Analisa Efisiensi Penyerapan Gas Hydrogen Fluoride (HF) yang Dihasilkan Tungku Reduksi Aluminium oleh Alumina (Al2O3)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alcoa. 2000. Alcoa Reaches Agreement to Sell Sherwin Alumina Refinery. Pittsburgh, Alcoa Inc. Press Release.

Anonimus. 2011. New Global Bauxite and Alumina Business. Hydro. Brazil.

Cooney, D.O. (1998).Adsorption Design For Wastewater Treatment. Lewis Publishers, USA.

Davis, Karen. 2010. Material Review : Alumina (Al2O3). School of Doctoral

Studies (European Union) Journal. Belgium.

Entner, Paul. 2007. Theory of Aluminum Smelting, Handbook, ElyseSem Acrobat-File, ElysePrg PC-Program.

Grojtheim, K. and Welch, B. J. 1988. Aluminium Smelter Technology - a Pure and AppliedApproach(2nd. ed.). Aluminium-Verlag.

Gusberti, Vanderlei, Dagoberto S. Severo, Barry J. Welch, Maria Skyllas-Kazacos. 2012. Modelling the aluminium smelting cell mass andEnergy balance – a tool based on the 1stLaw ofThermodynamics. Porto Alegre RS– Brazil.

Haupin, W., and KvandeH.1993.Mathematicalmodeloffluorideevolutionfrom Hall Heroultcells. Light Metals, 257–263.

Jessen, Stefan W. 2008. Mathematical Modeling of a Hall-Héroult Reduction Cell.Submitted to theDepartment of Electrical EngineeringIn Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree ofMaster of Science in Electrical Engineeringat the Technical University of Denmark.

Kola, S., T. Store. 2009. Bath TemperatureandAlF3 Control ofan Aluminium Electrolysis Cell.Department ofEngineeringCybernetics,NTNU,N-7491Trondheim,Norway.

Kovacs, Agnes. 2012. Gender in the Substance of Chemistry, Part 1 : The Ideal Gas. HYLE - International Journal for Philosophy of Chemistry. Volume 18.

Lamb, William D. 1978. Study of The Equilibrum Adsorption Hydrogen Fluoride in Smelter Grade Aluminas. Aluminium Company of Canada, Canada. Published by Jhon Wiley & Son, Inc. 879-888.


(2)

Lamb, William D. 1978. The Role and Fate of SO2 in Aluminium Reduction Cell

Dry Scrubbing System . Aluminium Company of Canada, Canada. Published by Jhon Wiley & Son, Inc. 889-897

Plunkert, Patricia. 2000. Bauxite and Alumina. U.S Geological Survey Minerals Year Book. USA.

PT Inalum. 2003. Buku Panduan OJT. Kuala Tanjung.

PT Inalum. 2010. Buku Pegangan untuk OJT. Kuala Tanjung.

Reynolds, T.D., dan Paul A.R.1995.Unit Operations and Processes in EnvironmentalEngineering. PWS Publishing Company. Boston.

Russell, Alison. 1999. Bauxite and Alumina- a guide to non-metallurgical uses and markets: Surrey, United Kingdom, Metal Bulletin . 112.

Siobhan Lismore-Scott. 2014. Alumina and Its Many Uses.

Taylor, M. P., W. D. Zhang, V. Wills and S. Schmid. 1996. A Dynamic Model for the Energy Balance of an Electrolysis Cell.Institution of Chemical Engineers.

Wang, Yong-liang, Jun Tie, etc. 2014. Effect of Gas Bubble on Cell Voltage Oscillations Based onEquivalent Circuit Simulation in Aluminum Electrolysis Cell.School of Materials and Metallurgy, Northeastern University, Shenyang 110819, China.

Weber Jr., Walter J. 1995. Adsorption Processes. The University of Michigan, College of Engineering,Ann Arbor, Michigan 48104, USA.

Wu, Banqiu., Ramana G. Reddy, and Robin D. Rogers. 2001. Aluminium Reduction Via Near Room Temperature Electrolysis in Ionic Liquids. Department of Metallurgical and Materials Engineering, The University of Alabama, Tuscaloosa.

Yang, Ralph, T. 2003.Adsorbent: Fundamentals and Applications. John Willeyand Sons Inc. New Jersey.

Yuniarto, A. 1999.Studi Kemampuan Batu Bara untuk Menurunkan KonsentrasiSurfaktan dalam Larutan Deterjen dengan Proses Adsorpsi, Tugas Akhir TeknikLingkungan.Surabaya.


(3)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.Alat – Alat yang Digunakan

a. Pipa pengambilan contoh yang berdiameter 8 mm b. Isolator pemanas listrik

c. Gagang saringan (filter holder ) d. Botol absorbs dan botol polyetilen e. Keran cabang tiga

f. Pompa udara

g. Gas meter tipe kering h. Termometer

i. Selang karet dan silikon j. Katup pengantar aliran gas k. Ion meter dengan tipe digital l. Elektroda ion fluorida m. Elektroda referensi n. pH meter

o. Alat – alat gelas laboratorium

3.2. Bahan – Bahan yang digunakan a. Alumina

b. Natrium Klorida c. Natrium sitrat d. Asam asetat glasial e. Natrium Fluorida f. Natrium Hidroksida g. Phenolpthalein h. Air destilat


(4)

3.3. Prosedur kerja

3.3.1. Pembuatan larutan yang digunakan

a. Larutan NaOH 0,1 N

Dilarutkan 4 gram NaOH dalam 1 liter air dan larutan ini disediakan sebagai larutan absorbsi.

b.Larutan NaOH 20 %

Dilarutkan 200 gr NaOH ke dalam air dan encerkan samapi satu liter penambahan NaOH dilakukan sedikit demi sedikit kedalam air sambil didinginkan beakernya dalam bak air.

c.Larutan buffer

1.Dimasukkan kira – kira 400 ml air kedalam 1 liter beaker porselin, kemudian ditambah 58 gram NaCl dan 10 gram Natrium sitrat kedalam larutan dandilarutkan zat tersebut diatas.Ditambahkan 50 ml asam asetat glacial lalu diencerkan dengan air kira – kira sampai 500 ml.

2.Dimasukkan elektroda pH meter kedalam larutan ini, sedikit demi sedikit masukkan NaOH 20% kedalam larutan ini dan atur pH sampai 5,2.

3.Kemudian dimasukkan larutan ini kedalam 1 liter labu ukur dan diencerkan dengan air destilat sampai tanda batas.

d.Larutan standar fluorida (100 µgF/ml)

Ditimbang dengan teliti 0,221 gr Natrium Fluorida yang telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 3 jam.Dilarutkan ke dalam air lalu diencerkan sampai 1 liter dan larutan ini disimpan ke dalam botol polyetylen.

e. Larutan standar fluorida (10 mgF/ml)

Diambil dengan teliti 100 ml dari persediaan larutan standar fluorida 100 mgF/ml dan dimasukkan ke dalam 1 liter labu ukur lalu encerkan dengan air destilat sampai tanda batas. Dan larutan ini disimpan dalam botol polyetylen.


(5)

Diencerkan larutan standar fluorida (10mgF/ml) sebanyak 100 ml kedalam 1 liter air dan larutan inidisimpan ke dalam botol polyetylen.

3.3.2.Pengambilan sampel gas

Gas HF diambil dari pipa saluran gas yang terdapat pada saluran utama gas (inlet)dan cerobong gas (outlet).

a. Disediakan dua botol absorbsi dan dimasukkan 80 ml larutan NaOH 0.1 N lalu ditutup dengan penutup botol.

b. Dirangkai alat yang akan digunakan. c. Kemudian pengisapan sampel gas dimulai.

d. Diatur kecepatan pengisapan sampel gas sebesar 2 liter/ menit dengan pengatur katup pompa pengisap.

e. Sampel gas dihisap selama ± 30 menit pada saluran utama (inlet) dan kira-kira 4 jam pada cerobong gas (outlet).

f. Setelah selesai dicatat suhu dan volume gas pada gas meter.

3.3.3. Penentuan kadar fluorida dengan cara elektroda selektif ion fluorida

a. penyediaan larutan sampel

1. Sampel gas pada saluran utama gas (inlet)

1.1. Dipindahkan larutan sampel dari botol absorbsi kedalam labu ukur 200 ml lalu ditambahkan 2-3 tetes indikator PP untuk mengetahui apakah larutan tersebut masih suasana basa atau suasana asam.

1.2. Diambil larutan sampel diatas dengan memakai pipet volum 5 ml dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml kemudian diencerkan dengan air destilat sampai tanda batas.


(6)

Dipindahkan larutan sampel dari botol absorbsi kedalam labu ukur 100 ml lalu ditambah 2-3 tetes indikator PP,diencerkan sampai tanda batas untuk mengetahui apakah larutan tersebut masih suasana basa atau asam.

b. Cara analisa konsentrasi gas HF

1.Disiapkan ion meter dengan elektroda – elektrodanya.

2.Diambil larutan sampel sebanyak 20 ml dengan pipet volum dan dimasukkan ke dalam beaker polyetylen.

3.Ditambahkan 20 ml larutan buffer B (Tisab-B) untuk pengaturan kekuatan total ion.

4.Diukur potensial elektroda larutan sampel dengan cara kedua elektroda ion meter dicelupkan kedalam larutan sampel sambil diaduk dengan pengaduk magnetic stirrer hingga harga potensial elektroda stabil.

5.Setelah pengukuran, kedua elektroda dibilas dengan air murni dan dikeringkan dengan kertas halus sampai bersih selanjutnya kedua elektroda tersebut dicelupkan kedalam larutan sampel berikutnya. 6.Lalu dilakukan pengukuran potensial elektroda larutan blanko

sesuai cara kerja larutan sampel. c. Penentuan kurva standar fluorida

1. Ambil sebanyak 20 ml larutan standar Fluorida yang masing – masing konsentrasinya 0,5;1,0;3,0;5,0;10,0;100. mgF/ml.

2. Masukkan ke dalam beaker glass lalu tambahkan 20 ml larutan tisab B.

3. Ukur dan catat angka potensial elektroda masing – masing larutan standar di atas.

4. Buat kurva standar larutan pada kertas grafik yang menghubungkan antara potensial terhadap konsentrasi standar fluorida.


(7)

3.3.4. Flowsheet

Berikut ditampilkan flowsheet proses gas HF yang dihasilkan dari tungku reduksi hingga proses analisa penyerapan gas HF.

Tungku Reduksi

 Elektrolisa (dihasilkan gas HF) Gas HF

(Main Duct)

 Analisa dengan Absorption Bottle (NaOH)

HF + Al2O3

analisa dengan Ion Meter Larutan NaF

Kadar F

Reacted Al2O3 Gas HF

Silo Al2O3 Stack


(8)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Kuantitas gas HF

Berdasarkan beberapa reaksi yang mempengaruhi kuantitas gas HF, maka hasil yang didapat. Gas HF dapat dihasilkan dari beberapa proses yang ada di tungku reduksi, antara lain:

(4.1)

(4.2) Dari reaksi yang ada maka dapat ditentukan banyaknya gas HF yang dihasilkan secara teoritis menggunakan konsep mol, serta dilakukan pengukuran kadar gas HF dari tungku reduksi yang diukur pada daerah mainduct. Berikut ditampilkan grafik hubungan antara kuantitas gas HF dengan beberapa parameter operasi di tungku reduksi.

