Penambahan Tepung dan Ekstrak Daun Jati (Tectona grandiss Linn F) Pada Puyuh coturnix coturnix japonica

PENAMBAHAN TEPUNG DAN EKSTRAK DAUN JATI (Tectona grandiss
Linn. F.) PADA PUYUH Coturnix coturnix japonica

SHUFIA EL TSAURA AHMADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penambahan Tepung dan
dan Ekstrak Daun Jati (Tectona grandiss Linn. F.) pada Puyuh Coturnix coturnix
japonica adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Agustus 2015

Shufia El Tsaura Ahmadi
NIM D251140246

RINGKASAN
SHUFIA EL TSAURA AHMADI. Penambahan tepung dan ekstrak daun jati
(Tectona grandiss Linn. F.) pada Puyuh Coturnix coturnix japonica. Dibimbing
oleh YULI RETNANI dan WIDYA HERMANA.
Tanaman daun jati merupakan tanaman perennial yang mempunyai peluang
sangat besar untuk digunakan sebagai pakan ternak. Ketersediaan dan
keberadaanya yang melimpah dipilih sebagai salah satu alternatif tanaman sumber
bahan pakan lokal. Umumnya pohon jati digunakan untuk diambil kayu sebagai
komoditi utama logistik. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan
pemanfaatan limbah berupa daun jati dalam bentuk tepung yang dicampurkan
dalam pakan dan dalam bentuk ekstrak dalam air minum puyuh petelur.
Kandungan zat aktif yang terdapat dalam daun jati yakni flavonoid. Senyawa
fitokimia tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam
saluran pencernaan puyuh sehingga penyerapan nutrien lebih optimal dan dapat

menurunkan tingkat mortalitas puyuh. Pakan yang diberi tepung daun jati dapat
memperbaiki keseimbangan nutrien kebutuhan pakan puyuh dan meningkatkan
produktivitas telur puyuh.
Penelitian ini bertujuan menganalisis supplementasi tepung dan ekstrak
daun jati dalam ransum dan air minum puyuh terhadap aktivitas antimikroba
dalam menghambat bakteri patogen E.coli dan S.typhimurium dalam saluran
pencernaan puyuh. Diharapkan penambahan tepung dan ekstrak daun jati dapat
meningkatkan performa dan kualitas telur burung puyuh. Materi penelitian yang
digunakan adalah ternak puyuh (Coturnix coturnix japonica) berumur 6-12
minggu sebanyak 180 ekor yang diberi penambahan tepung daun jati dalam
ransum dan ekstrak daun jati dalam air minum. Rancangan percobaan yang
digunakan dalam penelitian ini ialah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang
terdiri dari 6 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas : R0 = ransum
komersil ; R1= ransum komersil + Vitachick ; R2 = ransum komersil + 6% tepung
daun jati ; R3 = ransum komersil + 6% ekstrak daun jati di air minum ; R4 =
ransum komersil + 9% tepung daun jati ; R5 = ransum komersil + 9% ekstrak
daun jati di air minum. Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan, konsumsi air,
produksi telur, konversi pakan, mortalitas, bobot telur, bobot kuning dan putih telur,
tinggi putih telur, skor warna kuning telur, bobot kerabang, tebal kerabang, haugh
unit, total koloni bakteri E.coli dan S. typhimurium pada ekskreta puyuh dan

analisis Income over feed cost (IOFC).
Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa tepung daun jati mengandung
protein kasar 11.01%, lemak kasar 3.80%, serat kasar 22.01%, dan abu 8.11%.
Hasil uji kuantitatif flavonoid yang terdapat dalam ekstrak dan tepung daun jati
adalah 0.241% dan 0.643%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
tepung dan ekstrak daun jati tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap konsumsi
pakan, konsumsi air, produksi telur, bobot telur dan konversi pakan. Tidak ada
mortalitas puyuh selama penelitian. Pemberian tepung daun jati 6% dan 9% mampu
meningkatkan skor warna kuning telur hingga 8. Penambahan ekstrak daun jati 9%
mampu menurunkan total koloni bakteri E. coli dan S. typhimurium. Kandungan zat
aktif yang terdapat dalam daun jati yakni flavonoid mampu menghambat
pertumbuhan bakteri patogen dengan konsentrasi sedang. Kesimpulan dari

penelitian ini adalah penambahan 6% tepung daun jati mampu meningkatkan skor
warna kuning telur sementara upaya untuk menurunkan populasi total koloni
bakteri patogen pada saluran pencernaan puyuh dapat dilakukan dengan
penambahan 9% ekstrak daun jati. Kandungan flavonoid yang berfungsi sebagai
antibakteri yang terdapat dalam tepung daun jati dan ekstrak daun jati adalah
0.643% dan 0.24%.
Kata kunci: antibakteri, daun jati, flavonoid, produktivitas, telur puyuh


SUMMARY
SHUFIA EL TSAURA AHMADI. Addition of Meal and Extract Tecton Leaf
(Tectona grandiss Linn. F.) in Coturnix coturnix japonica. Supervised by YULI
RETNANI and WIDYA HERMANA.
Tectone leaf is plant perennial who had the chance very large for use as
fodder. The availability and its abundant known was selected as one alternative
plant a source of materials local feed. Generally of tecton trees used to be taken
wood as major commodity logistics. Hence in the study is done the utilization of
waste in the form of tecton leaf meal in diet laying quail. Active ingredients that
was found in the leaves of flavonoid tecton namely. A compound phytochemistry
is able to inhibit the growth of pathogenic bacteria in the digestive tract so that the
absorption of nutrient could be optimal and no mortality on experiment. The
supplementation tecton leaf can improve balance the necessary of feed nutrient
quails and increase productivity of egg quail. This study aimed to analyze
supplementation meal and extract tectone leaf in quails diet on antimicrobial
activities such as bacteria pathogen E.coli and S.typhimurium on digestive tract so
it could improve the quail performance and egg quality. This research used the
laying Japanese quail (Coturnix coturnix japonica) aged 4-12 weeks as many as
180 bird given the supplementation tecton meal in diet and extract tecton leaf in

