Perencanaan Lift Untuk Keperluan Gedung Perkantoran Berlantai Sepuluh.

(1)

TUGAS SARJANA

PERENCANAAN LIFT UNTUK KEPERLUAN

GEDUNG PERKANTORAN BERLANTAI

SEPULUH

OLEH :

INDRA JAYA BARUS

NIM : 020421039

PROGRAM EKSTENSI

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN

MEDAN

TUGAS SARJAN A

MESIN PEMINDAH BAHAN

PERENCANAAN LIFT UNTUK KEPERLUAN

GEDUNG PERKANTORAN BERLANTAI SEPULUH

Oleh :

IR. RASKITA MELIALA IR. ISRIL AMIR

INDRA JAYA BARUS

NIM : 020421039

TELAH DISETUJUI DARI HASIL SEMINAR TUGAS SARJANA PERIODE KE 103 TANGGAL 31 MARET 2008

Dosen Pembanding I Dosen Pembanding II


(3)

DAFTAR ISI

hal

KATA PENGANTAR ... i

SPESIFIKASI TUGAS ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR NOTASI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.LATAR BELAKANG PERENCANAAN... 1

1.2.TUJUAN PERENCANAAN... 1

1.2.1. Tujuan Teknis ... 1

1.2.2. Tujuan Akademis ... 2

1.3. BATASAN PERENCANAAN ... 2

1.4. METODE PERENCANAAN ... 2

BAB II PEMBAHASAN MATERI ... 4

2.1. MESIN PEMINDAH BAHAN ... 4

2.2. KLASIFIKASI MESIN PEMINDAH BAHAN... 4

2.3. PEMILIHAN JENIS MESIN PEMINDAH BAHAN ... 5

2.4. LIFT DAN CARA KERJANYA ... 5

2.4.1. Pemakaian Lift ... 6

2.4.2. Pemasangan Lift ... 7

2.4.3. Ruang Peletakan Lift ... 7

2.4.4. Sistem Penggerak Lift... 8

2.4.5. Metode Pengoperasian Lift ... 11

2.5. BAGIAN-BAGIAN UTAMA LIFT ... 15

2.5.1. Bagian-bagian pada Ruang Atas Sangkar ... 15


(4)

BAB III PERENCANAAN KOMPONEN UTAMA UNIT LIFT ... 28

3.1. KONDISI GEDUNG YANG DILAYANI LIFT ... 28

3.2. PERENCANAAN KAPASITAS LIFT ... 30

3.3. PERENCANAAN TALI BAJA ... 38

3.3.1. Bahan Tali Baja ... 38

3.3.2. Luas Penampang Tali Baja ... 39

3.3.3. Diameter Tali Baja ... 42

3.3.4. Umur Tali Baja ... 43

3.3.5. Pemeriksaan Kekuatan Tali Baja ... 46

3.4. PERENCANAAN PULI ... 47

3.4.1. Diameter Puli ... 47

3.4.2. Perencanaan Diameter Poros Puli ... 49

3.4.3. Pemeriksaan Tekanan pada Alur Puli oleh Tali ... 50

BAB IV PERENCANAAN SISTEM TRANMISI... 52

4.1. PERENCANAAN DAYA MOTOR ... 52

4.1.1.Pemilihan Motor Penggerak... 52

4.1.2. Perencanaan Generator Set ... 55

4.1.3. Pemeriksaan Motor terhadap Beban Lebih (Over Load) ... 56

4.2. PERENCANAAN RODA GIGI CACING ... 59

4.2.1. Putaran Puli ... 60

4.2.2. Bagian-bagian Utama Roda Gigi Cacing... 61

4.2.3. Perencanaan Ukuran Roda Gigi Cacing ... 62

4.2.4. Pemeriksaan Kekuatan Roda Gigi Cacing ... 68

4.2.5. Analisa Gaya pada Roda Gigi Cacing ... 68

4.3. PERENCANAAN POROS ... 74

4.3.1. Analisa Gaya pada Poros ... 75

4.3.1.1. Analisa Gaya Geser Akibat Gaya Radial ... 76

4.3.1.2. Analisa Momen Lentur Akibat Gaya Radial ... 77


(5)

4.4. PERENCANAAN BANTALAN ... 82

4.5. PERENCANAAN REM ... 85

4.5.1. Persyaratan Teknik ... 85

4.5.2. Persyaratan Biologik... 86

4.5.3. Pengereman Lift ... 86

4.5.4. Momen Statik Pada Saat Pengereman ... 88

4.5.5. Momen Dinamik pada Saat Pengereman ... 89

4.5.6. Pemeriksaan Momen Pengereman ... 92

BAB V KESIMPULAN ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95


(6)

DAFTAR GAMBAR

Hal

GAMBAR 2.1 ... 9

GAMBAR 2.2 ... 10

GAMBAR 2.3 ... 14

GAMBAR 2.4 ... 16

GAMBAR 2.5 ... 18

GAMBAR 2.6 ... 19

GAMBAR 2.7 ... 22

GAMBAR 2.8 ... 24

GAMBAR 2.9 ... 24

GAMBAR 2.10 ... 25

GAMBAR 2.11 ... 26

GAMBAR 2.12 ... 27

GAMBAR 3.1 ... 39

GAMBAR 3.2 ... 40

GAMBAR 4.1 ... 60

GAMBAR 4.2 ... 61

GAMBAR 4.3 ... 68

GAMBAR 4.4 ... 71

GAMBAR 4.5 ... 76

GAMBAR 4.6 ... 76

GAMBAR 4.7 ... 77

GAMBAR 4.8 ... 78

GAMBAR 4.9 ... 80

GAMBAR 4.10 ... 80

GAMBAR 4.11 ... 81

GAMBAR 4.12 ... 81

GAMBAR 4.13 ... 81


(7)

DAFTAR TABEL

Hal TABEL 3.1 Jumlah Karyawan Setiap Lantai pada Gedung Bank SUMUT Medan . 28

TABEL 3.2 Waktu Muat ... 31

TABEL 3.3 Perkiraan Berhenti ... 31

TABEL 3.4 Waktu Pinti Membuka dan Menutup ... 34

TABEL 3.5 Waktu Naik Antar Titik Berhenti ... 35

TABEL 3.6 Jumlah Semua Faktor Waktu ... 36

TABEL 3.7 Diameter Alur Puli Penggerak ... 48

TABEL 3.8 Tekanan Bidang pada Puli ... 49

TABEL 4.1 Harga X dan Y dan Hubungannya dengan harga e ... 83


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia secara terus menerus melakukan pengembangan peralatan yang dapat mempermudah penyelesaian pekerjaan. Sistem pemindahan bahan atau transportasi yang efektif dan efisien sangat dibutuhkan untuk menunjang kemajuan di bidang perindustrian dan perkantoran. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk yang terus meningkat sementara lahan yang tersedia semakin sempit, terutama di daerah perkotaan, sehingga gedung – gedung perkantoran menjadi semakin menjulang.

Salah satu sistem pengangkat yang sangat penting dalam bidang perindustrian dan perkantoran adalah lift. Peralatan ini dipergunakan untuk mengefesienkan waktu dan tenaga bagi manusia untuk menuju lantai tujuannya masing – masing dalam suatu gedung bertingkat.

1.2.TUJUAN PERENCANAAN 1.2.1. Tujuan Teknis

Perencanaan ini bertujuan untuk merancang suatu unit lift untuk mengangkat , memindahkan manusia dari satu lantai ke lantai yang lain dengan kapasitas tertentu pada suatu gedung bertingkat tinggi, dengan memperhatikan faktor keamanan dan faktor kenyamanan bagi penumpangnya.


(9)

1.2.2. Tujuan Akademis

Perencanaan ini bertujuan untuk melengkapi persyaratan untuk menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana (S1) di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

Perencanaan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mahasisa dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan dan melatih mahasiswa untuk menggunakan buku literatur / rujukan yang ada, serta untuk menambah wawasan pengetahuan pada displin ilmu yang akan menjadi profesi.

1.3.BAHASAN PERENCANAAN

Luasnya jangkauan permasalahan yang terdapat pada perencanaan ini menyebabkan perlunya diadakan pembatasan masalah yang akan dikaji agar pembahasan tidak mengambang. Adapun batasan pada perencanaan ini dititik beratkan pada pemilihan jenis pemindah bahan yang sesuai, perhitungan komponen – komponen utama, sistem transmis, pemilihan motor dan juga gambar perencanaan. Sistem kontrol dari lift tidak akan dibahas secara mendalam.

1.4.METODE PERENCANAAN

Metode yang digunakan pada perencanaan ini adalah berupa survey langsung ke gedung Bank Sumut Medan dan ditambah studi literatur / rujukan dengan memaparkan teori dasar dan rumus – rumus empiris yang berkaitan dengan perhitungan yang dilakukan. Pemakaian rumus umum yang sering dipakai dalam perhitungan praktis juga merupakan penunjang dalam penyelesaian persoalan yang


(10)

ada, penggunaan tabel dan grafik, yang merupakan metode yang baik untuk mendapatkan perencanaan yang diinginkan juga dilakukan.


(11)

BAB II

PEMBAHASAN MATERI

2.1. MESIN PEMINDAH BAHAN

Mesin pemindahan Bahan merupakan suatu sistem peralatan yang digunakan untuk mengangkat / memindahkan muatan dari suatu tempat ke tempat lain, dimana jumlah, ukuran dan jarak pemindahannya terbatas.

Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kemajuan di bidang industri maka diperlukan mesin pemindah bahan yang tepat yang akan meningkatkan efisiensi dari aktivitas tersebut.

2.2. KLASIFIKASI MESIN PEMINDAH BAHAN

Banyaknya jenis Mesin Pemindah Bahan yang tersedia mebuatnya sulit digolongkan secara tepat. Penggolongan ini masih diperumit lagi oleh kenyataan bahwa penggolongan ini juga didasarkan pada berbagai karakteristik, misalnya desain, tujuan, jenis gerak dan sebagainya.

Mesin pemindah bahan, dalam operasinya dapat diklasifikasikan atas : 1. Alat pengangkat

Contohnya : - Elevator - Escalator - Crane 2. Alat pengangkut


(12)

Bila digolongkan berdasarkan jenis gerakannya, maka dapat dibedakan atas : 1. Gerak naik dn turun (hoist)

2. Gerak Transversal 3. Gerak longitudinal

2.3. PEMILIHAN JENIS MESIN PEMINDAH BAHAN

Dalam perencanaan ini dipilih mesin pemindah bahan dengan gerakan naik – turun (hoist). Adapun mesin pemindah bahan yang akan direncanakan nantinya akan ditempatkan dalam suatu ruangan yang mempunyai ruang gerak yang terbatas. Oleh sebab itu faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis Mesin Pemindah Bahan yang sesuai adalah :

- Penempatan peralatan sedapat mungkin tidak mengganggu aktivitas dan ruang gerak pekerja / karyawan

- Aman dan efisien dalam operasi

- Nyaman dalam pemakaian, sebab muatan yang akan diangkut adalah manusia.

Sehubungan dengan pertimbangan faktor – faktor kondisi kerja tersebut di atas, maka dipilih lift sebagai alat pemindah bahan yang sesuai.

2.4. LIFT DAN CARA KERJANYA

Lift adalah alat pengangkat yang ditujukan khusus untuk mengangkat / memindahkan barang atau orang secara vertikal di dalam sangkar yang bergerak pada rel penuntun tetap.


(13)

Adapun cara kerja dan lift ini adalah dengan gerakan naik-turun (hoist) dimana sangkar yang berisi barang atau orang dan beban pengimbang digantungkan pada tali yang ditarik naik atau turun dengan menggunakan, puli, dimana puli ini berputar sesuai dengan kebutuhan. Puli digerakkan oleh motor listrik dan gerakan puli digerakkan oleh motor listrik dan gerakan puli dihentikan oleh rem, sehingga barang atau orang tidak akan naik atau turun setelah posisi angkat yang diinginkan tercapai.

2.4.1 Pemakaian Lift

Pemakaian lift dapat dibagi atas beberapa klasifikasi, yaitu :

1. Pemakaian umum atau perniagaan (General Purpose or Comercial) yaitu tipe lift yang digunakan pada pemakaian yang bersifat umum contohnya : pada kantor – kantor dagang atau perusahaan.

