Pengaruh Pre Inkubasi koji terhadap mutu moromi

(1)

PENGARUH PRE-INKUBASI KOJI

TERHADAP MUTU MOROMI

ARIEF WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006


(2)

PENGARUH PRE-INKUBASI KOJI

TERHADAP MUTU MOROMI

ARIEF WIBOWO

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan pada Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006


(3)

Judul Tugas Akhir : Pengaruh Pre-Inkubasi Koji Terhadap Mutu Moromi Nama : Arief Wibowo

NIM : F252040075

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. Ketua

Dr. Ir. Sugiyono, MAppSc Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc.

Tanggal ujian : 26 April 2006 Lulus tanggal :


(4)

ABSTRAK

ARIEF WIBOWO. Pengaruh Pre -Inkubasi Koji Terhadap Mutu Moromi. Dibimbing oleh LILIS NURAIDA dan SUGIYONO .

Pada produksi kecap tipe Jepang, fermentasi moromi berlangsung beberapa bulan, dimana suhu moromi 30 hari pertama sekitar 15oC. Di daerah tropis , hal tersebut menimbulkan biaya produksi tinggi dan menurunkan produktivitas. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh kadar garam dan waktu pre-inkubasi koji terhadap perubahan kimia koji; mempelajari pengaruh pre-inkubasi koji dan lama fermentasi moromi terhadap perubahan kimia dan mikrobiologi moromi serta mutu kecap asin. Pre-inkubasi koji dilakukan tanpa dan dengan penambahan 10% garam, suhu 53-55oC dengan lama waktu 0, 6, 12 dan 24 jam. Pre-inkubasi koji meningkatkan formol nitrogen (FN) , total nitrogen terlarut (TN) dan rasio FN/TN. Kadar formol nitrogen, total nitrogen terlarut dan rasio FN/TN koji pre-inkubasi sebesar 0,113%-0,181%, 0,76%-0,88% dan 0,148-0,215, lebih tinggi daripada moromi kontrol (0,057%, 0,68% dan 0,084). Berdasarkan kadar FN, TN dan rasio FN/TN-nya, pre-inkubasi koji tanpa garam lebih baik daripada 10% garam. Bertambahnya waktu pre-inkubasi koji meningkatkan kadar formol nitrogen. Pre-inkubasi koji tanpa garam lebih dari 6 jam berpotensi terkontaminasi mikroba. Pre-inkubasi koji tanpa garam selama 12 jam dan 24 jam menyebabkan jumlah koloni mikroba mesofilik mencapai 6,4x107 koloni/ml dan 9,8x108 koloni/ml. Nilai pH dan kadar gula pereduksi koji pre-inkubasi tersebut turun drastis menjadi 3,93-4,17 dan 0,56% -0,72% . Komposisi kimia moromi 42 hari dari pre-inkubasi koji tanpa garam pada suhu 53-55oC selama 6 jam mendekati moromi standar 90 hari. Namun demikain, kualitas organoleptiknya masih berbeda; yang berarti dapat menghilangkan proses pendinginan pada fermentasi moromi.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir yang berjudul Pengaruh Pre-Inkubasi Koji Terhadap Mutu Moromi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi industri kecap dalam upaya mempersingkat masa fermentasi moromi, dan meningkatkan produktivitas kecap. Secara akademik, penelitia n ini diharapkan dapat merupakan salah satu sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam mengembangkan konsep teoretik mengenai teknologi fermentasi moromi pada produksi kecap

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc dan Bapak Dr. Ir. Sugiyono, MAppSc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran, masukan dan bimbingan. Ungkapan terimakasih disampaikan pula kepada Ibunda Hj. Siti Suprapti serta seluruh keluarga (Ning, Annisa dan Nadya) atas doa, kasih sayang dan pengertiannya. Secara khusus, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. Ir. Endang S Sunaryo, MSc sehingga penulis dapat mengikuti program studi ini.

Serpong, Mei 2006

Arief Wibowo


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Juli 1967 di Sleman, Jogjakarta sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, Ibu Hj. Siti Suprapti dan Bapak (alm) Ratidjo.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 6 (SMAN 6) Jogjakarta, penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, lulus tahun 1992.

Tahun 1992-1994, penulis bekerja di konsultan AMDAL A Noor & Associates sebagai Environmental Biologist. Sejak tahun 1994 sampai 1995, penulis bekerja di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta sebagai Research

Assisstant. Mulai tahun 1995 hingga sekarang, penulis bekerja di PT. Indofood

Sukses Makmur Tbk, Jakarta di Corporate Research and Development (CR&D)

Division. Di Divisi tersebut, penulis bekerja di Departemen Quality Assurance

selama 3 tahun dan di Departemen New Product and Technology Development

selama 7 tahun. Di perusahaan tersebut, penulis antara lain berkecimpung di bidang Internal Quality Audit, Mikrobiologi dan pengembangan produk.


(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ……… 1

Latar Belakang ……… 2

Permasalahan Penelitian ... 2

Tujuan Penelitian ...……… 2

Manfaat Penelitian ……… 2

TINJAUAN PUSTAKA ………. 3

Kecap ...……….. 3

Proses Pembuatan Kecap ………. 5

Upaya memperpendek lama waktu fermentasi moromi ... 16

METODE PENELITIAN ...………. 21

Bahan dan Alat ………. 21

Metode ...………. 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

Pre-inkubasi koji ... 31

Fermentasi moromi ... 38

Formulasi kecap asin ... 53

SIMPULAN DAN SARAN ... 55

DAFTAR PUSTAKA ...………. 57

LAMPIRAN ……… 61


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Spesifikasi (standar) kecap di negara Asia tenggara dan Jepang ... 4

2 Komposisi kimia berbagai jenis kecap ... 5

3 Pengaruh kondisi pemasakan kedelai terhadap daya cerna protein ... 7

4 Enzim yang diproduksi oleh kapang selama fermentasi koji ... 9

5 Proteinase dari kapang koji ... 10

6 Karboksipeptidase dari kapang koji ... 10

7 Leucine aminopeptidase dari kapang koji ... 11

8 Hidrolisis protein kedelai oleh proteinase murni ... 15

9 Hidrolisis protein kedelai oleh peptidase dan proteinase basa ... 16

10 Usaha percepatan fermentasi moromi ... 20

11 Perlakuan pre-inkubasi koji ... 23

12 Komposisi kimia moromi umur 28 hari ... 53

13 Mutu organoleptik kecap asin dari moromi terpilih ... 54


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Klasifikasi kecap ... 4

2 Pola pertumbuhan mikroorganisma selama fermentasi moromi ... 14

3 Peran masing-masing enzim koji dalam hidrolisis protein ... 17

4 Proses pembuatan koji dan moromi ... 24

5 Pengaruh kadar NaCl dan lama waktu pre-inkubasi koji terhadap kadar formol nitrogen koji ... 31

6 Pengaruh kadar NaCl dan lama waktu pre-inkubasi koji terhadap kadar total nitrogen terlarut koji ... 33

7 Pengaruh kadar NaCl dan lama waktu pre-inkubasi koji terhadap rasio FN/TN koji ... 33

8 Pengaruh kadar NaCl dan lama waktu pre-inkubasi koji terhadap kadar gula pereduksi koji ... 35

9 Pengaruh kadar NaCl dan lama waktu pre-inkubasi koji terhadap pH koji ... 36

10 Perubahan angka lempeng total, jumlah bakteri asam laktat dan jumlah khamir selama pre-inkubasi koji ... 37

11 Perubahan kadar formol nitrogen moromi ... 40

12 Perubahan kadar total nitrogen terlarut moromi ... 41

13 Perubahan rasio FN/TN moromi ... 42

14 Perubahan kadar gula pereduksi moromi ... 45

15 Perubahan pH moromi ... 47

16 Perubahan angka lempeng total moromi ... 48

17 Perubahan jumlah bakter i asam laktat moromi ... 50

18 Perubahan jumlah khamir moromi ... 51


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Data kadar formol nitrogen, total nitrogen terlarut dan rasio FN/TN

koji pre -inkubasi ... 62

2 Data kadar gula pereduksi koji pre-inkubasi ... 62

3 Data pH koji pre-inkubasi ... 63

4 Data komposisi mikroba koji pre-inkubasi ... 63

5 Data perubahan kadar formol nitrogen moromi ... 64

6 Data perubahan kadar total nitrogen terlarut moromi ... 64

7 Data perubahan rasio FN/TN moromi ... 65

8 Data perubahan kadar gula pereduksi moromi ... 65

9 Data perubahan pH moromi ... 66

10 Data perubahan angka lempeng total moromi ... 66

11 Data perubahan jumlah bakteri asam laktat moromi ... 67

12 Data perubahan khamir moromi ... 67


(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, kecap merupakan salah satu produk pangan tradisional yang sangat terkenal. Kecap dikenal tidak hanya sebagai “table condiment”, tetapi juga sebagai penyedap dalam berbagai menu masakan.

Produk kecap dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu kecap China dimana kedelai sebagai bahan baku utamanya dan kecap Jepang dimana bahan bakunya adalah kedelai dan gandum. Proses produksi kecap terdiri dari dua jenis fermentasi yang kompleks, yaitu fermentasi padat atau fermentasi bungkil (koji

fermentation), dan dilanjutkan dengan fermentasi cair atau fermentasi baceman

(moromi fermentation) pada larutan garam. Proses fermentasi koji melibatkan

kapang Aspergillus oryzae atau Aspergillus sojae, umumnya berlangsung antara 2-3 hari atau bahkan hingga 2 minggu. Setelah fermentasi koji, koji ditambahkan dengan larutan garam, menjadi moromi. Pada produksi kecap tipe Jepang, suhu moromi 30 hari pertama diatur sekitar 15oC. Pada fermentasi moromi, mikroba yang berperan adalah bakteri asam laktat dan khamir halofilik. Fermentasi moromi tradisional umumnya berlangsung antara 1 bulan hingga 6 bulan. Terdapat berbagai macam variasi komposisi kimia dan mutu kecap yang disebabkan oleh berbagai macam faktor proses produksinya, diantaranya adala h lama waktu fermentasi moromi. Di Indonesia , kecap umumnya digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu kecap manis dan kecap asin. Flavor pada kecap asin sangat menentukan penerimaan kecap saat dikonsumsi. Pembentukan flavor selama fermentasi moromi sangat menentukan flavor kecap asin. Lama waktu fermentasi moromi mempengaruhi flavor yang terbentuk. Untuk kecap asin tipe Jepang, fermentasi moromi diperlukan waktu minimal 3 bulan.

Pada dua dasawarsa terakhir, telah dikembangkan berbagai macam metoda untuk memproduksi ekstrak moromi (moromi) dengan waktu fermentasi yang singkat namun menghasilkan ekstrak moromi dengan mutu yang sama dengan ekstrak moromi yang dihasilkan melalui proses fermentasi tradisional.


(12)

2

Dalam hal ini, kandungan total nitrogen dan rasio antara formol nitrogen dan total nitrogen umumnya dijadikan parameter untuk menentukan mutu ekstrak moromi.

Masalah Penelitian

Bagi industri kecap tipe Jepang di negara tropis, jangka waktu fermentasi moromi yang relatif lama , yaitu lebih dari 3 bulan, dan adanya pengaturan suhu moromi dibawah suhu kamar mengakibatkan biaya produksi yang relatif tinggi dan produktivitas yang rendah. Hal ini menimbulkan menimbulkan gagasan untuk memperpendek waktu fermentasi moromi dan melakukan fermentasi moromi pada suhu kamar pada 30 hari pertama fermentasi moromi.

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1) Mempelajari pengaruh kadar garam dan waktu pre-inkubasi terhadap perubaha n kimia dan mikrobiologi koji.

2) Mempelajari pengaruh lama fermentasi moromi terhadap perubahan kimia dan mikrobiologi moromi.

3) Membandingkan sifat kimia moromi dan organoleptik kecap asin dari moromi yang dibuat dengan tahapan pre-inkubasi (modifikasi) denga n moromi standar.

Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

1) Secara praktis, memberikan masukan bagi industri kecap dalam upaya mempersingkat masa fermentasi moromi, dan meningkatkan produktivitas kecap.

