Metode Pembuatan Alumina TINJAUAN PUSTAKA
stabil dari alpha alumina adalah pada suhu 1200
o
C. Hasil TGA menunjukkan bahwa terjadi penurunan berat pada suhu dibawah 400
o
C sebesar 3-4 dan pada suhu 400-750
o
C sebesar 1. Hasil DSC menunjukkan bahwa fasa gama alumina mulai terbentuk pada suhu 420
o
C, fasa alfa alumina mulai terbentuk pada suhu 1035
o
C. Hasil FTIR menunjukkan bahwa kedua surfaktan diserap oleh nanoalumina. Hasil SEM menunjukkan bahwa semakin banyak surfaktan yang
digunakan, semakin kecil ukuran partikel alumina yang dihasilkan. Tok, et al. 2006 mempelajari pembentukan alumina dengan metode flame
spray pyrolysis menggunakan bahan baku anhydrous AlCl
3
sebagai perkursor, dan melaporkan bahwa alumina yang dihasilkan mempunyai partikel dengan ukuran
nano. Proses pembuatan alumina dengan metode flame spray dimulai dengan menyuntikan bubuk AlCl
3
ke pistol api menggunakan pemanasan chamber gas nitrogen dengan suhu 300
o
C. Dilakukan pirolisis pada suhu di bawah 2000
o
C untuk mendapatkan nanoalumina, yang selanjutnya dikalsinasi pada suhu 1100
o
C selama 2 jam secara bertahap dengan kenaikan suhu 10
o
Cmenit untuk menghilangkan air dan mengubah alumina menjadi kristal sempurna. Alumina
yang dihasilkan dikarakterisasi menggunakan DSC, XRD, dan TEM. Karakterisasi dengan DSC
menunujukkan bahwa pada suhu 760
o
C terjadi perubahan fasa
Al
2
O
3
menjadi -Al
2
O
3.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa untuk mengubah seluruh
Al
2
O
3
menjadi -Al
2
O
3
sampel perlu dikalsinasi pada suhu di atas 1000
o
C. Karakterisasi sampel dengan XRD menunjukkan bahwa sebelum kalsinasi sampel terdiri dari campuran
-Al
2
O
3
dan Al
2
O
3
dan setelah dikalsinasi pada suhu 1100
o
C, hasil XRD menunjukkan bahwa sampel merupakan
-Al
2
O
3
murni, dalam arti tidak mengandung Al
2
O
3
lagi. Karakterisasi dengan TEM menunjukkan bahwa sampel sebelum kalsinasi memiliki ukuran partikel adalah 10-30 nm, sementara setelah dikalsinansi pada
suhu 1100
o
C ukuran sampel menjadi 50-100 nm. Perubahan ukuran partikel ini mengindikasikan bahwa tiga dan empat butir tumbuh menjadi satu partikel fasa
alfa alumina setelah kalsinasi dan bentuk partikelnya menjadi lebih bulat dari sebelum dikalsinasi.
Al-Mamun, et al. 2011 mempelajari pembentukan alumina dengan metode laser
ablation menggunakan bahan baku crystal corondum, dan melaporkan bahwa
alumina yang dihasilkan mempunyai partikel dengan ukuran nano. Proses metode laser ablation
dimulai dengan menyiapkan target kristal korondum iradiasi yang memiliki dimensi 10mm × 10mm × 4mm dengan kemurnian 99,9. Semua
percobaan ablasi dilakukan pada suhu kamar pada tekanan atmosfer dalam air suling, menggunakan pembangkit sinar laser Low Power Thermal Sensor
Ophir; Model 7Z01560 yang dilengkapi dengan laser power meter Ophir Vega Model. Target kristal ditempatkan dalam wadah berisi 20 ml air suling, dan
dilengkapi dengan pemusing listrik dengan kecepatan rotasi 0-100 rpm. Dalam percobaan, kecepatan rotasi yang digunakan adalah 40 rpm. Tujuan rotasi adalah
untuk memastikan sampel dikenai iradiasi secara seragam dan menggerakkan air untuk mendorong difusi partikel alumina yang dihasilkan. Sinar laser mengenai
target dengan sudut yang diatur menggunakan bantuan kaca, dan iiradiasi dilangsungkan selama 1-2 jam. Setelah alat dan bahan telah siap kemudian
dilakukan pengukuran daya laser. Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah percobaan dan titik pengukuran berada di bawah lensa setelah dikenai cahaya
laser. Pengukuran ini dilakukan untuk memastikan jumlah daya laser yang
sebenarnya bertabrakan dengan target yang berbeda dari jumlah daya laser yang dipancarkan dari sumber karena sinar laser sebelumnya telah mengenai cermin
dan udara atau debu. Sampel alumina yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan XRD, TEM dan SEM. Hasil karakterisasi dengan XRD dan TEM
menunjukkan bahwa yang dihasilkan adalah -Al
2
O
3
dengan ukuran partikel 9,3 nm. Sedangkan hasil SEM menunjukkan bahwa perlakuan sintering
mempengaruhi ukuran sampel dan bentuk partikel dari sampel alumina yang dihasilkan, semakin tinggi suhu sintering maka ukuran partikel semakin besar dan
bentuknya semakin bulat. Pathak, et al. 2002 mempelajari pembuatan alumina dengan metode combustion
synthesis dengan bahan baku alumunium nitrat dan asam sitrat dengan pH yang
berbeda. Proses pembuatan alumina dengan metode ini dimulai dengan membuat larutan induk yang terdiri dari campuran larutan alumunium nitrat dengan asam
sitrat, selanjutnya campuran dinetralkan pH 7 dengan menggunakan amonia. Untuk percobaan, dari larutan induk dibuat larutan dengan pH yang berbeda,
yakni 2, 4, 6 dan 10 dengan menambahkan larutan amonia atau larutan asam nitrat. Kemudian larutan yang telah terbentuk dipanaskan sampai kering
menggunakan sinar inframerah, yang diarahkan dari bagian atas larutan, hingga diperoleh gel berwarna hitam kering, dan akhirnya berubah menjadi alumina
berupa serbuk halus dalam bentuk menyerupai busa. Sampel alumina yang terbentuk dari metode ini dikarakterisasi menggunakan
TEM, XRD dan TGA. Dari hasil analisis dengan TEM menunjukkan bahwa sampel alumina yang diperoleh memiliki ukuran partikel 1
. Dari hasil
karakterisasi menggunakan XRD diketahui bahwa sampel yang dikalsinasi pada suhu 700
o
C membentuk fasa delta dan gamma alumina, dan pada suhu 1200
o
C membentuk fasa tunggal alfa alumina. Hasil analisis dengan TGA menunjukkan
bahwa puncak endotermik muncul pada suhu 300
o
C dan puncak eksotermik muncul pada suhu 470
o
C.
