Simulasi pelaksanaan seleksi dan sistem perkawinan pada puyuh (Coturnix coturnix japonica)
Puyuh
( Coturnix
coturnix Japonica) adalah salah
sa-
tu jenis aneka ternak unggas yang sudah mulai populer
kalangan masyarakat guna memenuhi kebutuhan pangan,
telur maupun dagingnya.
baik
Di aamping itu puyuh aering
gunakan sebagai hewan percobaan terutama di bidang
liaan unggas untuk pembuatan program seleksi. Di
sia
belum tersedia bibit puyuh unggul
seperti pada ayam.
secara
Para peternak puyuh belum
di
di-
pemuIndone-
komereial
melaksana-
kan pembagian tugas/spesialisasi ke dalam perusahaan pembibitan
dan produksi, sehingga peternak puyuh
telur, juga bertindak
penghasil
sebagai penghasil bibit.
Keadaan
ini kurang menguntungkan dari segi mutu bibit puyuh,
mungkin
dapat menyebabkan tidak mantapnya
dan
produktivitaa
karena perubahan mutu genetik.
Produktivitas puyuh dapat ditingkatkan melalui program
pemuliaan
yang tepat dan terarah.
Program
salah
satu cara untuk meningkatkan mutu
genetik
Marks
(1996) menyatakan bahwa seleksi memegang
seleksi
puyuh.
peranan
yang sangat penting dalam genetika kuantitatif.
Seleksi positif bobot badan puyuh pada umur tertentu
telah berhasil meningkatkan bobot badan pada
but dan bobot badan
innya,
nya.
sedangkan
umur terse-
pada umur lain serta sifat-sifat la-
pada seleksi negatif ter3adi
sebalik-
Demikian juga seleksi positif pada ayam telah
ber-
2
hasil
meningkatkan bobot badan dan pada seleksi
terjadi
ayam
sebaliknya.
Mesir telah berhasil
negatif
memanfaatkan
lokal menjadi ayam produktif untuk penghasil
d m penghasil daging melalui seleksi.
telur
Demikian 3uga pada
ayam pedaging telah berhasil diturunkan bobot lemak abdomen dan konversi pakannya.
Percobaan
seleksi jangka panjang membutuhkan
waktu
yang lama walaupun menggunakan puyuh sebagai ternak
per-
cobaan.
Demikian
seperti
seleksi positifhegatif, istirahat seleksi,
juga
percobaan berbagai cara
seleksi
dan
sistem perkawinan yang berbeda dalam seleksi membutuhkan
waktu yang lama d m biaya yang banyak.
tis
dengan
menghindar
menggunakan model
dari
~endekatanteori-
simulasi
masalah waktu dan biaya
seleksi,
yang
dapat
biasanya
menjadi penghambat .
Simulasi adalah berbagai teknik yang berhubungan
de-
ngan peniruan peran dunia nyata dan dapat digunakan untuk
membuat kesimpulan kemungkinan tingkah laku sistem
dunia
nyata
dapat
tersebut.
Keuntungan simulasi antara
meneliti sistem tanpa mengganggu sistem yang
lain
sebenarnya,
lebih mudah mengontrol kondisi model simulasi dan memperpendek
waktu pelaksanaan.
Peran model simulasi
dl
bi-
tahun 1963.
Mo-
yang dikembangkan di bidang peternakan ada lima
ke-
dang pertanian telah diketahui semenjak
del
lompok
utama
yaitu model rumen,
model
kosumsi
pakm,
3
model merumput pada domba, model produksi sapi potong dan
model pertumbuhan pastura.
Simulasi telah dimanfaatkan untuk menduga
kemajuan
seleksi dan perkembangan sapi daging selama 17 tahun di
ladang
ternak, Sulawesi Selatan; kemajuan seleksi dan
perkembangan sapi Bali selama 20 tahun di Peternakan Rakyat, Propinsi Bali.
metode
Demikian juga menduga
seleksi selama 10 generasi untuk
efektivitas
perbaikan mutu
genetik ayam kampung di Indonesia. Simulasi dapat dimanfaatkan sebagai dasar
penyusunan kebijakan pemuliaan
jangka pendek maupun jangka panjang.
Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan perangkat
lunak yang sudah tersedia seperti Lotus 1-2-3 untuk
menyusun program simulasi seleksi tanpa memerlukan penguasaan bahasa penyusunan program.
Program ini
diperguna-
kan untuk menduga respons seleksi dan respons terkorelasi
berbagai pelaksanaan seleksi dan sistem perkawinan
seleksi jangka pendek dan panjang pada puyuh.
dalam
Diharap-
kan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan
dalam
usaha peningkatan mutu genetik ternak, khususnya seleksi
unggas.
Program simulasi seleksi dan sistem
perkawinan
ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai perangkat lunak
dalam mengajar dan kursus ilmu pemuliaan ternak.
TINJAUAN PUSTAKA
Fenotipe dan Genotipe
Keragaman
fenotipe dari sifat-sifat dalam
populasi
disebabkan keturunan atau faktor genetik, lingkungan
interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
dan
Genotipe
individu telah ditentukan atau ditetapkan semenjak pembuahan dan akan tetap selama hidupnya, kecuali bila ter3adi
mutasi.
Genotipe ini ditentukan oleh gen-gen yang
rima dari kedua orang tuanya.
diteadalah
Faktor lingkungan
selain dari faktor genetik seperti zat makanan, suhu, penyakit, kecelakaan yang dapat diderita individu
pembuahan
sampai
mati.
Interaksi faktor
semenjak
genetik
dan
lingkungan berarti ternak dengan genotipe tertentu
lebih
cocok
lain.
Dengan
pada lingkungan yang satu dibandingkan yang
kata lain satu lingkungan memungkinkan
ekspresi
genetik bangsa atau strain yang satu sedangkan yang lainnya tidak memungkinkan (Lasley, 1978).
Heritabilitas
Bagian keragaman total dari auatu sifat yang
batkan
oleh pengaruh genetik disebut heritabilitaa.
ritabilitas
secara
diakiHe-
dapat diperhit~n~kan
dalam dua konteks yaitu
luas, pengaruh keturunan termasuk aemua
pengaruh
gen yaitu aditif, dominan dan epistasis. In1 dilambangkan
5
dengan
H dan secara sempit hanya taksiran bagian
aditif
keturunan dan dilambangkan dengan h2.
Untuk
dari ragam
banyak
tujuan,
h2 merupakan dugaan yang
berguna karena menunjukkan laju perubahan
paling
banyak
yang dapat di-
capai dengan seleksi untuk sifat tersebut dalam populasi.
Pengaruh simpangan dominan dan epistasis pada umumnya tidak tanggap terhadap seleksi (Warwick dkk., 1983).
Secara statistik heritabilitas dalam arti sempit sebagai berikut (Warwick dkk., 1983):
= ragam genetik aditif; Vd = ragam genetik dominan; Vi = ragam genetik epistasis; Ve = ragam lingkungan (non genetik).
Vg
Dalam
teori , heritabilitas (h2) dapat
tara 0 sampai 1.
berkiaar
Tetapi angka ekstrim ini jarang
an-
diper-
oleh untuk sifat kuantitatif ternak (Warwick dkk., 1983).
Heritabilitas
dibedakan atas tiga kategori:
dang, dan tinggi.
Heritabilitas
0.0-0.20, sedang antara 0.20-0.40
kecil
kecil,
se-
(rendah) antara
dan tinggi di atas 0.40
(Cole, 1966).
Heritabilitas
dapat menduga peningkatan yang
mung-
kin diperoleh bila dilakukan selekai sifat tertentu.
ka
heritabilitas sifat tinggi,
fenotipe
berarti korelasi
dan genotipe individu juga
berdasarkan individu efektif.
tinggi dan
Heritabilitas yang
Ji-
antara
seleksi
tinggi
6
juga menandakan aksi gen aditif penting untuk sifat
ter-
sebut
akan
dan
perkawinan yang baik dengan
menghasilkan
turunan
yang lebih
yang
baik.
Heritabilitas
rendah menunjukkan korelasi fenotipe
yang
baik
dan
genotipe
aditif
rendah juga menunjukkan keragaman karena aksi gen
mungkin
kecil
dan mungkin aksi gen
minan,
dominan
dan
epistasis
seperti
lebih
lewat
penting
do-
(Lasley,
1978 1.
Hasil
yang
penelitian
heritabilitas bobot
menggunakan dua macam pakan
dengan
badan
puyuh
kandungan
28%
protein disebut pakan komplit (CD) dan kandungan 20% protein dan 0.2% t h i o w a c i l disebut pakan tidak kdmplit (SD)
sebagai
berikut:
pada CD
untuk bobot badan
pada
wnur
dua dan empat minggu untuk jantan 0.48 dan ,0.33, pada betina 0.55 dan 0.58, pada SD untuk jantan
dan
0.55 dan
pada betina 0.51 dan 0.38 (Marks dan Lepore,
0.24,
1968).
Heritabilitas bobot badan pada umur empat minggu pada seleksi positif aelama 15 generasi pada CD 0.34 dan SD 0.29
Marks (1971).
Heritabilitas bobot badan pada umur
empat
minggu seleksi poaitif pada CD untuk Generasi 28-40,
50,
50-60,
60-70 dan 28-70 berturut-turut
.
400.19,
0.16, 0.02 dan 0.05, pada SD untuk Generaai 28-40, 40-50,
50-60,
60-70 dan 28-70 berturut-turut 0.02, 0.05,
0.15, dan 0.05 (Marks, 1989).
Heritabilitas bobot
pada
membedakan
umur
tiga minggu tanpa
jenis
0.00,
badan
kelamin
0.61,
0.20
bobot badan pada umur empat
dan
minggu
betina 0.43, dan bobot badan
untuk
pada
3antan
umur
enam
minggu untuk jantan 0.45 dan betina 0.62 (Hakim, 1983).
Heritabilitas bobot
yang
diperoleh
badan pada
umur
pada seleksi positif
empat
minggu
(SP) dan
seleksi
negatif (SN) pada puyuh dengan lama seleksi yang
berbeda
dilaporkan
oleh
Nestor dkk.
beberapa peneliti:
dengan seleksi selama tujuh generasi memperoleh
0.37 dan SN 0.44;
(1982)
untuk SP
Marks (1991) menyeleksi pada dua ling-
kungan makanan,
komplit (CD) dan tidak komplit (SD) dari
Generasi
pada lingkungan CD dan SD untuk SP
12-20
dan 0.22, untuk SN
leh
0.21 dan 0.44;
pada CD dan SD
dari Generasi
0.23
Marks (1995) mempero20-30 untuk
SP
0.31
dan 0.30, untuk SN 0.08 dan 0.34.
Korelasi Genetik
Antara
dua atau lebih sifat-sifat pada
ternak
ada
yang bebas atau tidak berkorelasi dan ada yang tidak
be-
bas atau berkorelasi.
Korelasi ini ada yang bersifat po-
sitif dan ada yang bersifat negatif dan ada yang disebabkan
pengaruh
genetik.
lingkungan, ada yang
disebabkan
pengaruh
Dalam populasi yang kawin acak dan dalam keada-
an seimbang, korelasi genetik ter3adi bila gen sama
pengaruhi ekspresi dua sifat atau lebih.
sebagai pleiotropi.
mem-
Hal ini dikenal
Pengetahuan tentang besar dan
tanda
8
korelasi genetik dapat digunakan untuk memperkirakan
pe-
rubahan
8i-
yang terjadi pada generasi berikutnya untuk
fat yang tidak diseleksi tetapi berkorelasi dengan
sifat
yang diseleksi (Warwick dkk., 1983).
Korelasi genetik bobot badan pada umur empat
dengan:
roleh
bobot tetas tanpa membedakan jenis kelamin dlpe0.40, dengan bobot badan pada umur tiga
minggu
untuk
jantan diperoleh berturut-turut
dan
0.78 (Sefton dan Siegel, 1978).
diperoleh -0.98, dan
hari
antara
100
hari
korelasi genetik jumlah telur
pai 100 hari dengan rataan bobot telur
sampai
diperoleh -0.84 (Kuswahyuni, 1983).
dan
0.86 dan
Korelasi genetik
100 hari dengan jumlah telur sampai umur
enam
0.91
0.84, dan untuk betina diperoleh berturut-turut
umur
minggu
sam-
umur
100
Korelasi gene-
tik bobot badan pada umur empat minggu:
dengan bobot te-
tas, bobot badan pada umur dua dan enam
minggu pada 3an-
tan diperoleh berturut-turut 0.54, 0.96 dan 0.66;
bobot tetas, bobot badan pada umur dua dan
enam
dengan
minggu,
bobot dewasa kelamin, jumlah telur, dan bobot telur untuk
betina diperoleh berturut-turut 0.52, 0.85,
0.90,
0.26,
0.61, dan 0.76 (Kuswahyuni, 1989).
Warwick dkk. (1983) menyatakan heritabilitas dan korelaai
genetik
akan menentukan perubahan
genetik
yang
terjadi
bila dilakukan seleksi.
nentukan
genetik
Heritabilitas akan
perubahan pada sifat yang
diseleksi,
akan mempengaruhi perubahan genetik
yang tidak diseleksi.
me-
korelasi
sifat
lain
Makin tinggi korelasi genetik, ma-
kin besar perubahan yang terjadi pada sifat yang berkorelasi.
Hubungan tersebut sebagai berikut:
R = respona seleksi atau perubahan genetik yang diharapkan;
P - Pp = diferensial seleksi; i = in-tensitas seleasi dalam satuan simpangan baku; 6
simpangan baku sifat yang diseleksi;
terkorelasi Sifat 2 akibat seleksi
akar heritabilitas Sifat
= korelasi genetik antara Sifat 1
dan Gg2 masing-masing simpangan
genotipe Sifat 2.
Warwick dkk. (1983) menyatakan perubahan genetik per
tahun adalah perubahan genetik per generasi dibagi dengan
selang generasi.
perubahan
nya.
Jika selang generasi panjang tentu saja
genetik akan kecil dan demikian juga
sebalik-
Perubahan genetik per tahun adalah
R/th = respons seleksi/tahun; h2 = heritabilitas
sifat yang diseleksi; i = intensitas selekai dalam
eatuan simpangan baku; G p = simpangan baku sifat
L = selang generasi.
yang diseleksi;
Seleksi untuk menurunkan bobot lemak abdomen
kriteria
seleksi bobot lemak abdomen
relatif
dengan
(seleksi
10
saudara) dan konversi pakan (seleksi individu) telah berhasil menurunkan bobot lemak abdomen', di samping itu juga
memperbaiki konversi pakan dan meningkatkan hasil
tongan, tetapi menurunkan bobot badan pada
pemo-
ayam
potong
Seleksi bobot badan pada umur empat minggu
sampai
(Leenstra dkk., 1986).
Generaai ketiga dapat meningkatkan bobot badan pada umur
empat
minggu untuk puyuh jantan 19.63% dan untuk
31.91% (Marks dan Lepore, 1968).
kan dua jenis pakan yang berbeda
betina
Marks (1971) menggunakandungan proteinnya:
makanan komplit (CD) yaitu 28% protein dan makanan
komplit
(SD) yaitu 20% protein dan
0.2% thiouracil de-
ngan kriteria seleksi bobot badan pada m u r empat
sampai 15 generasi.
tidak
Marks (1971) memperoleh
minggu
peningkatan
bobot badan pada umur empat minggu pada CD 63.82% dan pada SD 79.67%. Kuswahyuni (1989) juga menggunakan
krite-
ria seleksi bobot badan pada wnur empat minggu pada Generasi ketiga di samping meningkatkan bobot badan pada umur
empat minggu pada puyuh jantan 14.39 g (16.64%) dan betina
16.36 g (18.81%) juga meningkatkan bobot
badan
pada
umur dua minggu untuk jantan 10.37 g (28.29%) dan betina
9.37 g (24.14%), meningkatkan bobot badan pada umur enam
minggu
untuk jantan 9.64 g (8.63%) dan betina
16.35
(13.41%), meningkatkan jumlah telur rataan bobot
g
telur
11
sampai umur 120 hari berturut-turut 6.57 butir
dan
(10.86%)
1.12 g (11.23%).