drinking water. A method of research is experiment with design random complete
(CRD) consist of six treatments and three replications. Treatments consist of : R0
= commercial rations, R1 = commercial rations + Vitachick, R2 = commercial
rations + 6% meal tecton leaf, R3 = commercial rations +6% extract tecton leaf,
R4= commercial rations+ 9% meal tecton leaf, R5 = commercial rations + 9%
esxtract tecton leaf in drinking water. Parameters observed were feed
consumption, water consumption, egg production, egg weight, egg mass, feed
conversion, yolk weight and albumin weight, egg yolk colour score, eggshell
weight, eggshell thickness, haugh unit, total of colonies bacteria, and analysis of
Income Overfeed Cost.
The analysis showed that meal tecton leaf proximate containing crude
protein 11.01%, crude fat 3.80%, crude fiber 22.01%, and ash 8.11%. Active
compound of flavonoid that was found in extract and meal tecton leaf is 0.241%
and 0.643%. The result showed that the addition of meal and extract tecton leaf
didn’t affect significantly (P>0.05 ) of feed consumption, water consumption, egg
production and feed conversion. There was no mortality during this experiment.
The addition of meal tecton leaf 6% and 9% could be increase a score of yolk
colour to 8 with a yellow color. Supplementation extract tectone leaf 9% to reduce
the total bacteria colonies E.coli and S. typhimurium. Flavonoids were able to
inhibit the growth of pathogenic bacteria with the concentration of the medium.

The conclusion of this research was supplementation 6% tecton leaf was able to
increase the egg yolk color score while was able to reduce the total population of
the colonies of pathogenic bacteria of the digestive tract quail can be given the
addition of 9% extract tecton leaf. The content of flavonoid that serves as the meal
contained in the antibacterial meal and extract tecton leaf is 0.643% and 0.24%.
Keywords: antibacterial, flavonoid, productivity, quail, egg, tecton leaf,

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENAMBAHAN TEPUNG DAN EKSTRAK DAUN JATI (Tectona
grandiss Linn. F.) PADA PUYUH Coturnix coturnix japonica


SHUFIA EL TSAURA AHMADI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji sidang luar komisi: Prof Dr Ir Sumiati, M Sc

Judul Tesis
Nama
NIM

: Penambahan Tepung dan Ekstrak Daun Jati (Tectona grandiss

Linn. F.) Pada Puyuh coturnix coturnix japonica
: Shufia El Tsaura Ahmadi
: D251140246

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Yuli Retnani, M Sc
Ketua

Dr Ir Widya Hermana, M Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Dwierra Evvyernie A, MS MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 8 Juli 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih adalah
Penambahan Tepung dan Ekstrak Daun Jati (Tectona grandiss Linn. F.) Pada
Puyuh Coturnix coturnix japonica. Daun jati merupakan salah satu sumber bahan
pakan alternatif yang dapat digunakan untuk pakan suplementasi dalam ransum
burung puyuh. Zat aktif yang terkandung dalam daun jati ialah flavonoid dapat
dimanfaatkan sebagai fitogenik yang mampu menggantikan penggunaan
vitachick. Sebagian hasil penelitian ini dalam proses publikasi di jurnal ilmiah
Journal of the Indonesian Tropical Animal Agriculture (JITAA) dengan judul
“Productivity of laying quail (coturnix coturnix japnonica) fed tecton leaf meal,
(Tectona grandiss Linn. F.) as antimicrobial and using phytogenic in diet”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tepung daun jati sangat potensial dijadikan bahan

pakan sumber alternatif sebagai fitogenik. Pemberian tepung daun jati pada puyuh
dapat meningkatkan skor warna kuning telur, menurunkan konversi pakan.
Pemberian ekstrak daun jati dalam air minum dapat menurunkan jumlah total
koloni bakteri pada saluran pencernaan puyuh. Selain itu nilai Income Over Feed
Cost selama penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Yuli Retnani, MSc
dan Dr Ir Widya Hermana MSi selaku pembimbing tugas akhir yang telah banyak
memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan segala bentuk bantuan materi
maupun moral sehingga penelitian dan tesis ini dapat diselesaikan. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada DIKTI yang telah memberikan kesempatan
sebagai penerima Beasiswa Fresh Graduate melalui Program Sinergi (Fastrack)
IPB pada tahun 2013. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Slamet
Wuryadi serta karyawan peternakan SQF (Slamet Quail Farm) di Sukabumi yang
telah memfasilitasi ternak serta tempat penelitian. Penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang terdalam kepada Ayahanda Achmad Nawawi dan Ibunda Lily
Suaeliyah yang telah memberikan doa, kasih sayang, kesabaran, nasehat,
bimbingan moral maupun materi yang tiada henti kepada penulis. Terima kasih
kepada kakak, adik, kakak ipar, seluruh keluarga yang terus memberikan
semangat serta doanya.
Terima kasih kepada Pak Supri dan Bu Ade serta seluruh staf dan pegawai

Pascasarjana Ilmu Nutrisi dan Pakan serta Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan atas segala bantuan dan bimbingannya. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada sahabat dan teman-teman keluarga besar INP
2013 dan 2014 atas doa, bantuan, dan kebersamaannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Shufia El Tsaura Ahmadi
D251140246

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Materi
Metode

2
2
2
3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lingkungan Kandang
Potensi Daun Jati sebagai Antimikroba
Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Performa Puyuh
Konsumsi Pakan
Konsumsi Air
Produksi Telur
Bobot Telur
Produksi Massa Telur
Konversi pakan
Mortalitas
Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kualitas Telur Puyuh
Skor Warna Kuning
Haugh Unit
Tinggi Putih Telur
Bobot Putih Telur
Bobot Kuning Telur
Berat Kerabang
Tebal Kerabang
Uji Total Koloni Bakteri
Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Nilai Ekonomi Usaha Puyuh
Income Over Feed Cost (IOFC)

16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

16
16
17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL

7
7
7
8
8
9
10
11
11
12
12
13
13
14
14
14
14
15
15
15

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Komposisi Vitachick®

3

Kandungan nutrien daun jati dan ransum puyuh penelitian
Rataan dan simbangan baku suhu kandang selama penelitian
Diameter hambat antibakteri pada tepung daun jati
Rataan simpangan baku konsumsi pakan puyuh umur 6-12 minggu
Rataan simpangan baku konsumsi air puyuh umur 6-12 minggu
Rataan simpangan baku produksi telur puyuh umur 6-12 minggu
Rataan simpangan baku bobot telur puyuh umur 6-12 minggu
Rataan simpangan baku produksi massa telur puyuh umur 6-12 minggu
Rataan simpangan baku konversi pakan puyuh umur 6-12 minggu

6
7
8
8
10

Rataan dan simpangan baku tinggi putih telur, HU, bobot putih telur,
bobot kuning telur, skor kuning kuning telur, berat kerabang dan tebal
kerabang