Gambar (4.1a).Hubungan HF terhadap suhu, (4.1b).Hubungan HF terhadap alumina, (4.1c). Hubungan HF terhadap rasio bath

Dari gambar di atas dapat diterangkan bahwa hubungan emisi gas HF yang dihasilkan berbanding lurus terhadap suhu bath serta berbanding terbalik terhadap


(9)

(kliorit) meningkat akan menyebabkan penurunan keasaman bath sehingga ratio bath dan alumina menurun dikarenakan reaksi antara NaF dan alumina beserta H2O dissolved meningkat dan menghasilkan gas HF yang lebih banyak (gambar

4.1a). Sementara rentang kadar bath dan alumina memiliki titik optimum, bahkan dapat ditemui peningkatan produksi gas HF terjadi di saat tungku dalam keadaan 'lapar', sedangkan disaat bath dan alumina mencapai titik jenuh atau konsentrasi terlalu banyak di dalam pelarut, maka reaksi tidak optimal dan yang terjadi lebih kepada pembentukan lumpur dan ini berefek menurunkan konsentrasi gas HF yang dihasilkan (gambar 4.1b dan 4.1c).

Berikut kembali ditampilkan data hasil pengukuran gas HF (dengan tekanan dan suhu standar) pada tungku reduksi:

Tabel 4.1. Hasil pengukuran gas HF pada tungku reduksi

Dari hasil yang didapat, rata - rata gas HF yang dihasilkan secara teoritis sebesar 233,45 mg F/m3sedangkan setelah dilakukan pengukuran rata - rata gas HF sebesar 205,16 mg F/m3 atau terdapat selisih hasil pengukuran sebesar 28,29 mg F/m3 (12,12%). Hal ini dikarenakan adanya gas HF yang tidak terhisap dan hilang disaat melakukan pekerjaan rutin di tungku reduksi, hal ini juga ditambah dengan banyaknya lubang yang terbuka di dalam tungku.

Tabel 4.2. Hasil pengukuran volume gas HF

No Nama Sampel Tanggal Pengambilan Kecepatan Aliran Gas Dry gas Meter Volume Gas Rasio Bath

(%) Alumina (%) Suhu (

o

C) Teori Pengukuran

1.5 2.4 975 188.65 179.22

1.3 2.0 976 282.98 226.38

1.2 2.0 973 320.71 273.54

1.5 4.9 971 141.49 141.49

233.45 205.16

Rata - Rata Emisi Gas HF (mg F/m3)


(10)

Kapasitas alumina dalam reaktor Jumlah stack terpakai x 2 Kapasitas reaktor =

54 Ton/jam 25 unit x 2 =

= 1,08 Ton/jam

Sampel (L/min) Awal (L)

Akhir (L)

(L)

1 I-ST-14 I-MD-AM

I-MD-PM

16- 03 - 2015 2 2 2 412.633 412.474 412.557 412.337 412.557 412.633 603 83 76

2 I-ST-14 I-MD-AM Is-MD-PM

18- 03- 2015 2 2 2 222.861 365.173 365.249 223.483 365.248 365.310 622 75 61

Pada tabel 4.2, diketahui hasil pengukuran debit gas pada cerobong utama (inlet) atau disebut main duct dengan selisih volume gas yang lebih kecil dibandingkan stack, sedangkan pada stack (outlet) atau sering disebut cerobong buangan. Perbedaan volume gas yang ada dimaksudkan untuk membedakan konsentrasi yang terserap, hal ini dapat dilihat dari pembahasan.

4.1.2. Kuantitas fresh alumina

Jumlah stack atau main fan di yang ada sebanyak 27 unit terpasang dan rata - rata penggunaan 25 unit/hari, terdapat 2 buah reaktor pada setiap main fan. Kapasitas total alumina yang dapat dialirkan ke dalam reaktor sebanyak 54 Ton/jam. Dari data di atas dapat dihitung kapasitas masing - masing reaktor, adapun rumus yang digunakan adalah:

Dalam 24 jam, jumlah alumina yang direaksikan dengan gas HF sebanyak 25,92 Ton/reaktor atau 1.296 Ton/hari.


(11)

4.1.3. Larutan standar

Untuk membantu dalam menentukan konsentrasi gas HF yang keluar dari cerobong (stack) diperlukan pembuatan larutan standar, sehingga akan didapat persamaan regresi. Dari persaman regresi yang diketahui, maka dapat ditentukan kadar HF yang keluar dari stack. Prinsip kerja ion meter menggunakan elektroda selektif, ini dikarenakan elektroda yang digunakan harus sesuai dengan gas yang ingin dianalisa. Pada tabel 4.3.diketahui hasil pengukuran larutan standar dengan menggunakan ion meter. Ion meter menggunakan elektroda selektif khusus untuk menganalisa kadar F yang ada pada larutan. Sebelum dilakukan analisa larutan sampel dipreparasi dengan menggunakan buffer.

Setelah nantinya mendapatkan kurva dan persamaan regresi, maka dapat ditentukan nilai konsentrasi gas HF yang keluar pada stack, adapun rumus yang dapat digunakan dalam menentukan kadar gas HF ditunjukkan pada rumus 4.4.


(12)

F Vs

x faktor pengenceran (4.4) C =

Tabel 4.3. Hasil pembacaan ion meter terhadap larutan standar Larutan Standar

Konsentrasi F

(mg/L) mV

0.5 38.5

1.0 24.9

3.0 -1.9

5.0 -15.3

10.0 -29.9

100.0 -87.1

Keterangan:

C : Konsentrasi gas fluoride (mgHF /m3)

F : Konsentrasi fluorida pada sampel yang diperoleh dari kurva standar (mgF/ml) Vs : Volume gas

4.2. Pembahasan

4.2.1. Menentukan kadar HF pada stack

Setelah mendapatkan hasil pengukuran larutan standar oleh ion meter (tabel 4.3.), langkah selanjutnya adalah memasukkan nilai pembacaan kedalam program sehingga akan didapat persamaan linier, nilai slope dan regresi. Hal ini dijelaskan oleh data dibawah ini.


(13)

Gambar 4.2. Grafik semilog pembacaan larutan standar

Dari data di atas diketahui hubungan yang linear pada larutan standar, hal ini diketahui dari nilai R2 yang mendekati angka 1 (R2 = 0,999), dimana hubungan perbandingan akan mendekati kebenaran disaat nilai R2 mendekati angka 1. Sedangkan persamaan regresi yang didapat adalah y = -23,8 ln(x) + 23,69, dengan nilai slope (a) = -23,80 dan intercept (b) = 23,69.

Dari hasil persamaan maka dapat ditentukan konsentrasi gas HF yang keluar dari stack, konsentrasi gas HF dapat ditentukan dengan melakukan subsitusi nilai pengukuran terhadap sampel pada stack lalu memasukkan ke dalam rumus 4.4. Diketahui konsentrasi gaf HF pada kurva standar 2,02 µgF/ml, dengan volume gas 603 Liter sehingga nilai konsentrasi gas HF pada stack sebesar 0,33 mgF/m3.

4.2.2. Penentuan Efisiensi PenyerapanGas HF

Setelah mendapatkan konsentrasi gas HF yang dihasilkan serta konsentrasi yang keluar pada cerobong (stack) maka dapat ditentukan efektivitas penyerapan adsorbat (gas HF) oleh adsorben (Al2O3).Adapun formula yang dapat digunakan

sebagai berikut.

Cin – Cout (4.5)

Cin

Keterangan : η = Efisiensipenyerapan gas HF (%)

Cin = Konsentrasi gas HF di pipa utama (main duct) (mgF/m3)

Cout = Konsentrasi gas HF dari cerobong (stack) (mgF/m3)

Cin = 205,16 mg F/m3

x 100% η =


(14)

Cout = 0,33 mg F/m3

Dengan memasukkan nilai - nilai ini pada rumus 4.5, maka efisiensi penyerapan gas HF oleh alumina sebesar 99,83%.


(15)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Hasil penyerapan sangat optimal ini ditandai dengan nilai efisiensi penyerapan gas HF oleh alumina yang didapat sebesar 99,83%,

2. Gas HF yang dihasilkan oleh tungku reduksi aluminium tergolong sangat besar, berada di kisaran 140~220 mgF/m3, adapun gas HF yang keluar dari cerobong sebesar 0,33 mgF/m3.

5.2. Saran

Penelitian ini sangatlah sederhana, oleh sebab itu perlu dilakukan analisa lanjutan khususnya terhadap struktur yang terbentuk dalam reacted alumina atau alumina yang sudah bereaksi dengan gas HF, apakah adsoprsi benar terjadi di dalamnya.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Alumina

Bauksit banyak ditemukan di alam dalam bentuk material yang heterogen dengan kandungan utama aluminium hidroksida (Al(OH)3) dan campuran mineral seperti

silica (SiO2), besi oksida (Fe2O3), Titanium (TiO2) serta mineral lainnya. Bauksit

telah diaplikasikan untuk kepentingan komersil dalam industri semen, kimia, logam serta refraktori. Sebanyak 85% bauksit dirubah menjadi alumina (Al2O3)

yang digunakan untuk memproduksi aluminium metal (Plunkert, 2000).

Marggraf pertama sekali mengisolasi ‘alumina’ dengan mengekstraski dari lapisan alam menggunakan asam sulfur pada tahun 1754 dan kata ‘alumina’ pertama sekali dikenalkan oleh Guyton de Morveau di tahun 1961 sedangkan manufaktur alumina dimulai pada 1860 di bagian selatan Prancis menggunakan proses Sainte-Claire Deville (Davis, 2010).

Gambar 2.1. Tahap transformasi kristal alumina (Yang, 2003)

Pada tahun 2000 dilaporkan 22 negara mampu memproduksi bauksit sendiri, dengan total 70% produksi dikuasai oleh Australia, Brazil dan Jamaika(Russel, 1999). Alcoa merupakan salah satu perusahaan pemurnian


(17)

alumina pada tahun 2000 telah menjual 1,6 juta meter ton per tahun (Alcoa, 2000).

Aluminium oksida (alumina) adalah senyawa kimia dari aluminium dan oksigen, dengan rumus kimia Al2O3. Secara alami, alumina terdiri dari mineral

korondum, dan memiliki bentuk kristal seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2,

Gambar 2.2. Kristal korondum alumina (Hudson, 2002)

Senyawa ini termasuk dalam kelompok material aplikasi karena memiliki sifat-sifat yang sangat mendukung pemanfaatannya dalam beragam peruntukan.Senyawa ini diketahui merupakan insulator listrik yang baik, sehingga digunakan secara luas sebagai bahan isolator suhu tinggi, karena memiliki kapasitas panas yang besar.Alumina juga dikenal sebagai senyawa berpori sehingga dimanfaatkan sebagai adsorben.