Marks (1993a) melaporkan bobot badan pada umur empat
minggu pada Generasi 27 pada puyuh untuk seleksi positif
239 g, tanpa seleksi 89 g dan respons seleksi
150 g
(168.54%). Marks (1993b) melaporkan bobot badan pada umur
empat minggu Generasi 39 pada seleksi positif 204 g, pada
tanpa seleksi 76 g dan respons seleksi 128 g
(168.42%);
pada Generasi 79 pada seleksi positif 261 g, pada
tanpa
seleksi 87 g dan respons seleksi 174 g
Marks
(200%).
(1996) melaporkan bobot badan pada umur empat minggu pada
puyuh Generasi 97 untuk seleksi positif sekitar 300 g.
Nestor dkk. (1982) melaporkan hasil seleksi positif
(SP) dan seleksi negatif (SN) dengan kriteria seleksi bobot badan pada umur empat minggu pada puyuh selama tujuh
generasi.
Pada
SP terjadi peningkatan
dan pada SN ter-
jadi penurunan bobot badan pada umur empat minggu
yang
sangat nyata dengan koefisien regresi untuk SP 3.1
dan
SN -4.2 dan pada populasi tanpa seleksi regresi bobot badan dengan generasi tidak nyata. Nestor dkk. (1996) melaporkan respons seleksi SP dan SN selama 30 generasi
tidak
sama.
Koefisien regresi SP
pada
Generasi
1-10,
11-20, 21-30 dan 1-30 berturut-turut 3.59, 3.32 dan 3.46
dan
3.40, untuk
SN pada Generasi 1-10 11-20, 21-30,
1-30 berturut-turut -3.82, -2.04, 0.26 dan -1.49
12
Garwood
(1989) melaporkan h a s i l p e n e l i t i a n
positif
dan n e g a t i f pada puyuh selama t i g a g e n e r a s i dengan k r i t e ria
s e l e k s i kepadatan badan sebagai
yang s a n g a t nyata a n t a r a s e l e k s i
perbedaan
negatif
berikut:
untuk kepadatan badan, bobot badan
shank t e t a p i t i d a k nyata untuk volume badan;
dan
penurunan
t i d a k sama untuk bobot dan
terdapat
positif
dan
dan
panjang
peningkatan
volume
badan
t e t a p i sama untuk kepadatan badan dan panjang shank.
Marks
(1991) melaporkan h a s i l p e n e l i t i a n SP dan
SN
dengan makanan komplit (CD) dan t i d a k komplit (SD) sampai
20 g e n e r a s i dengan k r i t e r i a s e l e k s i bobot badan pada umur
empat minggu s e b a g a i b e r i k u t :
an bobot badan pada umur empat
tif
t e r j a d i sebaliknya.
pada SP t e r j a d i peningkatminggu dan pada SN
nega-
Regresi r a t a a n bobot badan
ngan g e n e r a s i pada SP dan SN sangat nyata.
Besar
de-
koefi-
s i e n r e g r e s i pada CD dan SD untuk SP 1.58 dan 1.88
untuk
Perubahan bobot badan pada umur
dua
minggu, bobot badan dewasa dan bobot t e l u r mengikuti
pe-
SN -1.37 dan -1.50.
rubahan
bobot badan pada umur empat minggu,
jum-
untuk
l a h t e l u r pada SP dan SN penurunan yang t i d a k nyata.
Be-
s a r k o e f i s i e n r e g r e s i pada CD dan SD b e r t u r u t - t u r u t :
bo-
b o t badan pada umur dua minggu pada SP 0.69,
-0.57,
tan
pada
-0.41;
SN
untuk bobot badan pada umur 16 minggu jan-
pada SP 1.22, 3.35 dan SN -0.94,
SP
1.01 dan
1.04, 1.51 dan SN -1.33,
-0.97 s e r t a
-1.05;
untuk
betina
bobot
13
telur
SP
-0.06, 0.06 dan SN -0.05, 0.06;
untuk
telur pada SP -2.51, -0.05 dan SN -1.91, -0.35.
jumlah
Pada po-
pulasi tanpa seleksi perubahan bobot badan sangat
Regresi
kecil.
bobot badan dengan generasi tidak nyata, kecuali
pada SN-SD nyata.
Besar koefisien regresi pada SP -0.13,
-0.25 dan SN -0.39, -0.93.
Liu dkk. (1994) melaporkan hasil penelitian
positif
pada
seleksi
dan negatif dengan kriteria seleksi bobot
umur delapan minggu
sebagai berikut:
pada ayam selama
respons seleksi
36
badan
generasi
Generasi 1-36 sama an-
tara seleksi positif dan negatif;
respons seleksi
lebih
besar pada 18 generasi permulaan dibandingkan 18 generasi
berikutnya untuk kedua populasi
si
seleksi;
respons selek-
pada Generasi akhir lebih tidak teratur
Generasi
awal;
lebih mirip
bobot
bobot badan setelah
istirahat
badan sebelum istirahat
bobot badan generasi selanjutnya;
dibandingkan
seleksi
dibandingkan
istirahat aelekai pada
berbagai generasi seleksi berguna untuk melihat efektivitas seleksi dan perubahan lingkungan 3angka pendek.
Respons seleksi atau kemajuan aeleksi akan berkurang
dengan
akan
meningkatnya generasi dan pada suatu
ada lagi kemajuan dan saat ini disebut
batas seleksi atau plateau.
aaat
tidak
tercapainya
Hal ini disebabkan oleh
berapa faktor sebagai berikut:
be-
1) fiksasi semua gen yang
diinginkan atau gen plus dalam bentuk homozigot;
dengan
14
kata lain habisnya keragaman genetik yang disebabkan oleh
2) peran gen bukan aditif
pengaruh gen aditif;
sehingga
seleksi tidak berdaya membuat perubahan frekuensi gen lebih lanjut;
ini dapat menyangkut keunggulan
(dominasi lebih) atau peran epistasis;
heterozigot
3) korelasi gene-
tik negatif antara sifat yang dipilih dengan
fitness
sifat-sifat
laju reproduksi, kemampuan hidup atau
keduanya.
keadaan ekstrim ha1 ini dapat meniadakan
Dalam
pengaruh
seleksi apabila tipe-tipe yang lebih ekstrim yang dipilih
tidak
dapat
memberi keturunan yang
mampu
bereproduksi
(Warwick dkk., 1983).
Penelitian
seleksi untuk meningkatkan panjang shank
ayam dewasa telah dilakukan di Univ. California selama 19
tahun.
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan
shank yang cepat dalam tujuh
lah
panjang
generasi pertama dan
itu sampai Generasi 18 peningkatan tidak
sete-
konsisten,
ada peningkatan sampai Generasi 16 dan setelah itu ter3adi
penurunan
1968).
yang sangat tajam
(Johansson dan
Rendel
Seleksi yang dilakukan pada puyuh pada dua
kungan pakan:
ling-
komplit (CD) dan tidak komplit (SD) sela-
ma 70 generasi, menunjukkan adanya peningkatan bobot
dan
1.37
yang sangat nyata dengan koefisien regresi
dan SD 0.89.
Haail penelitian
ini
pada
ba-
CD
memperlihatkan
peningkatan bobot badan akan menurun dengan
meningkatnya
generasi, pada CD untuk Generasi 27-40 peningkatan sangat
15
nyata dengan koefisien regresi 1.84, pada Generasi 40-50,
50-60
dan 60-70 peningkatan bobot badan tidak nyata
ngan
koefisien
pada SD
-0.91,
regresi berturut-turut
untuk Generasi
2.77,
1.87
dan
27-40, 40-50, 50-60
dan
60-70 peningkatan bobot badan tidak nyata dengan
sien
regreai
Marks
( 1989 1.
Tidak
efektif lagi.
pangan
atau
bekerja
akan
percobaan dengan ternak
yang
koefi-
dan
1.93
diketahui
sampai banyak generasi sehingga seleksi
berlangsung
dak
berturut-turut 0.56, 1.09, 1.47
ada
de-
Kepentingan batas
ternak lain belum jelas.
ti-
selekai penghasil
Kebanyakan
orang
dalam perbaikan ternak dalam seumur hidup
hanya
dapat bekerja paling banyak 5-7 generasi pada
sapi
atau kerbau, 8-10 generaai pada domba atau kambing, 15-20
generasi
pada
babi dan 20-30 generasi pada ayam.
Keba-
nyakan orang akan bekerja dengan jumlah generasi jauh lebih
sedikit.
Oleh sebab itu setiap pemulia tidak
mung-
kin mencapai batas seleksi (Warwick dkk., 1983).
Sistem Perkawinan
Pada
populaai beaar yang kawin acak
frekuensi
gen
akan tetap dari generasi ke generasi kecuali jika terjadi
selekai, migrasi dan mutasi (Falconer, 1981).
kan
Perkawinan ternak yang audah terpilih dapat
dilaku-
secara acak (tanpa pilih kasih),
positif
asortatif
16
(yang baik dengan yang baik) dan asortatif negatif
baik dengan yang jelek).
ngaruhi
frekuensi
(yang
Sistem perkawinan tidak
gen, tetapi
genotipe dalam populasi.
mempengaruhi
mempe-
distribusi
Asortatif positif akan
mening-
katkan homozigot, asortatif negatif akan meningkatkan heterozigot (Pirchner, 1983).
Simulasi
Seleksi dengan meniru seperti yang dilakulran di
pangan dapat digunakan model simulasi seleksi.
la-
Ahli sta-
tistik dan peneliti mendefinisikan, simulasi adalah
bagai
teknik yang bermanfaat untuk peniruan peran
nyata (Morgan, 1984).
mulasi
dunia
Ahli manajemen mendefinisikan, si-
adalah model matematik yang
laku sistem setiap saat.
mengetahui
ber-
menjelaakan
tingkah
Model simulasi digunakan
tingkah laku sistem dunia
untuk
nyata (Watson dan
Blackstone, 1981).
Simulasi adalah salah satu yang paling sering
kan
dalam teknik ilmu manajemen dan setiap indikasi
nunjukkan peningkatan popularitasnya.
an simulasi sebagai berikut:
kah
diguna-
laku
jelaskan oleh model lain;
sistem
Beberapa keuntung-
1) dapat menjelaskan
siatem yang kompleks yang
me-
tidak
ting-
mungkin
di-
2) memungkinkan untuk meneliti
tanpa mengganggu susunan dunia nyata; dengan
neliti kemungkinan perubahan dalam sistem
dunia
me-
nyata,
kita dapat mempelajari cara memperbaiki aistem tanpa mencobakan proposal yang baik dan yang jelek;
dah
3) lebih
mengontrol model simulasi dibandingkan dunia
nyata;
4) memungkinkan memperpendek waktu yang panjang
beberapa detik waktu komputer;
5)
mu-
menjadi
pada beberapa
kasus,
simulasi digunakan untuk merancang sistem awal yang tidak
mungkin
diteliti
dalam dunia nyata (Watson dan
Black-
stone, 1981 ) .
Semenjak diketahui peranan metode simulasi
bidang
peternakan
tahun
1963,
dipunyai
dilaksanakan
beberapa
konferensi, lokakarya dan banyak sekali publikasi
model.
Di antara beratus-ratus model yang sudah dikembangkan untuk
meramalkan
sistem biologis pada
bidang
peternakan
dan pastura, lima kelompok utama adalah: model rumen, model
konsumsi, model pakan, model merumput
produksi
domba,
sapi potong dan model pertumbuhan crop
model
(Spreen
dan Laughlin, 1986).
Di Proyek Pembibitan Sapi Bali telah digunakan
puter
untuk
diperoleh
membantu program seleksi.
dengan
memanfaatkan
Keuntungan
komputer
antara
komyang
lain:
1) lebih efisien terhadap waktu dan tenaga untuk mengolah
data;
2 ) lebih sedikit diperlukan file
data;
3) lebih mudah mencari data seekor sapi
perlukan (Mahabrata, 1990).
untuk
menyimpan
bila
di-
Tabel 1.
Umur
Rataan dan Sinpangan Baku Bobot Badan Rxyuh pada Berbagai Umur
Jenis
Kelamin
Hakim
( 1983)
Kuswahyuni
( 1989)
..............................
Ominesu
jan/bet
jantan
bet ina
2minesu
janmt
jantan
betha
4 minggu
Jan/bet
jantan
bet ina
6 mi-
jan/bet
3 antan
bet ina
D kelamh jantan
bet ina
D tubuh
jantan
bet ina
Wilson dkk.
( 1961)
gram
Woodard
( 1961)
'
Harks
( 1993b)
.............................
Puyuh merupakan hewan laboratorium yang menarik
ka-
rena mempunyai siklus hidup yang pendek, dapat memproduksi
3-4 generasi per tahun (Woodard dkk.,
adalah
1973).
model yang paling baik untuk mempelajari
hyuh
genetik
pertumbuhan ayam pedaging Marks (1996).
Puyuh betina
mulai bertelur umur 35 hari, rata-rata
40 hari dan bertelur penuh umur 50 hari.
Pada lingkungan
an yang baik, puyuh dapat bertelur dalam waktu yang
pan-
jang, produksi telur rata-rata 250 butir per tahun.
Bia-
ya
pemeliharaan puyuh relatif murah.
untuk
Kebutuhan
ruangan
8-10 ekor puyuh sama dengan kebutuhan ruangan
ekor ayam.
Bobot badan puyuh pada berbagai umur
kan pada Tabel 1.
Be-
disaji-
MATKRI DAN IlRTODE
Materi
Untuk
masukan dalam penyusunan program simulasi se-
leksi dan sistem perkawinan digunakan parameter
fenotipe
dan genotipe hasil penelitian seleksi tiga generasi
pada
puyuh (Kuswahyuni, 1989), 15 generasi (Marks, 1971),
tu-
juh generasi (Nestor dkk. 1982),
generasi 27-70
(Marks,
1989) dan generasi 12-30 (Marks, 1991, 1995).
Parameter fenotipe dan genotipe yang digunakan untuk
penyusunan program simulasi seleksi adalah nilai gabungan
jantan
dan
betina pada generasi awal
atau populasi tanpa seleksi.
populasi
seleksi
Untuk korelasi genetik ada-
lah nilai pada generasi pertama.
Heritabilitas ( h2) yang
digunakan adalah h2 nyata (realized h2).
Untuk Kuswahyu-
ni
generaei
yang digunakan adalah h2 (1989) pada
Nestor dkk.
awal,
(1982) adalah hasil seleksi selama tujuh ge-
nerasi, dan Marks (1971, 1989, 1991 dan 1995) adalah
ha-
sil seleksi selama 15 generasi pertama.
Rataan
dan
simpangan baku bobot badan 2, 4
minggu, serta jumlah dan
120 hari
dan
rataan bobot telur sampai
berturut-turut 38.74k6.12
g,
umur
86.72k10.28
116.80k12.74 g, 60.47+7.08 butir dan 9.97k0.64 g.
6
g,
Heri-
tabilitas (h2) bobot badan 2, 4, den 6 rninggu, serta jumlah dan rataan bobot telur sampai umur 120 hari berturut-
21
turut 0.52, 0.46, 0.30, 0.40 dan 0.30;
korelasi
genetik
bobot badan pada umur empat minggu dengan bobot badan pada umur 2 dan 6 minggu, serta jumlah telur dan rataan bobot telur sampai umur 120 hari berturut-turut 0.90, 0.90,
0.61 dan 0.76 (Kuswahyuni, 1989).
Rataan dan simpangan baku bobot badan pada umur
pat
minggu 90.50+9.81 g (Marks, 1971, 1989, 1991,
dan
84.00f 9.81
g
(Nestor dkk. , 1982
dengan
(Marks,
1971, 1989, 1991, 1995) dan 0.37
positif
dan
0.44
untuk
seleksi
negatif
untuk
em1995)
h2
0.34
seleksi
Nestor
dkk.
