Simulasi pelaksanaan seleksi dan sistem perkawinan pada puyuh (Coturnix coturnix japonica)

Puyuh

( Coturnix

coturnix Japonica) adalah salah

sa-

tu jenis aneka ternak unggas yang sudah mulai populer
kalangan masyarakat guna memenuhi kebutuhan pangan,
telur maupun dagingnya.

baik

Di aamping itu puyuh aering

gunakan sebagai hewan percobaan terutama di bidang
liaan unggas untuk pembuatan program seleksi. Di
sia

belum tersedia bibit puyuh unggul


seperti pada ayam.

secara

Para peternak puyuh belum

di

di-

pemuIndone-

komereial
melaksana-

kan pembagian tugas/spesialisasi ke dalam perusahaan pembibitan

dan produksi, sehingga peternak puyuh


telur, juga bertindak

penghasil

sebagai penghasil bibit.

Keadaan

ini kurang menguntungkan dari segi mutu bibit puyuh,
mungkin

dapat menyebabkan tidak mantapnya

dan

produktivitaa

karena perubahan mutu genetik.
Produktivitas puyuh dapat ditingkatkan melalui program


pemuliaan

yang tepat dan terarah.

Program

salah

satu cara untuk meningkatkan mutu

genetik

Marks

(1996) menyatakan bahwa seleksi memegang

seleksi
puyuh.
peranan


yang sangat penting dalam genetika kuantitatif.
Seleksi positif bobot badan puyuh pada umur tertentu
telah berhasil meningkatkan bobot badan pada
but dan bobot badan
innya,
nya.

sedangkan

umur terse-

pada umur lain serta sifat-sifat la-

pada seleksi negatif ter3adi

sebalik-

Demikian juga seleksi positif pada ayam telah

ber-


2

hasil

meningkatkan bobot badan dan pada seleksi

terjadi
ayam

sebaliknya.

Mesir telah berhasil

negatif

memanfaatkan

lokal menjadi ayam produktif untuk penghasil


d m penghasil daging melalui seleksi.

telur

Demikian 3uga pada

ayam pedaging telah berhasil diturunkan bobot lemak abdomen dan konversi pakannya.
Percobaan

seleksi jangka panjang membutuhkan

waktu

yang lama walaupun menggunakan puyuh sebagai ternak

per-

cobaan.

Demikian


seperti

seleksi positifhegatif, istirahat seleksi,

juga

percobaan berbagai cara

seleksi
dan

sistem perkawinan yang berbeda dalam seleksi membutuhkan
waktu yang lama d m biaya yang banyak.
tis

dengan

menghindar


menggunakan model
dari

~endekatanteori-

simulasi

masalah waktu dan biaya

seleksi,
yang

dapat

biasanya

menjadi penghambat .
Simulasi adalah berbagai teknik yang berhubungan

de-


ngan peniruan peran dunia nyata dan dapat digunakan untuk
membuat kesimpulan kemungkinan tingkah laku sistem

dunia

nyata

dapat

tersebut.

Keuntungan simulasi antara

meneliti sistem tanpa mengganggu sistem yang

lain

sebenarnya,


lebih mudah mengontrol kondisi model simulasi dan memperpendek

waktu pelaksanaan.

Peran model simulasi

dl

bi-

tahun 1963.

Mo-

yang dikembangkan di bidang peternakan ada lima

ke-

dang pertanian telah diketahui semenjak
del


lompok

utama

yaitu model rumen,

model

kosumsi

pakm,

3

model merumput pada domba, model produksi sapi potong dan
model pertumbuhan pastura.
Simulasi telah dimanfaatkan untuk menduga

kemajuan

seleksi dan perkembangan sapi daging selama 17 tahun di
ladang

ternak, Sulawesi Selatan; kemajuan seleksi dan

perkembangan sapi Bali selama 20 tahun di Peternakan Rakyat, Propinsi Bali.
metode

Demikian juga menduga

seleksi selama 10 generasi untuk

efektivitas

perbaikan mutu

genetik ayam kampung di Indonesia. Simulasi dapat dimanfaatkan sebagai dasar

penyusunan kebijakan pemuliaan

jangka pendek maupun jangka panjang.
Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan perangkat

lunak yang sudah tersedia seperti Lotus 1-2-3 untuk

menyusun program simulasi seleksi tanpa memerlukan penguasaan bahasa penyusunan program.

Program ini

diperguna-

kan untuk menduga respons seleksi dan respons terkorelasi
berbagai pelaksanaan seleksi dan sistem perkawinan
seleksi jangka pendek dan panjang pada puyuh.

dalam

Diharap-

kan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan

dalam

usaha peningkatan mutu genetik ternak, khususnya seleksi
unggas.

Program simulasi seleksi dan sistem

perkawinan

ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai perangkat lunak
dalam mengajar dan kursus ilmu pemuliaan ternak.

TINJAUAN PUSTAKA
Fenotipe dan Genotipe
Keragaman

fenotipe dari sifat-sifat dalam

populasi

disebabkan keturunan atau faktor genetik, lingkungan
interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.

dan

Genotipe

individu telah ditentukan atau ditetapkan semenjak pembuahan dan akan tetap selama hidupnya, kecuali bila ter3adi
mutasi.

Genotipe ini ditentukan oleh gen-gen yang

rima dari kedua orang tuanya.

diteadalah

Faktor lingkungan

selain dari faktor genetik seperti zat makanan, suhu, penyakit, kecelakaan yang dapat diderita individu
pembuahan

sampai

mati.

Interaksi faktor

semenjak

genetik

dan

lingkungan berarti ternak dengan genotipe tertentu

lebih

cocok

lain.

Dengan

pada lingkungan yang satu dibandingkan yang
kata lain satu lingkungan memungkinkan

ekspresi

genetik bangsa atau strain yang satu sedangkan yang lainnya tidak memungkinkan (Lasley, 1978).
Heritabilitas
Bagian keragaman total dari auatu sifat yang
batkan

oleh pengaruh genetik disebut heritabilitaa.

ritabilitas
secara

diakiHe-

dapat diperhit~n~kan
dalam dua konteks yaitu

luas, pengaruh keturunan termasuk aemua

pengaruh

gen yaitu aditif, dominan dan epistasis. In1 dilambangkan

5

dengan

H dan secara sempit hanya taksiran bagian

aditif

keturunan dan dilambangkan dengan h2.

Untuk

dari ragam
banyak

tujuan,

h2 merupakan dugaan yang

berguna karena menunjukkan laju perubahan

paling

banyak

yang dapat di-

capai dengan seleksi untuk sifat tersebut dalam populasi.
Pengaruh simpangan dominan dan epistasis pada umumnya tidak tanggap terhadap seleksi (Warwick dkk., 1983).
Secara statistik heritabilitas dalam arti sempit sebagai berikut (Warwick dkk., 1983):

= ragam genetik aditif; Vd = ragam genetik dominan; Vi = ragam genetik epistasis; Ve = ragam lingkungan (non genetik).

Vg

Dalam

teori , heritabilitas (h2) dapat

tara 0 sampai 1.

berkiaar

Tetapi angka ekstrim ini jarang

an-

diper-

oleh untuk sifat kuantitatif ternak (Warwick dkk., 1983).
Heritabilitas

dibedakan atas tiga kategori:

dang, dan tinggi.

Heritabilitas

0.0-0.20, sedang antara 0.20-0.40

kecil

kecil,

se-

(rendah) antara

dan tinggi di atas 0.40

(Cole, 1966).
Heritabilitas

dapat menduga peningkatan yang

mung-

kin diperoleh bila dilakukan selekai sifat tertentu.
ka

heritabilitas sifat tinggi,

fenotipe

berarti korelasi

dan genotipe individu juga

berdasarkan individu efektif.

tinggi dan

Heritabilitas yang

Ji-

antara
seleksi
tinggi

6

juga menandakan aksi gen aditif penting untuk sifat

ter-

sebut

akan

dan

perkawinan yang baik dengan

menghasilkan

turunan

yang lebih

yang

baik.

