yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau, dan perut membuncit keseluruhan Pieter, 2005.
Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini mungkin mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa
pasien seperti enterokolitis, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi, dan septikimia yang dapat menyebabkan kematian. Enterokolitis merupakan
komplikasi yang amat berbahaya sehingga mortalitasnya mencapai 30 apabila tidak ditangani dengan sempurna. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen dengan enema barium, pemeriksaan manometri, serta pemeriksaan patologi anatomi. Wyllie, 2000.
Penatalaksanaan Penyakit Hirschsprung terdiri dari tindakan non bedah dan tindakan bedah. Tindakan non bedah dimaksudkan untuk mengobati
komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita sampai pada saat operasi defenitif dapat dikerjakan. Tindakan
bedah pada penyakit ini terdiri dari tindakan bedah sementara yang bertujuan untuk dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang
mempunyai ganglion normal di bagian distal dan tindakan bedah definitif yang dilakukan antara lain menggunakan prosedur Duhamel, Swenson, Soave, dan
Rehbein Wyllie, 2000; Mansjoer, 2000. Dari sekian banyak sarana penunjang diagnostik, maka diharapkan pada klinisi untuk segera mengetahui gejala dan
tanda pada penyakit Hirschsprung. Karena penemuan dan penanganan yang cepat dan tepat dapat mengurangi insidensi Penyakit Hirschsprung di dunia, khususnya
di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, dapat dirumuskan suatu masalah dalam penulisan penelitian ini, yaitu:
“Bagaimanakah gambaran penderita Hirschsprung pada anak usia 0-14 tahun di RSUP H. Adam Malik Medan?”
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung pada anak usia 0-14 tahun.
1.3.2 Tujuan Khusus - Untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung berdasarkan
karakteristik umur dan jenis kelamin.
- Untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung berdasarkan
Gambaran Klinis.
- Untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung berdasarkan
pemeriksaan penunjang yaitu: o
Pemeriksaan radiologis foto polos abdomen, foto enema barium, dan retensi barium.
o Pemeriksaan patologi anatomi biopsi isap rectum.
- Untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung berdasarkan
penatalaksanaan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1.
Membantu tenaga kesehatan agar lebih tanggap dalam mendeteksi gejala dan tanda dini yang signifikan pada Penyakit Hirschsprung, dikarenakan
komplikasi yang dapat menyebabkan kematian pada bayi. 2.
Memberikan informasi kepada masyarakat agar waspada apabila menjumpai bayi yang belum mengeluarkan mekonium pertama dalam 24
jam pertama kelahiran, untuk selanjutnya meminta pertolongan kepada petugas kesehatan.
3. Bagi peneliti dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan penambah latihan
dalam membuat suatu penelitian. 4.
Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran serta referensi bagi rekan-rekan mahasiswa khususnya para peneliti berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi dan Anatomi Kolon
Secara embriologik , kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai dengan rectum berasal dari usus belakang. Dalam perkembangan
embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang bebas. Keadaan ini memudahkan
terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya
yang sempit T.W.Sadler, 2000. Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5
kaki sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inchi sekitar 6,5 cm,
tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks
yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen
kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan
berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum terbentang dari kolon sigmoid sampai dengan
anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah 5,9
inci Lindseth, 2005. Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu tunika serosa, muskularis, tela
submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai gambaran- gambaran yang khas berupa: lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna
Universitas Sumatera Utara