Respons Pertumbuhan Tanaman dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid terhadap Variasi Naungan dan Salinitas pada Mangrove Sonneratia alba Smith

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN DAN KONSENTRASI RANTAI PANJANG POLYISOPRENOID TERHADAP VARIASI NAUNGAN DAN SALINITAS PADA MANGROVE Sonneratia alba Smith.
SKRIPSI EVAN KHAROGI SINULINGGA 111201103/BUDIDAYA HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Respons Pertumbuhan Tanaman dan Konsentrasi Rantai

Panjang Polyisoprenoid terhadap Variasi Naungan dan

Salinitas pada Mangrove Sonneratia alba Smith.

Nama

: Evan Kharogi Sinulingga

NIM : 111201103

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing


Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S.Hut, M.Si., Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan

ABSTRAK
EVAN KHAROGI SINULINGGA. Respons Pertumbuhan Tanaman dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid terhadap Variasi Naungan dan Salinitas pada Mangrove Sonneratia alba Smith. Dibimbing oleh MOHAMMAD BASYUNI dan YUNASFI.
Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim. Kondisi ini memungkinkan mangrove untuk menghasilkan metabolit sekunder sebagai pertahanan kimia untuk kehidupan mereka. Polyisoprenoid merupakan salah satu metabolit sekunder yang belum diketahui fungsinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur respons pertumbuhan semai S. alba pada variasi naungan dan tingkat salinitas dan pengaruhnya terhadap konsentrasi rantai panjang polyisoprenoid. Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus sampai Desember 2014 menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan perlakuan naungan 0%, 25%, 50%, dan 75% dengan tingkat salinitas 0%, 1,5% dan 3%. Analisis kandungan NSL dan polyisoprenoid dilakukan dengan membandingkan daun dan akar semai S. alba pada perlakuan variasi naungan 0% dengan salinitas 3% dengan perlakuan variasi naungan 75% dengan salinitas 3%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan semai S. alba optimum pada perlakuan variasi naungan 0% dengan salinitas 3% dengan pensentase tumbuh mencapai 100%, tinggi 2,6 cm, diameter 0,17 mm, berat basah akar 0,113 g, berat kering akar 0,08 g, berat basah tajuk 0,15 g, berat kering tajuk 0,05 g, jumlah daun 4 dan rasio tajuk dan akar 0,59. Kandungan polyisoprenoid yang diperoleh dari perlakuan variasi naungan 0% dengan salinitas 3% pada jaringan daun adalah sebesar 190,5 ml dan 133,4 ml pada jaringan akar sedangkan pada perlakuan variasi naungan 75% dengan salinitas 3% adalah sebesar 185,2 ml pada jaringan daun dan 231,9 ml pada jaringan akar. Diduga polyisoprenoid berperan dalam beradaptasi dengan ketersediaan cahaya, dimana polyisoprenoid meningkat konsentrasinya dengan berkurangnya intensitas cahaya matahari pada semai S. alba.
Kata Kunci : Mangrove, S. alba, naungan, salinitas, polyisoprenoid

ABSTRACT
EVAN KHAROGI SINULINGGA. Response Plant Growth and Concentration long Chain Polyisoprenoid to Shade and Salinity Variations in Mangrove Sonneratia alba Smith under academic supervision by MOHAMMAD BASYUNI and YUNASFI.
Mangroves has a special ability to adapt with extreme environmental conditions. This condition allows mangroves to produce secondary metabolites as chemical defenses for their sustainability. Polyisoprenoid is one of the secondary metabolites which unknown function. The purpose of this study is to analyze the growth of S. alba seedling in responsse to shade variations and salinity concentration and its influence on the concentration of long-chain polyisoprenoid. The research was conducted from August to December 2014 using Factorial Completely Randomized design with shade treatment of 0%, 25%, 50%, and 75% along with salinity levels of 0%, 1.5% and 3%. Analysis of non-saponifiable lipid content and polyisoprenoid was done by comparing the leaves and roots of S. alba seedlings in variation 0% shade and 3% with salinity variations and in 75% shade with 3% salinity. The results showed that growth of S. alba seedling was optimum variation of 0% shade and 3% salinity showing 100% growth, 2.6 cm height, 0.17 mm diameter, 0.113 g fresh weight root, 0, 08 g dry weight root, 0.15 g wet weight shoot, 0.05 g dry weight shoot, 4 leaves number and ratio shoot and roots was 0.59. Polyisoprenoid content obtained at 190,5 ml in leaves an 133,4 ml in roots from variation 0% shade and with 3% salinity but in 75% shade with 3% salinity at 185,2 ml in leaves and 231,9 ml in roots. Polyisoprenoid may play an important role in adapting the availability light intensity, which polyisoprenoid concentration increased with reducing light intensity on S. alba seedling.
Key words : Mangroves, S. alba, shade, salinity, polyisoprenoid

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Berastagi, 08 Februari 1994 dari Efendi Sinulingga dan Martini Br Ginting. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis Lulusan SD Negeri 040462 Berastagi pada Tahun 2005, lulusan SMP Negeri 1 Berastagi pada tahun 2008, dan lulusan SMA Swasta Methodist Berastagi pada tahun 2011. Juni 2011 penulis diterima di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN. Selanjutnya penulis memilih peminatan Budidaya Hutan.
Penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) 22-31 Agustus 2013 di hutan pendidikan USU Tahura, Tongkoh, Kabupaten Karo. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi pada 28 Januari – 28 Februari 2014.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan berkat dan anugerah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Respons Pertumbuhan Tanaman dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid terhadap Variasi Naungan dan Salinitas pada Mangrove Sonneratia alba Smith.”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis Efendi Sinulingga dan Martini Br Ginting atas doa dan dukungannya selama ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D sebagai ketua komisi pembimbing skripsi dan Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. sebagai anggota komisi pembimbing skripsi, yang telah banyak membimbing dan memberikan arahan serta masukan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan, serta semua teman-teman mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang kehutanan.
Medan, April 2015
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK .................................................................................................
ABSTRACT ................................................................................................
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................
DAFTAR TABEL .....................................................................................
DAFTAR GAMBAR.................................................................................

PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................................ Tujuan Penelitian ........................................................................................ Manfaat Penelitian ...................................................................................... Hipotesis......................................................................................................

i ii iii iv vi vii
1 3 3 3

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove dan Karakteristiknya ....................................................... Sonneratia alba Smith. .............................................................................. Salinitas dan Naungan................................................................................. Polyisoprenoid ............................................................................................

4 5 7 9

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ...................................................................................... Alat dan Bahan............................................................................................ Pelaksanaan Penelitian ................................................................................
Penyiapan media tanam................................................................... Pengumpulan dan penanganan buah S. alba ................................... Penanaman dan Perlakuan............................................................... Pengamatan parameter ....................................................................
Persentase tumbuh semai (%).............................................. Pertambahan tinggi semai (cm) ........................................... Pertambahan diameter semai (mm) ..................................... Berat basah akar (g)............................................................. Berat basah tajuk (g)............................................................ Berat kering akar (g)............................................................ Berat kering tajuk (g)........................................................... Rasio tajuk dan akar ............................................................ Analisis statistik .............................................................................. Ekstraksi lipid.................................................................................. Analisis NSL (nonsaponifieble lipids) dan Polyisoprenoid ............ Analisis thin-layer chromatography (TLC) ....................................

12 12 13 13 13 14 14 14 15 15 15 15 15 16 16 16 17 17 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi perlakuan dengan parameter Pengamatan .................................... Persentase tumbuh semai S. alba ................................................................ Respons pertumbuhan tinggi tanaman S. alba ........................................... Respons pertumbuhan diameter tanaman semai S. alba ............................. Respons pertumbuhan berat basah dan berat kering akar S. alba ............... Respons pertumbuhan berat basah dan berat kering tajuk S. alba.............. Respons pertumbuhan jumlah daun S. alba ................................................ Rasio Tajuk dan akar S. alba ...................................................................... Polyisoprenoid ............................................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ................................................................................................. Saran ...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


18 20 21 23 25 27 29 31 36
40 40

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tingkat salinitas optimum untuk pertumbuhan mangrove ..................

7

2. Intensitas naungan optimum untuk pertumbuhan mangrove ..............

9

3. Nonsaponifieble Lipids (NSL) pada semai S. alba. H0 merupakan perlakuan naungan 0% dengan salinitas 3% dan H75 merupakan perlakuan naungan 75% dengan salinitas 3% ......................................

36

DAFTAR GAMBAR


No. Halaman

1. Hasil pengukuran persentase tumbuh semai tanaman S. alba pada umur 3 bulan.. ......................................................................................

20

2. Hasil pengukuran respons pertumbuhan tinggi tanaman S. alba pada umur 3 bulan (n = 0 – 13). Tanda * mengindikasikan secara statistik berpengaruh nyata pada P < 0,05 menurut uji Dunnet..........

22

3. Hasil pengukuran respons pertumbuhan diameter tanaman S. alba pada umur 3 bulan (n = 0 – 13). Tanda * mengindikasikan secara statistik berpengaruh nyata pada P < 0,05 menurut uji Dunnet..........

24

4. Hasil pengukuran respons pertumbuhan berat basah akar tanaman S. alba (A). Hasil pengukuran respons pertumbuhan berat kering akar tanaman S. alba (B) pada umur 3 bulan (n = 4 – 13). Tanda * mengindikasikan secara statistik berpengaruh nyata pada P < 0,05 menurut uji Dunnet. ............................................................................

25

5. Hasil pengukuran respons pertumbuhan berat basah tajuk tanaman S. alba (A), Hasil pengukuran respons pertumbuhan berat basah kering tanaman S. alba (B) pada umur 3 bulan (n = 0 – 13). Tanda * mengindikasikan secara statistik berpengaruh nyata pada P < 0,05 menurut uji Dunnet ....................................................................


27

6. Hasil pengukuran respons pertumbuhan jumlah daun tanaman semai S. alba pada umur 3 bulan (n = 0 – 13). Tanda * mengindikasikan secara statistik berpengaruh nyata pada P < 0,05 menurut uji Dunnet. .............................................................................

30

7. Hasil pengukuran rasio berat kering tajuk dan akar ( n = 0-13). Tanda * mengindikasikan secara statistik berpengaruh nyata pada P < 0,05 menurut uji Dunnet................................................................

31

8. Thin-Layer Chromatography polyisoprenoid alkohol (dolichol) dari semai daun dan akar S. alba dimana S merupakan standar dolichol, 1-3 merupakan daun semai S. alba perlakuan naungan 0%, 4-6 merupakan daun semai S. alba perlakuan naungan 75%, 7-9 merupakan akar semai S. alba perlakuan naungan 0% dan 10-12 merupakan akar semai S. alba perlakuan naungan 75%......................

38

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji Dunnet semai S. alba ...........


46

2. Korelasi antara variasi naungan dan salinitas dengan parameter pengamatan .........................................................................................

53

3. Dokumentasi kegiatan penelitian .........................................................

62

ABSTRAK
EVAN KHAROGI SINULINGGA. Respons Pertumbuhan Tanaman dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid terhadap Variasi Naungan dan Salinitas pada Mangrove Sonneratia alba Smith. Dibimbing oleh MOHAMMAD BASYUNI dan YUNASFI.
Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim. Kondisi ini memungkinkan mangrove untuk menghasilkan metabolit sekunder sebagai pertahanan kimia untuk kehidupan mereka. Polyisoprenoid merupakan salah satu metabolit sekunder yang belum diketahui fungsinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur respons pertumbuhan semai S. alba pada variasi naungan dan tingkat salinitas dan pengaruhnya terhadap konsentrasi rantai panjang polyisoprenoid. Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus sampai Desember 2014 menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan perlakuan naungan 0%, 25%, 50%, dan 75% dengan tingkat salinitas 0%, 1,5% dan 3%. Analisis kandungan NSL dan polyisoprenoid dilakukan dengan membandingkan daun dan akar semai S. alba pada perlakuan variasi naungan 0% dengan salinitas 3% dengan perlakuan variasi naungan 75% dengan salinitas 3%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan semai S. alba optimum pada perlakuan variasi naungan 0% dengan salinitas 3% dengan pensentase tumbuh mencapai 100%, tinggi 2,6 cm, diameter 0,17 mm, berat basah akar 0,113 g, berat kering akar 0,08 g, berat basah tajuk 0,15 g, berat kering tajuk 0,05 g, jumlah daun 4 dan rasio tajuk dan akar 0,59. Kandungan polyisoprenoid yang diperoleh dari perlakuan variasi naungan 0% dengan salinitas 3% pada jaringan daun adalah sebesar 190,5 ml dan 133,4 ml pada jaringan akar sedangkan pada perlakuan variasi naungan 75% dengan salinitas 3% adalah sebesar 185,2 ml pada jaringan daun dan 231,9 ml pada jaringan akar. Diduga polyisoprenoid berperan dalam beradaptasi dengan ketersediaan cahaya, dimana polyisoprenoid meningkat konsentrasinya dengan berkurangnya intensitas cahaya matahari pada semai S. alba.
Kata Kunci : Mangrove, S. alba, naungan, salinitas, polyisoprenoid