Heritabilitas

rendah menunjukkan korelasi fenotipe

yang

baik

dan

genotipe
aditif

rendah juga menunjukkan keragaman karena aksi gen
mungkin

kecil

dan mungkin aksi gen

minan,

dominan

dan

epistasis

seperti

lebih

lewat

penting

do-

(Lasley,

1978 1.
Hasil
yang

penelitian

heritabilitas bobot

menggunakan dua macam pakan

dengan

badan

puyuh

kandungan

28%

protein disebut pakan komplit (CD) dan kandungan 20% protein dan 0.2% t h i o w a c i l disebut pakan tidak kdmplit (SD)
sebagai

berikut:

pada CD

untuk bobot badan

pada

wnur

dua dan empat minggu untuk jantan 0.48 dan ,0.33, pada betina 0.55 dan 0.58, pada SD untuk jantan
dan

0.55 dan

pada betina 0.51 dan 0.38 (Marks dan Lepore,

0.24,
1968).

Heritabilitas bobot badan pada umur empat minggu pada seleksi positif aelama 15 generasi pada CD 0.34 dan SD 0.29
Marks (1971).

Heritabilitas bobot badan pada umur

empat

minggu seleksi poaitif pada CD untuk Generasi 28-40,
50,

50-60,

60-70 dan 28-70 berturut-turut

.

400.19,

0.16, 0.02 dan 0.05, pada SD untuk Generaai 28-40, 40-50,
50-60,

60-70 dan 28-70 berturut-turut 0.02, 0.05,

0.15, dan 0.05 (Marks, 1989).

Heritabilitas bobot

pada

membedakan

umur

tiga minggu tanpa

jenis

0.00,
badan
kelamin

0.61,
0.20

bobot badan pada umur empat
dan

minggu

betina 0.43, dan bobot badan

untuk

pada

3antan

umur

enam

minggu untuk jantan 0.45 dan betina 0.62 (Hakim, 1983).
Heritabilitas bobot
yang

diperoleh

badan pada

umur

pada seleksi positif

empat

minggu

(SP) dan

seleksi

negatif (SN) pada puyuh dengan lama seleksi yang

berbeda

dilaporkan

oleh

Nestor dkk.

beberapa peneliti:

dengan seleksi selama tujuh generasi memperoleh
0.37 dan SN 0.44;

(1982)
untuk SP

Marks (1991) menyeleksi pada dua ling-

kungan makanan,

komplit (CD) dan tidak komplit (SD) dari

Generasi

pada lingkungan CD dan SD untuk SP

12-20

dan 0.22, untuk SN
leh

0.21 dan 0.44;

pada CD dan SD

dari Generasi

0.23

Marks (1995) mempero20-30 untuk

SP

0.31

dan 0.30, untuk SN 0.08 dan 0.34.

Korelasi Genetik
Antara

dua atau lebih sifat-sifat pada

ternak

ada

yang bebas atau tidak berkorelasi dan ada yang tidak

be-

bas atau berkorelasi.

Korelasi ini ada yang bersifat po-

sitif dan ada yang bersifat negatif dan ada yang disebabkan

pengaruh

genetik.

lingkungan, ada yang

disebabkan

pengaruh

Dalam populasi yang kawin acak dan dalam keada-

an seimbang, korelasi genetik ter3adi bila gen sama
pengaruhi ekspresi dua sifat atau lebih.
sebagai pleiotropi.

mem-

Hal ini dikenal

Pengetahuan tentang besar dan

tanda

8

korelasi genetik dapat digunakan untuk memperkirakan

pe-

rubahan

8i-

yang terjadi pada generasi berikutnya untuk

fat yang tidak diseleksi tetapi berkorelasi dengan

sifat

yang diseleksi (Warwick dkk., 1983).
Korelasi genetik bobot badan pada umur empat
dengan:
roleh

bobot tetas tanpa membedakan jenis kelamin dlpe0.40, dengan bobot badan pada umur tiga

minggu

untuk

jantan diperoleh berturut-turut

dan

0.78 (Sefton dan Siegel, 1978).

diperoleh -0.98, dan

hari

antara

100

hari

korelasi genetik jumlah telur

pai 100 hari dengan rataan bobot telur

sampai

diperoleh -0.84 (Kuswahyuni, 1983).

dan

0.86 dan

Korelasi genetik

100 hari dengan jumlah telur sampai umur

enam

0.91

0.84, dan untuk betina diperoleh berturut-turut

umur

minggu

sam-

umur

100

Korelasi gene-

tik bobot badan pada umur empat minggu:

dengan bobot te-

tas, bobot badan pada umur dua dan enam

minggu pada 3an-

tan diperoleh berturut-turut 0.54, 0.96 dan 0.66;
bobot tetas, bobot badan pada umur dua dan

enam

dengan
minggu,

bobot dewasa kelamin, jumlah telur, dan bobot telur untuk
betina diperoleh berturut-turut 0.52, 0.85,

0.90,

0.26,

0.61, dan 0.76 (Kuswahyuni, 1989).

Warwick dkk. (1983) menyatakan heritabilitas dan korelaai

genetik

akan menentukan perubahan

genetik

yang

terjadi

bila dilakukan seleksi.

nentukan
genetik

Heritabilitas akan

perubahan pada sifat yang

diseleksi,

akan mempengaruhi perubahan genetik

yang tidak diseleksi.

me-

korelasi

sifat

lain

Makin tinggi korelasi genetik, ma-

kin besar perubahan yang terjadi pada sifat yang berkorelasi.

Hubungan tersebut sebagai berikut:

R = respona seleksi atau perubahan genetik yang diharapkan;
P - Pp = diferensial seleksi; i = in-tensitas seleasi dalam satuan simpangan baku; 6
simpangan baku sifat yang diseleksi;
terkorelasi Sifat 2 akibat seleksi
akar heritabilitas Sifat
= korelasi genetik antara Sifat 1
dan Gg2 masing-masing simpangan
genotipe Sifat 2.
Warwick dkk. (1983) menyatakan perubahan genetik per
tahun adalah perubahan genetik per generasi dibagi dengan
selang generasi.
perubahan
nya.

Jika selang generasi panjang tentu saja

genetik akan kecil dan demikian juga

sebalik-

Perubahan genetik per tahun adalah

R/th = respons seleksi/tahun; h2 = heritabilitas
sifat yang diseleksi; i = intensitas selekai dalam
eatuan simpangan baku; G p = simpangan baku sifat
L = selang generasi.
yang diseleksi;
Seleksi untuk menurunkan bobot lemak abdomen
kriteria

seleksi bobot lemak abdomen

relatif

dengan
(seleksi

10

saudara) dan konversi pakan (seleksi individu) telah berhasil menurunkan bobot lemak abdomen', di samping itu juga
memperbaiki konversi pakan dan meningkatkan hasil
tongan, tetapi menurunkan bobot badan pada

pemo-

ayam

potong

Seleksi bobot badan pada umur empat minggu

sampai

(Leenstra dkk., 1986).

Generaai ketiga dapat meningkatkan bobot badan pada umur
empat

minggu untuk puyuh jantan 19.63% dan untuk

31.91% (Marks dan Lepore, 1968).
kan dua jenis pakan yang berbeda

betina

Marks (1971) menggunakandungan proteinnya:

makanan komplit (CD) yaitu 28% protein dan makanan
komplit

(SD) yaitu 20% protein dan

0.2% thiouracil de-

ngan kriteria seleksi bobot badan pada m u r empat
sampai 15 generasi.

tidak

Marks (1971) memperoleh

minggu

peningkatan

bobot badan pada umur empat minggu pada CD 63.82% dan pada SD 79.67%. Kuswahyuni (1989) juga menggunakan

krite-

ria seleksi bobot badan pada wnur empat minggu pada Generasi ketiga di samping meningkatkan bobot badan pada umur
empat minggu pada puyuh jantan 14.39 g (16.64%) dan betina

16.36 g (18.81%) juga meningkatkan bobot

badan

pada

umur dua minggu untuk jantan 10.37 g (28.29%) dan betina

9.37 g (24.14%), meningkatkan bobot badan pada umur enam
minggu

untuk jantan 9.64 g (8.63%) dan betina

16.35

(13.41%), meningkatkan jumlah telur rataan bobot

g

telur

11

sampai umur 120 hari berturut-turut 6.57 butir
dan

(10.86%)

1.12 g (11.23%).
Marks (1993a) melaporkan bobot badan pada umur empat

minggu pada Generasi 27 pada puyuh untuk seleksi positif
239 g, tanpa seleksi 89 g dan respons seleksi

150 g

(168.54%). Marks (1993b) melaporkan bobot badan pada umur
empat minggu Generasi 39 pada seleksi positif 204 g, pada
tanpa seleksi 76 g dan respons seleksi 128 g

(168.42%);

pada Generasi 79 pada seleksi positif 261 g, pada

tanpa

seleksi 87 g dan respons seleksi 174 g

Marks

(200%).

