Tindak lanjut pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

D. Tindak lanjut pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

1. Sebelum Adanya Putusan MK No 46/PUU-VIII/2010

Bunyi dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 mengatur kedudukan anak luar kawin dalam pasal 43, yaitu : 1. Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya; 2. Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur dalam peraturan Peraturan Pemerintah.Akibat hukum yang lain dari nikah siri terhadap anak adalah anak tidak dapat mengurus akta kelahiran. hal itu bisa dilihat dari permohonan akta kelahiran yang diajukan kepada kantor catatan sipil. Bila tidak dapat menunjukan akta nikah orangtua si anak tersebut, maka didalam akta kelahiran anak itu statusnya dianggap sebagai anak luar nikah, tidak tertulis nama ayah kandungnya dan hanya tertulis ibu kandungnya saja.

Keterangan berupa status sebagai anak luar nikah dan tidak tercatatnya nama si ayah akan berdampak sangat mendalam secara sosial dan psikologis

77 H.M. Anshari, Kedudukan Anak Dalam Persepektif Hukum Islam dan Hukum Nasional, h.90 77 H.M. Anshari, Kedudukan Anak Dalam Persepektif Hukum Islam dan Hukum Nasional, h.90

jawab dan tetap mendasarkan hak dan kewajibannya menurut hukum islam . 78 Terkait dengan pengakuan anak yang terlahir di bawah tangan (luar

kawin) seorang bapak dimungkinkan mengakui anaknya menurut hukum, namun demikian pengakuan tersebut harus melalui persetujuan ibu si anak,

sebagai mana diatur dalam pasal 284 KUH Perdata yang berbunyi: 79 “Tiada pengakuan anak di luar kawin dapat diterima selama ibunya masih

hidup, meskipun ibu termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu, bila ibu tidak menyetujui pengakuan itu.Bila anak demikian itu diakui setelah ibunya meninggal, pengakuan itu tidak mempunyai akibatlain daripada terhadap bapaknya.Dengan diakuinya seorang anak di luar kawin yang ibunya termasuk golongan Indonesia ataugolongan yang disamakan dengan itu, berakhirlah hubungan perdata yang berasal darihubungan keturunan yang alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat yang berhubungan denganpengakuan oleh ibu dalam hal-hal dia diberi wewenang untuk itu karena kemudian kawin dengan bapak”.

Ketentuan pasal 284 diatas menunjukkan bahwa pengakuan itu bisa dilakukan dengan melihat:

a. Ibunya masih hidup, artinya jika ibunya sudah meninggal maka tiada pengakuan tersebut

b. Berdasarkan persetujuan dari pihak ibu jika masih hidup. Namun terkait dengan anak zina dan anak sumbang (incest) Pasal 283 KUH

Perdata menyebutkan: 80 “ Sekalian anak yang dibenihkan dalam zina, ataupun dalam sumbang, sekali-

kali tidak boleh diakui, kecuali terhadap yang terakhir ini apa yang ditemukan dalam pasal 273”.

78 Fitria Olivia, Akibat Hukum Terhadap Anak Hasil Perkawinan Siri Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 137 79 KUH Perdata Pasal 284 80 KUP Perdata Pasal 283

Adapun KUH Perdata Pasal 273 menyebutkan: “Anak yang dilahirkan dari orang tua, yang tanpa memperoleh dispensasi

dari Pemerintah tidak boleh kawin satu sama lainnya, tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak itu dalam akta kelahiran”. Pasal diatas menjelaskan bahwa pengakuan terhadap anak zina dan anak sumbang tidak dapat dilakukan, kecuali pengakuan tersebut dilakukan dalam akta perkawinan, sebagaimana ketentuan Pasal 273 KUH Perdata yang berbunyi: “Anak yang dilahirkan dari orang tua, yang tanpa memperoleh dispensasi dari Pemerintah tidak boleh kawin satu sama lainnya, tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak itu dalam akta kelahiran ”.

Pengakuan anak luar kawin dapat dituangkan dalam akta notaries atau pada akta kelahiran atau akta yang dibuat oleh catatan sipil (di luar pengadilan). Pasal 49 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan menyebutkan: 81

a. Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada instansi pelaksana paling lambat 30 hari sejak tanggal Surat Pengakuan Anak oleh ayah dan disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan.

b. Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengakuan anak yang lahir di luar hubungan pernikahan yang sah.

c. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada register Akta Pengkuan Anak dan menerbitkan Kutipan Akta Pengakuan Anak.

