sewa selama masa sewa yang

diperjanjikan dan bila sewa selama masa sewa berakhir penyewa mempunyai hak opsi untuk memindahkan kepemilikan obyek sewa tersebut.

3. Produk Jasa (Service Products)

a. Wakalah

Berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Secara teknis Perbankan, Wakalah adalah akad pemberian wewenang/kuasa dari lembaga/seseorang ( sebagai pemberi mandat) kepada pihak lain (sebagai wakil) untuk melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dan waktu tertentu. Segala hak dan kewajiban yang diemban wakil harus mengatasnamakan yang memberikan kuasa.

b. Kafalah

Merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain,

kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan

berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.

c. Hawalah

Adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam pengertian lain, merupakan pemindahan beban hutang dari

muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal ‘alaih atau orang yang

berkewajiban membayar hutang.

d. Rahn

Adalah menahan salah satu milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis, sehingga pihak


(52)

yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana rahn adalah jaminan hutang atau gadai.

e. Qardh

Adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Menurut teknis Perbankan, qardh adalah pemberian pinjaman dari Bank ke nasabah yang dipergunakan untuk kebutuhan mendesak, seperti dana talangan dengan kriteria tertentu dan bukan untuk pinjaman yang bersifat konsumtif. Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan bersama) sebesar pinjaman tanpa ada tambahan keuntungan dan pembayarannya dilakukan secara angsuran atau sekaligus.

2. Aspek Yuridis Pencantuman Klausula Baku

Sebelum menguraikan lebih lanjut tentang klausula baku, perlu diketahui tentang pengertian perjanjian, kredit dan perjanjian kredit karena dalam klausula baku terdapat aturan-aturan yang berupa perjanjian kredit yang isinya adalah hak dan kewajiban pihak kreditur maupun pihak debitur36

Pasal 1313 KUH Perdata memberikan rumusan tentang “Perjanjian” sebagai berikut : perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”

.

Menurut R. Setiawan, rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak. Sangat luas, karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan”, mencakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu, perlu diadakan perbaikan mengenai dedfinisi tersebut, yaitu :

36

Munir Fuadi. “Hukum Perkreditan Kontemporer”. (Bandung: Citra Aditya Bakti. 1996) Hal. 24-28


(53)

1.

Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang

bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;

2.

Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam pasal 1313

KUHPerdata.

Sehingga perumusannya menjadi : persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Adapun pengertian kredit terdapat dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pasal 1 butir 11, kredit adalah : penyediaan uang atau tagian yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pengertian perjanjian kredit ditemukan dalam pasal 1 angka Rancangan Undang-Undang tentang Perkreditan Perbankan, yang menyebutkan bahwa : persetujuan dan atau kesepakatan yang dibuat bersama antara kreditur dan debitur atas sejumlah kredit deengan kondisi yang telah diperjanjikan, hal mana pihak debitur wajib untuk mengembalikan kredit yang telah diterima dalam jangka waktu tertentu disertai bunga dan biaya-biaya yang disepakati37

Menurut pengertian perjanjian kredit tersebut diatas, terdapat beberapa hal yang penting untuk diketahui yaitu :

.

1.

Kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang.

2.

Adanya kesepakatan antara bank atau kreditur deengan penerima kredit, yang

dituangkan dalam suatu perjanjian atau akad kredit, yang mencakup hak dan

kewajiban masing-masing pihak.

37

Thomas Suyatno. “Dasar-dasar Hukum Perkreditan Edisi Ketiga”. (Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. 1993). Hal 87


(54)

Bentuk perjanjian dalam KUH Perdata, maupun dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tidak ditemukan. KUHPerdata hanya mengatur tentang perjanjian-perjanjian tertentu yang harus dibuat dalam bentuk tertulis.

Pada umumnya perjanjian kredit yang dibuat antara kreditur baik berupa lembaga keuangan Bank maupun lembaga keuangan lainnya dan debitur dituangkan dalam bentuk tertulis yang sudah dibakukan. Perjanjian semacam ini disebut dengan klausula baku.