(1996) melaporkan bobot badan pada umur empat minggu pada
puyuh Generasi 97 untuk seleksi positif sekitar 300 g.
Nestor dkk. (1982) melaporkan hasil seleksi positif
(SP) dan seleksi negatif (SN) dengan kriteria seleksi bobot badan pada umur empat minggu pada puyuh selama tujuh
generasi.

Pada

SP terjadi peningkatan

dan pada SN ter-

jadi penurunan bobot badan pada umur empat minggu

yang

sangat nyata dengan koefisien regresi untuk SP 3.1

dan

SN -4.2 dan pada populasi tanpa seleksi regresi bobot badan dengan generasi tidak nyata. Nestor dkk. (1996) melaporkan respons seleksi SP dan SN selama 30 generasi
tidak

sama.

Koefisien regresi SP

pada

Generasi

1-10,

11-20, 21-30 dan 1-30 berturut-turut 3.59, 3.32 dan 3.46
dan

3.40, untuk

SN pada Generasi 1-10 11-20, 21-30,

1-30 berturut-turut -3.82, -2.04, 0.26 dan -1.49

12

Garwood

(1989) melaporkan h a s i l p e n e l i t i a n

positif

dan n e g a t i f pada puyuh selama t i g a g e n e r a s i dengan k r i t e ria

s e l e k s i kepadatan badan sebagai

yang s a n g a t nyata a n t a r a s e l e k s i

perbedaan
negatif

berikut:

untuk kepadatan badan, bobot badan

shank t e t a p i t i d a k nyata untuk volume badan;
dan

penurunan

t i d a k sama untuk bobot dan

terdapat

positif
dan

dan

panjang

peningkatan
volume

badan

t e t a p i sama untuk kepadatan badan dan panjang shank.
Marks

(1991) melaporkan h a s i l p e n e l i t i a n SP dan

SN

dengan makanan komplit (CD) dan t i d a k komplit (SD) sampai
20 g e n e r a s i dengan k r i t e r i a s e l e k s i bobot badan pada umur
empat minggu s e b a g a i b e r i k u t :
an bobot badan pada umur empat
tif

t e r j a d i sebaliknya.

pada SP t e r j a d i peningkatminggu dan pada SN

nega-

Regresi r a t a a n bobot badan

ngan g e n e r a s i pada SP dan SN sangat nyata.

Besar

de-

koefi-

s i e n r e g r e s i pada CD dan SD untuk SP 1.58 dan 1.88

untuk

Perubahan bobot badan pada umur

dua

minggu, bobot badan dewasa dan bobot t e l u r mengikuti

pe-

SN -1.37 dan -1.50.

rubahan

bobot badan pada umur empat minggu,

jum-

untuk

l a h t e l u r pada SP dan SN penurunan yang t i d a k nyata.

Be-

s a r k o e f i s i e n r e g r e s i pada CD dan SD b e r t u r u t - t u r u t :

bo-

b o t badan pada umur dua minggu pada SP 0.69,
-0.57,
tan
pada

-0.41;

SN

untuk bobot badan pada umur 16 minggu jan-

pada SP 1.22, 3.35 dan SN -0.94,
SP

1.01 dan

1.04, 1.51 dan SN -1.33,

-0.97 s e r t a
-1.05;

untuk

betina
bobot

13

telur

SP

-0.06, 0.06 dan SN -0.05, 0.06;

untuk

telur pada SP -2.51, -0.05 dan SN -1.91, -0.35.

jumlah
Pada po-

pulasi tanpa seleksi perubahan bobot badan sangat
Regresi

kecil.

bobot badan dengan generasi tidak nyata, kecuali

pada SN-SD nyata.

Besar koefisien regresi pada SP -0.13,

-0.25 dan SN -0.39, -0.93.
Liu dkk. (1994) melaporkan hasil penelitian
positif
pada

seleksi

dan negatif dengan kriteria seleksi bobot

umur delapan minggu

sebagai berikut:

pada ayam selama

respons seleksi

36

badan

generasi

Generasi 1-36 sama an-

tara seleksi positif dan negatif;

respons seleksi

lebih

besar pada 18 generasi permulaan dibandingkan 18 generasi
berikutnya untuk kedua populasi
si

seleksi;

respons selek-

pada Generasi akhir lebih tidak teratur

Generasi

awal;

lebih mirip

bobot

bobot badan setelah

istirahat

badan sebelum istirahat

bobot badan generasi selanjutnya;

dibandingkan
seleksi

dibandingkan

istirahat aelekai pada

berbagai generasi seleksi berguna untuk melihat efektivitas seleksi dan perubahan lingkungan 3angka pendek.
Respons seleksi atau kemajuan aeleksi akan berkurang
dengan
akan

meningkatnya generasi dan pada suatu

ada lagi kemajuan dan saat ini disebut

batas seleksi atau plateau.

aaat

tidak

tercapainya

Hal ini disebabkan oleh

berapa faktor sebagai berikut:

be-

1) fiksasi semua gen yang

diinginkan atau gen plus dalam bentuk homozigot;

dengan

14

kata lain habisnya keragaman genetik yang disebabkan oleh
2) peran gen bukan aditif

pengaruh gen aditif;

sehingga

seleksi tidak berdaya membuat perubahan frekuensi gen lebih lanjut;

ini dapat menyangkut keunggulan

(dominasi lebih) atau peran epistasis;

heterozigot

3) korelasi gene-

tik negatif antara sifat yang dipilih dengan
fitness

sifat-sifat

laju reproduksi, kemampuan hidup atau

keduanya.

keadaan ekstrim ha1 ini dapat meniadakan

Dalam

pengaruh

seleksi apabila tipe-tipe yang lebih ekstrim yang dipilih
tidak

dapat

memberi keturunan yang

mampu

bereproduksi

(Warwick dkk., 1983).
Penelitian

seleksi untuk meningkatkan panjang shank

ayam dewasa telah dilakukan di Univ. California selama 19
tahun.

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan

shank yang cepat dalam tujuh

lah

panjang

generasi pertama dan

itu sampai Generasi 18 peningkatan tidak

sete-

konsisten,

ada peningkatan sampai Generasi 16 dan setelah itu ter3adi

penurunan

1968).

yang sangat tajam

(Johansson dan

Rendel

Seleksi yang dilakukan pada puyuh pada dua

kungan pakan:

ling-

komplit (CD) dan tidak komplit (SD) sela-

ma 70 generasi, menunjukkan adanya peningkatan bobot
dan
1.37

yang sangat nyata dengan koefisien regresi
dan SD 0.89.

Haail penelitian

ini

pada

ba-

CD

memperlihatkan

peningkatan bobot badan akan menurun dengan

meningkatnya

generasi, pada CD untuk Generasi 27-40 peningkatan sangat

15

nyata dengan koefisien regresi 1.84, pada Generasi 40-50,
50-60

dan 60-70 peningkatan bobot badan tidak nyata

ngan

koefisien
pada SD

-0.91,

regresi berturut-turut
untuk Generasi

2.77,

1.87

dan

27-40, 40-50, 50-60

dan

60-70 peningkatan bobot badan tidak nyata dengan
sien

regreai

Marks

( 1989 1.