2. Pemakaian pada tempat tinggal (Residential)

Yaitu tipe lift yang digunakan pada rumah tempat tinggal Contohnya : pada rumah tempat tinggal

3. Pemakaian pada supermarket (Store)

Yaitu tipe lift yang dipergunakan pada swalayan atau pusat perbelanjaan. 4. Pemakaian pada lembaga – lembaga (Institutional_

Yaitu tipe lift yang dipakai pada bangunan untuk suatu bentuk kelembagaan Contoh : pada lembaga pendidikan

2.4.2. Pemasangan Lift


(14)

1. Pemasangan dengan satu sangkar (Single Car)

Di dalam satu gedung hanya terdapat satu sangkar saja atau dengan kata lain gedung tersebut hanya dilayani oleh satu unit lift saja. Pemasangan ini biasanya terdapat pada gedung yang tidak begitu tinggi dan tidak luas serta lalu lintas pemakainya tidak ramai.

2. Pemasangan dengan lebih dari satu sangkar

Pada bangunan tersebut terdapat lebih dari satu sangkar. Jika ada panggilan, akan terjadi respon dan interaksi antara beberapa sangkar tersebut. Sangkar yang paling dekat dan tidak sedang bekerjalah yang akan melayani panggilan tersebut. Sistem ini dipakai pada gedung bertingkat banyak serta luas dan mempunyai lalu lintas pemakaian yang ramai.

Ruang Peletakan Mesin

Bila ditinjau dari ruang tempat peletakan mesin utama dari lift, terdapat dua tipe sistem peletakannya, yaitu :

1. Penthouse Machine Room Type

Mesin lift ditempatkan pada bagian atas sangkar lift. 2. Basement Machine Room Type

Mesin lift ditempatkan di bagian bawah sangkar lift.

Sistem Pengerak Lift

Bila ditinjau dari sistem penggerak lift, terdapat dua sistem yang digunakan pada gedung – gedung bertingkat, yaitu :


(15)

2. Penggerak Lift Sistem Hidrolik a. Penggerak Lift Sistem Wrap

Pada sistem ini penggerak utama dari sangkar lift tersebut adalah motor listrik, dari motor tersebut akan dikopelkan ke poros mesin lift (Lift Driving Machine), yaitu suatu alat yang menggerakkan puli penggerak dan selanjutnya puli penggerak akan menarik tali yang diikat pada sangkar lift dan beban pengimbang. Dengan demikian sangkar lift dan beban pengimbang akan bergerak naik atau turun sesuai dengan putaran puli penggerak.

Sistem pemasangan tali pada sistem Wrap dapat dibedakan berdasarkan peletakan ruang mesin.

- Penthouse Machine Room

Pemasangan tali pada sistem Wrap pada Penthouse Machine Room Type dapat dilihat pada Gambar 1.1.

a. Single Wrap Roping

Tali dipasang satu kali jalan, tanpa lilitan, tali diletakkan di atas puli dan melalui katrol, kemudian tali diikatkan di atas sangkar lift dan beban pengimbang (Gambar a)

b. Double Wrap Roping

Ada dua cara pemasangan tali pada jenis Double Wrap Roping ini, yaitu : tali dipasang satu kali lilit, dimana tali dililitkan pada puli dan katrol, kemudian tali diikatkan di atas sangkar lift dan beban pengimbang (Gambar c) atau tali dipasang dua kali lilit, tali diletakkan di atas puli dan dililitkan ke katrol, selanjutnya tali dihubungkan ke katrol pada beban pengimbang untuk


(16)

kemudian dikembalikan ke atas sebagai titik tumpuan beban (Point of Support).

Gambar 2.1. Pemasangan Tali pada Sistem Wrap – Penthouse Room Type

- Basement Machine Room

Pemasangan tali pada sistem Wrap pada Basement Machine Room Type dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Roping Under Slung

Sangkar lift dan beban pengimbang ditahan oleh dua buah katrol, selanjutnya puli penggerak yang berada di bawah sangkar akan memutar kedua katrol yang menggerakkan sangkar lift dan beban pengimbang dalam arah yang saling berlawanan (Gambar a dan b).


(17)

Gambar 2.2. Pemasangan Tali pada Sistem Wrap – Basement Machine Room Type b. Penggerak Lift Sistem Hidrolik

Lift sistem hidrolik memerlukan daya lebih kecil dibandingkan dengan sistem wrap. Nama hidrolik diberikan karena sangkar ini digerakkan oleh sebuah pompa dilayani oleh sebuah motor penggerak, sehingga dengan perubahan tekanan pada minyak (oil) akan menyebabkan naik atau turunnya sangkar lift.

Sistem hidrolik dan cara kerjanya persis sama dengan dongkrak mobil hidrolik, minyak dari penampung dipompakan oleh plunyer untuk mengangkat sangkar lift tersebut. Pompa dihentikan sampai titik terbawah, selanjutnya sangkar lift tersebut diturunkan dengan gaya gravitasi dan Bypass Control yang juga mengontrol posisi dari sangkar lift tersebut sampai pada titik tertinggi.

Sistem kontrol yang digunakan pada lift dengan sistem penggerak hidrolik biasanya sama dengan yang terdapat pada sistem penggerak wrap. Namun pada sistem penggerak hidrolik ini tidak diberikan beban pengimbang sehingga


(18)

memerlukan motor dengan daya yang lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan motor untuk keperluan yang sama pada sistem wrap.

Berdasarkan pertimbangan dari uraian di atas maka pada perencanaan ini sistem penggerak lift yang akan dipergunakan adalah sistem Wrap dengan peletakkan motor pada bagian atas sangkar (Penthouse Machine Room Type) dengan pemasangan tali satu kali jalan (Single Wrap Roping).

Metode Pengoperasian Lift

Metode pengoperasian lift adalah cara kerja lift dalam memberikan response terhadap panggilan yang diberikan penumpang.

Metode operasi lift secara umum dibedakan atas dua cara, yaitu : 1. Pengoperasian Manual

Pengoperasian secara manual merupakan sistem pengoperasian sangkar lift dengan kecepatan rendah dan dapat berhenti pada posisi sembarang titik yang dikehendaki, misalnya untuk kondisi perawatan atau untuk keperluan khusus.

Dalam pengoperasiannya, lift diatur oleh seorang operator. Dengan demikian semua panggilan harus dikirim ke meja operator, kemudian operator mengatur gerakan sangkar lift ke posisi level lantai yang diinginkan / dipesan penumpang. Metode ini jarang digunakan mengingat kurang praktisnya di dalam penggunaannya.

2. Pengoperasian Otomatis

Pengoperasian lift secara otomatis memberikan respon secara langsung kepada penumpang yang memanggil sangkar lift.


(19)

Pada metode operasi ini, pada setiap lantai hanya terdapat satu buah tombol untuk memanggil sangkar, sedangkan di dalam sangkar lift terdapat tujuan level lantai yang diinginkan. Selama ini lift bekerja, lift tidak melayani panggilan dari penumpang lain. Lift akan memberikan tanggapannya setelah lift selesai melaksanakan tugasnya. Dengan kata lain lift baru dapat dipanggil apabila sangkar lift dalam keadaan tidak bekerja.

Dari penjelasan – penjelasan prinsip kerja di atas, dapat dikatakan bahwa metode Single Automatic Push Bottom ini hanya dapat melayani panggilan satu persatu, artinya sangkar baru dapat dipanggil apabila lift dalam keadaan diam. Dengan demikian metode ini hanya efektif digunakan untuk gedung dengan dua atau tiga lantai dengan pemakaian lift yang tidak terlalu mendesak, misalnya untuk lift pengangkut baran.

b. Metode Selecticve-Collective

Pada metode operasi ini terdapat dua buah tombol panggilan pada setiap lantai, yaitu tombol panggilan naik (∆) dan tombol panggilan turun (∇), kecuali pada lantai terendah dan tertinggi yang masing – masing hanya terdapat sato tombol panggilan. Di dalam sangkar lift terdapat tombol tujuan level lantai yang digunakan.

Metode operasi Selective-Collective ini lebih praktis dan efisien dalam menanggapi panggilan dibandingkan dengan Single Automatic Push Bottom. Pada metode ini, secara otomatis sangkar lift akan melayani semua panggilan naik pada saat sangkar lift naik dan melayani semua panggilan turun pada saat sangkar lift turun, pada lantai yang akan dilaluinya. Dengan demikian metode ini lebih efisien dalam menanggapi panggilan dibanding


(20)

dengan metode Single Automatic Push Bottom karena sangkar lift dapat dipanggil walaupun lift dalam keadaan sedang bekerja.

c. Metode Duplex-Collective

Pada prinsipnya, metode Duplex-Collective ini hampir sama dengan metode Selective-Collective. Metode Duplex-Collective merupakan operasi gabungan dari dua atau lebih lift yang bekerja secara Selective-Collective.

Pada metode ini. Pada tiap lantai terdapat tombol bersama untuk memanggil sangkar lift. Apabila tombol panggilan ditekan maka sangkar dengan posisi paling dekat dan dengan arah yang sesuai dengan panggilan, akan melayani panggilan tersebut. Hal ini merupakan keistimewaan metode ini dibanding dengan metode Selective-Collective. Tombol tujuan terdapat pada setiap sangkar yang berfungsi untuk mengoperasikan sangkarnya masing – masing.

Dari pertimbangan – pertimbangan pada uraian di atas, maka metode pengoperasian lift yang dipakai disini adalah pengoperasian otomatis dengan prinsip kerja berdasarkan Metode Duplex-Collective.


(21)

(22)

Cara kerja :

- Apakah tombol naik (Up Button) ditekan maka arus akan mengalir ke kumparan naik (Up Coil). Setelah kumparan berisi arus listrik, kumparan akan mengisi arus ke pengatur waktu otomatis naik (Up Timer) dan semua swich naik (Up Relay) akan menutup sehingga mengalirkan arus ke motor penggerak. Motor penggerak memutar ke kanan mengangkat sangkar lift pada selang waktu yang telah diatur oleh pengatur waktu otomatis naik (Up Timer). Apabila pengatur waktu otomatis menyatakan selesai atau waktu untuk langkah tersebut selesai maka arus akan terhenti dan sangkar lift berhenti pada lantai yang diinginkan oleh pengatur waktu otomatis tersebut. - Apabila tombol turun (Down Button) ditekan maka arus akan mengalir ke

kumparan turun (Down Coil). Setelah kumparan berisi arus, kumparan akan mengisi arus ke pengatur waktu otomatis turun (Down Timer) dan semua swich turun (Down Relay) akan menutup sehingga akan mengalirkan arus ke motor penggerak memutar ke kiri dan menurunkan sangkar lift pada selang waktu yang ditentukan oleh pengatur waktu otomatis turun (Down Timer) sampai pengatur waktu otomatis menyatakan selesai dan sangkar lift terhenti pada lantai yang diinginkan oleh pengatur waktu otomatis tersebut.

BAGIAN – BAGIAN UTAMA LIFT

Bagian – bagian pada Ruang Atas Sangkar (Penthouse Machine Room) Sebagian besar peralatan lift tipe Phenhouse Machine Room ditempatkan di bagian atas sangkar lift.


(23)

Gambar 2.4. Bagian – bagian Utama Lift Penumpang

Komponen-komponen utama peralatan lift tipe Phenhouse Machine Room yang ditempatkan di bagian atas sangkar lift adalah :

1. Elektro Motor 2. Mesin Lift

3. Lemari Panel Relay 4. Governor


(24)

1. Elektro Motor

Penggerak utama lift adalah sebuah elektro motor yang digerakkan oleh listrik PLN atau generator listrik yang dilengkapi dengan pengatur medan (Field Control) yang dikontrol secara numerik (Numerical Control).

Elektro Motor dikopel ke rangkaiaan Gear Box yang berfungsi untuk mereduksi putaran elektro motor dengan mesin lift (Elevator Driving Machine) puli dan rem listrik.

2. Mesin Lift

Desain lift disini menggunakan mesin pengangkat jenis puli dan roda puli penggerak. Pada desain dengan drum, tali yang menahan sangkar diikatkan pada drum dan dilihatkan pada permukaannya, sedangkan pada desain dengan roda puli penggerak, penggerak tali melewati roda puli yang digerakkan oleh gaya gesek.