2) Secara akademik, sebagai salah satu sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam mengembangkan konsep teoretik mengenai teknologi fermentasi moromi pada produksi kecap.


(13)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Kecap

Kecap merupakan produk penyedap cair (liquid seasoning) yang diproduksi melalui proses fermentasi bahan yang mengandung protein dan karbohidrat. Selama proses fermentasi tersebut dihasilkan asam amino, gula, alkohol dan senyawa asam organik. Berdasarkan Draft-03 SNI Kecap Kedelai Asin (Anonim, 2005), kecap kedelai asin didefinisikan sebagai kondimen berbentuk cair yang dibuat dari sari kedelai fermentasi atau campurannya dengan hidrolisat kedelai (maksimal sumbangan nitrogennya 30%), dimasak dan dibumbui dengan kadar garam minimal 10%. Dalam hal ini yang dimaksud dengan sari kedelai adalah cairan atau ekstrak hasil penyaringan kedelai dengan atau tanpa tambahan biji-bijian yang telah difermentasi oleh kultur kecap

(Aspergillus sp., Rhizopus sp. dengan atau tanpa kultur lainnya), di dalam larutan

garam, dengan atau tanpa penambahan enzim. Sedangkan hidrolisat kedelai didefinisikan sebagai cairan atau ekstrak hasil penyaringan kedelai atau kacang-kacangan lainnya yang telah mengalami hidrolisis oleh asam kuat, kemudian dimurnikan dan dinetralkan.

Kecap telah dikenal sejak 2500 tahun yang lalu di China (Fukushima 1982, Yokotsuka 1985). Menurut Hanya dan Nakadai (2006), kecap dibagi menjadi kecap fermentasi dan kecap hasil hidrolisis kimiawi (chemical soy

sauce). Kecap fermentasi dibagi menjadi kecap tipe China dan kecap tipe Jepang

(Roling & Verseveld 1996, Hanya & Nakadai 2006). Kecap tipe China hanya terbuat dari biji kedelai, sedangkan kecap tipe Jepang terbuat dari campuran kedelai dan gandum (Gambar-1). Namun demikian, berdasarkan metode produksi, bahan baku, komposisi kimia dan penggunaannya, kecap dapat digolongkan menjadi berbagai macam jenis. Di Jepang, Japan Agricultural

Standard (JAS) membagi kecap berdasarkan komposisi bahan bakunya menjadi 5

jenis kecap, yaitu koikuchishoyu, usukuchishoyu, tamarishoyu, saishikomi

-shoyu dan shiro-shoyu. Sedangkan berdasarkan metode produksinya, kecap

dibagi menjadi 3 jenis, yaitu kecap fermentasi (honjozo), kecap semi-kimiawi


(14)

4

China, berdasarkan metode produksinya kecap digolongkan menjadi kecap fermentasi (brewed soy sauce) dan kecap campuran (blended soy sauce), sedangkan berdasarkan pemakaiannya, kecap dibagi menjadi kecap untuk masak

(cooking soy sauce) dan kecap untuk dikonsumsi langsung (table soy sauce)

(USDA 2003). Di Indonesia, dikenal dua jenis kecap, yaitu kecap asin dan kecap manis dengan mengacu kepada kadar gula dan garamnya (Judoamidjojo et al.

1985, Judoamidjojo 1987). Spesifikasi kecap berbeda-beda di negara satu dengan lainnya. Tabel-1 memperlihatkan beberapa spesifikasi kecap di negara Asia Tenggara dan Jepang.

Gambar -1. Klas ifikasi kecap (Hanya & Nakadai 2006)

Tabel- 1. Spesifikasi (standar) kecap di negara Asia Tenggara dan Jepang 1)

Singapura Malaysia Thailand Filipina

Jepang,

Tamari Indonesia 2) Parameter (light type) Grade 1 (light type) Special Upper

pH 4,3 – 5,0 4,5 – 5,3 4,5 – 5,3 - - - 3,5 – 6,0

Berat jenis, 27oC - - 1,20 1,23 - - -

Kadar garam, %b/v

Maks. 23 Min. 15 17 – 23 Min. 17 - - Min. 10 Total padatan,

% b/v, min.

- - 30 36 - - -

Total padatan, tidak termasuk garam, %b/v, min

10 - - - 16 13 -

Total nitrogen, %b/v, min

1,0 1,3 0,88 0,72 1,60 1,40 0,4

Amino nitrogen, %b/v, min

0,35 0,56 - - - - -

Khamir 0 kol/ml - - - Maks. 50

APM/g (dan kapang) Angka lempeng

total, kol/ml

- - - Maks. 104

1)

Ching et al. (1987) 2)

Draft -03 SNI Kecap Asin (2005) Kecap

Kecap fermentasi

Kecap tipe China

Kecap hidrolisis kimia


(15)

5

Aroma dan rasa kecap merupakan sifat utama yang dipengaruhi komposisi bahan baku, cara produksi, lama waktu proses fermentasi koji atau mutu koji, mutu moromi dan formulasi kecap sebagai produk akhir. Komposisi kimia kecap yang diproduksi dari berbagai negara dapat dilihat pada Tabel-2.

Tabel-2. Komposisi kimia berbagai jenis kecap 1 )

No Kecap Be NaCl TN RS Alc. Intensitas

warna 3) 1 Koikuchi Shoyu

(Jepang)

23.6 17.0 1.70 5.07 2.50 ++

2 Usukuchi Shoyu (Jepang)

22.2 18.0 1.18 4.00 2.00 +

3 Soy sauce (Taiwan) 25.6 15.6 2.05 5.95 0.86 ++

4 Soy sauce (Korea) 21.9 17.3 1.50 2.10 0.39 ++

5 Soy sauce (Hong Kong)

28.5 26.2 1.54 4.22 0 +++

6 Soy sauce (Filipina) 23.3 24.7 0.76 1.06 0.01 ++

7 Soy sauce (Singapura) 30.1 24.1 1.97 4.81 0 +++

8 Soy sauce (Malaysia) 23.9 18.3 1.17 8.50 0.03 ++

9 Kecap Asin (Indonesia) 2)

- 18.4 1.14 10.78 - -

10 Kecap Manis (Indonesia)

- 5.9 0.19 11.1

(58)

0.09 +++

11 Soy sauce (USA) 22.8 16.5 1.65 3.70 2.07 ++

12 Chemical soy sauce (USA)

23.8 19.7 1.51 0.82 0.01 ++

13 HVP (Eropa) 30.6 21.4 4.75 0 0.06 +

14 Fish sauce (Thailand) 26.8 27.6 2.25 4.81 4.81 +

1)

Yokotsuka (1982)

2) Kecap asin Jawa – Judoamidjojo (1986) 3) + : lebih terang; +++: lebih gelap

Be: specific gravity, Degrees baume, TN: total nitrogen, RS: reducing sugar (gula invert), Alc: alkohol. NaCl, TN dan RS: g/100 ml, Alc: ml/100 ml.

Proses pembuatan kecap

Proses pembuatan kecap terdiri dari tahapan fermentasi koji atau bungkil, fermentasi moromi atau baceman dalam larutan garam, filtrasi, formulasi dengan gula dan rempah-rempah, dan pengemasan (Judoamidjojo 1987).

Fermentasi koji

Kedelai tanpa lemak. Selain kedelai hitam, kedelai tanpa lemak umumnya digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kecap. Menurut Yokotsuka (1982), kedelai kuning utuh hanya digunakan sebagai bahan baku


(16)

6

pembuatan kecap sebelum Perang Dunia II. Namun sekarang, kedelai tanpa lemak yang diperoleh dengan mengekstraksi kedelai utuh dengan pelarut yang rendah titik didihnya, lebih umum dipakai sebagai bahan baku pembuatan kecap. Kedelai tanpa lemak dipilih selain karena harganya yang relatif murah, daya cerna protein lebih tinggi, lama fermentasi koji yang lebih singkat dan penanganan koji yang lebih mudah, juga karena mutu kecap yang lebih baik (kandungan gliserol, alkohol dan asam laktat lebih tinggi; evaluasi organoleptik lebih baik; produk lebih stabil).

Denaturasi protein kedelai penting dilakukan sebelum fermentasi koji guna memudahkan protein dicerna oleh enzim yang dihasilkan selama fermentasi koji (Fukushima 1982). Pada tahun 1955, peneliti Jepang menciptakan metoda pemasakan kedelai yang disebut sebagai metoda NK, dimana kedelai direndam dan dimasak dalam rotary cooker pada tekanan 0,8 kg/cm2 selama sekitar 1 jam dan kedelai masak segera didinginkan ke suhu 40oC dengan cara mengurangi tekanan NK cooker dengan bantuan jet condenser (Yokotsuka 1982). Uap air pada proses pemasakan ini digunakan untuk: (a) mendenaturasi protein kedelai tanpa lemak sehingga dekompos isi protein menjadi asam amino lebih mudah, (b) membunuh mikroba yang ada pada kedelai, dan (c) memecah dinding sel kedelai tanpa lemak sehingga memungkinkan bekerjanya enzim pektinase dan hemiselulase kapang koji. Penurunan suhu kedelai masak bertujuan untuk membuat dan mengkondisikan suhu kadar air kedelai masak optimal untuk pertumbuhan kapang koji. Yokotsuka (1985) menemukan bahwa daya cerna protein kedelai masak akan meningkat dengan meningkatnya suhu dan singkatnya waktu pemasakan kedelai daripada metoda NK (Tabel-3). Cara ini memperlihatkan kemungkinan penguraian protein sebesar 92-93% selama proses produksi ekstrak moromi dengan mutu organoleptik produk akhir (kecap) yang lebih baik.

Gandum . Sebelum dicampur dengan kedelai tanpa lemak yang telah dimasak, gandum disangrai dan digiling terlebih dahulu. Penyangraian gandum bertujuan: (a) agar struktur alfa pati gandum dapat dih idrolisis oleh enzim amilase dari kapang koji sehingga penguraian pati gandum menjadi maksimal, (b) untuk mengurangi mikroba pada biji gandum, (c) untuk mengkondisikan biji


(17)

7

gandum agar mudah digiling, dan (d) untuk memberi flavor gandum pada produk akhirnya. Menurut Yokotsuka (1982), suhu sangrai yang lebih tinggi menghasilkan pati dengan formasi alfa yang lebih banyak tetapi menga kibatkan daya cerna protein lebih rendah. Kandungan pati berstruktur alfa tinggi pada gandum dapat dimaksimalkan dengan cara mengatur kadar air gandum menjadi sekitar 15-25% sebelum penyangraian. Gandum digiling agar setelah dicampur dengan kedelai masak, air dari kedelai masak dapat terdistribusi merata.

Tabel- 3. Pengaruh kondisi pemasakan kedelai terhadap daya cerna protein 1) No

Tekanan uap air (kg/cm3

)

Waktu pemasakan

(menit)

Daya cerna protein di dalam larutan enzim (%) (garam 0%, 37o

C, 7 hari)

1 0,9 45 86

2 1,2 10 91

3 1,8 8 91

4 2,0 5 92

5 3,0 3 93

6 4,0 2 94

7 5,0 1 95

8 6,0 0,5 95

9 7,0 0,25 95

1)

Yokotsuka (1985)

Menurut Yokotsuka (1985), protein gandum merupakan sumber asam glutamat yang baik, dimana asam glutamat merupakan ingredien yang penting dalam membentuk rasa produk akhir (kecap). Gandum yang berkadar protein tinggi baik sebagai bahan baku pembuatan kecap. Dedak gandum sering juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap tetapi akan menurunkan kandungan alkohol ekstrak moromi, menjadikan warna ekstrak moromi menjadi lebih gelap dan mengurangi stabilitas warna ekstrak moromi. Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan pentosa di dalam ekstrak moromi.