Syarat-syarat dokumen yang dibutuhkan dalam Akta Pengakuan Anak, umumnya Kantor Catatan Sipil membutuhkan dokumen berikut: 82

a. Surat pernyataan pengakuan si ayah yang diketahui oleh ibunya

b. KTP dan Kartu Keluarga ayah dan ibu

c. KTP dan Kartu Keluarga saksi, minimal dua orang dari masing-masing keluarga ayah dan ibu.

d. Akta kelahiran si anak luar nikah dan akta kelahiran ayah dan ibu.

2. Pasca putusan Mahkamah Konstitusi

Melalui putusan No. 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012 memutus bahwa Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945 bila tidak dibaca:

“ Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai

81 UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Pasal 49 82 HM. Anshari, Kedudukan Anak Dalam Perpektif 81 UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Pasal 49 82 HM. Anshari, Kedudukan Anak Dalam Perpektif

Tujuan dari MK adalah untuk menegaskan bahwa anak luar kawin pun berhak mendapat perlindungan hukum. Menurut pertimbangan Mahkamah Konstitusi, hukum harus memberi perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan

perkawinannya masih disengketakan. 83 Penting untuk dicatat bahwa putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 tidak

menyebut soal akta kelahiran anak luar kawin maupun akibat hukum putusan tersebut terhadap akta kelahiran anak luar kawin. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi ini berkaitan dengan status hukum dan pembuktian asal usul anak luar kawin. Hubungannya dengan akta kelahiran adalah karena pembuktian asal-usul anak hanya dapat dilakukan dengan akta kelahiran otentik yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 55 ayat (1) UU Perkawinan. Mengenai konsekuensi hukum dengan dikeluarkannya suatu akta kelahiran terhadap anak luar kawin ialah di dalam akta kelahiran anak tersebut hanya tercantum nama ibunya. Karena pada saat pembuatan akta kelahiran, status sang anak masih sebagai anak luar kawin yang hanya diakui memiliki hubungan darah dan hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya saja.

Putusan Mahkamah Konstitusi membuka kemungkinan hukum bagi ditemukannya subyek hukum yang harus bertanggungjawab terhadap anak luar kawin untuk bertindak sebagai bapaknya melalui mekanisme hukum dengan menggunakan pembuktian berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir dan/atau hukum. Dengan kata lain, setidaknya ada dua cara untuk dapat menjadikan sang anak luar kawin memiliki hubungan darah dan juga hubungan perdata dengan ayah biologisnya dan keluarga ayahnya, yaitu:

a. Pengakuan oleh sang ayah biologis

b. Pengesahan oleh sang ayah biologis terhadap anak luar kawin tersebut.

Putusan MK hanya menguatkan kedudukan ibu dari si anak luar kawin dalam memintakan pengakuan terhadap ayah biologis dari si anak luar kawin tersebut, apabila si ayah tidak mau melakukan pengakuan secara sukarela terhadap anak luar kawin. Dengan diakuinya anak luar kawin oleh ayah biologisnya, maka pada saat itulah timbul hubungan perdata dengan si ayah biologis dan keluarga ayahnya. Dengan demikian, setelah adanya proses pengakuan terhadap anak luar kawin tersebut, maka anak luar kawin tersebut

83 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f7ae93da9a23/hubungan-perdata-anak-luar- kawin-dengan-ayahnya-pasca-putusan-mk Di Akses tanggal 01 Agustus 2016 83 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f7ae93da9a23/hubungan-perdata-anak-luar- kawin-dengan-ayahnya-pasca-putusan-mk Di Akses tanggal 01 Agustus 2016

“Dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata antara anak itudan bapak atau ibunya”.

Dalam pasal 42 Bab IX UU Nomor 1 Tahun 1974 yang menjelaskan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dan atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Yang termasuk dalam kategori pasal ini adalah : (1) Anak yang dilahirkan oleh wanita akibat suatu ikatan perkawinan yang sah. (2) Anak yang dilahirkan oleh wanita di dalam ikatan perkawainan dengan tenggang waktu minimal 6 (enam) bulan antara peristiwa pernikahan dengan melahirkan bayi. (3) Anak yang dilahirkan oleh wanita dalam ikatan perkawinan yang waktunya kurang dari kebiasaan masa kehamilan tetapi tidak diingkari kelahirannya oleh suami.