Dalam perencanaan ini dipilih mesin pengangkat dengan puli penggerak karena memiliki beberapa kelebihan, diantaranya :

- Dapat digunakan untuk mengangkat pada segala macam ketinggian. - Ukurannya lebih kompak.

- Lebih efektif karena gaya traksi pada roda puli penggerak akan hilang bila sangkar yang sedang turun terbentur hambatan. Dalam hal ini, kelonggaran bagian tali yang keluar dari puli akan menyebabkan tergelincirnya roda puli pada tali sehingga tali akan mengencang kembali.

- Penggunaan mesin pengangkat jenis roda puli ini telah mengurangi kecelakaan secara drastis akibat putusnya tali.


(25)

Gambar 2.5. Mesin Lift dan Elektromotor 3. Rem Lift

Prinsip kerja rem lift sama dengan kontak NC dari suatu relay atau kontraktor, dimana rem akan dalam keadaan menjepit poros mesin lift pada saat sangkar lift tidak bekerja, sebaliknya rem akan melepaskan poros lift apabila coil rem listrik tersebut terenergi. Dengan demikian apabila sumber arus dari panel utama putus pada saat lift bergerak, penumpang akan aman dari bahaya benturan yang timbul apabila rem tidak menjepit poros mesin tersebut. Di bawah ini diperlihatkan konstruksi rem listrik untuk lift.


(26)

Gambar 2.6 Rem Lift 4. Lemari Panel

Lemari panel merupakan tempat sebagian besar peralatan listrik (komponen – komponen kontrol) disambungkan, seperti relay, transformator dan penyearah . Tiap unit lift memiliki masing – masing satu buah lemari panel.

5. Governor

Governor adalah merupakan kecepatan lebih (over speed) pada lift. Prinsip kerjanya adalah berdasarkan gaya sentrifugal. Tali (rope) governor dihubungkan ke bagian atas dan bawah sangkar melalui dua buah puli governor. Puli governor ditempatkan di ruang mesin atas dan yang lainnya ditempatkan di bagian bawah (basement) instalasi lift, sehingga puli governor akan bergerak apabila sangkar lift bergerak.


(27)

Bagian – bagian pada Terowongan (Hoist Way)

Terowongan yang dimaksud pada sistem lift adalah terowongan vertikal yang menjadi jalan atau saluran tempat dimana sangkar lift dan beban pengimbang bergerak naik dan turun.

Pada terowongan ini terdapat beberapa peralatan seperti : 1. Saklar pembatas

2. Saklar Lift

3. Beban Pengimbang 4. Tali

5. Rel Penuntun 6. Alat Pengaman Lift

1. Sakelar Pembatas

Sakelar pembats berfungsi untuk menghubungkan atau memutuskan rangkaian dari sistem listrik dari sumbernya tanpa campur tangan operator, akan tetapi diaktifkan oleh sentuhan mekanik dari suatu material.

Pada pengoperasiannya, ada beberapa sakelar pembatas sebagai sakelar bantu untuk pengaturan kerja rangkaian lift. Pada pengamanan beban lebih sangkar lift, sakelar pembatas ini akan bekerja jika beban atau penumpang yang masuk ke dalam sangkar melampui kapasitas (daya angkut) lift tersebut. Sakelar pembatas juga digunakan pada operasi membuka dan menutup pintu lift serta juga terdapat pada setiap batas level lantai.


(28)

2. Sangkar Lift

Sangkar lift adalah suatu kerangka kendaraan yang mempunyai ruangan untuk tempat penumpang atau barang yang akan dipindahkan. Sangkar ini harus tertutup dan dilengkapi dengan pintu.

Sangkar ini harus kokoh, ringan dan desainnya sederhana. Pada bagian dalam sangkar lift terdapat tombol – tombol pengatur arah tujuan dan indikator posisi lift, lampu penerangan, push booton, open door, close door, earphone, dan tombol stop had / auto.

Berikut ini diperlihatkan gambar tata letak peralatan dan tombol operasi di dalam sangkar lift.


(29)

(30)

3. Beban Pembimbing

Beban pembimbing adalah beban pemberat untuk mengimbangi berat sangkar lift. Gerakan beban pengimbang berlawanan arah dengan sangkar lift. Dengan demikian secara tidak langsung beban pengimbang akan mengurangi daya yang harus disediakan oleh hoisting motor.

Beban pengimbang terdiri dari satu kerangka baja dengan desain yang berlapis yang akan memudahkan bobot dan penyerderhanaan perakitan. Penggunaan beban pengimbang ini adalah untuk memberikan keuntungan konsumsi daya yang diperlukan lift.

4. Tali Baja

Tali digunakan sebagai penghubung sangkar lift dengan beban pengimbang melalui puli mesin, disamping itu juga dipergunakan untuk menghubungkan sangkar lift dengan governor sebagai sensor kecepatan lebih (over speed).


(31)

Gambar 2.9. Konstruksi Serat Tali Baja 5. Rel Penuntun

Sangkar lift bergerak di dalam lorong pada rel penuntun yang terpasang tetap. Untuk keperluan ini kedua sisi sangkar pada bagian atas dan bawah diberi dua penuntun yang bentuknya sesuai dengan rel penuntun.

Rel atau batang penuntun terbuat dari batang baja profil siku T-ganda atau batang kayu dan diikat pada kedua sisi lorong elavator. Rel diberi pelumas gemuk secara teratur. Kerugian gesekan pada rel penuntun diambil sebesar 5 – 10 % dari bobot komponen gerak. Penuntun dipasang pada tempat sempit diantara dua rel, sehingga dapat berfungsi untuk mencegah ketidak serasiaan sangkar lift.


(32)

Gambar 2.10. Rel Penuntun untuk Lift

6. Alat Pengaman Lift

Sangkar lift harus dilengkapi dengan alat pengaman khusus, yaitu penahan yang akan menghentikan sangkar secara otomatis bila tali putus atau kendur.

Banyak desain pengaman lift yang dilengkapi dengan eksentris, baji, rol penjepit, pisau dan permukaan rem yang halus. Permukaan rem halus yang menjepit jalur penuntun dengan kuat sepanjang permukaan kontak merupakn alat yang efisien operasinya yang telah dibicarakan sebelumnya.

Selain rem, terdapat juga alat penggunaan lift lainnya, seperti : - Pegas Penahan

- Penahan Gerak

a. Pegas Penahanan

Pegas penahanan adalah merupakan suatu alat yang ditempatkan pada bagian dasar terowongan. Alat ini berfungsi untuk mengamankan sangkar lift agar tidak membentuk landasan (dasar terowongan) apabila suatu saat tali pengikat lift dengan beban pengimbang putus.


(33)

Pegas penahan bekerja berdasarkan prinsip hidrolik yang dibantu dengan proses (spring). Dengan demikian jika sangkar jatuh secara tiba – tiba karena putusnya tali maka sangkar akan jatuh menimpa pegas penahan dan oleh pegas redaman hidrolik sangkar akan aman dari kemungkinan benturan yang sangat keras apabila sangkar langsung jatuh ke dasar terowongan.

Gambar 2.11. Pegas Penahan b. Penahan Gerak

Penahan gerak berfungsi untuk menghentikan lift secara otomatis, sebelum kecepatan lebih (over speed). Gerak dari penahan lift dikontrol oleh governor. Penahanan gerak akan menghentikan sangkar bila satu buah tali atau semuanya putus secara bersamaan dan juga bila kecepatan penurunan menjadi terlalu besar.


(34)

(35)

BAB III

PERENCANAAN KOMPONEN UTAMA UNIT LIFT

KONDISI GEDUNG YANG AKAN DILAYANI LIFT

Untuk mengetahui kapasitas lift yang akan dirancang, maka kita harus mengetahui kondisi gedung yang akan dilayani oleh lift tersebut, seperti jumlah keseluruhan orang penggunaan lift, waktu kritis yang tersedia, waktu yang dibutuhkan lift untuk menyelesaikan satu siklus dan jumlah lift yang digunakan.

Lift ini dirancang untuk melayani Gedung Bank Sumatera Utara (Bank SUMUT) Medan. Menurut data dari Kantor Bank SUMUT, jumlah pegawai kantor adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Jumlah Karyawan Setiap Lantai pada Gedung Bank SUMUT Medan Nomor Lantai Jumlah Karyawan (Orang)

1 120

2 100

3 95

4 80

5 75

6 70

7 65

8 60

9 50

10 40


(36)

Menurut pengamatan yang dilakukan pada lokasi survey, yaitu pada Gedung SUMUT Medan, diperoleh bahwa hampir semua karyawan menggunakan lift untuk mencapai lokasi gedung tempat ia bekerja, kecuali karyawan lantai satu. Hal ini disebabkan karena sebagian karyawan yang ingin naik dari lantai I ke lantai II lebih memilih menggunakan tangga dari pada harus antri pada jam – jam sibuk. Pengambilan data disini dilakukan pada jam-jam paling sibuk, yaitu pada pagi hari dari jam 7.40 – 8.00 WIB, sehingga diharapkan pengambilan data yang dilakukan dapat mewakili kondisi paling sibuk yang mungkin terjadi.

Dari data – data dan uraian di atas dapat disesuaikan :

10 % karyawan lantai I menggunakan lift = 50 % x 120 = 12 Orang 50 % karyawan lantai II menggunakan lift = 50 % x 100 = 50 Orang 100 % karyawan lantai III sampai lantai X menggunakan lift

Sehingga jumlah keseluruhan karyawan yang menggunakan lift adalah : Lantai I = 12 Orang

Lantai II = 50 Orang Lantai III = 95 Orang Lantai IV = 80 Orang

Lantai V = 75 Orang

Lantai VI = 70 Orang Lantai VII = 65 Orang Lantai VIII = 60 Orang Lantai IX = 50 Orang


(37)

Pemakaian lift maksimum terjadi pada jam sibuk setelah apel pagi pukul 7.40 WIB atau pada saat pekerjaan dimulai pukul 08.000 WIB. Disini harus dengan bahwa pada waktu tersebut karyawan menggunakn lift ke satu arah yaitu dari lantai terendah ke lantai berikutnya sampai lantai tertinggi.

PERENCANAAN KAPASITAS LIFT

Disini ditentukan selang waktu selama 20 menit untuk perhitungan waktu kritis, yaitu dimulai setelah apel pagi 7.00 WIB sampai pada saat pekerjaan akan dimulai pukul 8.000 WIB, sehingga waktu yang tersedia untuk mengangkut keseluruhan karyawan adalah 20 x 60 detik = 120 detik.

Lift yang digunakan di kantor tersebut direncanakan berkapasitas 15 orang sebanyak 6 unit. Kemudian dilakukan perhitungan untuk membuktikan bahwa lift dengan kapasitas 15 orang cocok untuk digunakan di kantor Bank SUMUT tersebut. Dari waktu kritis yang tersedia, maka dihitunglah waktu yang sebenarnya dibutuhkan. Dari sini akan diketahui apakah lift dengan kapasitas 15 orang mampu mengangkat jumlah keseluruhan karyawan dalam masa waktu kritis tersebut.

Selama satu trip perjalanan (naik dari lantai dasar ke lantai tertinggi dan kembali ke lantai dasar), lift membutuhkan waktu antara lain :

a. Waktu untuk memuat penumpang (waktu penumpang memasuki lift) b. Waktu pintu membuka dan menutup

c. Waktu naik dari lantai terendah ke lantai – lantai tertinggi d. Waktu turun dari lantai tertinggi ke lantai terendah


(38)

1. Waktu Muat Penumpang

Perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk memuat penumpang ke dalam sangkar lift dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.2. Waktu Muat (detik)

Kapasitas (orang) 8 10 12 14 16 18 20

Waktu Muat (detik) 8 10 11 13 14 16 18

Berdasarkan Tabel 3.3. di atas maka untuk memuat penumpang sebanyak 15 orang dibutuhkan Waktu Muat selama 13,5 detik.

2. Waktu Membuka dan Menutup Pintu

Untuk menghitung waktu yang dibutuhkan lift untuk membuka dan menutup pintu pada satu trip perjalanan, terlebih dahulu harus diperkirakan berapa kali lift tersebut berhenti selama satu trip tersebut. Perkiraan jumlah berhenti yang terjadi pada satu trip dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini.

