Analisis Faktor Risiko Pasien Mioma Uteri Di RSUP. H. Adam Malik Medan Dan RS Jejaring

(1)

ANALISIS FAKTOR RISIKO PASIEN MIOMA UTERI DI

RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN DAN RS JEJARING

TESIS

OLEH :

RENNY ANGGRAINI

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN


(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5

PEMBIMBING

dr. HENRY SALIM SIREGAR, Sp.OG (K)

DR. dr. M. FIDEL GANIS SIREGAR, M.Ked (OG), Sp.OG (K)

PENGUJI

dr. M. FAHDHY, M.Sc, Sp.OG

dr. RUSHAKIM LUBIS, Sp.OG

dr. AGNES DWI H, Sp.OG (K)

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi

Salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister


(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

Segala puji dn syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat memperoleh kehlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah pembendaharaan bacaan khususnya tentang :

“ ANALISA FAKTOR RISIIKO MIOMA UTERI DI RS.H.ADAM MALIK MEDAN DAN RS.JEJARING”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H (CTM&H) dan Dekan Universitas Sumatera Utara, Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD (KGEH), yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program pendidikan Magister Kedokteran di Bidang Obstetri dan Ginekologi, di Fakultas Kedokteran USU Medan.

2. Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Prof.dr.Delfi Lutan,MSc,Sp.OG(K); Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, DR.dr.M.Fidel Ganis Siregar,M.Ked(OG),Sp.OG(K); Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK_USU Medan, dr.Henry Salim Siregar, Sp.OG(K); Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, dr.M.Rhiza Tala,M.Ked(OG),Sp.OG(K)

3. dr.Henry Salim Siregar, Sp.OG(K), DR.dr.M.Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG),Sp.OG(K), selaku pembimbingg tesis saya bersama dr.M.Fahdhy,MSc, Sp.OG, dr.Rushakim Lubis, Sp.OG, dr. Agnes Dwi H, Sp.OG(K), selaku penyanggah dan nara sumber yang penuh dengan


(5)

kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk mebimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selsai.

4. Ketua divisi Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi, dr.Ichwanul Adenin,M.Ked(OG), Sp.OG(K) yang telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian ini.

5. dr.Letta Sari Lintang, M.Ked(OG),Sp.OG , selaku Ibu angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing, dan memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.

6. Kepada dr.Surya Darma, MPH, yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

7. Seluruh staf PengajarDepartemen Obstetri dan Ginekologi FK_USU Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal pendidikan. Semoga Allah SWT membalas budi baik guru-guru saya tersebut.

8. Direktur RSUP.H.Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti program pendidikan ini.

9. Direktur RSUD.dr.Pirngadi Medan, dr.Amran Lubis,Sp.JP; dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD dr.Pirngadi Medan dr.Rushakim Lubis,Sp.OG; Wakil SMF Obgin RSPM dr.Syamsul A. Nasution, Sp.OG(K); Ketua Koordinator PPDS Obgin RSPM dr.Sanusi Piliang, Sp.OG; Ketua Komite Penelitian RSPM dr.Fadjir,Sp.OG beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan saran kepada saya dalam bekerja sama selama mengikuti program pendidikan Magister di bidang Obstetri dan Ginekologi

10. Direktur Rumah Sakit Umum PTPN II Tembakau Deli; dr.Sofyan Abdul Ilah, Sp.OG dan dr.Najaruddin Jaffar, Sp.OG(K) beserta staf yaang telah memebrikan kesempatan dan bimbingan kepada saya

11. Direktur Rumkit Tk.II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi Rumkit Tk.II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan Mayor CKM dr.Gunawan Rusuldi,Sp.OG ; dr.M.Yazim Yacob, Sp.OG; dr. Agnes Dwi H, Sp.OG(K); dr.Santa M.J.Sianipar, Sp.OG beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana serta bimbingan selama saya bertugas


(6)

12. Direktur RSU Haji Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Haji Medan dr.Muslich Perangin-angin,Sp.OG ; dr.Anwar Siregar, Sp.OG; dr. Syahrizal Daud, Sp.OG, dr.A.Khuwailid, Sp.OG beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana serta bimbingan selama saya bertugas 13. Direktur RSU Sundari ; dr.Zulkarnain Hutasuhut ; dr.M.Haidir, Sp.OG; Ibu

Sundari, Am.Keb beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana serta bimbingan selama saya bertugas

14. Kepada senior-senior saya dr.Siti Syahrini Silvia, Sp.OG; dr. Gorga Udjang,Sp.OG; dr. Maya Hasmita, Sp.OG; dr.Ari Abdurrahman Lubis, Sp.OG, dr. Made Surya Kumara, Sp.OG; dr. M.Rizki Yaznil, M.Ked(OG),Sp.OG, dr. Lili Kuswani, Sp.OG, dr. Firman Alamsyah, Sp.OG; dr. T.Johan A, M.Ked(OG),Sp.OG, dr. Tigor PH, M.Ked(OG),Sp.OG, dr. Hendriyadi S, M.Ked(OG),Sp.OG, dr. Heika NS, M.Ked(OG), Sp.OG, dr. Janwar S, M.Ked(OG), Sp.OG, dr. Arjuna S, M.Ked (OG), Sp.OG, dr. Ali Akbar, M.Ked (OG), Sp.OG, dr. Irwansyah P, M.Ked(OG, Sp.OG, dr. M. Yusuf, M.ked (OG), Sp.OG, dr. Hendri G, M.Ked(OG),Sp.OG, dr. Meity E, M.Ked(OG), Sp.OG, dr.Dani A,dr. Pantas, dr.Ferdiansyah P, dr.Edy R, dr.Erwin, dr. Rizal, dr.Kiko, dr. Wahyu, dr. Ivo, dr. Rohim, dr. Anindita, dr. Hiro, dr. Ray CB.

15. Kepada sejawat angkatan saya : dr. Masithah, dr. Chandran, dr.M.Faisal Fahmi, dr. Dezarino, dr. Afriza, dr. Rahmanita, dr. Dona, dr. Ninong, dr. Hilma, terima kasih atas kebersamaan dan kerja samanya selama ini.

16. Seluruh sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, dorongan, semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.

17. Kepada almh. Ibu Hj. Asnawati Hsb, Ibu. Hj. Sosmalawaty, Ibu Zubaedah, Mimi, Asih, Dewi dan seluruh pegawai di lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP.H.Adam Malik Medan terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT dan sembah sujud serta terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya yang sangat saya cintai, Ayahanda Suparni dan Ibunda Trimurti yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang dari sejak kecil hingga kini,


(7)

memberi contoh yang baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi dan semangat kepada saya selama mengikuti pendidikan.

Kepada Adinda : dr. Robby Anggara dan Ria Amellia, terima kasih atas bantuan, dorongan dan doa kepada saya selama menjalani pendidikan.

Terima kasih kepada dr.Irvan Bahar, Sp.OG, yang merupakan inspirasi dan pendorong motivasi serta pemberi semangat saya untuk menyelesaikan pendidikan ini.

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan banyak terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua.

Amin Ya Rabbal ‘Alamin

Medan, Juni 2013


(8)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ... ... i iii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ………. 1 1.2. Rumusan Masalah………... 3 1.3. Tujuan Penelitian ………...

1.3.1. Tujuan Umum ... 1.3.2. Tujuan Khusus ...

4 4 4 1.4. Manfaat Penelitian ………...

1.4.1. Manfaat Praktis ... 1.4.2. Manfaat Teoritis ... 1.4.3. Manfaat bagi masyarakat...

4 4 5 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 6

2.1. Definisi Mioma Uteri...………... 2.2. Etiologi Mioma Uteri... ………... 2.3. Faktor predisposisi mioma uteri...……….... 2.4. Jenis dan gambaran klinis mioma uteri... 2.5. Gejala mioma uteri ...…………... 2.6. Diagnosis Mioma uteri... ... 2.7. Penatalaksanaan Mioma uteri... 2.8. Komplikasi mioma uteri ... 2.9. Prognosis Mioma uteri ... 2.10. Diagnosis banding mioma uteri...