(1982).
Untuk penyusunan program simulasi seleksi dan sistem
perkawinan digunakan perangkat lunak Lotus 1-2-3
Release
3.4 tahun 1993 (Sudibyono, 1993).
Penelitian ini terdiri atas penentuan model
simula-
si, penyusunan program simulasi seleksi, dan simulasi pelaksanaan seleksi serta simulasi sistem perkawinan.
Model
yang
Digunakan
Model sederhana ternak:
P = A + E dan VP = VA + VE
...
(1)
= nilai fenotipe; A = pengaruh gen aditif; E =
pengaruh lingkungan; VP = ragam fenotipe;
VA =
ragam gen aditif = VE, ragam lingkungan; E diang-
P
gap berisi pengaruh gen dominan, epistasis dan
lingkungan, untuk penyederhanaan dapat diasumsikan
gen dominan dan epistasia peranannya kecil sekali.
Model ternak dalam populasi:
P i = fenotipe ternak ke-j dalam generasi
ke-i
U - rataan populasi ternak;
= pengaruh
faktor gen aditif dari ternak ke-3 %j alam generasi ke-i;
E = pengaruh lingkungan ternak ke-3 dalam generasiJke-i.
Dalam
Untuk
penduga angka random digunakan
adalah
no1
simulasi, distribusi populasi ternak
metode
angka random yang menyebar normal
dan
simpangan
baku satu, RAN =
N
normal.
Box-Muller
dengtin
rataan
(0,l) (Morgan,
1984).
Dalam
aditif
empat
uraian selanjutnya penggunaan rumus
genotipe
ditulis dengan G, G1 untuk bobot badan pada
minggu,
G2 untuk sifat yang
terkorelasi.
umur
Model
yang digunakan untuk membentuk populasi adalah
P1 = bobot badan pada umur empat minggu;
U = rataan bobot badan pada umur empat minggu;
~ B Gdan~
SBEl = aimpangan baku genotipe dan lingkungan bobot
badan pada umur empat minggu.
Ragam genotipe untuk sifat yang berkorelasi genetik:
Jika VG1 dan VG2 dan korelasi genetik Sifat 1 dan 2
diketahui maka konstanta C2 dapat diperoleh.
Nilai genotipe dan fenotipe sifat yang berkorelasi:
= aimpangan baku genotipe Sifat 1; C1 = koregenetik Sifat 1 dan 2; C2 = konstanta; U2 =
rataan Sifat 2;
Sifat 2.
SBE2 = simpangan
baku
Generasi turunan dibentuk dari generasi
lingkungan
awal
(te-
tua), dengan nilai genotipe dan fenotipe adalah
= nilai genotipe turunan Sifat 1; GJ dan GB =
= rataan Sifat
n lai genotipe jantan dan betina;
SBGl
=
simpangan
baku
genotipe
S
fat
1;
1;
simpangan baku lingkungan Sifat 1;
PIF = n lai
fenotipe turunan Sifat 1.
GiF
ui
Nilai genotipe
SBEl
dan fenotipe generasi turunan
untuk
sifat yang berkorelasi (Warwick dkk., 1983):
GIF dan G F = nilai genotipe turunan Sifat 1 dan 2;
P F = ni ai fenotipe turunan Sifat 1; U2 = rataan
sffat 2; SBE2 = simpangan baku lingkungan Sifat 2.
f
Program Simulasi S e l e k s i
Metode dan intensitas seleksi, besar populaai seleksi dan populasi tanpa seleksi serta sistem perkawinan da-
lam program aimulasi seleksi sama dengan yang
kan
dilaksana-
peneliti yang hasil penelitiannya digunakan
pembanding.
sebagai
Metode seleksi yang digunakan seleksi
indi-
vidu dengan kriteria aeleksi bobot badan pada umur
empat
minggu dan sistem perkawinan acak.
Besar populasi dan intensitas seleksi yang
diterap-
kan untuk program aimulasi aeleksi yang menggunakan
pem-
banding hasil penelitian:
1.
Kuswahyuni (1989) sebagai berikut:
populasi seleksi
400 ekor jantan dan 400 ekor betina,
intensitas
leksi 80 ekor jantan (20%) dan 240 ekor
terbaik untuk didadikan bibit.
se-
betina (60%)
Populasi tanpa selek-
si 20 ekor jantan dan 60 ekor betina.
2.
Marks (1971,'1989) sebagai berikut:
populasi seleksi
200 ekor 3antan dan 200 betina dan populasi tanpa se-
leksi
50 ekor 3antan dan
lekai
24 ekor jantan (12%) dan 72 ekor betina
untuk
generasi 1-10 dan
50 betina, intensitas
se(36%)
60 pasang (30%) untuk
Ge-
nerasi 10-15 dan Generasi 27-70 terbaik untuk di3adikan bibit.
3.
Nestor dkk. (1982) sebagai berikut:
populasi
ai 100 ekor 3antan dan 100 ekor betina dan
aelek-
populasi
25
tanpa
selekai
36 pasang, intensitas selekai 36
pa-
sang (36%) terbaik untuk seleksi positif dan terjelek
untuk seleksi negatif dijadikan bibit.
4.
Marks
(1995) sebagai berikut:
populasi seleksi
100
ekor jantan dan 100 betina, populasi tanpa selekei 36
pasang, intensitas
seleksi 36
paaang (36%) terbaik
untuk seleksi positif dan terjelek untuk aeleksi
ne-
gatif dijadikan bibit.
Langkah-langkah yang diterapkan untuk program
lasi
seleksi yang menggunakan pembanding
hasil
simu-
peneli-
tian:
1.
Kuswahyuni (1989) sebagai berikut:
a.
Data rataan bobot badan, simpangan baku
genetik
dan eimpangan baku lingkungan dimasukkan ke dalam
persamaan
(31, kemudian
dibentuk populasi
(PI
dasar sebanyak yang dibutuhkan dengan kemungkinan
jantan
dan betina 1:l.
berkorelasi
digunakan
Untuk
sifat-sifat
persamaan
menggunakan data yang sesuai,
bot badan pada umur dua dan
(6).
yang
Dengan
akan diperoleh bo-
enam
minggu, jumlah
dan bobot telur.
b.
Ambil
ekor
secara
acak
400 ekor jantan (J) dan
betina (B) untuk populasi seleksi, 20
jantan
seleksi.
dan 60 ekor betina untuk
populasi
400
ekor
tanpa
c.
Untuk
populasi seleksi diurut berdasarkan
badan
pada
tertinggi
umur empat minggu (BB4M)
untuk
bobot
dari
setiap jenis kelamin,
yang
kemudian
dipilih 80 ekor jantan dan 240 ekor betina terbaik.
Untuk populasi tanpa seleksi dilakukan pemi-
lihan bibit secara acak.
d.
Puyuh
yang terpilih dikawinkan acak satu
dengan tiga betina.
jantan
Demikian juga untuk populasi
tanpa seleksi.
e.
Untuk membentuk
generasi keturunan pada populasi
seleksi dan populasi tanpa seleksi digunakan persamaan (8) dan dibentuk sebanyak yang dibutuhkan,
dengan
kemungkinan
sama besar.
dan
Untuk sifat yang berkorelasi
kan persamaan (10).
sesuai
kejadian jantan
betina
diguna-
Dengan menggunakan data yang
akan diperoleh bobot badan pada umur
dua
dan enam minggu, jumlah dan bobot telur.
f.
Untuk generasi
dan
selanjutnya
diulangi langkah c-e
demikian seterusnya sehingga terbentuk
generasi.
tiga
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pa-
da Gambar l.
2.
Marks (1971 dan 1989) sebagai berikut:
a.
Data
rataan bobot badan, simpangan baku
genetik
dan simpangan baku lingkungan dimasukkan ke dalam
persamaan
(3), kemudian
dibentuk populasi
(P)
m
KOEFISIEN
P DASAR
J:B = 1:l
SELEKSI POSITIF
-
5400. B=400
C----
UmtBB4M
+
-
+Pm
A
ANAK
i
800 EKOR
J:B=1:1
A
v
Acak I
ri
c---- ANAK
J=80, B=240
1Jx3B
I
I
I
I
I
I
Q
TERBAIK
SEESKSI
-I + TANPA
J=20, B=60
7
I
I
I
I
J:B=l :1
b--- Umt BB4M
I
-04
Oeqerasil
J = Ja&q B = Betina; BB4M = Bobot badm pada umur empat mbggu
Peogulanp~nkegidan sampai tipgenemi
---
Gambtir 1. Prosedur Seleksi Positif Sama dmgw Kuswahyuni
(1989) pada Puyuh selama Tiga Generasi
28
dasar sebanyak yang dibutuhkan dengan kemungkinan
jantan
b.
Ambil
secara
acak
200 ekor jantan (J) dan
betina (B) untuk populasi seleksi, 50
ekor
c.
dan betina 1:l.
jantan
dan 50 ekor betina untuk
seleksi
.
200
ekor
populasi
tanpa
Untuk
populasi seleksi diurut berdasarkan
bobot
badan
pada
umur empat minggu (BB4M) dari
tertinggi untuk setiap jenis
dipilih 24 ekor
kelamin,
yang
kemudian
jantan dan 72 ekor betina terba-
ik untuk Generasi 1-10, dan 60 ekor jantan dan 60
ekor
betina untuk Generasi 11-70.
Untuk
tanpa
seleksi dilakukan pemilihan bibit secara acak.
d.
Puyuh
yang terpilih dikawinkan acak satu
dengan tiga betina
untuk Generasi
jantan
1-10 dan satu
jantan dengan satu betina untuk Generasi 11-70.
e.
Untuk
si
membentuk
generasi keturunan pada popula-
seleksi dan populasi tanpa seleksi
digunakan
persamaan (8) dan dibentuk sebanyak yang dibutuhkan dengan kemungkinan kejadian jantan dan betina
sama besarnya.
f.
Untuk generasi
selanjutnya
diulangi langkah c-e
dan demikian seterusnya aehingga terbentuk 70 generasi.
Gambar 2.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada
KOEFlSIEN
-
TEKNIS
>
b
-
P DASAR
J:B= 1:l
i
SELEKSI POSITIF
I
I
Urut BB4M
0
J=24, B=72
TERBAIK
1Jx3B
*Pens
A
,
, TANPA SELEKSI
J=200. B=200
I
I
Acak I
I
I
I
J=50, B=50
.
&
c---- PINAK
+I
I
I
I
I
I
Unt BB4M
400 EKOR
J:B = 1:l
Untuk C3enerasi 11-70 jantaa dan betina yang dipilih sama = 60 ekor
J = Jan* B = Betina; BBQM = Bobot badan pada w ernpat minggu
- - - Pengulanpa kegiatan sampai 70 genemi
Gambar 2. Prosedur Seleksi Positif Sama dengan Marks
(197 1, 1989) pada Puyuh selama 70 Generasi
3.
Nestor dkk. (1982) sebagai berikut:
a.
Data
rataan bobot badan, simpangan baku
genetik
dan simpangan baku lingkungan dimasukkan ke dalam
persamaan (3), kemudian dibentuk populaai (P) dasar sebanyak yang dibutuhkan
dengan
kemungkinan
jantan dan betina 1:l.
b.
Ambil
ekor
secara
acak 100 ekor jantan (J) dan
betina (B) untuk seleksi positif, 100
jantan dan 100 ekor betina
100
ekor
untuk seleksi negatif
dan 36 ekor jantan dan 36 ekor betina untuk populasi tanpa seleksi.
c.
Untuk
populasi seleksi diurut berdasarkan
badan
pada
umur empat minggu (BB4M)
tertinggi untuk
bobot
dari
yang
seleksi positif dan terendah un-
tuk seleksi negatif
untuk aetiap jenia
kelamin,
dipilih 36 ekor jantan dan 36 ekor betina terbaik
untuk seleksi positif dan terendah untuk
negatif.
Untuk populasi tanpa seleksi
selekai
dilakukan
pemilihan bibit secara acak.
d.
Puyuh yang terpilih
dikawinkan acak
aatu jantan
dengan satu betina.
e.
Untuk
membentuk generasi keturunan pada populasi
selekai dan populasi tanpa eelekai digunakan persamaan ( 8 ) dan dibentuk
sebanyak yang dibutuhkan
31
dengan peluang kejadian Jantan dan betina
sama
besarnya .
f. Untuk generasi aelandutnya diulangi langkah c-e
dan demikian seteruanya aehingga terbentuk
generasi.
tujuh
Untuk lebih Jelasnya dapat dilihat pa-
da Gambar 3.
4.
Marks (1991 dan 1995) sebagai berikut:
a.
Data rataan bobot badan, simpangan baku
genetik
dan simpangan baku lingkungan dimasukkan ke dalam
persamaan ( 3 ) , kemudian dibentuk populasi (PI dasar sebanyak yang dibutuhkan dengan kemungkinan
jantan dan betina 1:1.
b.
Ambil
secara acak 100 ekor jantan (J) dan
100
ekor betina (B) untuk aeleksi positif, 100 ekor
jantan dan
100 ekor betina acak
negatif dan 36
pasang untuk
untuk
seleksi
populasi tanpa ae-
leksi.
c.
Untuk
populasi seleksi diurut berdasarkan bobot
badan pada
umur empat minggu (BB4M) dari
yang
tertinggi untuk setiap jenis kelamin, kemudian
dipilih 36 pasang terbaik untuk seleksi positif
dan 36
pasang terendah untuk
seleksi negatif.
Untuk populasi tanpa seleksi dilakukan pemilihan
bibit secara acak.
I
h
(1
4
i
SELEKSI POSITIF
SELEKSI NEGATIF
J=lOO, P I 0 0
J=lOO, B=100
TANPA SELEKSI
J=36, B=36
9
I
Urut BB4M-
Acak I
w
v
J=36, B=36
J=36, B=36
TERsAIK
lJxlB
I
9
I
I
I
)T~UELEK
I
I
I
lJxlB
I
I
v
J:B=l:1
I
J = Jantan; B = Betina; BB4M = Bobot badan pada umur empat minggu
- - -Pengulangankegiatan sampai tujuh generasi
Gambar 3. Prosedur Seleksi Positif dan N e w Sama dengan Nestor dkk. (1982) pada Puyuh selama
Tujuh Generasi
d.
hxyuh
yang terpilih dikawinkan acak satu
Demikian juga untuk populaai
satu betina.
seleksi
e.
Untuk
dengan
tanpa
.
membentuk generasi keturunan pada populasi
seleksi dan populasi tanpa seleksi digunakan per-
(8) dan dibentuk sebanyak yang
samaan
dibutuh-
kan dengan kemungkinan kejadian jantan dan betina
sama besarnya.
f.
Untuk generasi
selanjutnya
diulangi langkah c-e
dan demikian seterusnya sehingga terbentuk 30 generasi.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada
Gambar 4.
Seleksi Jangka PanSang,
ritabilitas
dapat
Dalam seleksi jangka pendek
dianggap tetap tetapi
untuk
he-
seleksi
jangka panjang heritabilitas berubah menjadi kecil karena
keragaman genetik mengecil.
Oleh sebab itu untuk simula-
si seleksi jangka panjang dilakukan penggantian heritabilitas dan simpangan baku fenotipe selang
tentu.