Starter koji

Spora kapang. Spora kapang sebagai seed mold atau starter koji untuk produksi kecap umumnya adalah strain dari Aspergillus oryzae atau A sojae. Dalam memilih bibit seed mold yang baik, Yokotsuka (1982) menyarankan sebagai berikut: (a) kapang mempunyai kemampuan membentuk spora yang


(18)

8

banyak, hal ini penting untuk seed starter, (b) pertumbuhan kapang cepat dan banyak, (c) kapang menghasilkan enzim yang aktivitasnya tinggi, terutama enzim proteolitik dan enzim maserasi, (d) selama pertumbuhannya, kapang mengkonsumsi karbohidrat dalam ju mlah sedikit, (e) kapang mempunyai stabilitas genetik yang baik, dan (f) tidak menghasilkan racun. Di Jepang, pada umumnya spora kapang untuk starter koji yang dijual secara komersial tidak berupa spora murni dari satu jenis kapang, namun berupa campuran dari berbagai jenis kapang. Sebagai contoh, Yokotsuka (1985) menyebutkan komposisi spora kapang dari salah satu starter koji, sebagai berikut: 80% spora Aspergillus oryzae

dan 20% spora A sojae, sementara starter koji yang lain terdiri dari 89% spora A

oryzae dan 11% spora A sojae. Jumlah spora kapang sebagai starter yang baik

adalah minimal 109 koloni/gram.

Enzim Koji . Tujuan utama fermentasi koji adalah memproduksi berbagai macam enzim oleh kapang Aspergillus sojae atau A oryzae. Enzim ini berperan dalam proses penguraian makromolekul bahan baku menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana. Selain itu, fermentasi koji yang baik diperlukan untuk: (1) memperoleh pertumbuhan miselia kapang yang optimum, (2) menstabilkan aktivitas enzim yang telah disintesis oleh kapang, (3) meminimalkan konsumsi karbohidrat yang diakibatkan oleh pertumbuhan kapang, dan (4) mengurangi kontaminasi bakteri dan kapang lain.

Menurut Yokotsuka (1985), kapang koji menghasilkan berbagai macam enzim (Tabel-4). Enzim proteinase menguraikan protein menjadi peptida, bukan menjadi senyawa-senyawa asam amino tunggal. Asam glutamat dipisahkan dari peptida oleh adanya enzim karboksipeptidase dan glutamin oleh enzim aminopeptidase. Glutamin kemudian diubah menjadi asam glutamat oleh enzim glutaminase dengan pH optimum 7,0 dan suhu 40-50oC. Enzim glutaminase tidak tahan panas di dalam moromi dan mudah terurai pada suhu diatas 25oC (Wood 1985). Aktivitas glutaminase yang dihasilkan oleh kapang koji berkurang banyak dengan adanya garam yang tinggi pada moromi. Di dalam mor omi, jumlah enzim glutaminase intraseluler lebih banyak sepuluh kali dibandingkan dengan enzim glutaminase ekstraseluler. Enzim glutaminase intraseluler juga lebih tahan terhadap panas dan pH ekstrim. Yokotsuka (1982) menyatakan bahwa enzim


(19)

9

selulase, hemiselulase, pektinase, beta galaktosidase juga berperan menguraikan jaringan biji-bijian dalam fermentasi moromi dan berpengaruh terhadap rendemen kecap, tingkat kemudahan proses penyaringan dan mutu produk akhir.

Tabel- 4. Enzim yang diproduksi oleh kapang selama fermentasi koji 1)

No Enzim Berat molekul

(x 103 )

Titik isoelektrik

1 Leucine amino peptide 40

61 145

3,9 4,1 6,1

2 Acid carboxy peptidase 43

125

2,1 4,4

3 Acid proteinase 36

55 120

3,4 4,1 4,6

4 Neutral proteinase I 45 4,3

5 Neutral proteinase I 19 5,8

6 Alkaline proteinase 22 7,8

7 Semi-alkaline proteinase 32 6,5

8 Alpha amylase 23 3,6

9 Glucoamylase 80 5,8

10 Carboxy methyl cellulase 17,5

22 89

3,6 8,5 9,6

11 Glutaminase 81 3,9

1)

Yokotsuka (1985)

Enzim proteinase. Enzim-enzim proteinase dari A oryzae atau A sojae

meliputi 7 macam dengan 4 pH optimum yang berbeda (Tabel-5). Alkaline

proteinase adalah enzim serin, aktif pada kisaran pH yang lebar, antara 6 hingga

11. Neutral proteinase I dan II adalah enzim proteinase seng (zinc proteinase)

yang aktivitasnya dihambat oleh adanya agen pengkhelat (Nakadai et al. 1973 dalam Fukushima 1982). Neutral proteinase I mempunyai spesifisitas dengan proteinase logam (metal proteinase) mikroorganisme. Sedangkan neutral

proteinase II mempunyai spesifisitas tinggi terhadap protein yang berinti basa

(basic nuclear protein), seperti protamin, histon, salmin, klupein dan sejenisnya

(Nakadai et al. 1976 dalam Fukushima 1982). Semua jenis enzim proteinase diatas termasuk jenis enzim endopeptidase dima na tidak memiliki aktivitas amino- atau karboksipeptidase. Oleh karena itu, enzim-enzim diatas hanya dapat


(20)

10

menguraikan protein menjadi peptide. Asam amino bebas tidak banyak dihasilkan oleh enzim-enzim tersebut (Fukushima 1982).

Tabel- 5. Proteinase dari koji 1 ) Enzim

Proteinase

Berat Molekul

(x 103)

pH optimum Aktivitas (unit kasein/g koji) Berat Enzim

Alkaline 33 10,5 929 418

Semialkaline 32 8,3 55 -

Neutral I 41 7,0 80 131

Neutral II 19 6,0 9 152

Acid I 39 3,2 44 617

Acid II 100 3,0 10 -

Acid III 31 3,0 5 -

1)

Nakadai et al. (1973) dalam Fukushima (1982)

Enzim peptidase. Kapang koji juga menghasilkan berbagai jenis enzim

eksopeptidase yang menghasilkan asam amino bebas dengan memotong gugus karboksi atau amino pada rantai peptida suatu protein atau peptida. Sejauh ini telah dapat diisolasi 4 jenis enzim karboksipeptidase dan 7 macam enzim aminopeptidase dari koji (Table-6 dan Tabel-7).

Tabel-6. Karboksipeptidase asam dari koji 1)

Karboksipeptidase Asam (Acid carboxypeptidase)

Karakteristik I II III IV

Berat molekul (x 1000)

120 105 61 43

pH optimum 3 – 4 3 – 4 3 3 – 4

Aktivitas 2) A B - 0,25 0,18 - 0,05 0,01 0,11 0,02

Berat enzim 3) 10 19 62 8

1) Nakadai (1977) dalam Fukushima (1982)

2

) Substrat A: Cbz-Glu-Try; (B): Cbz-Ala-Glu. Aktivitas: unit kasein per gram koji

3


(21)

11

Oleh karena kisaran pH optimum semua enzim karboksipeptidase ada pada pH asam, maka enzim-enzim tersebut disebut juga sebagai karboksipeptidase asam. Semua enzim aminopeptidase mempunyai spesifisitas tinggi terhadap gugus terminal amino leusin, oleh karena itu disebut juga sebagai

leucine aminopeptidase.

Tabel-7. Leucine aminopeptidase dari koji 1) Enzim

Berat Molekul (x 1000)

pH optimum Aktivitas 2)

Berat enzim 3)

I 27 8,5 0,12 319

II 61 5 – 8 0,25 54

III 55 8,0 0,15 301

IV 130 7,0 0,15 200

V 100 - 0,11 -

VI 39 - 0,01 -

VII 170 - 0,03 -

Arilamidase 130 8,5 0 -

1) Nakadai (1977) dalam Fukushima (1982)

2

) Substrat A: Leu-Gly- Gly. Aktivitas: unit kasein per gram koji

3

) Mikrogram per gram koji

Di dalam fermentasi koji, pertumbuhan kapang, produksi enzim dan pertumbuhan mikroorganisme kontaminan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti:

Kadar air. Kadar air bahan baku yang akan diinokulasi dengan spora

kapang sangat penting untuk mendapatkan pembentukan enzim protease yang tinggi. Kadar air koji yang baik untuk menghasilkan protease yang banyak adalah 40-45%. Kadar air yang tinggi menyebabkan tingginya konsumsi gula oleh kapang, dan meningkatkan proliferasi bakteri kontaminan, sehingga akhirnya menyebabkan mutu koji rendah.

Suhu. Suhu antara 20-35oC sesuai untuk pembentukan enzim protease, sementara suhu koji sekitar 35oC sesuai untuk sintesis enzim amilase (Nakagawa 1992: personnal communication). Suhu koji berpengaruh terhadap pembentukan


(22)

12

tunas konidiospora kapang, pertumbuhan miselia, metabolisme respirasi, aktivitas enzim dan proliferasi bakteri kontaminan.

Waktu. Pembuatan koji dimaksudkan adalah untuk memperoleh enzim

dengan akivitas setinggi-tingginya. Umur koji yang menghasilkan enzim dengan aktivitas tertinggi adalah 40-48 jam (Fukushima 1982).

Bahan baku. Perbandingan kedelai dan gandum sebagai bahan baku pada

proses pembuatan ekstrak moromi umumnya adalah antara 6:4 sampai 4:6 (Yokotsuka 1982; Steinkrauss 1988). Jika bagian gandum lebih banyak, maka pertumbuhan kapang akan lebih banyak. Jika kedelai lebih banyak, maka pH koji akan naik.

Fermentasi moromi

Perubahan mikroorganisme selama fermentasi moromi. Koji dibuat dalam kondisi udara terbuka. Hal ini menyebabkan tumbuhnya berbagai jenis bakteri – seperti Streptococcus, Micrococcus, Lactobacillus, Bacillus; dan khamir. Namun hanya beberapa jenis bakteri saja yang dapat tumbuh pada moromi, karena kadar garam yang tinggi (16-18%). Mikroorganisme yang tidak tahan garam yang tumbuh selama fermentasi koji, seperti Micrococcus dan

Bacillus, akan terhambat pertumbuhannya dan bahkan mati pada awal tahapan

proses fermentasi moromi (1-2 bulan). Spora Bacillus dapat bertahan dalam moromi. Hanya bakteri asam laktat dan khamir tahan garam tinggi yang mampu tumbuh pada moromi – seperti Pediococcus halophilus (bakteri asam laktat halofilik), Zygosaccharomyces rouxii (khamir tahan garam tinggi), dan beberapa spesies Candida (khamir halofilik) .

Terdapat tiga tahapan perubahan mikroflora dan biokimiawi selama fermentasi moromi. Berbagai jenis senyawa ester terbentuk sebagai hasil dari reaksi antara senyawa organik yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri asam laktat (tahap pertama) dengan alkohol yang dihasilkan oleh khamir Z rouxii

(tahap kedua). Tahapan ketiga adalah fermentasi khamir Candida yang menghasilkan senyawa fenolik – seperti 4-etilguaiakol, 4-etilfenol, 2-feniletanol – yang terkait dengan pembentukan aroma moromi. Di awal fermentasi moromi, pH moromi berkisar antara 6,5-7,0; selanjutnya, pH moromi akan turun menjadi


(23)

13

4,7 hingga 4,8. Pada tahapan pertama dari fermentasi moromi, Pediococcus

halophilus (Tetragenococcus halophila) tumbuh dan menghasilkan asam laktat

yang mengakibatkan turunnya pH moromi. Seiring dengan turunnya pH moromi, pada jenis kecap tertentu, seperti koikuchi dan usukuchi di Jepang, khamir tahan garam tinggi seperti Zygosaccharomyces rouxii akan tumbuh dan melakukan fermentasi alkohol. Sebaliknya, pada kecap jenis tamari, fermentasi alkohol tidak terjadi. Hal ini disebabkan karena kekurangan kandungan gula dan adanya efek penghambatan yang disebabkan oleh tingginya kadar nitrogen. Oleh karena itu, aroma yang berasal dari senyawa ester pada kecap jenis tamari kurang kuat. Strain khamir tahan ga ram tinggi lainnya, seperti Candida, tumbuh pada tahapan tengah dan akhir fermentasi moromi. Spesies Candida – seperti Candida

versatilis dan Candida etchellsii menghasilkan senyawa fenolik dan

meningkatkan aroma kecap. Sebetulnya, pertumbuhan Candida dimu lai sejak awal tahapan fermentasi moromi, namun jika dibandingkan dengan pertumbuhan

Z. rouxii, pertumbuhan Candida sangat lambat (Gambar -2). Hal ini disebabkan

karena Z rouxii lebih bersifat anaerobik daripada Candida (Mizunuma & Iguchi 1981 dalam Fukushima 1982). Namun pada akhir tahapan fermentasi moromi, pertumbuhan spesies Candida meningkat tajam, sebaliknya pertumbuhan Z rouxii

menurun. Hal ini disebabkan karena Candida lebih tahan terhadap kondisi moromi yang mengandung nitrogen tinggi (pada tahapan akhir fermentasi moromi, kandungan nitrogen total pada cairan moromi meningkat) dan mengandung senyawa alkilfenol dan senyawa alkohol aromatik (yang dihasilkan oleh Candida) (Fukushima 1982).