12 Total koloni bakteri E.coli pada saluran pencernaan puyuh
13 Rataan Income Overfeed Cost puyuh selama penelitian

10
11
11
12

13
15
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam produksi telur puyuh umur 6-12 minggu

20

2 Hasil analisis ragam koversi pakan puyuh umur 6-12 minggu
3 Hasil analisis ragam konsumsi pakan puyuh umur 6-12 minggu
4 Hasil analisis ragam konsumsi air puyuh umur 6-12 minggu
5 Hasil analisis ragam bobot telur puyuh umur 6-12 minggu
6 Hasil analisis ragam kualitas telur puyuh umur 6-12 minggu
7 Uji lanjut skor warna kuning telur puyuh umur 6-12 minggu

20
20
20
20
20
21

1

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat telah mendorong
beberapa ilmuwan untuk terus bereksplorasi mendapatkan sumber bahan pakan dari
alam melihat semakin mahal biaya pakan dan kendala persaingan dengan bahan
pangan. Pengamatan di lapangan terhadap pemeliharaan puyuh dihadapkan pada
kejadian beberapa penyakit. Umumnya tingkat mortalitas puyuh relatif tinggi terjadi
pada saat periode starter. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatasi peternak
dengan memberikan obat-obatan sintetik seperti antibiotik. Namun penggunaan obatobatan sintetik saat ini telah dilarang penggunannnya karena dapat membayakan
kesehatan ternak dan meninggalkan residu pada produk daging dan telur. Untuk itu
perlu dicari suatu alternatif berupa antibiotik alami. Sumber bahan pakan alternatif
yang dapat digunakan salah satunya dapat berasal dari limbah perhutanan yang
berupa guguran dari tanaman pohon jati ialah daun jati (Sumarna 2004).
Tanaman daun jati keberadaannya sangat luas dengan tingkat produktivitas
pohon jati di Indonesia mencapai 79.71 juta pohon jati (Departemen Kehutanan
2013). Penelitian oleh Ahmadi (2014) menyatakan penambahan tepung daun jati
tanpa penambahan Vitachick® dalam air minum memberikan hasil yang cukup nyata
terhadap rendahnya mortalitas puyuh 0%. Senyawa metabolit sekunder yang diduga
memiliki aktivitas antibakteri dari tepung daun jati adalah flavonoid. Flavonoid
merupakan senyawa fitokimia yang termasuk dalam golongan flavon dengan
kemampuannya membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler terlarut sehingga
mampu merusak membran sel mikroba. Flavonoid diduga memiliki aktivitas
antibakteri paling besar dalam menghambat pertumbuhan bakteri (Afiyah 2013).
Senyawa-senyawa ini merupakan metabolit sekunder yang mungkin dapat
dimanfaatkan sebagai fitogenik. Fitogenik merupakan hasil dari metabolit sekunder
tanaman yang mengandung senyawa bernilai nutrisi, tidak bernutrisi, ataupun antinutrisi (Hashemi & Davoodi 2011). Fitogenik terbukti lebih alami, bebas residu, dan
lebih ideal digunakan sebagai pemicu pertumbuhan hewan (Hashemi et al. 2008).
Daun jati sebagai bahan pakan lokal yang mengandung komponen bioaktif
yang dapat berfungsi sebagai antibakteri. Berdasarkan aktivitasnya, zat antibakteri
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu yang memiliki aktivitas bakteriostatik
(menghambat pertumbuhan bakteri) dan yang memiliki aktivitas bakterisidal
(membunuh bakteri). Penelitian sebelumnya oleh Ahmadi (2014) menyatakan
pemberian daun jati dalam bentuk tepung pada ransum puyuh petelur menghasilkan
rataan produksi telur puyuh yang cukup tinggi yakni sekitar 66.35%-67.89% dan
dapat menurunkan konversi pakan hingga 3.30. Penggunaan tepung daun jati yang
ditambahkan dalam ransum puyuh petelur umur 8-14 minggu dapat meningkatkan
kualitas telur puyuh sampai batas 6% (Faizah 2014). Oleh karena itu dalam
penelitian ini dilakukan pengolahan daun jati dalam bentuk ekstrak dan tepung.
Dalam penelitian ini juga dianalisis supplementasi tepung dan ekstrak daun jati
dalam ransum burung puyuh terhadap aktivitas antimikroba dalam menghambat
bakteri patogen E.coli dan S.typhimurium dalam saluran pencernaan puyuh sehingga
dapat meningkatkan performa dan kualitas telur burung puyuh.

2

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis supplementasi tepung dan ekstrak
daun jati dalam ransum burung puyuh terhadap aktivitas antimikroba dalam
menghambat bakteri patogen E.coli dan S.typhimurium dalam saluran pencernaan
puyuh sehingga dapat meningkatkan performa dan kualitas telur burung puyuh.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2015 di peternakan
Slamet Quail Farm, Cikembar, Sukabumi, Jawa Barat. Pembuatan ekstrak daun jati
dan pengujian analisa kuantitatif fitokimia daun jati dilakukan di Laboratorium Pusat
Studi Biofarmaka, Taman Kencana, Bogor. Uji total koloni bakteri E. coli dilakukan
di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

Materi
Ternak
Ternak yang digunakan adalah puyuh (Coturnix coturnix japonica) periode
produksi umur 4 minggu sebanyak 180 ekor. Ternak ditempatkan dalam kandang
koloni dan dibagi menjadi 6 perlakuan dengan 3 ulangan. Masing-masing ulangan
terdiri dari 10 ekor puyuh betina.
Daun Jati
Daun jati yang digunakan merupakan jenis daun jati emas (Tectona grandiss
Linn. F.) Daun jati diambil dari 4-5 helai tangkai bagian bawah pohon jati yang
berumur sekitar ± 7 tahun. Daun jati berasal dari kebun jati daerah Jampang,
Sukabumi, Jawa Barat. Kandungan nutrien tepung daun jati dapat dilihat pada Tabel
2.
Ransum
Ransum yang digunakan adalah ransum komersil yang peternakan Slamet
Quail Farm yang diperoleh dari PT. Sinta Feedmill. Ransum komersil dicampur
dengan tepung daun jati dengan level 6% dan 9% dalam ransum menjadi pakan
perlakuan serta penambahan 6% dan 9% ekstrak daun jati dalam air minum. Susunan
dan kandungan nutrien ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.
Vitamin
Vitamin yang digunakan dalam penelitian ini ialah Vitachick®.
Vitachick®digunakan sebagai pembanding dengan perlakuan ekstrak dan tepung daun
jati. Vitachick diberikan selama penelitian pada pakan konrol (R1). Komposisi
Vitachick yang digunakan pada penelitian ini dijelaskan pada Tabel 1.

