KISAH TENTANG JIWA SEHAT 2008-2012
KISAH TENTANG JIWA SEHAT 2008-2012
Lebih baik sepanjang hidup penuh perjuangan daripada hidup tak punya cita-cita
(R.A. Kartini)
Aku juga berhalusinasi. Waham membuatku seolah-olah berada dalam Perang Dunia III,” Ariandy berkata tanpa takut-takut, karena semua yang mendengar adalah aktivis kesehatan jiwa. “Kalau adikku seolah-olah ia
memakai narkoba terus, padahal ia sudah berhenti,” kata Yeni bercerita. Hari ini kami berkumpul untuk mendirikan suatu organisasi konsumen kesehatan jiwa: Yayasan Jiwa Sehat. Tanggalnya adalah 5 Desember 2008. Tepat 489 hari setelah aku bunuh diri untuk yang kedua kalinya.
Dalam perkembangan selanjutnya, nama yayasan diganti dengan perhimpunan sehingga menjadi Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) karena kami menyelidiki Undang- Undang tentang yayasan dan menyadari bahwa bentuk yayasan tidak cocok untuk organisasi yang berbasis anggota.
Kini sudah tiga tahun lebih usia Perhimpunan Jiwa Sehat. Dalam usianya itu sudah banyak yang kami lakukan. Di antaranya audiensi ke Komisi VIII dan IX DPR-RI, advokasi ke Komnas HAM, bertemu dengan Menteri Kesehatan dan merintis kerjasama dengan Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Kini sudah tiga tahun lebih usia Perhimpunan Jiwa Sehat. Dalam usianya itu sudah banyak yang kami lakukan. Di antaranya audiensi ke Komisi VIII dan IX DPR-RI, advokasi ke Komnas HAM, bertemu dengan Menteri Kesehatan dan merintis kerjasama dengan Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial,
Setelah banyak berkecimpung di Perhimpunan Jiwa Sehat, aku banyak mengenal berbagai ragam penderita skizofrenia. Banyak yang perjuangannya lebih sulit daripada aku, namun Perhimpunan Jiwa Sehat seperti menyuntikkan semangat agar jangan gampang menyerah. Kami mengadakan pertemuan-pertemuan yang dikhususkan untuk berbagi pengalaman, juga menjalin perkawanan dengan Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia, organisasi konsumen kesehatan jiwa yang lain.
Setelah bersama Perhimpunan Jiwa Sehat, aku seperti menemukan dukungan yang tidak kudapatkan di rumah; kini kondisiku lebih baik karena ada kawan-kawan yang sama-sama mengalami skizofrenia yang selalu mendorong agar lebih maju lagi. Walaupun banyak kesulitan menghadang, kami tidaklah patah arang. Karena kami yakin tak ada cuaca buruk yang tiada berganti.
Kami berharap dapat mendirikan cabang di seluruh daerah di Indonesia, dan ini adalah sebuah kerja besar, bukan kerja main-main. Kami juga berharap adanya Kami berharap dapat mendirikan cabang di seluruh daerah di Indonesia, dan ini adalah sebuah kerja besar, bukan kerja main-main. Kami juga berharap adanya
Cita-cita kami yang lain adalah untuk memberikan kesempatan kerja bagi orang dengan skizofrenia (ODS). Bagaimanapun kemandirian secara finansial bagi orang dengan skizorenia adalah ciri bahwa kami juga bisa berdaya. Juga kelak, suatu hari, kami akan mendirikan Day Center, tempat semua orang dengan masalah kejiwaan melakukan hal bermanfaat yang disukainya, misalnya belajar komputer, atau berkebun, tanpa harus dirawat di rumah sakit dulu yang proses masuk dan konsekuensinya dapat menguras keuangan dan energi mental keluarga.
Kiranya, bersama Perhimpunan Jiwa Sehat, aku berusaha menyebarluaskan empati terhadap orang dengan masalah kesehatan jiwa. Sambil seringkali menyampaikan bahwa mereka sebenarnya punya banyak hak untuk diperoleh, misalnya hak bahwa mereka sebenarnya punya jatah kuota pekerjaan di berbagai perusahaan dan institusi negara sesuai dengan Undang-Undang Penyandang Cacat 27 No. 4 Tahun 1997.
27 Penyandang cacat yang dimaksudkan dalam undang-undang itu juga mencakup penyandang cacat mental. Istilah “penyandang cacat” banyak dikritik oleh anggota
Perhimpunan Jiwa Sehat, namun karena isi undang-undang itu sangat menguntungkan bagi orang dengan masalah kejiwaan, maka mereka merasa bahwa peristilahan yang kurang tepat itu bukan masalah besar dalam kasus ini.
Boleh kukatakan aku bahagia bisa berbagi. Walaupun kukatakan dengan jujur di sini, kadang-kadang aku merasa ada yang rumpang dalam kemampuanku kini. Aku punya keterbatasan dalam stamina dan gairah untuk berbicara. Aku memang seringkali berbicara dengan fasih tentang semua hal yang aku ketahui. Namun aku juga kadangkala merasa gagal dengan apa yang kusampaikan jika perasaanku tak nyaman. Aku harus bersyukur dengan apa yang ada pada diriku. Karena walaupun aku tak sebaik yang kuangankan, namun aku turut menyumbang dalam perjuangan panjang dan tak mudah dalam pembelaan terhadap orang dengan masalah kejiwaan.
Bersama dengan kedua kawanku, Suhari Bunadi dan Hady Sucarsa, kami merintis kelompok swa-bantu (self-help group) lintas organisasi konsumen, yang kami namai Semesta Jiwa. Namanya menyiratkan bahwa jiwa adalah sesuatu yang infinit, tanpa batas. Di kelompok itu kami saling bercerita tentang apa yang sukar untuk diungkap atau tak pernah dibahas dalam pertemuan-pertemuan lain. Misalnya, kami membahas waham Satria Piningit-ku atau bayangan-bayangan untuk bunuh diri yang muncul dalam diri Suhari.
Karena gajiku di Perhimpunan Jiwa Sehat tidak banyak, aku kini menjadi seorang doktor, sebuah istilah yang kupinjam dari ketuaku, Yeni Rosa Damayanti, yang kepanjangannya adalah mondok di kantor. Kantor kami tidaklah besar, apalagi megah. Tapi kami harus bersyukur karena perkembangan pencapaian kami cukup baik, bahkan pada perayaan Hari Kesehatan Jiwa pada bulan Oktober 2011 kami menerima penghargaan dari Menteri Kesehatan untuk usaha kami dalam advokasi kesehatan jiwa.
Seiring dengan hal-hal positif yang muncul dalam hidupku akhir-akhir ini, hubungan dengan kakak-kakakku mencair dan membaik. Aku sesekali mengunjungi mereka dan mereka juga sesekali mengunjungiku. Walaupun bagiku kini merupakan masih hal yang sulit untuk berlama-lama di rumah kakakku yang penuh dengan kenangan kelabu. Bagaimanapun, aku bersyukur semuanya menjadi lebih membahagiakan untuk kami. Akhirnya hati yang saling bersimpang jalan dan sukar untuk saling memahami itu akhirnya mulai selaras.
Aku bersyukur karena aku telah bertemu dengan orang-orang yang luar biasa, para aktivis Perhimpunan Jiwa Sehat, yang telah membuatku seolah lepas dari jeratan skizofrenia. Aku berharap ada banyak penderita, di masa kini dan di masa datang, yang juga merasa seperti aku.