Perubahan kimia selama fermentasi moromi. Pertumbuhan kapang selama fermentasi koji menghasilkan enzim amilolitik dan proteolitik. Selanjutnya, selama fermentasi moromi, enzim dari koji menghidrolisis 90-92% protein yang berasal dari bahan baku menjadi asam amino dan peptida dengan berat molekul rendah. Sedangkan sebagian besar karbohidrat akan diuraikan menjadi gula sederhana. Selanjutnya, gula sederhana akan difermentasi terutama menjadi asam laktat, alkohol dan karbon dioksida (Fukushima 1982).

Peran proteinase dan peptidase dari koji dalam fermentasi moromi


(24)

14

proteinase dan beberapa gabungan enzim proteinase menguraikan protein kedelai pada pH 5,0. Rasio formol nitrogen dan total nitrogen terlarut (FN/TN) berkaitan dengan panjang peptida di dalam hidrolisat kedelai. Formol nitrogen adalah kadar nitrogen alfa-amino, sedangkan kadar total nitrogen terlarut mencerminkan kadar nitrogen peptida. Dari Tabel tersebut tampak bahwa masing-masing enzim proteinase berperan dalam menghasilkan nitrogen peptida dalam jumlah yang besar, namun senyawa nitrogen peptida tersebut sedikit yang terurai menjadi senyawa nitrogen yang lebih sederhana – yaitu asam amino. Sebaliknya, pada Tabel-8 tersebut tampak bahwa ekstrak kasar enzim proteinase mampu menghidrolisis prote in menjadi peptida-peptida yang lebih sederhana, ditunjukkan dengan nilai rasio FN/TN yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat enzim lain selain proteinase di dalam koji yang berperan menguraikan senyawa polipeptida (Fukushima 1982).

Pada percobaan hidrolisis protein kedelai dengan enzim peptidase basa memperlihatkan bahwa kandungan formol nitrogen dan asam glutamat meningkat

1 2 3 4 5 6

Bulan

102

7 106

108

104

Gambar-2. Pola pertumbuhan mikroorganisma selama fermentasi moromi 1. Khamir liar, 2. Micrococcus, 3. Bacillus, 4. Lactobacillus, 5. Saccharomyces rouxii, 6. Torulopsis (Yokotsuka 1985)

1 2

3 4

5

6

APC per gram


(25)

15

dengan adanya penambahan enzim proteinase. Ini menunjukkan bahwa peptida yang diuraikan oleh enzim proteinase dihidrolisis lebih lanjut menjadi asam amino oleh enzim peptidase yang ditambahkan (Tabel-9) (Nakadai et al. 1972 dalam Fukushima 1982). Penambahan enzim peptidase kepada enzim karboksipeptidase-IV juga mengakibatkan penguraian peptida menjadi asam amino. Nakadai menyimpulkan bahwa semua peptidase yang diisolasi dari koji berperan dalam pembentukan formol nitrogen dan asam glutamat.

Tabel- 8. Hidrolisis protein kedelai oleh proteinase murni 1)

Enzim 2)

Enzim yang ditambahkan

(mg)

Total N (mg%)

Formol N (mg%)

FN/TN (x 100)

Asam glutamat

(mg%)

Ekstrak kasar (69,5) 174 76 44,0 102

Alp 4,5 137 11 8,0 3

Alp 9,0 148 12 8,0 2

NP-I 1,3 97 8 8,3 0

NP-I 2,6 107 9 8,5 0

NP-I 3,9 109 10 9,0 0

NP-II 2,6 114 9 7,5 0

NP-II 5,3 125 10 7,9 0

Alp + NP-I 9,0 + 1,3 161 19 11,6 8

Alp + NP-II 9,0 + 2,6 159 16 9,9 6

1

) Nakadai at al. (1972) dalam Fukushima (1982)

2

) Alp : alkaline proteinase; NP : neutral proteinase

Peran enzim glutaminase dalam pembentukan asam glutamat selama

fermentasi moromi. Umumnya protein nabati seperti kedelai dan gandum

mengandung glutamin dalam jumlah banyak. Sebagian glutamin dimodifikasi oleh enzim glutaminase menjadi asam glutamat. Oleh karena itu, enzim glutaminase sangat penting pada hidrolisis enzimatik protein nabati, karena enzim ini dapat meningkatkan kandungan asam glutamat – salah satu komponen flavor hidrolisat yang penting (Gambar-3) (Nasuno & Nakadai 1977 dalam Fukushima 1982). Glutaminase sangat sensitif terhadap pH asam dan garam (Hayashi & Terada, 1972 dalam Fukushima 1982). Oleh karena itu, pada satu


(26)

16

bulan pertama, fermentasi garam pada proses pembuatan kecap dilakukan pada suhu rendah (15-20oC) guna mencegah hilangnya aktivitas enzim glutaminase (Fukushima 1982, Judoamidjojo 1986).

Tabel-9. Hidrolisis protein kedelai oleh proteinase murni 1

)

Enzim 2)

Enzim yang ditambahkan

(mg)

Total N (mg%)

Formol N (mg%)

Asam glutamat (mg%)

Ekstrak kasar (69,5) 174 76 102

Kontrol (9,0) 148 12 2

AcCP-I 0,8 158 27 23

AcCP-II 2,3 147 31 20

AcCP-III 0,9 156 27 30

LAP-I 4,9 168 45 27

LAP-II 2,4 163 49 76

AcCP-I + LAP-II 0,3 + 2,4 173 53 82 AcCP-II + LAP-II 0,9 + 2,4 162 54 82 AcCP-IV + LAP-II 0,3 + 2,4 164 51 79 AcCP-I + AcCP-III 0,3 + 0,9 163 43 60

1

)Nakadai at al. (1972) dalam Fukushima (1982)

2

) AcCP : Acid Carboxypeptidase; LAP : leucine aminopeptidase

Upaya memperpendek lama waktu fermentasi moromi

Banyak peneliti yang telah melakukan berbagai cara untuk memperpendek umur fermentasi moromi dengan memperoleh mutu moromi yang sama dengan moromi yang diperoleh dari fermentasi moromi yang lama (lebih dari 3 bulan). Kazuo et al. (1979) dalam patennya US Patent No. 4,180,590 mengklaim dapat memperoleh ekstrak moromi dengan kandungan nitrogen, formol nitrogen dan alkohol tinggi, yaitu masing-masing sebesar 1,8-2,5%(b/v) , 1,1-1,6%(b/v) dan 2-4%(b/v) yang dapat dicapai selama 25-35 hari. Proses produksi ekstrak moromi ini meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: (a) sakarifikasi pati bahan baku tambahan dengan enzim amilolitik, (b) fermentasi asam laktat dengan penambahan bakteri asam laktat, (c) pasteurisasi ekstrak moromi dan deaktivasi enzim, (d) pencampuran hasil hidrolisis pati (no. (c)) dengan koji, dilanjutkan dengan (e) fermentasi alkohol moromi dengan menambahkan kultur khamir.


(27)

17

Motai et al. (1987) dalam patennya US Patent No. 4.684.527 menyatakan bahwa ekstrak moromi yang bermutu baik (mengandung asam amino tinggi) dapat diperoleh dengan cara menghidrolisis ekstrak moromi (minimal berumur 1 bulan) dengan enzim peptidase terimobilisasi dan/atau enzim glu taminase terimobilisasi di dalam larutan garam (8-17% (b/v)) pada suhu 25-50oC dan pH antara 4.0 hingga 6.5 selama 30 menit hingga 10 jam. Jika digunakan kedua enzim, untuk mendapatkan efisiensi reaksi yang lebih tinggi, Motai et al. (1987) menyarankan untuk menghidrolisis ekstrak moromi dengan menggunakan enzim peptidase terimobilisasi terlebih dahulu, baru dilanjutkan dengan glutaminase terimobilisasi. Motai et al. (1987) mengklaim dapat memperoleh ekstrak moromi dengan kadar total nitrogen 1,75% (b/v) kurang dari 7 hari.

Protein serealia

Macerating enzyme

Alkaline proteinase Semi-alkaline proteinase Neutral proteinase I dan II Acid proteinase I-III

Peptida

Alkaline proteinase Semi-alkaline proteinase Neutral proteinase I dan II Acid proteinase

Asam amino

Asam glutamat Glutamin

Asam piroglutamat

Glutaminase

Gambar -3. Peran masing-masing enzim koji dalam hidrolisis protein (Fukushima 1982)


(28)

18

Akao et al. (1987) dalam patennya US Patent No. 4,587,127 mengklaim dapat memperoleh ekstrak moromi yang bermutu baik dalam waktu yang singkat (sekitar 5 hari) dengan cara menghidrolisis ekstrak moromi de ngan menggunakan sel bakteri asam laktat terimobilisasi dan sel khamir moromi terimobilisasi. Ekstrak moromi dihidrolisis secara anaerob dengan sel bakteri asam laktat selama 30 menit hingga 30 jam pada pH 4,0-9,0 dan suhu 20-35oC. Selanjutnya, ekstrak moromi dihidrolisis dengan sel khamir terimobilisasi selama 2-30 jam pada suhu 15-37oC. Akao et al. (1987) mengklaim dapat membuat ekstrak moromi dengan kadar total nitrogen sebesar 1,95%(b/v) kurang dari 3 hari.

Fukushima et al. (1999) dalam patennya US Patent No. 5,869,115 menyatakan tentang proses produksi kecap yang mempunyai kandungan nitrogen tinggi dengan cara menghidrolisis bahan baku berprotein dengan enzim di dalam larutan garam. Gluten gandum, garam, air dan koji dicampur untuk memperoleh moromi dengan kandungan garam 0-15%, selanjutnya moromi dihidrolisis pada suhu 37-55oC selama 1-7 hari. Atau, moromi dengan kandungan garam 15-23% dihidrolisis pada suhu di bawah 30oC selama minimal 2 hari. Selanjutnya, moromi disaring dan diperoleh ekstrak moromi dengan kandungan nitrogen 2,3-3,3% dan kadar garam 10-20%.

Tobe dan Sugitomo (2000) dalam patennya US Patent No. 6,054,150 mengklaim tentang proses produksi ekstrak moromi yang mempunyai kandungan nitrogen tinggi dengan cara penambahan gluten pada moromi. Fermentasi moromi berlangsung singkat (7 hari hingga 6 bulan). Mula -mula, moromi dihidrolisis secara enzimatis (enzim berasal dari koji) pada kondisi suhu dimana kekentalan moromi dapat diturunkan menjadi maksimal 2.500 cp; misalnya moromi dihidrolisis pada suhu 20-50oC selama 10-250 hari. Setelah kekentalan moromi mencapai 2.500 cp, gluten ditambahkan ke dalam moromi. Selanjutnya, moromi difermentasi selama 7 hari hingga 6 bulan. Jika suhu moromi dibawah 20oC, maka diperlukan waktu yang lama untuk menurunkan kekentalan moromi. Jika kekentalan moromi lebih besar dari 3.000 cp, gluten yang ditambahkan akan sukar larut dalam moromi. Dalam paten ini disebutkan bahwa kadar total nitrogen dapat dinaikkan hingga 3,67%(b/v) selama 10 hari.