6 6 10 14 16 17 18 21 21 22


(9)

BAB III METODE PENELITIAN ……… 23 3.1. Rancangan Penelitian ………... 23 3.2. Waktu dan Tempat ………. ………... 23 3.3. Subjek Penelitian…...……..…...

3.3.1. Populasi Target ... 3.3.2. Populasi Terjangkau ... 3.3.3. Sampel Penelitian...

23 23 23 23

3.4. Besar Sampel……….…………. ………... 24

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi...…….………. 3.5.1. Kriteria Inklusi Kasus dan Kontrol... 3.5.2. Kriteria Eklusi Kasus dan Kontrol ... 3.6 Hipotesis penelitian... 3.7. Cara Penelitian ... 3.7.1. Pengumpulan Data ... 3.7.2. Pengolahan Data ... 3.7.3. Variabel-variabel Penelitian ...

25 25 25 25 26 26 26 26 3.8. Batasan Operasional ………..

3.9. Kerangka Konsep………..

28 29 3.10 Alur Penelitian... 30 BAB IV

BAB V

DAFTAR LAMPIRAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... KESIMPULAN DAN SARAN... 5.1. Kesimpulan ... 5.2. Saran ...

PUSTAKA ...

31 40 40 40


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi frekuensi mioma uteri berdasarkan jenis mioma uteri di RS. H. Adam Malik Medan dan

RS. Jejaring ... 31 Tabel 4.2 Data Karakteristik penderita mioma uteri di

RS. H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring... 32 Tabel 4.3. Tabel hubungan faktor umur terhadap kejadian

mioma uteri di RS H. Adam Malik Medan dan

RS.Jejaring ... 34 Tabel 4.4. Tabel hubungan faktor paritas terhadap kejadian

mioma uteri di RS H. Adam Malik Medan dan

RS.Jejaring... 35 Tabel 4.5. Tabel hubungan faktor menarche terhadap kejadian

mioma uteri di RS H. Adam Malik Medan dan

RS.Jejaring... 36 Tabel 4.6. Tabel hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap

kejadian mioma uteri di RS H. Adam Malik Medan dan RS.Jejaring... 38


(11)

ANALISA FAKTOR RIRIKO MIOMA UTERI DI RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN DAN RS.JEJARING

Anggraini R, Siregar HS, Siregar FG

Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia, Mei 2013

ABSTRAK

Latar belakang : Salah satu masalah kesehatan reproduksi wanita adalah mioma uteri, yang merupakan salah satu penyakit yang meningkatkan morbiditas.

Tujuan : Untuk mengetahui

Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita,sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Prevalensi juga meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, usia menarche, merokok, hipertensi, dan kegemukan.

risiko relatif yang dinilai dari Odds Rasio faktor-faktor predisposisi mioma uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring

Metode : Penelitian ini menggunakan rancangan kasus kontrol dengan menggunakan analisa data sekunder yang didapat dari cacatan medis pasien mioma uteri di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP.H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring. Data diolah secara komputerisasi, meliputi statistik deskriptif dalam hal ini data ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi, dan Confidence Interval (CI) 95 %. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan analitik komparatif menggunakan uji chi square dengan derajat kepercayaan 95%. Analisis multivariate antar variabel yang berpengaruh menggunakan analisis regresi logistik. Subjek adalah wanita di diagnosa dengan mioma uteri berdasarkan hasil patologi anatomi, tidak ada tumor abdomen,pasien yang memiliki catatan medis lengkap meliputi variabel yang akan diteliti. Sampel diekslusi bila tidak memenuhi catatan medis lengkap meliputi variabel yang akan diteliti.

.

Hasil : Berdasarkan nilai OR = 4,29, hal ini menunjukkan bahwa risiko untuk menderita mioma uteri bagi yang berumur 35-50 tahun 4,29 kali lebih besar dibandingkan kelompok umur < 35 tahun.

Kesimpulan : Dengan uji statistik Chi square diperoleh nilai p = < 0,05. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian mioma uteri. Risiko untuk menderita mioma uteri bagi yang berumur 35-50 tahun 4,29 kali lebih besar dibandingkan kelompok umur < 35 tahun.


(12)

ANALISA FAKTOR RIRIKO MIOMA UTERI DI RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN DAN RS.JEJARING

Anggraini R, Siregar HS, Siregar FG

Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia, Mei 2013

ABSTRAK

Latar belakang : Salah satu masalah kesehatan reproduksi wanita adalah mioma uteri, yang merupakan salah satu penyakit yang meningkatkan morbiditas.

Tujuan : Untuk mengetahui

Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita,sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Prevalensi juga meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, usia menarche, merokok, hipertensi, dan kegemukan.

risiko relatif yang dinilai dari Odds Rasio faktor-faktor predisposisi mioma uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring

Metode : Penelitian ini menggunakan rancangan kasus kontrol dengan menggunakan analisa data sekunder yang didapat dari cacatan medis pasien mioma uteri di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP.H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring. Data diolah secara komputerisasi, meliputi statistik deskriptif dalam hal ini data ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi, dan Confidence Interval (CI) 95 %. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan analitik komparatif menggunakan uji chi square dengan derajat kepercayaan 95%. Analisis multivariate antar variabel yang berpengaruh menggunakan analisis regresi logistik. Subjek adalah wanita di diagnosa dengan mioma uteri berdasarkan hasil patologi anatomi, tidak ada tumor abdomen,pasien yang memiliki catatan medis lengkap meliputi variabel yang akan diteliti. Sampel diekslusi bila tidak memenuhi catatan medis lengkap meliputi variabel yang akan diteliti.

.

Hasil : Berdasarkan nilai OR = 4,29, hal ini menunjukkan bahwa risiko untuk menderita mioma uteri bagi yang berumur 35-50 tahun 4,29 kali lebih besar dibandingkan kelompok umur < 35 tahun.

Kesimpulan : Dengan uji statistik Chi square diperoleh nilai p = < 0,05. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian mioma uteri. Risiko untuk menderita mioma uteri bagi yang berumur 35-50 tahun 4,29 kali lebih besar dibandingkan kelompok umur < 35 tahun.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal adalah kesehatan wanita khususnya kesehatan reproduksi karena dampaknya luas dan menyangkut berbagai aspek kehidupan. Wanita memegang peranan utama terhadap kelanjutan generasi penerus bagi suatu Negara, sehingga kesehatan wanita memberikan pengaruh yang besar. Kesehatan wanita juga merupakan parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.

Salah satu masalah kesehatan reproduksi wanita adalah mioma uteri, yang merupakan salah satu penyakit yang meningkatkan morbiditas.

1

Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Gejala dari mioma uteri tidak selalu ada. Pada umumnya kasus mioma ditemukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan USG, pemeriksaan pelvis, atau pada laparatomi daerah pelvis.

Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan Fibromioma, fibroid ataupun Leiomioma dan merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya. Mioma uteri belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarkhe, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita.

1


(14)

Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Dari penelitian, diketahui wanita berusia 35-49 tahun berdasarkan rekam medis, dan sonografi menemukan bahwa pada usia 35 tahun kejadian mioma adalah 60% pada wanita Afrika-Amerika, dan insiden meningkat lebih dari 80% pada usia 50 tahun. Sedangkan pada wanita Kaukasia 40% terjadi pada wanita usia 35 tahun dan hampir 70% terjadi pada wanita usia 50 tahun.3 Penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan Schwartz, angka kejadian mioma uteri adalah 2-12,8 orang per 1000 wanita tiap tahunnya. Schwartz menunjukkan angka kejadian mioma uteri 2-3 kali lebih tinggi pada wanita kulit hitam dibandingkan kulit putih.4

Sedangkan di Indonesia mioma ditemukan 2,39% - 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat.

2

Sebuah penelitian yang dilakukan di RS. Arifin Ahmad Pekanbaru (2010) menyimpulkan bahwa kasus mioma uteri intramural terbanyak didapat pada kasus mioma uteri ( 56,75%).

Wanita yang sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Prevalensi juga meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, usia menarche, merokok, hipertensi, dan kegemukan.