Berikut disampaikan peta penyebaran (Gambar 2.3.) alumina di dunia dengan cadangan dikuasai oleh 3 negara.


(18)

Gambar 2.3. Peta penyebaran produksi bauksit dunia(Anonimus,2011)

Dari peta penyebaran diketahui bahwa Guinea, Australia dan Brazil menjadi produsen alumina terbesar.Dalam perkembangannya, potensi pemanfaatan alumina sangat besar khususnya untuk memenuhi industri peleburan di negara Tiongkok. Kebutuhan akan alumina terus meningkat, dan diperkirakan pada tahun 2013 kebutuhan alumina di dunia mencapai 280 juta ton (U.S. Geological Survey, 2013).

Sebagai mineral alam, selain aluminium, bauksit juga mengandung berbagai pengotor, misalnya oksida besi, silika, dan mineral lempung. Karena komposisi tersebut, untuk mendapatkan alumina murni, bauksit harus diolah, dan salah satu metode pengolahannya adalah proses Bayer yang terdiri dari beberapa tahap seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.4,


(19)

Gambar 2.4. Proses Bayer

Alumina dapat dibagi berdasarkan ukuran partikelnya menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Alumina sandy( γ – Al2O3)

Alumina sandy banyak ditemukan di Amerika, yang berbentuk serbuk yang diproduksi pada pembakaran yang lebih rendah dari alumina floury. Alumina sandy yang terbentuk digunakan pada tungku peleburan karena sifat dari alumina tersebut yang bergerak bebas dan tidak dipengaruhi oleh gaya dari luar.

2. Alumina floury (α – Al2O3)

Alumina floury banyak ditemukan di Eropa, dimana alumina jenis ini diperoleh melalui proses Bayer, selanjutnya diproses lagi untuk memperoleh aluminium cair. Proses yang digunakan adalah Hall – Heroult, prinsip yang dipakai melalui reduksi alumina. Reduksi dilakukan secara elektrolisa terhadap alumina yang dilarutkan dalam larutan elektrolit cair dan dialirkan arus listrik. Dengan mengalirkan arus listrik tersebut pada kedua elektroda (anoda dan katoda) maka akan terjadi proses elektrolisa, sehingga terbentuk endapan


(20)

aluminium cair pada katoda (Grojtheimand Welch, 1988). Di dalam industri refraktori produk utama yang digunakan adalah alumina yang dikalsinasi, alumina tabular yang diperoleh dari proses Bayer (Siobhan, 2014).

Alumina memiliki 2 tipe struktur, heksagonal dan oktahedral. Posisi heksagonal berada di sudut sel, sementara oktahedral berada di antara 2 lapisan vertikal, kation Al 2/3 dan anion oksigen pada 1/3 bagian. Masing - masing oksigen dibagi diantara 4 oktahedra. Struktur alumina pada kondisi cair menunjukkan ada 4 oksigen yang terikat dan masing masing oksigen hanya 3 aluminium. Struktur alumina dalam bentuk kristal berbeda dengan alumina yang sudah melebur (cair) (Davis, 2010).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Maciel, dkk (2007) diketahui hasil analisa SEM terhadap alumina (bahan baku) serta alumina yang dipanaskan sampai 700oC.

Gambar 2.5. Analisa SEM (a) alumina, (b) alumina pemanasan 700oC

Dari gambar di atas dapat dilihat perbedaan struktur alumina standar dengan alumina yang dipanaskan sampai 700oC.Alumina yang telah dipanaskan terlihat semakin besar luas permukaan dan struktur kristalnya lebih tak beraturan.


(21)

Berikut ditampilkan data standar spesifikasi yang ada di salah satu pabrik peleburan aluminium.

Tabel 2.1. Spesifikasi Alumina (PT Inalum, 2010)

2.2. Aluminium

Aluminium diambil dari mineral bauksit, nama bauksit diambil dari nama daerah Baux (atau Beaux) di Perancis. Aluminium adalah unsur logam yang paling berlimpah di kerak bumi( 8 % ) dan elemen terkaya ketiga setelah oksigen (47 %) dan silikon (28 %) (Wu dkk, 2001). Boleh dikatakan setiap negara mempunyai persediaan bahan yang mengandung aluminium, tetapi proses untuk mendapatkan aluminium logam dari kebanyakan bahan itu masih belum ekonomis. Logam aluminium pertama kali dibuat dalam bentuk murni oleh Oersted, pada tahun 1825, yang memanaskan ammonium klorida NH4Cl dengan amalgam

kalium-Loss on Ignition (300-1000oC) % Maks. 1,00

SiO2 % Maks. 0,03

Fe2O3 % Maks. 0,03

TiO2 % Maks. 0,005

Na2O % Maks. 0,600

CaO % Maks. 0,060

Al2O3 % Min. 98,40

Spesific Surface Area m2/g 40-80

Ukuran Partikel

+ 100 mesh % Maks.12,0

+ 150 mesh % Min. 25


(22)

Pada tahun 1854, Henri Sainte-Claire Deville membuat aluminium dari natrium-aluminium klorida dengan jalan memanaskan dengan logam natrium. Proses ini beroperasi selama 35 tahun dan logamnya dijual dengan harga $ 220 per kilogram. Pada tahun 1886 Charles Hall mulai memproduksi aluminium dengan skala besar seperti sekarang, yaitu melalui elektrolisis alumina didalam kriolit (Na3AlF6) lebur. Pada tahun itu pula, Paul Heroult mendapat hak paten dar

Prancis untuk proses serupa dengan proses Hall. Hingga pada tahun 1893, produksi aluminium menurut cara Hall ini sudah sedemikian meningkat, sehingga harganya sudah jatuh menjadi $ 4,40 per kilogram. Industri ini berkembang dengan baik, berdasarkan suatu pasaran yang sehat dan berkembang atas dasar penelitian mengenai sifat-sifat aluminium dan cara-cara pemakaian yang ekonomis bagi bahan itu (Austin, 1990).

2.2.1. Sifat-sifat Aluminium

Dalam tiga dasawarsa terakhir ini aluminium telah menjadi salah satu logam industri yang paling luas penggunaannya di dunia.Aluminium banyak digunakan didalam semua sektor utama industri seperti angkutan, konstruksi, listrik, peti kemas dan kemasan, alat rumah tangga serta peralatan mekanis.

Penggunaan aluminium yang luas disebabkan aluminium memiliki sifat-sifat yang lebih baik dari logam lainnya seperti:

a. Ringan : memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi dan baja, atau tembaga dan karenanya banyak digunakan dalam industri transportasi seperti angkutan udara.

b. Kuat : terutama bila dipadu dengan logam lain. Digunakan untuk pembuatan produk yang memerlukan kekuatan tinggi seperti : pesawat terbang, kapal laut, bejana tekan, kendaraan dan lain-lain.

c. Mudah dibentuk dengan semua proses pengerjaan logam. Mudah dirakit karena dapat disambung dengan logam/material lainnya melalui pengelasan, brazing, solder, adhesive bonding, sambungan mekanis, atau dengan teknik penyambungan lainnya.


(23)

d. Tahan korosi : sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan yang dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsur-unsur kimia lainnya, baik di ruang angkasa atau bahkan sampai ke dasar laut.

e. Konduktor listrik : setiap satu kilogram aluminium dapat menghantarkan arus listrik dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan tembaga. Karena aluminium relatif tidak mahal dan ringan, maka aluminium sangat baik untuk kabel-kabel listrik overhead maupun bawah tanah.

f. Konduktor panas : sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada mesin-mesin/alat-alat pemindah panas sehingga dapat memberikan penghematan energi.

g. Memantulkan sinar dan panas : Dapat dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan pantul yang tinggi yaitu sekitar 95% dibandingkan dengan kekuatan pantul sebuah cermin. Sifat pantul ini menjadikan aluminium sangat baik untuk peralatan penahan radiasi panas.

h. Non magnetik : dan karenanya sangat baik untuk penggunaan pada peralatan listrik/elektronik, pemancar radio/TV. dan lain-lain, dimana diperlukan faktor magnetisasi negatif.

i. Tak beracun : dan karenanya sangat baik untuk penggunaan pada industri makanan, minuman, dan obat-obatan, yaitu untuik peti kemas dan pembungkus.

j. Memiliki ketangguhan yang baik : dalam keadaan dingin dan tidak seperti logam lainnya yang menjadi getas bila didinginkan. Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada pemrosesan maupun transportasi LNG dimana suhu gas cair LNG ini dapat mencapai dibawah -150 oC.

k. Menarik : dan karena itu aluminium sering digunakan tanpa diberi proses pengerjaan akhir. Tampak permukaan aluminium sangat menarik dan karena itu cocok untuk perabot rumah (hiasan), bahan bangunan dan mobil. Disamping itu aluminium dapat diberi surface treatment, dapat dikilapkan, disikat atau dicat dengan berbagai warna, dan juga diberi proses anodisasi. Proses ini menghasilkan lapisan yang juga dapat melindungi logam dari goresan dan jenis abrasi lainnya.


(24)

l. Mampu diproses ulang-guna yaitu dengan mengolahnya kembali melalui proses peleburan dan selanjutnya dibentuk menjadi produk seperti yang diinginkan. Proses ulang-guna ini dapat menghemat energi, modal dan bahan baku yang berharga (Daryus, 2008).

2.3. Adsorpsi

Menurut Reynolds dan Paul (1995),adsorpsi adalah pengumpulan substansi pada permukaan adsorban berbentuk padatan, sedangkan absorpsi adalah perembesan dari pengumpulan substansi ke dalam padatan.Adsorpsi diklasifikasikan menjadi dua yaitu adsorpsi fisik dan kimia. Adsorpsi fisik terutama dikarenakan oleh gaya van der waals dan terjadi bolak balik (reversibel). Ketika gaya antar molekul dari interaksi antara solute (zat yang dilarutkan) dan adsorban lebih besar daripada gaya atraksi antara solute dan solvent.Solute akan diserap pada permukaan adsorban. Contoh dari adsorpsi fisik adalah adsorpsi oleh karbon aktif.Kinetika adsorpsi dapat dijelaskan sebagai tingkat perpindahan molekul dari larutan ke dalam pori-pori partikel, adsorban. Terdapat tiga mekanisme yang terjadi pada proses adsorpsi (Yuniarto, 1999) yaitu:

1. Molekul-molekul zat yang diserap dipindahkan dari bagian terbesar larutan ke permukaan luar dari adsorban. Fase ini disebut sebagai difusi film atau difusi eksternal.

2. Molekul-molekul zat yang diserap dipindahkan pada kedudukan adsorpsi pada permukaan adsorban ke bagian yang lebih dalam yaitu pada bagian pori. Fase ini disebut dengan difusi pori.

3. Molekul-molekul zat yang diadsorpsi menempel pada permukaan partikel.

Pemurnian gas melalui proses adsoprsi memainkan peranan utama dalam mengontrol polusi udara serta menjadi solusi atas pemurniaan air (Weber, 1995).

Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi Fisik

Menurut Cooney (1998), ada banyak faktor yang mempengaruhi adsorpsi secara fisik, yaitu:


(25)

1. Suhu

Pada umumnya, naiknya suhu menyebabkan berkurangnya kemampuan adsorpsi karena molekul dari adsorban mempunyai energi getaran lebih besar dan oleh karena itu, akan keluar dari permukaan. Semua aplikasi dari adsorpsi ini berada dibawah kondisi isoterm yaitu biasanya pada suhu ambien. Perlu diwaspadai bahwa kemampuan adsorpsi akan berkurang pada suhu yang tinggi. 2. Sifat pelarut

Pelarut mempunyai pengaruh penting karena akan berkompetisi dengan karbon aktif dalam atraksinya terhadap solute. Jada adsorpsi dari solute organik akan lebih rendah dari pada adsorpsi pada zat cair lain. Bagaimanapun akan banyak pelarut dalam air, oleh karena itu tidak perlu dikhawatirkan terlalu jauh pelarut dalam air.

3. Area permukaan karbon

Jumlah substansi yang karbon dapat serap, secara langsung terjadi pada area permukaan internal.Hal ini tidak sepenuhnya benar.Pada penyerapan molekul besar, banyak dari area permukaan internal yang kemungkinannya tidak dapat terjadi.

4. Struktur pori dari karbon

Struktur pori merupakan bagian penting dikarenakan diameter pori yang mempunyai range 10 sampai 100.000 A, kontrol ukuran molekul yang sesuai. 5. Sifat dari solute

Senyawa anorganik menunjukkan range luas dari adsorpsi. Di satu sisi, pemisahan kuat garam seperti sodium chloride dan potasium nitrat tidak semua diadsorpsi oleh karbon aktif. Di sisi yang lainsolute yang tidak dipisahkan dengan kuat seperti iodin dan merkuri klorida sangat bagus diadsorpsi. Faktor kunci terlihat apakah solute ada pada bentuk netral atau terion.


(26)

6. Pengenceran pH

Pengaruh pada pengenceran pH sangat penting ketika adsorpsi merupakan untuk zat yang dapat terion. Diketahui bahwa adsorpsi akan rendah pada bentuk terion. Pada umumnya tingkat adsorpsi akan meningkat apabila pH diturunkan.

Gambar 2.6. Peralatan adsorpsi HF penelitian William D. Lamb, et.al

Peralatan adsoprsi HF yang dirancang oleh William D. Lamb secara umum masih diterapkan sampai saat ini, dimana proses pengambilan sampel masih menggunakan larutan buffer.

2.3.1. Adsorben 1. Karbon aktif

Merupakan arang yang diperoleh dari carbinisation kayu, coconul shells, peat, fruit pits. Sebagai activating agent digunakan zinc chlorida, magnesium chlorida, kalsium chlorida dan phosphoric acid. Digunakan untuk control polusi, solvent recovery, mengurangi bau dan gas purification. Berikut disampaikan tipical properties dari karbon aktif pada Tabel 2.2.,


(27)

2. Activated alumina

Activated alumina (hydrated aluminium oxide) berasal dari native aluminas atau bauxite, berbentuk granular atau pellet dengan tipical properties sebagaimana Tabel 2.3. Umumnya digunakan untuk drying gas, adapun spesifikasi alumina aktif yang digunakan sebagai berikut:

3. Silica gel

Berasal dari netralisasi sodium silikat kemudian gel dicuci untuk menghilangkan garam garam yang terbentuk selama proses reaksi netralisasi dilanjutkan dengan proses pengeringan, pemanasan dan grading. Umumnya berbentuk granular tetapi ada juga yang berbentuk bead.

2.4. Elektrolisa

Proses utama dalam menghasilkan aluminium dikenal dengan istilah proses

Hall-Massa jenis 22 - 34 lb/ft3

Kapasitas panas 0.27- 0.36 Btu-lboF

Pori - pori 0.56 - 1.20 cm3/g

Luas permukaan 600 - 1600 m2/g

Rata - rata diameter pori 15 - 25 Ȃ

Suhu (uap) 100 - 140 oC

Suhu maksimum 150 oC

Tabel 2. 2. Spesifikasi karbon aktif

Massa jenis

Butiran 38 - 42 lb/ft3

Butir kasar 54 - 58 lb/ft3

Kapasitas panas 0.21- 0.25 Btu-lboF

Pori - pori 0.29 - 0.37 cm3/g

Luas permukaan 210 - 360 m2/g

Rata - rata diameter pori 18 - 48 Ȃ

Suhu (uap) 200 - 250 oC

Suhu maksimum 500 oC


(28)

melarutkan alumina (Al2O3) ke dalam larutan elektrolit yang terdiri atas cairan

kliorit (Na3AlF6) dan aluminium florida (AlF3). Menghasilkan aluminium dengan

mendekomposisi elektrik diantara karbon dan elektroda aluminium pada temperatur 950oC menjadi aluminium dan oksigen. Karbon yang digunakan akan terus terkonsumsi dan bereaksi dengan oksigen membentuk karbon dioksida (CO2) (Entner, 2007).

Dalam 2 abad terakhir proses peleburan aluminium merupakan proses yang mahal dibandingkan peleburan emas dan menjadi logam yang diproduksi terbanyak kedua setelah besi. Menurut data Australian Bureau of Agricultural and Resource Economics, produksi aluminium dunia pada tahun 2007 mencapai 37.85 juta ton dan permintaaan dunia meningkat (Jessen, 2008).

Tungku reduksi merupakan peralatan utama dalam memproduksi aluminium, dengan adanya beberapa anoda dan katoda.Di dalam tungku, alumina melebur dengan bantuan kliorit di antara anoda dan katoda. Saat massa jenis anoda dalam keadaan normal, reaksi berikut cukup mewakili secara umum seperti apa terjadinya elektrolisa (Kuenen, dkk, 2009).

2 Al2O3 + 3 C(s) --> 4 Al(l) + 3 CO2(g) (2.1)

dalam reaksi ini, CO2 dihasilkan, karena produksi gelembung cukup banyak di

dalam kliorit, anoda belum bisa diganti sebelum gelembung (bubbles) dapat dihilangkan dari permukaan bawah anoda (Wang et al. 2014).

Dengan menggunakan arus listrik 180,000 Ampere pada proses elektrolisa dapat menghasilkan 1,350 Kg aluminium per hari dan membutuhkan 2,550 Kg alumina. Serbuk alumina ditambahkan dan terlarut di dalam larutan kliorit (Tayloret al. 1996).


(29)

Penggunaan material berupa anoda, alumina, AlF3, dan berbagai material

lainnya dapat menghasilkan produk utama berupa aluminium dan produk samping serta gas buangan, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Aliran material pada pot reduksi(Gusberti, dkk.,2012)

Temperatur bath (kliorit) selama pot beroperasi normal berada di antara 940oC sampai 970oC, bath tidak terkonsumsi tetapi beberapa hilang karena penguapan (Kola, 2009).Dari Gambar 2.7.dapat dilihat bagaimana emisi yang terbentuk dan terbuang ke udara, dalam hal ini gas CO2 dan HF menjadi gas

emisi utama dalam proses peleburan aluminium. Gas HF khususnya dihasilkan akibat adanya AlF3 pada bath dan H2O dalam bentuk gas yang berada di dalam

tungku reduksi (Haupin dan Kvande, 1993). Hal ini dapat dilihat dari reaksi yang terjadi:

2 AlF3(in bath) + 3 H2O(g) --> Al2O3 + 6 HF(g) (2.2)


(30)

2.4.1. Properti Larutan Elektrolit

Dalam proses elektrolisa larutan elektrolit memegang peranan yang sangat penting, berfungsi sebagai pelarut alumina yang dimasukkan. Berikut disampaikan beberapa parameter penting dalam larutan elektrolit.

2.4.1.1. Keasaman Bath

Keasaman bath dinyatakan dalam banyaknya kadar AlF3 yang terkandung di

dalam bath. Biasanya keasaman bath sekitar 9 – 11%. Keasaman bath sangat berpengaruh terhadap terhadap temperatur bath, biasanya bila kadar keasaman rendah maka temperatur bath akan tinggi dan sebaliknya bila kadar keasaman tinggi maka temperatur bath akan rendah. Namun tidak selamanya keasaman berbanding terbalik dengan temperatur bath ada kalanya pada saat keasaman rendah temperatur juga rendah, hal ini tergantung pada kondisi pot terutama jumlah metal dan voltase pot.

2.4.1.2. Temperatur Liquidus

Temperatur liquidus merupakan temperatur dimana batas pertemuan yang tepat antara fasa cair, padat, ataupun campuran dari bath. Jika dilihat dari diagram fasa sistem NaF – AlF3, temperatur liquidus dipengaruhi oleh besarnya kadar

keasaman. Ketika penambahan ataupun pengurangan AlF3 maka temperatur

liquidus akan bergerak turun ataupun naik. Dalam Gambar 2.8.ditunjukkan diagram fasa NaF - AlF3.


(31)

Gambar 2. 8. Diagram fasa NaF-AlF3

Diagram di atas menjelaskan bagaimana hubungan antara konsentrasi NaF-AlF3 dengan temperatur. AlF3 sebagai adiktif akan mempengaruhi liquidus

temperature atau yang lebih dikenal dengan suhu dimana benda akan larut. Dalam hal ini hendaknya selisih liquidus temperature dengan bath temperature harus dijaga di rentang 10oC.

2.4.1.3. Voltase Pot

Voltase pot diberikan oleh komponen-komponen dalam maupun luar dari sel elektrolisis, dimana secara keseluruhan besarnya voltase pot adalah 4,256 volt. Voltase bath merupakan bagian paling besar kontribusinya terhadap voltase pot, hal ini karena tahanan dan elektrokimia yang terjadi di dalam bath. Adapun komponen-komponen voltase pot adalah:

a. Voltase anoda

Besarnya voltase anoda diukur dari hubungan listrik diantara bagian-bagian yang berbeda dari anoda seperti karbon anoda, yoke besi, rod aluminium dan clamp anoda. Besarnya voltase anoda sekitar 0,25 volt.


(32)

b. Voltase bath

Voltase bath terbagi atas dua, yaitu voltase dekomposisi dan voltase operasi. Voltase dekomposisi merupakan voltase minimum yang diperlukan untuk membentuk aluminium dalam sel elektrolisa ideal yang besarnya adalah 1,6 volt. Sedangkan voltase operasi adalah voltase yang dipakai untuk mendukung proses elektrolisa yang besarnya 1,8 volt.

c. Voltase katoda

Voltase katoda ditetapkan dari jumlah lumpur (sludge) yang berada di atas permukaan katoda, kualitas dan umur blokkatoda. Besarnya voltase katoda sekitar 0,35 volt.

d. Voltase busbar

Merupakan voltase eksternal dimana terjadi voltase drop dalam sistem busbar. Besarnya voltase busbar sekitar 0,256 volt.