(29)

19

Lim dan Thang (2002) dalam patennya US Patent No. 6,383,532 menyebutkan proses produksi hidrolisat (ekstrak moromi) dalam jangka waktu 1-20 hari. Mula -mula, pada fermentasi koji (suhu 30-37oC selama 2-5 hari) diinokulasi kultur bakteri asam laktat (103-107 koloni/g), selanjutnya koji yang diperoleh ditambahkan air dan dihidrolisis pada suhu 2-50oC, pH 5,6-7,0 selama 1-20 hari. Garam ditambahkan diawal atau diakhir hidrolisis koji.

Beberapa usaha percepatan fermentasi moromi yang telah dipatenkan seperti diuraikan di atas dan penelitian mengenai hal yang sama disarikan dalam Tabel-10. Dalam aplikasinya pada skala industri, upaya percepatan fermentasi dengan cara penambahan kultur bakteri asam laktat (Kazuo et al. 1979; Lim & Thang 2002) dan imobilisasi enzim (Motai et al. 1987) maupun sel bakteri asam laktat dan khamir (Akao et al. 1987) memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi. Sedangkan percepatan fermentasi dengan penambahan gluten (Tobe

et al. 2000) dan hidrolisis enzimatik bahan baku (Kazuo et al. 1979) untuk

meningkatkan kadar nitrogen dalam waktu singkat belum tentu mendapatkan flavor yang diinginkan seperti pada moromi umur 3 bulan atau lebih. Hidrolisis atau pre-inkubasi koji sebelum fermentasi moromi dilakukan lebih mudah diterapkan pada skala industri tanpa membutuhkan ketrampilan yang tinggi. Untuk mempersingkat hidrolisis makromolekul dari bahan baku koji, Su et al. (2005) telah melakukan penelitian hidrolisis koji dengan cara menaikkan suhu koji hingga mencapai suhu tertentu selama waktu tertentu. Su et al. (2005) kemudian menyarankan untuk menghidrolisis koji pada suhu 45oC. Namun demikian, hidrolisis koji pada suhu 45oC lebih lama jika dibandingkan pada suhu 55oC. Penelitian ini didasarkan kepada hasil penelitian yang dilakukan oleh Su et al. (2005) terse but.


(30)

20

Tabel- 10. Usaha percepatan fermentasi moromi

No Upaya percepatan Tujuan Peneliti

1 Penambahan starter

bakteri asam laktat pada moromi.

Mempersingkat waktu fermentasi oleh bakteri asam laktat .

Kazuo et al. (1979) Lim & Thang (2002) 2 Hidrolisi s bahan baku

dengan enzim.

Meningkatkan kadar total nitrogen dalam waktu singkat .

Kazuo et al. (1979) 3 Imobilisasi enzim. Mempersingkat hidrolisis senyawa

makromolekul bahan baku pada tahapan fermentasi moromi.

Motai et al. (1987)

4 Imobilisasi sel bakt eri asam laktat dan/atau khamir.

Mempersingkat waktu fermentasi oleh bakteri asam laktat dan khamir.

Akao et al. (1987)

5 Hidrolisis koji dalam larutan 0-15% garam dan penambahan gluten.

Mempersingkat hidrolisis senyawa makromolekul bahan baku pada tahapan fermentasi moromi dan meningkatkan kadar total nitrogen.

Fukushima et al. (1999)

6 Penambahan gluten. Meningkatkan kadar total nitrogen Tobe dan Sugitomo (2000)

7 Hidrolisis koji tanpa garam dan penambahan

starter khamir pada moromi.

Mempersingkat hidrolisis senyawa makromolekul bahan baku. Mempersingkat waktu fermentasi moromi.

Lim dan Thang (2002)

8 Ekstrusi bahan baku koji Menaikkan derajat digestibility

bahan baku

Chou & Ling (1998) dan Ling & Chou (1996) dalam Su et al. (2005)

9 Pemilihan strain kapang yang menghasilkan enzim toleran terhadap kadar garam tinggi .

Meningkatkan dan mempercepat penguraian senyawa makromolekul bahan baku koji.

Su & Lee (2001a) dan Su & Lee (2001b) dalam Su et al. (2005) 10 Fermentasi moromi yang

cepat pada suhu tinggi selama 2-3 hari .

Mempercepat jangka waktu fermentasi moromi.

Ohtsuki et al. (1981), Yokotsuka et al. (1987), Muramatsu et al. (1992) dan Sano et al. (1993) dalam Su et al. (2005)

10 Penggunaan kombinasi kadar garam dan alkohol .

Mengurangi kontaminasi mikroba dan mempertahankan stabilitas enzim yang dihasilkan kapang koji.

Baba et al. 1983 dalam Su et al. (2003) 11 Hidrolisis koji pada

larutan garam.

Mempersingkat waktu fermentasi moromi.


(31)

21

METODE PENELITIAN

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2005 hingga Februari 2006.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai, gandum dan garam. Kultur khamir Zygosaccharomyces rouxii Kikkoman IFO 0505 dan kapang Aspergillus sojae Saka guchi & Yamada FNCC 6155 diperoleh dari Food

and Nutrition Culture Collection, Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan

Gizi, Universitas Gadjah Mada. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan kimia atau reagen untuk analisis kimia dan mikrobiologi, antara lain H2SO4 pekat, NaOH 30%, H3BrO3 2%, dan HCl 0,01N untuk analisis total nitrogen; larutan Fehling A, B dan C, HCl 25% dan KMnO4 0,1N untuk analisis gula pereduksi; larutan formaldehida 37% dan NaOH 0,1 N untuk analisis formol nitrogen; medium Plate Count Agar (PCA) (E-Merck, Darmstadt) untuk analisis angka lempeng total; medium DG18 Agar (dichloran 18% glycerol agar, Oxoid) dan larutan Tryptone Soy Broth (Merck, Darmstadt) untuk analisis penghitungan khamir; dan medium Rogosa-Agar (E-Merck, Darmstadt) untuk analisis total bakteri asam laktat. Untuk pembuatan kecap asin digunakan bumbu-bumbu sebagai berikut: daun salam, sereh, daun jeruk, lengkuas, pokak dan gula merah.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan ma sak untuk pembuatan koji, beaker glass ukuran 5 liter untuk fermentasi moromi yang dilengkapi dengan pengaduk; peralatan untuk analisis kimia dan mikrobiologi; kaing saring (filter cloth) untuk menyaring moromi guna mendapatkan ekstrak moromi, serta peralatan masak untuk uji organoleptik.


(32)

22

Metode

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu (1) Tahap pre-inkubasi koji, (2) Tahap fermentasi moromi dan (3) tahap formulasi esktrak moromi.

Pre-inkubasi koji

Penelitian tahap pre-inkubasi koji dilakukan untuk mempelajari pengaruh kadar garam dan waktu pre-inkubasi terhadap perubahan kimia koji. Pemilihan suhu sebesar 53-55oC didasarkan kepada hasil penelitian Su et al. (2005) , Kundu dan Manna (1975), dan Kundu dan Das (1975) yang menyebutkan bahwa suhu optimum bagi enzim protease dan amilase dari kapang Aspergillus oryzae adalah 50-55oC. Pre-inkubasi dilakukan dengan dua perlakuan kadar garam (0% dan 10%) dan empat perlakuan lama waktu pre-inkubasi (0, 6, 12 dan 24 jam), seperti disajikan dalam Tabel-11. Sedangkan alur proses pembuatan koji dan moromi dapat dilihat pada Gambar-4.

Pembuatan seed mold atau starter koji. Pembuatan seed mold mengikuti

Su et al. (2005). Sebanyak 100 g kedelai dicampur dengan 120 ml akuades dan

disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit. Selanjutnya, sebanyak 100 g gandum giling ditambahkan dan dicampur. Campuran bahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam loyang stainless steel dan diinokulasi dengan 5 ml suspensi spora A sojae yang berasal dari 1 tabung medium agar miring dari

Potato-Dextrose Agar (Difco Laboratories, Detroit) yang berumur 5 hari yang telah

diinkubasi pada suhu 30+1oC. Medium campuran kedelai dan gandum tersebut selanjutnya diinkubasi pada suhu 25-30oC selama 3 hari, kemudian dikeringkan pada suhu 45+2oC selama 6 hari. Setelah kering, medium digiling hingga halus. Inokulum spora kapang ini selanjutnya dikemas dalam botol plastik dan disimpan pada suhu 4oC hingga saat akan digunakan.

Pembuatan koji. Pembuatan koji mengikuti Su et al. (2005) dengan modifikasi. Sebanyak 850 g kedelai ditambahkan air sebanyak 1.020 ml, kemudian dimasak pada suhu 100oC selama 30 menit pada tekanan 1 atm. Gandum 850 g disangrai dan digiling. Kedua bahan baku tersebut dicampur dan dituang ke dalam loyang stainless steel berpori setebal 3-4 cm, kemudian diinokulasi dengan 1,7 g seed mold dari Aspergillus sojae dengan jumlah kapang


(33)

23

minimum 1,0 x 101 1 koloni/g. Koji kemudian difermentasi selama 3 hari pada suhu 25-30oC.

Pre-inkubasi koji dengan kadar garam 10%. Ke dalam beaker glass

ukuran 5 liter, sebanyak 1. 700 g koji umur 3 hari ditambahkan 2.040 g larutan garam (18,9% kadar garam). Setelah diaduk merata, suhu koji dinaikkan hingga 53-55oC dengan cara beaker glass diletakkan di atas hot plate stirrer. Setelah suhu tercapai, hidrolisis koji dimulai hingga jangka waktu tertentu sesuai dengan perlakuannya (Tabel-11). Selama hidrolisis, koji diaduk dengan kecepatan 100 rpm. Setelah hidrolisis selesai, suhu diturunkan ke suhu ruang. Selanjutnya ditambahkan sisa garam sebanyak 190 g ke dalam koji pre-inkubasi guna memperoleh moromi dengan kadar garam akhir 15%. Produk ini disebut sebagai moromi.

Tabel- 11. Perlakuan pre-inkubasi koji No

Perlakuan Pre -inkubasi

(% garam)

Lama Pre -inkubasi

(jam)

Ulangan ke - Kode 1)

1 0 0 1 A01

2 0 0 2 A02

3 0 6 1 A61

4 0 6 2 A62

5 0 12 1 A121

6 0 12 2 A122

7 0 24 1 A241

8 0 24 2 A242

9 10 0 1 B01

10 10 0 2 B02

11 10 6 1 B61

12 10 6 2 B62

13 10 12 1 B121

14 10 12 2 B122

15 10 24 1 B241

16 10 24 2 B242

1

) (A) pre-inkubasi tanpa garam, (B) pre-inkubasi dengan garam 10%

Pre-inkubasi koji tanpa garam (0% NaCl). Sebanyak 1.700 g koji

ditambahkan 1.465 g air. Setelah diaduk merata, suhu koji dinaikkan hingga 53-55oC dengan cara beaker glass diletakkan di atas hot plate stirrer. Setelah suhu tercapai, hidrolisis koji dimulai hingga jangka waktu tertentu sesuai dengan perlakuannya (Tabel-11). Selama hidrolisis, koji diaduk dengan kecepatan 100 rpm. Setelah hidrolisis selesai, suhu diturunkan ke suhu ruang. Penambahan


(34)

24

garam sebanyak 575 g dilakukan setelah pre-inkubasi koji selesai, sehingga kadar garam akhir pada moromi menjadi 15%. Produk ini disebut sebagai moromi.

Gambar -4. Proses pembuatan koji dan moromi. Garis putus -putus memperlihatkan modifikasi proses yang dilakukan pada penelitian ini.

Analisis. Analisis yang dilakukan terhadap koji hasil pre-inkubasi meliputi analisis kimia: total nitrogen terlarut, formol nitrogen, gula pereduksi

Kedelai Seed mold A. sojae

Gandum

Pencampuran

Fermentasi koji 25-30oC; 3 hari

PRE-INKUBASI

NaCl: 0%, 10%; Waktu: 0, 6, 12, 24 jam;

Suhu: 53-55oC

Fermentasi moromi

Suhu: 15+2oC pada 30 hari pertama, selanjutnya: suhu

ruang;

Waktu fermentasi: 3 bulan. Inokulasi khamir: umur

moromi 30 hari.