3

Tabel 1 Komposisi Vitachick®
Kandungan
Bacitracin MD
Vitamin A
Vitamin D3
Vitamin E
Vitamin K
Vitamin B1
Vitamin B2
Vitamin B6
Vitamin B12
Vitamin C
Nicotic Acid
Calcium D-Panthothenate

Dosis dalam 5 gram
35 mg
5000 IU
500 IU
2.5 IU
1 mg
2 mg
4 mg
1 mg
1 µg
20 mg
15 mg
5 mg

Keterangan: Komposisi Vitachick® produksi Medion

Kandang dan Alat
Kandang yang digunakan adalah kandang koloni dengan ukuran 20x30x160
cm. sebanyak 18 buah yang masing-masing berisi sepuluh ekor puyuh. Alat-alat yang
digunakan adalah timbangan digital, oven, plastik ransum, platik sampel, jangka
sorong digital, Roche Yolk colour fan, cawan petri, tempat pakan dan tempat air
minum.
Metode
Pembuatan Tepung daun jati
Daun jati diambil dari 4-5 helai tangkai bagian bawah pohon jati yang
berumur sekitar ± 7 tahun. Daun jati dibersihkan, lalu dilayukan selama 48 jam
kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 45°C selama 6 jam. Daun jati yang
kering digiling sampai menjadi tepung daun jati yang berukuran 60 mesh.
Kandungan nutrien tepung daun jati disajikan pada Tabel 2.
Pembuatan Ekstrak Daun Jati
Pembuatan ekstrak daun jati mengacu pada metode Infusa. Sampel yang
telah kering dipotong-potong dan dikeringkan hingga menjadi tepung. Air
dipanaskan sebanyak ± ½ volume panci B hingga mendidih. Panci B yang berisi 300
gram bahan setiap 1 liter air dipindahkan ke dalam panci A, dimasukkan bahan yang
akan diekstraksi sebanyak 300 gram ke dalam panci B dipanaskan selama 15 menit
dimasukkan dan dipresser, hingga kering. Total air galon yang di gunakan untuk
setiap 300 gram bahan adalah 9 liter.

4

Gambar (a) ekstrak daun jati setelah direbus (b) ampas daun jati setelah
diperas

Uji Daya Hambat
Uji daya hambat bakteri E.coli dan S. typhimurium mengacu pada metode
Davis dan Stout (1971). Uji sumur difusi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi
terbaik ekstrak daun jati terhadap bakteri Salmonella typhimurium. Sebelum
melakukan uji difusi, terlebih dahulu dilakukan peremajaan bakteri. Bakteri
dibiakkan pada agar miring yang telah disterilkan, kemudian diinkubasi selama 24
jam pada suhu 37°C. Kultur bakteri tersebut diambil sebanyak satu ose dan
diinokulasikan ke tabung reaksi yang berisi 10 ml media cair Natrium Broth steril.
Diinkubasi pada shaker water bath selama 24 jam. Kultur bakteri yang telah
diremajakan diambil sebanyak 50 μl menggunakan pipet mikro lalu dimasukkan ke
dalam cawan petri steril. Media selektif agar steril 15 ml dituangkan ke dalam cawan
petri, lalu dicampur merata dan dibiarkan memadat pada suhu kamar. Setelah media
memadat, dibuat lubang berdiameter 0.5 cm menggunakan pangkal pipet tetes, lalu
ditetesi dengan tepung daun jati 3%, 6% dan 9%, kemudian diinkubasi pada suhu
37°C selama 24 jam. Daya antibakteri masing-masing perlakuan ditunjukkan oleh
diameter zona bening disekitar lubang.
Uji Total Koloni Bakteri
Uji total koloni bakteri E.coli dan S. typhimurium mengacu pada metode
hitung sebar. Koloni E.coli pada media EMBA menunjukkan warna hitam pada
bagian tengah dengan atau tanpa hijau metalik Koloni Salmonella pada media XLDA
menunjukkan warna hijau kebiruan. Koloni Salmonella pada media HEA
menunjukkan warna merah muda atau hitam pada seluruh koloni. Perhitungan
jumlah total koloni bakteri dihitung dengan rumus :
Rumus SPC = EC
[(1xn1)+(0.1xn2)] x d
N = jumlah koloni per ml
EC = jumlah koloni dari tiap cawan
N1 = jumlah koloni dari pengenceran ke-1 koloni yang dihitung
N2 = jumlah koloni dari pengenceran ke-2 koloni yang dihitung
D = pengenceran pertama yang dihitung

5

Pemeliharaan
Pemeliharaan puyuh dipelihara selama delapan minggu dengan satu minggu
masa adaptasi dan tujuh minggu pemberian ransum perlakuan. Pakan dan air minum
diberikan ad libitum setiap pagi dan sore pukul 07.00 WIB dan 15.00 WIB.
Pemberian air minum pada puyuh yang baru dimasukkan dalam kandang ditambah
dengan Vitachick®. Selama penelitian berlangsung dilakukan pencatatan suhu dalam
kandang. Penimbangan sisa pakan dilakukan setiap minggu sekali. Pengambilan telur
dilakukan setiap hari untuk mengamati produksi telur dan bobot telur. Produksi
massa telur puyuh dihitung dengan cara mengalikan produksi telur selama penelitian
dengan rataan bobot telur harian. Rataan jumlah konsumsi pakan dan massa telur
diamati untuk mengetahui konversi pakan. Konsumsi pakan, harga telur dan harga
pakan dihitung untuk mngetahui income over feed cost selama penelitian.
Pengambilan Telur
Telur diambil dari setiap ulangan masing-masing 2 telur dan dilakukan uji
kualitas telur setiap 2 minggu sekali sejak puyuh mulai bertelur hingga puyuh
berumur 12 minggu.
Uji Kualitas Telur
a. Bobot telur (g butir-1). Bobot telur diperoleh dengan cara menimbang setiap
butir telur yang sudah dikelompokkan berdasarkan setiap perlakuan dari
masing-masing ulangan.
b. Bobot putih telur (g). Bobot putih telur (g) diperoleh dari selisih antara bobot
telur dengan penjumlahan bobot kuning (g) dan bobot kerabang (g).
Persentase bobot putih telur dihitung menggunakan rumus:
bobot putih telur
x 100%
% bobot putih telur =
bobot telur
c. Bobot kuning telur (g). Bobot kuning telur (g) diperoleh dengan cara
menimbang kuning telur yang telah dipisahkan dari putih telur. Persentase
bobot kuning telur dihitung menggunakan rumus:
bobot kuning telur
% bobot kuning telur =
x 100%
bobot telur
d. Bobot kerabang telur (g). Bobot kerabang telur (g) diperoleh dengan cara
menimbang kerabang telur setelah dipisahkan dari isi telur. Persentase bobot
kerabang telur dihitung menggunakan rumus:
bobot kerabang telur
x 100%
% bobot kerabang telur =
bobot telur
e. Tebal kerabang telur (mm). Tebal kerabang telur diperoleh dengan cara
mengukur tebal kerabang dengan membran telur (mm). Pengukuran tebal
kerabang dilakukan setelah bobot kerabang ditimbang, dan dilakukan
pengukuran pada bagian ujung tumpul, tengah, dan ujung lancip telur
kemudian di rata-ratakan.
f. Warna kuning telur. Skor warna kuning telur diamati dengan cara
membandingkan warna kuning telur dengan Roche Yolk Colour Fan pada
skala 1-15.
g. Haugh Unit (HU). Nilai Haugh Unit digunakan untuk mengetahui kekentalan
telur berdasarkan hubungan logaritma tinggi albumen (mm) dengan berat