5

3

Diagnosis mioma uteri biasanya didasarkan atas anamnesa, pemeriksaan fisik, yakni dijumpai adanya pembesaran rahim dan penemuan pada ultrasonografi. Teknik pencitraan berguna jika diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis atau untuk meningkatkan lokalisasi mioma uteri sebelum operasi.

Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi dan


(15)

namun morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta diperkirakan dapat menyebabkan rendahnya tingkat kesuburan.6 Adanya hubungan antara mioma dan rendahnya kesuburan ini telah dilaporkan oleh dua survei observasional.7

Belum didapatkannya data khusus mengenai kejadian mioma uteri dan hubungan faktor-faktor risiko terhadp kejadian mioma uteri di Sumatera Utara khususnya Medan, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian, mengingat angka kejadian mioma uteri yang semakin tinggi dapat menimbulkan masalah besar dalam kesehatan. Mioma uteri menyebabkan berkurangnya kualitas hidup wanita, oleh karena itu sudah sepantasnya kita memberikan perhatian yang lebih besar mengenai latar belakang dari penyakit ini dan segala aspek yang berkaitan dengan mioma uteri, dengan mengetahui faktor-faktor predisposisi kejadian mioma uteri sehingga dapat dilakukan upaya preventif sebagai perwujudan dari usaha peningkatan kualitas kesehatan reproduksi wanita Indonesia.

Dilaporkan sebesar 27 – 40 % wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian timbul pertanyaan “ Bagaimana risiko relatif yang dinilai dari Odds Rasio dari faktor-faktor predisposisi yang meliputi umur, usia menarkhe, paritas, IMT ( indeks masa tubuh ) pada pasien mioma uteri yang menjalani rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring” ?


(16)

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui 1.3.1 Tujuan Umum

1.3.2

risiko relatif yang dinilai dari Odds Rasio faktor-faktor predisposisi mioma uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring.

1.

Tujuan Khusus

2.

Untuk mengetahui umur sebagai faktor predisposisi dari kejadian mioma uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring

3.

Untuk mengetahui usia menarkhe sebagai faktor predisposisi dari kejadian mioma uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring

4.

Untuk mengetahui paritas sebagai faktor predisposisi dari kejadian mioma uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring

Untuk mengetahui IMT ( index masa tubuh) sebagai faktor predisposisi dari kejadian mioma uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis

1. Sebagai sumber informasi bagi klinisi bahwa faktor predisposisi : umur, usia menarkhe, paritas, IMT ( indeks masa tubuh) sebagai skrining pada


(17)

2. Dengan dijumpainya faktor predisposisi mioma uteri , klinisi dapat memberikan penanganan yang lebih cepat, tepat dan optimal pada penderita mioma uteri.

1.4.2 Manfaat Teoritis

1. Data penelitian berupa Odds Rasio dari faktor predisposisi mioma uteri dapat dijadikan data dasar penelitian selanjutnya.

2. Menambah teori kepustakaan bahwa

1.4.3 Manfaat bagi masyarakat

umur, usia menarkhe, paritas, IMT ( indeks masa tubuh ) merupakan faktor predisposisi mioma uteri

1. Dengan diketahuinya umur, usia menarkhe, paritas, IMT (indeks masa tubuh) sebagai faktor predisposisi mioma uteri , maka dapat meningkatkan kewaspadaan diri dan keteraturan dalam melakukan pemeriksaan rutin ke dokter ahli ginekologi dalam mencapai kualitas hidup yang lebih baik.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Mioma Uteri

Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid, atau leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang dominan.2

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Selain itu dilaporkan juga ditemukan pada kurang lebih 20-25% wanita usia reproduksi dan meningkat 40% pada usia lebih dari 35 tahun.

2

2.2 Etiologi Mioma Uteri

Etiologi pasti belum diketahui sampai saat ini. Tumor ini mungkin berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada didalam miometrium atau dari sel embrional pada dinding pembuluh darah uterus. Darimanapun asalnya, mioma mulai dari benih-benih multipel yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progressif, dibawah pengaruh estrogen sirkulasi.

Terdapat juga korelasi antara pertumbuhan tumor dengan peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri, serta adanya faktor


(19)

predisposisi yang bersifat herediter dan faktor hormon pertumbuhan dan Human Placental Lactogen. Para ilmuwan telah mengidentifikasi kromosom yang membawa 145 gen yang diperkirakan berpengaruh pada pertumbuhan fibroid. Beberapa ahli mengatakan bahwa mioma uteri diwariskan dari gen sisi paternal. Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil pada saat menopause, sehingga diperkirakan dipengaruhi juga oleh hormon-hormon reproduksi seperti estrogen dan progesteron. Selain itu juga jarang ditemukan sebelum menarke, dapat tumbuh dengan cepat selama kehamilan dan kadang mengecil setelah menopause.9

Apakah estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri atau memakai mediator masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah ditemukan banyak sekali mediator di dalam mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor-1, (IGF-1), connexin-43-Gapjunction protein dan marker proliferasi.

9

Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma: a. Estrogen

Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Selama fase sekretorik, siklus menstruasi dan kehamilan, jumlah reseptor estrogen di miometrium normal berkurang. Pada mioma reseptor estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekskresi reseptor tersebut tertekan selama kehamilan. 2,8,9


(20)

b. Progesteron

Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan dua cara yaitu: Mengaktifkan 17-Beta hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada mioma.2,7-11

c. Hormon Pertumbuhan

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat pada periode ini memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari mioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara hormon pertumbuhan dan estrogen. 10


(21)

Kondisi perubahan hormonal tubuh dalam kaitannya dengan pertumbuhan mioma uteri.

Hubungan antara faktor predisposisi, risiko mioma uteri dan hormon steroid

11

Faktor predisposisi Efek dan resiko Hormonal

Post menopause Menurun Hipoestrogen

Menstruasi dini Meningkat Paparan estrogen dalam

waktu yang lebih lama

Obesitas Meningkat Meningkatkan konversi

androgen menjadi estrogen

Kehamilan Menurun Menghentikan paparan

kronik dari estrogen dan remodelling uterus pada saat involusi post partum Pengguanaan kontrasepsi

oral kombinasi

Menurun Paparan estrogen dilawan

oleh progesteron

Merokok Menurun Tingkat serum estrogen

menurun

Ras Amerika- Afrika Meningkat Perbedaan genetik dalam penghasil hormon atau metabolisme

Pengaruh riwayat keluarga Meningkat Perbedaan genetik dalam penghasil hormon dan metabolisme


(22)

Mioma sendiri menciptakan kondisi lingkungan hiperestrogen, yang diperlukan oleh jaringan mioma untuk mempertahankan pertumbuhannya. Kondisi ini terjadi akibat :

1. Dibandingkan dengan jaringan miometrium normal, mioma terdiri dari densitas reseptor estrogen yang lebih banyak, sehingga estradiol yang terikat akan lebih banyak pula.

10

2. Mioma uteri dibanding jaringan miometrium normal mengubah lebih sedikit estradiol menjadi estrone, estrogen dengan bentuk yang lebih lemah

3. Mekanisme ketiga ditemukan oleh Bulun dkk, yang melibatkan peningkatan kadar sitokrom P450 aromatase pada mioma uteri dibandingkan sel normal, dimana sitokrom ini mengkatalisasi konversi androgen menjadi estrogen didalam jaringan.