Penyaringan

Ampas moromi Ekstrak moromi

Bumbu Pemasakan & Penyaringan

Kecap Asin

Larutan garam Pemasakan

100oC, 30 menit

Penggilingan dan penyangraian

Fermentasi moromi

1-3 bulan; suhu ruang. Inokulasi khamir: umur 7

hari moromi

Starter


(35)

25

dan pH; sedangkan analisis mikrobiologi meliputi jumlah bakteri asam laktat, jumlah khamir dan angka lempeng total.

Fermentasi moromi

Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pre-inkubasi koji dan lama fermentasi moromi terhadap perubahan kimia dan mikrobiologi moromi. Pada moromi yang berasal dari pre-inkubasi koji, fermentasi moromi dilakukan pada suhu ruang. Sedangkan moromi kontrol, fermentasi moromi dilakukan pada suhu 14-16oC selama 30 hari pertama, dilanjutkan dengan fermentasi pada suhu kamar.

Fermentasi moromi dari koji pre-inkubasi. Dengan menggunakan wadah beaker glass yang sama dari tahap pre-inkubasi koji, sebanyak 3.700 g moromi yang berasal dari koji pre-inkubasi difermentasi pada suhu ruang. Sebanyak 0,1%(b/b) starter khamir dengan jumlah minimal 1,0 x 108 koloni/ml ditambahkan ke da lam moromi umur seminggu. Selama 10 hari pertama moromi diaduk setiap hari, selanjutnya moromi diaduk 3 kali seminggu. Masing-masing pengadukan (100 rpm) selama 15 menit.

Fermentasi moromi kontrol. Fermentasi moromi kontrol dilakukan pada suhu 14-16oC selama 30 hari pertama. Selanjutnya, moromi difermentasi pada suhu ruang. Ke dalam beaker glass ukuran 5 liter, dimasukkan moromi sebanyak 3.700 g. Moromi berasal dari campuran 1.700 g koji umur 3 hari dan 2.040 g larutan garam (28,2% kadar garam). Produk ini disebut sebagai moromi. Moromi selanjutnya diinkubasi pada suhu 14-16oC selama 30 hari pertama dan dilanjutkan fermentasi pada suhu ruang. Sejumlah 0,1%(b/b) starter khamir dengan jumlah minimal 1,0 x 108 koloni/ml ditambahkan pada moromi umur 30 hari. Satu minggu pertama, moromi diaduk setiap hari. Tiga hari pertama setelah penambahan kultur khamir, moromi diaduk setiap hari; selanjutnya moromi diaduk 3 kali seminggu. Masing-masing pengadukan (100 rpm) selama 15 menit.

Analisis. Sampel moromi sebanyak 150 gram diambil pada hari ke -0, 14, 28, 42, 56, 75 dan 90 untuk tiga pengujian, yaitu: komposisi kimia, mikrobiologi dan organoleptik. Pengujian komposisi kimia meliputi total nitrogen terlarut,


(36)

26

nitrogen formol, gula reduksi dan pH. Sedangkan pengujian mik robiologi meliputi jumlah bakteri asam laktat, jumlah khamir dan angka lempeng total.

Formulasi kecap asin

Penyaringan moromi. Sebanyak 100 g moromi disaring secara alami

(natural dripping) dengan menggunakan kain saring selama 24 jam pada suhu

ruang. Ekstrak moromi yang diperoleh kemudian dipasteurisasi pada suhu 80+2oC selama 30 menit , selanjutnya disimpan pada suhu -10oC hingga digunakan untuk pembuatan kecap asin. Berdasarkan komposisi kimia – yaitu kadar total nitrogen terlarut (TN), formol nitrogen (FN) dan rasio FN/TN – yang paling mendekati moromi standar, dipilih moromi terbaik untuk diformulasi menjadi kecap asin.

Pembuatan kecap asin. Bumbu-bumbu dipersiapkan bumbu-bumbu dengan cara sebagai berikut: 2,5 g daun salam, 5 g sereh dan 2,5 g daun jeruh, masing-masing disangrai, kemudian digiling halus dan dicampur merata. Larutan gula dipersiapkan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 75 ml air dididihkan, kemudian ditambahkan gula merah sebanyak 17,5 g dan diaduk hingga gula merah larut. Selanjutnya, ke dalam larutan gula merah ditambahkan ekstrak moromi sebanyak 50 g, bumbu-bumbu tersebut di atas, 1 g lengkuas dan 0,5 g pokak. Campuran dididihkan selama 30 menit, kemudian disaring dengan menggunakan kain saring yang telah disterilkan (direbus selama 30 menit). Larutan hasil penyaringan merupakan kecap asin.

Metode Analisis

Persiapan sampel moromi mengikuti Roling et al. (1994b), sedangkan metode analisis kimia mengikuti Draft ke -3 SNI Kecap Asin (Anonim, 2005).

Persiapan sampel moromi. Secara aseptik, sampel moromi diambil dari

glass beaker fermentasi moromi dan dimasukkan ke dalam botol steril dengan

menggunakan sendok steril. Cairan moromi diambil dari sampel moromi untuk keperluan analisis mikrobiologi. Setelah dilakukan pengukuran pH, sisa moromi disentrifugasi pada kecepatan 4.000 rpm selama 30 menit pada suhu 4oC. Supernatan disimpan pada suhu -10oC untuk keperluan analisis kimia.


(37)

27

Analisis total nitrogen terlarut. Ditimbang sebanyak 0,51 g sampel dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml. Ditambahkan 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya sampel dipanaskan di atas pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam). Setelah dingin, sampel diencerkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditepatkan sampai tanda garis. Dipipet sebanyak 5 ml larutan dan dimasukkan ke dalam alat penyuling, kemudian ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP. Selanjutnya dilakukan penyulingan selama lebih kurang 10 menit. Sebaga i penampung digunakan 10 ml larutan asam borat 25% yang telah dicampur indikator. Sampel dititrasi dengan larutan HCl 0,01N. Dilakukan pula penetapan blanko. Kadar total nitrogen terlarut dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Total Nitrogen Terlarut (%) = (V1 – V2) x N x 0,014 x fp W

dimana, W adalah bobot cuplikan, V1 adalah volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran sampel, V2 adalah volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran blanko, N ada lah normalitas HCl dan fp adalah faktor pengenceran.

Analisis N-Formol. Ditimbang sebanyak 25 g sampel (ekstrak moromi) dan dimasukkan ke dalam beaker glass 50 ml. Sampel diatur pH-nya menjadi 8,0 dengan menggunakan larutan NaOH 1 N dengan alat pH meter dan magnetic

stirrer. Selanjutnya sampel dip indahkan ke dalam labu ukur 250 ml dan ditera

dengan akuades netral. Diambil sebanyak 100 ml larutan sampel dan dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian dimasukkan elektroda pH-meter dan batang magnet ke dalam larutan tersebut. Larutan sampel selanjutnya diaduk dan diatur kembali pHnya bila perlu apabila pH-nya tidak sama dengan 8,0. Ke dalam larutan sampel ditambahkan 6,25 ml larutan formaldehida netral dan diaduk hingga homogen. Selanjutnya dilakukan titrasi terhadap larutan sampel tersebut hingga nilai pH= 8,0 dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N. Selama titrasi tersebut pH sampel diukur dengan menggunakan pH meter. Kadar formol nitrogen dihitung dengan rumus sebagai berikut:


(38)

28

N - Formol (mg/kg) = (ml NaOH) x (N NaOH 0,1N) x (250 ml/100 ml) x 1.000 x 14 mg N/mmol g sampel

Untuk memperoleh nilai kadar formol nitrogen dalam persen (%), nilai di atas dikalikan dengan 10.000.

Total Gula (gula pereduksi). Ditimbang sebanyak 0,1 – 5,0 gram sampel ke dalam tabung hidrolisis, kemudian ditambahkan 2,5 ml HCl 25%. Sampel dihidrolisis diatas air mendidih selama 15 menit. Selanjutnya, sampel didinginkan. Sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditera dengan akuades, kemudian dikocok dan disaring. Sebanyak 10 ml sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam gelas piala 150 ml yang telah berisi 10 ml larutan Fehling A dan 10 ml larutan Fehling B. Sampel dip anaskan dan dididihkan di atas hot

plate sampai terbentuk endapan Cu2O yang berwarna merah bata selama 3 menit.

Setelah sampel didinginkan, sampel disentrifus selama 3-5 menit dengan kecepatan 3.500 rpm untuk mempermudah mengambil endapan Cu2O. Selanjutnya, dibuang larutan yang ada di bagian atas. Endapan dicuci dengan akuades, kemudian disentrifus lagi selama 3 menit dengan kecepatan yang sama . Secara kuantitaif endapan yang diperoleh dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan Fehling C. Endapan dititrasi dengan larutan standar KMnO4 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda yang bertahan selama 10 detik. Kadar gula pereduksi dihitung dengan rumus sebagai berikut:

ml KMnO4 tabel = ml contoh x N KMnO4 0,1

% Total gula = mg glukosa pada tabel x fp x 100 %_ gram contoh

Pengukuran pH. pH meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan penyangga setiap kali sebelum pengukuran dilakukan. Elektroda yang telah dibersihkan dengan air suling dicelupkan ke dalam sampel. Selanjutnya nilai pH pada pH-meter dibaca dan dicatat.

Analisis penghitungan angka lempeng total (ALT) atau mikroba aerobik . Dipipet sampel sebanyak 1 ml, kemudian dilakukan pengenceran desimal sampel dengan menggunakan larutan pepton 0.1% dengan kadar garam


(39)

29

15%. Selanjutnya sampel diinokulasikan ke dalam medium PCA (Plate Count Agar). Sampel diinkubasi pada suhu 30+1oC selama 72+2 jam.

Analisis penghitungan khamir. Dipipet sampel sebanyak 1 ml, kemudian dilakukan pengenceran desimal sampel dengan menggunakan larutan

Tryptone Soy Broth. Selanjutnya sampel diinokulasikan ke dalam medium DG18

dan diinkubasi pada suhu 25+2oC selama 72 - 120 jam (ISO 7954:1987).

Analisis penghitungan bakteri asam laktat (BAL) (Fardiaz 1989).

Dipipet sampel sebanyak 1 ml dan diencerkan desimal dengan menggunakan larutan pepton 0.1% berkadar garam 15%. Selanjutnya, dip ipet 1 ml suspensi sampel dan dimasukkan ke dalam petri. Sebanyak 10 ml Rogosa-Agar

ditambahkan ke dalam petri. Sampel diinkubasikan pada suhu 37+1oC selama 24-48 jam.

Jumlah kolo ni, baik untuk analisis ALT, khamir maupun BAL dihitung dengan rumus sebagai berikut (ISO 4833:1991) :

c

Jumlah koloni (koloni/ml) = --- (n1 + 0,1n2)d

dimana c adalah jumlah koloni pada semua cawan yang menunjukkan pertumbuhan, n1 adalah jumlah cawan pada pengenceran pertama yang menunjukkan pertumbuhan, n2 adalah jumlah cawan pada pengenceran kedua yang menunjukkan pertumbuhan, dan d adalah faktor pengenceran yang dipakai pada pengenceran pertama.

Pengujian organoleptik. Pengujian organoleptik kecap asin dilakukan dengan Uji Hedonik dengan menggunakan 20 panelis terlatih (Rahayu 2001) dengan parameter aroma dan rasa. Uji organoleptik dilakukan di laboratorium

Sensory Evaluation dimana ruangan terisolasi, bebas dari kebisingan, bebas bau,

pencahayaan ruangan baik dan memiliki kelembaban udara antara 65-70%. Uji organoleptik dilakukan pada jam 09.00-10.00 dan jam 14.00-15.00 WIB. Sampel kecap asin disajikan pada suhu yang seragam (sekitar 45º -50ºC).