Konsekuensinya dari putusan tersebut adalah hak anak yang lahir di bawah tangan juga memiliki hak seperti anak sah lainnya. Sehingga berhak mendapat perlindungan sebagaimana mestinya, apabila

peradilan membenarkan adanya hubungan darah tersebut. 85 maka akan banyak hak-hak dan kewajiban antara kedua belah pihak yang harus berlaku

sebagai efek dari putusan tersebut. seperti hak alimentasi. Dalam hukum islam disebut hadhanah, yaitu hak dan kewajiban timbal balik antara anak dan ayah untuk melakukan pemeliharaan dan pemberian hidup yang layak

dan wajar sesuai dengan kemampuan yang dimiliknya. 86 Adapun hak dan kewajiban orang tua diatur dalam Pasal 49 UU Perkawinan diantaranya: 87

Pasal 45: “Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik- baiknya. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua terputus. ”

Pasal diatas menjelaskan tentang kewajiban orang tua terhadap anak sah yang berada dibawah tanggung jawabnya, kewajiban berupa pendidikan dan pemenuhan kebutuhan serta dukungan hinga anak-anak mandiri atau sudah menikah. Kewajiban ini juga terus berlanjut sehingga jika terjadi perceraian pun maka hak anak tetap menjadi tanggung jawab ayahnya.

84 KUH Perdata Pasal 280 85 Andi Hartanto, Hukum Waris, Kedudukan dan Hak Waris Anak Luar Kawin

Menurut BW Pasca Putusan MK,

h. 90

86 Andi Hartanto, Hukum Waris, Kedudukan dan Hak Waris Anak Luar Kawin Menurut BW Pasca Putusan MK,

h. 92

87 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 45-49

Pada prinsipnya kekuasaan orang tua meliputi: 88

1. Kekuasaan yang bersifat kolektif

2. Kekuasaan selama perkawinan berlangsung

3. Kekuasaan selama kewajiban dilaksanakan secara wajar. Mengenai jenis harta yang dikuasai, hukum membedakan antara harta

bergerak dan tidak bergerak juga barang yang tumbuh dan tidak bergerak, serta barang yang dapat dihabiskan dantidak dapat dihabiskan, seperti

disebutkan oleh KUH Perdata: 89 Pabrik, barang hasil pabrik, penggilingan, penempaan besi, dan barang tidak bergerak semacam itu, apitan besi, ketel

kukusan, tempat api, jambangan, tong, perkakas-perkakas sebagainya yang termasuk bagian pabrik, sekalipun barang itu tidak terpaku.

Pada perumahan, cermin, lukisan dan perhiasan lainnya bila dilekatkan pada papan atau pasangan batu yang merupakan bagian dinding, pagar atau plesteran suatu ruangan, sekalipun barang itu tidak terpaku. Dalam pertanahan: lungkang atau tumbuhan pupuk yang dipergunakan untuk merabuk tanah; kawanan burung merpati; sarang burung yang biasa dimakan, selama belumdikumpulkan; ikan yang ada di dalam kolam Runtuhan bahan bangunan yang dirombak, bila dipergunakan untuk pembangunan kembali; Dan pada umumnya semua barang yang oleh pemiliknya dihubungkan dengan barang tak bergerak guna dipakai selamanya.

Pemilik dianggap telah menghubungkan barang-barang itu dengan barang tak bergerakguna dipakai untuk selamanya, bila barang-barang itu dilekatkan padanya denganpenggalian, pekerjaan perkayuan dan pemasangan batu semen, atau bila barang-barangitu tidak dapat dilepaskan tanpa membongkar atau merusak barang itu atau bagian daribarang tak bergerak di mana barang-barang itu dilekatkan.