6

telur (g). Tinggi putih telur diukur menggunakan tripod micrometer, dihitung
menggunakan rumus:
HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7W0,37)
Keterangan :
W
= bobot telur (g)
H
= tinggi putih telur (mm)
Perlakuan
Perlakuan yang diberikan terdiri dari :
R0 = Pakan komersil
R1 = Pakan komersil + Vitachick®
R2 = Pakan komersil + 6% tepung daun jati dalam pakan komersil
R3 = Pakan komersil + 6% ekstrak daun jati dalam air minum
R4 = Pakan komersil + 9% tepung daun jati dalam pakan komersil
R5 = Pakan komersil + 9% ekstrak daun jati dalam air minum
Tabel 2 Kandungan nutrien daun jati dan ransum puyuh penelitian (as fed)
Zat makanan
Bahan Kering
(%)
Protein
kasar
(%)
Lemak
kasar
(%)
Serat kasar (%)
Abu (%)
Beta-N (%)
Calcium (%)
Phospor (%)
Energi
Metabolis (kkal
kg-1)***

Daun jati

Ransum Penelitian
R2
R3
89.42
89.39

89.90%

R0
89.39

R1
89.39

11.01

21.42

21.42

20.79

3.80

5.14

5.14

22.01

4.36
12.47
56.61
5.46
0.93
3739

4.36
12.47
56.61
5.46
0.93
3739

8.11
1.38
0.25
2190

R4
89.43

R5
89.39

21.42

20.48

21.42

5.05

5.14

5.01

5.14

5.41
12.20
56.55
5.21
0.88
3689

4.36
12.47
56.61
5.46
0.93
3739

5.94
12.07
56.50
5.09
0.86
3664

4.36
12.47
56.61
5.46
0.93
3779

R0 = pakan komersil ; R1= pakan komersil + Vitachick® ; R2 = pakan komersil + 6% tepung daun jati
; R3 = pakan komersil + 6% ekstrak daun jati dalam air minum ; R4 = pakan komersil + 9% tepung
daun jati ; R5 = pakan komersil + 9% ekstrak daun jati dalam air minum. *) Hasil analisa
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2013). **)
Kandungan nutrien berdasarkan perhitungan dari hasil analisis pakan komersil dan tepung daun jati.
***) Berdasarkan estimasi EM = 0.725 x GE (NRC 1994)

Rancangan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari
enam perlakuan dan tiga ulangan. Data produksi telur puyuh dan kualitas telur yang
diperoleh dianalisis menggunakan Analisa Ragam (analysis of variance, ANOVA)
(Steel dan Torrie, 1993), kemudian jika berbeda antar perlakuan dilakukan uji lanjut
kontras ortogonal. Analisis data menggunakan program statistik dengan komputer
yaitu program SPSS 12.0.

7

Peubah yang diamati
Peubah yang diamati adalah:
1.Performa puyuh meliputi: konsumsi pakan, konsumsi air minum, produksi telur
(quail day), bobot telur, produksi massa telur, konversi pakan, mortalitas,dan income
over feed cost (IOFC).
2.Kualitas fisik telur meliputi: tinggi putih telur, bobot kuning, putih, dan kerabang
telur, warna kuning telur dan tebal kerabang telur.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lingkungan Kandang
Suhu kandang diukur selama penelitian. Rataan dan simpangan baku suhu yang
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan dan simpangan baku suhu kandang selama penelitian
Minggu ke6
7
8
9
10
11
12

Pagi (06.00)
X±SB
23.29±2.93
21.57±1.72
22.00±2.08
22.71±2.69
24.43±1.27
25.43±1.13
24.86±1.68

Siang (12.00)
X±SB
29.43±3.82
28.00±1.41
33.29±3.68
25.86±2.73
28.00±0.58
29.71±1.70
30.71±3.30

Sore (15.00)
X±SB
29.71±3.15
31.29±2.63
28.57±1.13
28.29±1.70
27.71±4.23
31.14±2.54
29.29±0.76

Keterangan: X = rataan SB = simpangan baku

Rataan suhu kandang saat penelitian berada pada kisaran suhu nyaman untuk
puyuh periode produksi. Suhu kandang pada saat siang hari sekitar 29.55 oC.
Indonesia yang termasuk beriklim tropis memiliki suhu rata-rata harian berkisar
27.5°C (Oldeman dan Frere 1982). Suhu kandang puyuh diatur dalam keadaan suhu
ruang atau suhu normal. Jika suhu kandang terlalu tinggi diatas 30oC akan
mempengaruhi konsumsi pakan, produksi telur dan ukuran telur. Rataan suhu
kandang yang diatur bagi puyuh untuk berproduksi sekitar 28-30 oC (Wuryadi 2011).