2.3. Faktor Predisposisi Mioma Uteri a. Umur

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jung et al., (1998)12 di Pusan St. Benedict Hospital dan di Mokpo Korea serta diperkuat oleh pendapat Ran Ok et al., (2007)13 yang menyatakan bahwa kasus mioma uteri terbanyak terjadi pada kelompok usia 40 – 49 tahun.12,13 Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri dipengaruhi oleh stimulasi hormon estrogen yang disekresikan oleh ovarium. Pada umumnya mioma uteri jarang timbul sebelum menarche dan sesudah menopause, tumbuh dengan lambat serta sering dideteksi secara klinis pada kehidupan dekade keempat (Marquard, 2008)14. Pada usia reproduksi sekresi hormon estrogen oleh ovarium meningkat, berkurang pada usia


(23)

klimakterium, dan pada usia menopause hormon estrogen tidak disekresikan lagi oleh ovarium. 15

Wiknjosastro (2005)

16

menyatakan bahwa frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35 – 50 tahun yang mendekati angka 40%, jarang ditemukan pada usia di bawah 20 tahun.16 Hal ini disebabkan karena pada usia sebelum menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi serta akan turun pada usia menopause. Senada dengan pernyataan di atas, Stoppler (2006)17 menyatakan bahwa pertumbuhan mioma uteri disebabkan oleh stimulasi hormon estrogen. Hormon estrogen disekresi oleh ovarium mulai saat pubertas berangsur-angsur meningkat dan akan mengalami penurunan bahkan tidak berproduksi lagi setelah usia menopause.

Peningkatan prevalensi mioma uteri pada usia reproduksi telah dibuktikan oleh beberapa penelitian epidemiologi. Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan pesat dalam diagnosa mioma uteri pada wanita berusia empat puluhan.3,18

b. Usia Menarkhe

Peningkatan risiko mioma uteri berhubungan dengan menarkhe dini, meskipun risikonya sering tidak signifikan secara statistik . Dari penelitian didapatkan hubungan terbalik antara risiko mioma uteri dan usia saat menarkhe. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sharami, dkk ( 2009)19 , menarche dini dilaporkan pada 69 kasus (14,4%).Ada hubungan positif antara usia menarche 8-10 tahun dan peningkatan risiko rahim leiomyoma (OR = 66%, 95% CI: 0,13-1,82).

Dari penelitian (Donna DB, 2003)

19 20, menstruasi dini dapat ditambahkan


(24)

dengan peningkatan 25% risiko dibandingkan dengan menarche pada umur 12 dan 13 tahun.20 Dalam penelitian ini juga , risiko mioma uteri terus menurun dengan peningkatan usia menarche. Usia dini menarche menjadi faktor risiko untuk mioma uteri, berhubungan dengan berbagai jalur kusal ( penyebab). Peningkatan berat badan sebelum pubertas adalah faktor risiko yang kuat untuk mendapatkan menarche dini , dan olahraga dapat menunda menarche. Menarche dini berhubungan dengan peningkatan kepekaan jaringan terhadap hormon atau penekanan umpan balik kontrol produksi steroid.20

c. Paritas

Penelitian yang dilakukan oleh William H Parker (2007)3 menyatakan bahwa peningkatan jumlah paritas akan menurunkan risiko terjadinya mioma uteri. Mioma uteri memiliki karakteristik yang serupa dengan miometrium normal selama kehamilan, termasuk peningkatan produksi matriks ekstraseluler dan peningkatan ekspresi reseptor hormon steroid dan peptida. Miometrium selama postpartum kembali pada keadaan normal baik dalam ukuran dan aliran darah melalui proses apoptosis dan dediferensiasi. Proses remodeling ini berperan dalam involusi mioma yang responsibel. Teori lain menyatakan bahwa suplai aliran darah ke mioma akan berkurang selama involusi uterus akibat nutrisi yang ikut berkurang.2

Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita nullipara atau wanita yang hanya mempunyai satu anak. Pada wanita nullipara, kejadian mioma uteri lebih sering ditemui salah satunya diduga karena sekresi estrogen wanita hamil sifatnya sangat berbeda dari sekresi oleh ovarium pada wanita yang tidak hamil yaitu hampir seluruhnya estriol, suetu estrogen yang relatif lemah daripada estradiol yang disekresikan ovarium. Hal ini berbeda dengan wanita yang tidak pernah hamil atau


(25)

melahirkan, estrogen yang ada di tubuhnya adalah murni estrogen yang dihasilkan oleh ovarium semuanya digunakan untuk proliferasi jaringan uterus.

Beberapa penelitian oleh Lumbiganon et al

2 21

, telah menunjukkan hubungan terbalik antara paritas dan risiko mioma uteri . Menurut Parazzini et al22, risiko relatif mioma uteri pada wanita yang pernah melahirkan 0,5 lebih rendah dibandingkan dengan nullipara, dan pernah juga dilaporkan penurunan progresif dalam risiko relatif terhadap jumlah kelahiran. Dari literatur yang dijelaskan oleh Parazzini et al 22

, untuk penelitian ini kehamilan dapat mengurangi waktu pajanan terhadap estrogen, sedangkan nullipara atau kesuburan berkurang dapat dikaitkan dengan siklus anovulasi yang ditandai oleh paparan estrogen jangka panjang.18

Peneltian yang dilakukan oleh Trikurniasari (2010)

23

di RS. Poerwokerto, wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu kali hamil. Statistik menunjukkan 24,5 % mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil. 23

d. Indeks Massa Tubuh ( IMT )

Beberapa penelitian telah menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan insiden mioma uteri. Menurut Ross et al24, dalam sebuah penelitian prospektif dari Inggris, risiko mioma uteri meningkat sekitar 21% untuk setiap kenaikan 10 kg berat badan, hasil yang sama diperoleh ketika indeks massa tubuh (IMT) dianalisis dibandingkan berat badan . Demikian pula, sebuah penelitian prospektif di Amerika Serikat oleh Marshall et al25 menemukan risiko mioma uteri meningkat sebanding dengan peningkatan IMT, serta peningkatan risiko berhubungan dengan penambahan berat badan sejak usia 18 tahun.18


(26)

Penelitian yang dilakukan oleh Eduardo F, dkk (2001),20 34,9 % pada IMT (25,4 – 48,8 / obesitas) mempengaruhi kejadian mioma uteri.

Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh, dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri.

26

18

2.4 Jenis dan Gambaran Klinis Mioma Uteri

Sarang mioma di uterus dapat berasal dari servik uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:

a. Mioma Submukosa

Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dengan tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang


(27)

mudah mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.2,12

b. Mioma Intramural

Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Ran Ok,dkk (2007)

2,12

13

, mioma intramural adalah tipe mioma yang paling banyak terdapat pada tipe mioma uteri secara patologi anatomi (51,3%). Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Bath dkk27 (2006), dijumpai 52 % mioma uteri intramural.

c. Mioma Subserosa

Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.2,12

d. Mioma Intraligamenter

Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut mondering/parasitic fibroid.


(28)

Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.

Apabila mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.

2,12

2.5 Gejala Mioma Uteri

Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvis rutin. Penderita kadang kala tidak mempunyai keluhan apa-apa


(29)

a. Perdarahan uterus yang abnormal, bisa berupa menoraghi, diakibatkan oleh bertambah luasnya permukaan endometrium dan gangguan kontraksi uterus oleh sebab adanya massa tumor.

b. Nyeri, diakibatkan karena degenerasi mioma

c. Gangguan berkemih dan gangguan buang air besar karena penekanan kandung kemih dan penekanan pada rektum

d. Infertilitas, terjadi apabila sarang mioma menutupi atau menekan pars interstisialis tuba2,12

2.6 Diagnosis Mioma Uteri a. Anamnesis

Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor risiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Biasanya teraba massa menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang serta adanya riwayat pervaginam terutama pada wanita usia 40-an. Kadang juga dikeluhkan perdarahan kontak.

b. Pemeriksaan Fisik

9

Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.

c. Pemeriksaan penunjang

2

1) Temuan Laboratorium

Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma


(30)

menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoietin ginjal. 2

2) Imaging

a) Pemeriksaan dengan USG ( Ultrasonografi ) transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesran uterus.

b) Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika mioma kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat diangkat.

c) MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan likasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma.28

2.7 Penatalaksanaan Mioma Uteri a. Konservatif

Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari


(31)

kehamilan 10-12 munggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.

b. Medikamentosa

Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.

Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog GnRHa (Gonadotropin Realising Hormon Agonis), progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain seperti gossypol dan amantadine.29

c. Operatif

Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi arteri uterus. 1. Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan

uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma mioma submukosa pada mioma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina.


(32)

2. Histerektomi, adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.30

3. Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE), adalah injeksi arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya yang cepat.28


(33)

d. Radiasi dengan radioterapi

Radioterapi dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi pada beberapa kasus.