Tabel 3.3. Perkiraan Berhentilah (kali)

Passenger pertrip

32 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

30 2 4 5.78 7.6 9.5 10.5 11.7 12.8 13.8 14.8 16.0 17.2 18.0 19.0 19.5

28 2 39 6.5 7.2 9.0 10.1 11.6 12.5 13.5 14.6 15.6 16.6 17.6 18.1 18.4

26 2 38 5.5 7.0 8.5 9.8 11.2 12.2 13.1 14.1 15.1 16.0 16.8 17.4 17.7

24 2 38 5.4 6.9 8.3 9.6 10.8 11.9 12.2 13.1 14.1 15.4 16.1 16.7 17.3

22 2 37 54 68 82 95 105 116 125 133 141 148 154 161 170


(39)

18 2 37 52 66 78 89 99 108 116 123 129 134 139 144 150

16 2 36 51 65 76 86 95 103 110 116 121 126 130 134 139

14 2 36 50 63 73 83 90 97 103 108 113 116 120 122 125

12 2 35 49 60 70 78 85 90 95 99 102 105 108 110 113

10 2 34 47 58 65 72 77 82 85 88 90 92 94 95 95

8 2 33 44 53 59 64 68 70 73 75 76 77 78 78 8

6 2 31 40 46 50 53 55 57 58 58 59 59 6 6 6

4 2 27 33 36 38 39 39 4 4 4 4 4 4 4 4

2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Menurut Tabel 3.2 untuk gedung 10 tingkat dengan kapasitas lift 15 orang, dengan cara interpolasi, diperoleh bahwa untuk satu trip, diperkirakan lift berhenti sebanyak 8 kali.

Selanjutnya perlu diingat bahwa lift harus berhenti pada akhir trip di lantai dasar. Pada setiap kali berhenti, lift wajib membuka dan menutup pintu untuk memuat penumpang sehingga. :

Frekuensi membuka / menutup pintu = Perkiraan Berhenti Total

= Perkiraan Berhenti – 1 kali berhenti di lantai dasar = 8 + 1 = 9 kali

Selanjutnya perlu diperhitungkan waktu yang dibutuhkan untuk sekali membuka dan menutup pintu. Perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk sekali membuka dan menutup pintu dapat dilihat pada Tabel 3.4 di bawah ini.

Tabel 3.4. Waktu Pintu Membuka dan Menutup (detik) Door Type Width

In (mm)

Open

(See)

Close

(sec)

Total

(sec)

Transfer Inefeciency


(40)

Single-Slide Two-speed Center-opening Single-Slide Two-speed Center-opening Two-speed Center-opening Two-speed Center-opening Two-speed Center-opening

Two-speed center opening

36 (900) 36 (900) 36 (900) 42 (1100) 42 (1100) 42 (1100) 48 (1200) 48 (1200) 54 (1400) 54 (1400) 60 (1600) 60 (1600) 60 (1600) 2.5 2.1 1.5 2.7 2.4 1.7 2.7 1.9 3.3 2.3 3.9 2.5 2.5 3.6 3.3 2.1 3.8 3.7 2.4 4.5 2.9 5.0 3.2 5.5 3.5 3.0 6.6 5.9 4.1 7.0 6.6 4.6 7.7 5.3 8.8 6.0 9.9 6.5 6.0 10 10 8 7 7 5 2 0 2 0 2 0 0

Tipe pintu yang direncanakan disini adalah tipe Center Opening dengan lebar 1100 mm, sehingga berdasarkan Tabel 3.4 di atas, waktu yang dibutuhkan untuk sekali membuka dan menutup pintu adalah 4,6 detik.

Maka :

Waktu pintu membuka/menutup = Frekuensi membuka/menutup x Waktu membuka menutup

= 9 x 4,6 detik = 41,4 detik


(41)

3. Waktu Naik

Waktu yang dibutuhkan untuk naik dari satu titik berhenti ke titik berhenti berikutnya dapat dicari dengan cara menghitung jarak setiap titik berhenti.

Perkiraan Jarak Titik Berhenti =

Tabel 3.Waktu Naik Antar Titik Berhenti (detik) Floor Heighs

Feet 9 10 11 12 13 14 15 20 30

Each Additional 10ft

Notes

Floor Heighs

Meter 27 3.0 3.35 3.65 4.0 4.3 4.6 6.1 9.1

Each Additional 3 m Elevator

Speed 100 fpm (0. 5 mps)

7.6 8.2 8.8 9.4 10.0 10.6 11.2 14.2 20.2 6.0

150 fpm (0. 75 mps)

6.7 7.1 7.5 7.9 8.3 8.7 9.1 11.1 15.1 4.0

200 fpm (1 mps)

5.8 6.1 6.4 6.7 7.0 7.3 7.6 9.1 12.1 3.0

300 fpm (1. 5 mps)

5.2 5.4 5.6 5.8 6.0 6.2 6.4 7.4 9.4 2.0

400 fpm 48. 50 51 52 54 56 57 65 70 1.5

Meter 5

Kali 8

Meter 40

Berhenti Perkiraan

Lift Lintasan Panjang


(42)

(2 mps) 500 fpm (2 mps)

- - 43 44 45 46 47 52 64 1.2

700 fpm (35 mps)

- - 43 44 45 46 47 52 61 0.86

1000 fpm (5 mps)

- - 43 44 45 46 47 52 58 0.6

Dari Tabel 3.5. diperoleh bahwa waktu naik antar setiap titik berhenti untuk jarak titik berhenti 5 m pada kecepatan angkat 1,5 ms, adalah 6,67 detik (dengan cara interpolasi).

Total Waktu Naik = Waktu Naik x Perkiraan Berhenti = 6,67 x 8

= 53,36 detik

4. Waktu Turun

Waktu yang dibutuhkan untuk turun dari lantai tertinggi ke lantai dasar adalah :

=

5. Waktu Transfer Infesiensi

Dari Tabel 3.4 di atas, untuk pintu tipe Center Opening dengan lebar 1100 mm diperoleh Transfer Ineficiency sebesar 5 % dari waktu untuk menyelesaikan satu

detik 67 . 26

s / m 15

m 40

Lift Kecepatan

Lift Lintasan Panjang


(43)

Waktu inefisiensi = 5% x (Waktu Muat + Waktu membuka / menutup pintu + Waktu Naik + Waktu Turun)

= 100

5

x (13.5 + 41,4 + 53,36 + 26,67)

= 100

5

x 134,93

= 6,75 detik Waktu Total

Waktu total adalah waktu yang dibutuhkan mengangkut seluruh karyawan untuk mencapai lantai tujuan masing – masing. Total semua dapat dilihat pada Tabel 3.6 di bawah ini.

Tabel 3.6. Penjumlahan Semua Faktor Waktu

No Uraian Waktu (detik)

1 Waktu Muat Penumpang 13,5

2 Waktu Membuka dan Menutup Pintu 41,4

3 Waktu Naik 53,36

4 Waktu Turun 26,67

5 Waktu Transfer Inefisiensi 6,75

Total 141,68

Jadi waktu total yang dibutuhkan untuk menyelesaikan perjalanan dalam satu trip, yaitu perjalanan dari lantai dasar ke lantai tertinggi dan kembali ke lantai dasar adalah 141,68 detik.


(44)

Jumlah trip yang dibutuhkan untuk mengangkut seluruh karyawan dapat dihitung dari :

Jumlah Trip Total =

Disini direncanakan akan bekerja 6 unit lift yang beroperasi secara Duplex-Collective, sehingga jumlah trip yang harus dilakukan oleh masing – masing unit lift adalah :

Jumlah Trip untuk satu unit lift =

Sehingga waktu total yang dibutuhkan untuk mengangkut seluruh karyawan : = Jumlah Trip x Total Waktu Satu Trip

= 7 x 141,68 = 991,92 detik

Dari perhitungan tersebut diperoleh bahwa waktu total yang dibutuhkan untuk mengangkut seluruh karyawan pengguna lift adalah 991,92 detik (16,5 menit), sedangkan waktu kritis yang tersedia adalah 1200 detik (20 menit), yaitu dimulai dari pukul 7.40 WIB sampai 8.00 WIB, sehingga dapat disimpulkan bahwa lift dengan kapasitas 15 orang, dengan jumlah lift sebanyak 6 unit, cocok digunakan pada gedung Bank Sumut Medan.

Trip 39

15 585

Lift Kapasitas

Lift Pengguna Karyawan

Jumlah

n) (digenapka Trip

7 Trip 5 , 6

6 39

Lift Kapasitas

total trip Jumlah


(45)

PERENCANAAN TALI BAJA

Perencanaan dalam pemilihan dan perhitungan tali baja meliputi : 1. Bahan Tali Baja

2. Luas Penampang Tali Baja 3. Diameter Tali Baja

4. Umur Tali Baja

5. Pemeriksaan Kekuatan Tali Baja

Bahan Tali Baja

Penggunaan tali pada lift merupakan kebutuhan primer, karena pada tali inilah sangkar penampang yang akan diangkat tergantung.

Beberapa hal yang menyebabkan dipilihnya tali baja sebagai peralatan pengangkat pada perencanaan ini yaitu :

a. Lebih ringan dibandingkan rantai b. Lebih tahan terhadap sentakan

c. Operasi tenang walaupun pada kecepatan tinggi d. Menunjukkan tanda – tanda bila akan putus

Dari beberapa kenyataan yang terjadi bahwa kerusakan tali diakibatkan oleh kelelahan bahan dan setiap tali hanya dapat mengalami kelengkungan dalam jumlah tertentu. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan tali baja yaitu ukuran puli atau drum, konstruksi tali dan umur pakai tali.

Pada perencanaan ini tali baja yang dipakai adalah Baja Karbon Tinggi JIS G3521 dengan kekuatan putus (σb 160 kg/mm2...(Lit 3 hal 31)


(46)

Gambar 3.1. Penampang Tali Baja

Luas Penampang Tali Baja

Sebelum menghitung luas penampang tali baja, terlebih dahulu dilakukan perhitungan kekuatan putus tali baja yang akan digunakan.

Jumlah lengkungan yang terdapat pada rangkaian tali (Number of Bend NB = 4 buah (Lihat Gambar 3.2).


(47)

Gambar 3.2. Sistem Pemasangan Tali pada Puli dan Jumlah Lengkungan Maka dengan mengambil desain tali dengan jumlah kawat i = 22, maka luas penampang tali dapat dihitung dari :

F22

3600 d

S

b

σ

= ... (Lit.3 hal. 39)

K Dmin dimana :

σb = kekuatan putus kawat baja

= 160 kg / mm2 = 16.000 kg /cm

= 9,5 (dipilih) ... (Lit. 1 hal. 31)

2


(48)

S = tegangan tarik untuk satu kali

Berdasarkan survey yang dilakukan di gedung Bank Sumut Medan, disini dipakai 5 buah tali baja, sehingga tegangan tarik untuk satu tali adalah :

Q

S 5 (kg) η . η. η

tot

1

Qtot = beban total

= Gs + Q

Gs = bobot sangkar = 650 kg

Q = kapasitas lift (15 orang)

= 1050 kg (1 orang diasumsikan beratnya 70 kg) = 650 + 1050

= 1700 kg

η = jumlah bagian suspensi (tali penyangga)

= 3 buah ... (Lit. 6 hal. 75) η = efisiensi puli

= 0,945 ... (Lit.6 hal. 75) η1

maka : S =

=

= Efisiensi akibat kerugian karena kekakuan tali pada saat menggulung pada puli penggerak

= 0,98 (diasumsikan) ... (Lit. 6 hal. 75)

kg

38

,

122

98

,

0

.

945

,

0

.