Potensi Daun Jati sebagai Antimikroba
Senyawa metabolit sekunder yang yang terkandung dalam tepung daun jati
adalah alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid dan triterpenoid. Flavonoid
merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri paling besar dalam
menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil uji kuantitatif zat aktif flavonoid yang
terdapat dalam tepung dan ekstrak daun jati sebesar 0.643% dan 0.241%. Senyawa
tersebut merupakan metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai fitokimia.
Flavonoid yang terkandung dalam ekstrak dan tepung daun jati berperan secara
langsung sebagai antimikroba dengan mengganggu fungsi dari mikroorganisme
seperti bakteri atau virus (Waji 2009). Senyawa flavonoid yang terkandung dalam

8

ekstrak dan tepung daun jati dapat digunakan sebagai antibiotik untuk menggantikan
vitamin mix. Senyawa tersebut dapat menurunkan populasi E. coli pada puyuh.
Uji sumur difusi menggunakan bakteri gram negatif yaitu S. typhimurium.
Uji sumur difusi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terbaik tepung daun jati
terhadap bakteri S. typhimurium dan E. coli. Uji ini merupakan uji kuantitatif. Uji
sumur difusi dilakukan untuk melihat efek dari daun jati yang akan digunakan. Hasil
uji sumur difusi tepung daun jati dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Diameter hambat antibakteri pada uji sumur difusi tepung daun jati
Bakteri
S. typhimurium
Escherichia coli

3%
2.5 mm
2 mm

Konsentrasi tepung daun jati
6%
4 mm
3 mm

9%
2.5 mm
2 mm

Keterangan : Hasil analisis Laboratorium Diagnostic, Fakultas Kedokteran Hewan IPB (2015)

Hasil clearing zone tepung daun jati terhadap bakteri S. typhimurium dan E.
coli menunjukkan nilai yang cukup baik dan dapat menghambat bakteri S.
typhimurium. Zat antibakteri yang terdapat dalam daun jati bersifat bakteriostatik
yakni hanya menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi rendah. Berdasarkan
pengujian aktivitas antibakteri yang terdapat dalam tepung daun jati menggunakan
konsentrasi 3% (w/v) sampai 9% (w/v) mampu menghambat bakteri E. coli dan S.
typhimurium. Hasil uji sumur menunjukkan bahwa daun jati memiliki respon
kategori sedang dalam menghambat pertumbuhan terhadap bakteri. Tepung daun jati
dengan konsentrasi 6% (w/v) dapat menghambat bakteri E.coli dan S. typhimurium
dengan zona hambat masing-masing 3 mm dan 4 mm. Penggunaan 6% tepung daun
jati merupakan konsentrasi optimal, hal ini terlihat semakin tinggi level penggunaan
tepung daun jati hingga 9% justru hanya mampu menghambat dengan kemampuan
yang sama dengan penggunaan 3% tepung daun jati. Artinya, senyawa flavonoid
aktif bekerja dalam merusak dinding sel mikroba dengan penggunaan 6% tepung jati
sehingga pertumbuhan bakteri pathogen terhambat. Senyawa aktif flavonoid yang
terdapat dalam daun jati bersifat lipofilik karena merusak membrane dan dinding sel
mikroba (Rahman 2008). Kategori penggolongan kekuatan antibiotik terhadap
bakteri menurut Pan et al. (2009) adalah kuat (daerah hambat lebih dari 6 mm),
sedang (daerah hambat 3-6 mm), lemah (daerah hambat 0.05). Rataan konsumsi hampir sama antar perlakuan
menunjukkan. Setiawan (2006) menjelaskan bahwa konsumsi pakan yang seimbang
memberikan zat nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan dan produksi. Kandungan
nutrien yang terkandung baik pada pakan kontrol maupun pakan perlakuan hampir
sama dan dapat terpenuhi dengan baik untuk puyuh selama penelitian. Daulay et al.
(2007) menyatakan bahwa puyuh akan mengurangi konsumsinya apabila kebutuhan
protein dan energinya sudah terpenuhi. Kebutuhan protein pakan puyuh petelur
sebesar 17%, lemak kasar 7%, serat kasar 7%, Ca 2.5%-3.5%, P 0.6%-1%,
methionine 0.40% dan EM 2700 kkal kg-1 (Badan Standarisasi Nasional 2006).
Kandungan protein pada pakan perlakuan sebesar 20% menunjukkan persentase
produksi telur dan massa telur yang lebih tinggi dengan konversi pakan yang lebih
rendah selama penelitian.
Konsumsi Air
Rataan dan simpangan baku konsumsi air puyuh umur 6-12 minggu
disajikan pada Tabel 6. Konsumsi air cenderung paling banyak terdapat pada R5
yakni pemberian 9% ekstrak daun jati dalam air minum. Walaupun konsentrasi
warna air minum pada R5 semakin gelap namun konsumsi air paling banyak.
Menurut Leesons dan Summers (2005) konsumsi air berpengaruh terhadap asupan
pakan dan jumlah konsumsi pakan secara tidak langsung. Konsumsi pakan selama
penelitian yang relatif sama antar perlakuan dan cenderung rendah justru
berpengaruh terhadap jumlah air minum yang dikonsumsi baik yang diberi ekstrak
daun jati maupun air biasa. Nilai rataan konsumsi air puyuh penelitian lebih tinggi
dibandingkan dengan penelitian Saputra (2013) yang memberikan campuran tepung
daun katuk dan daun murbei pada puyuh petelur dengan konsumsi air sebesar 53.24
ml ekor-1 hari-1. Konsumsi air yang relatif tinggi diduga akibat adanya kandungan
flavonoid yang memberikan sensasi rasa khas sepat. Jumlah konsumsi air selama
penelitian 5 kali lebih banyak dari jumlah konsumsi pakan yang diberikan. Selain itu,
konsumsi air yang tinggi dapat dihubungkan dengan kemampuan menghambat
bakteri patogen pada saluran pencernaan puyuh yakni mampu menurunkan total
koloni bakteri E.coli pada ekskreta puyuh.