ABSTRACT
EVAN KHAROGI SINULINGGA. Response Plant Growth and Concentration long Chain Polyisoprenoid to Shade and Salinity Variations in Mangrove Sonneratia alba Smith under academic supervision by MOHAMMAD BASYUNI and YUNASFI.
Mangroves has a special ability to adapt with extreme environmental conditions. This condition allows mangroves to produce secondary metabolites as chemical defenses for their sustainability. Polyisoprenoid is one of the secondary metabolites which unknown function. The purpose of this study is to analyze the growth of S. alba seedling in responsse to shade variations and salinity concentration and its influence on the concentration of long-chain polyisoprenoid. The research was conducted from August to December 2014 using Factorial Completely Randomized design with shade treatment of 0%, 25%, 50%, and 75% along with salinity levels of 0%, 1.5% and 3%. Analysis of non-saponifiable lipid content and polyisoprenoid was done by comparing the leaves and roots of S. alba seedlings in variation 0% shade and 3% with salinity variations and in 75% shade with 3% salinity. The results showed that growth of S. alba seedling was optimum variation of 0% shade and 3% salinity showing 100% growth, 2.6 cm height, 0.17 mm diameter, 0.113 g fresh weight root, 0, 08 g dry weight root, 0.15 g wet weight shoot, 0.05 g dry weight shoot, 4 leaves number and ratio shoot and roots was 0.59. Polyisoprenoid content obtained at 190,5 ml in leaves an 133,4 ml in roots from variation 0% shade and with 3% salinity but in 75% shade with 3% salinity at 185,2 ml in leaves and 231,9 ml in roots. Polyisoprenoid may play an important role in adapting the availability light intensity, which polyisoprenoid concentration increased with reducing light intensity on S. alba seedling.
Key words : Mangroves, S. alba, shade, salinity, polyisoprenoid


PENDAHULUAN
Latar Belakang Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi
dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi, intensitas cahaya yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Dengan kondisi lingkungan seperti itu, beberapa jenis mangrove mengembangkan mekanisme yang memungkinkan secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan tubuhnya, sementara yang lainnya mengembangkan sistem akar napas untuk membantu memperoleh oksigen bagi sistem perakarannya (Noor, 2006). Kondisi ekstrim ini memungkinkan mangrove untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder sebagai pertahanan kimia untuk beradaptasi. agar dapat tumbuh dan berkembang.
Dalam beberapa penelitian sebelumnya telah ditemukan beberapa senyawa metabolit sekunder di hutan mangrove diantaranya adalah alkaloid, triterpenoid, saponin, fitosterol dan poliphenol (Basyuni et al., 2007). Metabolit sekunder yang ditemukan dalam tanaman memiliki peran dalam pertahanan terhadap herbivora, hama dan patogen serta sebagai salah satu mekanisme adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim. Peran metabolit sekunder dalam pertahanan mungkin melibatkan pencegahan/anti-feedant aktivitas, toksisitas atau bertindak sebagai prekursor untuk sistem pertahanan fisik (Bennett dan Wallsgrove, 1994). Berdasarkan penelitian Swiezewska dan Danikiewicz (2005), polyisoprenoid alkohol terakumulasi dalam semua organisme, mulai dari bakteri hingga mamalia dan merupakan struktur yang unik dan fitur dengan peranan masing-masing dalam melakukan adaptasi namun belum diketahui peran dan fungsinya.

Hutan mangrove tersebar luas di seluruh daerah tropis dan sub tropis di dunia yang tumbuh subur di sepanjang garis pantai. Diperkirakan luas total hutan mangrove di Indonesia adalah 3,11 juta ha, yang mewakili sekitar 22,6 % dari hutan mangrove di dunia (Giri et al., 2011). Namun keberadaan hutan mangrove tersebut tidak memberikan nilai ekonomi yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat sekitar hutan. Oleh karena itu, hutan mangrove kerap dialih fungsikan untuk pertambangan, perkebunan, pertambakan dan lahan-lahan pertanian.
Dalam 2 dekade terakhir luas hutan mangrove secara global menurun setidaknya 35% dengan laju degradasi sebesar 2,1% pertahunnya sejak tahun 1980-an dari total luas sekitar 17 juta ha (Valiela et al., 2001). Berdasarkan penelitian Giri et al. (2011) luas hutan mangrove pada 118 negara termasuk Indonesia pada tahun 2000 hanya sekitar 13,7 juta ha. Menurut Nugroho (2012) di Indonesia sendiri dari sekitar 3,11 juta ha hutan mangrove 1,8 juta ha telah mengalami kerusakan yang cukup serius, alih fungsi mangrove menjadi kawasan tambak menjadi penyebab utama kerusakan ini selain pembukaan kawasan hutan untuk perkebunan, pertanian dan pertambangan.
Dengan tingkat kerusakan mangrove yang cukup tinggi di Indonesia maka kegiatan rehebilitasi dan reboisasi menjadi suatu kegiatan yang sangat penting untuk mencegah kerusakan yang lebih besar sekaligus memperbaiki kondisi hutan mangrove yang telah rusak. Namun kegiatan rehabilitasi dan reboisasi di Indonesia umumnya menggunakan jenis Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, R. stylosa dan R. mucronata (Field, 1996) dengan demikian akan sulit kedepannya menjumpai jenis-jenis lain seperti Sonneratia, Xylocarpus, Avicennia, dan jenis lainnya yang juga memiliki peranan penting dalam