Untuk
program simulasi aeleksi yang
hasil penelitian Marks (1989) sebagai
gantian
dicobakan adalah
nakan
data
penggantian
ter-
menggunakan
pembanding,
heritabilitas dan aimpangan baku
10 generasi.
generasi
fenotipe
pengyang
70 (tidak diganti), 30, 25, 20, 15, dan
Untuk program simulasi seleksi yang mengguMarks (1991 dan
heritabilitas
1995)
sebagai
pembanding,
dan simpangan baku
fenotipe
4
SELEKSI POSITIF
SELEKSI NEGATIF
TANPA SELEKSI
A
I
Acak
200 EKOR
*1:1
I
200 EKOR
J=B=l:1
J = Jantan; B =Betina; BB4M = Bobot badan pada umur empat mbggu
---
Pengulangan kegiatau sampai 30 generasi
Gambar 4. Prosedur Seleksi Positif dan N e w Sama de-
ngan Marks (1991,1995) pada hyuh Generasi 1230
35
untuk
seleksi
positif yang dicobakan adalah
diganti), 20, 15, dan 10 generasi,
30
(tidak
untuk aelekei negatif
penggantian dilakukan pada Generasi 10, 11 dan 12 kemudi-
an
penggantian dilakukan tiap
dan
generasi.
Heritabilitas
he-
simpangan baku fenotipe pengganti adalah rataan
ritabilitas
generasi
dan simpangan baku fenotipe
sebelumnya,
hasil
simulaai
misalnya untuk selang 10
generasi
adalah nilai rataan 10 generasi sebelumnya, selang 15 generasi adalah rataan 15 generasi sebelumnya, demikian pula untuk selang satu generasi adalah hasil simulasi generasi
sebelumnya.
pembatasan
empat
Untuk seleksi negatif
bobot badan minimal.
juga
Bobot badan
minggu yang digunakan minimal 18 g,
dilakukan
pada
umur
karena
untuk
bobot badan pada umur empat minggu yang kurang dari 18
mengakibatkan hasil simulasi terkorelasi untuk bobot
g
ba-
dan pada umur dua minggu negatif.
Validasi
program simulasi seleksi dilaksanakan
de-
ngan membandingkan nilai-nilai hasil simulasi dengan
ha-
sil seleksi sesungguhnya.
Hasil penelitian yang
diguna-
kan aebagai pembanding adalah seleksi positif tiga
gene-
rasi Kuawahyuni (1989), selekai positif selama 15 generasi (Marks, 1971), Generasi 27-70 (Marks, 1989),
positif
dan negatif selama tujuh generasi (Nestor
1982) dan Generasi 12-30 Marks (1995).
program
seleksi
simulasi
dengan hasil yang
Perbedaan
sesungguhnya
dkk.,
antara
diu3i
.
36
dengan
menggunakan
T o r r i e (1989).
uji
t menurut
petunjuk
J i k a masih t e r d a p a t perbedaan yang
maka program s i m u l a s i p e r l u d i p e r b a i k i .
terdapat
Steel
dan
nyata
J i k a sudah t i d a k
perbedaan yang n y a t a maka program s i m u l a s i
se-
res-
l e k s i sudah v a l i d dan dapat digunakan untuk penduga
pons
s e l e k s i jangka pendek dan jangka
panjang
berbagai
macam s e l e k s i pada puyuh.
Simulasi Pelaksanaan Seleksi dan Sistem Perkawinan
Program s i m u l a s i s e l e k s i yang sudah v a l i d
selanjut-
nya digunakan untuk menduga:
1.
Respons
s e l e k s i p o s i t i f dan n e g a t i f .
Seleksi
dicobakan a d a l a h s e l e k s i p o s i t i f kedua j e n i a
yang
kelamin
(SP),
s e l e k s i n e g a t i f kedua j e n i s kelamin (SN),
leksi
p o s i t i f jantan tanpa s e l e k s i b e t i n a
(SPJTSB),
s e l e k s i negatif jantan tanpa s e l e k s i betina
dan tanpa s e l e k s i (TS).
se-
(SNJTSB)
I n t e n s i t a s s e l e k a i 15%u n t u k
j a n t a n ( J ) dan 30% untuk b e t i n a ( B ) .
si bobot badan pada urnur empat
Kriteria s e l e k -
minggu (BB4M).
Untuk
s e l e k s i p o s i t i f diambil yang t e r b a i k , a e l e k s i n e g a t i f
diambil yang t e r 3 e l e k dan tanpa s e l e k s i d i a m b i l seca-
r a acak.
Setiap
populasi
besarnya
e k o r j a n t a n dan 200 ekor b e t i n a .
nya dapat d i l i h a t pada Gambar 5.
sama y a i t u
Untuk l e b i h
200
3elas-
I
C
w
Y
SP
SPJTSB
SNJTSB
SN
J=200
H O O
J=200
B=200
J=200
B=200
J=200
B=200
e
TERBAB:
JdanB
J=30
B =60
TERBAIK
9
J
J=30
B=60
1
4
I
I
I
I
I
I
I
"
&
I
I
I
I
ANAK
ANAK
I
O1
01
I
I
J=200 1 1 J=200
B=200 I I B=200
I
I
I
l
1
1
Id
-urut
L-J
L-a
1
TERTELEK
J
J=30
B=60
w
ANAK
01
J=200
B=200
I
BB4M
fL - - J I
Acak
.
.
w
w
rlr
Y
TS
J=200
B=200
5
Uxut B U M
w
-
-
Y
TERJELEK
ACAK
r>
9 JdanB
I
I
II
II
II
II
II
II
I I
II
II
11
II
II
II
I D
8
I
J=30
B=60
."
ANAK
G1
J=200
B200
--?
I
I
II
J=30
B=60
I
I
I
I
I
I
I
I
1
I
I
.
w
ANAK
01
-
J=200
B=200
Acak
L,,4
0 1 = Oenerasi satu; J = Jan@
B = Betina
BB4M = Bobot badan pada umur empat m h g p
- - - - - Pengulanpn kegiatan sampai 20 generasi
Gambar 5. Simulasi Seleksi Positif dan N e w pada Puyuh
selama 20 Generasi
38
Respons gabungan
seleksi positif dan negatif.
Se-
leksi yang dicobakan adalah gabungan seleksi positif
jantan dan negatif betina (SPJNB),
seleksi negatif
jantan dan positif betina (SNJPB), seleksi positif
(SP) dan tanpa seleksi (TS).
Intensitas seleksi
untuk jantan dan 30% untuk betina.
Kriteria aelekai
bobot badan pada wnur empat minggu (BB4M).
leksi positif diambil yang
15%
Untuk se-
terbaik, seleksi negatif
diambil yang terjelek dan tanpa seleksi diambil acak.
Setiap populasi jwnlahnya sama yaitu 200 ekor
dan 200 ekor betina.
jantan
Untuk lebih jelasnya dapat
di-
lihat pada Gambar 6.
3. Respons seleksi inti (nukleus).
Seleksi yang dicoba-
kan adalah seleksi populasi inti (SI), populasi plaama
tanpa seleksi tetapi jantan berasal
(TSJAI),
dan
tanpa seleksi
(TS).
dari
inti
Populasi inti
berasal dari populasi (POP) plasma yaitu 5% (50 ekor)
jantan (J) dan 10% (100 ekor) betina (B) terbaik
da-
ri populasi 1 000 ekor jantan dan 1 000 ekor betina.
Intensitas seleksi selanjutnya 8.33% (50 ekor) jantan
dan
16.67% (100 ekor) betina dari populasi 600 ekor
jantan dan 600 ekor betina.
Kriteria seleksi bobot
badan pada wnur empat minggu (BB4M). Hasil
seleksi
pada populasi inti digunakan untuk meningkatkan mutu
genetik populasi yang tersisa atau populasi
plasma
1
SP
SPJNB
SNJPB
J=200
B-200
J=2#
J=200
UmtBB4M
4
*
rL
TERBAIK
J dan B
J=30
B-60
J=200
-
TERBAIK J
TERJELEK B
r>
TS
w
w
TERTELEK J
=lJ=3 0
ANAK
G1
I I
I I
I
II
ld
I
L---JL---A
B=60
ANAK
ANAK
G1
G1
J=200
B=200
B-200
I
I
UndBB4M
4-,
L---!
G1
I
I
I
I Acak
!--A
J = Jantaq B = Betina; 0 1 = C3en-i
sahr
BB4M = Bobot badan pada umur empat m&y
- - - - Pengulaogan kegiatan sampai 20 generaai
Gambar 6. Simulasi Gabungan Seleksi Positif dan Negatd
pada Puyuh selama 20 Generasi
I
dengan
memasukkan pejantan hasil seleksi
setiap generasi.
Pejantan yang digunakan:
bil yang terbaik setelah untuk inti;
setelah diambil untuk inti.
jantan
pada
dim-
a)
b) diambil acak
Populasi plasma 300 ekor
dan 900 ekor betina, populasi
(TS) 50 jantan dan 100 betina.
dibandingkan
inti
tanpa
seleksi
Respons selekai
dengan tanpa seleksi.
akan
38-
Untuk lebih
lasnya dapat dilihat pada Gambar 7.
4.
Respons
seleksi dengan istirahat beberapa
generasi.
isti-
Seleksi dengan istirahat yang dicobakan adalah
rahat
seleksi 0 (ISO), 1 (ISl), 3 (IS3), 5 (IS51, 7
(IS71 dan 9 (IS9) generasi.
kukan setelah
5 dan 10
Istirahat seleksi
generasi
seleksi.
seleksi bobot badan pada umur empat
dila-
Kriteria
(BB4M).
minggu
Intensitas seleksi 15% untuk jantan dan 30% untuk betina.
Selama istirahat pemilihan bibit
dan 30% betina acak.
dan
200
ekor betina.
15%
jantan
Besar populasi 200 ekor
jantan
Hasil yang diperoleh
setelah
istirahat (STH IS) dibandingkan dengan hasil
aebelum
istirahat (SEB IS).
Untuk lebih jelaanya dapat dili-
hat pada Gambar 8.
Respons
seleksi
dengan sistem
perkawinan
berbeda.
Seleksi dengan sistem perkawinan yang dicobakan
lah
asortatif positif yaitu jantan yang baik
adadengan
betina yang baik (SAP), asortatif negatif 3antan
ya-
P BESAR
J=lOOO
B=1000
I
Seleksi
I
Sisa
SI = Populasi inti; TSJAI = Populasi plasmaj a u h esal inti
a 1 = (3en-i
satu
,
,
,
, Peogulmgan kegiatan sampai 20 generasi
-bar
7. Simulasi Seleksi Inti pada lyuh selama
20 Generasi
I
IS0
IS 1
IS3
MOO
5200
J=200
5200
J=20
B=200
IS5
J=200
B400
IS7
IS9
J=200
B=200
%200
B=200
SEB IS
ANAK
G2
SEB IS
ANAK
ANAK
G2
G2
ANAK
Ci2
G2
Gl dm G2 = Oenerasi satu dan dua
SEB IS = Sebelum ietirahe STH IS = Setelah istirabat
Gambar 8. Sirnuhi Seleksi dgn I s h h a t Beberapa Generasi
43
itu jantan yang jelek dengan betina yang baik (SANJ),
asortatif baik negatif betina yaitu jantan yang
baik
dengan
acak
betina yang jelek (SANB) dan perkawinan
yaitu tanpa pilih kasih (SA).
Kriteria aeleksi bobot
badan pada umur empat minggu (BB4M).
Untuk lebih je-
lasnya dapat dilihat pada Gambar 9.
Besar
populasi dan pengaruh lingkungan
generasi ke generasi.
besar
tetap
dari
Peluang kejadian pada jantan
sama
dengan pada betina.
sampai
empat minggu 15%.
Daya tetas 70%
Peubah
kematian
Penggantian jantan dan
secara keseluruhan pada setiap generasi.
bar normal.
dan
betina
Populasi menye-
Seleksi dilakukan selama 20 generasi.
yang
diamati meliputi antara
lain:
bobot
badan pada umur 2, 4 dan 6 minggu, jumlah dan bobot telur
serta heritabilitas bobot badan pada umur empat minggu.
Bobot badan pada umur 2, 4, dan 6 minggu adalah
bot badan yang diukur pada setiap individu untuk
masing
umur tersebut.
bo-
masing-
Jumlah telur adalah jumlah
telur
setiap individu yang dihasilkan sampai puyuh berumur
120
hari.
Bobot telur adalah rataan bobot telur setiap
in-
dividu yang diperoleh aampai puyuh berumur 120 hari.
He-
ritabilitas
perbandingan
bobot
badan pada umur empat
minggu
ragam genotipe dengan fenotipe bobot
pada umur empat minggu.
adalah
badan
I
4
4
4
-
SAP
SANJ
SANB
SA
J=200
B=200
J=200
B=200
J=200
B=200
J=200
B=200
A
I
v
J=30
+
Unrt B U M
4
-
1
w
w
J=30
B=60
* Terbaik
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
,----I
-
w
V
ANAK
ANA.
.
*
!.,,A
G1
G1
J=200
B=200
J=200
+
I
I
Urut BB4M
J=30
B=60
*
Terbaik <
SflNI3
SANJ
I
v
4
J=30
B=60
M O O
I
1
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
L---
I
I
I
1
I
I
I
I
,
,
Terbaik
ACAK
v
ANAK
I
I
I
I
3
G1
J=200
B=200
----
I
Gambar 9. Simulasi Seleksi dgn Sistem Perkawinan
Berbeda pada Puyuh selama 20 Generasi
I
I
I
I
45
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui perubahan sifat
yang
diseleksi
dan
aifat
yang
terkorelasi.
Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan antar populasi
seleksi sesuai petunjuk Steel dan Torrie (1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Program Simulasi Seleksi
Hasil
dengan
dibandingkan
peneliti
hasil penelitian seleksi yang dilakukan
lain.
Hasil penelitian yang digunakan sebagai pembanding
adalah:
ni,
simulasi seleksi yang diperoleh
seleksi positif selama tiga generasi
1989),
seleksi positif
(Kuswahyu-
selama 15 generasi
19711, seleksi positif Generasi
(Marks,
27-70 (Marks, 19891, se-
lekai
positif dan negatif selama tujuh generasi
dkk.,
1982) dan seleksi positif dan
(Nestor
negatif
Generasi
Pengujian hasil simulasi seleksi dilakukan
terhadap
12-30 Marks (1991, 1995).
rataan bobot badan pada umur empat minggu.
si seleksi yang prosedurnya
Untuk simula-
sama dengan penelitian
Kus-
wahyuni (1989), selain bobot badan pada umur empat minggu
juga
dibandingkan hasil seleksi terkorelasi yaitu
badan
pada
umur dua dan enam minggu, jumlah
rataan bobot sampai umur 120 hari.
si
jangka
panjang
(19891, karena
pembanding
bobot
telur
dan
Untuk simulasi selek-
dengan prosedur sama
dengan
data angka tidak tersedia maka
Marks
sebagai
digunakan koefisien regresi bobot badan
pada
umur empat minggu.
Hasil simulasi seleksi positif (SP) dan tanpa seleksi
(TS) dengan data pembanding hasil penelitian
Kuswah-
# I 1
I
1
0
I
I
2
3
Generasi
SP (Simulasi)
+SP (Kuswahyuni)
+
Gambar 10.
TS (simulasi)
TS (Kuswahyuni)
+
+
Rataan Bobot Badan Puyuh pada Umur
Empat Minggu Hasil Simulasi Seleksi
dan Penelitian Kuswahyuni (1989)
aelama Tiga Generasi
yuni (1989) selama tiga generasi dapat dilihat pada
bar 10-14.
Gam-
Dari Gambar 10 dapat dilihat bobot badan pada
umur empat minggu hasil simulasi pada seleksi positif lebih rendah dan pada tanpa seleksi lebih tinggi dibanding-
kan hasil penelitian Kuswahyuni (1989).