2.8 Komplikasi Mioma Uteri a. Degenerasi ganas

Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause. 2

b. Torsi (putaran tangkai)

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. 2

2.9 Prognosis Mioma Uteri

Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Myomectomi yang extensif dan secara significant melibatkan miometrium atau menembus endometrium, maka diharusken SC (Sectio caesaria) pada persalinan berikutnya. Myoma yang kambuh kembali (rekurens) setelah myomectomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3nya memerlukan tindakan lebih lanjut.


(34)

2.10 Diagnosis Banding Mioma Uteri

Diagnosis banding mioma uteri adalah kehamilan, neoplasma ovarium, dan adenomyosis. 30


(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Mioma Uteri

Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid, atau leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang dominan.2

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Selain itu dilaporkan juga ditemukan pada kurang lebih 20-25% wanita usia reproduksi dan meningkat 40% pada usia lebih dari 35 tahun.

2

2.2 Etiologi Mioma Uteri

Etiologi pasti belum diketahui sampai saat ini. Tumor ini mungkin berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada didalam miometrium atau dari sel embrional pada dinding pembuluh darah uterus. Darimanapun asalnya, mioma mulai dari benih-benih multipel yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progressif, dibawah pengaruh estrogen sirkulasi.

Terdapat juga korelasi antara pertumbuhan tumor dengan peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri, serta adanya faktor


(36)

predisposisi yang bersifat herediter dan faktor hormon pertumbuhan dan Human Placental Lactogen. Para ilmuwan telah mengidentifikasi kromosom yang membawa 145 gen yang diperkirakan berpengaruh pada pertumbuhan fibroid. Beberapa ahli mengatakan bahwa mioma uteri diwariskan dari gen sisi paternal. Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil pada saat menopause, sehingga diperkirakan dipengaruhi juga oleh hormon-hormon reproduksi seperti estrogen dan progesteron. Selain itu juga jarang ditemukan sebelum menarke, dapat tumbuh dengan cepat selama kehamilan dan kadang mengecil setelah menopause.9

Apakah estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri atau memakai mediator masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah ditemukan banyak sekali mediator di dalam mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor-1, (IGF-1), connexin-43-Gapjunction protein dan marker proliferasi.

9

Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma: a. Estrogen

Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Selama fase sekretorik, siklus menstruasi dan kehamilan, jumlah reseptor estrogen di miometrium normal berkurang. Pada mioma reseptor estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekskresi reseptor tersebut tertekan selama kehamilan. 2,8,9


(37)

b. Progesteron

Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan dua cara yaitu: Mengaktifkan 17-Beta hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada mioma.2,7-11

c. Hormon Pertumbuhan

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat pada periode ini memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari mioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara hormon pertumbuhan dan estrogen. 10


(38)

Kondisi perubahan hormonal tubuh dalam kaitannya dengan pertumbuhan mioma uteri.

Hubungan antara faktor predisposisi, risiko mioma uteri dan hormon steroid

11

Faktor predisposisi Efek dan resiko Hormonal

Post menopause Menurun Hipoestrogen

Menstruasi dini Meningkat Paparan estrogen dalam

waktu yang lebih lama

Obesitas Meningkat Meningkatkan konversi

androgen menjadi estrogen

Kehamilan Menurun Menghentikan paparan

kronik dari estrogen dan remodelling uterus pada saat involusi post partum Pengguanaan kontrasepsi

oral kombinasi

Menurun Paparan estrogen dilawan

oleh progesteron

Merokok Menurun Tingkat serum estrogen

menurun

Ras Amerika- Afrika Meningkat Perbedaan genetik dalam penghasil hormon atau metabolisme

Pengaruh riwayat keluarga Meningkat Perbedaan genetik dalam penghasil hormon dan metabolisme


(39)

Mioma sendiri menciptakan kondisi lingkungan hiperestrogen, yang diperlukan oleh jaringan mioma untuk mempertahankan pertumbuhannya. Kondisi ini terjadi akibat :

1. Dibandingkan dengan jaringan miometrium normal, mioma terdiri dari densitas reseptor estrogen yang lebih banyak, sehingga estradiol yang terikat akan lebih banyak pula.

10

2. Mioma uteri dibanding jaringan miometrium normal mengubah lebih sedikit estradiol menjadi estrone, estrogen dengan bentuk yang lebih lemah

3. Mekanisme ketiga ditemukan oleh Bulun dkk, yang melibatkan peningkatan kadar sitokrom P450 aromatase pada mioma uteri dibandingkan sel normal, dimana sitokrom ini mengkatalisasi konversi androgen menjadi estrogen didalam jaringan.

2.3. Faktor Predisposisi Mioma Uteri a. Umur

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jung et al., (1998)12 di Pusan St. Benedict Hospital dan di Mokpo Korea serta diperkuat oleh pendapat Ran Ok et al., (2007)13 yang menyatakan bahwa kasus mioma uteri terbanyak terjadi pada kelompok usia 40 – 49 tahun.12,13 Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri dipengaruhi oleh stimulasi hormon estrogen yang disekresikan oleh ovarium. Pada umumnya mioma uteri jarang timbul sebelum menarche dan sesudah menopause, tumbuh dengan lambat serta sering dideteksi secara klinis pada kehidupan dekade keempat (Marquard, 2008)14. Pada usia reproduksi sekresi hormon estrogen oleh ovarium meningkat, berkurang pada usia


(40)

klimakterium, dan pada usia menopause hormon estrogen tidak disekresikan lagi oleh ovarium. 15

Wiknjosastro (2005)

16

menyatakan bahwa frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35 – 50 tahun yang mendekati angka 40%, jarang ditemukan pada usia di bawah 20 tahun.16 Hal ini disebabkan karena pada usia sebelum menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi serta akan turun pada usia menopause. Senada dengan pernyataan di atas, Stoppler (2006)17 menyatakan bahwa pertumbuhan mioma uteri disebabkan oleh stimulasi hormon estrogen. Hormon estrogen disekresi oleh ovarium mulai saat pubertas berangsur-angsur meningkat dan akan mengalami penurunan bahkan tidak berproduksi lagi setelah usia menopause.

Peningkatan prevalensi mioma uteri pada usia reproduksi telah dibuktikan oleh beberapa penelitian epidemiologi. Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan pesat dalam diagnosa mioma uteri pada wanita berusia empat puluhan.3,18

b. Usia Menarkhe

Peningkatan risiko mioma uteri berhubungan dengan menarkhe dini, meskipun risikonya sering tidak signifikan secara statistik . Dari penelitian didapatkan hubungan terbalik antara risiko mioma uteri dan usia saat menarkhe. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sharami, dkk ( 2009)19 , menarche dini dilaporkan pada 69 kasus (14,4%).Ada hubungan positif antara usia menarche 8-10 tahun dan peningkatan risiko rahim leiomyoma (OR = 66%, 95% CI: 0,13-1,82).

Dari penelitian (Donna DB, 2003)

19 20, menstruasi dini dapat ditambahkan


(41)

dengan peningkatan 25% risiko dibandingkan dengan menarche pada umur 12 dan 13 tahun.20 Dalam penelitian ini juga , risiko mioma uteri terus menurun dengan peningkatan usia menarche. Usia dini menarche menjadi faktor risiko untuk mioma uteri, berhubungan dengan berbagai jalur kusal ( penyebab). Peningkatan berat badan sebelum pubertas adalah faktor risiko yang kuat untuk mendapatkan menarche dini , dan olahraga dapat menunda menarche. Menarche dini berhubungan dengan peningkatan kepekaan jaringan terhadap hormon atau penekanan umpan balik kontrol produksi steroid.20

c. Paritas

Penelitian yang dilakukan oleh William H Parker (2007)3 menyatakan bahwa peningkatan jumlah paritas akan menurunkan risiko terjadinya mioma uteri. Mioma uteri memiliki karakteristik yang serupa dengan miometrium normal selama kehamilan, termasuk peningkatan produksi matriks ekstraseluler dan peningkatan ekspresi reseptor hormon steroid dan peptida. Miometrium selama postpartum kembali pada keadaan normal baik dalam ukuran dan aliran darah melalui proses apoptosis dan dediferensiasi. Proses remodeling ini berperan dalam involusi mioma yang responsibel. Teori lain menyatakan bahwa suplai aliran darah ke mioma akan berkurang selama involusi uterus akibat nutrisi yang ikut berkurang.2

Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita nullipara atau wanita yang hanya mempunyai satu anak. Pada wanita nullipara, kejadian mioma uteri lebih sering ditemui salah satunya diduga karena sekresi estrogen wanita hamil sifatnya sangat berbeda dari sekresi oleh ovarium pada wanita yang tidak hamil yaitu hampir seluruhnya estriol, suetu estrogen yang relatif lemah daripada estradiol yang disekresikan ovarium. Hal ini berbeda dengan wanita yang tidak pernah hamil atau


(42)

melahirkan, estrogen yang ada di tubuhnya adalah murni estrogen yang dihasilkan oleh ovarium semuanya digunakan untuk proliferasi jaringan uterus.