Uji organoleptik metod a hedonik untuk parameter aroma. Dituang

sampel kecap asin sebanyak kira-kira 1 sendok makan pada wadah yang bersih dan tidak berbau. Panelis diminta melakukan penciuman terhadap sampel uji


(40)

30

tersebut untuk mengetahui aromanya (jarak hidung dengan contoh uji kira-kira ½ cm). Panelis diminta melakukan penilaian aroma sampel kecap asin pada skala 1 (sangat tidak suka) hingga 9 (sangat suka).

Uji organoleptik metoda hedonik untuk parameter rasa. Dituang

sampel kecap asin sebanyak 10-15 ml ke dalam wadah yang bersih dan tidak berbau. Dengan menggunakan sendok teh, sampel diambil dan dilakukan pencicipan dengan menggunakan lidah untuk mengetahui rasanya. Panelis dapat melakukan pengulangan apabila diperlukan. Panelis diminta melakukan penilaian rasa sampel kecap asin pada skala 1 (sangat tidak suka) hingga 9 (sangat suka).


(41)

31

HASIL DAN PEMBAHASAN

PRE-INKUBASI KOJI

Pengaruh pre-inkubasi terhadap kadar formol nitrogen dan total nitrogen terlarut

Pengaruh kadar garam dan lama waktu pre-inkubasi koji pada suhu 53-55oC terhadap kadar formol nitrogen (FN), total nitrogen terlarut (TN) dan rasio FN/TN koji disajikan pada Gambar -5, 6 dan 7, sedangkan data lengkapnya diberikan pada Lampiran-1. Dari Gambar -5 tampak bahwa formol nitrogen yang terbentuk pada koji pre-inkubasi tanpa garam lebih tinggi daripada dengan 10% garam. Pembentukan formol nitrogen pada koji pre -inkubasi tanpa garam meningkat tajam hingga sampai dengan 12 jam (0,176%). Selanjutnya hingga 24 jam pre-inkubasi koji, pembentukan formol nitrogen melambat walaupun kadarnya (0,181%) berbeda nyata dengan kadar formol nitrogen pada jam ke-12 (á = 0,05).

Wakt u (jam)

F

o

rm

o

l

N

(

%

)

24 18 12 6 0 0,175 0,150 0,125 0,100 0,075 0,050

24 18 12 6 0

0 1 0

Gambar -5. Pengaruh kadar NaCl dan lama waktu pr e- inkubasi koji terhadap kadar formol nitrogen. Angka pada bagian panel menunjukkan kadar NaCl (%).

Pola yang sama terjadi pada pre-inkubasi koji dengan 10% garam, namun kadar formol nitrogen yang terbentuk lebih rendah. Pada 12 jam pertama pre-inkubasi, formol nitrogen yang terbentuk sebanyak 0,144%, sedangkan pa da jam ke-24 sebanyak 0,167%. Pada kedua pre-inkubasi tersebut, setelah 12 jam inkubasi pembentukan formol nitrogen melambat. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh suhu yang relatif tinggi (53-55oC) pada tahap


(1)

62

Lampiran -1

Data kadar formol nitrogen (%, FN), total nitrogen terlarut (%, TN) dan rasio FN/TN koji pre -inkubasi

Perlakuan

FN (%)

TN (%)

FN/TN

Pre-inkubasi

1

2

Rerata

1

2

Rerata

1

2

Rerata

0% - 0 jam

0.0 56

0.058

0.057

0.62

0.78

0.700

0.090

0.075

0.083

0% - 6 jam

0.140

0.142

0.141

0.79

0.79

0.790

0.177

0.180

0.178

0% - 12jam

0.176

0.176

0.176

0.81

0.83

0.820

0.217

0.212

0.214

0% - 24 jam

0.179

0.183

0.181

0.88

0.88

0.880

0.203

0.208

0.206

10% - 0 jam

0.058

0.056

0.057

0.73

0.79

0.760

0.079

0.071

0.075

10% - 6 jam

0.113

0.113

0.113

0.77

0.75

0.760

0.146

0.150

0.148

10% - 12 jam

0.144

0.144

0.144

0.84

0.84

0.840

0.171

0.171

0.171

10% - 24 jam

0.169

0.165

0.167

0.87

0.87

0.870

0.194

0.190

0.192

Lampiran-2

Data kadar gula pereduksi (%,) koji pre -inkubasi

Perlakuan

Gula pereduksi (%)

Pre-inkubasi

1

2

Rerata

0% - 0 jam

2.41

2.35

2.38

0% - 6 jam

1.56

1.50

1.53

0% - 12jam

0.72

0.72

0.72

0% - 24 jam

0.53

0.59

0.56

10% - 0 jam

2.33

2.37

2.35

10% - 6 jam

1.23

1.23

1.23

10% - 12 jam

0.68

0.66

0.67

10% - 24 jam

0.45

0.45

0.45


(2)

63

Lampiran -3

Data pH koji pre -inkubasi

Perlakuan

0 hari

Pre-inkubasi

1

2

Rerata

0% - 0 jam

6.60

6.60

6.60

0% - 6 jam

5.34

5.34

5.34

0% - 12jam

4.14

4.20

4.17

0% - 24 jam

3.93

3.93

3.93

10% - 0 jam

6.45

6.55

6.50

10% - 6 jam

6.10

6.10

6.10

10% - 12 jam

5.88

5.92

5.90

10% - 24 jam

5.83

5.83

5.83

Lampiran -4

Data angka lempeng total (ALT), jumlah bakteri asam laktat (BAL) dan jumlah khamir koji pre -inkubasi

Perlakuan

ALT (log kol/ml)

BAL (log kol/ml)

Khamir (log kol/ml)

Pre-inkubasi

1

2

Rerata

1

2

Rerata

1

2

Rerata

0% - 0 jam

6.63

6.43

6.53

2.51

2.66

2.58

2.00

2.15

2.07

0% - 6 jam

6.93

6.45

6.69

3.08

3.23

3.15

1.95

2.32

2.14

0% - 12jam

7.81

7.46

7.63

4.72

4.77

4.75

2.04

1.85

1.94

0% - 24 jam

8.99

8.49

8.74

4.89

4.99

4.94

1.70

1.95

1.83

10% - 0 jam

6.11

6.74

6.43

2.45

2.62

2.54

2.04

1.95

2.00

10% - 6 jam

5.74

5.74

5.74

3.28

3.11

3.20

2.04

2.04

2.04

10% - 12 jam

5.89

5.49

5.69

3.58

3.48

3.53

2.20

2.00

2.10


(3)

64

Lampiran -5

Data perubahan kadar formol nitrogen (FN) moromi

Perlakuan 0 hari 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 75 hari 90 hari

Pre- inkubasi 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata

0% - 0 jam 0.056 0.058 0.057 0.151 0.175 0.163 0.202 0.202 0.202 0.249 0.250 0.250 0.237 0.293 0.265 0.249 0.286 0.268 0.275 0.280 0.278 0% - 6 jam 0.140 0.142 0.141 0.174 0.232 0.203 0.235 0.230 0.232 0.288 0.270 0.279 0.322 0.278 0.300 0.277 0.321 0.299 0.299 0.290 0.295 0% - 12jam 0.176 0.176 0.176 0.159 0.199 0.179 0.226 0.214 0.220 0.235 0.240 0.238 0.219 0.280 0.250 0.236 0.276 0.256 0.264 0.250 0.257 0% - 24 jam 0.179 0.183 0.181 0.151 0.242 0.197 0.212 0.214 0.213 0.224 0.240 0.232 0.229 0.235 0.232 0.231 0.233 0.232 0.235 0.240 0.238 10% - 0 jam 0.058 0.056 0.057 0.041 0.156 0.099 0.144 0.131 0.138 0.156 0.160 0.158 0.151 0.161 0.156 0.158 0.160 0.159 0.162 0.180 0.171 10% - 6 jam 0.113 0.113 0.113 0.123 0.145 0.134 0.140 0.150 0.145 0.148 0.180 0.164 0.152 0.178 0.165 0.144 0.176 0.160 0.165 0.160 0.162 10% - 12 jam 0.144 0.144 0.144 0.156 0.179 0.168 0.163 0.163 0.163 0.167 0.170 0.169 0.175 0.175 0.175 0.161 0.199 0.180 0.170 0.170 0.170 10% - 24 jam 0.169 0.165 0.167 0.176 0.201 0.189 0.197 0.196 0.197 0.201 0.220 0.210 0.179 0.245 0.212 0.160 0.244 0.202 0.212 0.200 0.206 Kontrol 0.057 0.057 0.057 0.092 0.156 0.124 0.250 0.240 0.245 0.288 0.300 0.294 0.272 0.286 0.279 0.270 0.290 0.280 0.300 0.300 0.300

Keterangan: Satuan dalam %.

Lampiran -6

Data perubahan kadar total nitrogen terlarut (TN) moromi

Perlakuan 0 hari 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 75 hari 90 hari

Pre- inkubasi 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata

0% - 0 jam 0.62 0.78 0.700 0.72 0.84 0.780 0.96 0.98 0.970 1.19 0.19 0.690 1.27 1.17 1.220 1.33 1.17 1.250 1.22 1.26 1.240 0% - 6 jam 0.79 0.79 0.790 0.93 0.99 0.960 1.14 1.16 1.150 1.23 1.19 1.210 1.23 1.23 1.230 1.26 1.16 1.210 1.22 1.22 1.220 0% - 12jam 0.81 0.83 0.820 0.84 0.94 0.890 1.01 0.97 0.990 1.09 1.05 1.070 1.10 1.20 1.150 1.23 1.23 1.230 1.18 1.20 1.190 0% - 24 jam 0.88 0.88 0.880 0.87 0.93 0.900 1.21 1.17 1.190 1.22 1.22 1.220 1.21 1.29 1.250 1.12 1.34 1.230 1.25 1.27 1.260 10% - 0 jam 0.73 0.79 0.760 0.80 0.84 0.820 0.89 0.89 0.890 1.16 1.12 1.140 1.16 1.22 1.190 1.13 1.31 1.220 1.21 1.22 1.215 10% - 6 jam 0.77 0.75 0.760 0.81 0.91 0.860 1.02 0.96 0.990 1.15 1.17 1.160 1.24 1.16 1.200 1.20 1.25 1.225 1.23 1.17 1.200 10% - 12 jam 0.84 0.84 0.840 0.87 0.93 0.900 0.98 0.98 0.980 1.06 1.11 1.085 0.99 1.00 0.995 1.25 1.15 1.200 1.24 1.24 1.240 10% - 24 jam 0.87 0.87 0.870 0.92 1.08 1.000 1.12 1.16 1.140 1.21 1.20 1.205 1.24 1.30 1.270 1.19 1.27 1.230 1.18 1.20 1.190 Kontrol 0.69 0.67 0.680 0.90 0.90 0.90 0 1.20 1.20 1.200 1.24 1.22 1.230 1.34 1.22 1.280 1.30 1.30 1.300 1.29 1.29 1.290


(4)

65

Lampiran -7

Data perubahan rasio FN/TN moromi

Perlakuan 0 hari 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 75 hari 90 hari

Pre- inkubasi 1 2 Rerata 1 2 Rer a t a 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata

0% - 0 jam 0.090 0.075 0.083 0.210 0.208 0.209 0.210 0.206 0.208 0.209 1.316 0.763 0.187 0.250 0.219 0.187 0.244 0.216 0.225 0.222 0.224 0% - 6 jam 0.177 0.180 0.178 0.187 0.234 0.211 0.206 0.198 0.202 0.234 0.227 0.230 0.262 0.226 0.244 0.220 0.277 0.248 0.245 0.238 0.241 0% - 12jam 0.217 0.212 0.214 0.189 0.212 0.200 0.224 0.221 0.222 0.216 0.229 0.222 0.199 0.233 0.216 0.192 0.224 0.208 0.224 0.208 0.216 0% - 24 jam 0.203 0.208 0.206 0.174 0.260 0.217 0.175 0.183 0.179 0.184 0.197 0.190 0.189 0.182 0.186 0.206 0.174 0.190 0.188 0.189 0.189 10% - 0 jam 0.079 0.071 0.075 0.051 0.186 0.118 0.162 0.147 0.154 0.135 0.143 0.139 0.130 0.132 0.131 0.140 0.122 0.131 0.134 0.148 0.141 10% - 6 jam 0.14 6 0.150 0.148 0.152 0.159 0.156 0.137 0.156 0.147 0.129 0.154 0.141 0.123 0.153 0.138 0.120 0.141 0.130 0.134 0.137 0.135 10% - 12 jam 0.171 0.171 0.171 0.180 0.192 0.186 0.166 0.166 0.166 0.158 0.153 0.155 0.177 0.175 0.176 0.129 0.173 0.151 0.137 0.137 0.137 10% - 24 jam 0.194 0.190 0.192 0.192 0.186 0.189 0.176 0.169 0.172 0.166 0.183 0.175 0.144 0.188 0.166 0.134 0.192 0.163 0.180 0.167 0.173 Kontrol 0.082 0.085 0.084 0.102 0.173 0.138 0.208 0.200 0.204 0.232 0.246 0.239 0.203 0.234 0.219 0.208 0.223 0.215 0.232 0.233 0.233