Rataan bobot badan pada umur empat minggu
hasil si-
mulasi dan penelitian Kuswahyuni (1989) untuk seleksi positif berturut-turut 93.68k10.16 g dan 96.05k9.53 g,
untuk
tanpa
87.12+9.02
g.
seleksi berturut-turut
87.29k10.49
Perbedaan bobot badan
pada
umur
g
dan
empat
30
0
0
1
2
3
Generasi
,
,
SP (simulasi)
TS (simulaoi)
SP (Kuswahyuni, 1989) ,
TS (Kuswa hyuni, 1989)
Gambar 11. Rataan Bobot Badan Puyuh pada Umur
h a Minggu Hasil Simulasi Seleksi
dan Penelitian Kuswahyuni (1989)
( Coturnix
coturnix Japonica) adalah salah
sa-
tu jenis aneka ternak unggas yang sudah mulai populer
kalangan masyarakat guna memenuhi kebutuhan pangan,
telur maupun dagingnya.
baik
Di aamping itu puyuh aering
gunakan sebagai hewan percobaan terutama di bidang
liaan unggas untuk pembuatan program seleksi. Di
sia
belum tersedia bibit puyuh unggul
seperti pada ayam.
secara
Para peternak puyuh belum
di
di-
pemuIndone-
komereial
melaksana-
kan pembagian tugas/spesialisasi ke dalam perusahaan pembibitan
dan produksi, sehingga peternak puyuh
telur, juga bertindak
penghasil
sebagai penghasil bibit.
Keadaan
ini kurang menguntungkan dari segi mutu bibit puyuh,
mungkin
dapat menyebabkan tidak mantapnya
dan
produktivitaa
karena perubahan mutu genetik.
Produktivitas puyuh dapat ditingkatkan melalui program
pemuliaan
yang tepat dan terarah.
Program
salah
satu cara untuk meningkatkan mutu
genetik
Marks
(1996) menyatakan bahwa seleksi memegang
seleksi
puyuh.
peranan
yang sangat penting dalam genetika kuantitatif.
Seleksi positif bobot badan puyuh pada umur tertentu
telah berhasil meningkatkan bobot badan pada
but dan bobot badan
innya,
nya.
sedangkan
umur terse-
pada umur lain serta sifat-sifat la-
pada seleksi negatif ter3adi
sebalik-
Demikian juga seleksi positif pada ayam telah
ber-
2
hasil
meningkatkan bobot badan dan pada seleksi
terjadi
ayam
sebaliknya.
Mesir telah berhasil
negatif
memanfaatkan
lokal menjadi ayam produktif untuk penghasil
d m penghasil daging melalui seleksi.
telur
Demikian 3uga pada
ayam pedaging telah berhasil diturunkan bobot lemak abdomen dan konversi pakannya.
Percobaan
seleksi jangka panjang membutuhkan
waktu
yang lama walaupun menggunakan puyuh sebagai ternak
per-
cobaan.
Demikian
seperti
seleksi positifhegatif, istirahat seleksi,
juga
percobaan berbagai cara
seleksi
dan
sistem perkawinan yang berbeda dalam seleksi membutuhkan
waktu yang lama d m biaya yang banyak.
tis
dengan
menghindar
menggunakan model
dari
~endekatanteori-
simulasi
masalah waktu dan biaya
seleksi,
yang
dapat
biasanya
menjadi penghambat .
Simulasi adalah berbagai teknik yang berhubungan
de-
ngan peniruan peran dunia nyata dan dapat digunakan untuk
membuat kesimpulan kemungkinan tingkah laku sistem
dunia
nyata
dapat
tersebut.
Keuntungan simulasi antara
meneliti sistem tanpa mengganggu sistem yang
lain
sebenarnya,
lebih mudah mengontrol kondisi model simulasi dan memperpendek
waktu pelaksanaan.
Peran model simulasi
dl
bi-
tahun 1963.
Mo-
yang dikembangkan di bidang peternakan ada lima
ke-
dang pertanian telah diketahui semenjak
del
lompok
utama
yaitu model rumen,
model
kosumsi
pakm,
3
model merumput pada domba, model produksi sapi potong dan
model pertumbuhan pastura.
Simulasi telah dimanfaatkan untuk menduga
kemajuan
seleksi dan perkembangan sapi daging selama 17 tahun di
ladang
ternak, Sulawesi Selatan; kemajuan seleksi dan
perkembangan sapi Bali selama 20 tahun di Peternakan Rakyat, Propinsi Bali.
metode
Demikian juga menduga
seleksi selama 10 generasi untuk
efektivitas
perbaikan mutu
genetik ayam kampung di Indonesia. Simulasi dapat dimanfaatkan sebagai dasar
penyusunan kebijakan pemuliaan
jangka pendek maupun jangka panjang.
Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan perangkat
lunak yang sudah tersedia seperti Lotus 1-2-3 untuk
menyusun program simulasi seleksi tanpa memerlukan penguasaan bahasa penyusunan program.
Program ini
diperguna-
kan untuk menduga respons seleksi dan respons terkorelasi
berbagai pelaksanaan seleksi dan sistem perkawinan
seleksi jangka pendek dan panjang pada puyuh.
dalam
Diharap-
kan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan
dalam
usaha peningkatan mutu genetik ternak, khususnya seleksi
unggas.
Program simulasi seleksi dan sistem
perkawinan
ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai perangkat lunak
dalam mengajar dan kursus ilmu pemuliaan ternak.
TINJAUAN PUSTAKA
Fenotipe dan Genotipe
Keragaman
fenotipe dari sifat-sifat dalam
populasi
disebabkan keturunan atau faktor genetik, lingkungan
interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
dan
Genotipe
individu telah ditentukan atau ditetapkan semenjak pembuahan dan akan tetap selama hidupnya, kecuali bila ter3adi
mutasi.
Genotipe ini ditentukan oleh gen-gen yang
rima dari kedua orang tuanya.
diteadalah
Faktor lingkungan
selain dari faktor genetik seperti zat makanan, suhu, penyakit, kecelakaan yang dapat diderita individu
pembuahan
sampai
mati.
Interaksi faktor
semenjak
genetik
dan
lingkungan berarti ternak dengan genotipe tertentu
lebih
cocok
lain.
Dengan
pada lingkungan yang satu dibandingkan yang
kata lain satu lingkungan memungkinkan
ekspresi
genetik bangsa atau strain yang satu sedangkan yang lainnya tidak memungkinkan (Lasley, 1978).
Heritabilitas
Bagian keragaman total dari auatu sifat yang
batkan
oleh pengaruh genetik disebut heritabilitaa.
ritabilitas
secara
diakiHe-
dapat diperhit~n~kan
dalam dua konteks yaitu
luas, pengaruh keturunan termasuk aemua
pengaruh
gen yaitu aditif, dominan dan epistasis. In1 dilambangkan
5
dengan
H dan secara sempit hanya taksiran bagian
aditif
keturunan dan dilambangkan dengan h2.
Untuk
dari ragam
banyak
tujuan,
h2 merupakan dugaan yang
berguna karena menunjukkan laju perubahan
paling
banyak
yang dapat di-
capai dengan seleksi untuk sifat tersebut dalam populasi.
Pengaruh simpangan dominan dan epistasis pada umumnya tidak tanggap terhadap seleksi (Warwick dkk., 1983).
Secara statistik heritabilitas dalam arti sempit sebagai berikut (Warwick dkk., 1983):
= ragam genetik aditif; Vd = ragam genetik dominan; Vi = ragam genetik epistasis; Ve = ragam lingkungan (non genetik).
Vg
Dalam
teori , heritabilitas (h2) dapat
tara 0 sampai 1.
berkiaar
Tetapi angka ekstrim ini jarang
an-
diper-
oleh untuk sifat kuantitatif ternak (Warwick dkk., 1983).
Heritabilitas
dibedakan atas tiga kategori:
dang, dan tinggi.
Heritabilitas
0.0-0.20, sedang antara 0.20-0.40
kecil
kecil,
se-
(rendah) antara
dan tinggi di atas 0.40
(Cole, 1966).
Heritabilitas
dapat menduga peningkatan yang
mung-
kin diperoleh bila dilakukan selekai sifat tertentu.
ka
heritabilitas sifat tinggi,
fenotipe
berarti korelasi
dan genotipe individu juga
berdasarkan individu efektif.
tinggi dan
Heritabilitas yang
Ji-
antara
seleksi
tinggi
6
juga menandakan aksi gen aditif penting untuk sifat
ter-
sebut
akan
dan
perkawinan yang baik dengan
menghasilkan
turunan
yang lebih
yang
baik.
Heritabilitas
rendah menunjukkan korelasi fenotipe
yang
baik
dan
genotipe
aditif
rendah juga menunjukkan keragaman karena aksi gen
mungkin
kecil
dan mungkin aksi gen
minan,
dominan
dan
epistasis
seperti
lebih
lewat
penting
do-
(Lasley,
1978 1.
Hasil
yang
penelitian
heritabilitas bobot
menggunakan dua macam pakan
dengan
badan
puyuh
kandungan
28%
protein disebut pakan komplit (CD) dan kandungan 20% protein dan 0.2% t h i o w a c i l disebut pakan tidak kdmplit (SD)
sebagai
berikut:
pada CD
untuk bobot badan
pada
wnur
dua dan empat minggu untuk jantan 0.48 dan ,0.33, pada betina 0.55 dan 0.58, pada SD untuk jantan
dan
0.55 dan
pada betina 0.51 dan 0.38 (Marks dan Lepore,
0.24,
1968).
Heritabilitas bobot badan pada umur empat minggu pada seleksi positif aelama 15 generasi pada CD 0.34 dan SD 0.29
Marks (1971).
Heritabilitas bobot badan pada umur
empat
minggu seleksi poaitif pada CD untuk Generasi 28-40,
50,
50-60,
60-70 dan 28-70 berturut-turut
.
400.19,
0.16, 0.02 dan 0.05, pada SD untuk Generaai 28-40, 40-50,
50-60,
60-70 dan 28-70 berturut-turut 0.02, 0.05,
0.15, dan 0.05 (Marks, 1989).
Heritabilitas bobot
pada
membedakan
umur
tiga minggu tanpa
jenis
0.00,
badan
kelamin
0.61,
0.20
bobot badan pada umur empat
dan
minggu
betina 0.43, dan bobot badan
untuk
pada
3antan
umur
enam
minggu untuk jantan 0.45 dan betina 0.62 (Hakim, 1983).
Heritabilitas bobot
yang
diperoleh
badan pada
umur
pada seleksi positif
empat
minggu
(SP) dan
seleksi
negatif (SN) pada puyuh dengan lama seleksi yang
berbeda
dilaporkan
oleh
Nestor dkk.
beberapa peneliti:
dengan seleksi selama tujuh generasi memperoleh
0.37 dan SN 0.44;
(1982)
untuk SP
Marks (1991) menyeleksi pada dua ling-
kungan makanan,
komplit (CD) dan tidak komplit (SD) dari
Generasi
pada lingkungan CD dan SD untuk SP
12-20
dan 0.22, untuk SN
leh
0.21 dan 0.44;
pada CD dan SD
dari Generasi
0.23
Marks (1995) mempero20-30 untuk
SP
0.31
dan 0.30, untuk SN 0.08 dan 0.34.
Korelasi Genetik
Antara
dua atau lebih sifat-sifat pada
ternak
ada
yang bebas atau tidak berkorelasi dan ada yang tidak
be-
bas atau berkorelasi.
Korelasi ini ada yang bersifat po-
sitif dan ada yang bersifat negatif dan ada yang disebabkan
pengaruh
genetik.
lingkungan, ada yang
disebabkan
pengaruh
Dalam populasi yang kawin acak dan dalam keada-
an seimbang, korelasi genetik ter3adi bila gen sama
pengaruhi ekspresi dua sifat atau lebih.
sebagai pleiotropi.
mem-
Hal ini dikenal
Pengetahuan tentang besar dan
tanda
8
korelasi genetik dapat digunakan untuk memperkirakan
pe-
rubahan
8i-
yang terjadi pada generasi berikutnya untuk
fat yang tidak diseleksi tetapi berkorelasi dengan
sifat
yang diseleksi (Warwick dkk., 1983).
Korelasi genetik bobot badan pada umur empat
dengan:
roleh
bobot tetas tanpa membedakan jenis kelamin dlpe0.40, dengan bobot badan pada umur tiga
minggu
untuk
jantan diperoleh berturut-turut
dan
0.78 (Sefton dan Siegel, 1978).
diperoleh -0.98, dan
hari
antara
100
hari
korelasi genetik jumlah telur
pai 100 hari dengan rataan bobot telur
sampai
diperoleh -0.84 (Kuswahyuni, 1983).
dan
0.86 dan
Korelasi genetik
100 hari dengan jumlah telur sampai umur
enam
0.91
0.84, dan untuk betina diperoleh berturut-turut
umur
minggu
sam-
umur
100
Korelasi gene-
tik bobot badan pada umur empat minggu:
dengan bobot te-
tas, bobot badan pada umur dua dan enam
minggu pada 3an-
tan diperoleh berturut-turut 0.54, 0.96 dan 0.66;
bobot tetas, bobot badan pada umur dua dan
enam
dengan
minggu,
bobot dewasa kelamin, jumlah telur, dan bobot telur untuk
betina diperoleh berturut-turut 0.52, 0.85,
0.90,
0.26,
0.61, dan 0.76 (Kuswahyuni, 1989).
Warwick dkk. (1983) menyatakan heritabilitas dan korelaai
genetik
akan menentukan perubahan
genetik
yang
terjadi
bila dilakukan seleksi.
nentukan
genetik
Heritabilitas akan
perubahan pada sifat yang
diseleksi,
akan mempengaruhi perubahan genetik
yang tidak diseleksi.
me-
korelasi
sifat
lain
Makin tinggi korelasi genetik, ma-
kin besar perubahan yang terjadi pada sifat yang berkorelasi.
Hubungan tersebut sebagai berikut:
R = respona seleksi atau perubahan genetik yang diharapkan;
P - Pp = diferensial seleksi; i = in-tensitas seleasi dalam satuan simpangan baku; 6
simpangan baku sifat yang diseleksi;
terkorelasi Sifat 2 akibat seleksi
akar heritabilitas Sifat
= korelasi genetik antara Sifat 1
dan Gg2 masing-masing simpangan
genotipe Sifat 2.
Warwick dkk. (1983) menyatakan perubahan genetik per
tahun adalah perubahan genetik per generasi dibagi dengan
selang generasi.
perubahan
nya.
Jika selang generasi panjang tentu saja
genetik akan kecil dan demikian juga
sebalik-
Perubahan genetik per tahun adalah
R/th = respons seleksi/tahun; h2 = heritabilitas
sifat yang diseleksi; i = intensitas selekai dalam
eatuan simpangan baku; G p = simpangan baku sifat
L = selang generasi.
yang diseleksi;
Seleksi untuk menurunkan bobot lemak abdomen
kriteria
seleksi bobot lemak abdomen
relatif
dengan
(seleksi
10
saudara) dan konversi pakan (seleksi individu) telah berhasil menurunkan bobot lemak abdomen', di samping itu juga
memperbaiki konversi pakan dan meningkatkan hasil
tongan, tetapi menurunkan bobot badan pada
pemo-
ayam
potong
Seleksi bobot badan pada umur empat minggu
sampai
(Leenstra dkk., 1986).
Generaai ketiga dapat meningkatkan bobot badan pada umur
empat
minggu untuk puyuh jantan 19.63% dan untuk
31.91% (Marks dan Lepore, 1968).
kan dua jenis pakan yang berbeda
betina
Marks (1971) menggunakandungan proteinnya:
makanan komplit (CD) yaitu 28% protein dan makanan
komplit
(SD) yaitu 20% protein dan
0.2% thiouracil de-
ngan kriteria seleksi bobot badan pada m u r empat
sampai 15 generasi.
tidak
Marks (1971) memperoleh
minggu
peningkatan
bobot badan pada umur empat minggu pada CD 63.82% dan pada SD 79.67%. Kuswahyuni (1989) juga menggunakan
krite-
ria seleksi bobot badan pada wnur empat minggu pada Generasi ketiga di samping meningkatkan bobot badan pada umur
empat minggu pada puyuh jantan 14.39 g (16.64%) dan betina
16.36 g (18.81%) juga meningkatkan bobot
badan
pada
umur dua minggu untuk jantan 10.37 g (28.29%) dan betina
9.37 g (24.14%), meningkatkan bobot badan pada umur enam
minggu
untuk jantan 9.64 g (8.63%) dan betina
16.35
(13.41%), meningkatkan jumlah telur rataan bobot
g
telur
11
sampai umur 120 hari berturut-turut 6.57 butir
dan
(10.86%)
1.12 g (11.23%).