Pengertian klausula baku sesungguhnya telah diatur dalam pasal 1 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan : klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dn ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Hubungan hukum dalam transaksi perbankan antara Bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur, dituangkan dalam suatu perjanjian, yang disebut juga dengan perjanjian kredit. Perjanjian kredit tersebut dibuat dalam bentuk tertullis yang isinya tentang identitas kreditur dan debitur, berisi juga ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku mengikat kedua belah pihak dituangkn dalam bentuk tertulis. Ketentuan dan syaart-syarat tersebut dibuat oleh kreditur yang didalamnya berisi tentang ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian (term of conditions) yang sudah tertulis (tercetak) lengkap yang pada dasarnya tidak dapat diubah lagi. Dalam hukum perjanjian ketentuan seperti ini disebut dengan klausula baku.

Pemberlakuan klausula baku merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindari dalam perjanjian kredit bank, karena klausula baku adalah kenyataan yang memang lahir dari kebutuhan masyarakat.


(1)

70

kepentingan nasabah. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pihak bank untuk menghilangkan atau paling tidak meminimalisir terjadinya kerugian bagi nasabah karena memang harus dalam bentuk perjanjian standar, antara lain adalah sebagai berikut:

1) Memberikan peringatan secukupnya kepada para nasabahnya akan adanya dan berlakunya klausula-klausula penting dalam perjanjian.

2) Pemberitahuan dilakukan sebelum atau pada saat penandatanganan perjanjian kredit/pembiayaan.

3) Dirumuskan dalam kata-kata dan kalimat yang jelas.

4) Memberikan kesempatan yang cukup bagi debitur untuk mengetahui isi perjanjian.

Dengan kerjasama yang baik antara pihak bank dengan nasabah, khususnya dalam hal adanya perjanjian standar mengenai kredit atau pembiayaan, serta pembukaan rekening di bank maka diharapkan akan lebih mengoptimalkan perlindungan hukum bagi nasabah, sehingga dapat meminimalisir dispute yang berkepanjangan di kemudian hari.


(2)

Dari uraian dan analisis dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor yang melatarbelakangi pencantuman klausula baku dalam akad pembiayaan pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan adalah pertama karena pemberlakuan klausula baku merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindari dalam perjanjian kredit bank, karena klausula baku adalah kenyataan yang memang lahir dari kebutuhan masyarakat. Kedua, Berkaitan dengan akibat hukum perjanjian yang mencantumkan klausula baku bila dikaitkan dengan asas-asas perjanjian di atas, maka paling tidak dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu pertama dari segi keabsahan kontrak (akad pembiayaan). Kedua dari para pihak dalam hal ini adalah pihak Bank dan nasabah.

2. Bahwa peneerapan klausula baku dalam akad pembiayaan syariah dikaitkan dengan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan adalah tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 UU No.8 Tahun 1999 karena klausula baku yang terdapat di dalam akad murabahah tidak melanggar UU, ketertiban umum, norma susila dan iktikad baik serta prinsip-prinsip syariah. Namun


(3)

72

hukum. Hal ini diberikan oleh Undang-Undang sebagai bentuk penegakan hukum perlindungan terhadap konsumen.

B. Saran

Sehubungan dengan uraian dan analisis dalam bab sebelumnya penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

a. Bank Indonesia selaku bank sentral hendaknya mengeluarkan regulasi yang lengkap dan tegas sehingga mampu menjawab semua permasalahan dalam operasional perbankan syariah secara umum, termasuk kegiatan pembiayaan bank syariah secara khusus.

b. Bagi Syariah khususnya PT. Bank Syariah Muammalat Tbk Malang , hendaknya lebih mengoptimalkan segala produknya, khususnya produkproduk pembiayaan, agar dapat menjadi produk perbankan yang dapat diandalkan bagi kemajuan perekonomian masyarakat serta tetap mampu menjaga kemurnian syariahnya.


(4)

: Fikahati Anesta.

Alkotstar, Artdjo dan Amin M. sholeh. 1986. Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional. Jakarta : Rajawali Kerjasama dengan LBH Yogyakarta.

Arifin, Bustanul. 1996. Pelembagaan Hukum Islam Di Indonesia-Akar Sejarah Hambatan Dan Prosesnya. Jakarta : Gema Insani Press.