Pasal 508 menyebutkan barang tak bergerak. Yang juga merupakan barang tak bergerak adalah hak-hak sebagai berikut;

1. Hak pakai hasil dan hak pakai barang tak bergerak;

2. Hak pengabdian tanah;

3. Hak numpang karang;

4. Hak guna usaha;

5. Bunga tanah, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang;

6. Hak sepersepuluhan;

7. Bazar atau pasar yang diakui oleh pemerintah dan hak istimewa yang berhubungandengan itu.

88 Andi Hartanto, Hukum Waris, Kedudukan dan Hak Waris Anak Luar Kawin Menurut BW Pasca Putusan MK, h. 95 89 KUHPerdata Pasal 503-505

Sesuatu bisa digolongkan menjadi barang tidak bergerak, dilihat dari tiga segi, yaitu: 90

a. Sifat, yang tergolong benda yang tak bergerak sifatnya adalah tanah, baik langsung maupun tidak langsung.

b. Tujuan, yang tak bergerak karena tujuan pemakaiannya, misalnya: segala yang tidak terkait dengan tanah atau bangunan yang sifatnya adalah ikutan.

c. Ditentukan oleh undang-undang.

1. Kekuasaan orang tua terhadap harta benda milik anak Kekuasaan terhadpa harta benda anak meliputi dua kondisi, yaitu pengurusan dan menikmati hasil, terkait dengan pengurusan berarti orang tua memiliki kekuasaan penuh dalam menjaga dan memelihara

harta benda milik anaknya. Seperti disebutkan dalam UU Perkawinan: 91 “Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan

barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur delapan belas tahun atau belum melangsungkan perkawinan kecuali apabila ada kepentingan anak itu menghendakinya ”.

2. Kekuasaan orang tua yang tidak dibatasi waktu antara oang tua, kerabat terhadap anak

Mengenai hak orang tua menikmati harta si anak yang belum dewasa, maka Pasal 311 dan 313 KUH Perdata sebagai berikut: 92

Pasal 311: Bapak atau ibu yang melakukan kekuasaan ornag tua atau perwalian, berhak menikmati hasil dan barang-barang anak-anaknya yang belum deasa. Dalam halo rang tua, baik bapak maupun ibu, dilepaskan dari kekuasaan orang tua atau perwalian, kedua orang tua itu berhak untuk menikmati hasil dan kekayaan anak-anak mereka yang masih di bawah umur. Pembebasan bapak atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, sedangorang tua yang lainnya telah meninggal atau dibebaskan atau dipecat dan kekuasaan orang tua atau perwalian tidak berakibat terhadap hak menikmati hasil. Dengan hak menikmati hasil itu, terkait kewajiban-kewajiban:

1. Hal-hal yang diwajibkan bagi pemegang hak pakai hasil.

2. Pemeliharaan dan pendidikan anak-anak itu, sesuai dengan harta kekayaan mereka yang disebut terakhir.

3. Pembayaran semua angsuran dan bungan atas uang pokok

4. Biaya pemakaman anak. Pasal pasal diatas meyebutkan tentang kebolehan menikmati harta anak yang belum dewasa dengan beberapa syarat yang sudah disebutkan diatas,

90 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt513205ad78e35/kekuasaan-orang-tua- terhadap-harta-kekayaan-anak diakses 10 Agustus 2016

91 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 48 92 KUHPerdata Pasal 313-313 91 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 48 92 KUHPerdata Pasal 313-313

Pasal 313 Hak menikmati hasil tidak terjadi:

1. Terhadap barang-barang yang diperoleh anak-anak itu sendiri dari pekerjaan dan usaha sendiri.

2. Terhadap barang-barang yang dihibahkan dengan akta semasa pewaris masih hidup atau dihibahkan dengan wasiat kepada mereka, dengan persyaratan tegas, bahwa kedua orang orang tua mereka tidak berhak menikmati hasilnya.

Pasal 314 Hak menikmati hasil terhenti dengan kematian anak-anak itu. Terkait dengan perlindungan anak, berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 daam rangka efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia di Indonesia dibentuklah komisi Independen yang dikenal dengan

Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (KPAI). 93 Lembaga ini merupakan lembaga yang khsus menangani perlindungan anak

dari kekerasan dan segala hal yang berbahaya untuk tumbuh berkembangnya anak-anak. Lembaga ini memiliki misi yaitu: 94

a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkitan dengan perlindungan anak.

b. Melakukan pengumpulan data dan informasi, tentang anak

93 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dibentuk berdasarkan amanat UU