10

Tabel 6 Rataan dan simpangan baku konsumsi air puyuh umur 6-12 minggu (ml
ekor-1 hari-1)
Umur
(Minggu)
6
7
8
9
10
11
12
X±SB

R0
X±SB
72.86±1.23
71.19±0.41
79.05±2.18
83.52±2.31
88.33±2.89
83.57±2.47
82.22±3.76
78.30±1.50

R1
X±SB
65.24±2.70
70.00±2.86
80.24±2.51
81.30±1.40
90.00±0.00
84.29±0.71
83.39±1.73
77.21±1.48

Perlakuan
R2
R3
X±SB
X±SB
70.00±4.34 69.29±5.39
68.81±2.18 68.10±5.07
80.48±2.89 79.76±2.89
81.48±2.10 79.07±0.64
85.00±5.00 86.67±5.77
87.14±5.67 90.00±1.24
85.28±0.48 80.56±4.11
77.64±1.81 77.73±2.18

R4
X±SB
70.71±5.39
66.19±7.64
79.52±1.65
82.59±3.35
90.00±5.00
92.86±2.14
81.94±2.68
78.45±0.88

R5
X±SB
71.19±4.31
65.71±4.29
82.86±2.86
85.37±1.79
93.33±2.89
91.19±2.30
90.56±1.27
79.06±1.78

X = rataan SB = simpangan baku. R0 = pakan komersil ; R1= pakan komersil + Vitachick® ; R2 pakan
komersil + 6% tepung daun jati ; R3 = pakan komersil + 6% ekstrak daun jati dalam air minum ; R4 =
pakan komersil + 9% tepung daun jati ; R5 = pakan komersil + 9% ekstrak daun jati dalam air minum.

Produksi Telur
Produksi telur puyuh selama 7 minggu pengamatan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Rataan dan simpangan baku produksi telur puyuh umur 6-12 minggu (%)
Umur
(Minggu)
6
7
8
9
10
11
12
X±SB

R0
X±SB
11.90±1.65
41.43±2.47
55.71±6.23
65.71±3.78
79.52±2.97
90.95±3.30
86.67±5.77
64.55±3.27

R1
X±SB
10.95±2.18
38.57±0.00
56.67±4.59
63.33±2.18
78.10±1.65
84.29±2.47
82.78±3.47
62.26±1.44

Perlakuan
R2
R3
X±SB
X±SB
10.00±4.95 7.62±2.97
37.14±1.43 37.62±2.97
57.14±4.29 58.10±2.18
64.76±2.18 68.10±9.07
75.71±2.47 78.57±1.43
84.29±4.95 80.48±3.30
86.11±3.47 87.22±3.47
61.93±1.40 62.70±2.74

R4
X±SB
7.14±0.00
33.33±6.60
55.71±4.29
65.71±4.95
74.76±2.18
78.57±2.47
89.44±3.47
60.52±2.13

R5
X±SB
8.57±1.43
33.33±5.95
55.24±5.02
66.19±4.12
75.71±4.29
78.57±4.29
86.11±2.55
60.56±1.51

X = rataan SB = simpangan baku. R0 = pakan komersil ; R1= pakan komersil + Vitachick® ; R2 pakan
komersil + 6% tepung daun jati ; R3 = pakan komersil + 6% ekstrak daun jati dalam air minum ; R4 =
pakan komersil + 9% tepung daun jati ; R5 = pakan komersil + 9% ekstrak daun jati dalam air minum.

Pemberian tepung daun jati dalam pakan maupun ekstrak daun jati dalam
air minum tidak memberikan pengaruh nyata terhadap produksi telur. Konsumsi
pakan puyuh yang cenderung sedikit tidak mengganggu jumlah telur yang dihasilkan.
Rataan produksi telur puyuh yang dihasilkan selama penelitian ini adalah 65.86%70.00%. Rataan produksi telur selama penelitian relatif lebih tinggi dibandingkan
penelitian Ahmadi (2015). Ada kecenderungan produksi telur yang relatif cepat naik
terdapat pada R2 dan R3. Hal ini diduga adanya kandungan bioaktif yang terdapat
dalam tepung dan ekstrak daun jati yakni flavonoid yang memacu perkembangan
jumlah telur yang dihasilkan. Secara umum produksi telur selama 7 minggu
pengamatan memiliki persentase produksi telur yang dihasilkan tiap perlakuan
hampir sama, artinya tiap perlakuan memiliki kandungan nutrien yang hampir sama.
Faktor utama produksi telur adalah jumlah pakan yang dikonsumsi dan kandungan
zat makanan dalam pakan (Brand et al. 2003).

11

Bobot Telur
Rataan dan simpangan baku bobot telur puyuh umur 6-12 minggu disajikan
pada Tabel 8. Hasil pencatatan bobot telur selama penelitian diperoleh rataan bobot
telur berkisar antara 10.51 g butir-1 sampai 10.64 g butir-1. Nilai tersebut masih
dikatakan normal pada telur puyuh, artinya nutrisi yang didapat puyuh untuk
menghasilkan bobot telur yang normal dapat terpenuhi dengan baik pada semua
ransum yang digunakan selama penelitian. Song et al. (2000) menyatakan bahwa
rata-rata bobot telur puyuh normal adalah 10.34 g butir-1. Pengaruh pemberian pakan
kontrol, 6% tepung daun jati dan ekstrak daun jati serta 9% tepung dan ekstrak daun
jati memberikan rataan yang sama untuk bobot telur dengan koefisien keragaman
0.19%. Rataan bobot telur pada pakan kontrol (R1 dan R2) relatif sedikit lebih tinggi
dibandingan pakan perlakuan. Meningkatnya bobot telur diimbangi dengan
ketersediaan protein yang tinggi (North dan Bell 2002).
Tabel 8 Rataan dan simpangan baku bobot telur puyuh umur 6-12 minggu (gram
butir-1)
Umur
(Minggu)
6
7
8
9
10
11
12
X±SB

R0
X±SB
9.67±1.89
10.75±0.24
10.44±0.21
10.58±0.11
10.60±0.11
10.74±0.12
11.28±0.16
10.57±0.24

R1
X±SB
10.27±0.14
10.83±0.17
10.55±0.01
10.61±0.20
10.62±0.08
10.65±0.14
10.97±0.29
10.65±0.07

Perlakuan
R2
R3
X±SB
X±SB
9.78±0.86
9.72±0.25
10.80±0.38 10.80±0.08
10.36±0.04 10.39±0.11
10.41±0.10 10.53±0.03
10.61±0.06 10.65±0.06
10.59±0.10 10.63±0.13
11.01±0.25 10.79±0.16
10.51±0.07 10.56±0.03

R4
X±SB
10.46±0.73
10.45±0.67
10.33±0.15
10.49±0.10
10.59±0.12
10.70±0.09
10.87±0.13
10.55±0.14

R5
X±SB
10.03±0.84
10.72±0.09
10.44±0.29
10.59±0.06
10.50±0.05
10.85±0.17
10.85±0.44
10.59±0.11

X = rataan SB = simpangan baku. R0 = pakan komersil ; R1= pakan komersil + Vitachick®; R2 pakan
komersil + 6% tepung daun jati ; R3 = pakan komersil + 6% ekstrak daun jati dalam air minum ; R4 =
pakan komersil + 9% tepung daun jati ; R5 = pakan komersil + 9% ekstrak daun jati dalam air minum.

