Market to Book Value Ratio
maupun antar waktu. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien respon laba tidak konstan. Shoorvarzy dan Tuzandehjani 2011 mengkaji dampak dari penetapan
standar selama sepuluh tahun terakhir pada ERC sebagai kriteria proksi untuk penilaian kualitas laba. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan
antara penetapan standar akuntansi dengan ERC . Kip 2009 menjelaskan bahwa akuntansi nilai wajar mempengaruhi koefisien
respon laba, peningkatan koefisien respon laba terlihat di hampir semua industri tetapi sangat besar bagi industri keuangan, asuransi dan real estate. ERC yang
lebih tinggi akan menunjukkan lebih banyak informasi kepada investor dan akan dianggap bahwa laba perusahaan bersifat lebih presisten. Dan Armstrong et al.
2010 dalam Darmawan 2012 menjelaskan bahwa pasar merespon positif atas peristiwa adopsi IFRS di Uni Eropa, sebab pasar menilai dengan diadopsinya
IFRS dapat meningkatkan kualitas informasi akuntansi, dan menurunkan asimetri
informasi.
Selain itu, Wardhani 2009 membuktikan bahwa berdasarkan dimensi tingkat
informasi dari laba, semakin konvergen GAAP lokal di suatu negara dengan IFRS maka semakin tinggi tingkat respons laba yang dihasilkan oleh pelaporan
keuangan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan memberikan nilai relevansi yang semakin tinggi. Sedangkan
berdasarkan penelitian Indahsari 2008 membuktikan bahwa ERC pada laba berdasarkan IFRS signifikan lebih kecil dibanding dengan ERC pada laba
berdasarkan GAAP.
Berdasarkan penelitian Lin, Riccardi, dan Wang 2012 menjelaskan bahwa angka akuntansi berdasarkan IFRS menunjukkan manajemen laba yang meningkat,
pengakuan kerugian lebih tepat waktu, dan menurunnya relevansi nilai yang diproksikan dengan ERC dibandingkan dengan standar US GAAP sehingga secara
keseluruhan, penelitian menunjukkan bahwa standar US GAAP umumnya menghasilkan kualitas akuntansi yang lebih tinggi dari penerapan IFRS.
Adopsi IFRS dapat meningkatkan kualitas informasi akuntansi dan direspon
secara positif oleh para investor. Selain itu terbukti pula bahwa informasi laba dinilai lebih tinggi setelah adopsi IFRS dibandingkan sebelum adopsi IFRS dan
hasil ini terbukti untuk data gabungan Uni Eropa dan Australia dan data Uni Eropa saja, namun tidak untuk data Australia Darmawan, 2012. Selain itu
menurut Refyal dan Martani 2012 dengan adanya adopsi revisi standar akuntansi keuangan, menyebabkan respon investor terhadap pelaporan earnings meningkat.
Perubahan standar merupakan informasi baru, dan diharapkan dengan diadopsinya
IFRS kualitas informasi akuntansi dapat meningkat sehingga akan direspon investor dengan menetapkan harga berdasarkan informasi tersebut dimana dengan
adanya informasi baru dimungkinkan akan meningkatkan respon pasar. Berdasarkan hal tersebut dan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian ini
adalah :
H
a
: Adopsi International Financial Reporting Standard berpengaruh positif
terhadap Earnings Response Coefficient
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini akan melihat pengaruh Adopsi IFRS terhadap Earnings Response
Coefficient di Indonesia pada perusahaan manufaktur. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Indonesia . Pemilihan
sampel dilakukan dengan metode purposive random sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Adapun kriterianya sebagai
berikut: 1
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2009 – 2012 dan mempublikasikan laporan keuangan secara lengkap, digunakannya selama
empat periode bertujuan untuk dapat melihat konsistensi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
2 Perusahaan yang sahamnya aktif diperdagangkan selama tahun 2009 – 2012
dan tidak delisting selama tahun penelitian tersebut. Saham perusahaan dikatakan aktif apabila sesuai dengan Surat Edaran PT BEJ No. SE-03BEJ
II-1I1994 yaitu saham yang mempunyai fekuensi perdagangan minimal 300 kali atau lebih dalam setiap tahunnya.
3 Perusahaan yang memiliki laporan keuangan tahunan yang berakhir pada
tanggal 31 Desember dan menggunakan mata uang rupiah selama tahun 2009 – 2012.
4 Perusahaan yang memiliki saldo laba positif selama tahun 2009 – 2010.
5 Perusahaan tidak mengalami peristiwa yang nilai ekonomisnya sulit
ditentukan dan dapat memengaruhi reaksi pasar, seperti merger, akuisisi, dan pengambilalihan takeover.
6 Perusahaan menggunakan mata uang rupiah pada laporan keuangannya.
Dengan menggunakan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditentukan maka
diperoleh sebanyak 43 perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria selama tahun 2009
– 2012 dan memiliki data yang dibutuhkan penulis.
Tabel 3.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria No
Kriteria Jumlah Akumulasi
1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
tahun 2009 – 2012.
124 2.
Perusahaan manufaktur yang melakukan Merger. 1
123 3.
Perusahaan manufaktur yang sahamnya tidak aktif 50
73 4.
Perusahaan manufaktur yang memiliki saldo laba negatif 2009
– 2012. 18
55 5.
Perusahaan manufaktur yang tidak menggunakan mata uang rupiah
11 44
6. Tidak terdapat data penelitian
1 43
Jumlah data selama periode penelitian 172