3

5

1700


(49)

sehingga luas penampang tali baja adalah : F22

Diameter Tali Baja =

=

Diameter kawat tali baja adalah dapat dihitung dengan persamaan : δ =

π.i F 4 222

... (Lit. 6 hal. 63)

= 222 . 14 , 3 5 , 0 . 4

= 0,054 cm = 0,54 mm

selanjutnya diameter tali baja dihitung dengan persamaan :

d = 1,5 δ i ... (Lampiran 3)

= 1,5 . 0,54 . 222 = 12,07 mm

Berdasarkan standarisasi tali baja (Lampiran 7) maka tali baja yang dipilih disesuaikan menurut standard tersebut, yaitu :

Diameter tali (d) = 14,2 mm Berat per meter = 0,670 kg Kekuatan patah aktual = 10200 kg mm

2

cm

5

,

0

36000

25

1

5

,

9

16000

38

,

122

2


(50)

Umur Tiga Baja

Umur kerja dari tali baja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Material

2. Metode Operasi

3. Tegangan – tegangan yang bekerja pada tali

4. Jumlah penggulungan tekuk, yaitu transmisi tali dari keadaan lurus ke keadaan bengkok atau sebaliknya

Jumlah penggulungan tekuk yang dapat diterima tali baja sebelum mengalami kerusakan tergantung yang bekerja dan perbandingan diameter puli dengan diameter tali baja yang dipergunakan.

Dalam hal menentukan umur tali baja, tidak terlepas pada faktor keausan tali baja (m) yang besarnya tergantung pada jumlah tekukan (NB = Number of bend).

Besarnya faktor keausan (m) didapat dari persamaan : D

d

M ... (Lit. 3 hal 43) Σ NB C C1 C

d D

2

Dimana :

= perbandingan diameter puli dengna diameter tali yang diizinkan > e1

– e2 ... (Lit. 3 hal. 41)

e1 = faktor yang bergantung pada alat pengangkat dan kondisi

operasi ... (Lit. 3 hal. 42, Tabel 3) = 20 (dipilih)


(51)

= 0,9 ... (Lit.3 hal.42, Tabel 10)

d D

> 20 . 0,9

> 18

Harga ini masih dibawah 25 d

min D

= , maka untuk perhitungan selanjutnya dipakai harga

d D

= 25

σ = Tegangan tarik sebenarnya pada tali (kg/mm2

222 F

S

)

=

dimana : S = tegangan tarik untuk satu tali (122,38 kg) F222 = luas penampang tali baja (0,5 cm2

0,5 122,38

) maka :

σ =

= 245 kg/cm2 = 2,45 kg/mm2

C = faktor karakteristik dari konstruksi tali dan tegangan tarik maksimum dari bahan kawat

= diasumsikan 0,93 ... (Lampiran 6) C1 = faktor yang tergantung pada diameter tali

= 0,97 ... (Lampiran 6) C2 = faktor bahan dan proses pembuatan


(52)

sehingga : m = 00 , 1 . 97 , 0 . 093 . 4 . 45 , 2 25 = 2,83

Dari tabel faktor harga m pada Lampiran 6, untuk harga m = 2,83, dengan cara interpolasi diperoleh jumlah siklus penggulungan tekuk berulang yang terjadi sebelum tali putus (z) adalah 567647 kali penekukan.

Jumlah siklus penggulungan tekuk berulang yang diizinkan dapat dihitung dari persamaan :

Z1 ϕ

z

=

Dimana

φ = jumlah siklus penggulungan tekuk berulang yang terjadi sebelum putus (z) dengan penggulungan tekuk berulang yang diizinkan (z1)

= 2,5 ... (Lit.3 hal.48)

sehingga : z1 5 , 2 567647 =

= 227058,8 kali penukukan

selanjutnya umur tali dapat dihitung dari persamaan :

N = β . . 2 1 Z a z

(bulan) ... (Lit.3 hal. 47)

Dimana :


(53)

= 227058,8 kali penukukan Z2

5 , 0 . 4 . 1000

8 , 227058

= jumlah tekukan berulang per siklus kerja (mode suspensi beban) = 4 buah ... (Lit. Gambar 3.2) β = faktor perubahan daya tahan tali akibat mengangkat muatan lebih rendah dari tinggi total dan lebih ringan dari muatan penuh.

= 0,5 ... (Lampiran 8) maka :

N =

= 113,53

Dari perhitungan tersebut diperoleh bahwa umur tali adalah 113,53 bulan atau 9,5 tahun, selanjutnya tali baja harus diganti meskipun kondisinya masih terlihat baik.

Pemeriksaan Kekuatan Tali Baja

Tali baja diperiksa terhadap tarikan yang terjadi untuk mengetahui kondisi aman tidaknya konstruksi lift yang dirancang. Perencanaan dikatakan aman jika tegangan tarik yang terjadi lebih kecil dari tegangan tarik izin (S < Smax).

Tegangan tarik izin (Smax) dapat dicari dari :

Smas

K P =

Dimana :

P = kekuatan putus tali sebenarnya (kg) = σb . F222


(54)

= 8000 kg

K = faktor keamanan lift

= 9,5 ... (Lit. 1 hal. 31)

Smax

5 , 9 8000 =

= 842 kg

Tegangan tarik izin tali diperoleh Smax

PERENCANAAN PULI

kg, sedangkan dari perhitungan sebelumnya diperoleh bahwa tegangan tarik yang terjadi pada tali S = 122,38 kg, sehingga dapat disimpulkan bahwa tali aman terhadap beban tarik.

Puli berfungsi sebagai penuntun arah tali baja. Pada perencanaan puli, hal – hal yang perlu diperhitungkan adalah :

1. Diameter puli 2. Diameter poros puli

3. Pemeriksaan tekanan pada alur puli oleh tali

Diameter Puli

Diameter Dmin

d Dmin

dihitung dari persamaan = 25.

Dari perhitungan sebelumnya telah diperoleh diameter tali d = 14,2 mm, sehingga diameter puli :

Dmin = 25 . d = 25 . 142 = 355 mmm


(55)

Diameter puli yang dipergunakan disini adalah Dmin = 355 mm

Diameter alur puli selengkapnya diambil berdasarkan standarisasi diameter puli, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.7 Dimensi Alur Puli Penggerak

Dia -meter tali d r Standar 1 Dalam Dia meter tali d r Standar 1 Dalam

S1 C1 S2 C2 r2 S1 C1 S2 C2 r2

4,8 6,2 8,7 11,0 13,0 15,0 3,5 4,0 5,0 7,0 8,0 9,0 7 8 11 13 15 17 2 2 3 3 4 5 9 11 13 17 19 22 4,5 5,5 6,5 8,5 9,5 11,0 1,0 1,5 1,5 1,5 1,5 2,0 19,5 24,0 28,0 34,5 39,0 11,5 13,5 15,5 19,0 21,0 22 27 31 38 42 5 6 8 10 12 27 31 36 41 50 13,5 16,0 18,0 22,0 24,5 2,0 2,5 2,5 3,0 3,5

Maka dengan cara interpolasi diperoleh ukuran – ukuran puli penggerak untuk diameter tali d = 14,2 adalah sebagai berikut :

S2 = 20,8 mm

C2 = 10,4 mm


(56)

Perencanaan Diameter Poros Puli

Diameter poros puli dapat dihitung dari persamaan :

P = d . L

Q

dimana :

P = Tekanan bidang pada puli yang tergantung pada kecepatan keliling permukaan. Tekanan ini tidak boleh melibih harga – harga yang tertera pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.7. Tekanan Bidang Pada Puli

v (m/s) 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5

P (kg/cm2) 75 70 66 62 60 57 55 54 53 52 51 50 49 48 47

Untuk kecepatan = 1,5 m/s diperoleh P = 47 kg /cm

• •

2

L = Panjang bus tali (cm)

= (1,5 1,8) d ………. (Lit. 1 hal. 72)

= 1,8 . d (dipilih) Q = Beban total puli

= Kapasitas lift + Berat Sangkar + Berat Bobot Pengimbang = Berat Bobot Pengimbang = Berat Sangkar + 0,5 (Kapasitas) = 650 + 0,5 (1050) = 1175 kg

= 1050 kg + 650 + 1165 = 2875


(57)

maka : 47 . 1,8 2875 d d . .d) (1,8 2875 47 d . L Q P 2 = = = d2 98 , 33 = 33,98 d = = 5.83 = 58,3 mm

= 60 mm (Standarisasi)

Berdasarkan standarisasi diameter poros (Lampiran 22), diameter poros puli penggerak yang dipergunakan adalah sebesar 60 mm. Poros puli penggerak dipilih dari bahan Baja Karbon S 55 C-D G 3123 yang memiliki tegangan tarik izin σ1 = 85

kg / mm

Pemeriksaan Tekanan pada Alur Puli oleh Tali

2

Tekanan pada alur puli diasumsikan terdistribusi secara merata di seluruh permukaan kontak antara tali baja dengan alur puli. Besarnya tekanan tersebut dapat dihitung dari persamaan.

P1 ( / )

. . 2 22 mm kg d D S

= ... (Lit. 3 hal. 75)

dimana :

S = tegangan yang terjadi pada tali (kg) D = diameter puli (mm)


(58)

= 3,55 mm

d = diameter tali (mm) = 18,6 mm

maka :

P1

2 , 14 . 355

38 , 122 . 2 =

= 0,049 kg/mm2

Agar perencanaan aman maka tekanan yang terjadi pada alur puli harus lebih kecil dari tekanan izin. Tekanan izin pada alur puli dapat dihitung dari persamaan :

P1

K 1 σ =

dimana :

σ1 = kekuatan tarik bahan puli

= 17 kg/mm2 (besi cor kelabu JIS G5501 FC15) K = faktor keamanan lift

= 9,5 maka :

P1

5 , 9 15

K

=

= 1,58 kg/mm2

Dari perhitungan sebelumnya diperoleh tekanan pada alur puli sebesar P1 =

0.049 kg/mm2, sedangkan tegangan izin alur puli P1 = 15,8 kg/mm2 sehingga alur


(59)

BAB IV

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI

4.1. PERENCANAAN DAYA MOTOR 4.1.1. Pemilihan Motor Penggerak

Sebelum menentukan reduksi dan dimensi pasangan roda gigi yang akan dipergunakan pada sistem transmisi, maka terlebih dahulu harus ditentukan jenis motor penggerak. Hal ini disebabkan karena besarnya putaran motor akan menentukan besarnya reduksi yang harus dihasilkan oleh rangkaian roda gigi. Disamping itu daya motor yang dipilih harus mencukupi kebutuhan daya yang diperlukan bagi rangkaian lift.

Daya motor yang dibutuhkan untuk melayani kebutuhan sistem lift dapat dihitung dari persamaan :

) ( .

75

) (

hp V G G Q N

tot cw s st

η − +

= ……… (Lit. 3 hal. 362)

dimana :

Q = Kapasitas lift (15 orang)

= 1050 kg (diasumsikan 1 orang beratnya = 70 kg) Gs = bobot sangkar lift

= 650 kg

Gcw = berat bobot pengimbang

= Gs + 0,5 Q

= 650 + 0,5 (1050) = 1175 kg


(60)

V = Kecepatan lift = 1,5 m/s

ηtot = efisiensi total lift

ηtot = ηhm. ηg.sh . ηd.sh

dimana :

ηhm = efisiensi mesin pengangkat

= 0,895 ……….. (Lampiran 1) Ηg.sh = efisiensi roda puli

ηd.sh = efisiensi roda puli deflektor

= 0,85 Sehingga : ηtot hp 23 , 14 738 , 0 . 75 5 , 1 ) 1175 650 50 . 10 ( Nst = − + =

= 0,895 . 0,97 . 0,85 = 0,738

Maka :

Dalam prakteknya, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap daya motor. Hal ini dikarenakan dibutuhkannya daya yang besar pada sat start atau mungkin beban yang besar yang terus bekerja setelah start. Dengan demikian perlu diperhitungkan adanya

faktor koreksi yang besarnya adalah : fc

. .

= 1,0 1,3 …….. (Lit. 4 hal. 7)

Dalam hal ini dipilih fc = 1,3.


(61)

Nd = fc . N

- Mudah diperoleh

st

= 1,3 . 14,23 = 15,5 hp

Adapun sumber daya yang dipilih disini adalah dari jala – jala listrik PLN (AC). Hal ini dikarenakan beberapa alasan, yaitu :

- Konstruksi lebih sederhana sehingga lebih mudah dalam hal penempatannya dan lebih hemat ruangan

- Putaran relatif konstan untuk beban yang berfluktuasi. - Tidak menimbulkan polusi udara dan polusi suara. - Lebih mudah distart.