keberlangsungan ekosistem mangrove. Perepat (Sonneratia alba) merupakan salah satu jenis mangrove yang termasuk ke dalam jenis sekresi dan intoleran terhadap air tawar untuk periode yang lama serta merupakan salah satu jenis mangrove sejati mayor yang menyukai kondisi salinitas yang tinggi (Kusmana et al., 2003). Namun sampai saat masih sedikit studi yang membahas tentang aspek morfologi dan fisiologi tanaman ini di bawah variasi naungan dan salinitas, hal ini disebabkan karena sulitnya membudidayakan bibit dari biji S. alba yang tergolong kedalam biji normal yang berbeda dengan spesies Rhizophora, Bruguiera, maupun Avicenia yang berkembang biak menggunakan propagul dan biji yang bersifat kriptovivipari. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur respons pertumbuhan S. alba pada variasi naungan dan tingkat salinitas serta pengaruhnya terhadap konsentrasi rantai panjang polyisoprenoid. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan penelitian dan sumber informasi bagi ilmu pengetahuan terkait aspek fisiologi dan morfologi semai S. alba pada variasi naungan dan salinitas serta pengaruhnya terhadap rantai panjang polyisoprenoidnya. Hipotesis
Variasi naungan dan tingkat salinitas yang diberikan berbeda nyata terhadap pertumbuhan semai S. alba dan konsentrasi rantai panjang polyisoprenoidnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Mangrove dan Karakteristiknya Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang unik yang termasuk ke
dalam ekosistem hutan yang ditandai oleh vegetasi yang sangat khusus dan khas dan dibatasi oleh lingkungan (Raymold dan Queen, 1974). Tanaman mangrove tersebar meliputi bagian zona pasang surut di daerah tropis dan daerah subtropis. Mangrove adalah tanaman yang toleran terhadap garam, yang mampu tumbuh diberbagai tingkatan salinitas mulai dari air tawar sampai daerah dengan tingkat salinitas yang sangat tinggi hal ini dikarenakan mangrove memiliki mekanisme khusus untuk mengeluarkan kelebihan garam dari tubuhnya (Tomlinson, 1986). Ada sekitar 70 jenis mangrove dengan 30 genus dan 20 famili, yang setiap jenisnya memiliki peran penting di ekosistem pantai lahan basah (Duck, 1992).
Menurut Saenge, et al. (1983) hutan mangrove tersusun atas 2 kelompok utama yakni mangrove sejati dan mangrove ikutan. Mangrove sejati dalah sebutan untuk tanaman managrove yang hidup terbatas hanya di daerah mangrove, karena diluar kawasan mangrove, kelompok ini tak dapat tumbuh, contohnya adalah apiapi (Avicennia marina), prepat (Sonneratia alba), dan nipah (Nypa frutican). Mangrove ikutan adalah mangrove yang mampu tumbuh tidak hanya dikawasan hutan mangrove saja, kelompok tumbuhan ini juga sering dijumpai diluar kawasan mangrove. Sedangakan lebih lanjut menurut Tomlinson (1986) mengklasifikasikan vegetasi mangrove menjadi mangrove mayor, mangrove minor dan asosiasi. Mangrove mayor (true mangrove) merupakan mangrove yang mampu membentuk tegakan murni, sehingga mendominasi di tempat tumbuhnya. Mangrove minor dibedakan atas ketidakmampuannya membentuk tegakan murni,


sedangkan tumbuhan asosiasi adalah tumbuhan yang toleran terhadap salinitas dan dapat berasosiasi dengan mangrove mayor.
Setiap jenis mangrove yang tumbuh berkaitan erat dengan faktor lingkungannya, diantaranya media tumbuh, genangan air pasang, salinitas, erosi, penambahan lahan pesisir, fisiografi, kondisi sungai dan aktivitas manusia, sehingga secara khas membentuk pola zonasi (Watson, 1928; Chapman, 1975; Hann, 1931; Kusmana et al, 2003). Setiap spesies mangrove (terutama mangrove yang termasuk dalam genus Rhizophora, Bruguiera, Sonneratia, Heritiera dan Nypa) pada kondisi ekologi yang berkaitan dengan tingkat salinitas air dan kondisi tanah, serta rezim genangan mampu membentuk zona yang khas (Blasco et al., 1996). Bengen (1999) menyatakan bahwa zonasi mangrove Indonesia pada umumnya di daerah paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi Avicennia dan Sonneratia, kemudian lebih ke darat lagi dengan kadar salinitasnya agak rendah didominasi Rhizophora. Selain itu juga dijumpai Bruguiera dan Xylocarpus kemudian daerah yang memiliki substrat tanah berlumpur keras dan terendam pada saat air pasang tertinggi didominasi Bruguiera, zona yang paling belakang dan berbatasan dengan daratan biasanya ditumbuhi oleh Nypa fruticans dan pandan laut (Pandanus sp.). Sonneratia alba Smith.
Perepat (Sonneratia alba Smith.) merupakan salah satu spesies mangrove mayor dari famili sonneratiaceae berjenis sekresi dengan klasifikasi sebagai berikut (Noor et al., 1999) Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo

: Myrtales


Famili

: Sonneratiaceae

Genus

: Sonneratia

Spesies

: Sonneratia alba Smith.

S. alba, S. caseolaris, dan S. ovata memiliki pohon berukuran sedang

hingga besar, tetapi memiliki viabilitas biji yang rendah (Sukristijono, 1984).

S. alba umumnya tumbuh di zona intertidal rendah, S. alba intoleran terhadap air

tawar untuk jangka waktu yang lama dan lebih suka salinitas tinggi. Di zona


intertidal rendah, S. alba dapat menjadi spesies dominan bersama dengan

A. marina, membentuk tegakan murni sepanjang margin arah laut dari jangkauan.

S. alba memiliki pohon dengan tinggi mencapai 15 m dengan akar pasak.

Buahnya mengandung banyak biji (100-200 biji) dan tidak akan membuka pada

saat telah matang, dengan diameter buah 3,5-4,5 cm. Buahnya berasa asam dan

dapat dimakan. Di Sulawesi, kayu dibuat untuk perahu dan bahan bangunan, atau

sebagai bahan bakar ketika tidak ada bahan bakar lain. Akar napas S. alba

digunakan oleh Orang Irian untuk gabus dan pelampung (Noor el al., 1999).