2.4.2. Siklus Operasi Tungku Reduksi

Secara umum siklus operasi pot reduksi dimulai dari rekonstruksi pot, baking atau pemanasan awal, start-up, operasi normal hingga cut-out.

2.4.2.1. Perakitan Katoda dan Rekonstruksi Pot

Katoda merupakan komponen penghantar arus negatif pada pot yang terdiri dari blok katoda yang merupakan karbon dan batang katoda berupa batang besi yang akan disambungkan dengan jalur arus (busbar). Rekonstruksi pot dilaksanakan pada pot yang telah mati dengan membongkar dan mengganti sebagian atau seluruh material dari pot.Rekonstruksi pot dapat dilakukan secara sebagian (partial reconstruction) maupun secara penuh (full reconstruction) tergantung dari keadaan pot operasi. Adapun tahap-tahap yang dilakukan adalah:

1)Proses pemeriksaan bahan yang akan dipergunakan

Setelah diterima, bahan diperiksa kualitas dan spesifikasinya. Adapun bahan-bahan yang diperiksa meliputi cathode block, cathode bar, pig iron, ferro silica, ferro phosphor dan bahan aditif seperti flux dan serbuk karbon.


(33)

Pembersihan katoda dilakukan untuk menghilangkan korosi yang ada pada bar katoda. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan shoot blast machine.

3)Settingcathode block dan cathode bar

Setting yang dilakukan pada heating frame bertujuan agar posisi cathode bar berada tepat ditengah cathode block.

4)Pemanasan

Pemanasan bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang ada pada cathode block dan cathode bar, selain itu pemanasan juga dilakukan untuk menghindari thermal shock pada saat penuangan besi tuang. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan gas LPG hingga mencapai temperatur 600 – 700 oC selama 5 jam.

5)Peleburan pig iron di dalam induction furnace

Sebelum dilakukan peleburan, pig iron terlebih dahulu dilakukan pemanasan yang bertujuan untuk menghilangkan kadar air. Untuk membentuk besi tuang, pig iron dilebur di dalam induction furnace bersama–sama dengan ferro silica, ferro sulfur, flux dan serbuk karbon. 6)Pouring atau penuangan besi tuang

Besi tuang dengan temperatur 1260-1340 0C yang diperoleh dari induction furnace digunakan untuk menyambung/menyatukan blok katoda dengan bar katoda.

7)Pendinginan

Setelah penuangan besi tuang, cathode assembly disimpan di tempat penyimpanan.Cathode assembly ditutup dengan heat cover yang dibuat secara khusus dari bahan Kao wool dan dilapisi dengan wire mesh yang disebut fine flex.Hal ini dilakukan untuk mencegah penurunan suhu yang terlalu cepat atau tiba-tiba. Proses ini berlangsung selama 8 jam.

8) Penyimpanan

Setelah selesai didinginkan cathode assembly disimpan untuk proses rekonstruksi pot.


(34)

Material Checking

Shot Blast

Gambar 2. 9 Proses cathode fastening (PT Inalum, 2010)

Setelah melakukan perakitan katoda, maka rekontruksi pot berlanjut dengan memasang katoda ke dalam shield, dan tungku siap untuk dipanaskan.

2.4.2.2. Baking (Preheating)

Baking atau biasanya disebut preheating adalah suatu proses pemanasan/ pemanggangan lining pot (katoda, ramming paste dan anoda) secara bertahap agar pot yang baru direkonstruksi tidak mengalami thermal shock yang dapat menimbulkan retak (crack) pada lining pot ketika pot dioperasikan secara mendadak pada temperatur operasi yang sangat tinggi (± 960 oC). Secara umum ada dua metodaproses baking yang digunakan saat ini, yaitu:

1. Reduction Cell Electrical Bake-out atau Resistance Preheating atau Coke Bed Preheating.

Dalam prosesnya, metoda ini diterapkan terhadap pot yang telah direkonstruksi sebagian atau penuh (partial or full reconstruction) tanpa ada sisa bath dan metal beku di dalam pot tersebut. Pemanggangan dilakukan dengan menggunakan arus listrik dan shunt resistor. Proses ini berlangsung


(35)

sampai distribusi temperatur pada permukaan katoda mencapai ± 800-900 oC (selama ±72 jam, tergantung dimensi pot dan kuat arus yang dipakai). Selain itu metoda ini juga menggunakan kokas sebagai media penghantar arus/panas dari anoda ke katoda dan sebagai isolasi terhadap oksidasi.

2. ReductionCell Fuel Bake-out atau Fuel Fired Baking atau Thermal Preheating.

Metoda kedua ini adalah metoda baking yang menggunakan minyak atau gas LPG sebagai bahan bakar dan dilengkapi dengan burner (semacam nozzle untuk menginjeksikan nyala api/panas ke dalam pot). Gas Baking System termasuk ke dalam kelompok metoda ini dan menggunakan gas LPG sebagai bahan bakar di dalam prosesnya.

Pada umumnya, aluminium smelter (pabrik peleburan aluminium) di negara maju yang krisis energi listrik banyak menggunakan metode gas baking pada setiap proses baking sehingga mereka tidak lagi menggunakan arus listrik pada saat baking tetapi memanfaatkan arus tersebut untuk meningkatkan produktivitas (produksi aluminium cair). Apalagi kalau smelter tersebut tidak memiliki fasilitas pembangkit listrik sendiri (dengan kata lain membeli listrik dari perusahaan lain), mereka akan cenderung menggunakan metoda gas baking untuk proses pemanggangan pot. Hal ini disebabkan karena harganya (total cost) jauh lebih murah dan hasilnya cukup memuaskan apabila ditinjau dari segi distribusi temperatur pada permukaan lining pot.

2.4.2.3. Start Up

Start up merupakan operasi awal dari suatu pot dimana pot yang baru dikenalkan pada kondisi-kondisi operasi pot normal. Pada saat start up biasanya pot akan diberikan bath cair sebanyak 12 ton yang diperoleh dari pot yang ada disekitarnya dan juga diberikan “modal” berupa metal cair sebanyak 12 ton. Sebelum dilakukan start up, terlebih dahulu dilakukan proses pemanasan (baking). Setelah pot di start up, pot akan mengalami masa transisi yaitu masa peralihan dari start up menuju operasi normal.


(36)

Setelah proses baking dilakukan selama 3 hari maka dilakukan start up. Proses start up dibedakan berdasarkan proses baking yang dilakukan, umumnya start up untuk gas baking lebih cepat dan waktunya biasanya pada pagi hari sedangkan start up untuk electric baking waktu yang dibutuhkan lebih lama dari pada start upgas baking dan biasanya start up dilakukan pada siang hari.

2.4.2.4. Masa Transisi

Masa transisi adalah suatu fase dimana pot mengalami peralihan dari start up menuju operasi normal. Lamanya masa transisi tergantung dari jenis rekonstruksi yang telah dilakukan. Untuk pot rekonstruksi penuh masa transisi adalah 45 hari sedangkan untuk rekonstruksi parsial masa transisi adalah 35 hari. Selama transisi, komposisi bath, tinggi bath, dan tinggi metal harus dijaga sesuai dengan standar yang digunakan oleh PT. Inalum.

Pada saat masa transisi ini dimasukkan soda abu yang akan membantu pembentukan kerak samping yang berguna sebagai pelindung dinding samping dari serangan bath yang korosif. Banyaknya soda abu yang dimasukkan tergantung jenis rekonstruksi pot, biasanya pot yang rekonstruksi penuh lebih banyak pemberian soda abu. Pada masa transisi juga dilakukan penggantian anoda dan juga penghisapan metal (metal tapping). Pada akhir masa transisi diharapkan heat balance di dalam pot sudah stabil.

2.4.2.5. Operasi Normal

Prosedur operasi dari pot reduksi dilakukan setiap hari agar tidak mengganggu dari kondisi pot reduksi itu sendiri sehingga hasil produksi yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.Ada beberapa pekerjaan yang dilakukan pada operasi normal ini seperti Anode Changing (AC) dan Metal Tapping (MT).

2.4.2.6. Cut-Out

Dalam pengoperasiannya, ada kalanya suatu pot harus dimatikan (cutout). Ada beberapa alasan yang menyebabkan kondisi suatu pot memburuk dan harus dimatikan, antara lain:


(37)

1. Kadar Fe dan Si di dalam pot naik dan tidak dapat diturunkan kembali Kadar Fe dan Si menjadi perhatian utama dalam hasil produksi reduksi alumina menjadi aluminium. Kadar Fe didalam metal cair dapat meningkat bila katoda retak atau berlubang, hal ini dapat menyebabkan kolektor bar yang terbuat dari besi dapat tererosi sehingga kadar Fe meningkat. Selain itu peningkatan kadar Fe yang tidak diinginkan dapat berasal dari nipple pada stub (telah dijelaskan pada bagian sebelumnya). Peningkatan kadar Si yang tidak diinginkan berasal dari tererosinya dinding (side wall) pot. Jika kenaikan-kenaikan tersebut tidak dapat diatasi (diturunkan), maka pot tersebut harus di cut out.

2. Operasi Pot yang sulit

Bila AE yang timbul sulit dihentikan, noise tegangan sulit dikendalikan, temperatur dan tegangan sulit diturunkan, serta operasi manual banyak dilakukan sehingga memberatkan kinerja operator, maka pot tersebut bisa dikatakan sulit dioperasikan. Kondisi sepeti ini biasanya terjadi pada pot tua yang lumpurnya tinggi dan penanganannya adalah dengan cara meng-cut out pot tersebut.


(38)

2. 5. Produksi Aluminium

Gambar 2.10. Diagram proses produksi aluminium

Dari segi teori, produksi aluminium per hari per tungku direpresentasikan dengan persamaan berikut:

PAl = 0.3354 * I * t (2.4)

Keterangan:

PAl = Produksi Aluminium secara teoritis (Kg)

I = Arus listrik (kA) t = Waktu (jam)

2.5.1 Efisiensi Arus

Efisensi arus atau (Current Efficiency, CE) merupakan persentase perbandingan antara jumlah metal yang dihasilkan dari pot dengan jumlah metal yang dihasilkan secara teoritis.

Current Efficiency (CE) = x 100 % (2.5)

Dalam sel elektrolisis modern, rata-rata CE adalah 92 – 95%, hal ini tergantung kepada prosedur teknis yang dilakukan. Besarnya CE dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:

Ship Unloader Alumina Silo Coke Silo Pitch Storage House Main Fan Dry Scrubber Pre Heater

Ko-Kneader MachineShaking Baking Furnace

Fan Baked Block Crusher Butt Crush Butt Press Rod Anode Assembly Return Crust Butt Cleaner Cast Iron

Reduction Cell 510 Units Holding Furnace Casting Machine Aluminium Ingot 22,7 kg/Pc

DC Electric Power Aluminium Fluoride

Recovered Cryolite (For Start up only)

Alumina

Pitch Coke

Exhaust gas

Pitch Heavy oil

Butt Silo Clean Gas Exhaust gas Clean Gas Molten Aluminium

GAS CLEANING SYSTEM

GAS CLEANING SYSTEM

ANODE BAKING PLANT ANODE GREEN PLANT

ANODE RODDING PLANT REDUCTION PLANT CASTING SHOP teoritis secara metal Berat tapping di yang metal Berat


(39)

a. Temperatur operasi

Temperatur operasi harus dijaga karena akan sangat mempengaruhi CE. Bila temperatur operasi terlalu tinggi maka akan mempercepat laju reaksi kabut metal atau reaksi balik, namun bila temperatur operasi terlalu rendah maka bath tidak dapat melarutkan Al2O3 sehingga Al2O3 menjadi lumpur.

b. Kadar alumina

Banyaknya metal yang dihasilkan tergantung pada banyaknya kadar Al2O3

di dalam bath, kadar Al2O3 dalam bath harus tetap berada pada 1 – 3%.