Dalam perencanaan ini motor listrik yang dipilih memiliki 2 (dua) pasang kutub (pole), dimasa setiap pasangnya terdiri dari 2 (dua) kutub. Maka putaran motor dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

ns (rpm)

p f . 60 =

dimana :

f = frekuensi jala – jala listrik AC = 50 Hz (standard PLN)

p = jumlah pasang kutub = 2 pasang (direncanakan) Maka :

ns

2 50 . 60 =


(62)

Jadi putaran motor listrik dalam perencanaan ini adalah n = 1500 rpm. Dari standarisasi motor listrik AC untuk putaran 1500 rpm dan daya minimal 15,5 hp diperoleh spesifikasi sebagai berikut :

Daya Motor (N) = 20 hp

Rated Speed (n) = 1460 rpm

Diameter Poros Penghubung (d) = 42 mm Efisiensi (η) = 89,5 % Faktor Daya (cos φ ) = 0,8 (Data lain dapat dilihat pada Lampiran 2)

4.1.2. Perencanaan Generator Set

Generator set adalah sebagai sumber arus listrik pada saat aliran listrik PLN padam. Hal ini sangat penting supaya lift tetap dapat beroperasi dan hal – hal yang tidak diinginkan akibat pemadaman arus listrik secara tiba – tiba oleh PLN tidak terjadi. Generator set ini dirancang hanya untuk mengatasi beban listrik untuk kipas dan penerangan lift serta untuk kebutuhan sistem lift itu sendiri sebanyak 6 unit di Gedung Bank Sumut Medan.

Generator set yang dipilih harus dapat melayani keseluruhan unit lift beserta peralatan pendukungnya berupa kipas dan penerangan. Maka KVA total yang harus dilayani oleh Generator set adalah :

KVA total = KVA lift + KVA kipas dan penerangan dimana :


(63)

KVA lift = KVA 86,7 8 , 0 6 x 0,746 x 15,5 (KVA) Cos Lift Jumlah x 0,746 x rencana motor Daya = = = ϕ

KVA kipas dan penerangan diperoleh dari hasil survey sebesar 1 KVA Maka

KVA total = 86,7 + 1 = 87,7 KVA

Dari perhitungan di atas maka direncanakan generator set dengan daya keluaran sebesar 100 KVA, cos φ = 0,8 dan dihubungkan dengan jala –jala listrik PLN dengan sistem sinkronisasi.

4.1.3. Pemeriksaan Motor terhadap Beban Lebih (Over Load)

Momen gaya yang dihasilkan motor ketika terjadi percepatan (momen gaya start motor = Mmot) adalah :

Mmot = Mst + Mdyn ……… (Lit. 3 hal 296)

dimana :

Mst = momen tahanan statis

Mst (kg cm)

n Nd = 71620 m kg 7,60 cm kg 760 1460 15,5 71620 = = =


(64)

Mdyn (kgm) η t . n V . G 0,975 375.t n . GD δ. s 2 s 2 +

= ……. (Lit. 3 hal 293)

dimana :

δ = koefisien transmisi = 1,1

. .

1,25 ……….. (Lit. 3 hal 293)

= 1,2 (dipilih)

GD2 = momen girasi komponen pada poros (rotor + kopling) GD2 = GD2 rotor + GD2 kopling

GD2 rotor = 0,078 kgm2

GD2kopling = 1,4 g ; untuk D = 200 mm

I = perkiraan momen inertia kopling = 0,0001 kg m/s2 ……… (Lit. 3 hal 295) G = percepatan gravitasi = 9,81 m/s2

GD2 = 0,078 + 0,004 (kg m2) = 0,082 kg m2

n = putaran motor = 1460 rpm

ts = waktu start (1,5 ÷ 5 detik) …….. (Lit. 3 hal 294)

= 2 detik (dipilih)

V = kecepatan angkat = 1,5 m / s

G’ = berat netto maksimum yang diangkat motor G’ = (Q + Gs) - Gcw (kg)

= (1050 + 650) - 1175 = 525 kg η = efisiensi sistem transmisi = 89,5 %


(65)

Sehinggga : Mdyn 895 , 0 . 2 . 1460 5 , 1 . 525 . 975 , 0 2 . 375 1460 . 082 , 0 . 2 , 1 2 =

= 0,1916 . 0,4533 = 0,6449 kg m

Maka momen gaya start motor (Mmot) dapat dihitung berdasarkan persamaan

sebagai berikut :

Mrated rated rated n N = 716,20 = 716,20 1460 5 , 15

= 7,60 kg m

Pemeriksaan keamanan motor terhadap beban lebih (over load) didasarkan pada rasiobeban – motor, yaitu perbandingan antara Momen Gaya Maksimum (Mmax)

dengan Momen Gaya Ternilai (Mrated). Jika perbandingannya lebih kecil dari harga

yang ditentukan, maka dapat disimpulkan bahwa motor aman terhadap beban lebih atau dapat dituliskan :

Rasiobeban – motor max <1,75

rated

M M

= ÷ 2 → 1,8 (dipilih).. Lit. 3 hal 296)

atau :

Rasiobeban – motor(izin) = 1,8

Sedangkan :

Rasiobeban – motor

rated max M M =


(66)

dimana :

Mmax = Momen Gaya Maksimum

= Mmot ……… (Lit. 3 hal 297)

= 8,2449 kg m

Mrated = Momen Gaya Ternilai

= 7,60 kg m Sehingga :

Rasiobeban – motor

60 , 7

2449 , 8 =

= 1,085

Dari hasil pemeriksaan tersebut didapatkan bahwa nilai perbandingan antara momen gaya maksimum dengan momen gaya ternilai (Rasiobeban-motor) = 1,085. nilai

ini masih berada dibawah nilai izin (Rasiobeban-motor (izin)) = 1,85 sehingga dapat

disimpulkan bahwa motor aman terhadap beban lebih (over load).

4.2. PERENCANAAN RODA GIGI CACING

Pada perencanaan lift ini untuk mereduksi putaran motor listrik digunakan roda gigi cacing merupakan pasangan dari ulir cacing dan sebuah roda cacing yang berkait pada ulir cacing.

Keuntungan penggunaan roda gigi cacing ini adalah dimungkinkannya perbandingan transmisi yang besar yang mana tidak diizinkan oleh sistem roda gigi lurus, serta cara kerjanya yang halus. Besar reduksi yang diizinkan dapat mencapai 1 : 100, tetapi arah transmisi pada sistem roda gigi cacing ini tidak dapat dibalik karena sistem roda gigi akan mengunci sendiri. Kekurangan dari sistem roda gigi cacing ini


(67)

Gambar 4.1. Sistem Transmisi Roda Gigi yang direncanakan 4.2.1. Putaran Puli (npuli)

Putaran puli dapat dihitung dengan menggunakan rumus : npuli =

dimana :

V = kecepatan angkat = 1,5 m/s = 90 m/min dpuli = diameter puli

= 465 mm = 0,465 m Maka :

npuli (rpm)

0,465 . 3,14

90 =

= 61,6 rpm

Jadi Perbandingan putaran yang harus direduksi oleh rangkaian roda gigi cacing adalah :

i

puli motor n n =


(68)

= 61,6 1460

= 23,7

= 24 (ditetapkan)

4.2.2. Bagian – Bagian Utama Roda Cacing

Bagian – bagian utama roda cacing dapat dilihat pada Gambar 4.2 di bawah ini.

Gambar 4.2. Bagian – bagian Utama Roda Cacing Keterangan gambar :


(69)

b. Diameter jarak bagi cacing c. Diameter inti cacing d. Sudut kisar

e. Jarak bagi f. Kisar g. Tinggi gigi h. Tinggi kepala i. Tinggi kaki j. Jarak sumbu

k. Diameter lingkaran kaki dari roda cacing l. Diameter jarak bagi roda cacing

m. Diameter tenggorok roda cacing n. Diameter luar ada cacing

o. Lebar roda cacing

4.3.2. Perencanaan Ukuran Roda Cacing

Data – data roda gigi cacing yang direncanakan adalah :

Daya Motor Listrik (N) = 20 hp = 15 KW

Transmisi Ratio (i) = 24 ; maka : ZI = i. Z2

1. Momen Puntir

= 24

Putaran Motor (n) = 1460 rpm

Selanjutnya akan dihitung ukuran – ukuran roda gigi cacing yang berdasarkan data – data tersebut di atas.


(70)

TD = 9,74 x 105

D n

P

kg mm

dimana :

P = daya yang dihasilkan oleh motor listrik = 15 KW

nD = putaran pada poros drum

= 61,6 rpm maka :

TD

6 , 61 15 = 9,74 x 105

= 237175 kg mm

Momen Puntir Poros Cacing (Tc)

TC

C n

p

= 9,74 x 105 kg mm

dimana :

P = daya yang dihasilkan oleh motor listrik nC = putaran pada poros cacing

maka :

TC = 9,74 x 105

24 6 , 61

15

x

= 9882,3 kg mm

2. Bahan Poros


(71)

Faktor Keamanan Sf1 : Sf2 = 2,15

Tegangan Geser Izin dapat dihitung dari : τa 2 1 B Sf . Sf σ = = 15 , 2 . 6 , 5 50

= 4,15 kg/mm

3. Diameter Poros

Diameter Poros Drum (ds2)

ds2 xT (mm)

τ 5,1 D a = 237175 15 , 4 1 , 5 x =

= 66 mm

Diameter Poros Cacing (ds1)

ds2 xT (mm)

τ 5,1 D a = 3 , 9882 15 , 4 1 , 5 x =

= 23 mm

4. Modul Normal (ma

Modul normal dapat dihitung dari : )


(72)

mn (mm)

Dp 25,4

= ………. (Lit. 4 hal 215)

dimana :

Dp = jarak bagi diameter (jumlah gigi per inch diameter)

= 2 (diambil, agak ukuran kompak) …. (Lit. 4 hal 216, Tabel 6.2) maka : mn 2 4 , 25 =

= 12,7 mm

5. Jumlah ulir gigi cacing (z1

Jumlah gigi roda cacing (z

) = 1

2) = 24

Sudut kisar (γ) = 14,50

6. Modul Aksial (m

(dipilih) Cacing dan poros merupakan satu kesatuan

s m ) s γ cos n m

= ……… (Lit. 4 hal 277)

5 , 14 cos 7 , 12 =

= 13,1 mm

7. Jarak Bagi (ta

t

)

a = π . ms

= 3,14 . 13,1 = 41,3 mm


(73)

Diameter Jarak Bagi Cacing (d1)

d1 (mm)

γ Sin

m . z1 n = 14,5 Sin 12,7 . 1 =

= 51 mm

Diameter Jarak Bagi Roda Cacing (d2)

d2 = z2 . ms

9. Jarak Poros (a) (mm) = 24 . 13,1 = 314 mm

a (mm)

2 d d1 + 2

= ………..…………. (Lit. 4 hal 277)

= 2

314 51+

= 182, 5 mm

10.Tinggi Kepala Gigi Cacing (hk

h

)

k

Beban tangensial yang terjadi pada roda cacing dapat dihitung dari :

Ft V η N. . 102 w = dimana :

N = daya motor rencana ηw = effisiensi roda cacing


(74)

= 100 . 60 n . d . τ 2 2

= 1000 . 60 6 , 61 314 14 , 3

= 1,01 m/min Sehingga : Ft V η . N . 102 w = = 01 , 1 57 . 0 . 1156 . 102

= 665,44 kg

Dalam perencanaan ini dipilih bahan untuk cacing dai Baja Karbon Tempa SF50 dengan kekuatan tarik σa = 55 kg/mm2 sedangkan bahan untuk Roda Cacing

dipilih Besi Cor Kelabu dengan spesifikasi : Tegangan lentur yang diizinkan (σba) = 5,5 kg

Y = 0,314 (Dipergunakan untuk dua arah putaran) ………(Lit.4 hal 279) Selanjutnya beban lentur yang diizinkan bahan pada roda cacing (Fab) dapat

dihitung dari :

Fab = σba . be . hk . Y

= 5,5 . 54,02 . 1,7 . 0,314 = 1184,8 kg

Beban permukaan gigi yang diizinkan (Fac) dapat dihitung dari :

Fac = Ke . d2 . be . K

dimana :


(75)

= 0,035 kg / mm2 (Baja Celup Dingin) ……... (Lampiran 4) Kγ = Faktor sudut kisar

= 1,25 (untuk γ = 100

– 150) …..…………. (Lit. 4 hal 280) maka :

Fac = 0,035 . 314 . 54,02 . 1,25

= 742,1 kg

Seperti telah disebutkan terdahulu bahwa harga terkecil diantara (Fab) dan

(Fac) diambil sebagai Fmin = 742,1 kg. Disini harga Fmin lebih besar dari pada Ft

sehingga dapat disimpulkan bahwa roda cacing aman terhadap beban lentur.