Beberapa penelitian oleh Lumbiganon et al

2 21

, telah menunjukkan hubungan terbalik antara paritas dan risiko mioma uteri . Menurut Parazzini et al22, risiko relatif mioma uteri pada wanita yang pernah melahirkan 0,5 lebih rendah dibandingkan dengan nullipara, dan pernah juga dilaporkan penurunan progresif dalam risiko relatif terhadap jumlah kelahiran. Dari literatur yang dijelaskan oleh Parazzini et al 22

, untuk penelitian ini kehamilan dapat mengurangi waktu pajanan terhadap estrogen, sedangkan nullipara atau kesuburan berkurang dapat dikaitkan dengan siklus anovulasi yang ditandai oleh paparan estrogen jangka panjang.18

Peneltian yang dilakukan oleh Trikurniasari (2010)

23

di RS. Poerwokerto, wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu kali hamil. Statistik menunjukkan 24,5 % mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil. 23

d. Indeks Massa Tubuh ( IMT )

Beberapa penelitian telah menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan insiden mioma uteri. Menurut Ross et al24, dalam sebuah penelitian prospektif dari Inggris, risiko mioma uteri meningkat sekitar 21% untuk setiap kenaikan 10 kg berat badan, hasil yang sama diperoleh ketika indeks massa tubuh (IMT) dianalisis dibandingkan berat badan . Demikian pula, sebuah penelitian prospektif di Amerika Serikat oleh Marshall et al25 menemukan risiko mioma uteri meningkat sebanding dengan peningkatan IMT, serta peningkatan risiko


(43)

Penelitian yang dilakukan oleh Eduardo F, dkk (2001),20 34,9 % pada IMT (25,4 – 48,8 / obesitas) mempengaruhi kejadian mioma uteri.

Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh, dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri.

26

18

2.4 Jenis dan Gambaran Klinis Mioma Uteri

Sarang mioma di uterus dapat berasal dari servik uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:

a. Mioma Submukosa

Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dengan tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang


(44)

mudah mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.2,12

b. Mioma Intramural

Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Ran Ok,dkk (2007)

2,12

13

, mioma intramural adalah tipe mioma yang paling banyak terdapat pada tipe mioma uteri secara patologi anatomi (51,3%). Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Bath dkk27 (2006), dijumpai 52 % mioma uteri intramural.

c. Mioma Subserosa

Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.2,12

d. Mioma Intraligamenter

Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut mondering/parasitic fibroid.


(45)

Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.

Apabila mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.

2,12

2.5 Gejala Mioma Uteri

Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvis rutin. Penderita kadang kala tidak mempunyai keluhan apa-apa


(46)

a. Perdarahan uterus yang abnormal, bisa berupa menoraghi, diakibatkan oleh bertambah luasnya permukaan endometrium dan gangguan kontraksi uterus oleh sebab adanya massa tumor.

b. Nyeri, diakibatkan karena degenerasi mioma

c. Gangguan berkemih dan gangguan buang air besar karena penekanan kandung kemih dan penekanan pada rektum

d. Infertilitas, terjadi apabila sarang mioma menutupi atau menekan pars interstisialis tuba2,12

2.6 Diagnosis Mioma Uteri a. Anamnesis

Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor risiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Biasanya teraba massa menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang serta adanya riwayat pervaginam terutama pada wanita usia 40-an. Kadang juga dikeluhkan perdarahan kontak.

b. Pemeriksaan Fisik

9

Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.

c. Pemeriksaan penunjang

2

1) Temuan Laboratorium

Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma


(47)

menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoietin ginjal. 2

2) Imaging

a) Pemeriksaan dengan USG ( Ultrasonografi ) transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesran uterus.

b) Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika mioma kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat diangkat.

c) MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan likasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma.28

2.7 Penatalaksanaan Mioma Uteri a. Konservatif

Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari


(48)

kehamilan 10-12 munggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.

b. Medikamentosa

Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.

Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog GnRHa (Gonadotropin Realising Hormon Agonis), progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain seperti gossypol dan amantadine.29

c. Operatif

Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi arteri uterus. 1. Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan

uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma mioma submukosa pada mioma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina.


(49)

2. Histerektomi, adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.30

3. Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE), adalah injeksi arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya yang cepat.28


(50)

d. Radiasi dengan radioterapi

Radioterapi dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi pada beberapa kasus.

2.8 Komplikasi Mioma Uteri a. Degenerasi ganas

Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause. 2

b. Torsi (putaran tangkai)

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. 2

2.9 Prognosis Mioma Uteri

Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Myomectomi yang extensif dan secara significant melibatkan miometrium atau menembus endometrium, maka diharusken SC (Sectio caesaria) pada persalinan berikutnya. Myoma yang kambuh kembali (rekurens) setelah myomectomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3nya memerlukan tindakan lebih lanjut.


(51)

2.10 Diagnosis Banding Mioma Uteri

Diagnosis banding mioma uteri adalah kehamilan, neoplasma ovarium, dan adenomyosis. 30


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan case control study untuk menelusuri faktor-faktor predisposisi dengan menggunakan analisa data sekunder yang didapat dari cacatan medis pasien mioma uteri di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP.H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring

3.2 Waktu dan tempat

Penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP.H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring. Waktu penelitian dilakukan sejak bulan Juni 2012

3.3. Subyek Penelitian 3.3.1. Populasi Target

Seluruh pasien penderita mioma uteri 3.3.2. Populasi Terjangkau

Populasi dimana akan diambil sampel penelitian yaitu pasien mioma uteri yang berobat rawat jalan dan rawat inap di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP. H. Adam Malik Medan

3.3.3. Sampel Penelitian

dan RS Jejaring.

Subyek penelitian atau kelompok kasus adalah pasien yang didiagnosis dengan mioma uteri berdasarkan hasil Patologi Anatomi dan tercatat pada catatan medis pasien di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP. H. Adam


(53)

Malik dan RS.Jejaring, berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi, sedangkan kelompok kontrol diambil dari pasien yang didiagnosis selain mioma uteri dan berdasarkan hasil Patologi Anatomi bukan mioma uteri ( Tumor ginekologi ) di RSUP. H. Adam Malik dan RS Jejaring

3.4. Besar Sampel Penelitian

Sampel penelitian memakai rumus besar sampel rancangan studi kasus kontrol :

(Zα √ 2 PQ + Zβ √P1Q1 + P2Q2)

n

2 1 = n2

(P =

2 – P1)

Dimana :

2

n1 = n2

P = ½ (P

= besar sampel kelompok kasus dan kelompok kontrol

1 +P2

P

) dan Q =1- P

1 = Proporsi Kasus (40%) dan P2

Q

= Proporsi Kontrol (60 %) (dari kepustakaan)

1 = 1 – P1, dan Q2 = 1 – P

Zα = Tingkat kemaknaan dengan tingkat kepercayaan 95% = 1,96

2

Zβ = Power ditetapkan peneliti (20 %) = 0,84


(54)