Hosseini, et al. 2011 memproduksi gamma alumina Al
2
O
3
dari kaolin. Bubuk kaolin dikalsinasi pada suhu 800°C selama 2 jam dalam tanur listrik untuk
melonggarkan komponen alumina. Lalu, bubuk kaolin dicampurkan dengan larutan H
2
SO
4
. Campuran bubuk kaolin dan asam 250 mL dimasukkan ke dalam labu reaksi 500 mL. Labu reaksi dilengkapi dengan pendingin refluk, dan
campuran dicampur dengan pengaduk magnetik selama 18 jam. Suhu pada saat pencampuran berlangsung adalah 70°C. Setelah campuran kaolin dan asam telah
tercampur, selanjutnya larutan didinginkan sampai suhu kamar dan disaring untuk menghilangkan residu, yang terdiri dari silika. Larutan tersebut kemudian ditetesi
dengan larutan etanol 6,0 mLmenit hingga larutan mencapai 600 mL sambil terus diaduk dengan pengaduk magnetik. Endapan dicuci lagi dengan etanol dan
dengan air suling kemudian dikeringkan pada suhu 70 °C selama 10 jam. Endapan dikalsinasi pada 900 °C selama 2 jam dalam tanur listrik.
Sampel yang dihasilkan dari metode ini kemudian dikarakterisasi menggunakan
XRD, FTIR, dan SEM. Hasil analisis dengan XRD menunjukkan bahwa fasa gamma alumina terbentuk pada suhu 900
O
C dengan lama kalsinasi selama 2 jam. Hasil analisis dengan FTIR menunjukkan bahwa fasa yang terbentuk adalah fasa
gamma alumina. Hasil analisis dengan SEM menunjukkan bahwa ukuran sampel alumina yang terbentuk adalah 0,5-0,9 m.
Kim, et al. 2005 memproduksi alumina dengan metode hidrolisis dari bahan
baku alkil karboksilat yang digunakan sebagai chemical template. Air digunakan sebagai pelarut pada proses hidrolisis dari alumunium alkoksida. Proses dalam
pembuatan alumina dengan metode ini diawali melarutkan sumber aluminium dan surfaktan secara terpisah di sec-butil alkohol, setelah itu dua larutan tersebut
dicampur. Kemudian air perlahan-lahan ditambahkan tetes demi tetes ke dalam campuran pada tingkat 1 mlmenit hingga menghasilkan endapan putih. Suspensi
yang dihasilkan ini kemudian diaduk selama 24 jam. pH larutan reaktan diatur menggunakan larutan HNO
3
1M. Hasilnya kemudian dikeringkan pada suhu kamar selama 48 jam. Setelah itu dikalsinasi selama 3 jam pada suhu 450
o
C. Rasio molar dari campuran reaksi ini adalah 1Aldetik-Buo
3
: 0.2C 17H
3
5COOH: 0.04 NaOH: 5 detik-BuOH :4-50 H
2
O dalam tepat 1 M HNO
3
. Alumina disiapkan menggunakan asam stearat sebagai template disebut sebagai MA.
Sebagai perbandingan, sampel alumina lainnya disiapkan dengan metode hidrotermal. Prosedur keseluruhan mirip dengan prosedur yang diuraikan di atas,
dengan pengecualian non-template yang dibantu sintesis dan persiapan suhu 80°C. Bahan yang dihasilkan ini disebut sebagai HA.
Sampel alumina yang dihasilkan dari metode ini dikarakterisasi menggunakan
DTA, TEM dan XRD. Hasil karakterisasi menggunakan DTA menunjukkan bahwa terdapat tiga puncak yang terbentuk pada suhu 110, 220, dan 330
o
C , dimana puncak pertama menunjukkan menguapnya air dari sampel, puncak kedua
menunjukkan titik dimulainya perubahan fasa dari alumunium hidroksida menjadi fasa alumina aktif dan molekul organik dan puncak ketiga menunjukkan asam
stearic dan dehydroxylation dari sampel. Hasil karakterisasi dengan TEM menunjukkan bahwa sampel yang dihasilkan berukuran 20nm. Hasil karakterisasi
menggunakan XRD menunjukkan bahwa pada suhu 25
o
C fasa yang terbentuk adalah fasa bayerite dan boehmite, pada suhu 250-420
o
C fasa yang terbentuk fasa gamma alumina dan pada suhu 450
o
C yang terbentuk masih fasa gamma alumina.