S. alba berkembangbiak secara generatif dengan perbanyakan biji normal hal ini

berbeda dengan jenis mangrove lainnya yang berkembang biak dengan propagul

yang bersifat vivipari dan biji yang bersifat kriptovivipari sehingga jenis ini

menjadi salah satu jenis yang cukup sulit dibudidayakan (Hachinohe et al., 1999).

Salinitas dan Naungan

Salinitas memainkan peran penting dalam mengatur pertumbuhan dan

distribusi mangrove, karena toleransi terhadap garam merupakan salah satu

mekanisme adaptasi mangrove (Wang, 2011). Berdasarkan cara mangrove

beradaptasi dari salinitas, tanaman mangrove dapat diklasifikasikan ke dalam dua

kelompok hal yakni, mangrove sekresi dan nonsekresri (Scholander et al., 1962).

Tanaman mangrove berjenis sekresi yang toleran terhadap garam

menyerap dan menyimpan garam di jaringannya dan kemudian kelebihan garam

ini dikeluarkan melalui kelenjar-kelenjar khusus yang terdapat pada daun.

Sedangkan untuk tanaman mangrove non-sekresi kelebihan garam diatasi dengan

mengakumulasikan garam pada bagian daun dan mengugurkannya

(Clogh et al., 1982). Meskipun tanaman mampu hidup dan beradaptasi dengan

lingkungan salinitas yang tinggi, tanaman mangrove tetap saja membutuhkan air

tawar dalam mekanisme pertumbuhannya (Naidoo, 1987).

Beberapa penelitian sebelumnya terkait dengan respons pertumbuhan

tanaman mangrove terhadap salinitas menunjukkan pengaruh nyata terhadap

pertumbuhan tanaman mangrove. Berdasarkan penelitian tersebut, menunjukkan

bahwa setiap spesies mangrove memiliki tingkat salinitas yang optimum yang

bervariasi untuk pertumbuhannya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tingkat salinitas optimum untuk pertumbuhan mangrove

Jenis

Salinitas

Referensi

B.gymnorrhiza

0,00-0,70%

A. marina

2,25-3,00%

Hutahaen et al. (1999)

R. mucronata

0,75-0,15%

R. stylosa

0,50%

Ester et al. (2013)

C. tagal

0,50%

Ramayani et al. (2012)

R. apiculata

1,50%

Prayunita et al. (2012)

Cahaya merupakan salah satu faktor penting dalam berlangsungnya kegiatan fotosintesis dalam metabolisme tumbuhan, namun setiap jenis tanaman membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda (Farnsworth dan Ellison, 1996). Banyaknya intensitas cahaya yang masuk mempengaruhi suhu yang berperan dalam pertumbuhan tanaman di persemaian. Tingginya intensitas cahaya dapat menyebabkan tumbuhan menjadi kerdil, dan menyebabkan gugurnya daun, namun intensitas cahaya yang rendah dapat menyebabkan etiolasi pada bibit sehingga dapat menyebabkan kematian pada bibit (Marschner, 1995).
Berdasarkan hasil penelitian Anwar (1997) menunjukkan korelasi antara tingkat naungan diterapkan pada pembibitan dan pertumbuhan bibit B. gymnorrhiza. Ada kecenderungan bahwa tinggi, jumlah pertumbuhan daun, dan peningkatan persentase hidup mangrove ketika variasi naungan meningkat. Cahaya berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhanan dan kelangsungan hidup anakan mangrove, di lingkungannya anakan mangrove yang berada di bawah tajuk hutan mangrove telah beradaptasi atas cahaya yang minimun sehingga pertumbuhannya tetap dapat optimum (Smith, 1987).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Haoofman et al. (2006) yang meneliti hubungan antara salinitas dan intensitas matahari menunjukkan bahwa fotosintesis, pertumbuhan, dan tingkat ketahanan hidup lebih meningkatkan dengan peningkatan ketersediaan cahaya bagi tanaman yang tumbuh pada salinitas rendah dibandingkan tanaman yang tumbuh pada salinitas tinggi. Hal ini sesuai penelitian Clarke dan Allaway (1993) sebelumnya yang menghubungkan antara pengaruh salinitass, sedimen, dan intensitas cahaya terhadap pertumbuhan tanaman mangrove yang menyatakan bahwa pertumbuhan bibit lebih cepat di

celah-celah tajuk yang memiliki sedimentasi yang tidak tercemar dengan tingkat

salinitas rendah dan hal ini sama dengan hasil yang diperoleh oleh Smith (1987)

bahwa mangrove lebih suka tempat tumbuh yang memiliki intensitas cahaya yang

tinggi.

Berikut ini beberapa hasil penelitian sebelumnya terkait variasi naungan

yang optimum untuk pertumbuhan beberapa jenis mangrove, yang dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Intensitas naungan optimum untuk pertumbuhan mangrove

Jenis

Intensitas naungan Referensi

B. gymnorrhiza

25 %

Anwar (1997)

R. mucronato

75 %

Yanti et al. (2011)

R. apiculato

50 %

Simarmata et al. (2011)

A. marina

50 %

Keliat et al. (2013)

Polyisoprenoid

Tumbuhan mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder dengan

struktur molekul dan aktivitas biologik yang beraneka ragam (Radji, 2005).

Polyisoprenoid alkohol (dolichols dan polyprenols) merupakan salah satu

metabolit sekunder dari tumbuhan yang ditemukan di semua makhluk hidup mulai

dari bakteri hingga mamalia (Surmacz dan Swiezewska, 2011). Rantai

polyisoprenoid alkohol tersusun dari 5-100 lebih unit isoprenoid yang

menciptakan polimer yang berbeda dalam rantai panjang konfigurasi

geometrisnya (Ciepichal et al., 2011).