4.2.4. Analisa Gaya Pada Roda Gigi Cacing

Gaya yang timbul pada roda gigi ini adalah gaya W seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 4.3. Analisa Gaya Roda Gigi Cacing

Dari gambar di atas terlihat tiga komponen gaya orthogonal, yaitu : Wx = W. Cos фn+ μ . cos λ


(76)

dimana :

W = gaya normal

Wx = gaya searah sumbu x

= gaya aksial pada poros cacing Wy = gaya searah sumbu y

= gaya radial yang menyebabkan momen bengkok pada poros cacing

Wz = gaya searah sumbu z

Gaya tangensial yang bekerja pada poros cacing

Pada kenyataannya terdapat gesekan antara cacing dengan roda cacing, sehingga persamaan tersebut di atas menjadi :

Wx = W (cos фn . sin λ + μ . cos λ)

Wy = W . sin фn

Wz = W (cos фn

λ) cos . (μ λ sin cosφ

W W

n

wt + =

. cos λ – μ . sin λ)

Untuk menghitung gaya – gaya di atas, maka terlebih dahulu dicari gaya normal (W).

……….……….. (Lit. 2 hal 228)

dimana :

c d V

N . 33000 W=


(77)

Nd = Daya motor rencana

= 15,5 hp Vc

= π D

= kecepatan garis puncak

p . n

12 dimana :

Dp = diameter puncak

= 2 inch

n = putaran motor = 1460 rpm maka : Vc 12 1460 . 2 . 14 , 3 =

= 764 fpm sehingga : Wwt 764 5 , 15 . 33000 =

= 820,68 1b

фn = sudut masuk cacing

= tg-1(tgγ . cos λ) dimana :

γ = sudut kisar gigi = 14,5 λ = tg

0

-1

L π . Dp

dimana : L = Pe . z1


(78)

= π /Dp = 3,14/2 = 1,57

Z1 = perbandingan transmisi roda gigi = 1

Sehingga : λ = tg-1

2 . 14 , 3

1 . 57 , 1

= tg-1 (0,25) = 14,04 Jadi :

фn = tg-1 (tg 14,5 . cos 14,04)

= 14,150

μ = Koefisien gesekan

Untuk menghitung koefisien gesekan terlebih dahulu harus dihitung kecepatan luncur V

Vs

λ cos

Vc =

=

04 , 14 cos

764

= 787,6 fpm

Dari grafik koefisien gesek (μ) dan kecepatan luncur Vs diperoleh

untuk harga Vs= 787,6 fpm maka μ = 0,028.

Gambar 4.4. Grafik Koefisien Gesek (μ) dan Kecepatan Luncur (Vs)


(79)

W = 14,04) cos . (0,028 14,04 sin 14,15 cos 820,68 + = 3156,9 lb

Selanjutnya dapat dihitung ketiga komponen gaya orthogonal lainnya, yaitu : Wx2 Wy2 dan W

z-Wx = W {(cos фn. sin λ) + ( μ . cos λ)}

= 1433 {(cos 14,15 . sin 14,04) + (0,028 . cos 14,04)} = 372,5 kg

Wy = W. sin фn

= 1433 . sin 14,15 = 350,3 kg

Wz = W {(cos фn

⇒ Gaya aksial W

. cos λ) – (μ . sin λ)}

= 1433 {(cos 14,15 . sin 14,04) – (0,028 . cos 14,4)} = 1338,7 kg

Jadi gaya pada roda gigi cacing :

x

⇒ Gaya radial W

= 372,5 kg

y

⇒ Gaya tangensial W

= 350,3 kg

z

Berat roda gigi cacing (W

= 1338,7 kg

1

W

) dapat dihitung dari :

t = π (d22 – ds12) b. p

4 dimana :

d2 = diameter jarak bagi roda cacing

= 314 mm

ds2 = diameter poros roda cacing / drum

= 66 mm Sehingga :


(80)

Wt (3142 662)44,08.7,8 10 6

4 14 ,

3

x

=

= 25,41 kg

Gaya radial yang terjadi pada roda gigi cacing (Wyt)

Wyt = Wy + W1

= 350,3 + 25,41 = 375,71

Berat puli penggerak (drum)

Puli penggerak dipilih dari bahan Besi Cor Kelabu yang memiliki massa jenis p = 7,8 x 10-6 kg / m3 ………. (Lit. 3 hal 358)

Dari perhitungan sebelumnya telah diperoleh diameter puli penggerak Dpuli = 465 mm

Tebal puli penggerak / drum (bpuli)

bpuli

W

= 1,8 d = 1,8 . 66 = 119 mm

Bagian yang kosong diasumsikan 60 % dari keseluruhan volume drum/puli penggerak, maka berat puli penggerak adalah 40 % dari berat total, sehingga :

2 = π (d12 – ds12) bpuli

= 3,14 (465

. p . 40 % 4

2

– 662) 119 . 7,8 x 10-6 . 0,4 4

= 62 kg


(81)

Gaya terjadi pada puli penggerak (drum adalah gaya radial (Wy2), yang

besarnya dapat dihitung :

Wy2 ( ) 2{( 2)( )}cos30

2 2

2 cw s cw

s W G Q G W G

G

Q+ + + + + +

= dimana :

Q = berat penumpang + berat tali baja

= 1050 kg + {(1,145 kg/m) x (70 m) x (4 buah)} = 1370,6 kg

Gs = bobot sangkar

= 650 kg

Gcw = berat bobot pengimbang

= 1175 kg W2 = berat puli

= 62 kg Sehingga :

Wy2 = (1370,6+650+62)2 +1175+2{(1370+650+62)(1175)}0,866

= 3155, 1 kg

Jadi gaya radial yang terjadi pada puli penggerak (drum) adalah sebesar 3155,1 kg.

4.3. PERENCANAAN POROS

Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting pada suatu konstruksi mesin. Hampir semua jenis mesin menggunkan poros untuk meneruskan tenaga dan putaran.


(82)

Proses biasanya menerima beban lentur, tarikan, tekan dan putaran, yang bekerja sendiri – sendiri ataupun gabungan satu dengan lainnya.

Pada perencanaan ini bahan poros roda cacing diambil dari baja yang mempunyai kekuatan tarik 100 kg/mm2.

Pada perencanaan poros ini, hal – hal yang perlu diperhitungkan adalah : analisa gaya – gaya yang bekerja pada poros, analisa gaya geser akibat gaya radial, analisa momen lentur akibat gaya radial, analisa gaya geser akibat beban tangensial, dan analisa momen lentur akibat gaya aksial.

4.3.1. Analisa Gaya pada Poros

∑ M∆ = 0

(Wyl . 200) – (RBy . 400) + (Wy2 . 580) = 0

(375,71 . 200) – (RBy . 400) + (3155,1 . 580) = 0

RBy = 4762,75 kg (ke atas)

∑ MB = 0

(RAy . 400) – (Wy1 . 200) + (Wy2 . 180) = 0

(RAy . 400) – (375,71 . 200) + (3155,1 . 180) – 0


(83)

4.3.1.1. Analisa Gaya Geser Akibat Gaya Radial

Gambar 4.6. Gaya Geser Akibat Gaya Radial pada Poros

Untuk 0 < x1 < 200 V11 = RAy

= - 1231,94 kg Untuk 200 < X2 < 400

V12 = RAy = RAy – Wy1

= (- 1231,94) – 375,71 = 1607,65 kg

Untuk 0 < X3 < 180

V13 = Wy2

= 3155,1 kg Untuk 180 < X4 < 380

Vl4 = Wy2 - RBy

= 3155,1 – 4762,75 = - 1607,65 kg


(84)

4.3.1.2. Analisa Momen Lentur Akibat Gaya Radial

Gambar 4.7. Momen Lentur akibat Gaya Radial pada Poros Untuk < X1 < 200

M (x) = RAy . (x) = (-1231,94) . (x)

M (0) = 0

M (200) = (- 1231.94) . (200) = - 246388 kg mm Untuk 200 < x2 400

M (x) = RAy . (x2) - Wy1 (x2 - 200)

= (- 1231,94) . x2 – { 375,71 (x2 – 200)}

= - 1607,65 x2 + 7542

M (200) = - 1607,65 (200) + 7542 = - 313988 kg mm M (400) = - 1607,65 (400) + 7542

= 5934,35

Untuk 0 < x3 < 180

M(x) = - Wy2 . x3


(85)

M (180) = 3155,1 . 180 = 567918 kg mm

4.3.1.3. Analisa Gaya Geser Akibat Beban Tangensial

Gambar 4.8. Gaya Geser Akibat Gaya Tangensial

Untuk 0 <x , 200

V1.1 = RAz = RBz

2 Wz =

= 2

7 . 1338

= 669,35 kg Untuk 200 < x < Wz

V1.2 = RAz - Wz

= 669,35 – 1338,7 = - 669,35 kg

4.3.1.4. Analisa Momen Lentur Akibat Gaya Aksial Untuk 0 < x < 200

M(x) = RAz . x

= 669,35 x M (0) = 0


(86)

M (200) = 669,35 . 200 = 133870 kg mm Untuk 200 < x < 400

M (x) = (RAz . x2) – Wz (x2 – 200)

= 669,35 . x2 – 1338,7 (x2 – 200)

= - 669,35 . x2 + 267740

M (200) = (- 669,35 . 200) + 267740 = - 13370 kg mm

M (400) = ( - 669,35 . 400) + 267740 = 0

Beban ekivalen di titik A :

RA eq Bz 2

2

By) (R )

(R +

=

= (4762,75)2 +(669,35)2 = 4809,55 kg

Momen lentur total di titik A adalah : MAtot = RA eq . 200

= 1402,04 x 200 = 280408 kg mm Momen lentur total di titik B adalah :

Mbtot = RB eq

Jadi momen lentur maksimum terjadi pada titik B yang besarnya adalah . 180

= 4809,55 x 180 = 865719 kg mm


(87)

Gambar 4.9.Diagram Gaya Geser Akibat Gaya Radial


(88)

(89)

4.4. PERENCANAAN BANTALAN

Bantalan dirancang untuk menerima beban radial murni, beban aksial murni atau gabungan keduanya. Pada perencanaan ini, bantalan yang dipilih adalah bantalan kerucut. Alasan pemilihan bantalan jenis ini adalah karena bantalan ini dapat menahan kedua beban radial dan aksial atau setiap kombinasi dari keduanya. Pada bantalan ini, meskipun beban aksial luar tidak ada, beban radial akan menyebabkan suatu kemiringan kerucut tersebut.

Disamping alasan di atas, pemilihan bantalan jenis kerucut ini juga dikarenakan sistem pelunasannya yang cukup sederhana. Dalam perencanaan ini akan digunakan bantalan kerucut sebanyak 4 buah. Selanjutnya untuk perhitungan bantalan, akan kita ambil bantalan B, karena gaya yang terjadi pada bantalan B lebih besar dibandingkan gaya yang terjadi pada bantalan A.

Gambaran 4.14. Bantalan Rol Kerucut

Dengan demikian, dari perhitungan sebelumnya diperoleh beban ekivalaen pada bantalan B (RB eq) adalah sebesar 4809,55 kg, sehingga untuk perhitungan


(90)

Untuk perhitungan selanjutnya dipakai bantalan rol kerucut dengan faktor beban v = 1 untuk pembebanan dengan cincin dalam yang berputar ..…… (Lit. 4 hal. 135) dan faktor beban e = 0,35 ……… (Lampiran 19)

Beban ekivalen dinamis dapat dihitung dari persamaan : P = X . v. Wr

r W V.