Tidak

efektif lagi.

pangan

atau

bekerja
akan

percobaan dengan ternak

yang

koefi-

dan

1.93

diketahui

sampai banyak generasi sehingga seleksi

berlangsung
dak

berturut-turut 0.56, 1.09, 1.47

ada

de-

Kepentingan batas

ternak lain belum jelas.

ti-

selekai penghasil
Kebanyakan

orang

dalam perbaikan ternak dalam seumur hidup

hanya

dapat bekerja paling banyak 5-7 generasi pada

sapi

atau kerbau, 8-10 generaai pada domba atau kambing, 15-20
generasi

pada

babi dan 20-30 generasi pada ayam.

Keba-

nyakan orang akan bekerja dengan jumlah generasi jauh lebih

sedikit.

Oleh sebab itu setiap pemulia tidak

mung-

kin mencapai batas seleksi (Warwick dkk., 1983).

Sistem Perkawinan
Pada

populaai beaar yang kawin acak

frekuensi

gen

akan tetap dari generasi ke generasi kecuali jika terjadi
selekai, migrasi dan mutasi (Falconer, 1981).

kan

Perkawinan ternak yang audah terpilih dapat

dilaku-

secara acak (tanpa pilih kasih),

positif

asortatif

16

(yang baik dengan yang baik) dan asortatif negatif
baik dengan yang jelek).
ngaruhi

frekuensi

(yang

Sistem perkawinan tidak

gen, tetapi

genotipe dalam populasi.

mempengaruhi

mempe-

distribusi

Asortatif positif akan

mening-

katkan homozigot, asortatif negatif akan meningkatkan heterozigot (Pirchner, 1983).
Simulasi
Seleksi dengan meniru seperti yang dilakulran di
pangan dapat digunakan model simulasi seleksi.

la-

Ahli sta-

tistik dan peneliti mendefinisikan, simulasi adalah
bagai

teknik yang bermanfaat untuk peniruan peran

nyata (Morgan, 1984).
mulasi

dunia

Ahli manajemen mendefinisikan, si-

adalah model matematik yang

laku sistem setiap saat.
mengetahui

ber-

menjelaakan

tingkah

Model simulasi digunakan

tingkah laku sistem dunia

untuk

nyata (Watson dan

Blackstone, 1981).
Simulasi adalah salah satu yang paling sering
kan

dalam teknik ilmu manajemen dan setiap indikasi

nunjukkan peningkatan popularitasnya.
an simulasi sebagai berikut:
kah

diguna-

laku

jelaskan oleh model lain;
sistem

Beberapa keuntung-

1) dapat menjelaskan

siatem yang kompleks yang

me-

tidak

ting-

mungkin

di-

2) memungkinkan untuk meneliti

tanpa mengganggu susunan dunia nyata; dengan

neliti kemungkinan perubahan dalam sistem

dunia

me-

nyata,

kita dapat mempelajari cara memperbaiki aistem tanpa mencobakan proposal yang baik dan yang jelek;
dah

3) lebih

mengontrol model simulasi dibandingkan dunia

nyata;

4) memungkinkan memperpendek waktu yang panjang

beberapa detik waktu komputer;

5)

mu-

menjadi

pada beberapa

kasus,

simulasi digunakan untuk merancang sistem awal yang tidak
mungkin

diteliti

dalam dunia nyata (Watson dan

Black-

stone, 1981 ) .
Semenjak diketahui peranan metode simulasi
bidang

peternakan

tahun

1963,

dipunyai

dilaksanakan

beberapa

konferensi, lokakarya dan banyak sekali publikasi

model.

Di antara beratus-ratus model yang sudah dikembangkan untuk

meramalkan

sistem biologis pada

bidang

peternakan

dan pastura, lima kelompok utama adalah: model rumen, model

konsumsi, model pakan, model merumput

produksi

domba,

sapi potong dan model pertumbuhan crop

model
(Spreen

dan Laughlin, 1986).
Di Proyek Pembibitan Sapi Bali telah digunakan
puter

untuk

diperoleh

membantu program seleksi.

dengan

memanfaatkan

Keuntungan

komputer

antara

komyang
lain:

1) lebih efisien terhadap waktu dan tenaga untuk mengolah
data;

2 ) lebih sedikit diperlukan file

data;

3) lebih mudah mencari data seekor sapi

perlukan (Mahabrata, 1990).

untuk

menyimpan
bila

di-

Tabel 1.

Umur

Rataan dan Sinpangan Baku Bobot Badan Rxyuh pada Berbagai Umur

Jenis
Kelamin

Hakim
( 1983)

Kuswahyuni
( 1989)

..............................
Ominesu

jan/bet
jantan
bet ina

2minesu

janmt
jantan
betha

4 minggu

Jan/bet
jantan
bet ina

6 mi-

jan/bet
3 antan
bet ina

D kelamh jantan
bet ina

D tubuh

jantan
bet ina

Wilson dkk.
( 1961)
gram

Woodard
( 1961)

'

Harks
( 1993b)

.............................

Puyuh merupakan hewan laboratorium yang menarik

ka-

rena mempunyai siklus hidup yang pendek, dapat memproduksi

3-4 generasi per tahun (Woodard dkk.,

adalah

1973).

model yang paling baik untuk mempelajari

hyuh

genetik

pertumbuhan ayam pedaging Marks (1996).
Puyuh betina

mulai bertelur umur 35 hari, rata-rata

40 hari dan bertelur penuh umur 50 hari.

Pada lingkungan

an yang baik, puyuh dapat bertelur dalam waktu yang

pan-

jang, produksi telur rata-rata 250 butir per tahun.

Bia-

ya

pemeliharaan puyuh relatif murah.

untuk

Kebutuhan

ruangan

8-10 ekor puyuh sama dengan kebutuhan ruangan

ekor ayam.

Bobot badan puyuh pada berbagai umur

kan pada Tabel 1.

Be-

disaji-

MATKRI DAN IlRTODE
Materi

Untuk

masukan dalam penyusunan program simulasi se-

leksi dan sistem perkawinan digunakan parameter

fenotipe

dan genotipe hasil penelitian seleksi tiga generasi

pada

puyuh (Kuswahyuni, 1989), 15 generasi (Marks, 1971),

tu-

juh generasi (Nestor dkk. 1982),

generasi 27-70

(Marks,

1989) dan generasi 12-30 (Marks, 1991, 1995).
Parameter fenotipe dan genotipe yang digunakan untuk
penyusunan program simulasi seleksi adalah nilai gabungan
jantan

dan

betina pada generasi awal

atau populasi tanpa seleksi.

populasi

seleksi

Untuk korelasi genetik ada-

lah nilai pada generasi pertama.

Heritabilitas ( h2) yang

digunakan adalah h2 nyata (realized h2).

Untuk Kuswahyu-

ni

generaei

yang digunakan adalah h2 (1989) pada

Nestor dkk.

awal,

(1982) adalah hasil seleksi selama tujuh ge-

nerasi, dan Marks (1971, 1989, 1991 dan 1995) adalah

ha-

sil seleksi selama 15 generasi pertama.
Rataan

dan

simpangan baku bobot badan 2, 4

minggu, serta jumlah dan
120 hari

dan

rataan bobot telur sampai

berturut-turut 38.74k6.12

g,

umur

86.72k10.28

116.80k12.74 g, 60.47+7.08 butir dan 9.97k0.64 g.

6

g,

Heri-

tabilitas (h2) bobot badan 2, 4, den 6 rninggu, serta jumlah dan rataan bobot telur sampai umur 120 hari berturut-

21

turut 0.52, 0.46, 0.30, 0.40 dan 0.30;

korelasi

genetik

bobot badan pada umur empat minggu dengan bobot badan pada umur 2 dan 6 minggu, serta jumlah telur dan rataan bobot telur sampai umur 120 hari berturut-turut 0.90, 0.90,
0.61 dan 0.76 (Kuswahyuni, 1989).
Rataan dan simpangan baku bobot badan pada umur
pat

minggu 90.50+9.81 g (Marks, 1971, 1989, 1991,

dan

84.00f 9.81

g

(Nestor dkk. , 1982

dengan

(Marks,

1971, 1989, 1991, 1995) dan 0.37

positif

dan

0.44

untuk

seleksi

negatif

untuk

em1995)

h2

0.34

seleksi

Nestor

dkk.