Lampiran -8

Data perubahan kadar gula pereduksi moromi

Perlakuan 0 hari 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 75 hari 90 hari

Pre- inkubasi 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata

0% - 0 jam 2.41 2.35 2.38 2.39 2.63 2.51 0.45 0.47 0.46 0.32 0.56 0.44 0.44 0.34 0.39 0.19 0.27 0.23 0.19 0.19 0.19 0% - 6 jam 1.56 1.50 1.53 2.49 2.21 2.35 0.21 0.21 0.21 0.20 0.18 0.19 0.20 0.10 0.15 0.11 0.07 0.09 0.08 0.03 0.06 0% - 12jam 0.72 0.72 0.72 1.66 1.86 1.76 0.67 0.69 0.68 0.55 0.85 0.70 0.48 0.68 0.58 0.32 0.32 0.32 0.08 0.12 0.10 0% - 24 jam 0.53 0.59 0.56 0.82 0.58 0.70 1.07 1.11 1.09 0.90 1.02 0.96 0.66 0.67 0.67 0.47 0.59 0.53 0.34 0.46 0.40 10% - 0 jam 2.33 2.37 2.35 2.60 2.74 2.67 1.55 1.53 1.54 1.32 1.08 1.20 0.49 0.73 0.61 0.45 0.39 0.42 0.31 0.35 0.33 10% - 6 jam 1.23 1.23 1.23 2.29 1.91 2.10 0.31 0.31 0.31 0.21 0.09 0.15 0.23 0.09 0.16 0.08 0.06 0.07 0.05 0.05 0.05 10% - 12 jam 0.68 0.66 0.67 1.39 1.71 1.55 0.55 0.57 0.56 0.67 0.63 0.65 0.58 0.54 0.56 0.19 0.29 0.24 0.06 0.09 0.08 10% - 24 jam 0.45 0.45 0.45 0.99 0.75 0.87 1.01 0.97 0.99 0.42 0.46 0.44 0.45 0.23 0.34 0.20 0.20 0.20 0.04 0.08 0.06 Kontrol 2.37 2.37 2.37 3.21 3.47 3.34 2.98 2.98 2.98 2.71 2.73 2.72 1.17 1.08 1.13 0.90 0.98 0.94 0.21 0.21 0.21


(5)

66

Lampiran -9

Data perubahan pH moromi

Perlakuan 0 hari 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 75 hari 90 hari

Pre- inkubasi 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata

0% - 0 jam 6.60 6.60 6.60 5.02 4.98 5.00 4.97 4.99 4.98 4.88 4.96 4.92 4.64 4.64 4.64 4.57 4.59 4.58 4.50 4.50 4.50 0% - 6 jam 5.34 5.34 5.34 5.02 5.08 5.05 5.05 5.05 5.05 4.90 5.00 4.95 4.63 4.57 4.60 4.55 4.55 4.55 4.41 4.47 4.44 0% - 12jam 4.14 4.20 4.17 4.08 4.09 4.09 4.15 4.15 4.15 4.00 4.02 4.01 4.00 3.98 3.99 4.00 3.96 3.98 4.02 3.90 3.96 0% - 24 jam 3.93 3.93 3.93 3.81 3.79 3.80 3.90 3.90 3.90 3.80 3.74 3.77 3.70 3.66 3.68 3.69 3.63 3.66 3.72 3.56 3.64 10% - 0 jam 6.45 6.55 6.50 5.00 5.02 5.01 4.97 4.97 4.97 4.00 4.90 4.45 4.70 4.70 4.70 4.71 4.63 4.67 4.56 4.60 4.58 10% - 6 jam 6.10 6.10 6.10 5.61 5.59 5.60 5.20 5.20 5.20 5.13 5.09 5.11 4.83 4.89 4.86 4.63 4.63 4.63 4.52 4.62 4.57 10% - 12 jam 5.88 5.92 5.90 5.56 5.56 5.56 5.12 5.14 5.13 4.97 4.97 4.97 4.76 4.76 4.76 4.50 4.64 4.57 4.34 4.61 4.48 10% - 24 jam 5.83 5.83 5.83 5.42 5.44 5.43 5.12 5.12 5.12 4.89 4.89 4.89 4.77 4.79 4.78 4.55 4.69 4.62 4.56 4.46 4.51 Kontrol 6.63 6.63 6.63 5.90 5.90 5.90 5.60 5.60 5.60 5.40 5.60 5.50 4.90 4.90 4.90 4.70 4.78 4.74 4.60 4.60 4.60

Lampiran -10

Data perubahan angka lempeng total (ALT) moromi

Perlakuan 0 hari 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 75 hari 90 hari

Pre- inkubasi 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata

0% - 0 jam 6.63 6.43 6.53 7.99 7.49 7.74 8.83 8.83 8.83 8.65 8.65 8.65 8.41 8.41 8.41 8.18 8.18 8.18 8.04 8.04 8.04

0% - 6 jam 6.93 6.45 6.69 7.65 7.04 7.35 8.20 8.20 8.20 8.08 8.08 8.08 8.23 8.23 8.23 8.20 8.20 8.20 8.04 8.04 8.04

0% - 12jam 7.81 7.46 7.63 8.08 8.65 8.36 8.41 8.41 8.41 8.32 8.32 8.32 8.26 8.26 8.26 8.72 8.72 8.72 8.59 8.59 8.59

0% - 24 jam 8.99 8.49 8.74 8.63 8.08 8.36 8.99 8.99 8.99 8.93 8.93 8.93 8.97 8.97 8.97 8.95 8.95 8.95 8.63 8.63 8.63

10% - 0 j a m 6.11 6.74 6.43 7.90 7.00 7.45 8.36 8.36 8.36 8.49 8.49 8.49 8.51 8.51 8.51 8.08 8.08 8.08 7.95 7.95 7.95

10% - 6 j a m 5.74 5.74 5.74 7.49 7.75 7.62 8.73 8.73 8.73 8.51 8.51 8.51 8.00 8.00 8.00 8.15 8.15 8.15 8.20 8.20 8.20

10% - 12 jam 5.89 5.49 5.69 7.88 7.36 7.62 8.88 8.88 8.88 8.73 8.73 8.73 8.08 8.08 8.08 8.73 8.73 8.73 8.40 8.40 8.40

10% - 24 jam 5.94 5.62 5.78 7.95 7.72 7.83 8.81 8.81 8.81 8.53 8.53 8.53 8.64 8.64 8.64 8.67 8.67 8.67 7.65 7.65 7.65

Kontrol 5.64 5.15 5.40 6.89 6.00 6.45 7.83 7.83 7.83 8.76 8.76 8.76 8.36 8.36 8.36 8.65 8.65 8.65 8.32 8.32 8.32


(6)

67

Lampiran -11

Data perubahan jumlah bakteri asam laktat (BAL) moromi

Perlakuan 0 hari 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 75 hari 90 hari

Pre- inkubasi 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata

0% - 0 jam 2.51 2.66 2.58 4.38 4.15 4.26 4.98 5.22 5.10 5.41 5.48 5.45 4.71 4.67 4.69 4.54 4.43 4.49 4.20 3.78 3.99 0% - 6 jam 3.08 3.23 3.15 5.36 5.46 5.41 5.49 5.57 5.53 5.76 5.75 5.76 4.94 4.58 4.76 3.26 3.75 3.50 3.08 3.56 3.32 0% - 12jam 4.72 4.77 4.75 5.84 5.77 5.80 7.71 7.59 7.65 6.65 6.71 6.68 5.94 5.23 5.58 5.54 5.76 5.65 4.73 4.43 4.58 0% - 24 jam 4.89 4.99 4.94 6.00 5.99 5.99 7.77 8.00 7.88 7.41 7.88 7.65 7.28 6.70 6.99 5.53 5.53 5.53 5.00 5.15 5.07 10% - 0 j am 2.45 2.62 2.54 4.23 4.36 4.30 5.18 5.36 5.27 5.30 5.45 5.37 4.74 4.88 4.81 4.56 4.73 4.64 4.30 4.00 4.15 10% - 6 jam 3.28 3.11 3.20 4.96 4.90 4.93 5.04 5.11 5.08 5.52 5.49 5.50 5.83 6.03 5.93 5.66 5.82 5.74 5.04 4.85 4.94 10% - 12 jam 3.58 3.48 3.53 4.90 5.20 5.05 6.74 6.49 6.62 6.34 6.62 6.48 5.88 5.99 5.94 6.00 5.11 5.55 4.93 4.98 4.95 10% - 24 jam 4.11 4.04 4.08 5.52 5.57 5.54 6.71 6.59 6.65 6.36 6.49 6.43 6.51 5.90 6.20 5.76 5.74 5.75 4.59 4.71 4.65 Kontrol 2.45 2.56 2.50 4.46 4.32 4.39 4.61 4.32 4.47 4.30 4.64 4.47 4.93 4.88 4.90 4.76 4.86 4.81 4.60 4.76 4.68

Keterangan: Satuan dalam log koloni/ml.

Lampiran -12

Data perubahan jumlah khamir moromi

Perlakuan 0 hari 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 75 hari 90 hari

Pre- inkubasi 1 2 Rerata 1 2 Rerat a 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 2 Rerata

0% - 0 jam 2.00 2.15 2.07 4.60 4.00 4.30 4.40 4.18 4.29 4.23 4.52 4.37 6.04 5.95 6.00 5.87 5.93 5.75 5.53 5.64 5.81 0% - 6 jam 1.95 2.32 2.14 4.60 4.30 4.45 3.95 4.00 3.98 5.11 5.04 5.08 5.23 5.49 5.36 5.04 5.20 5.28 5.34 5.31 5.00 0% - 12jam 2.04 1.85 1.94 3.00 3.30 3.15 3.00 2.90 2.95 3.32 3.46 3.39 3.85 3.90 3.87 2.59 3.23 2.71 2.28 2.49 2.57 0% - 24 jam 1.70 1.95 1.83 2.51 2.60 2.55 2.41 2.82 2.62 3.00 3.08 3.04 3.08 2.90 2.99 3.00 3.00 2.95 2.90 2.93 2.95 10% - 0 jam 2.04 1.95 2.00 4.34 4.58 4.46 4.18 4.54 4.36 4.52 4.32 4.42 4.99 5.83 5.41 6.11 5.76 6.23 4.88 5.56 5.02 10% - 6 jam 2.04 2.04 2.04 4.04 4.46 4.25 3.95 4.32 4.14 4.70 4.91 4.81 5.00 5.30 5.15 5.08 5.11 5.15 4.94 5.05 5.05 10% - 12 jam 2.20 2.00 2.10 4.52 4.76 4.64 4.41 4.88 4.65 5.08 5.26 5.17 5.28 5.49 5.39 5.49 5.44 5.46 5.30 5.38 5.56 10% - 24 jam 2.04 2.28 2.16 4.65 4.70 4.68 4.93 4.88 4.90 5.15 5.41 5.28 6.18 6.54 6.36 6.34 6.35 6.26 6.20 6.23 6.38 Kontrol 1.90 2.08 1.99 2.95 2.95 2.95 3.26 3.00 3.13 5.60 5.70 5.65 7.99 7.97 7.98 7.89 7.93 7.72 6.70 7.21 6.68