W

. + Y . Wz ….……… (Lit. 4 hal. 135) Harga X dan Y pada persamaan di atas tergantung pada perbandingan

dengan harga e, seperti yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Harga X dan Y dan Hubungannya dengan Harga e

e W . V Wz r

≤ V.W e

Wz r

>

X Y X Y

1 0 0,4 Y1

(Sumber : Lit 4 hal. 144) maka : r W . V Wz = 55 , 4809 ). 1 ( 7 , 1338 = 0,28

Sehingga disini berlaku hubungan r W . V

Wz

< e ; (e = 0,35), sehingga

diperoleh harga X – 1 dan Y – 0

Maka beban ekivalen dinamis menjadi :

P = X . Wr + Y . W

= (1) . 4809,55 + (0) . 1338,7 = 4809,55 kg


(91)

Waktu pakai bantalan dapat dilihat pada Lampiran 21, dimana disini dipilih umur nominal bantalan Lh = 5000 – 15.000 jam, maka faktor umur bantalan (fn)

dapat dihitung sebagai berikut :

fn

10 3

500

    Lh

= ……….. (Lit. 4 hal. 136)

= 10

3 500 5000       = 2,15

Faktor kecepatan dapat dihitung dari persamaan : fn

dimana n = putaran poros = 1460 rpm

=

= = 0,32

Harga Kapasitas Nominal Spesifik ( C) menjadi :

C =

= 32314,16 kg =317 kN

Dengan menyesuaikan bantalan rol kerucut dengan standarisasi ukuran pada Lampiran 19 maka bantalan yang akan digunakan adalah bantalan kerucut dengan type FAG 32316 B yang memiliki kapasitas nominal spesifik ( C ) sebesar 340 kN.

10 3 n 33,3       10 3 1460 33,3       0,32 2,15 4809,55 C = 0,32 2,15 . 4809,55 n h f f P C =


(92)

4.5. PERENCANAAN REM

Dalam penelitian lift penumpang, diperlukan suatu bentuk pengereman untuk menghentikan lift tersebut. Biasanya pada sat lift bergerak atau berhenti, akan timbul perasaan tidak enak karena adanya reaksi organ – organ tubuh manusia. Oleh sebab itu bentuk pengereman lift ini haruslah halus dan tanpa sentakan, sehingga penumpang merasa nyaman.

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengereman lift adalah : 1. Persayaratan teknik, yaitu yang berhubungan dengan ketepatan berhenti

dari rumah lift pada suatu lantai gedung.

2. Persyaratan biologik, yaitu yang berhubungan dengan timbulnya perasaan kurang nyaman atau pengaruh pengereman bagi manusia sebagai penumpang lift.

4.5.1. Persyaratan Teknik

Persyaratan teknik yang dimaksud disini adalah panjang lintasan pengereman yang harus selalu tetap untuk semua harga beban lift. Panjang lintasan pengereman ini dihitung dari dimulainya sampai berhentinya lift (lantai lift harus tepat berhenti pada bidang yang sama dengan lantai gedung). Panjang lintasan pengereman ini harus tetap sama meskipun beban yang dialami lift bervariasi. Lintasan yang terlalu panjang atau terlalu pendek akan menyebabkan lantai gedung tidak sebidang dengan lantai lift. Hal ini akan mengganggu kenyamanan penumpang.


(93)

Persayaratan biologik menyangkut percepatan atau perlambatan dari sangkar lift yang dapat ditoleransi oleh tubuh manusia. Nilai numerik percepatan dan perlambatan yang diizinkan (a) ditentukan dan ditetapkan dengan percobaan.

Tabel 4.2. Nilai Numerik Percepatan atau Perlambatan yang Diizinkan

P (m/s) 0.75 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5

A (m/s2) 0.65 0.85 1.15 1.4 1.65 1.88 2.1

Dari tabel di atas, disimpulkan bahwa untuk kecepatan lift 1,5 m/s, percepatan / perlambatan yang diizinkan adalah 1,15 m/s2 atau harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

Gambar 4.14. Perubahan Percepatan yang Diizinkan

4.5.3. Pengereman Lift

Pada umumnya pengereman lift dilakukan dengan cara gabungan antara pengereman dengan cara elektris dan pengereman dengan cara mekanis. Pengereman elektris membutuhkan modul – modul logik dan mikro kontroler sebagai pengganti panel – panel dan sistem pengaturan yang menggunakan relay. Namun pada dasarnya prinsip kerjanya tetap sam, yaitu dengan memanipulasi arus motor penggerak, misalnya dengan cara memutuskan arus supply, memberikan arus lawan (plugginh), memberikan induksi yang berlawanan arah pada kumparan stator motor yang aktif dan lain – lain.


(94)

Pengereman secara elektris ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu : pemeliharaan lebih sederhana, tidak menimbulkan polusi udara (debu) dan polusi suara, sifat pengereman yang halus dan tanpa sentakan. Tetapi disamping keuntungan tersebut di atas, pengereman ini juga memiliki kekurangan, yaitu : memerluykan peralatan tambahan yang mahal dan tidak dapat menghasilkan momen untuk menahan beban (holding torque). Padahal ini merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan sebuah lift.

Dalam perencanaan ini dipergunakan gabungan antara pengereman secara elektris dan pengereman secara mekanis. Namun untuk membatasi cakupan permasalahan, maka disini hanya akan dibahas tentang pengereman secara mekanis.

Pengereman mekanis yang dirancang disini harus mampu melindungi penumpang dari akibat putusnya arus yang menyebabkan berhentinya putaran motor sehingga sangkar lift akan bergerak perlahan tanpa terkontrol, atau dari hal yang lebih fatal lagi, yaitu dari akibat putusnya kabel baja yang dapat menyebabkan sangkar lift jatuh dengan kecepatan luar biasa. Untuk itu sistem elektromagnetik, dimana pada kondisi default (tidak ada arus yang masuk ke kumparan) terjadi pengereman. Arus untuk kumparan rem ini langsung diambil dari arus supply motor, namun dihubungkan secara seri dengan pemutus arus pada governor. Sehingga jika jala – jala listrik putus maka secara otomatis terjadi pengereman mekanis. Pengereman juga akan terjadi jika pemutusan arus dilakukan oleh governor akibat kecepatan lebih atau jika tali baja putus.


(95)

Gambar 4.1.5. Diagram Sederhana Sistem Pengereman Lift 4.5.4. Momen Statistik pada Saat Pengereman

Momen statistik yang terjadi pada saat pengereman dapat dihitung dari persamaan :

Mst = (1,25 . Q + Gs – Gcw . 2 . 2 ig η

D

) g. (Nm) ………… (Lit. 1 hal 95)

dimana :

Q = kapasitas lift (15 orang)

= 1050 kg (diasumsikan 1 orang beratnya = 70 kg) G = bobot sangkar lift

= 650 kg

Gcw = berat bobot pengimbang


(1)

Mdyn = I . ε (kg m) ……….. (Lit. 1 hal. 91) dimana :

I = momen inersia total = 0,1888 kg m

= π . n 30 . t

2 ε = perlambatan

s dimana :

n = putaran motor = 1460 rpm ts

A V

= waktu untuk berhenti

= dimana : V = kecepatan angkat =1,5 m/s a = perlambatan rata – rata untuk rem elektrik = 0,75 m/s ………. (Lit. 1 hal. 97) =

75 , 0

5 , 1

= 2 detik sehingga :

ε = π . 1460 30 . 2 = 76,45 m/det2

Sehingga momen dinamik yang terjadi pada saat pengereman adalah : Mdyn = 0,1888 . 76,45


(2)

Mbr = Mst ÷ Mdyn = 6,1 ÷ 14,43 = 20,53 kg m

4.5.6. Pemeriksaan Momen Pengereman

Pengereman momen pada saat pengereman didasarkan pada koefisien pengereman (β).

Mbr = Mst . β

Dimana : β = koefisien pengereman

= 1,75 untuk pelayanan ringan …….. (Lampiran 12) maka :

Mbr = 6,1 . 1,75 = 10,675 kg m

Untuk perhitungan selanjutnya, untuk perencanaan rem dan gerak hoist dipakai momen pengereman yang terbesar yang diperoleh, yaitu 104,74 N m.

Bahan permukaan kontak dipilih dari besi cor dan asbes dengan kondisi pelayanan kering, dengan koefisien gesek μ = 0,39.

Tekanan permukaan Pa = 0,07 kg/mm2

a P F N

<

……… (Lampiran 12) Tekanan rata – rata antara sepatu dan roda rem dapat dihitung dari :

P = ………. (Lit. 2 hal 168)

dimana :

N =

D . μ

Mbr


(3)

= 16 , 0 . 39 , 0 53 , 20

= 329,01 kg

Luas permukaan kontak desain antara sepatu dan roda rem dapat ditentukan dengan rumus :

F = π . D . B β 360

dimana :

B = lebar sepatu, biasanya lebar roda dibuat 5 mm lebar daripada sepatu rem untuk menjamin permukaan kontak secara penuh = 50 mm

Β = sudut kontak antara sepatu dan roda rem dengan desain sepatu yang berbeda – beda

= 60 ÷ 120 (dipilih 900

90 . 50 . 360 160 . 14 , 3 ) maka :

F =

= 6280 mm

6280 4 , 33

2

Sehingga tekanan rata – rata antara sepatu dan roda rem adalah

P =

Dari hasil perhitungan ini dapat dikatakan bahwa rem aman terhadap tekanan permukaan, karena tekanan rata – rata sepatu dengan roda rem (P = 0,005 kg/mm2) lebih kecil dari tekanan permukaan yang diizinkan (Pa = 0,07 kg/mm2).


(4)

BAB V KESIMPULAN

Mesin Pemindah Bahan yang dirancang dalam Tugas Sarjana ini adalah perencanaan lift untuk keperluan gedung perkantoran berlantai 10 (sepuluh).

Dari keseluruhan perhitungan dan pemeriksaan yang dilakukan terhadap perencanaan ini makadapat disimpulkan sebagai berikut :

Karakteristik Lift

1. Kapasitas angkat : 1050 kg

2. Tinggi Angkat : 40 m

3. Kecepatan angkat : 90 m/min 4. Daya motor penggerak : 20 hp (15 kW) 5. Jumlah penumpang maksimum : 15 orang

6. Putaran motor : 1460 rpm

Karakteristik Tali Baja

1. Desain : 6 x 37 =222 + 1C

2. Bahan kawat baja : Baja Karbon Tinggi JIS G3521 3. Diameter tali baja : 14,2 mm

4. Umur tali baja : 115 bulan Karakteristik Puli Penggerak

1. Diameter Puli : 355 mm

2. Bahan :Besi cor kelabu JIS G550 FC 15

3. Kekuatan tarik : 17 kg/mm2

4. Diameter poros : 47 mm

Karakteristik Poros Puli Penggerak

1. Diameter : 60 mm


(5)

Karakteristik Poros Cacing

1. Bahan Poros : Baja Karbon Tempa SF 50 2. Kekuatan Tarik : 50 kg/mm

3. Diameter Poros : 66 mm

Karaktristik Roda Gigi Cacing

1. Bahan : Baja Krom Nickel JIS 4102 SNC

2. Modul : 12,5 mm

Karakteristik Bantalan

1. Standarisasi :FAG 32316B

2. Kapasitas Nominal Spesifik (C) : 340 kN Karakteristik Rem

1. Diameter Roda Rem : 160 mm

2. Lebar Roda Rem : 55 mm

3. Lebar Sepatu Rem : 50 mm


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lubomir javirski, Elevator Mechanikal Design, Prinsiples and consept 1986 2. Jhoseph E. Shigley, Perencanaan Teknik Mesin, Erlangga, Jakarta, 1986 3. Rudenko N, Materian Handling Equitment, 1992

4. Sulaoso, Kiyoritsu syuga, Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin, PT. Paradya Paramita, Jakarta, 1983

5. Syamsir A Muin, Pesawat Pesawat Pengangkat, Medan, 1987

6. Herman Jutz and Edward Schusus, Westerman Table for the metal Trade, 1976

7. G. Takesi Sato, N Sugiarto, Menggambar Mesin Menurut ISO, PT. Paramita Paradya, 1986