(1982).
Untuk penyusunan program simulasi seleksi dan sistem
perkawinan digunakan perangkat lunak Lotus 1-2-3

Release

3.4 tahun 1993 (Sudibyono, 1993).

Penelitian ini terdiri atas penentuan model

simula-

si, penyusunan program simulasi seleksi, dan simulasi pelaksanaan seleksi serta simulasi sistem perkawinan.

Model

yang

Digunakan

Model sederhana ternak:
P = A + E dan VP = VA + VE

...

(1)

= nilai fenotipe; A = pengaruh gen aditif; E =
pengaruh lingkungan; VP = ragam fenotipe;
VA =
ragam gen aditif = VE, ragam lingkungan; E diang-

P

gap berisi pengaruh gen dominan, epistasis dan
lingkungan, untuk penyederhanaan dapat diasumsikan
gen dominan dan epistasia peranannya kecil sekali.
Model ternak dalam populasi:

P i = fenotipe ternak ke-j dalam generasi
ke-i
U - rataan populasi ternak;
= pengaruh
faktor gen aditif dari ternak ke-3 %j alam generasi ke-i;
E = pengaruh lingkungan ternak ke-3 dalam generasiJke-i.
Dalam
Untuk

penduga angka random digunakan

adalah
no1

simulasi, distribusi populasi ternak
metode

angka random yang menyebar normal

dan

simpangan

baku satu, RAN =

N

normal.

Box-Muller

dengtin

rataan

(0,l) (Morgan,

1984).
Dalam
aditif
empat

uraian selanjutnya penggunaan rumus

genotipe

ditulis dengan G, G1 untuk bobot badan pada
minggu,

G2 untuk sifat yang

terkorelasi.

umur
Model

yang digunakan untuk membentuk populasi adalah

P1 = bobot badan pada umur empat minggu;

U = rataan bobot badan pada umur empat minggu;
~ B Gdan~
SBEl = aimpangan baku genotipe dan lingkungan bobot
badan pada umur empat minggu.
Ragam genotipe untuk sifat yang berkorelasi genetik:

Jika VG1 dan VG2 dan korelasi genetik Sifat 1 dan 2
diketahui maka konstanta C2 dapat diperoleh.
Nilai genotipe dan fenotipe sifat yang berkorelasi:

= aimpangan baku genotipe Sifat 1; C1 = koregenetik Sifat 1 dan 2; C2 = konstanta; U2 =

rataan Sifat 2;
Sifat 2.

SBE2 = simpangan

baku

Generasi turunan dibentuk dari generasi

lingkungan

awal

(te-

tua), dengan nilai genotipe dan fenotipe adalah

= nilai genotipe turunan Sifat 1; GJ dan GB =
= rataan Sifat
n lai genotipe jantan dan betina;
SBGl
=
simpangan
baku
genotipe
S
fat
1;
1;
simpangan baku lingkungan Sifat 1;
PIF = n lai
fenotipe turunan Sifat 1.

GiF

ui

Nilai genotipe

SBEl

dan fenotipe generasi turunan

untuk

sifat yang berkorelasi (Warwick dkk., 1983):

GIF dan G F = nilai genotipe turunan Sifat 1 dan 2;
P F = ni ai fenotipe turunan Sifat 1; U2 = rataan
sffat 2; SBE2 = simpangan baku lingkungan Sifat 2.

f

Program Simulasi S e l e k s i

Metode dan intensitas seleksi, besar populaai seleksi dan populasi tanpa seleksi serta sistem perkawinan da-

lam program aimulasi seleksi sama dengan yang
kan

dilaksana-

peneliti yang hasil penelitiannya digunakan

pembanding.

sebagai

Metode seleksi yang digunakan seleksi

indi-

vidu dengan kriteria aeleksi bobot badan pada umur

empat

minggu dan sistem perkawinan acak.
Besar populasi dan intensitas seleksi yang

diterap-

kan untuk program aimulasi aeleksi yang menggunakan

pem-

banding hasil penelitian:
1.

Kuswahyuni (1989) sebagai berikut:

populasi seleksi

400 ekor jantan dan 400 ekor betina,

intensitas

leksi 80 ekor jantan (20%) dan 240 ekor
terbaik untuk didadikan bibit.

se-

betina (60%)

Populasi tanpa selek-

si 20 ekor jantan dan 60 ekor betina.
2.

Marks (1971,'1989) sebagai berikut:

populasi seleksi

200 ekor 3antan dan 200 betina dan populasi tanpa se-

leksi

50 ekor 3antan dan

lekai

24 ekor jantan (12%) dan 72 ekor betina

untuk

generasi 1-10 dan

50 betina, intensitas

se(36%)

60 pasang (30%) untuk

Ge-

nerasi 10-15 dan Generasi 27-70 terbaik untuk di3adikan bibit.
3.

Nestor dkk. (1982) sebagai berikut:

populasi

ai 100 ekor 3antan dan 100 ekor betina dan

aelek-

populasi

25

tanpa

selekai

36 pasang, intensitas selekai 36

pa-

sang (36%) terbaik untuk seleksi positif dan terjelek
untuk seleksi negatif dijadikan bibit.
4.

Marks

(1995) sebagai berikut:

populasi seleksi

100

ekor jantan dan 100 betina, populasi tanpa selekei 36
pasang, intensitas

seleksi 36

paaang (36%) terbaik

untuk seleksi positif dan terjelek untuk aeleksi

ne-

gatif dijadikan bibit.
Langkah-langkah yang diterapkan untuk program
lasi

seleksi yang menggunakan pembanding

hasil

simu-

peneli-

tian:
1.

Kuswahyuni (1989) sebagai berikut:
a.

Data rataan bobot badan, simpangan baku

genetik

dan eimpangan baku lingkungan dimasukkan ke dalam
persamaan

(31, kemudian

dibentuk populasi

(PI

dasar sebanyak yang dibutuhkan dengan kemungkinan
jantan

dan betina 1:l.

berkorelasi

digunakan

Untuk

sifat-sifat

persamaan

menggunakan data yang sesuai,
bot badan pada umur dua dan

(6).

yang
Dengan

akan diperoleh bo-

enam

minggu, jumlah

dan bobot telur.
b.

Ambil
ekor

secara

acak

400 ekor jantan (J) dan

betina (B) untuk populasi seleksi, 20

jantan
seleksi.

dan 60 ekor betina untuk

populasi

400
ekor
tanpa

c.

Untuk

populasi seleksi diurut berdasarkan

badan

pada

tertinggi

umur empat minggu (BB4M)

untuk

bobot

dari

setiap jenis kelamin,

yang

kemudian

dipilih 80 ekor jantan dan 240 ekor betina terbaik.

Untuk populasi tanpa seleksi dilakukan pemi-

lihan bibit secara acak.
d.

Puyuh

yang terpilih dikawinkan acak satu

dengan tiga betina.

jantan

Demikian juga untuk populasi

tanpa seleksi.
e.

Untuk membentuk

generasi keturunan pada populasi

seleksi dan populasi tanpa seleksi digunakan persamaan (8) dan dibentuk sebanyak yang dibutuhkan,
dengan

kemungkinan

sama besar.

dan

Untuk sifat yang berkorelasi

kan persamaan (10).
sesuai

kejadian jantan

betina
diguna-

Dengan menggunakan data yang

akan diperoleh bobot badan pada umur

dua

dan enam minggu, jumlah dan bobot telur.

f.

Untuk generasi
dan

selanjutnya

diulangi langkah c-e

demikian seterusnya sehingga terbentuk

generasi.

tiga

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pa-

da Gambar l.
2.

Marks (1971 dan 1989) sebagai berikut:
a.