Marks (1993a) melaporkan bobot badan pada umur empat
minggu pada Generasi 27 pada puyuh untuk seleksi positif
239 g, tanpa seleksi 89 g dan respons seleksi
150 g
(168.54%). Marks (1993b) melaporkan bobot badan pada umur
empat minggu Generasi 39 pada seleksi positif 204 g, pada
tanpa seleksi 76 g dan respons seleksi 128 g
(168.42%);
pada Generasi 79 pada seleksi positif 261 g, pada
tanpa
seleksi 87 g dan respons seleksi 174 g
Marks
(200%).
(1996) melaporkan bobot badan pada umur empat minggu pada
puyuh Generasi 97 untuk seleksi positif sekitar 300 g.
Nestor dkk. (1982) melaporkan hasil seleksi positif
(SP) dan seleksi negatif (SN) dengan kriteria seleksi bobot badan pada umur empat minggu pada puyuh selama tujuh
generasi.
Pada
SP terjadi peningkatan
dan pada SN ter-
jadi penurunan bobot badan pada umur empat minggu
yang
sangat nyata dengan koefisien regresi untuk SP 3.1
dan
SN -4.2 dan pada populasi tanpa seleksi regresi bobot badan dengan generasi tidak nyata. Nestor dkk. (1996) melaporkan respons seleksi SP dan SN selama 30 generasi
tidak
sama.
Koefisien regresi SP
pada
Generasi
1-10,
11-20, 21-30 dan 1-30 berturut-turut 3.59, 3.32 dan 3.46
dan
3.40, untuk
SN pada Generasi 1-10 11-20, 21-30,
1-30 berturut-turut -3.82, -2.04, 0.26 dan -1.49
12
Garwood
(1989) melaporkan h a s i l p e n e l i t i a n
positif
dan n e g a t i f pada puyuh selama t i g a g e n e r a s i dengan k r i t e ria
s e l e k s i kepadatan badan sebagai
yang s a n g a t nyata a n t a r a s e l e k s i
perbedaan
negatif
berikut:
untuk kepadatan badan, bobot badan
shank t e t a p i t i d a k nyata untuk volume badan;
dan
penurunan
t i d a k sama untuk bobot dan
terdapat
positif
dan
dan
panjang
peningkatan
volume
badan
t e t a p i sama untuk kepadatan badan dan panjang shank.
Marks
(1991) melaporkan h a s i l p e n e l i t i a n SP dan
SN
dengan makanan komplit (CD) dan t i d a k komplit (SD) sampai
20 g e n e r a s i dengan k r i t e r i a s e l e k s i bobot badan pada umur
empat minggu s e b a g a i b e r i k u t :
an bobot badan pada umur empat
tif
t e r j a d i sebaliknya.
pada SP t e r j a d i peningkatminggu dan pada SN
nega-
Regresi r a t a a n bobot badan
ngan g e n e r a s i pada SP dan SN sangat nyata.
Besar
de-
koefi-
s i e n r e g r e s i pada CD dan SD untuk SP 1.58 dan 1.88
untuk
Perubahan bobot badan pada umur
dua
minggu, bobot badan dewasa dan bobot t e l u r mengikuti
pe-
SN -1.37 dan -1.50.
rubahan
bobot badan pada umur empat minggu,
jum-
untuk
l a h t e l u r pada SP dan SN penurunan yang t i d a k nyata.
Be-
s a r k o e f i s i e n r e g r e s i pada CD dan SD b e r t u r u t - t u r u t :
bo-
b o t badan pada umur dua minggu pada SP 0.69,
-0.57,
tan
pada
-0.41;
SN
untuk bobot badan pada umur 16 minggu jan-
pada SP 1.22, 3.35 dan SN -0.94,
SP
1.01 dan
1.04, 1.51 dan SN -1.33,
-0.97 s e r t a
-1.05;
untuk
betina
bobot
13
telur
SP
-0.06, 0.06 dan SN -0.05, 0.06;
untuk
telur pada SP -2.51, -0.05 dan SN -1.91, -0.35.
jumlah
Pada po-
pulasi tanpa seleksi perubahan bobot badan sangat
Regresi
kecil.
bobot badan dengan generasi tidak nyata, kecuali
pada SN-SD nyata.
Besar koefisien regresi pada SP -0.13,
-0.25 dan SN -0.39, -0.93.
Liu dkk. (1994) melaporkan hasil penelitian
positif
pada
seleksi
dan negatif dengan kriteria seleksi bobot
umur delapan minggu
sebagai berikut:
pada ayam selama
respons seleksi
36
badan
generasi
Generasi 1-36 sama an-
tara seleksi positif dan negatif;
respons seleksi
lebih
besar pada 18 generasi permulaan dibandingkan 18 generasi
berikutnya untuk kedua populasi
si
seleksi;
respons selek-
pada Generasi akhir lebih tidak teratur
Generasi
awal;
lebih mirip
bobot
bobot badan setelah
istirahat
badan sebelum istirahat
bobot badan generasi selanjutnya;
dibandingkan
seleksi
dibandingkan
istirahat aelekai pada
berbagai generasi seleksi berguna untuk melihat efektivitas seleksi dan perubahan lingkungan 3angka pendek.
Respons seleksi atau kemajuan aeleksi akan berkurang
dengan
akan
meningkatnya generasi dan pada suatu
ada lagi kemajuan dan saat ini disebut
batas seleksi atau plateau.
aaat
tidak
tercapainya
Hal ini disebabkan oleh
berapa faktor sebagai berikut:
be-
1) fiksasi semua gen yang
diinginkan atau gen plus dalam bentuk homozigot;
dengan
14
kata lain habisnya keragaman genetik yang disebabkan oleh
2) peran gen bukan aditif
pengaruh gen aditif;
sehingga
seleksi tidak berdaya membuat perubahan frekuensi gen lebih lanjut;
ini dapat menyangkut keunggulan
(dominasi lebih) atau peran epistasis;
heterozigot
3) korelasi gene-
tik negatif antara sifat yang dipilih dengan
fitness
sifat-sifat
laju reproduksi, kemampuan hidup atau
keduanya.
keadaan ekstrim ha1 ini dapat meniadakan
Dalam
pengaruh
seleksi apabila tipe-tipe yang lebih ekstrim yang dipilih
tidak
dapat
memberi keturunan yang
mampu
bereproduksi
(Warwick dkk., 1983).
Penelitian
seleksi untuk meningkatkan panjang shank
ayam dewasa telah dilakukan di Univ. California selama 19
tahun.
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan
shank yang cepat dalam tujuh
lah
panjang
generasi pertama dan
itu sampai Generasi 18 peningkatan tidak
sete-
konsisten,
ada peningkatan sampai Generasi 16 dan setelah itu ter3adi
penurunan
1968).
yang sangat tajam
(Johansson dan
Rendel
Seleksi yang dilakukan pada puyuh pada dua
kungan pakan:
ling-
komplit (CD) dan tidak komplit (SD) sela-
ma 70 generasi, menunjukkan adanya peningkatan bobot
dan
1.37
yang sangat nyata dengan koefisien regresi
dan SD 0.89.
Haail penelitian
ini
pada
ba-
CD
memperlihatkan
peningkatan bobot badan akan menurun dengan
meningkatnya
generasi, pada CD untuk Generasi 27-40 peningkatan sangat
15
nyata dengan koefisien regresi 1.84, pada Generasi 40-50,
50-60
dan 60-70 peningkatan bobot badan tidak nyata
ngan
koefisien
pada SD
-0.91,
regresi berturut-turut
untuk Generasi
2.77,
1.87
dan
27-40, 40-50, 50-60
dan
60-70 peningkatan bobot badan tidak nyata dengan
sien
regreai
Marks
( 1989 1.
Tidak
efektif lagi.
pangan
atau
bekerja
akan
percobaan dengan ternak
yang
koefi-
dan
1.93
diketahui
sampai banyak generasi sehingga seleksi
berlangsung
dak
berturut-turut 0.56, 1.09, 1.47
ada
de-
Kepentingan batas
ternak lain belum jelas.
ti-
selekai penghasil
Kebanyakan
orang
dalam perbaikan ternak dalam seumur hidup
hanya
dapat bekerja paling banyak 5-7 generasi pada
sapi
atau kerbau, 8-10 generaai pada domba atau kambing, 15-20
generasi
pada
babi dan 20-30 generasi pada ayam.
Keba-
nyakan orang akan bekerja dengan jumlah generasi jauh lebih
sedikit.
Oleh sebab itu setiap pemulia tidak
mung-
kin mencapai batas seleksi (Warwick dkk., 1983).
Sistem Perkawinan
Pada
populaai beaar yang kawin acak
frekuensi
gen
akan tetap dari generasi ke generasi kecuali jika terjadi
selekai, migrasi dan mutasi (Falconer, 1981).
kan
Perkawinan ternak yang audah terpilih dapat
dilaku-
secara acak (tanpa pilih kasih),
positif
asortatif
16
(yang baik dengan yang baik) dan asortatif negatif
baik dengan yang jelek).
ngaruhi
frekuensi
(yang
Sistem perkawinan tidak
gen, tetapi
genotipe dalam populasi.
mempengaruhi
mempe-
distribusi
Asortatif positif akan
mening-
katkan homozigot, asortatif negatif akan meningkatkan heterozigot (Pirchner, 1983).
Simulasi
Seleksi dengan meniru seperti yang dilakulran di
pangan dapat digunakan model simulasi seleksi.
la-
Ahli sta-
tistik dan peneliti mendefinisikan, simulasi adalah
bagai
teknik yang bermanfaat untuk peniruan peran
nyata (Morgan, 1984).
mulasi
dunia
Ahli manajemen mendefinisikan, si-
adalah model matematik yang
laku sistem setiap saat.
mengetahui
ber-
menjelaakan
tingkah
Model simulasi digunakan
tingkah laku sistem dunia
untuk
nyata (Watson dan
Blackstone, 1981).
Simulasi adalah salah satu yang paling sering
kan
dalam teknik ilmu manajemen dan setiap indikasi
nunjukkan peningkatan popularitasnya.
an simulasi sebagai berikut:
kah
diguna-
laku
jelaskan oleh model lain;
sistem
Beberapa keuntung-
1) dapat menjelaskan
siatem yang kompleks yang
me-
tidak
ting-
mungkin
di-
2) memungkinkan untuk meneliti
tanpa mengganggu susunan dunia nyata; dengan
neliti kemungkinan perubahan dalam sistem
dunia
me-
nyata,
kita dapat mempelajari cara memperbaiki aistem tanpa mencobakan proposal yang baik dan yang jelek;
dah
3) lebih
mengontrol model simulasi dibandingkan dunia
nyata;
4) memungkinkan memperpendek waktu yang panjang
beberapa detik waktu komputer;
5)
mu-
menjadi
pada beberapa
kasus,
simulasi digunakan untuk merancang sistem awal yang tidak
mungkin
diteliti
dalam dunia nyata (Watson dan
Black-
stone, 1981 ) .
Semenjak diketahui peranan metode simulasi
bidang
peternakan
tahun
1963,
dipunyai
dilaksanakan
beberapa
konferensi, lokakarya dan banyak sekali publikasi
model.
Di antara beratus-ratus model yang sudah dikembangkan untuk
meramalkan
sistem biologis pada
bidang
peternakan
dan pastura, lima kelompok utama adalah: model rumen, model
konsumsi, model pakan, model merumput
produksi
domba,
sapi potong dan model pertumbuhan crop
model
(Spreen
dan Laughlin, 1986).
Di Proyek Pembibitan Sapi Bali telah digunakan
puter
untuk
diperoleh
membantu program seleksi.
dengan
memanfaatkan
Keuntungan
komputer
antara
komyang
lain:
1) lebih efisien terhadap waktu dan tenaga untuk mengolah
data;
2 ) lebih sedikit diperlukan file
data;
3) lebih mudah mencari data seekor sapi
perlukan (Mahabrata, 1990).
untuk
menyimpan
bila
di-
Tabel 1.
Umur
Rataan dan Sinpangan Baku Bobot Badan Rxyuh pada Berbagai Umur
Jenis
Kelamin
Hakim
( 1983)
Kuswahyuni
( 1989)
..............................
Ominesu
jan/bet
jantan
bet ina
2minesu
janmt
jantan
betha
4 minggu
Jan/bet
jantan
bet ina
6 mi-
jan/bet
3 antan
bet ina
D kelamh jantan
bet ina
D tubuh
jantan
bet ina
Wilson dkk.
( 1961)
gram
Woodard
( 1961)
'
Harks
( 1993b)
.............................
Puyuh merupakan hewan laboratorium yang menarik
ka-
rena mempunyai siklus hidup yang pendek, dapat memproduksi
3-4 generasi per tahun (Woodard dkk.,
adalah
1973).
model yang paling baik untuk mempelajari
hyuh
genetik
pertumbuhan ayam pedaging Marks (1996).
Puyuh betina
mulai bertelur umur 35 hari, rata-rata
40 hari dan bertelur penuh umur 50 hari.
Pada lingkungan
an yang baik, puyuh dapat bertelur dalam waktu yang
pan-
jang, produksi telur rata-rata 250 butir per tahun.
Bia-
ya
pemeliharaan puyuh relatif murah.
untuk
Kebutuhan
ruangan
8-10 ekor puyuh sama dengan kebutuhan ruangan
ekor ayam.
Bobot badan puyuh pada berbagai umur
kan pada Tabel 1.
Be-
disaji-
MATKRI DAN IlRTODE
Materi
Untuk
masukan dalam penyusunan program simulasi se-
leksi dan sistem perkawinan digunakan parameter
fenotipe
dan genotipe hasil penelitian seleksi tiga generasi
pada
puyuh (Kuswahyuni, 1989), 15 generasi (Marks, 1971),
tu-
juh generasi (Nestor dkk. 1982),
generasi 27-70
(Marks,
1989) dan generasi 12-30 (Marks, 1991, 1995).
Parameter fenotipe dan genotipe yang digunakan untuk
penyusunan program simulasi seleksi adalah nilai gabungan
jantan
dan
betina pada generasi awal
atau populasi tanpa seleksi.
populasi
seleksi
Untuk korelasi genetik ada-
lah nilai pada generasi pertama.
Heritabilitas ( h2) yang
digunakan adalah h2 nyata (realized h2).
Untuk Kuswahyu-
ni
generaei
yang digunakan adalah h2 (1989) pada
Nestor dkk.
awal,
(1982) adalah hasil seleksi selama tujuh ge-
nerasi, dan Marks (1971, 1989, 1991 dan 1995) adalah
ha-
sil seleksi selama 15 generasi pertama.
Rataan
dan
simpangan baku bobot badan 2, 4
minggu, serta jumlah dan
120 hari
dan
rataan bobot telur sampai
berturut-turut 38.74k6.12
g,
umur
86.72k10.28
116.80k12.74 g, 60.47+7.08 butir dan 9.97k0.64 g.
6
g,
Heri-
tabilitas (h2) bobot badan 2, 4, den 6 rninggu, serta jumlah dan rataan bobot telur sampai umur 120 hari berturut-
21
turut 0.52, 0.46, 0.30, 0.40 dan 0.30;
korelasi
genetik
bobot badan pada umur empat minggu dengan bobot badan pada umur 2 dan 6 minggu, serta jumlah telur dan rataan bobot telur sampai umur 120 hari berturut-turut 0.90, 0.90,
0.61 dan 0.76 (Kuswahyuni, 1989).
Rataan dan simpangan baku bobot badan pada umur
pat
minggu 90.50+9.81 g (Marks, 1971, 1989, 1991,
dan
84.00f 9.81
g
(Nestor dkk. , 1982
dengan
(Marks,
1971, 1989, 1991, 1995) dan 0.37
positif
dan
0.44
untuk
seleksi
negatif
untuk
em1995)
h2
0.34
seleksi
Nestor
dkk.