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang tersebut disahkan oleh Sidang Paripurna DPR pada tanggal 22 September 2002 dan ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri, pada tanggal 20 Oktober 2002. Setahun kemudian sesuai ketentuan Pasal 75 dari undang-undang tersebut, Presiden menerbitkan Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Diperlukan waktu sekitar 8 bulan untuk memilih dan mengangkat Anggota KPAI seperti yang diatur dalam peraturan per-undang- undangan tersebut. Berdasarkan penjelasan pasal 75, ayat (1), (2), (3), dan (4) dari Undang- Undang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa Keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan 5 (lima) orang anggota, dimana keanggotaan KPAI terdiri dari unsur pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak. Adapun keanggotaan KPAI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Periode I (pertama) KPAI dimulai pada tahun 2004-2007. Sumber www.kpai.go.id diakses 10 Agustus 2016

94 Mohammmad Taufik Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum Perlindungan Anak dan Peghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, h.161 94 Mohammmad Taufik Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum Perlindungan Anak dan Peghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, h.161

d. Melakukan penelaahan, pemantauan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

e. Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

f. Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan. Selain itu ada juga lembaga yang popular dengan nama KOMNAS (Komite

Nasional) Perlindungan Anak Indonesia, yang memiliki tugas: 95

1. Melaksanakan mandat/ kebijakan yang ditetapkan oleh Forum Nasional Perlindungan Anak.

2. Menjabarkan agenda Nasional Perlindungan Anak dalam program tahunan,

3. Membentuk dan memperkuat jaringan kerja sama dalam upaya perlindungan anak, baik dengan LSM, masyarakat madani, instansi pemerintah, maupun lembaga Internasional, pemerintah dan non pemerintah.

4. Menggali sumber daya dan dana yang dapat membantu peningkatan upaya perlindungan anak.

5. Melaksanakan administrasi perkantoran dan kepegawaian untuk menunjang program kerja.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia mencatatkan data tentang kekerasan anak yang terus meningkat dari tahun ke tahun, seperti dikutip

dalam situs resminya. 96 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahun. Hasil

pemantauan KPAI dari 2011 sampai 2014, terjadi peningkatan yang sifnifikan. “Tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada 3512 kasus, 2013 ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus,” 5 kasus tertinggi dengan jumlah kasus per bidang dari 2011 hingga april 2015. Pertama, anak berhadapan dengan hukum hingga april 2015 tercatat 6006 kasus. Selanjutnya, kasus pengasuhan 3160 kasus, pendidikan 1764 kasus, kesehatan dan narkoba 1366 kasus serta pornografi dan cybercrime 1032 kasus. Selain itu, sambungnya, anak bisa menjadi korban ataupun pelaku kekerasan dengan lokus kekerasan pada anak ada 3, yaitu di lingkungan keluarga, di lingkungan sekolah dan di lingkungan masyarakat. Hasil monitoring dan evaluasi KPAI tahun 2012 di 9 provinsi menunjukkan bahwa 91 persen anak menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, 87.6 persen di lingkungan sekolah dan 17,9 persen di lingkungan masyarakat. “78.3 persen anak menjadi pelaku kekerasan dan

95 Mohammmad Taufik Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum Perlindungan Anak dan Peghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, h.164

96 http://www.kpai.go.id/berita/kpai-pelaku-kekerasan-terhadap-anak-tiap-tahun- meningkat/ di akses 10 Agustus 2016 96 http://www.kpai.go.id/berita/kpai-pelaku-kekerasan-terhadap-anak-tiap-tahun- meningkat/ di akses 10 Agustus 2016

Bagaimanakah tindak lanjut atas pasca Putusan Mahkamah Konstitusi? Andi Hartanto menyebutkan dua pendekatan, tindak lanjut terkait sosisalisasi

kelembagaan dan tindak lanjut secara yuridis diantaranya 97 . Adapun tindak lanjut secara kelembagaan diantaranya:

1. Kementrian Dalam negeri dan segenap jajaran yang terkait seperti Kantor Pencatatan Sipil, Kantor Kecamatan dan Kelurahan, yakni memberikan sosialisasi, sehubungan dengan terbitnya Putusan MK terkait dengan pencatatan atas anak-anak yang lahir di luar nikah.

2. Kementrian Kominfo dan segenap jajarannya, yakni memberikan informasi yuridis pututsan tersebut, terutama terhadap hukum keluarga dan hukum waris di Indonesia.