Polyisoprenoid dibagi ke dalam dua kelompok yakni polyprenols-allylic

alcohols (polyprenol) dengan satu ikatan ganda di setiap unit isoprenoid, dan

dolichols tanpa ikatan rangkap dalam unit isoprenoid di terminal –OH. Dolichols

umumnya ditemukan pada hewan, sel ragi, dan akar tanaman sedangkan

polyprenols pada bakteri dan jaringan fotosintesis tanaman (Swiezewska dan

Danikiewicz, 2005). Perbedaaan rantai panjang polyprenol dengan dolichol terletak pada unit isoprennya dimana polyprenol terdiri dari 5-50 unit isoprena yang sering ditemui dalam fraksi lipid yang tidak tersabunkan dari daun spermatophyta sedangkan dolichols merupakan komponen struktural penting dari membran eukariotik dimana dolichols mewakili keluarga lipid polyisoprenoid memiliki 16-22 unit isoprena, terutama di cis-configuration, dengan unit-isopren jenuh, yang berfungsi membawa monosakarida dan oligosakarida (Sagami, 1992; Wieslaw et al., 1994; Haeuptle 2009). Enzim yang berperan dalam sintesis polyisoprenoid adalah cis-prenyltransferase yang berperan dalam pembangunan rantai panjang hidrokarbon.
Berdasarkan penelitian Tateyama et al. (1999) dolichol merupakan senyawa metabolit sekunder yang merupakan bagian polyisoprenoid yang dominan terdapat di jaringan akar dan daun. Perbedaan rasio kandungan dolichol dan polyprenol pada jaringan tanaman selalu berbeda-beda, rasio polyprenol dan dolichol pada daun famili Capparidaceae adalah 1:1 dan 2:1 pada daun karet, namun pada beberapa tanaman paku-pakuan hanya mengandung sanyawa dolichol (Jankowski et al., 1994; Tateyama et al., 1999; Wojtas et al., 2005).
Hutan mangrove yang dikenal kaya dengan metabolit sekunder memiliki perananya masing-masing. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Basyuni et al. (2012) menjelaskan bahwa triterpenoid yang merupakan salah satu metabolit sekunder yang ada pada mangrove digunakan untuk beradaptasi terhadap tingginya salinitas air laut. Dalam penelitiannya yang lain menunjukkan bahwa senyawa metabolit sekunder triterpenoid meningkat keberadaanya di daun dan di akar dengan meningkatnya salinitas yang di berikan pada A. marina dan

R. stylosa. Hal ini sesuai dengan penelitian Basyuni et al. (2005) sebelumnya bahwa tingkat mRNA meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam pada daun dan akar K. candel dan begitu juga pada B. gymnorrhiza. Selain itu keberadaan metabolit sekunder seperti triterpenoid dan fitosterol pada mangrove dapat digunakan sebagai karakter kemataksonomi untuk membedakan spesies dari mangrove (Basyuni et al., 2012).

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus sampai dengan Desember 2014.
Penelitian ini terdiri atas tiga tahapanan yang dilakukan di tempat yang berbeda, persemaian dilaksanakan di laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Penanaman dilaksanakan di lahan pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan ekstraksi polyisoprenoid dilaksanakan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sprayer, ember plastik, jangka sorong, penggaris, Refractometer (Master Refractometer), timbangan (Camry; Model: EK3820), kamera digital, cutter, gunting, alat tulis, perangkat komputer yang dilengkapi paket SPSS 16,0 dan Ms. Excel 2007, oven, tube, dan vakum.
Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah buah Sonneratia alba yang sehat dan matang yang diambil dari Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, air, bak kecambah, pasir sungai (tanpa salinitas) yang sudah disterilkan, pot plastik, paranet 25%, 50%, dan 75%, label nama, garam, klorofom, methanol, kertas filter, larutan Na, nitrogen cair, ethanol, KOH, dan larutan hexan. Pelaksanaan Penelitian A. Penyiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah pasir sungai (tidak memiliki salinitas). Konsentrasi garam dibuat dengan melarutkan bubuk garam komersial

untuk membuat salinitas 0%, 1,5%, dan 3% (sama dengan level air laut, metode ini mengacu pada penelitian Basyuni et al., (2009, 2012)). Dimana garam yang dipakai adalah marine salt. Untuk membuat konsentrasi salinitas 1,5%, 3% dengan cara melarutkan 17 gram, dan 34 gram bubuk garam komersial masingmasing dalam 1 liter air. B. Pengumpulan dan Penanganan Buah S. alba
Buah S.alba diperoleh dari pohon yang telah dewasa di Pulau Sembilan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Buah yang dikumpulkan merupakan buah yang matang secara fisiologis dan bijinya siap untuk dikecambahkan. Ciri-ciri buah S. alba yang telah matang ditandai dengan karakteristik diameter buah berukuran lebih dari 4 cm, buah berwarna hijau kekuningan dan kelopak buah mudah terlepas dari buahnya, dan bijinya sudah mengeras. Jumlah biji dalam satu buah S.alba bisa mencapai 100-200 biji.
Buah yang sudah terseleksi kemudian direndam kedalam ember yang berisi air bersih selama 2 jam, serta diaduk dengan menggunakan tongkat pengaduk. Setelah 2 jam biji akan mengapung kemudian diangkat menggunakan saringan dan ditiriskkan diatas permukaan koran. Biji kemudian diseleksi dari hama dan kotoran. Biji yang telah diseleksi kemudian direndam di dalam ember berisi air bersih selam 2 hari sampai biji mengembang dan mengeluarkan radikula. Kemudian biji tersebut disemaikan dalam bak kecambah dengan media pasir yang telah disterilkan dengan kedalam benih 5 mm dari permukaan media, kemudian benih disiram 2 kali sehari selama 3 minggu (Hachinohe et al., 1999).

C. Penanaman dan Perlakuan

Penanaman dilakukan ketika semai sonneratia alba telah berdaun 2

dengan tinggi ± 2 cm yang kemudian ditanam kedalam pot plastik dengan media

pasir yang sudah disterilkan kemudian ditempatkan di berbagai variasi naungan

yang telah ditentukan (tanpa naungan, 25%, 50%, dan 75%), untuk setiap

penyiraman dengan varasi salinitas yang diberikan (0%, 1,5%, dan 3%) masing-

masing 13 ulangan.

Pada setiap perlakuan naungan terdapat 3 perlakuan salinitas sehingga

terdapat 12 kombinasi perlakuan secara keseluruhan yaitu perlakuan kombinasi

tanpa naungan dengan salinitas 0% (C0), tanpa naungan dengan salinitas 1,5%

(M0), tanpa naungan dengan salinitas 3% ( H0), naungan 25% dengan salinitas

0% (C25), naungan 25% dengan salinitas 1,5% (M25), naungan 25% dengan

salinitas 3% (H25), naungan 50% dengan salinitas 0% (C50), naungan 50%

dengan salinitas 1,5% (M50), naungan 50% dengan salinitas 3% (H50), naungan

75% dengan salinitas 0% (C75), naungan 75% dengan salinitas 1,5% (M75), dan

naungan 75% dengan salinitas 3% (H75). Konsentrasi garam pada setiap

perlakuan pot diperiksa setiap selama percobaan dengan refractometer.