Gambar 2.11. Hubungan konsentrasi alumina dengan resistansi di dalam bath

2.6. Gas HF

Hidrogen fluorida adalah senyawa hidrogen dan fluorin dengan rumus kimia HF. Fluor adalah anggota dari kelompok unsur yang dikenal sebagai halogen, yang semuanya bergabung dengan hidrogen dengan cara yang sama untuk membentuk hidrogen halida. Pada suhu kamar dan tekanan normal, hidrogen fluorida adalah gas tidak berwarna dengan titik didih 67,1 ° F (19,5 ° C), yang jauh lebih tinggi daripada halida hidrogen yang lain, dan memungkinkan untuk eksis sebagai cairan pada suhu sehari-hari . Dalam air, larut untuk membentuk asam fluorida. HF cair juga dikenal sebagai anhidrat – yang berarti bebas air – asam fluorida, dan “HF” dapat digunakan untuk menunjukkan gas, cairan, atau asam encer.

Dalam larutan berair, asam fluorida adalah asam lemah, karena ikatan hidrogen antara HF dan molekul air, yang membatasi tingkat disosiasi menjadi ion.Ikatan hidrogen antara molekul HF menyumbang titik didih yang relatif tinggi


(40)

hidrogen fluorida jika dibandingkan dengan hidrogen halida lainnya. Asam bereaksi dengan banyak logam, biasanya membentuk gas hidrogen dan fluoride logam, misalnya: Mg + 2HF -> MgF2 + H2. Tidak seperti banyak asam, namun

juga mudah bereaksi dengan sebagian besar oksida logam dan dengan silikat, termasuk kaca, membentuk senyawa larut.Untuk alasan ini, tidak dapat disimpan dalam botol kaca.

Hidrogen fluorida dapat diproduksi oleh reaksi fluorida logam, misalnya kalsium fluorida, dengan asam sulfat: CaF2 + H2SO4 -> CaSO4 + 2HF. Hal ini

dihasilkan dengan cara ini dalam industri kimia, menggunakan fluorit, bentuk mineral umum dari kalsium fluorida. Penggunaan industri utama dalam produksi politetrafluoroetilena (PTFE), dalam industri semikonduktor untuk menghilangkan oksida dari silikon, dalam ekstraksi uranium dari bijih oksida, dalam kaca etsa dan sebagai katalis dalam industri petrokimia.Hal ini juga digunakan untuk menghilangkan noda karat, karena bereaksi dengan oksida logam untuk membentuk fluor larut.Fluor diproduksi industri dengan elektrolisis HF cair.

Di laboratorium, HF dalam bentuk asam fluorida berair digunakan dalam analisis mineral karena kemampuannya untuk melarutkan silikat.Hal ini juga digunakan dalam analisis serbuk sari dalam sampel tanah.Tanah sebagian besar terdiri dari bahan organik dan mineral, dengan mineral terutama terdiri dari karbonat dan silikat. Untuk mengidentifikasi serbuk sari ini, bahan ini perlu dihapus, dan, setelah pengobatan dengan reagen lain untuk menghapus karbonat dan bahan organik, asam fluorida digunakan untuk menghilangkan mineral silikat.

Hydrogen fluorida dan asam fluorida sangat beracun dan sangat korosif.Menghirup gas merusak sistem pernapasan dan dapat menyebabkan edema paru dan kematian.Kontak kulit dengan asam fluorida, bahkan dalam larutan yang sangat encer, bisa mengakibatkan luka bakar parah dan memungkinkan ion fluorida ke dalam aliran darah.Asam diserap sangat cepat melalui kulit luar dan membunuh jaringan hidup di bawahnya, terutama disebabkan oleh ion fluorida menggabungkan dengan ion kalsium dan mempercepat larut kalsium fluorida. Kalsium sangat penting untuk metabolisme sel dan fungsi organ vital, penghapusan dari sistem dapat menyebabkan kondisi


(41)

yang dikenal sebagai hipokalsemia, yang dapat menyebabkan kematian akibat serangan jantung atau kegagalan beberapa organ.

Karena bahaya ini, hidrogen fluorida dan asam fluorida harus ditangani dengan sangat hati-hati dan tindakan pencegahan keselamatan yang ketat biasanya diamati di mana mereka digunakan.Tertelan, terhirup atau kontak kulit dengan HF memerlukan perhatian medis yang mendesak, bahkan jika tidak ada gejala langsung, seperti dengan larutan encer efek mungkin tertunda.Tumpahan meliputi 2% atau lebih dari permukaan tubuh dianggap mengancam kehidupan, karena risiko jumlah yang signifikan dari ion fluorida memasuki aliran darah.Penerapan kalsium glukonat gel ke daerah yang terkena menyediakan ion kalsium yang mengikat ion fluorida, membantu untuk meminimalkan kerusakan dan mencegah hipokalsemia.

2.6.1. Faktor – Faktor yang mempengaruhi terbentuknya gas HF a. Pengaruh Tempratur Bath

Selama Operasi normal tempratur bath dipertahankan sekitar 965oC dengan bertambahnya tempratur dari molten bath maka tekanan uap NaAlF4

bertambah sehingga pembentukan fluoride juga bertambah. b. Konsentrasi alumina

Dengan berkurangnya konsentrasi alumina pada molten bath , maka tekanan uap dari NaAlF4 bertambah dan akan terjadi anoda effect , akibat dari

terbentuknya anoda effect maka pembentukan fluoride akan bertambah , oleh sebab itu selama proses reduksi harus dijaga konsentrasi alumina pada bath.

2.6.2. Pengaruh Operasi tungku reduksi terhadap pembentukan Fluorida Selama operasi normal, permukaan dari molten bath harus ditutup sempurna dengan crust atau alumina. Apabila permukaan bath terbuka langsung ke atmosfer , maka akan dihasilkan fluoride dengan cara termal draft. Olehkarena itu setelah operasi bagian yang terbuka ditutup dengan sempurna memakai alumina agar pembentukan fluoride dapat dikurangi (PT Inalum, 2003).


(42)

2.6.3. Gas – Gas yang dikeluarkan dari tungku reduksi

Selama operasi normal dari tungku reduksi unsure utama dari gas yang dihasilkan adalah karbon dioksida (CO2) dan karbon monoksida (CO). Unsur yang lain yaitu

Hidrogen Fluorida, dan sedikit Sulfur Oksida. Selain itu juga mengandung partikel – partikel yang terdiri dari bahan dasar bath yang dimasukkan seperti alumina atau krolit dan karbon derbis (sisa atau runtuhan karbon) dari anoda yang ikut terbawa keluar dengan aliran gas buang selama operasi reduksi.

2.6.4. Adsorbsi gas HF

Tempratur normal dari gas yang dihasilkan dari tungku reduksi adalah sekitar 90oC – 250oC dengan demikian reaksi antara fluoride dan alumina hanya reaksi adsorbsi dari HF pada permukaan alumina.Pada umumnya ada 2 jenis absorbsi yaitu absorbsi physis dan absorbsi kimia.

a. Adsorbsi physis

Adsorbsi ini disebut juga adsorbsi Van Der Waals karena ikatan antar adsorben (Al2O3) dan adsorbat (HF) disebabkan oleh gaya Van Der Waals

sehingga gaya ikatannya sangat lemah. Apabila tempratur naik atau tekanan parsial dari adsorbat (HF) turun, maka gaya ikatan turun dan physisorbed adsorbat (HF) akan terjadi.

b. Adsorbsi kimia

Adsorbsi ini ditandai dengan penukaran atau pembacaan bersama elektron antara adsorben dan adsorbat (HF) dan bentuk senyawa baru AlF3.Gaya

ikat antara adsorben dan adsorbat pada adsorbsi kimia jauh lebih kuat dari pada adsorbsi physis.Reaksi antara HF dan alumina adalah reaksi antara gas- padat, sehingga kondisi kontak yang efektif sangat penting. Dalam proses kering gas HF hanya teradsorbsi secara kimia sebagai mono molekuler pada permukaan alumina, sehingga perlu diketahui kualitas penyerapan fluoride pada alumina dan kondisi fresh alumina.


(43)

2.7. Gas Ideal

Termodinamika merupakan bagian yang lebih spesifik di dalam mempelajari kimia fisika, ilmu yang berhubungan dengan sifat makroskopik yang pada dasarnya dapat diukur.Sifat - sifat keadaan suatu materi yang dapat dilihat berupa suhu, tekanan, volume dan sifat keadaan ini dapat dijabarkan dalam persamaan keadaan, salah satu yang sederhana adalah persamaan keadaan gas ideal.

Persamaan jenis gas dikatakan ideal apabila gaya tarik menarik antar molekul gas diabaikan. Gas yang akan berbentuk sesuai dengan ruang yang ditempati, semakin besar massa gas maka semakin besar pula volume dari gas tersebut. Volume (V) yang ditempati suatu zat yang massanya (m) tertentu bergantung pada tekanan (p) yang diderita zat yang bersangkutan dan pada suhunya (T). Kondisi ini dapat dihubungkan oleh persamaan:

pv = RT atau pV = nRT (2.6) Keterangan:

v = volume molar (m3/mol)

V = volume yang diberikan oleh n mol (m3)

R = konstanta gas (8,314 JK-1.mol-1 = 1,99 kal.mol-1.K-1) T = suhu (K)

n = jumlah mol (mol)

Di dunia, tidak pernah ditemukan kondisi ideal, hal ini menuntut untuk dilakukan asumsi agar gas mendekati ideal, antara lain:

a. Volume molekul gas diabaikan terhadap volume ruang b. Molekul gas tidak saling berinteraksi

c. Gerakan partikel gas random, energi kinetik d. Tumbukan lenting sempurna(Kovacs, 2012).


(44)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaan sumber daya alamnya, terutama di bidang migas dan sumber daya mineral. Kekayaan tersebut sering dijumpai di lingkungan on shore yang terletak di daerah-daerah di Indonesia. Dengan kondisi geografis yang luas, bentuk kepulauan, dan letak yang strategis di jalur perdagangan dunia, kebutuhan akan pengolahan mineral sangatlah penting agar Indonesia tidak sekedar menjadi negara pengekspor bahan baku semata.