3.5 Kriteria Inklusi dan eksklusi

3.5.1 Kriteria inklusi Kasus dan Kontrol Kriteria inklusi Kasus

- Wanita di diagnosa dengan mioma uteri berdasarkan hasil patologi anatomi

- Tidak ada tumor abdomen

- Pasien yang memiliki catatan medis lengkap meliputi variabel yang akan diteliti

Kriteria inklusi Kontrol

- Wanita dengan diagnosa selain mioma uteri berdasarkan hasil patologi anatomi

- Pasien yang memiliki catatan medis lengkap meliputi variabel yang akan diteliti

3.5.2 Kriteria Eksklusi Kasus dan Kontrol

- Tidak memenuhi catatan medis lengkap meliputi variabel yang akan diteliti

3.6 Hipotesis Penelitian

Umur, usia menarkhe, paritas, IMT ( indeks masa tubuh ) merupakan faktor predisposisi kejadian mioma uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring


(55)

3.7. Cara Penelitian

3.7.1. Pengumpulan Data

Data sekunder diperoleh dari hasil catatan medis pasien yang meliputi faktor-faktor predisposisi mioma uteri yang dimiliki oleh subyek, berupa variabel kategorik (data nominal dikotomi) yaitu :

1. Umur

2. Usia menarkhe 3. Paritas

4. IMT ( index masa tubuh) 3.7.2. Pengolahan Data

Data diolah secara komputerisasi. Analisis data meliputi statistik deskriptif dalam hal ini data ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi, dan Confidence Interval (CI) 95 %. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan analitik komparatif menggunakan uji chi square dengan derajat kepercayaan 95%. Analisis multivariate antar variabel yang berpengaruh menggunakan analisis regresi logistik.

3.7.3. Variabel-variabel Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen  Usia ( < 35 tahun/ 35-50 tahun )

 Usia menarche ( <

 Paritas ( nullipara / non nullipara) - Mioma uteri

10 tahun / > 10 tahun)

 IMT (obesitas / non obesitas) - Bukan mioma


(56)

3.8. Batasan Operasional

- Mioma Uteri adalah Tumor jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya

-Kelompok Kasus adalah pasien yang didiagnosis dengan mioma uteri berdasarkan hasil Patologi Anatomi dan tercatat pada catatan medis pasien di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring

-Kelompok Kontrol adalah pasien yang didiagnosis selain mioma uteri dan berdasarkan hasil Patologi Anatomi bukan mioma uteri di RSUP. H. Adam Malik

.

dan RS Jejaring

-Faktor Predisposisi adalah faktor-faktor yang dimiliki oleh pasien mioma uteri, dimana data yang diperoleh adalah data sekunder dari catatan medis, berupa : -RS.Jejaring adalah Rumah Sakit tempat pendidikan meliputi RS.dr.Pirngadi Medan

dan RS.Haji Mina Medan

1. Variabel umur dikategorikan menjadi :

• < 35 tahun

• > 35 – 50 tahun ( usia reproduksi )

2. Variabel usia menarkhe : usia pertama kali mendapatkan haid

< 10 tahun ( dikatakan usia menarche dini <

• > 10 tahun

10 tahun )

3. Variabel paritas

• Nullipara ( wanita yang belum pernah melahirkan )

• Non nullipara ( wanita yang sudah pernah melahirkan )

4. Variabel IMT (Index Massa Tubuh)


(57)

Underweight : < 18,5 Normal weight : 18,5 – 22,9 Overweight : > 23

Pre Obese : 23 – 24,9

Obese I : 25 – 29,9

Obese II : >

• Obesitas : IMT 30

>

• Non obesitas : IMT 25 < 25

- Odd Ratio (OR) adalah Besarnya peran faktor predisposisi yg menunjukkan hubungan sebab akibat antara faktor predisposisi dan efek.

- ODDS RATIO (OR)

OR = {A/(A+B) : B/(A+B)} / {C/(C+D): D/(C+D)} = A/B : C/D

OR = AD/BC

TABEL STUDI KASUS KONTROL

KASUS KONTROL JUMLAH

FAKTOR RESIKO

YA A B A+B

TIDAK C D C+D


(58)

3.9 Kerangka Konsep

DITELUSURI FAKTOR PREDISPOSISI

Umur

Usia menarche

Paritas

Obesitas

Mioma Uteri

Bukan

Mioma Uteri

YA

TIDAK

YA


(59)

3.10. Alur Penelitian

Populasi Terjangkau

Mioma Uteri

1. Variabel umur

2. Variabel usia menarkhe 3. Variabel paritas

4. Variabel obesitas

Analisis Data


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis pasien yang datang berobat ke RS. H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring. Sampel penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kasus penderita mioma uteri berdasarkan hasil Patologi Anatomi sebanyak 100 orang dan kelompok kontrol yaitu penderita selain dari mioma uteri (Tumor ovarium) berdasarkan hasil Patologi Anatomi sebanyak 100 orang.

Tabel 4.1 Data Karakteristik penderita mioma uteri di RS. H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring

Karakteristik Mioma uteri Bukan mioma uteri

N % N %

Umur <20 tahun 0 0 8 8

21-30 tahun 7 7 22 22

31-40 tahun 28 28 30 30

41-50 tahun 65 65 40 40

Jumlah 100 100 100 100

Paritas Nullipara (0) 48 48 37 37


(61)

Multipara (2-4) 38 38 38 38

Grandemultipara (>5) 8 8 18 18

Jumlah 100 100 100 100

Menarche < 10 tahun 11 11 8 8

11- 13 tahun 44 44 42 42

>14 tahun 45 45 50 50

Jumlah 100 100 100 100

IMT <18,5 1 1 9 9

18.5-22,9 25 25 31 31

23-24,9 14 14 13 13

>25 60 60 47 47

Jumlah 100 100 100 100

Dilihat dari kelompok usia penderita pada penelitian ini, didapatkan bahwa jumlah kasus mioma uteri terbanyak pada kelompk usia 41-50 tahun sebesar 65 %. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Jung et al.12, (1998) di Pusan St. Benedict Hospital dan di Mokpo Korea serta diperkuat oleh pendapat Ran Ok et al.13, (2007) yang menyatakan bahwa kasus mioma uteri terbanyak terjadi pada kelompok usia 40 – 49 tahun.12,13 Begitu juga halnya menurut Wiknjosastro16 (2005) menyatakan bahwa frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35 – 50 tahun yang mendekati angka 40%.16

Pada wanita nullipara didapatkan 48 % penderita mioma uteri. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Trikurniasari

23

(2010) di RS. Poerwokerto, wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu kali hamil. Statistik menunjukkan 24,5 % mioma uteri berkembang pada wanita yang


(1)