Pengamatan Parameter

Pengamatan dilakukan 3 bulan setelah tanam dan parameter yang diamati

adalah:

1. Persentase Tumbuh Semai (%)

Perhitungan persentase tumbuh semai dilakukan sebelum dilakukan

pemanenan. Persentase tumbuh semai dihitung dengan:

%



=

ℎ ℎ ℎ

×

100%

2. Pertambahan Tinggi Semai (cm) Pengambilan data tinggi setelah 3 bulan penanaman semai dengan
menggunakan penggaris, pada setiap satuan percobaan. Tinggi semai diukur mulai dari bagian plumula sampai titik tumbuh tertinggi. 3. Pertambahan Diameter Semai (mm)
Pengukuran diameter semai dilakukan pada pangkal batang dengan menggunakan jangka sorong. Pengambilan data diameter dilakukan bersamaan dengan pengambilan data tinggi semai. 4. Berat Basah Akar (g)
Untuk mendapatkan berat basah akar, bagian akar yang baru dipanen dimasukkan ke dalam amplop dan diberi label sesuai dengan perlakuan kemudian ditimbang berat akar S. alba 5. Berat Basah Tajuk (g)
Untuk mendapatkan berat basah tajuk, bagian tajuk yang baru dipanen dimasukkan ke dalam amplop dan diberi label sesuai dengan perlakuan yang kemudian ditimbang berat tajuk S. alba. 6. Berat Kering Akar (g)
Untuk mendapatkan berat kering akar, bagian akar dimasukkan ke dalam amplop dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Kemudian akar S. alba dioven pada suhu 75ºC sampai berat kering konstan (24 jam) lalu ditimbang berat kering akar S. alba. 7. Berat Kering Tajuk (g)
Untuk mendapatkan berat kering tajuk, bagian tajuk dimasukkan ke dalam amplop dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Kemudian tajuk S. alba dioven

pada temperatur 75ºC sampai berat kering konstan (24 jam), lalu ditimbang berat

kering tajuk S. alba.

8. Rasio Tajuk dan Akar

Perhitungan rasio tajuk dan akar dilakukan pada akhir pengamatan.

Perhitungan rasio tajuk dan akar dapat diperoleh dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :



=



Analisis Statistik

Data dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial

dengan 4 perlakuan variasi naungan dan 3 perlakuan salinitas dengan 13 ulangan

yang dilanjutkan dengan uji Dunnet untuk perbandingan seluruh perlakuan

terhadap kontrol menggunakan SPSS versi 16 dengan model linear

Dimana :

= + + + ()+∈

: Hasil pengukuran respon pertumbuhan tanaman pada perlakuan variasi

naungan ke-i dan perlakuan salinitas ke-j pada ulangan ke-k : Nilai rataan umum (mean) : Pengaruh variasi naungan ke-i : Pengaruh tingkat salinitas ke-j () : Interaksi perlakuan variasi naungan ke-i dan perlakuan salinitas ke-j ∈ : pengaruh galat perlakuan variasi naungan ke-i dan perlakuan salinitas ke-

j pada ulangan ke-k

D. Analisis NSL (Nonsaponifiable Lipids) dan Polyisoprenoid Daun dan akar semai S.alba yang telah berumur 3 bulan dikeringkan
selama 24 jam pada suhu 60oC – 76oC. Jaringan yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan menjadi bubuk. Bubuk kemudian direndam ke dalam 20 ml CHCl3:CH3OH (2:1) selama satu hari. Kedua jenis larutan kemudian diinkubasi pada suhu 40oC selama 2 jam. Kemudian secara terpisah masing-masing larutan difilter dan dihasilkan filtrate. Hasil filtrate disebut juga ekstrak lipid.
Ekstrak lipid dari daun, disaponifikasi pada suhu 65oC – 70oC selama 2 jam dalam 2 ml metanol 50% yang mengandung 2 M KOH. Ekstrak lipid dari akar disaponifikasi pada suhu 55oC selama 3 jam dalam 20 ml ethanol 95% yang mengandung 15 % (w/v) KOH. Saponin yang tak tersabunkan dari lipid mentah dari masing-masing jaringan diekstraksi dengan hexane dan pelarut organik yang telah di evaporasikan. Sisa dari masing-masing sampel dilarutkan dalam methanol dan diterapkan ke dalam sebuah kolom RP-18 Sep-Pak dengan methanol dan lipid non-polar yang mengandung alkohol polyisoprenoid dengan hexane. E. Analisis Thin-Layer Chromatography (TLC)
Silika gel 60 normal phase dilarutkan dengan toluene : etil asetat (19:1). Polyisoprenoid alkohol dipisahkan dan diteliti dengan TLC yang telah diidentifikasi dan divisualisasikan dengan iodine vapour. Selanjutnya gambar chromatograpy dihasilkan dan dicatat dengan scanner.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Korelasi Perlakuan dengan Parameter Pengamatan

Korelasi antara variasi naungan dan salinitas dengan parameter

pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Korelasi antara variasi naungan dan salinitas dengan parameter pengamatan.

Berat Berat Berat Berat

Rasio

basah kering basah kering Jumlah tajuk

Naungan Salinitas Tinggi Diameter akar akar tajuk tajuk daun akar

Naungan 1

Salinitas 0

1

Tinggi -0.195 0.507 1

Diameter -0.204 0.532 0.948 1

Berat basah akar

-0.451

0.480 0.571 0.600

1

Berat kering akar
Berat basah tajuk
Berat kering tajuk

-0.387 -0.142 -0.276

0.511 0.599 0.609 0.942 1 0.489 0.706 0.727 0.539 0.555 1 0.551 0.816 0.829 0.752 0.754 0.772

1

Jumlah daun

-0.158

0.556 0.814 0.813 0.614 0.631 0.664 0.809

1

Rasio tajuk akar

-0.074

0.253 0.736 0.745 0.231 0.228 0.536 0.660 0.622

1

Berdasarkan Tabel 3, pengaruh variasi naungan dan salinitas yang

diberikan memberikan pengaruh yang berlawanan terhadap respons pertumbuhan.