Bauksit menjadi salah satu bahan mineral yang cukup melimpah di Indonesia, akan tetapi mineral ini belum diolah dengan baik, hal ini juga bertolak belakang dengan kondisi saat ini, disaat Indonesia memiliki pabrik peleburan aluminium akan tetapi bahan baku utama masih diimpor dari negara lain.

Terletak di kuala tanjung, kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) menjadi satu - satunya pabrik peleburan yang ada di Indonesia.Dalam industri aluminium, tungku reduksi merupakan alat utama yang digunakan. Dengan menggunakan proses elektrolisa, alumina dilebur menjadi aluminium, dan proses ini ditemukan oleh Hall dan Heroult yang dimulai pada tahun 1886. Proses elektrolisa yang identik menggunakan anoda dan katoda serta larutan elektrolit sebagai pelarut, hal ini ditunjukkan dalam reaksi sebagai berikut.

2 Al2O3 + 3 C(s) --> 4 Al(l) + 3 CO2(g) (1.1)

Dalam reaksi ini karbon dioksida menjadi produk samping, akan tetapi ada beberapa gas yang dihasilkan dalam proses elektrolisa, salah satunya adalah gas hydrogen fluoride (HF). Gas ini berasal dari reaksi antara kliorit (Na3AlF6)

terhadap anoda sehingga molekul fluor dalam kliorit berikatan dengan gas hydrogen (H) dan membentuk gas HF.


(45)

dengan cara mereaksikan gas HF dengan alumina sehingga alumina berfungsi sebagai adsorben.

Penelitian ini didahului oleh William D. Lamb (tahun 1978) yang mengukur tingkat penyerapan gas HF pada alumina smelter Aluminium Canada (Alcan), masih di tahun 1978, Warren Haupin melakukan penelitian tentang faktor yang mempengaruhi dihasilkannya gas HF dan ditahun 1979 penelitian berikutnya juga dilakukan oleh William dengan SO2 sebagai objek penyerapan gas HF.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana menentukan efisiensi penyerapan gas HF yang oleh alumina di dalam reaktor?

2. Bagaimana menentukan konsentrasi gas HF yang dibuang melalui cerobong (stack)?

1.3. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, batasan yang digunakan antara lain: 1. Potline yang menjadi sampel penelitian adalah potline 2,

2. Parameter yang diamati dalam penelitian adalah kadar gas HF yang masuk ke dalam reaktor,

3. Parameter berikutnya adalah efisiensi reaksi yang terjadi antara gas HF dengan alumina yang dialirkan.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk


(46)

2. Untuk menentukan sisa gas HF yang dibuang ke udara bebas.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat baik dari sisi informasi terkait pabrik peleburan aluminium serta menjadi rujukan menentukan pengembangan pabrik dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungan khususnya terhadap gas hydrogen fluoride (HF) yang dihasilkan

1.6. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini lokasi yang digunakan meliputi Laboratorium PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) serta tinjauan langsung di pabrik peleburan terkhusus pada area kerja Gas Cleaning.

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat uji eksperimental laboratorium , yaitu untuk mengetahui bagaimana kemampuan alumina sebagai adsorben untuk mengurangi kadar gas hydrogen fluoride (HF) yang akan dibuang ke udara bebas.

Tahapan penelitian meliputi:

1. Pengukuran debit gas yang keluar dari main duct, 2. Menganalisa konsentrasi gas HF,

3. Melakukan perhitungan efisiensi penyerapan gas HF oleh alumina di dalam reaktor.

Adapun variabel yang digunakan pada penelitian ini: 1. Parameter tetap meliputi:


(47)

1.2.Debit aliran gas,

1.3.Debit aliran alumina pada reaktor.

2. Parameter terikat meliputi:

2.1.Penentuan kandungan gas hydrogen fluoride(HF) yang dihasilkan,

2.2.Grafik semilog sebagai referensi data dalam proses perhitungan efisiensi penyerapan gas hydrogen fluoride (HF).


(48)

ANALISIS EFISIENSI PENYERAPAN GAS HIDROGEN FLUORIDA (HF) YANG DIHASILKAN TUNGKU REDUKSI ALUMINIUM OLEH

ALUMINA (Al2O3)

ABSTRAK

Peleburan aluminium menerapkan proses elektrolisa yang telah ditemukan oleh Hall - Heroult. Proses ini membutuhkan anoda, katoda dan larutan elektrolit sebagai pelebur bahan baku alumina yang didapat dari pemurnian bauksit. Dalam proses ini gas hydrogen fluoride (HF) menjadi hasil samping setelah karbon dioksida (CO2), dan proses ini berlangsung setiap saat sehingga gas HF yang

dihasilkan merupakan hasil reaksi antara kliorit (Na3AlF6) dengan gas H2selalu

ada. Dalam hal untuk mengurangi emisi gas HF yang dibuang ke udara bebas maka gas HF direaksikan dengan alumina yang berfungsi sebagai adsorben di dalam reaktor dengan mengatur aliran alumina terhadap gas HF. Untuk mengetahui kadar gas HF yang keluar dari cerobong asap serta menentukan efisiensi penyerapan, perlu dilakukan analisa efisiensi penyerapan gas HF oleh alumina dengan bantuan elektroda selektif ion meter. Analisa yang dilakukan menunjukkan efisiensi penyerapan yang ada di PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) sangat optimal, ini dibuktikan dari hasil penyerapan sebesar 99.83% dengan konsentrasi gas HF yang dibuang sebesar 0.33mgF/m3.


(49)

ANALYSIS OF ADSORPTION EFFICIENT OF HYDROGEN FLUORIDE WHICH GENERATED POT REDUCTION BY ALUMINA

ABSTRACT

Aluminum smelting electroliysis implement process that have been found by Hall-Heroult. This process requires the anode, cathode and electrolyte solution as the raw material alumina smelter in the can from bauxite refining. in this process of hydrogen fluoride gas (HF) be so byproduct after carbon dioxide (CO2), and

this process takes place every time. so that the resulting gas HF always there. HF gas produced is the result of the reaction between the carbon anode chlorine cliorite (Na3AlF6).HF gas is reacted with the alumina which serves as adsorbent

inside the reactor by regulating the flow of alumina to the gas HF, This is done to reduce or even eliminate HF gas coming out of the chimney. if HF gas that comes out in a quantity that many will cause poisoning and even death.HF to determine levels of gas coming out of the chimney.necessary to analyze the efficiency of gas absorption by the alumina HF. in this case, the efficiency of absorption in PT Indonesia AsahanAluminium (Persero) is optimal. This is evidenced from the results of absorption, respectively for 99.85% and 99.86% with gas concentration HF disposed of 0.33 mg/Nm3 and 0.20 mg/Nm3.


(50)

ANALISIS EFISIENSI PENYERAPAN GAS

HIDROGEN FLUORIDA (HF) YANG DIHASILKAN

TUNGKU REDUKSI ALUMINIUM OLEH ALUMINA

(Al

2

O

3

)

SKRIPSI

MHD. AGUS SALIM KABAN

100822056

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016


(51)

Judul : Analisa Efisiensi Penyerapan Gas Hydrogen Fluoride (HF) yang Dihasilkan Tungku Reduksi Aluminium oleh Alumina (Al2O3)

Kategori : Skripsi

Nama : Mhd. Agus Salim Kaban

NIM : 100822056

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (USU)

Disetujui di

Medan, Desember 2016 Komisi Pembimbing :

Pembimbing II, Pembimbing I,

Prof. Dr. Tamrin, M.Sc. Saharman Gea, Ph.D

NIP. 196007 041989 03 1003 NIP. 196811 101999 03 1001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst. MS. NIP. 195408301985032001


(52)

PERNYATAAN

ANALISIS EFISIENSI PENYERAPAN GAS HIDROGEN FLUORIDA (HF) YANG DIHASILKAN TUNGKU REDUKSI ALUMINIUM OLEH ALUMINA

(Al2O3)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri,kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan,Desember 2016

Mhd. Agus Salim Kaban 100822056


(53)

PENGHARGAAN

Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini sebagaimana mestinya. Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana di bidang kimia.Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan kasih sayang yang sebesar-besarnya kepada AlmarhumAyahanda Sarullah Kaban yang dulunya menanti ananda untuk dapat menyelesaikan perkuliahan, sudah terlalu lama hingga ayah tidak melihat lagi ananda menyelesaikan studi ini, semoga ayah ikut merasakan kebahagiaan ini dan ditempatkan di sebaik - baik tempat, Ibunda Lainna Boangmanalu senantiasa bersabar dan menjadi motivator, mendukung dan mendoakan setiap aktivitas yang dilakukan, Abangda Muchlasin Syahbuddin Kaban, Adinda Muhammad Normansyah Kaban serta seluruh keluarga lainnya yang telah mendoakan, memberikan dukungan serta bantuan moril dan materil yang tak terhingga nilainya kepada penulis.

Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada BapakSaharman Gea, Ph.Dselaku dosen pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Tamrin, M.Sc. selaku dosen pembimbing II yang dengan ikhlas dan senantiasa memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS. dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc. selaku ketua dan sekretaris jurusan kimia yang telah mengesahkan skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Tamrin, MSc. selaku dosen wali yang selalu membimbing penulis dan seluruh dosen Departemen Kimia yang telah memberikan ilmu dan pengajaran serta para staf pegawai Departemen Kimia.

Ucapan terima kasih kembali penulis sampaikan terkhusus kepada, inspirator yang siap menjadi generasi Ibnu Sina II, abangnda Kabul Warsito, senantiasa memberi motivasi dan pengertian atas usaha dalam menyelesaikan studi ini. Kepada Titin Hartini, terima kasih dek, sudah mau direpotin dengan segala tingkah dan kekurangan yang ada. Ketua UKMI Al Falak FMIPA USU


(54)

salut atas perjuangannya dalam membantu urusan yang merepotkan dan menyita banyak waktu, diucapkan jazakumullah khairan katsiran. Muhammad Emir Aulia, sahabat dan saudara yang selalu menginspirasi penulis, semoga Allah kekalkan persaudaraan kita ya bro.

Rekan - rekan asisten laboratorium Kimia Fisika, mulai dari Diana, danken, syukron katsir atas bantuan yang diberikan, kesabaran dan begitu banyak saran dalam menyelesaikan skripsi ini. Irene dan asisten lainnya, terima kasih buat bantuan yang diberikan.Abangnda Edi Satrio, mohon maaf atas kekurangan yang ada serta terima kasih atas bantuan dan pengertian selama ini.

Janji yang akhirnya tertunai untuk keluarga kecilku, abi akhirnya bisa menyelesaikan studi yang sangat panjang ini nak, semoga perjuangan ini menjadi ibrah bagi kalian agar tak terulang sama seperti abi. Istriku yang senantiasa setia menemani proses penyelesaian skripsi ini, yang juga setia menemani proses perjalanan hidup hingga akhirnya kita dapatkan ridho Allah dan dikumpulkan di dalam surga Allah Swt. Abi sayang dan mencintai kalian.