Azis, Amin Hm. 1992. Mengembangkan Bank Islam di Indonesia Buku 2. Jakarta : Bangkit.

Badrulzaman, Mariam Darus. 1981. Perjanjian Kredit Bank . Bandung: Citra Aditya Bakti.

Budiman, Arief. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta : Gramedia. Djamili, R. Abdoel. 1984. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Rajawali.

Djatnika, Rahmat, dkk. 1994. Hukum Islam di Indonesia : Perkembangan dan Pembentukan . Bandung : Remaja Rosda Karya.

Djumhana, Muhammad. 1993. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Elly Erawati, AF., dkk., (Editor). 1993. Percikan Gagasan tentang Hukum II. Bandung : Citra Aditya Bakti.


(5)

74

Hartono, Sri Redjeki .1985. Bentuk-Bentuk Kerjasama dalam Dunia Niaga. Semarang : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945.

Hartono, Sunaryati. CFG. 1974. Mencari Bentuk dan Sistem Hukum Perjanjian Nasional Kita. Bandung : Alumni.

Hartono, Sunaryati. CFG. 1988. Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia. Bandung : Bina Cipta

Haryono, Anwar. 1995. Indonesia Kita – Pemikiran Berwawasan Iman Islam. Jakarta : Gema Insani Press.

Hasan, Djuhaendah. 1995. Lembaga jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Karim, M. Rusli. (Editor). 1992. Berbagai Aspek Ekonomi Islam. Yogyakarta : Tiara Wacana dan P3EI – UII.

Lubis, Ibrahim. 1993. Ekonomi Islam Suatu Pengantar (1). Jakarta:kalam Mulia. Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis. 1994. Hukum Perjanjian Dalam

Islam. Jakarta : Sinar Grafika.

Prasetianto, A. Tony (Editor). 1994. Kebijakan Ekonomi Public di Indonesia Substansi dan Urgensi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Praja S, Juhaya. 1994. Hukum Islam di Indonesia : Perkembangan dan Pembentukan. Bandung : Remaja Rosda Karya.


(6)

Rahman, Hasanudin. 1995. Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia ( Panduan Dasar : Legal Officer). Bandung : Citra Aditya Bhakti.

Ridho, Ali. 1991. Hukum Dagang Tentang Prinsip dan Fungsi Asuransi dalam Lembaga Keuangan Pasar Modal, Lembaga Pembiayaan Modal Ventura dan Asuransi Haji. Bandung ; Alumni.

Syahdaeni, Sutan Remi. 1993. Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia. Jakarta : Institut Bankir Indonesia.

Suyatno, Thomas, dkk. 1993. Dasar-dasar Perkreditan – edisi ketiga. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Soemitro, Rochmat. 1991. Pengantar Ekonomi dan Ekonomi Pancasila. Bandung : Eresco.

Soepomo, R. 1991. Sistem Hukum di Indonesia sebelum Perang Dunia II. Jakarta : Pradnya Paramita.

Sudjono, Ahmad. 1981. Filsafat Hukum dalam Islam. Bandung : Al- Ma’arif. Widjanarto. 1994. Hukum dan Ketentuan di Indonesia . Jakarta : Grafiti.


Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standar Pada Pembiayaan Syariah Bank Syariah Mandiri Dikaitkan Dengan Ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

1 78 148

Perlindungan Hukum Hak-Hak Nasabah atas Penerapan Klausula Baku dalam perjanjian Kredit dengan Bank Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada PT.Bank Sumut Medan )

1 20 88

PELAKSANAAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 11

PELAKSANAAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 6

PENERAPAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) PADANG).

1 3 8

KETENUTAN BAKU DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN DAN HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 6

Perlindungan Konsumen Terhadap Pencantuman Klausula Baku Dihubungkan Dengan Asas - Asas Perjanjian Berdasarkan Kitab Undang - Undang Hukum Perdata Dan UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

0 0 2

Rekonstruksi Prinsip Syariah Dalam Penyusunan Klausula Baku Akad Pembiayaan Mudharabah Doc173

0 0 1

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)

0 0 7

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen - Repository Unja

0 0 13