Produksi Massa Telur
Rataan dan simpangan baku massa telur puyuh umur 6-12 minggu disajikan
pada Tabel 9. Produksi massa telur merupakan rata-rata bobot telur harian sehingga
persentase produksi telur akan mempengaruhi massa telur. Massa telur dipengaruhi
oleh produksi telur dan bobot telur, jika salah satu atau kedua faktor semakin tinggi
maka massa telur juga semakin meningkat dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan
hasil perhitungan produksi telur dan bobot telur. Pakan R0 (kontrol) memiliki
persentase nilai produksi telur dan bobot telur tertinggi dibandingkan dengan
perlakuan lainnya, sehingga nilai massa telur yang dihasilkan pada R0 juga lebih
tinggi sebesar 6.62 g ekor-1 hari-1 dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Listyowati
dan Roospitasari (2000) menyatakan bahwa jenis pakan, jumlah pakan, lingkungan
kandang serta kualitas pakan sangat mempengaruhi bobot telur yang dihasilkan.

12

Tabel 9 Rataan dan simpangan baku massa telur puyuh umur 6-12 minggu (g butir-1)
Umur
(Minggu)
6
7
8
9
10
11
12
X±SB

R0
X±SB
1.13±0.13
4.45±0.24
5.81±0.63
6.95±0.34
8.43±0.35
9.77±0.46
9.78±0.67
6.62±0.41

R1
X±SB
1.12±0.22
4.18±0.06
5.97±0.48
6.71±0.25
8.29±0.24
8.97±0.28
9.08±0.37
6.34±0.27

Perlakuan
R2
R3
X±SB
X±SB
0.95±0.44 0.75±0.31
4.01±0.02 4.06±0.34
5.92±0.45 6.03±0.19
6.74±0.20 7.17±0.96
8.03±0.28 8.37±0.12
8.92±0.52 8.55±0.39
9.48±0.43 9.41±0.29
6.29±0.33 6.33±0.37

R4
X±SB
0.75±0.05
3.49±0.82
5.76±0.43
6.89±0.52
7.91±0.15
8.40±0.26
9.73±0.48
6.13±0.38

R5
X±SB
0.85±0.12
3.57±0.66
5.75±0.43
7.01±0.41
7.94±0.43
8.52±0.43
9.34±0.51
6.15±0.43

X = rataan SB = simpangan baku. R0 = pakan komersil ; R1= pakan komersil + Vitachick® ; R2 pakan
komersil + 6% tepung daun jati ; R3 = pakan komersil + 6% ekstrak daun jati dalam air minum ; R4 =
pakan komersil + 9% tepung daun jati ; R5 = pakan komersil + 9% ekstrak daun jati dalam air minum.

Konversi Pakan
Konversi pakan penelitian tergolong baik. Konversi pakan yang baik untuk
puyuh adalah 3.34 (Makund 2006). Pakan yang diberi penambahan tepung daun jati
dalam pakan dan ekstrak daun jati dalam air minum cenderung menurunkan nilai
konversi pakan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pakan perlakuan semakin
efisien karena angka konversi pakan semakin baik. Angka konversi yang rendah
pada burung puyuh, berarti penggunaan pakan semakin baik (Setiawan 2006). Nilai
konversi pakan puyuh penelitian memberikan pengaruh yang positif dalam jumlah
pakan yang habis dikonsumsi untuk memproduksi satu butir telur. Rataan dan
simpangan baku konversi pakan puyuh umur 6-12 minggu disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Rataan dan simpangan baku konversi pakan puyuh umur 6-12 minggu
(gram butir-1)
Umur
(Minggu)
6
7
8
9
10
11
12
X±SB

Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
R5
X±SB
X±SB
X±SB
X±SB
X±SB
X±SB
13.05±0.82 12.20±2.80 18.29±10.93 24.08±12.23 20.43±1.58 16.33±2.43
3.22±0.34 3.65±0.20
3.81±0.14
3.73±0.33
4.59±1.40 4.29±0.79
3.01±0.36 2.79±0.26
3.12±0.22
2.82±0.11
2.78±0.15 2.89±0.24
2.39±0.13 2.62±0.09
2.53±0.04
2.45±0.31
2.60±0.18 2.48±0.13
2.18±0.06 2.08±0.07
2.19±0.09
2.22±0.04
2.34±0.08 2.35±0.18
1.85±0.11 2.01±0.06
2.04±0.11
2.20±0.19
2.20±0.11 2.15±0.12
1.77±0.13 1.90±0.05
1.66±0.03
1.56±0.01
1.69±0.08 1.85±0.08
3.92±0.28 3.89±0.50
4.80±1.65
5.58±1.89
5.23±0.51 4.62±0.57

X = rataan SB = simpangan baku. R0 = pakan komersil ; R1= pakan komersil + Vitachick® ; R2 pakan
komersil + 6% tepung daun jati ; R3 = pakan komersil + 6% ekstrak daun jati dalam air minum ; R4 =
pakan komersil + 9% tepung daun jati ; R5 = pakan komersil + 9% ekstrak daun jati dalam air minum.

Mortalitas
Pakan dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila ternak dapat
berproduksi dengan normal dan tidak memberikan efek negatif pada ternak.
Penambahan tepung dan ekstrak daun jati dalam ransum burung puyuh berpengaruh
terhadap rendahnya tingkat mortalitas yang terjadi pada saat pemeliharaan. Tidak ada
kematian puyuh selama penelitian membuktikan bahwa pemberian tepung daun jati

13

dan ekstrak daun jati sebagai fitogenik dapat digunakan untuk menurunkan tingkat
mortalitas dan tidak memberikan efek negatif pada ternak.
Pengaruh Perlakuan terhadap Kualitas Fisik Telur Puyuh
Analisis kualitas telur sangat penting dilakukan untuk menentukan
kecukupan nutrisi atau zat makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Rataan kualitas telur
puyuh hasil penelitian disajikan pada Tabel 11. Hasil analisis statistik menunjukkan
pemberian tepung daun jati dan ekstrak daun tidak berpengaruh terhadap kualitas fisik
telur puyuh, akan tetapi memberikan pengaruh yang nyata (P