Data

rataan bobot badan, simpangan baku

genetik

dan simpangan baku lingkungan dimasukkan ke dalam
persamaan

(3), kemudian

dibentuk populasi

(P)

m
KOEFISIEN

P DASAR
J:B = 1:l

SELEKSI POSITIF

-

5400. B=400

C----

UmtBB4M

+

-

+Pm
A

ANAK
i

800 EKOR
J:B=1:1

A

v

Acak I
ri

c---- ANAK

J=80, B=240

1Jx3B

I
I
I

I
I
I

Q

TERBAIK

SEESKSI
-I + TANPA
J=20, B=60

7
I
I
I
I

J:B=l :1

b--- Umt BB4M
I

-04

Oeqerasil

J = Ja&q B = Betina; BB4M = Bobot badm pada umur empat mbggu
Peogulanp~nkegidan sampai tipgenemi

---

Gambtir 1. Prosedur Seleksi Positif Sama dmgw Kuswahyuni
(1989) pada Puyuh selama Tiga Generasi

28

dasar sebanyak yang dibutuhkan dengan kemungkinan
jantan
b.

Ambil

secara

acak

200 ekor jantan (J) dan

betina (B) untuk populasi seleksi, 50

ekor

c.

dan betina 1:l.

jantan

dan 50 ekor betina untuk

seleksi

.

200
ekor

populasi

tanpa

Untuk

populasi seleksi diurut berdasarkan

bobot

badan

pada

umur empat minggu (BB4M) dari

tertinggi untuk setiap jenis
dipilih 24 ekor

kelamin,

yang

kemudian

jantan dan 72 ekor betina terba-

ik untuk Generasi 1-10, dan 60 ekor jantan dan 60
ekor

betina untuk Generasi 11-70.

Untuk

tanpa

seleksi dilakukan pemilihan bibit secara acak.
d.

Puyuh

yang terpilih dikawinkan acak satu

dengan tiga betina

untuk Generasi

jantan

1-10 dan satu

jantan dengan satu betina untuk Generasi 11-70.
e.

Untuk
si

membentuk

generasi keturunan pada popula-

seleksi dan populasi tanpa seleksi

digunakan

persamaan (8) dan dibentuk sebanyak yang dibutuhkan dengan kemungkinan kejadian jantan dan betina
sama besarnya.

f.

Untuk generasi

selanjutnya

diulangi langkah c-e

dan demikian seterusnya aehingga terbentuk 70 generasi.
Gambar 2.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada

KOEFlSIEN

-

TEKNIS

>

b

-

P DASAR
J:B= 1:l
i

SELEKSI POSITIF

I
I

Urut BB4M
0

J=24, B=72

TERBAIK
1Jx3B

*Pens
A

,

, TANPA SELEKSI

J=200. B=200

I
I
Acak I
I
I
I

J=50, B=50

.

&

c---- PINAK

+I
I
I
I

I
I

Unt BB4M

400 EKOR
J:B = 1:l
Untuk C3enerasi 11-70 jantaa dan betina yang dipilih sama = 60 ekor
J = Jan* B = Betina; BBQM = Bobot badan pada w ernpat minggu
- - - Pengulanpa kegiatan sampai 70 genemi

Gambar 2. Prosedur Seleksi Positif Sama dengan Marks
(197 1, 1989) pada Puyuh selama 70 Generasi

3.

Nestor dkk. (1982) sebagai berikut:
a.

Data

rataan bobot badan, simpangan baku

genetik

dan simpangan baku lingkungan dimasukkan ke dalam
persamaan (3), kemudian dibentuk populaai (P) dasar sebanyak yang dibutuhkan

dengan

kemungkinan

jantan dan betina 1:l.
b.

Ambil
ekor

secara

acak 100 ekor jantan (J) dan

betina (B) untuk seleksi positif, 100

jantan dan 100 ekor betina

100
ekor

untuk seleksi negatif

dan 36 ekor jantan dan 36 ekor betina untuk populasi tanpa seleksi.
c.

Untuk

populasi seleksi diurut berdasarkan

badan

pada

umur empat minggu (BB4M)

tertinggi untuk

bobot

dari

yang

seleksi positif dan terendah un-

tuk seleksi negatif

untuk aetiap jenia

kelamin,

dipilih 36 ekor jantan dan 36 ekor betina terbaik
untuk seleksi positif dan terendah untuk
negatif.

Untuk populasi tanpa seleksi

selekai
dilakukan

pemilihan bibit secara acak.
d.

Puyuh yang terpilih

dikawinkan acak

aatu jantan

dengan satu betina.

e.

Untuk

membentuk generasi keturunan pada populasi

selekai dan populasi tanpa eelekai digunakan persamaan ( 8 ) dan dibentuk

sebanyak yang dibutuhkan

31

dengan peluang kejadian Jantan dan betina

sama

besarnya .

f. Untuk generasi aelandutnya diulangi langkah c-e
dan demikian seteruanya aehingga terbentuk
generasi.

tujuh

Untuk lebih Jelasnya dapat dilihat pa-

da Gambar 3.
4.

Marks (1991 dan 1995) sebagai berikut:
a.

Data rataan bobot badan, simpangan baku

genetik

dan simpangan baku lingkungan dimasukkan ke dalam
persamaan ( 3 ) , kemudian dibentuk populasi (PI dasar sebanyak yang dibutuhkan dengan kemungkinan
jantan dan betina 1:1.
b.

Ambil

secara acak 100 ekor jantan (J) dan

100

ekor betina (B) untuk aeleksi positif, 100 ekor
jantan dan

100 ekor betina acak

negatif dan 36

pasang untuk

untuk

seleksi

populasi tanpa ae-

leksi.
c.

Untuk

populasi seleksi diurut berdasarkan bobot

badan pada

umur empat minggu (BB4M) dari

yang

tertinggi untuk setiap jenis kelamin, kemudian
dipilih 36 pasang terbaik untuk seleksi positif
dan 36

pasang terendah untuk

seleksi negatif.

Untuk populasi tanpa seleksi dilakukan pemilihan
bibit secara acak.

I

h

(1

4

i

SELEKSI POSITIF

SELEKSI NEGATIF

J=lOO, P I 0 0

J=lOO, B=100

TANPA SELEKSI
J=36, B=36

9
I

Urut BB4M-

Acak I

w

v

J=36, B=36

J=36, B=36

TERsAIK
lJxlB

I

9
I
I
I

)T~UELEK
I
I

I

lJxlB

I
I

v

J:B=l:1

I

J = Jantan; B = Betina; BB4M = Bobot badan pada umur empat minggu
- - -Pengulangankegiatan sampai tujuh generasi

Gambar 3. Prosedur Seleksi Positif dan N e w Sama dengan Nestor dkk. (1982) pada Puyuh selama
Tujuh Generasi

d.

hxyuh

yang terpilih dikawinkan acak satu
Demikian juga untuk populaai

satu betina.
seleksi
e.

Untuk

dengan
tanpa

.

membentuk generasi keturunan pada populasi

seleksi dan populasi tanpa seleksi digunakan per-

(8) dan dibentuk sebanyak yang

samaan

dibutuh-

kan dengan kemungkinan kejadian jantan dan betina
sama besarnya.

f.

Untuk generasi

selanjutnya

diulangi langkah c-e

dan demikian seterusnya sehingga terbentuk 30 generasi.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada

Gambar 4.

Seleksi Jangka PanSang,
ritabilitas

dapat

Dalam seleksi jangka pendek

dianggap tetap tetapi

untuk

he-

seleksi

jangka panjang heritabilitas berubah menjadi kecil karena
keragaman genetik mengecil.

Oleh sebab itu untuk simula-

si seleksi jangka panjang dilakukan penggantian heritabilitas dan simpangan baku fenotipe selang
tentu.

Untuk

program simulasi aeleksi yang

hasil penelitian Marks (1989) sebagai
gantian

dicobakan adalah

nakan

data

penggantian

ter-

menggunakan

pembanding,

heritabilitas dan aimpangan baku

10 generasi.

generasi

fenotipe

pengyang

70 (tidak diganti), 30, 25, 20, 15, dan

Untuk program simulasi seleksi yang mengguMarks (1991 dan
heritabilitas

1995)

sebagai

pembanding,

dan simpangan baku

fenotipe

4

SELEKSI POSITIF

SELEKSI NEGATIF

TANPA SELEKSI
A
I

Acak

200 EKOR
*1:1

I

200 EKOR
J=B=l:1

J = Jantan; B =Betina; BB4M = Bobot badan pada umur empat mbggu

---

Pengulangan kegiatau sampai 30 generasi

Gambar 4. Prosedur Seleksi Positif dan N e w Sama de-

ngan Marks (1991,1995) pada hyuh Generasi 1230

35

untuk

seleksi

positif yang dicobakan adalah

diganti), 20, 15, dan 10 generasi,

30

(tidak

untuk aelekei negatif

penggantian dilakukan pada Generasi 10, 11 dan 12 kemudi-

an

penggantian dilakukan tiap

dan

generasi.