3. Kementerian agama dan segenap jajaran terkait, diantaranya Direktur Jendral Kelembagaan Agama Islam hingga jajaran kebawahnya.

Sedangkan tindak lanjut secara yuridis atas terbitnya putusan MK tersebut adalah:

1. Menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Anak Luar Kawin, seperti kita ketahui putusan MK tersebut adalah mengubah redaksi Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi: (1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. (2) Kedudukan anak tersebut (1) selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Menurut Andi Hartanto juga Undang-Undang sudah mengamanatkan bahwa mengenai anak luar kawin diatur dalam Peraturan Pemerintah, namun hingga saat ini, Peraturan Pemerintah tersebut belum diterbitkan oleh Karena itu sangat mendesak diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang anak luar kawin (di bawah tangan).

Sebagai bahan pertimbangan adalah putusan MK nomor 46?PUU-VII/2010 tersebut. Peraturan pemerintah ini berfungsi antara lain: 98

a. Memberikan kejelasan aturan anak luar kawin terutama pasca putusan MK tersebut.

b. Meredam keresahan di masyarakat yang menilai putusan MK tersebut menabrak nilai-nilai dalam agama Islam yang melarang legalisasi terhadap perzinahan, karena putusan MK tersebut bisa saja dimaknai memberikan payung hukum terhadap anak zina.

97 Andi Hartanto, Hukum Waris, Kedudukan dan Hak Waris Anak Luar Kawin Menurut BW Pasca Putusan MK, h.100

98 Andi Hartanto, Hukum Waris, Kedudukan dan Hak Waris Anak Luar Kawin Menurut BW Pasca Putusan MK, h.105 98 Andi Hartanto, Hukum Waris, Kedudukan dan Hak Waris Anak Luar Kawin Menurut BW Pasca Putusan MK, h.105

d. Menjadi pedoman bagi lembaga peradilan umum dalam memeriksa permohonan pengesahan anak luar kawin atas ayah biologisnya. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, tentang

kesejahteraan anak menyebutkan: “Anak sejak dalam kandungan hingga berusia delapan belas tahun berhak mendapatkan 99 perlindungan dan kesejahteraan”.

Hal ini berarti bahwa sejak dalam kandungan, kedua orang tuanya wajib memberi pemenuhan gizi cukup agar ia dapat lahir sehat. Setelah lahir iapun berhak mendapatkan akta kelahiran. Identitas yang diperoleh melalui akta kelahiran merupakan salah satu hak sipil anak menurut Konvensi Hak-Hak

Anak. 100

Ada tiga alasan mengapa pencatatan kelahiran itu penting: 101

1. Akta kelahiran adalah pengakuan formal mengenai keberadaan seorang anak secara individual terhadap negara dan status anak dalam hukum.

2. Pencatatan kelahiran adalah elemen penting dari perencanaan nasional. Untuk anak-anak, memberikan dasar demografi agar langkah strategis segera dibentuk.

3. Pencatatan kelahiran adalah cara untuk mengamankan hak anak lain, misalnya identifikasi anak sesudah perang, anak yang ditelantarkan atau diculik, agar dapat mengetahui orang tuanya, khususnya yang terlahir diluar nikah. Sehingga mereka mendapatkan akses pada sarana atau prasarana dalam perlindungan negara dalam batas usia hukum (misalnya: pekerjaan dan sitem peradilan anak) serta mengurangi kejahatan perdagangan anak. Berdasarkan data sensus Biro Pusat Statistik pada Susenas than 2010

secara kualitatif jumlah anak yang memiliki akta kelahiran sekitar 54,79 persen dari jumlah tersebut ternyata 14, 57 persen diantaranya tidak dapat menunjukkan akta kelahirannya. Dan presentasi jumlah anak yang tidak memiliki akta kelahiran terhitung masih cukup tinggi yaitu 44,09 persen. Menurut data dari Biro Pusat Statistik data tahun 2004, prosentase anak yang tidak mempunyai akta kelahiran cenderung masih tinggi, terutaa di daerah

pedesaan, seperti terlihat dalam table berikut: 102

99 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, tentang kesejahteraan anak, Pasal 1 100 Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, ( Bandung: Citra Aditya Abadi,2015) h. 38

101 www.kpai.go.id /berita/akta-kelahiran-hak-anak-yang-terabaikan, diakses 10 Agustus 2016

102 Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, h. 38