Dimana variasi naungan memberikan respons pertumbuhan negatif sedangkan

pemberian variasi salinitas memberikan respons pertumbuhan yang positif. Hal ini

menunjukkan bahwa semai S. alba tidak menyukai intensitas cahaya yang rendah

dan menyukai salinitas yang tinggi.

Respons positif yang diperlihatkan oleh semai S. alba terhadap salinitas (Tabel 3) menunjukkan bahwa pertumbuhan semai S. alba sangat mencerminkan kondisi di lapangan. Menurut Tomlinson (1986) S. alba merupakan mangrove mayor berjenis sekresi yang manyukai salinitas tinggi dengan tingkat intensitas cahaya yang tinggi, oleh karena itu S. alba bersama dengan Avicenia secara zonasi menempati posisi paling dekat dengan laut pernyataan ini didukung oleh pernyataan Kusmana et al. (2003) yang menyatakan bahwa semai S. alba intoleran terhadap naungan sehingga keberadaan naungan diduga dapat mematikan bibit.
Variasi salinitas memberikan respons negatif terbesar terhadap berat basah akar, berat kering akar serta berat kering tajuk semai S. alba dengan nilai korelasi masing-masing adalah -0,451, -0,387, dan -0,276 (Tabel 3). Hal ini diduga karena keberadaan naungan mengganggu dan menghambat laju fotosintesis semai S. alba yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi. Hal ini sesuai dengan studi Schmidt (2002) bahwa intensitas cahaya rendah dapat mengganggu fotosintesis hingga dapat menyebabkan kematian, hal ini didukung penelitian Simorangkir (2000) bahwa intensitas cahaya mempengaruhi tinggi dan diameter semai yang sejalan dengan proses fotosintesis sehingga berkaitan dengan pertumbuhan tajuk semai.
Parameter pengamatan menunjukkan nilai korelasi yang bernilai positif dengan nilai rata-rata korelasi r > 0,5 (Tabel 3), sehingga hubungan antara suatu parameter dengan parameter lainnya saling mempengaruhi, dimana dengan meningkatnya nilai dari suatu parameter akan meningkatkan nilai dari parameter lainnya. Nilai korelasi tertinggi antar pengamatan adalah 0,948 yang merupakan

Persentase tumbuh (%)

korelasi antara diameter dengan tinggi, sedangkan korelasi terkecil adalah 0,228
antara berat kering akar dengan rasio akar dan tajuk. Hal ini sesuai dengan studi
Husch et al. (1972) bahwa pertumbuhan merupakan pertambahan dimensi dari
suatu tumbuhan pada waktu tertentu sehingga pertambahan suatu dimensi akan
mempengaruhi pertumbuhan dimensi lainnya karena pertumbuhan merupakan
hasil yang terbentuk dari proses fotosintesis.
Persentase Tumbuh Semai S. Alba
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan selama 3 bulan
persentase tumbuh semai S. alba dapat dilihat Gambar 1.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 C0 M0 H0 C25 M25 H25 C50 M50 H50 C75 M75 H75 Perlakuan
Gambar 1. Hasil pengukuran persentase tumbuh semai tanaman S. alba pada umur 3 bulan.
Pada Gambar 1, persentse pertumbuhan tertinggi semai S. alba terdapat
pada perlakuan tanpa naungan dengan tingkat salinitas 3% yakni sebesar 100%.
Hachinohe et al., (1999) menyebutkan bahwa S. alba dapat tumbuh secara
maksimal apabila diberi naungan dengan intensitas 20% pada umur 1-2 bulan
penanaman dan pada bulan berikutnya sebaiknya dilakukan pengurangan

intensitas naungan secara berkala mengingat bahwa S. alba akan membutuhkan intensitas cahaya yang lebih tinggi di bulan-bulan berikutnya.
Pada perlakuan naungan 75% dengan tingkat salinitas 0% dan 1,5% tidak memiliki tingkat pertumbuhan (persentase tumbuh 0%). Pada fase bibit setiap tanaman memerlukan naungan karena tidak tahan terhadap intensitas cahaya penuh, namun menurut Kusmana et al.(2003) Sonneratia merupakan spesies yang intoleran terhadap naungan, pemberian naungan pada waktu yang cukup lama akan mempengaruhi pertumbuhan dan persentase tumbuh semai S. alba.
Pengaruh tingkat salinitas juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan S. alba mengingat bahwa berdasarkan zonasi S. alba berada pada zona paling dekat dengan laut bersamaan dengan Avicennia. S. alba merupakan spesies yang intoleran terhadap air tawar dalam waktu yang lama dan menyukai tingkat salinitas yang tinggi. Oleh karena itu tingkat kematian yang tertinggi berada pada perlakuan naungan 75% dengan tingkat salinitas 0% dan 1,5% disebabkan kondisi S. alba yang mengalami stress akibat kekurangan intensitas cahaya matahari dan genangan air dengan salinitas yang rendah. Namun meskipun diberi perlakuan naungan dengan salinitas 3% persentase tumbuh semai S. alba lebih dari 60% diduga hal ini erat kaitannya dengan kemampuan adaptasi S. alba terhadap cekaman salinitas yang tinggi meskipun dalam kondisi semai. Respons Pertumbuhan Tinggi Semai S. alba
Respons pertumbuhan tinggi tanaman semai S. alba diukur pada bulan 3 setelah penyapihan. Pengukuran tinggi tanaman dimulai dari bagian munculnya daun lembaga (kotiledon) menggunakan penggaris. Respons pertumbuhan tinggi tanaman terhadap perlakuan naungan dan salinitas dapat dilihat pada gambar 2.

Tinggi semai (cm)

4

*

3,5 *

*

*

3

2,5

2

1,5

1

0,5

0 C0 M0 H0 C25 M25 H25 C50 M50 H50 C75 M75 H75

Perlakuan

Gambar 2. Hasil pengukuran respons pertumbuhan tinggi tanaman S. alba pada umur 3 bulan (n = 0 – 13). Tanda * mengindikasikan secara statistik berbeda nyata pada P < 0,05 menurut uji Dunnet.
Pada gambar 2 terlihat bahwa respons pert