lumbangaol

41 mimi

HAM

Aug-11

21

14

0

15.83

42 yusnani

HAM

Aug-11

23

10

0

20.48

43 domarita

HAM

Aug-11

24

13

0

19.91

44 tince mambarita

HAM

Aug-11

25

13

0

20.98

45 heppy natalia

HAM

Aug-11

18

14

0

17.88

46 kasih

PIRNGADI

Aug-11

50

14

7

30.76

47 dahlia ritonga

PIRNGADI

Aug-11

38

14

4

24.67

48 sugiartik

HAM

Aug-11

39

14

3

27.27

49 masyita

HAM

Jul-11

47

14

0

26.64

50 lili dirtayani

HAM

Jul-11

42

15

2

28.86

51 hary yanti

HAM

Jul-11

30

9

0

25.3

52 jamilah

HAM

Jul-11

42

12

7

29.05

53 imelda rohani

HAM

Jul-11

33

14

0

20.89

54 nuraisyah

HAM

Jul-11

35

12

5

28.27

55 linaria situmorang

HAM

May-11

45

14

3

27.56

56 febrina o kaban

HAM

May-11

31

13

0

21.64

57 linawati

PIRNGADI

May-11

39

10

2

25.97

58 purnama

PIRNGADI

May-11

26

13

0

20.07

59 martha sembiring

PIRNGADI

May-11

72

14

12

28.59

60 sri marti

HAM

Apr-11

36

13

3

21.64

61 asaria

HAM

Apr-11

29

12

4

22.36

62 tiarma zebua

HAM

Apr-11

30

14

0

20.89

63 radiah

HAM

Apr-11

43

12

4

25.78

64 sutrisni

HAM

Apr-11

36

16

3

26.67

65 nenny sinur

HAM

Apr-11

34

12

2

28.05

66 rukiah

HAM

Mar-11

48

14

9

27.78

67 nurbainah bintang

HAM

Jan-11

48

15

5

25.81

68 rubiyem

HAM

Dec-10

60

14

6

32.44

69 erniati hutapea

HAM

Dec-10

31

9

5

23.07

70 boinem

HAM

Dec-10

50

13

2

29.44

71 ida daulay

HAM

Dec-10

41

14

0

21.36

72 rani

HAM

Dec-10

48

14

5

29.82

73 nurmazuah

HAM

Dec-10

47

14

5

26.58

74 ida

HAM

Nov-10

41

14

0

25

75 rospita

HAM

Oct-10

48

14

1

25.1

76 novrayetti

PIRNGADI

Oct-10

39

18

0

27.56

77 asiah

PIRNGADI

Aug-10

19

11

0

23.1

78 nuliana

PIRNGADI

Aug-10

37

14

2

22.5

79 ayu

HAM

Aug-10

40

14

4

24

80 ruskiah

HAM

Aug-10

21

12

0

19.8

81 domdom

HAM

Jul-10

46

16

3

27.2

82 pansaria

HAM

Jul-10

46

15

2

29

83 putriana

HAM

Jul-10

27

10

0

22.4


(2)

85 desi

HAM

Jun-10

17

9

0

19.8

86 lina

HAM

May-10

34

13

4

25

87 barum sembiring

HAM

May-10

30

13

3

22.8

88 jessy

HAM

May-10

19

12

0

20.4

89 ismawati

HAM

May-10

34

11

1

24.3

90 indira

HAM

Apr-10

33

14

4

23.1

91 yuliana

HAM

Apr-10

50

15

5

27.5

92 suryanti

HAM

Apr-10

18

9

0

19.6

93 menseria barus

HAM

Apr-10

39

12

2

25.2

94 fauziah

HAM

Mar-10

47

12

4

28.8

95 ana

HAM

Mar-10

22

12

0

23.2

96 kemala dewi

HAM

Mar-10

41

14

1

27.7

97 isnaini

HAM

Mar-10

44

15

4

26.1

98 ningsih

HAM

Feb-10

55

15

1

26.5

99 hamina

HAM

Feb-10

42

10

4

22.1


(3)

Umurkelompok * NO Crosstabulation

Count

NO Total

Kontrol Kasus Kontrol

Umurkelompok <36 45 16 61

>35 55 84 139

Total 100 100 200

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Pearson Chi-Square 19.837(b) 1 .000 .000 .000

Continuity

Correction(a) 18.493 1 .000

Likelihood Ratio 20.455 1 .000 .000 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 19.738(c) 1 .000 .000 .000 .000

N of Valid Cases 200

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30.50. c The standardized statistic is 4.443.

Kelompmenarch * NO Crosstabulation

Count

NO Total

Kontrol Kasus Kontrol

Kelompmenarch <11 8 11 19

>10 92 89 181

Total 100 100 200

X2 = 0.523 p=0.631

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Pearson Chi-Square .523(b) 1 .469 .631 .315

Continuity

Correction(a) .233 1 .630

Likelihood Ratio .525 1 .469 .631 .315

Fisher's Exact Test .631 .315

Linear-by-Linear

Association .521(c) 1 .471 .631 .315 .148

N of Valid Cases 200

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.50. c The standardized statistic is -.722


(4)

Kelompokparitas * NO Crosstabulation

Count

NO Total

Kontrol Kasus Kontrol

Kelompokparitas 1.00 37 48 85

2.00 63 52 115

Total 100 100 200

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Pearson Chi-Square 2.476(b) 1 .116 .152 .076

Continuity

Correction(a) 2.046 1 .153

Likelihood Ratio 2.481 1 .115 .152 .076

Fisher's Exact Test .152 .076

Linear-by-Linear

Association 2.463(c) 1 .117 .152 .076 .033

N of Valid Cases 200

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 42.50. c The standardized statistic is -1.569.

KelompokIMT * NO Crosstabulation

Count

NO Total

Kontrol Kasus Kontrol

KelompokIMT 1.00 53 40 93

2.00 47 60 107

Total 100 100 200

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Pearson Chi-Square 3.397(b) 1 .065 .089 .044

Continuity

Correction(a) 2.894 1 .089

Likelihood Ratio 3.407 1 .065 .089 .044

Fisher's Exact Test .089 .044

Linear-by-Linear

Association 3.380(c) 1 .066 .089 .044 .021

N of Valid Cases 200

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 46.50. c The standardized statistic is 1.838.


(5)

subserosa 14 7.0 7.0 50.0

tidak ada 100 50.0 50.0 100.0

Total 200 100.0 100.0

uMURKAT * NO Crosstabulation

NO Total

Kontrol Kasus Kontrol

uMURKAT 1.00 Count 8 0 8

% within uMURKAT 100.0% .0% 100.0%

% within NO 8.0% .0% 4.0%

2.00 Count 22 7 29

% within uMURKAT 75.9% 24.1% 100.0%

% within NO 22.0% 7.0% 14.5%

3.00 Count 30 28 58

% within uMURKAT 51.7% 48.3% 100.0%

% within NO 30.0% 28.0% 29.0%

4.00 Count 25 57 82

% within uMURKAT 30.5% 69.5% 100.0%

% within NO 25.0% 57.0% 41.0%

5.00 Count 15 8 23

% within uMURKAT 65.2% 34.8% 100.0%

% within NO 15.0% 8.0% 11.5%

Total Count 100 100 200

% within uMURKAT 50.0% 50.0% 100.0%

% within NO 100.0% 100.0% 100.0%

pARITASKAT * NO Crosstabulation

NO Total

Kontrol Kasus Kontrol

pARITASKAT 1.00 Count 37 48 85

% within pARITASKAT 43.5% 56.5% 100.0%

% within NO 37.0% 48.0% 42.5%

2.00 Count 7 6 13

% within pARITASKAT 53.8% 46.2% 100.0%

% within NO 7.0% 6.0% 6.5%

3.00 Count 38 38 76

% within pARITASKAT 50.0% 50.0% 100.0%

% within NO 38.0% 38.0% 38.0%

4.00 Count 18 8 26

% within pARITASKAT 69.2% 30.8% 100.0%

% within NO 18.0% 8.0% 13.0%

Total Count 100 100 200

% within pARITASKAT 50.0% 50.0% 100.0%


(6)

MENARCHKAT * NO Crosstabulation

NO Total

Kontrol Kasus Kontrol

MENARCHKAT 1.00 Count 8 11 19

% within MENARCHKAT 42.1% 57.9% 100.0%

% within NO 8.0% 11.0% 9.5%

2.00 Count 42 44 86

% within MENARCHKAT 48.8% 51.2% 100.0%

% within NO 42.0% 44.0% 43.0%

3.00 Count 50 45 95

% within MENARCHKAT 52.6% 47.4% 100.0%

% within NO 50.0% 45.0% 47.5%

Total Count 100 100 200

% within MENARCHKAT 50.0% 50.0% 100.0%

% within NO 100.0% 100.0% 100.0%

IMTKAT * NO Crosstabulation

NO Total

Kontrol Kasus Kontrol

IMTKAT 1.00 Count 9 1 10

% within IMTKAT 90.0% 10.0% 100.0%

% within NO 9.0% 1.0% 5.0%

2.00 Count 31 25 56

% within IMTKAT 55.4% 44.6% 100.0%

% within NO 31.0% 25.0% 28.0%

3.00 Count 13 14 27

% within IMTKAT 48.1% 51.9% 100.0%

% within NO 13.0% 14.0% 13.5%

4.00 Count 47 60 107

% within IMTKAT 43.9% 56.1% 100.0%

% within NO 47.0% 60.0% 53.5%

Total Count 100 100 200

% within IMTKAT 50.0% 50.0% 100.0%