(1982).
Untuk penyusunan program simulasi seleksi dan sistem
perkawinan digunakan perangkat lunak Lotus 1-2-3
Release
3.4 tahun 1993 (Sudibyono, 1993).
Penelitian ini terdiri atas penentuan model
simula-
si, penyusunan program simulasi seleksi, dan simulasi pelaksanaan seleksi serta simulasi sistem perkawinan.
Model
yang
Digunakan
Model sederhana ternak:
P = A + E dan VP = VA + VE
...
(1)
= nilai fenotipe; A = pengaruh gen aditif; E =
pengaruh lingkungan; VP = ragam fenotipe;
VA =
ragam gen aditif = VE, ragam lingkungan; E diang-
P
gap berisi pengaruh gen dominan, epistasis dan
lingkungan, untuk penyederhanaan dapat diasumsikan
gen dominan dan epistasia peranannya kecil sekali.
Model ternak dalam populasi:
P i = fenotipe ternak ke-j dalam generasi
ke-i
U - rataan populasi ternak;
= pengaruh
faktor gen aditif dari ternak ke-3 %j alam generasi ke-i;
E = pengaruh lingkungan ternak ke-3 dalam generasiJke-i.
Dalam
Untuk
penduga angka random digunakan
adalah
no1
simulasi, distribusi populasi ternak
metode
angka random yang menyebar normal
dan
simpangan
baku satu, RAN =
N
normal.
Box-Muller
dengtin
rataan
(0,l) (Morgan,
1984).
Dalam
aditif
empat
uraian selanjutnya penggunaan rumus
genotipe
ditulis dengan G, G1 untuk bobot badan pada
minggu,
G2 untuk sifat yang
terkorelasi.
umur
Model
yang digunakan untuk membentuk populasi adalah
P1 = bobot badan pada umur empat minggu;
U = rataan bobot badan pada umur empat minggu;
~ B Gdan~
SBEl = aimpangan baku genotipe dan lingkungan bobot
badan pada umur empat minggu.
Ragam genotipe untuk sifat yang berkorelasi genetik:
Jika VG1 dan VG2 dan korelasi genetik Sifat 1 dan 2
diketahui maka konstanta C2 dapat diperoleh.
Nilai genotipe dan fenotipe sifat yang berkorelasi:
= aimpangan baku genotipe Sifat 1; C1 = koregenetik Sifat 1 dan 2; C2 = konstanta; U2 =
rataan Sifat 2;
Sifat 2.
SBE2 = simpangan
baku
Generasi turunan dibentuk dari generasi
lingkungan
awal
(te-
tua), dengan nilai genotipe dan fenotipe adalah
= nilai genotipe turunan Sifat 1; GJ dan GB =
= rataan Sifat
n lai genotipe jantan dan betina;
SBGl
=
simpangan
baku
genotipe
S
fat
1;
1;
simpangan baku lingkungan Sifat 1;
PIF = n lai
fenotipe turunan Sifat 1.
GiF
ui
Nilai genotipe
SBEl
dan fenotipe generasi turunan
untuk
sifat yang berkorelasi (Warwick dkk., 1983):
GIF dan G F = nilai genotipe turunan Sifat 1 dan 2;
P F = ni ai fenotipe turunan Sifat 1; U2 = rataan
sffat 2; SBE2 = simpangan baku lingkungan Sifat 2.
f
Program Simulasi S e l e k s i
Metode dan intensitas seleksi, besar populaai seleksi dan populasi tanpa seleksi serta sistem perkawinan da-
lam program aimulasi seleksi sama dengan yang
kan
dilaksana-
peneliti yang hasil penelitiannya digunakan
pembanding.
sebagai
Metode seleksi yang digunakan seleksi
indi-
vidu dengan kriteria aeleksi bobot badan pada umur
empat
minggu dan sistem perkawinan acak.
Besar populasi dan intensitas seleksi yang
diterap-
kan untuk program aimulasi aeleksi yang menggunakan
pem-
banding hasil penelitian:
1.
Kuswahyuni (1989) sebagai berikut:
populasi seleksi
400 ekor jantan dan 400 ekor betina,
intensitas
leksi 80 ekor jantan (20%) dan 240 ekor
terbaik untuk didadikan bibit.
se-
betina (60%)
Populasi tanpa selek-
si 20 ekor jantan dan 60 ekor betina.
2.
Marks (1971,'1989) sebagai berikut:
populasi seleksi
200 ekor 3antan dan 200 betina dan populasi tanpa se-
leksi
50 ekor 3antan dan
lekai
24 ekor jantan (12%) dan 72 ekor betina
untuk
generasi 1-10 dan
50 betina, intensitas
se(36%)
60 pasang (30%) untuk
Ge-
nerasi 10-15 dan Generasi 27-70 terbaik untuk di3adikan bibit.
3.
Nestor dkk. (1982) sebagai berikut:
populasi
ai 100 ekor 3antan dan 100 ekor betina dan
aelek-
populasi
25
tanpa
selekai
36 pasang, intensitas selekai 36
pa-
sang (36%) terbaik untuk seleksi positif dan terjelek
untuk seleksi negatif dijadikan bibit.
4.
Marks
(1995) sebagai berikut:
populasi seleksi
100
ekor jantan dan 100 betina, populasi tanpa selekei 36
pasang, intensitas
seleksi 36
paaang (36%) terbaik
untuk seleksi positif dan terjelek untuk aeleksi
ne-
gatif dijadikan bibit.
Langkah-langkah yang diterapkan untuk program
lasi
seleksi yang menggunakan pembanding
hasil
simu-
peneli-
tian:
1.
Kuswahyuni (1989) sebagai berikut:
a.
Data rataan bobot badan, simpangan baku
genetik
dan eimpangan baku lingkungan dimasukkan ke dalam
persamaan
(31, kemudian
dibentuk populasi
(PI
dasar sebanyak yang dibutuhkan dengan kemungkinan
jantan
dan betina 1:l.
berkorelasi
digunakan
Untuk
sifat-sifat
persamaan
menggunakan data yang sesuai,
bot badan pada umur dua dan
(6).
yang
Dengan
akan diperoleh bo-
enam
minggu, jumlah
dan bobot telur.
b.
Ambil
ekor
secara
acak
400 ekor jantan (J) dan
betina (B) untuk populasi seleksi, 20
jantan
seleksi.
dan 60 ekor betina untuk
populasi
400
ekor
tanpa
c.
Untuk
populasi seleksi diurut berdasarkan
badan
pada
tertinggi
umur empat minggu (BB4M)
untuk
bobot
dari
setiap jenis kelamin,
yang
kemudian
dipilih 80 ekor jantan dan 240 ekor betina terbaik.
Untuk populasi tanpa seleksi dilakukan pemi-
lihan bibit secara acak.
d.
Puyuh
yang terpilih dikawinkan acak satu
dengan tiga betina.
jantan
Demikian juga untuk populasi
tanpa seleksi.
e.
Untuk membentuk
generasi keturunan pada populasi
seleksi dan populasi tanpa seleksi digunakan persamaan (8) dan dibentuk sebanyak yang dibutuhkan,
dengan
kemungkinan
sama besar.
dan
Untuk sifat yang berkorelasi
kan persamaan (10).
sesuai
kejadian jantan
betina
diguna-
Dengan menggunakan data yang
akan diperoleh bobot badan pada umur
dua
dan enam minggu, jumlah dan bobot telur.
f.
Untuk generasi
dan
selanjutnya
diulangi langkah c-e
demikian seterusnya sehingga terbentuk
generasi.
tiga
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pa-
da Gambar l.
2.
Marks (1971 dan 1989) sebagai berikut:
a.
Data
rataan bobot badan, simpangan baku
genetik
dan simpangan baku lingkungan dimasukkan ke dalam
persamaan
(3), kemudian
dibentuk populasi
(P)
m
KOEFISIEN
P DASAR
J:B = 1:l
SELEKSI POSITIF
-
5400. B=400
C----
UmtBB4M
+
-
+Pm
A
ANAK
i
800 EKOR
J:B=1:1
A
v
Acak I
ri
c---- ANAK
J=80, B=240
1Jx3B
I
I
I
I
I
I
Q
TERBAIK
SEESKSI
-I + TANPA
J=20, B=60
7
I
I
I
I
J:B=l :1
b--- Umt BB4M
I
-04
Oeqerasil
J = Ja&q B = Betina; BB4M = Bobot badm pada umur empat mbggu
Peogulanp~nkegidan sampai tipgenemi
---
Gambtir 1. Prosedur Seleksi Positif Sama dmgw Kuswahyuni
(1989) pada Puyuh selama Tiga Generasi
28
dasar sebanyak yang dibutuhkan dengan kemungkinan
jantan
b.
Ambil
secara
acak
200 ekor jantan (J) dan
betina (B) untuk populasi seleksi, 50
ekor
c.
dan betina 1:l.
jantan
dan 50 ekor betina untuk
seleksi
.
200
ekor
populasi
tanpa
Untuk
populasi seleksi diurut berdasarkan
bobot
badan
pada
umur empat minggu (BB4M) dari
tertinggi untuk setiap jenis
dipilih 24 ekor
kelamin,
yang
kemudian
jantan dan 72 ekor betina terba-
ik untuk Generasi 1-10, dan 60 ekor jantan dan 60
ekor
betina untuk Generasi 11-70.
Untuk
tanpa
seleksi dilakukan pemilihan bibit secara acak.
d.
Puyuh
yang terpilih dikawinkan acak satu
dengan tiga betina
untuk Generasi
jantan
1-10 dan satu
jantan dengan satu betina untuk Generasi 11-70.
e.
Untuk
si
membentuk
generasi keturunan pada popula-
seleksi dan populasi tanpa seleksi
digunakan
persamaan (8) dan dibentuk sebanyak yang dibutuhkan dengan kemungkinan kejadian jantan dan betina
sama besarnya.
f.
Untuk generasi
selanjutnya
diulangi langkah c-e
dan demikian seterusnya aehingga terbentuk 70 generasi.
Gambar 2.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada
KOEFlSIEN
-
TEKNIS
>
b
-
P DASAR
J:B= 1:l
i
SELEKSI POSITIF
I
I
Urut BB4M
0
J=24, B=72
TERBAIK
1Jx3B
*Pens
A
,
, TANPA SELEKSI
J=200. B=200
I
I
Acak I
I
I
I
J=50, B=50
.
&
c---- PINAK
+I
I
I
I
I
I
Unt BB4M
400 EKOR
J:B = 1:l
Untuk C3enerasi 11-70 jantaa dan betina yang dipilih sama = 60 ekor
J = Jan* B = Betina; BBQM = Bobot badan pada w ernpat minggu
- - - Pengulanpa kegiatan sampai 70 genemi
Gambar 2. Prosedur Seleksi Positif Sama dengan Marks
(197 1, 1989) pada Puyuh selama 70 Generasi
3.
Nestor dkk. (1982) sebagai berikut:
a.
Data
rataan bobot badan, simpangan baku
genetik
dan simpangan baku lingkungan dimasukkan ke dalam
persamaan (3), kemudian dibentuk populaai (P) dasar sebanyak yang dibutuhkan
dengan
kemungkinan
jantan dan betina 1:l.
b.
Ambil
ekor
secara
acak 100 ekor jantan (J) dan
betina (B) untuk seleksi positif, 100
jantan dan 100 ekor betina
100
ekor
untuk seleksi negatif
dan 36 ekor jantan dan 36 ekor betina untuk populasi tanpa seleksi.
c.
Untuk
populasi seleksi diurut berdasarkan
badan
pada
umur empat minggu (BB4M)
tertinggi untuk
bobot
dari
yang
seleksi positif dan terendah un-
tuk seleksi negatif
untuk aetiap jenia
kelamin,
dipilih 36 ekor jantan dan 36 ekor betina terbaik
untuk seleksi positif dan terendah untuk
negatif.
Untuk populasi tanpa seleksi
selekai
dilakukan
pemilihan bibit secara acak.
d.
Puyuh yang terpilih
dikawinkan acak
aatu jantan
dengan satu betina.
e.
Untuk
membentuk generasi keturunan pada populasi
selekai dan populasi tanpa eelekai digunakan persamaan ( 8 ) dan dibentuk
sebanyak yang dibutuhkan
31
dengan peluang kejadian Jantan dan betina
sama
besarnya .
f. Untuk generasi aelandutnya diulangi langkah c-e
dan demikian seteruanya aehingga terbentuk
generasi.
tujuh
Untuk lebih Jelasnya dapat dilihat pa-
da Gambar 3.
4.
Marks (1991 dan 1995) sebagai berikut:
a.
Data rataan bobot badan, simpangan baku
genetik
dan simpangan baku lingkungan dimasukkan ke dalam
persamaan ( 3 ) , kemudian dibentuk populasi (PI dasar sebanyak yang dibutuhkan dengan kemungkinan
jantan dan betina 1:1.
b.
Ambil
secara acak 100 ekor jantan (J) dan
100
ekor betina (B) untuk aeleksi positif, 100 ekor
jantan dan
100 ekor betina acak
negatif dan 36
pasang untuk
untuk
seleksi
populasi tanpa ae-
leksi.
c.
Untuk
populasi seleksi diurut berdasarkan bobot
badan pada
umur empat minggu (BB4M) dari
yang
tertinggi untuk setiap jenis kelamin, kemudian
dipilih 36 pasang terbaik untuk seleksi positif
dan 36
pasang terendah untuk
seleksi negatif.
Untuk populasi tanpa seleksi dilakukan pemilihan
bibit secara acak.
I
h
(1
4
i
SELEKSI POSITIF
SELEKSI NEGATIF
J=lOO, P I 0 0
J=lOO, B=100
TANPA SELEKSI
J=36, B=36
9
I
Urut BB4M-
Acak I
w
v
J=36, B=36
J=36, B=36
TERsAIK
lJxlB
I
9
I
I
I
)T~UELEK
I
I
I
lJxlB
I
I
v
J:B=l:1
I
J = Jantan; B = Betina; BB4M = Bobot badan pada umur empat minggu
- - -Pengulangankegiatan sampai tujuh generasi
Gambar 3. Prosedur Seleksi Positif dan N e w Sama dengan Nestor dkk. (1982) pada Puyuh selama
Tujuh Generasi
d.
hxyuh
yang terpilih dikawinkan acak satu
Demikian juga untuk populaai
satu betina.
seleksi
e.
Untuk
dengan
tanpa
.
membentuk generasi keturunan pada populasi
seleksi dan populasi tanpa seleksi digunakan per-
(8) dan dibentuk sebanyak yang
samaan
dibutuh-
kan dengan kemungkinan kejadian jantan dan betina
sama besarnya.
f.
Untuk generasi
selanjutnya
diulangi langkah c-e
dan demikian seterusnya sehingga terbentuk 30 generasi.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada
Gambar 4.
Seleksi Jangka PanSang,
ritabilitas
dapat
Dalam seleksi jangka pendek
dianggap tetap tetapi
untuk
he-
seleksi
jangka panjang heritabilitas berubah menjadi kecil karena
keragaman genetik mengecil.
Oleh sebab itu untuk simula-
si seleksi jangka panjang dilakukan penggantian heritabilitas dan simpangan baku fenotipe selang
tentu.
Untuk
program simulasi aeleksi yang
hasil penelitian Marks (1989) sebagai
gantian
dicobakan adalah
nakan
data
penggantian
ter-
menggunakan
pembanding,
heritabilitas dan aimpangan baku
10 generasi.
generasi
fenotipe
pengyang
70 (tidak diganti), 30, 25, 20, 15, dan
Untuk program simulasi seleksi yang mengguMarks (1991 dan
heritabilitas
1995)
sebagai
pembanding,
dan simpangan baku
fenotipe
4
SELEKSI POSITIF
SELEKSI NEGATIF
TANPA SELEKSI
A
I
Acak
200 EKOR
*1:1
I
200 EKOR
J=B=l:1
J = Jantan; B =Betina; BB4M = Bobot badan pada umur empat mbggu
---
Pengulangan kegiatau sampai 30 generasi
Gambar 4. Prosedur Seleksi Positif dan N e w Sama de-
ngan Marks (1991,1995) pada hyuh Generasi 1230
35
untuk
seleksi
positif yang dicobakan adalah
diganti), 20, 15, dan 10 generasi,
30
(tidak
untuk aelekei negatif
penggantian dilakukan pada Generasi 10, 11 dan 12 kemudi-
an
penggantian dilakukan tiap
dan
generasi.
