Pengertian Perjanjian Upaya Penyelesaian Kredit Macet Dalam Kredit Usaha Rakyat (Kur) Pada Bank (Studi Pada Bank Btn Cabang Pemuda Medan)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian

Dalam praktik istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu. Banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan pengertian yang berbeda. Burgerlijk Wetboek selanjutnya disingkat BW menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari judul Buku III titel Kedua tentang “Perikatan-perikatan yang Lahir dari Kontrak atau Perjanjian” yang dalam bahasa aslinya bahasa Belanda, yaitu: “Van verbintenissen die uit contract of overeenkomst geboren worden”. Pengertian ini juga didukung pendapat banyak sarjana, antara lain: Jacob Hans Niewenhuis, Hofmann, J. Satrio, Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Mariam Darus Badrulzaman, Purwahid Patrik, dan Tirtodiningrat. Yang menggunakan istilah kontrak dan perjanjian dalam pengertian yang sama. 17 Subekti mempunyai pendapat yang berbeda mengenai istilah “perjanjian atau persetujuan” dengan “kontrak”. Menurut Subekti istilah kontrak mempunyai pengertian lebih sempit karena ditunjukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis. 18 17 Agus Yudha Hernoko, “Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial”. Kencana, Jakarta. 2010. Halaman 13 18 Subekti,“Hukum Perjanjian”. Intermasa, Jakarta. 1996. Halaman 1selanjutnya disingkat Subekti-III Sedangkan sarjana lain, Pothier tidak memberikan pembedaan antara kontrak dengan perjanjian, namun membedakan pengertian contract dengan convention pacte. Disebut convention pacte yaitu perjanjian dimana dua orang atau lebih menciptakan, menghapuskan opheffen, atau mengubah wijzegen perikatan. Sedangkan contract adalah perjanjian yang mengharapkan terlaksananya perikatan. 19 Terhadap penggunaan istilah kontrak dan perjanjian, Agus Yudha Hernoko sependapat dengan beberapa sarjana yang memberikan pengertian sama antara kontrak dengan perjanjian. Halini disebabkan fokus kajian beliau berdasarkan pada perspektif Burgerlijk Wetboek BW, di mana antara perjanjian atau persetujuan overeenkomst mempunyai pengertian yang sama dengan kontrak contract. Selain itu, dalam praktik kedua istilah tersebut juga digunakan dalam kontrak komersial, misal: perjanjian waralaba, perjanjian sewa guna usaha, kontrak kerjasama, perjanjian kerja sama, kontrak kerja konstruksi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kedua istilah tersebut akan digunakan bersama-sama, hal ini bukan berarti menunjukkan adanya inkonsistensi penggunaan istilah, namun semata-mata memudahkan pemahaman terhadap rangkaian kalimat yang disusun. 20 Sebagaimana telah dijelaskan di muka, perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan, yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Kewajiban 19 Agus Yudha Hernoko, Op. Cit., Halaman 14 20 Ibid., Halaman 15 yang dibebankan pada debitor dalam perjanjian, memberikan hak pada pihak kreditor dalam perjanjian untuk menuntut pelaksanaan prestasi dalam perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut. Pelaksanaan prestasi dalam perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian adalah pelaksanaan dari perikatan yang terbit dari perjanjian tersebut. Dalam hal debitor tidak melaksanakan perjanjian yang telah disepakati tersebut, maka kreditor beerhak menuntut pelaksanaan kembali perjanjian yang belum, tidak sepenuhnya, atau tidak sama sekali dilaksanakan atau yang telah dilaksanakan secara bertentangan atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, dengan atau tidak disertai dengan penggantian berupa bunga, kerugian, dan biaya yang telah dikeluarkan oleh kreditor. 21 “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata merumuskan tentang “kontrak atau perjanjian” adalah sebagai berikut: 22 Subekti memberikan definisi “perjanjian” adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 23 21 Kartini Muljadi Gunawan Widjaja, “Perikatan yang Lahir dari Perjanjian”. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2003. Halaman 91Selanjutnya disingkat Kartini Muljadi Gunawan Widjaja -I 22 Subekti-I, Op. Cit., Halaman 338 23 Ibid. Sedangkan KRMT Tirtodiningrat memberikan definisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di antara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang- undang. 24 Jika kita perhatikan dengan saksama, rumusan yang diberikan dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi satu atau lebih orang pihak kepada satu atau lebih orang pihak lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana salah satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi debitor dan pihak lainnya adalah adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut kreditor. Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum. 25 Sedangkan menurut R. Setiawan rumusan yang terdapat dalam Pasal 1313 KUH Perdata selain tidak lengkap juga sangat luas. Perumusan tersebut dikatakan tidak lengkap karena hanya menyangkut persetujuan “perbuatan” maka didalamnya tercakup pula perwakilan sukarela zaakwaarneming dan perbuatan melawan hukum onrechtmatigedaad. 24 A. Qirom Syamsudin Meliala, “Pokok-pokok Hukum Perikatan Beserta Perkembangannya”. Liberty, Yogyakarta. 1985. Halaman 8 25 Kartini Muljadi Gunawan Widjaja-I, Op., Cit., Halaman 92 Sehubungan dengan hal itu, maka beliau mengusulkan untuk diadakan perbaikan mengenai definisi perjanjian tersebut yaitu menjadi: 26 1 Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan subjek hukum yang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum yang sengaja dikehendaki oleh subjek hukum. 2 Menambahkan perkataan “atau lebih saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Atas dasar alasan-alasan tersebut yang dikemukakan di atas, maka perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. Sehingga dapat mencerminkan apa yang dimaksud perjanjian itu adalah “Suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat diketahui bahwa dalam suatu perjanjian itu terkandung adanya beberapa unsur, yaitu: 27 1 Essentialia Unsur ini mutlak harus ada agar perjanjian sah merupakan syarat sahnya perjanjian. 2 Naturalia Yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena sudah merupakan pembawaan atau melekat pada perjanjian. 26 R. Setiawan,” Pokok-Pokok Hukum Perikatan”. Putra A. Bardin, Bandung, 1999. Halaman 49 27 Sudikno Mertokusumo, “Mengenal Hukum Suatu Pengantar”. Liberty, Yogyakarta, 1988. Halaman 98 3 Accidentalia Yakni unsur yang harus dimuat atau disebut secara tegas dalam perjanjian.

B. Syarat-syarat Sah Perjanjian