Sahabat-sahabat yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis serta rekan-rekan seperjuangan Kimia stambuk 2010 dan juga sahabat yang tak mampu disebutkan satu per satu.Penulis menyadari kekurangan materil dan keterbatasan literatur yang disajikan dalam skripsi ini.Oleh karena itu, penulis mengharapkan tanggapan dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.Semoga skripsi ini bermanfaat dan menjadi informasi yang baru bagi penelitian selanjutnya.


(55)

ANALISIS EFISIENSI PENYERAPAN GAS HIDROGEN FLUORIDA (HF) YANG DIHASILKAN TUNGKU REDUKSI ALUMINIUM OLEH

ALUMINA (Al2O3)

ABSTRAK

Peleburan aluminium menerapkan proses elektrolisa yang telah ditemukan oleh Hall - Heroult. Proses ini membutuhkan anoda, katoda dan larutan elektrolit sebagai pelebur bahan baku alumina yang didapat dari pemurnian bauksit. Dalam proses ini gas hydrogen fluoride (HF) menjadi hasil samping setelah karbon dioksida (CO2), dan proses ini berlangsung setiap saat sehingga gas HF yang

dihasilkan merupakan hasil reaksi antara kliorit (Na3AlF6) dengan gas H2selalu

ada. Dalam hal untuk mengurangi emisi gas HF yang dibuang ke udara bebas maka gas HF direaksikan dengan alumina yang berfungsi sebagai adsorben di dalam reaktor dengan mengatur aliran alumina terhadap gas HF. Untuk mengetahui kadar gas HF yang keluar dari cerobong asap serta menentukan efisiensi penyerapan, perlu dilakukan analisa efisiensi penyerapan gas HF oleh alumina dengan bantuan elektroda selektif ion meter. Analisa yang dilakukan menunjukkan efisiensi penyerapan yang ada di PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) sangat optimal, ini dibuktikan dari hasil penyerapan sebesar 99.83% dengan konsentrasi gas HF yang dibuang sebesar 0.33mgF/m3.


(56)

ANALYSIS OF ADSORPTION EFFICIENT OF HYDROGEN FLUORIDE WHICH GENERATED POT REDUCTION BY ALUMINA

ABSTRACT

Aluminum smelting electroliysis implement process that have been found by Hall-Heroult. This process requires the anode, cathode and electrolyte solution as the raw material alumina smelter in the can from bauxite refining. in this process of hydrogen fluoride gas (HF) be so byproduct after carbon dioxide (CO2), and

this process takes place every time. so that the resulting gas HF always there. HF gas produced is the result of the reaction between the carbon anode chlorine cliorite (Na3AlF6).HF gas is reacted with the alumina which serves as adsorbent

inside the reactor by regulating the flow of alumina to the gas HF, This is done to reduce or even eliminate HF gas coming out of the chimney. if HF gas that comes out in a quantity that many will cause poisoning and even death.HF to determine levels of gas coming out of the chimney.necessary to analyze the efficiency of gas absorption by the alumina HF. in this case, the efficiency of absorption in PT Indonesia AsahanAluminium (Persero) is optimal. This is evidenced from the results of absorption, respectively for 99.85% and 99.86% with gas concentration HF disposed of 0.33 mg/Nm3 and 0.20 mg/Nm3.


(57)

DAFTAR ISI Halaman Persetujuan i Pernyataan ii Penghargaan iii Abstrak v Abstract vi Daftar Isi vii Daftar Tabel ix Daftar Gambar x Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Batasan Masalah 2

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6.Lokasi Penelitian 3

1.7. Metodologi Penelitian 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Alumina 5 2.2. Aluminium 10 2.2.1. Sifat-sifatAluminium 11 2.3.Adsorpsi 13


(58)

2.3.1. Adsorben 15

2.4.Elektrolisa

17 2.4.1. Properti Larutan Elektrolit

19

2.4.1.1. Keasaman Bath 19

2.4.1.2. Temperatur Liquidus 19

2.4.1.3. Voltase Pot 20

2.4.2. Siklus Operasi Tungku Reduksi 21

2.4.2.1. Perakitan Katoda dan Rekonstruksi Pot 21

2.4.2.2. Baking (Preheating) 24

2.4.2.3. Start Up 25

2.4.2.4. Masa Transisi 25

2.4.2.5. Operasi Normal 26

2.4.2.6. Cut-Out 26

2.5.Produksi Aluminium

27 2.5.1. Efisiensi Arus

28 2.6.Gas HF

29 2.6.1. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Gas HF 30

2.6.2. Pengaruh Operasi Tungku Reduksi Terhadap Pembentukan Fluorida

30

2.6.3. Gas – Gas yang Dikeluarkan dari Tungku Reduksi

31 2.6.4. Adsorbsi Gas HF

31 2.7. Gas Ideal

32 Bab 3 Metode Penelitian

33 3.1. Alat – Alat yang Digunakan


(59)

3.2. Bahan – Bahan yang digunakan 33

3.3. Prosedur Kerja 34

3.3.1.Pembuatan Larutan yang Digunakan 34

3.3.2.Pengambilan Sampel Gas 35

3.3.3.Penentuan Kadar Fluorida dengan Cara Elektroda Selektif Ion Fluorida

35

3.3.4.Flowsheet 37

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil 38

4.1.1.Kuantitas Gas HF 38

4.1.2.Kuantitas Fresh Alumina 40

4.1.3.Larutan Standar 41

4.2. Pembahasan 42

4.2.1.Menentukan Kadar HF pada Stack 42 4.2.2.Penentuan Efisiensi Penyerapan Gas HF 43 Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 45

5.2. Saran 45

Daftar Pustaka Lampiran


(60)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel

2.1. Spesifikasi Alumina 9

2.2. Properties of Activated Carbon 14

2.3. Properties of Activated Alumina 15

4.1. Data Hasil Pengukuran Volume Gas 36

4.2. Data hasil pengukuran ion meter terhadap sampel gas 37 4.3. Data hasil perhitungan efisiensi gas HF 39


(61)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar

2.1. Tahap transformasi kristal alumina 5

2.2. Kristal korondum alumina 5

2.3. Peta penyebaran produksi bauksit dunia 6

2.4. Proses Bayer 7

2.5. Analisa SEM (a) alumina , (b) alumina pemanasan 700oC 8 2.6. Peralatan Adsorpsi HF Penelitian William D. Lamb, dkk 14 2.7. Aliran material pada pot reduksi 16

2.8. Diagram Fasa NaF-AlF3 18

2.9. Proses Cathode Fastening 21

2.10. Diagram Proses Produksi Aluminium 24 2.11. Hubungan Konsentrasi Alumina dengan Resistansi di dalam Bath 26


(1)

vi

ANALYSIS OF ADSORPTION EFFICIENT OF HYDROGEN FLUORIDE WHICH GENERATED POT REDUCTION BY ALUMINA

ABSTRACT

Aluminum smelting electroliysis implement process that have been found by Hall-Heroult. This process requires the anode, cathode and electrolyte solution as the raw material alumina smelter in the can from bauxite refining. in this process of hydrogen fluoride gas (HF) be so byproduct after carbon dioxide (CO2), and this process takes place every time. so that the resulting gas HF always there. HF gas produced is the result of the reaction between the carbon anode chlorine cliorite (Na3AlF6).HF gas is reacted with the alumina which serves as adsorbent inside the reactor by regulating the flow of alumina to the gas HF, This is done to reduce or even eliminate HF gas coming out of the chimney. if HF gas that comes out in a quantity that many will cause poisoning and even death.HF to determine levels of gas coming out of the chimney.necessary to analyze the efficiency of gas absorption by the alumina HF. in this case, the efficiency of absorption in PT Indonesia AsahanAluminium (Persero) is optimal. This is evidenced from the results of absorption, respectively for 99.85% and 99.86% with gas concentration HF disposed of 0.33 mg/Nm3 and 0.20 mg/Nm3.


(2)

vii DAFTAR ISI Halaman Persetujuan i Pernyataan ii Penghargaan iii Abstrak v Abstract vi Daftar Isi vii Daftar Tabel ix Daftar Gambar x

Bab 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Batasan Masalah 2

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6.Lokasi Penelitian 3

1.7. Metodologi Penelitian 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Alumina 5 2.2. Aluminium 10 2.2.1. Sifat-sifatAluminium 11 2.3.Adsorpsi 13


(3)

viii

2.3.1. Adsorben 15

2.4.Elektrolisa

17 2.4.1. Properti Larutan Elektrolit

19

2.4.1.1. Keasaman Bath 19

2.4.1.2. Temperatur Liquidus 19

2.4.1.3. Voltase Pot 20

2.4.2. Siklus Operasi Tungku Reduksi 21

2.4.2.1. Perakitan Katoda dan Rekonstruksi Pot 21

2.4.2.2. Baking (Preheating) 24

2.4.2.3. Start Up 25

2.4.2.4. Masa Transisi 25

2.4.2.5. Operasi Normal 26

2.4.2.6. Cut-Out 26

2.5.Produksi Aluminium

27 2.5.1. Efisiensi Arus

28 2.6.Gas HF

29 2.6.1. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Gas HF 30

2.6.2. Pengaruh Operasi Tungku Reduksi Terhadap Pembentukan Fluorida

30

2.6.3. Gas – Gas yang Dikeluarkan dari Tungku Reduksi

31 2.6.4. Adsorbsi Gas HF

31 2.7. Gas Ideal

32

Bab 3 Metode Penelitian

33 3.1. Alat – Alat yang Digunakan


(4)

ix

3.2. Bahan – Bahan yang digunakan 33

3.3. Prosedur Kerja 34

3.3.1.Pembuatan Larutan yang Digunakan 34

3.3.2.Pengambilan Sampel Gas 35

3.3.3.Penentuan Kadar Fluorida dengan Cara Elektroda Selektif Ion Fluorida

35

3.3.4.Flowsheet 37

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil 38

4.1.1.Kuantitas Gas HF 38

4.1.2.Kuantitas Fresh Alumina 40

4.1.3.Larutan Standar 41

4.2. Pembahasan 42

4.2.1.Menentukan Kadar HF pada Stack 42 4.2.2.Penentuan Efisiensi Penyerapan Gas HF 43

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 45

5.2. Saran 45

Daftar Pustaka Lampiran


(5)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel

2.1. Spesifikasi Alumina 9

2.2. Properties of Activated Carbon 14

2.3. Properties of Activated Alumina 15

4.1. Data Hasil Pengukuran Volume Gas 36

4.2. Data hasil pengukuran ion meter terhadap sampel gas 37


(6)

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar

2.1. Tahap transformasi kristal alumina 5

2.2. Kristal korondum alumina 5

2.3. Peta penyebaran produksi bauksit dunia 6

2.4. Proses Bayer 7

2.5. Analisa SEM (a) alumina , (b) alumina pemanasan 700oC 8 2.6. Peralatan Adsorpsi HF Penelitian William D. Lamb, dkk 14

2.7. Aliran material pada pot reduksi 16

2.8. Diagram Fasa NaF-AlF3 18

2.9. Proses Cathode Fastening 21

2.10. Diagram Proses Produksi Aluminium 24 2.11. Hubungan Konsentrasi Alumina dengan Resistansi di dalam Bath 26