Heritabilitas
he-
simpangan baku fenotipe pengganti adalah rataan
ritabilitas
generasi
dan simpangan baku fenotipe
sebelumnya,
hasil
simulaai
misalnya untuk selang 10
generasi
adalah nilai rataan 10 generasi sebelumnya, selang 15 generasi adalah rataan 15 generasi sebelumnya, demikian pula untuk selang satu generasi adalah hasil simulasi generasi
sebelumnya.
pembatasan
empat
Untuk seleksi negatif
bobot badan minimal.
juga
Bobot badan
minggu yang digunakan minimal 18 g,
dilakukan
pada
umur
karena
untuk
bobot badan pada umur empat minggu yang kurang dari 18
mengakibatkan hasil simulasi terkorelasi untuk bobot
g
ba-
dan pada umur dua minggu negatif.
Validasi
program simulasi seleksi dilaksanakan
de-
ngan membandingkan nilai-nilai hasil simulasi dengan
ha-
sil seleksi sesungguhnya.
Hasil penelitian yang
diguna-
kan aebagai pembanding adalah seleksi positif tiga
gene-
rasi Kuawahyuni (1989), selekai positif selama 15 generasi (Marks, 1971), Generasi 27-70 (Marks, 1989),
positif
dan negatif selama tujuh generasi (Nestor
1982) dan Generasi 12-30 Marks (1995).
program
seleksi
simulasi
dengan hasil yang
Perbedaan
sesungguhnya
dkk.,
antara
diu3i
.
36
dengan
menggunakan
T o r r i e (1989).
uji
t menurut
petunjuk
J i k a masih t e r d a p a t perbedaan yang
maka program s i m u l a s i p e r l u d i p e r b a i k i .
terdapat
Steel
dan
nyata
J i k a sudah t i d a k
perbedaan yang n y a t a maka program s i m u l a s i
se-
res-
l e k s i sudah v a l i d dan dapat digunakan untuk penduga
pons
s e l e k s i jangka pendek dan jangka
panjang
berbagai
macam s e l e k s i pada puyuh.
Simulasi Pelaksanaan Seleksi dan Sistem Perkawinan
Program s i m u l a s i s e l e k s i yang sudah v a l i d
selanjut-
nya digunakan untuk menduga:
1.
Respons
s e l e k s i p o s i t i f dan n e g a t i f .
Seleksi
dicobakan a d a l a h s e l e k s i p o s i t i f kedua j e n i a
yang
kelamin
(SP),
s e l e k s i n e g a t i f kedua j e n i s kelamin (SN),
leksi
p o s i t i f jantan tanpa s e l e k s i b e t i n a
(SPJTSB),
s e l e k s i negatif jantan tanpa s e l e k s i betina
dan tanpa s e l e k s i (TS).
se-
(SNJTSB)
I n t e n s i t a s s e l e k a i 15%u n t u k
j a n t a n ( J ) dan 30% untuk b e t i n a ( B ) .
si bobot badan pada urnur empat
Kriteria s e l e k -
minggu (BB4M).
Untuk
s e l e k s i p o s i t i f diambil yang t e r b a i k , a e l e k s i n e g a t i f
diambil yang t e r 3 e l e k dan tanpa s e l e k s i d i a m b i l seca-
r a acak.
Setiap
populasi
besarnya
e k o r j a n t a n dan 200 ekor b e t i n a .
nya dapat d i l i h a t pada Gambar 5.
sama y a i t u
Untuk l e b i h
200
3elas-
I
C
w
Y
SP
SPJTSB
SNJTSB
SN
J=200
H O O
J=200
B=200
J=200
B=200
J=200
B=200
e
TERBAB:
JdanB
J=30
B =60
TERBAIK
9
J
J=30
B=60
1
4
I
I
I
I
I
I
I
"
&
I
I
I
I
ANAK
ANAK
I
O1
01
I
I
J=200 1 1 J=200
B=200 I I B=200
I
I
I
l
1
1
Id
-urut
L-J
L-a
1
TERTELEK
J
J=30
B=60
w
ANAK
01
J=200
B=200
I
BB4M
fL - - J I
Acak
.
.
w
w
rlr
Y
TS
J=200
B=200
5
Uxut B U M
w
-
-
Y
TERJELEK
ACAK
r>
9 JdanB
I
I
II
II
II
II
II
II
I I
II
II
11
II
II
II
I D
8
I
J=30
B=60
."
ANAK
G1
J=200
B200
--?
I
I
II
J=30
B=60
I
I
I
I
I
I
I
I
1
I
I
.
w
ANAK
01
-
J=200
B=200
Acak
L,,4
0 1 = Oenerasi satu; J = Jan@
B = Betina
BB4M = Bobot badan pada umur empat m h g p
- - - - - Pengulanpn kegiatan sampai 20 generasi
Gambar 5. Simulasi Seleksi Positif dan N e w pada Puyuh
selama 20 Generasi
38
Respons gabungan
seleksi positif dan negatif.
Se-
leksi yang dicobakan adalah gabungan seleksi positif
jantan dan negatif betina (SPJNB),
seleksi negatif
jantan dan positif betina (SNJPB), seleksi positif
(SP) dan tanpa seleksi (TS).
Intensitas seleksi
untuk jantan dan 30% untuk betina.
Kriteria aelekai
bobot badan pada wnur empat minggu (BB4M).
leksi positif diambil yang
15%
Untuk se-
terbaik, seleksi negatif
diambil yang terjelek dan tanpa seleksi diambil acak.
Setiap populasi jwnlahnya sama yaitu 200 ekor
dan 200 ekor betina.
jantan
Untuk lebih jelasnya dapat
di-
lihat pada Gambar 6.
3. Respons seleksi inti (nukleus).
Seleksi yang dicoba-
kan adalah seleksi populasi inti (SI), populasi plaama
tanpa seleksi tetapi jantan berasal
(TSJAI),
dan
tanpa seleksi
(TS).
dari
inti
Populasi inti
berasal dari populasi (POP) plasma yaitu 5% (50 ekor)
jantan (J) dan 10% (100 ekor) betina (B) terbaik
da-
ri populasi 1 000 ekor jantan dan 1 000 ekor betina.
Intensitas seleksi selanjutnya 8.33% (50 ekor) jantan
dan
16.67% (100 ekor) betina dari populasi 600 ekor
jantan dan 600 ekor betina.
Kriteria seleksi bobot
badan pada wnur empat minggu (BB4M). Hasil
seleksi
pada populasi inti digunakan untuk meningkatkan mutu
genetik populasi yang tersisa atau populasi
plasma
1
SP
SPJNB
SNJPB
J=200
B-200
J=2#
J=200
UmtBB4M
4
*
rL
TERBAIK
J dan B
J=30
B-60
J=200
-
TERBAIK J
TERJELEK B
r>
TS
w
w
TERTELEK J
=lJ=3 0
ANAK
G1
I I
I I
I
II
ld
I
L---JL---A
B=60
ANAK
ANAK
G1
G1
J=200
B=200
B-200
I
I
UndBB4M
4-,
L---!
G1
I
I
I
I Acak
!--A
J = Jantaq B = Betina; 0 1 = C3en-i
sahr
BB4M = Bobot badan pada umur empat m&y
- - - - Pengulaogan kegiatan sampai 20 generaai
Gambar 6. Simulasi Gabungan Seleksi Positif dan Negatd
pada Puyuh selama 20 Generasi
I
dengan
memasukkan pejantan hasil seleksi
setiap generasi.
Pejantan yang digunakan:
bil yang terbaik setelah untuk inti;
setelah diambil untuk inti.
jantan
pada
dim-
a)
b) diambil acak
Populasi plasma 300 ekor
dan 900 ekor betina, populasi
(TS) 50 jantan dan 100 betina.
dibandingkan
inti
tanpa
seleksi
Respons selekai
dengan tanpa seleksi.
akan
38-
Untuk lebih
lasnya dapat dilihat pada Gambar 7.
4.
Respons
seleksi dengan istirahat beberapa
generasi.
isti-
Seleksi dengan istirahat yang dicobakan adalah
rahat
seleksi 0 (ISO), 1 (ISl), 3 (IS3), 5 (IS51, 7
(IS71 dan 9 (IS9) generasi.
kukan setelah
5 dan 10
Istirahat seleksi
generasi
seleksi.
seleksi bobot badan pada umur empat
dila-
Kriteria
(BB4M).
minggu
Intensitas seleksi 15% untuk jantan dan 30% untuk betina.
Selama istirahat pemilihan bibit
dan 30% betina acak.
dan
200
ekor betina.
15%
jantan
Besar populasi 200 ekor
jantan
Hasil yang diperoleh
setelah
istirahat (STH IS) dibandingkan dengan hasil
aebelum
istirahat (SEB IS).
Untuk lebih jelaanya dapat dili-
hat pada Gambar 8.
Respons
seleksi
dengan sistem
perkawinan
berbeda.
Seleksi dengan sistem perkawinan yang dicobakan
lah
asortatif positif yaitu jantan yang baik
adadengan
betina yang baik (SAP), asortatif negatif 3antan
ya-
P BESAR
J=lOOO
B=1000
I
Seleksi
I
Sisa
SI = Populasi inti; TSJAI = Populasi plasmaj a u h esal inti
a 1 = (3en-i
satu
,
,
,
, Peogulmgan kegiatan sampai 20 generasi
-bar
7. Simulasi Seleksi Inti pada lyuh selama
20 Generasi
I
IS0
IS 1
IS3
MOO
5200
J=200
5200
J=20
B=200
IS5
J=200
B400
IS7
IS9
J=200
B=200
%200
B=200
SEB IS
ANAK
G2
SEB IS
ANAK
ANAK
G2
G2
ANAK
Ci2
G2
Gl dm G2 = Oenerasi satu dan dua
SEB IS = Sebelum ietirahe STH IS = Setelah istirabat
Gambar 8. Sirnuhi Seleksi dgn I s h h a t Beberapa Generasi
43
itu jantan yang jelek dengan betina yang baik (SANJ),
asortatif baik negatif betina yaitu jantan yang
baik
dengan
acak
betina yang jelek (SANB) dan perkawinan
yaitu tanpa pilih kasih (SA).
Kriteria aeleksi bobot
badan pada umur empat minggu (BB4M).
Untuk lebih je-
lasnya dapat dilihat pada Gambar 9.
Besar
populasi dan pengaruh lingkungan
generasi ke generasi.
besar
tetap
dari
Peluang kejadian pada jantan
sama
dengan pada betina.
sampai
empat minggu 15%.
Daya tetas 70%
Peubah
kematian
Penggantian jantan dan
secara keseluruhan pada setiap generasi.
bar normal.
dan
betina
Populasi menye-
Seleksi dilakukan selama 20 generasi.
yang
diamati meliputi antara
lain:
bobot
badan pada umur 2, 4 dan 6 minggu, jumlah dan bobot telur
serta heritabilitas bobot badan pada umur empat minggu.
Bobot badan pada umur 2, 4, dan 6 minggu adalah
bot badan yang diukur pada setiap individu untuk
masing
umur tersebut.
bo-
masing-
Jumlah telur adalah jumlah
telur
setiap individu yang dihasilkan sampai puyuh berumur
120
hari.
Bobot telur adalah rataan bobot telur setiap
in-
dividu yang diperoleh aampai puyuh berumur 120 hari.
He-
ritabilitas
perbandingan
bobot
badan pada umur empat
minggu
ragam genotipe dengan fenotipe bobot
pada umur empat minggu.
adalah
badan
I
4
4
4
-
SAP
SANJ
SANB
SA
J=200
B=200
J=200
B=200
J=200
B=200
J=200
B=200
A
I
v
J=30
+
Unrt B U M
4
-
1
w
w
J=30
B=60
* Terbaik
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
,----I
-
w
V
ANAK
ANA.
.
*
!.,,A
G1
G1
J=200
B=200
J=200
+
I
I
Urut BB4M
J=30
B=60
*
Terbaik <
SflNI3
SANJ
I
v
4
J=30
B=60
M O O
I
1
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
L---
I
I
I
1
I
I
I
I
,
,
Terbaik
ACAK
v
ANAK
I
I
I
I
3
G1
J=200
B=200
----
I
Gambar 9. Simulasi Seleksi dgn Sistem Perkawinan
Berbeda pada Puyuh selama 20 Generasi
I
I
I
I
45
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui perubahan sifat
yang
diseleksi
dan
aifat
yang
terkorelasi.
Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan antar populasi
seleksi sesuai petunjuk Steel dan Torrie (1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Program Simulasi Seleksi
Hasil
dengan
dibandingkan
peneliti
hasil penelitian seleksi yang dilakukan
lain.
Hasil penelitian yang digunakan sebagai pembanding
adalah:
ni,
simulasi seleksi yang diperoleh
seleksi positif selama tiga generasi
1989),
seleksi positif
(Kuswahyu-
selama 15 generasi
19711, seleksi positif Generasi
(Marks,
27-70 (Marks, 19891, se-
lekai
positif dan negatif selama tujuh generasi
dkk.,
1982) dan seleksi positif dan
(Nestor
negatif
Generasi
Pengujian hasil simulasi seleksi dilakukan
terhadap
12-30 Marks (1991, 1995).
rataan bobot badan pada umur empat minggu.
si seleksi yang prosedurnya
Untuk simula-
sama dengan penelitian
Kus-
wahyuni (1989), selain bobot badan pada umur empat minggu
juga
dibandingkan hasil seleksi terkorelasi yaitu
badan
pada
umur dua dan enam minggu, jumlah
rataan bobot sampai umur 120 hari.
si
jangka
panjang
(19891, karena
pembanding
bobot
telur
dan
Untuk simulasi selek-
dengan prosedur sama
dengan
data angka tidak tersedia maka
Marks
sebagai
digunakan koefisien regresi bobot badan
pada
umur empat minggu.
Hasil simulasi seleksi positif (SP) dan tanpa seleksi
(TS) dengan data pembanding hasil penelitian
Kuswah-
# I 1
I
1
0
I
I
2
3
Generasi
SP (Simulasi)
+SP (Kuswahyuni)
+
Gambar 10.
TS (simulasi)
TS (Kuswahyuni)
+
+
Rataan Bobot Badan Puyuh pada Umur
Empat Minggu Hasil Simulasi Seleksi
dan Penelitian Kuswahyuni (1989)
aelama Tiga Generasi
yuni (1989) selama tiga generasi dapat dilihat pada
bar 10-14.
Gam-
Dari Gambar 10 dapat dilihat bobot badan pada
umur empat minggu hasil simulasi pada seleksi positif lebih rendah dan pada tanpa seleksi lebih tinggi dibanding-
kan hasil penelitian Kuswahyuni (1989).
Rataan bobot badan pada umur empat minggu
hasil si-
mulasi dan penelitian Kuswahyuni (1989) untuk seleksi positif berturut-turut 93.68k10.16 g dan 96.05k9.53 g,
untuk
tanpa
87.12+9.02
g.
seleksi berturut-turut
87.29k10.49
Perbedaan bobot badan
pada
umur
g
dan
empat
30
0
0
1
2
3
Generasi
,
,
SP (simulasi)
TS (simulaoi)
SP (Kuswahyuni, 1989) ,
TS (Kuswa hyuni, 1989)
Gambar 11. Rataan Bobot Badan Puyuh pada Umur
h a Minggu Hasil Simulasi Seleksi
dan Penelitian Kuswahyuni (1989)