Heritabilitas

he-

simpangan baku fenotipe pengganti adalah rataan

ritabilitas
generasi

dan simpangan baku fenotipe

sebelumnya,

hasil

simulaai

misalnya untuk selang 10

generasi

adalah nilai rataan 10 generasi sebelumnya, selang 15 generasi adalah rataan 15 generasi sebelumnya, demikian pula untuk selang satu generasi adalah hasil simulasi generasi

sebelumnya.

pembatasan
empat

Untuk seleksi negatif

bobot badan minimal.

juga

Bobot badan

minggu yang digunakan minimal 18 g,

dilakukan
pada

umur

karena

untuk

bobot badan pada umur empat minggu yang kurang dari 18
mengakibatkan hasil simulasi terkorelasi untuk bobot

g

ba-

dan pada umur dua minggu negatif.
Validasi

program simulasi seleksi dilaksanakan

de-

ngan membandingkan nilai-nilai hasil simulasi dengan

ha-

sil seleksi sesungguhnya.

Hasil penelitian yang

diguna-

kan aebagai pembanding adalah seleksi positif tiga

gene-

rasi Kuawahyuni (1989), selekai positif selama 15 generasi (Marks, 1971), Generasi 27-70 (Marks, 1989),
positif

dan negatif selama tujuh generasi (Nestor

1982) dan Generasi 12-30 Marks (1995).
program

seleksi

simulasi

dengan hasil yang

Perbedaan
sesungguhnya

dkk.,
antara
diu3i

.

36

dengan

menggunakan

T o r r i e (1989).

uji

t menurut

petunjuk

J i k a masih t e r d a p a t perbedaan yang

maka program s i m u l a s i p e r l u d i p e r b a i k i .
terdapat

Steel

dan
nyata

J i k a sudah t i d a k

perbedaan yang n y a t a maka program s i m u l a s i

se-

res-

l e k s i sudah v a l i d dan dapat digunakan untuk penduga
pons

s e l e k s i jangka pendek dan jangka

panjang

berbagai

macam s e l e k s i pada puyuh.

Simulasi Pelaksanaan Seleksi dan Sistem Perkawinan
Program s i m u l a s i s e l e k s i yang sudah v a l i d

selanjut-

nya digunakan untuk menduga:
1.

Respons

s e l e k s i p o s i t i f dan n e g a t i f .

Seleksi

dicobakan a d a l a h s e l e k s i p o s i t i f kedua j e n i a

yang

kelamin

(SP),

s e l e k s i n e g a t i f kedua j e n i s kelamin (SN),

leksi

p o s i t i f jantan tanpa s e l e k s i b e t i n a

(SPJTSB),

s e l e k s i negatif jantan tanpa s e l e k s i betina
dan tanpa s e l e k s i (TS).

se-

(SNJTSB)

I n t e n s i t a s s e l e k a i 15%u n t u k

j a n t a n ( J ) dan 30% untuk b e t i n a ( B ) .
si bobot badan pada urnur empat

Kriteria s e l e k -

minggu (BB4M).

Untuk

s e l e k s i p o s i t i f diambil yang t e r b a i k , a e l e k s i n e g a t i f
diambil yang t e r 3 e l e k dan tanpa s e l e k s i d i a m b i l seca-

r a acak.

Setiap

populasi

besarnya

e k o r j a n t a n dan 200 ekor b e t i n a .
nya dapat d i l i h a t pada Gambar 5.

sama y a i t u

Untuk l e b i h

200

3elas-

I

C

w

Y

SP

SPJTSB

SNJTSB

SN

J=200
H O O

J=200
B=200

J=200
B=200

J=200
B=200

e

TERBAB:
JdanB
J=30
B =60

TERBAIK
9
J
J=30
B=60

1
4
I
I
I
I
I
I
I
"
&
I
I
I
I
ANAK
ANAK
I
O1
01
I
I
J=200 1 1 J=200
B=200 I I B=200
I
I
I
l
1
1
Id
-urut
L-J
L-a

1

TERTELEK
J
J=30
B=60

w

ANAK
01

J=200
B=200
I

BB4M

fL - - J I

Acak

.

.

w

w

rlr

Y

TS
J=200
B=200

5

Uxut B U M

w

-

-

Y

TERJELEK
ACAK
r>
9 JdanB

I
I
II
II
II
II
II
II
I I
II
II
11
II
II
II
I D
8

I

J=30
B=60

."
ANAK
G1

J=200
B200

--?

I
I

II

J=30
B=60

I
I
I
I
I

I
I
I
1
I
I

.

w

ANAK
01

-

J=200
B=200

Acak

L,,4

0 1 = Oenerasi satu; J = Jan@
B = Betina
BB4M = Bobot badan pada umur empat m h g p

- - - - - Pengulanpn kegiatan sampai 20 generasi
Gambar 5. Simulasi Seleksi Positif dan N e w pada Puyuh
selama 20 Generasi

38

Respons gabungan

seleksi positif dan negatif.

Se-

leksi yang dicobakan adalah gabungan seleksi positif
jantan dan negatif betina (SPJNB),

seleksi negatif

jantan dan positif betina (SNJPB), seleksi positif
(SP) dan tanpa seleksi (TS).

Intensitas seleksi

untuk jantan dan 30% untuk betina.

Kriteria aelekai

bobot badan pada wnur empat minggu (BB4M).
leksi positif diambil yang

15%

Untuk se-

terbaik, seleksi negatif

diambil yang terjelek dan tanpa seleksi diambil acak.
Setiap populasi jwnlahnya sama yaitu 200 ekor
dan 200 ekor betina.

jantan

Untuk lebih jelasnya dapat

di-

lihat pada Gambar 6.
3. Respons seleksi inti (nukleus).

Seleksi yang dicoba-

kan adalah seleksi populasi inti (SI), populasi plaama

tanpa seleksi tetapi jantan berasal

(TSJAI),

dan

tanpa seleksi

(TS).

dari

inti

Populasi inti

berasal dari populasi (POP) plasma yaitu 5% (50 ekor)
jantan (J) dan 10% (100 ekor) betina (B) terbaik

da-

ri populasi 1 000 ekor jantan dan 1 000 ekor betina.
Intensitas seleksi selanjutnya 8.33% (50 ekor) jantan
dan

16.67% (100 ekor) betina dari populasi 600 ekor

jantan dan 600 ekor betina.

Kriteria seleksi bobot

badan pada wnur empat minggu (BB4M). Hasil

seleksi

pada populasi inti digunakan untuk meningkatkan mutu
genetik populasi yang tersisa atau populasi

plasma

1

SP

SPJNB

SNJPB

J=200
B-200

J=2#

J=200

UmtBB4M

4

*

rL

TERBAIK
J dan B
J=30
B-60

J=200

-

TERBAIK J
TERJELEK B

r>

TS

w

w

TERTELEK J

=lJ=3 0

ANAK
G1
I I
I I
I
II
ld
I
L---JL---A

B=60

ANAK

ANAK

G1

G1

J=200
B=200

B-200

I

I

UndBB4M

4-,

L---!

G1

I
I

I
I Acak

!--A

J = Jantaq B = Betina; 0 1 = C3en-i
sahr
BB4M = Bobot badan pada umur empat m&y
- - - - Pengulaogan kegiatan sampai 20 generaai

Gambar 6. Simulasi Gabungan Seleksi Positif dan Negatd
pada Puyuh selama 20 Generasi

I

dengan

memasukkan pejantan hasil seleksi

setiap generasi.

Pejantan yang digunakan:

bil yang terbaik setelah untuk inti;
setelah diambil untuk inti.
jantan

pada
dim-

a)

b) diambil acak

Populasi plasma 300 ekor

dan 900 ekor betina, populasi

(TS) 50 jantan dan 100 betina.
dibandingkan

inti

tanpa

seleksi

Respons selekai

dengan tanpa seleksi.

akan

38-

Untuk lebih

lasnya dapat dilihat pada Gambar 7.
4.

Respons

seleksi dengan istirahat beberapa

generasi.
isti-

Seleksi dengan istirahat yang dicobakan adalah
rahat

seleksi 0 (ISO), 1 (ISl), 3 (IS3), 5 (IS51, 7

(IS71 dan 9 (IS9) generasi.
kukan setelah

5 dan 10

Istirahat seleksi

generasi

seleksi.

seleksi bobot badan pada umur empat

dila-

Kriteria

(BB4M).

minggu

Intensitas seleksi 15% untuk jantan dan 30% untuk betina.

Selama istirahat pemilihan bibit

dan 30% betina acak.
dan

200

ekor betina.

15%

jantan

Besar populasi 200 ekor

jantan

Hasil yang diperoleh

setelah

istirahat (STH IS) dibandingkan dengan hasil

aebelum

istirahat (SEB IS).

Untuk lebih jelaanya dapat dili-

hat pada Gambar 8.
Respons

seleksi

dengan sistem

perkawinan

berbeda.

Seleksi dengan sistem perkawinan yang dicobakan
lah

asortatif positif yaitu jantan yang baik

adadengan

betina yang baik (SAP), asortatif negatif 3antan

ya-

P BESAR
J=lOOO
B=1000
I
Seleksi

I

Sisa

SI = Populasi inti; TSJAI = Populasi plasmaj a u h esal inti
a 1 = (3en-i
satu
,
,
,
, Peogulmgan kegiatan sampai 20 generasi

-bar

7. Simulasi Seleksi Inti pada lyuh selama
20 Generasi

I

IS0

IS 1

IS3

MOO
5200

J=200
5200

J=20
B=200

IS5
J=200

B400

IS7

IS9

J=200
B=200

%200
B=200

SEB IS

ANAK

G2

SEB IS

ANAK

ANAK

G2

G2

ANAK

Ci2

G2

Gl dm G2 = Oenerasi satu dan dua
SEB IS = Sebelum ietirahe STH IS = Setelah istirabat

Gambar 8. Sirnuhi Seleksi dgn I s h h a t Beberapa Generasi

43

itu jantan yang jelek dengan betina yang baik (SANJ),
asortatif baik negatif betina yaitu jantan yang

baik

dengan

acak

betina yang jelek (SANB) dan perkawinan

yaitu tanpa pilih kasih (SA).

Kriteria aeleksi bobot

badan pada umur empat minggu (BB4M).

Untuk lebih je-

lasnya dapat dilihat pada Gambar 9.
Besar

populasi dan pengaruh lingkungan

generasi ke generasi.
besar

tetap

dari

Peluang kejadian pada jantan

sama

dengan pada betina.

sampai

empat minggu 15%.

Daya tetas 70%

Peubah

kematian

Penggantian jantan dan

secara keseluruhan pada setiap generasi.
bar normal.

dan

betina

Populasi menye-

Seleksi dilakukan selama 20 generasi.
yang

diamati meliputi antara

lain:

bobot

badan pada umur 2, 4 dan 6 minggu, jumlah dan bobot telur
serta heritabilitas bobot badan pada umur empat minggu.
Bobot badan pada umur 2, 4, dan 6 minggu adalah
bot badan yang diukur pada setiap individu untuk
masing

umur tersebut.

bo-

masing-

Jumlah telur adalah jumlah

telur

setiap individu yang dihasilkan sampai puyuh berumur

120

hari.

Bobot telur adalah rataan bobot telur setiap

in-

dividu yang diperoleh aampai puyuh berumur 120 hari.

He-

ritabilitas
perbandingan

bobot

badan pada umur empat

minggu

ragam genotipe dengan fenotipe bobot

pada umur empat minggu.

adalah
badan

I

4

4

4

-

SAP

SANJ

SANB

SA

J=200
B=200

J=200
B=200

J=200
B=200

J=200
B=200
A

I

v

J=30

+

Unrt B U M

4

-

1

w

w

J=30
B=60

* Terbaik
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I

,----I

-

w

V

ANAK

ANA.

.

*

!.,,A

G1

G1

J=200
B=200

J=200
+

I

I

Urut BB4M

J=30
B=60

*

Terbaik <
SflNI3

SANJ

I

v

4

J=30
B=60

M O O

I
1
I
I
I
I

I
I
I

I

I
I

L---

I

I

I
1
I
I
I
I

,
,

Terbaik
ACAK

v
ANAK

I
I

I
I

3

G1

J=200
B=200

----

I

Gambar 9. Simulasi Seleksi dgn Sistem Perkawinan
Berbeda pada Puyuh selama 20 Generasi

I
I
I
I

45

Analisis regresi digunakan untuk mengetahui perubahan sifat

yang

diseleksi

dan

aifat

yang

terkorelasi.

Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan antar populasi
seleksi sesuai petunjuk Steel dan Torrie (1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Program Simulasi Seleksi

Hasil
dengan

dibandingkan
peneliti

hasil penelitian seleksi yang dilakukan

lain.

Hasil penelitian yang digunakan sebagai pembanding

adalah:
ni,

simulasi seleksi yang diperoleh

seleksi positif selama tiga generasi

1989),

seleksi positif

(Kuswahyu-

selama 15 generasi

19711, seleksi positif Generasi

(Marks,

27-70 (Marks, 19891, se-

lekai

positif dan negatif selama tujuh generasi

dkk.,

1982) dan seleksi positif dan

(Nestor

negatif

Generasi

Pengujian hasil simulasi seleksi dilakukan

terhadap

12-30 Marks (1991, 1995).

rataan bobot badan pada umur empat minggu.
si seleksi yang prosedurnya

Untuk simula-

sama dengan penelitian

Kus-

wahyuni (1989), selain bobot badan pada umur empat minggu
juga

dibandingkan hasil seleksi terkorelasi yaitu

badan

pada

umur dua dan enam minggu, jumlah

rataan bobot sampai umur 120 hari.
si

jangka

panjang

(19891, karena
pembanding

bobot

telur

dan

Untuk simulasi selek-

dengan prosedur sama

dengan

data angka tidak tersedia maka

Marks
sebagai

digunakan koefisien regresi bobot badan

pada

umur empat minggu.
Hasil simulasi seleksi positif (SP) dan tanpa seleksi

(TS) dengan data pembanding hasil penelitian

Kuswah-

# I 1

I

1

0

I

I

2

3

Generasi

SP (Simulasi)
+SP (Kuswahyuni)
+

Gambar 10.

TS (simulasi)
TS (Kuswahyuni)

+
+

Rataan Bobot Badan Puyuh pada Umur
Empat Minggu Hasil Simulasi Seleksi
dan Penelitian Kuswahyuni (1989)
aelama Tiga Generasi

yuni (1989) selama tiga generasi dapat dilihat pada
bar 10-14.

Gam-

Dari Gambar 10 dapat dilihat bobot badan pada

umur empat minggu hasil simulasi pada seleksi positif lebih rendah dan pada tanpa seleksi lebih tinggi dibanding-

kan hasil penelitian Kuswahyuni (1989).
Rataan bobot badan pada umur empat minggu

hasil si-

mulasi dan penelitian Kuswahyuni (1989) untuk seleksi positif berturut-turut 93.68k10.16 g dan 96.05k9.53 g,
untuk

tanpa

87.12+9.02

g.

seleksi berturut-turut

87.29k10.49

Perbedaan bobot badan

pada

umur

g

dan
empat

30

0
0
1
2
3
Generasi

,

,
SP (simulasi)
TS (simulaoi)
SP (Kuswahyuni, 1989) ,
TS (Kuswa hyuni, 1989)
Gambar 11. Rataan Bobot Badan Puyuh pada Umur
h a Minggu Hasil Simulasi Seleksi
dan Penelitian Kuswahyuni (1989)